SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 42
PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP DESAIN PESAN
DALAM PEMBELAJARAN PAKEM

Latar Belakang

Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui belajar. Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam
kondisi-kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah dan dikontrol (Robert M. Gagne, 1977). Kemampuan manusia yang
dikembangkan melalui belajar yaitu: pertama; ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan
sikap.

Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu
yang harus dipelajari oleh subyek didik. Dalam hal ini peranan desain pesan dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena
desain pesan pembelajaran menunjuk pada proses memanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat
digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar.

Makalah ini akan diuraikan tentang aplikasi desain pesan dalam pembelajaran PAKEM yang menekankan pada aspek
pemerolehan kemampuan berdasarkan teori Gagne yaitu ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan
motorik, dan sikap.
Konsep dan Prinsip Pembelajaran PAKEM dan Desain Pembelajaran
a. Konsep Pembelajaran PAKEM

PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses
pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan
gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif
yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam
rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat
kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya
secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah
perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif,
yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki
sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka
pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.

Secara garis besar, PAKEM dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada
belajar melalui berbuat.
Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan
lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan „pojok baca‟
Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok
Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan
gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

b. Hal-hal yang harus diperhatikan

dalam melaksanakan PAKEM

1. Memahami sifat yang dimiliki anak

Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang
miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat
tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah
satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat anugerah Tuhan tersebut. Suasana pembelajaran
yang ditunjukkan dengan guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang
mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.

2. Mengenal anak secara perorangan

Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM
(Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam
kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan
kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah
(tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga anak tersebut
belajar secara optimal.

3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat
dimanfaatkan dalam pengorga-nisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau
dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk
seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas
secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah

Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis
untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan
kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah
mengembangkannya, antara lain dengan sesering-seringnya memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka.
Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa,
berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).

5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik

Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disaran-kan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan
untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja
lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau
kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh
dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan
ketika membahas suatu masalah.

6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) me-rupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Peng-gunaan lingkungan sebagai sumber belajar
sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan ling-kungan tidak selalu harus keluar kelas.
Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pe-manfaatan lingkungan dapat
mengembang-kan sejumlah keterampilan seperti meng-amati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan,
berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.

7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa
merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada
kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya
diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan
komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada
hanya sekedar angka.
8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku
dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling ber-hadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari
PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan
mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan
tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan
penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat
bertentangan dengan „PAKEM.‟
c. Pengelolaan Kelas PAKEM

Seting kelas yang konstruktif didasarkan pada nilai-nilai konstruktif dalam proses belajar, termasuk kolaborasi, otonomi
individu, refleksi, relevansi pribadi dan pluralisme. Seting kelas yang konstruktif akan memberikan kesempatan aktif belajar.
Mengacu pada pendekatan holistik dalam pendidikan, seting kelas konstruktif merefleksikan asumsi bahwa proses pengetahuan dan
pemahaman akuisisi adalah benar-benar melekat pada konteks sosial dan emosional saat belajar. Karakteristik seting kelas konstruktif
untuk belajar adalah terkondisikannya belajar secara umum, instruksi, dan belajar bersama.

Lima metode kunci untuk merancang seting kelas yang konstruktif , yaitu; 1) melindungi pemelajar dari kerusakan praktik
instruksional dengan mengembangkan otonomi dan kontrol pemelajar, mendorong pengaturan diri dan membuat instruksi secara
pribadi yang relevan dengan pemelajar, 2) menciptakan konteks belajar yang mendorong pengembangan otonomi pribadi; 3)
mengkondisikan pemelajar dengan alasan-alasan belajar dalam aktivitas belajar; 4) mendorong pengaturan diri dengan pengembangan
keterampilan dan tingkah laku yang memungkinkan pemelajar meningkatkan tanggung jawab dalam belajarnya; dan 5) mendorong
kesadaran belajar dan pengujian kesalahan (Hadi Mustofa, 1998).

Penataan dan atau pengelolaan kelas dalam PAKEM perlu mempertimbangkan enam elemen Constructivist Learning Design
(CDL) yang dikemukakan oleh Gagnon and Collay, yaitu situation, groupings, bridge, questions, exhibit, and reflections.

Situation, terkait dengan hal-hal berikut; apa tujuan episode pembelajaran yang akan dicapai, apa yang diharapkan setelah
siswa keluar ruangan kelas, bagaimana mengetahui bahwa siswa telah mencapai tujuan, tugas apa yang diberikan kepada siswa untuk
mencapai tujuan, bagaimana deskripsi tugas tersebut (as a process of solving problems, answering question, creating metaphors,
making decisions, drawing conclusions, or setting goals).

Grouping, dapat dilakukan berdasarkan karakteristik siswa atau didasarkan pada karakteristik materi.

Bridge, terkait dengan; aktivitas apa yang dipilih untuk menjembatani atara pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya
dengan pengetahuan baru yang akan dibangun siswa.

Question, pertanyaan apa yang dapat membangkitkan tiap elemen desain (panduan pertanyan apa yang dapat mengintrodusir
situasi, menata pengelompokan, dan membangun jembatan), pertanyaan klarifikasi apa yang digunakan untuk menengetahui cara
berpikir dan aktivitas belajar siswa.
Exhibit, bagaimana siswa merekan dan memamerkan kreasi mereka melalui demonstrasi cara berpikir mereka dalam
menyelesaikan dan atau memenuhi tugas.

Reflections, bagaimana siswa melakukan refleksi dalam menyelesaikan tugas mereka, apakah siswa ingat tentang (feeling,
images, and language of their thought), apa sikap, proses, dan konsep yang akan dibawa siswa setelah keluar kelas. Keenam elemen
itu divisualisasikan sebagaimana pada gambar 4.5.

Situation
Reflections
Exhibit
Bridge
Groupings
Questions
Students
Gambar 4. 5: The Relationship Among CLD Elemens (Gagnon and
Collay, 2001: p. 9)
d. Pelaksanaan PAKEM
Gambaran PAKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama proses pembelajaran. Pada saat yang sama,
gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Berikut adalah tabel
beberapa contoh kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru yang bersesuaian.
Kemampuan Guru

Kegiatan Pembelajaran

1. Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa
untuk berperan aktif dalam pembelajaran.

Guru melaksanakan pembelajaran dalam kegiatan yang beragam,
misalnya:
Percobaan
Diskusi kelompok
Memecahkan masalah
Mencari informasi
Menulis laporan/cerita/puisi
Berkunjung keluar kelas

2. Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang
beragam.

Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misal:
Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri
Gambar
Studi kasus
Nara sumber
Lingkungan

3. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan keterampilan.

Siswa:
Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara
Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri
Menarik kesimpulan
Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri
Menulis laporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri

4. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan.

Melalui:
Diskusi
Lebih banyak pertanyaan terbuka
Hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri

5. Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan
kemampuan siswa.

Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan
tertentu)
Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut.
Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan
6. Guru mengaitkan KBM dengan pengalaman siswa sehari-hari.

Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.
Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari

7. Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus
menerus.

Guru memantau kerja siswa
Guru memberikan umpan balik

Desain Pesan Pembelajaran

Kata desain menunjukkan adanya suatu proses dan suatu hasil. Sebagai suatu proses, desain pesan sengaja dilakukan mulai
dari analisis masalahpembelajaran hingga pemecahan masalah yang disumuskan dalam bentuk produk. Produk yang dihasilkan dapat
dalam bentuk prototipe, naskah atau stori board, dan sebagainya.

Mengenai desain pesan, desain pesan meliputi perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan atau informasi. Hal
tersebut mencakup prinsip-prinsip perhatian, persepsi, dan daya serap yang mengatur penjabaran bentuk fisik dari pesan atau
informasi, agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima. Fleming dan Levie (dalam Seel&Richie,1994) membatasi pesan
pada pola-pola isyarat atau simbol yang memodifikasi perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Desain pesan berurusan dengan
tingkat paling mikro melalui unit-unit kecil seperti bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah.

Karakteristik lain dari desain pesan adalah bahwa desain pesan harus bersifat spesifik baik terhadap medianya maupun tugas
belajarnya. Hal ini mengandung arti bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda tergantung apakah medianya bersifat statis,
dinamis atau kombinasi dari keduanya, misalnya suatu potret, film, atau grafik komputer. Juga apakah tugas belajarnya berupa
pembentukan konsep atau sikap, pengembangan ketrampilan atau strategi belajar, ataukah menghafalkan informasi verbal.

Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran

Berdasarkan pada pembahasan tentang teori-teori belajar kognitif dan teori pemrosesan informasi serta teori komunikasi, dapat
dikembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan pedoman dalam kegiatan desain pesan pembelajaran. Ada lima prinsip utama
desain pesan pembelajaran yaitu:

1. Prinsip kesiapan dan motivasi

Prinsip ini mengatakan bahwa jikadalam kegiatan pembelajaran siswa/peserta belajar memilki kesiapan seperti kesiapan
mental, serta kesiapan fisik dan motivasi tinggi, maka hasil belajar akan lebih baik..

Kesiapan mental diartikan sebagai kesipan kemampuan awal, yaitu pengetahuan yang telah dimiliki siswa belajar yang dapat
dijadikan pijakan untuk mempelajari materi baru. Oleh sebab itu, dalam menyusun desain pesan, guru harus lebih dahulu mengetahui
kesiapan siswa melalui tes penjajagan atau tes prasayarat belajar yang diberikan pada siswa. Jika diketahui pengetahuan awal siswa
belum mencukupi, maka dapat diadakan pembekalan/matrikulasi.
Sedangkan kesiapan fisik, berarti bahwa siswa dalam melakukan kegiatan belajar tidak mengalami kekurangan atau halangan,
sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Misalnya untuk belajar musik siswa tidak boleh terganggu
pendengarannya. Sedangkan motivasi adalah merupakan dorongan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. Dorongan itu bisa berasal dari dalam atau luar. Semakin tinggi motivasi siswa untuk belajar, semakin tinggi pula
proses dan hasil belajarnya. Oleh karena itu, dalam kegiatan pembelajaran hendaknya guru berupaya mendorong motivasi siswa
dengan menunjukkan pentingnya mempelajari pesan pembelajaran yang sedang dipelajari.

2. Prinsip penggunaan alat pemusat perhatian

Prinsip ini mengatakan bahwa jika dalam proses belajar perhatian siswa/si belajar terpusat pada pesan yang dipelajari, maka
proses dan hasil belajar akan semakin baik. Perhatian memegang peranan penting dalam kegiatan belajar. Semakin baik perhatian
siswa, proses dan hasil belajar akan semakin baik pula.

Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengarahkan perhatian siswa antara lain:
 Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman atau kehidupan siswa
 Menggunakan alat pemusat perhatian seperti peta konsep, gambar, bagan, dan media-media pembelajaran visual lainnya.
 Menghubungkan pesan pembelajaran yang sedang dipelajari dengan topik-topik yang sudah dipelajari.
 Menggunakan musik penyeling
 Mencipatakan suasana riang
 Teknik penyajian yang bervariasi
 Mengurangi bahan/matteri yang tidak relevan

3. Prinsip partisipasi aktif siswa

Meliputi aktifitas, kegiatan, atau proses mental, emosional maupun fisik. Contoh aktifitas mental misalnya mengidentifikasi,
membandingkan, menganalisis, dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk aktifitas emosional misalnya semangat, sikap, positif
terhadap belajar, motivasi, keriangan, dan lain-lain. Contoh aktifitas fisik misalnya melakukan gerak badan seperti kaki, tangan untuk
melakukan ketrampilan tertentu.

Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah:
 Memberikan pertanyaan-pertanyaan ketika proses pembelajaran berlangsung
 Mengerjakkan latihan pada setiap akhir suatu bahasan
 Membuat percobaan dan memikirkan atas hipotesis yang diajukan
 Membentuk kelompok belajar
 Menerapkan pembelajaran kontekstual, kooperatif, dan kolaboratif

4. Prinsip Umpan Balik

Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada siswa mengenai keberhasilan atau kekurangan dalam belajarnya. Upaya
yang dapat dilakukan oleh guru dalam memberikan umpan balik diantaranya dengan memberikan soal atau pertanyaan kepada siswa,
kemudian memberitahunya dengan benar. Memberikan tugas, kemudian memberitahukan tugas apakah tugas yang dikerjakan sudah
benar. Kembalikan pekerjaan siswa yang telah dikoreksi, dinilai, atau diberi komentar/catatan oleh guru.

5. Prinsip Perulangan

Mengulang-ulang penyajian informasi atau pesan pembelajaran. Proses penguasaan materi pembelajaran atau ketrampilan
tertentu memerlukan perulangan.. tidak adanya perulangan akan mengakibatkan informasi atau pesan pembelajaran tidak bertahan
lama dalam ingatan, dan informasi tersebut mudah dilupakan.
Upaya mengulang informasi dapat dilakukan dengan cara yang sama dan dengan media yang sama. Misalnya media kaset
diputar berulang-ulang, membaca buku dua atau tiga kali. Perulangan dapat juga dengan cara dan media yang berbeda pula. Misalnya
setelah mendengar metode ceramah, siswa diminta untuk membaca buku dengan topik yang sama. Penggunaan epitome, advance
organizer, rangkuman, atau kesimpulan.

Aplikasi Desain Pesan dalam Kegiatan Belajar Mengajar PAKEM

Terjadinya belajar dilihat dari adanya perbedaan kecakapan seseorang antara sebelum dan sesudah mengalami dan berada
dalam situasi belajar tertentu. PAKEM memungkinkan pebelajar memperoleh kemampuan berdasarkan teori Gagne yaitu ketrampilan
intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap. Berikut akan dijelaskan masing-masing defini
kemampuan tersebut,dan pengintregasian prinsip desain dengan pendekatan PAKEM akan dijelaskan dalam matrik.

Ketrampilan Intelektual yang dimaksud ketrampilan intelektual adalah kemampuan untuk menggunakan lambang-lambang
seperti bilangan, bahasa, dan lambang-lambang lainnya yang mewakili benda-benda nyata pada lingkungan individu. Ketrampilan
intelektual dibagi menjadi empat kategori yaitu diskriminasi,konsep,aturan dan pemecahan masalah.

Diskriminasi adalah kemampuan untuk memberi respon yang berbeda terhadap stimuli yang berbeda satu dengan yang lain
menurut satu dimensi fisik atau lebih. Konsep adalah kemampuan yang memungkinkan individu untuk mengidentifikasi stimulus yang
mempunyai karakteristik walaupun stimulinya berbeda secara menyolok. Aturan adalah subyek dapat merespon hubungan dan
kesatuan obyek. Pemecahan masalah aturan-aturan yang lebih komplek untuk memecahkan masalah.

Strategi kognitif meliputi kemampuan yang dipergunakan untuk mengelola proses perhatian belajar, mengingat, dan berfikir.
Kemampuan informasi verbal terkait dengan mempelajari fakta-fakta, mempelajari serangkaian informasi yang terorganisasikan.
Ketrampilan sikap adalah keadaan internal yang komplek yang mempengaruhi pemilihan tingkah laku itu sendiri. Ketrampilan
motorik adalah kemampuan yang dipelajari untuk melakukan kecakapan yang hasilnya dicerminkan oleh adanya kecakapan,
ketepatan, dan kelancaran gerakan tubuh.

No
1

Jenis Kemampuan

Konsep PAKEM

Ketrampilan intelektual

Prinsip Desain Pesan

Aplikasi

Prinsip pengulangan, kesiapan Secara visual menyajikan

Mengembangkan kemampuan

dan motivasi dan partisipasi benda, lambang, gambar,

berpikir kritis, kreatif, dan

aktif siswa

kemampuan memecahkan masalah

suara,

warna,demontrasi,

pemberian

contoh-contoh.

Petunjuk-petunjuk

dalam

komunikasi verbal
2

Strategi kognitif

Guru memberi kesempatan kepada Prinsip
siswa

untuk

keterampilan.

pemusat

perhatian, Penyajian masalah-masalah

mengembangkan perulangan dan partisipasi aktif baru
siswa
Guru memberi kesempatan kepada
siswa

untuk

mengungkapkan

gagasannya sendiri secara lisan atau
tulisan.
3

Informasi verbal

pertanyaan

apa

yang

dapat Prinsip perulangan dan umpan Penyajian

komunikasi

membangkitkan tiap elemen desain balik

verbal,

(panduan pertanyan apa yang dapat

petunjuk-petunjuk

mengintrodusir

situasi,

pengelompokan,

dan

gambar,

atau

menata

membangun

jembatan), pertanyaan klarifikasi apa
yang digunakan untuk menengetahui
cara berpikir dan aktivitas belajar
siswa.

4

Ketrampilan sikap

bagaimana siswa melakukan refleksi Prinsip perulangan, kesiapan Penyajian yang konsisten
dalam menyelesaikan tugas mereka, dan motivasi, partisipasi aktif model

yang

dihargai,

apakah siswa ingat tentang (feeling, siswa

demonstrasi model tingkah

images,

laku

yang

diharapkan,

thought), apa sikap, proses, dan

demonstrasi

tentang

konsep yang akan dibawa siswa

kebahagiaan atau kepuasan

setelah keluar kelas

yang dicapainya.

Guru

and

language

mengaitkan

of

KBM

pengalaman siswa sehari-hari.

their

dengan
5

Ketrampilan Motorik

bagaimana

siswa

mereka

dan Prinsip

perulangan,

umpan Latihan-latihan

kontinu,

memamerkan kreasi mereka melalui balik

mengulangi

demonstrasi cara berpikir mereka

gerakan untuk ketepatan,

dalam

kecepatan

menyelesaikan

memenuhi tugas

dan

atau

gerakan-

dan

kualitas

ketrampilan tertentu.

Tags: teknologi pbljrn
Prev: resep
Next: Wanita-wani menata
reply share
Makalah, oleh Saiful Amien

PENDAHULUAN
Sebelum mendiskusikan pelbagai prinsip yang tersurat dalam handbook of Instructional Message Design[1], ada baiknya kita mengingatkan kembali
beberapa terma yang berkaitan dengan pokok bahasan ini. Dengan begitu, diharapkan prinsip-prinsip persepsi di atas dapat diletakkan sesuai
foldernya dalam khazanah pengetahuan kita. Beberapa istilah ini telah disinggung dalam pengantar buku ini, dan kami hanya berupaya untuk
menampilkan kembali dan memberinya “catatan kaki”:
1.
2.
3.

4.

Pesan (message) ialah suatu pola tanda/lambang, baik berupa kata maupun gambar, yang dimaksudkan untuk mengubah prilaku kognitif
(berpikir), afektif (bersikap) dan psikomotorik (bertindak) seseorang atau kelompok[2].
Rancangan (design) ialah proses analisis dan sintesis yang dimulai dengan suatu problem komunikasi dan diakhiri dengan rencana solusi
operasional.[3]
Pembelajaran (instuction) di sini tidak hanya merujuk kepada konteks pembelajaran formal di ruang kelas, di mana pemerolehan
keterampilan dan konsep tertentu merupakan tujuan sentralnya, tetapi juga mencakup seluruh apa yang terkandung dalam istilah
“komunikasi”, termasuk konteks pembelajaran informal, di mana sikap dan emosi amat diperhatikan.[4]
Rancangan pesan pembelajaran (instructional message design) ialah rencana proses rekayasa (manipulasi) pola tanda dan simbol yang
menghasilkan pelbagai kondisi belajar. Dalam hal ini, Asumsi yang dikembangkan oleh Fleming dan Levie adalah bahwa para praktisi
pembelajaran bisa menjadi lebih efektif jika mereka memanfaatkan generalisasi (kesimpulan umum) hasil penelitian ilmu-ilmu behavioral.
Generalisasi inilah di dalam buku ini disebut sebagai “prinsip”[5].

PERIHAL PERSEPSI
Pengertian persepsi
Kata “persepsi” diambil dari kata berbahasa Inggris “perception”, sebuah kata benda (noun) yang oleh APA Dictionary of Psychology didefinisikan
dengan:
“The process or result of becoming aware of object, relationship, and events by means of the senses, which includes such activities as recognizing, observing,
and discriminating. These activities enable organisms to organize and interpret the stimuli received into meaningful knowledge.”[6]
Senada dengan pengertian itu Kamus Psikologi terbitan Indonesia mengartikan persepsi sebagai proses dimana seseorang menjadi sadar akan segala
sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimiliki.[7]
Melengkapi definisi di atas, Atkinson juga menyebut persepsi sebagai proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus ke dalam
lingkungan.[8]
Sedangkan Davidoff seperti yang dikutip oleh Walgito mengartikan persepsi sebagai stimulus yang diindera oleh individu, sehingga individu
menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera itu.[9] Hal ini seperti pengertian kata “percept” dalam bahasa Inggris, yang oleh APA Dictionary of
Psychology didefinisikan dengan: “the product of perception: stimulus object or event as experienced by the individual”.[10]
Lebih lanjut Kartono memberikan pengertian tentang persepsi sebagai pengamatan secara global, belum disertai kesadaran, sedang subyek dan
obyeknya belum terbedakan satu dari lainnya (baru ada proses “memiliki” tanggapan).[11]
Imanuell Kant seperti yang dikutip oleh Mahmud MD. mengatakan “kita melihat benda-benda itu tidak sebagaimana adanya benda-benda itu sendiri,
tetapi sebagaimana adanya diri kita” atau dengan kata lain persepsi itu merupakan pengertian kita tentang situasi sekarang dalam artian pengalamanpengalaman kita yang telah lalu. Karena itu apa yang kita persepsi pada waktu tertentu akan tergantung bukan saja pada stimulusnya sendiri, tetapi
juga pada latar belakang beradanya stimulus itu, misalnya pengalaman-pengalaman sensoris terdahulu, perasaan kita pada waktu itu, prasangkaprasangka, keinginan-keinginan, sikap dan tujuan kita. Lebih lanjut Mahmud mendefinisikan persepsi sebagai penafsiran terhadap stimulus yang
telah ada di dalam otak.[12]
Selanjutnya Bruner mengatakan bahwa persepsi adalah proses kategorisasi. Organisme dirangsang oleh suatu masukan tertentu (obyek luar, peristiwa
dan lain-lain) dan organisme itu merespon dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori atau golongan obyek-obyek atau
peristiwa-peristiwa, proses menghubungkan ini adalah proses yang aktif dimana individu yang bersangkutan dengan sengaja memberikan kategori
yang tepat sehingga ia dapat mengenali (memberi arti) kepada masukan tersebut.[13]
Saleh dan Wahab mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indera kita (penginderaan)
untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Definisi persepsi lainnya
menurut Saleh dan Wahab menyebutkan bahwa persepsi adalah kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian
terhadap satu objek rangsang dan dalam proses pengelompokkan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan
pengalaman terhadap satu peristiwa atau objek.[14]
Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami setiap informasi tentang lingkungannya, baik
lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa
persepsi itu merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.[15]
Adapun pengertian persepsi menurut Desiderato, seperti yang dikutip Jalaludin Rahmat, adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory
stimuli).[16]
Dari pelbagai definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian makna atau interpretasi yang mencakup
pemahaman, mengenali dan mengetahui suatu objek melalui panca indera (sensasi) sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang di dengar
dan sebagainya.
Untuk lebih memperjelas pengertian persepsi, ada baiknya kita membedakannya dengan sensasi (proses menangkap stimuli) seperti dalam pemisalan
Jalaluddin Rahmat berikut ini:
Suatu hari Anda menyaksikan kawan Anda sedang melihat-lihat etalase toko. Anda menyergapnya dari belakang, “Bangsat lu. Udah lupa sama aku,
ya!” Orang itu membalik. Anda terkejut. Ia bukan kawan Anda, tetapi orang yang belum pernah Anda kenal seumur hidup Anda. Ini bukan kesalahan
sensasi, tetapi kekeliruan persepsi. Bila dosen mengatakan “Bagus”, tetapi Anda mendengar “Agus”, Anda keliru sensasi. Tetapi bila saya
mengucapkan “Anda cerdas sekali, lalu Anda menerima pujian saya berang, karena Anda kira saya mempermainkan Anda, Anda salah mempersepsi
pesan saya.[17]
Proses terjadinya persepsi
Persepsi dapat terjadi bila tiga komponen utama berikut terpenuhi, yaitu :
1.
2.

3.

Seleksi atau sensasi, yaitu proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
Interpretasi yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada
kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks
menjadi sederhana.
Interpretasi ini kemudian di terjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.[18]

Jenis-jenis persepsi
Menurut Irwanto,[19] setelah individu melakukan interaksi dengan obyek-obyek yang dipersepsikan maka hasil persepsi dapat dibagi menjadi dua
yaitu :
1.
2.

Persepsi positif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang diteruskan
dengan upaya pemanfaatannya.
Persepsi negatif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang tidak selaras
dengan obyek yang dipersepsi.

Dapat dikatakan bahwa persepsi itu baik yang positif ataupun yang negatif akan selalu mempengaruhi diri seseorang dalam melakukan suatu
tindakan. Dan munculnya suatu persepsi positif ataupun persepsi negatif semua itu tergantung pada bagaimana cara individu menggambarkan segala
pengetahuannya tentang suatu obyek yang dipersepsi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, antara lain:
1.
2.
3.

Psikologi. Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi, sebagai contoh, terbenamnya
matahari di waktu senja yang indah temaram, akan dirasakan sebagai bayang-bayang yang kelabu bagi seseorang yang buta warna.
Famili. Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah familinya. Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di
dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya.
Kebudayaan. Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap,
nilai dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini.[20]

Sedangkan menurut Krech dan Crutchfield faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah:
1.

Faktor-faktor fungsional. Objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu
yang melakukan persepsi. Contohnya pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang terhadap persepsi.
2.

Faktor-faktor struktural. Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan
melihat konteksnya.[21]

Ciri-ciri umum persepsi
Ciri-ciri umum dari persepsi menurut Shaleh dan Wahab diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Modalitas: rangsangan yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap-tiap indera, yaitu sifat sensoris dasar dan masing-masing indera
(cahaya untuk penglihatan; bau untuk penciuman; suhu bagi perasa; bunyi bagi pendengaran; sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).
Dimensi ruang: dunia persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang); kita dapat mengatakan atas-bawah, tinggi-rendah, luas-sempit, latar
depan-latar belakang, dan lain-lain.
Dimensi waktu: dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat lambat, tua-muda, dan lain-lain.
Struktur konteks, keseluruhan yang menyatu: objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu
dengan konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu.[22]

Syarat terjadinya persepsi
Menurut Moskowitz dan Orgel agar individu dapat menyadari dan dapat mengadakan persepsi, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi yaitu :
1.

2.

3.

Adanya objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar
langsung mengenai alat indera (reseptor), dapat pula datang dari dalam langsung mengenai syaraf penerima (sensoris), yang bekerja sebagai
reseptor.
Alat indera atau reseptor, yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk
meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan
respons diperlukan syaraf motoris.
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi sesuatu diperlukan pula adanya perhatian, yang merupakan langkah pertama sebagai
suatu persiapan dalam mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi.

Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengadakan persepsi ada syarat-syarat yang bersifat fisik atau kealaman, fisiologis, dan
psikologis[23]
PRINSIP PERSEPSI DAN DESAIN PESAN
Prinsip dasar (pernyataan umum) persepsi
Fleming dan Levie menyebutkan beberapa prinsip dasar persepsi, yaitu:
1.

Persepsi itu bersifat relatif (prinsip relativitas)
2.
3.
4.

Persepsi itu bersifat selektif (prinsip selektifitas)
Persepsi itu terorganisir (prinsip pengorganisasian)
Persepsi itu amat dipengaruhi oleh kecenderungan seseorang (prinsip kecenderungan)

Prinsip dasar di atas telah dibahas pada pertemuan yang lalu (kelompok pertama), dan pada kesempatan ini kita akan melanjutkan pada beberapa
prinsip persepsi berikutnya, walaupun kadang masih terkait dengan prinsip-prinsip sebelumnya.
Keterbatasan kapasitas persepsi
Kadang, kita sebagai guru atau desainer pembelajaran, kurang sabar dalam membina pembelajaran. Keinginan kita menggebu-nggebu untuk
memberikan sebanyak mungkin materi pelajaran kepada peserta didik dalam satu waktu. Akibatnya, terasa pesan yang kita sampaikan menjadi
mubadzir. Terlalu banyak dan rumit pesan (stimuli) yang bisa dipersepsi oleh peserta didik. Kita lupa bahwa kemampuan mempersepsi seseorang,
tidak terkecuali para siswa kita, amatlah terbatas.
Dari itu, Flaming dan Levie mengingatkan tentang beberapa dalil pada prinsip keterbatasan ini yang bisa dimanfaatkan dalam mendesain pesan
pembelajaran, di antaranya:
Pertama, karena sistem pengelolaan informasi (mempersepsi, menandai, dan menyimpan) pada diri seseorang itu terbatas kapasitasnya, maka
besarnya energi yang dibutuhkan untuk menandai suatu stimuli juga terbatas dari pengelolaan informasi lainnya.
Implikasinya bagi desainer pembelajaran ialah semakin banyak pesan yang disampaikan, semakin besar energi yang dibutuhkan, dan semakin sedikit
pesan yang diterima.
Kedua, banyaknya informasi yang dikelola bergantung pada dua hal, tingkat keabstrakan objek atau kejadian dan tingkat kedalaman setiap objek itu
dikelola.
Ketiga, kita mampu mempersepsi, dengan sekilas, sekitar 7 item atau objek yang familiar seperti angka dan nama. Sama halnya kita juga bisa
menyimpan dalam memori sementara sekitar 7 item.
Keempat, seseorang yang mempersepsi, biasanya memisah-misahkan informasi yang diterima ke dalam katagori besar atau rata-rata berdasarkan
banyaknya stimuli, pengalaman dan maksud yang menyertainya. Hal ini biasanya disebut dengan istilah “mengelompokkan” (to chunk, cluster,
group).
Kelima, semakin tertata atau terpola suatu pesan itu dipersepsi, semakin banyak informasi yang dapat diproses dalam sekali waktu.
Keenam, semakin familiar suatu pesan bagi seseorang, semakin mudah untuk dipersepsi.
Kapasitas saluran (channel) tunggal
Ketujuh, untuk pesan verbal pada situasi saluran tunggal, semakin sulit atau komplek suatu pesan verbal, semakin besar keunggulan (persepsual)
saluran-visual (tertulis) daripada saluran-auditori (terucapkan).
Kapasitas saluran majmuk
Kedelapan, di mana suatu presentasi audio-visual berlangsung terlalu cepat, peserta dalam mempersepsi mesti memilih antara kedua saluran tersebut.
Bisa jadi ia lebih memilih informasi-auditori daripada visual, atau sebaliknya. Hanya pada tingkat kecepatan yang lebih lambat ia mampu
menghubungkan informasi dari kedua saluran.
Kesembilan, ketika informasi diterima secara bersamaan dari beberapa sumber, salah satunya bisa mengurangi, menguatkan atau mempengaruhi
(bias) terhadap yang lainnya. Di sini terjadi suatu interaksi.
Kesepuluh, kapasitas persepsual akan tampak lebih membesar ketika dua modalitas, pendengaran dan penglihatan, dimanfaatkan secara bersamaan.
Pelibatan dua pekerjaan (auditori dan visual), misalnya akan lebih saling menguatkan daripada memanfaatkan modalitas visual secara terpisah
dengan modalitas auditori.
Pembedaan (distinguishing) dan pengelompokan (grouping)
Proses mempersepsi dan membuat katagorisasi tidak bisa dilepaskan dari kebiasaan yang kita terima dari lingkungan kita. Salah satu tugas primer
dari desainer pembelajaran adalah menggubah terjadinya persepsi terhadap pelbagai kebiasaan tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya penguatan
terhadap kebiasaan-kebiasaan itu agar tampak lebih dominan untuk dipersepsi.
Di sini kebiasaan demikian penting karena tiga alasan. Pertama, kebiasaan yang kita terima memungkinkan kita untuk membuat katagorisasi, dan
darinya kita dapat menangani (melakukan sensasi/penginderaan terhadap) banyaknya informasi yang membombardir kita. Kedua, kebiasaan yang
kita terima merupakan dasar bagi sejumlah pengetahuan: fakta, konsep, opini, dan sikap. Dan terakhir, mengorganisir pesan merupakan salah satu
tujuan utama desainer dalam mempengaruhi persepsi peserta didik terhadap pelbagai kebiasaan tersebut.
Medan perseptual itu diorganisir, dan kebiasaan menjadi nyata melalui proses analisis dan sintesis. Pada tindakan analisis, kita biasa melakukan
pembedaan atau pemisahan. Sedangkan pada tindakan sintesis, kita melakukan pengelompokan dan pengkombinasian.
Dalam mendesain pesan pembelajaran, ada baiknya kita mempertimbangkan prinsip “pembedaan” dan “pengelompokan” ini, yang oleh Fleming dan
Levie ditunjukkan dalam kaitannya dengan faktor keberbedaan (difference), kemiripan (similarity), dan kedekatan (proximity) melalui beberapa dalil
berikut:
Kesebelas, objek atau peristiwa itu dimaknai berlainan karena memiliki perbedaan satu atau banyak dimensinya. Dari itu, dalam mempersepsi
seseorang cenderung untuk membeda-bedakan satu objek/peristiwa dengan lainnya lalu mengelompokkannya secara terpisah.
Keduabelas, objek atau peristiwa itu dimaknai mirip karena memiliki persamaan dalam beberapa hal seperti tampilan, fungsi, jumlah, arah dan
strukturnya. Dari itu, dalam mempersepsi seseorang cenderung mengelompokkan objek/peristiwa dan mengorganisirnya dalam kemiripan.
Ketigabelas, sekali suatu bentuk atau pola sangat dibedakan dari kelompoknya, maka unsur-unsur di dalamnya cenderung lebih dipersepsi sebagai
sejenis daripada kenyataannya. Lebih dari itu, pembedaan antara satu pola dengan lainnya akan diperkuat.
Keempatbelas, objek atau peristiwa yang saling berdekatan, misalnya dari sisi waktu, ruang atau konteksnya, cenderung akan dipersepsi sebagai
sesuatu yang saling terkait, misalnya dari sisi pembentukan, fungsi dan sebagainya.
Kelimabelas, objek yang familiar biasanya mempertahankan karakteristik perseptualnya (pencahayaan, ukuran, ketajaman, pewarnaan) dari
perubahan saat menjadi stimuli. Fenomena ini disebut konstansi (ketetapan) perseptual.
Menghubungkan dan mengorganisir
Selain berdasar pada kebiasaan untuk “membeda-bedakan” dan “memirip-miripkan”, kita juga terbiasa “menghubung-hubungkan” objek/peristiwa
yang hendak kita persepsikan. Dari itu, dalam mendesain pesan pembelajaran kita juga perlu menambahkan pertimbangan faktor relationship
sebagaimana ditunjukkan oleh kedua penulis dalam dalil berikut:
Keenambelas, persepsi tentang hubungan akan terjadi manakala antar objek atau peristiwa -dilihat dari ide dasar, pola, ritme, struktur, atau
keorganisasiannya- bertemu dan saling memberi satu sama lain.
Ketujuhbelas, variasi ruang dan waktu pada susunan, pola dan struktur mempengaruhi persepsi tentang hubungan.
Tentang hal ini, ada lima tipe susunan yang biasa dimanfaatkan dalam membuat variasi tingkatan untuk menunjukkan hubungan antar objek yang
bervariasi. Yaitu: kedekatan (proximity), inklusi (inclusion), arahan (directionality), superordinasi (superordination), dan penguatan (accentuation).
Ukuran dan kedalaman
Ukuran dan kedalaman merupakan bagian yang esensial dan seringkali mempengaruhi persepsi kita terhadap hubungan. Sebagaimana ditunjukkan
dalam beberapa dalil, di antaranya:
Kedelapanbelas, ketika dipersepsi, ukuran secara timbal balik berkaitan dengan jarak. Semakin besar ukuran yang ada, semakin kecil jarak yang
terjadi. Sebaliknya, semakin besar jaraknya, semakin kecil ukurannya.
Kesembilanbelas, ukuran satu objek dalam suatu lahan memiliki hubungan dengan objek lainnya. Akan dipersepsi kekecilan manakala lahannya
memuat pelbagai objek yang besar-besar, sebaliknya kebesaran manakala lahan itu memuat pelbagai objek yang kecil-kecil.
Keduapuluh, persepsi terhadap kedalaman dalam tampilan dua dimensi dipengaruhi oleh hubungannya dengan ukuran (khususnya pada objek-objek
yang familiar), perspektif linear, tingkat besar kecilnya susunan, dan sebagainya.
Keduapuluh satu, persepsi tentang kesolidan dan kedalaman pada suatu objek dipengaruhi oleh pencahayaan seperti proyeksi bayangan, dan oleh
ketajaman gambar.
Tempat, Waktu dan gerakan
Demikian pula dengan faktor lokasi, waktu dan gerakan juga berpengaruh terhadap persepsi kita terhadap sesuatu atau peristiwa. Kedekatan lokasi
bagi perorangan misalnya berpengaruh pada persepsi apakah mereka tampak sebagai orang asing atau kerabat.
Dari itu dalam desain pesan yang hendak kita rancang sebaiknya pertimbangan ini juga kita manfaatkan sebagaimana dalil berikut:
Keduapuluh dua, persepsi spasial (tempat) langsung mengarahkan hubungannya kepada vertikal dan horizontal.
Keduapuluh tiga, biasanya, persepsi tentang durasi dan interval waktu amat berhubungan dengan standard dan kerangka rujukan.
Keduapuluh empat, waktu yang padat dengan kegiatan tampak berlalu lebih cepat daripada waktu yang luang dari kegiatan.
Keduapuluh lima, persepsi tentang gerakan amat berhubungan dengan faktor waktu dan tempat.
Persepsi dan kognisi
Keduapuluh enam, sebaik-baik suatu objek atau peristiwa dipersepsikan bergantung kepada sejauh mana prinsip-prinsip perseptual itu berlaku.
Semakin mudah dan dapat dipercaya suatu persepsi, akan semakin jauh kognisi mengelolanya: menyimpan, menformat konsep, menyelesaikan
masalah, berpikir kreatif, dan melakukan perubahan sikap.
AKHIRUL KALAM
Persepsi sebagaimana yang kita pahami, ternyata memiliki peran amat penting dalam tata kognisi manusia. Bersama tindakan sensasi (penginderaan),
memori dan berpikir, persepsi mampu “mengharu-birukan” tidak saja proses komunikasi intrapersonal (proses pengolohan informasi) tetapi juga
proses komunikasi interpersonal.
Di sinilah, guru dan desainer pembelajaran mendapatkan tantangannya. Mampukah ia menghadirkan kondisi belajar yang representatif dan
memudahkan peserta didik dalam mempersepsi -yakni memberikan makna pada stimuli inderawi berupa- pesan pembelajaran secara positif
sebagaimana yang diinginkan sang guru/desainer.
Dari itu, memahami prinsip-prinsip perseptual dan memanfaatkannya dalam mendesain pesan pembelajaran, sebagaimana yang dianjurkan oleh
Fleming dan Levie, penting untuk dilakukan. Di antara prinsip perseptual itu adalah: relatifitas, selektifitas, pengorganisasian, kecenderungan,
keterbatasan, pembedaan, pengelompokan, dan hubungan.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, Hilgard, E.R. 1997. Pengantar psikologi. Jakarta: Erlangga.
Fleming, Malcolm & W. Howard Levie. 1981. Instructional Message Design: Principles from the Behavioral Sciences. New Jersey: Educational
Technology Publications.
Irwanto. 2002. Psikologi umum (buku panduan mahasiswa). Jakarta : PT. Prehallindo.
Kartono, K dan Gulo, D. 2000. Kamus psikologi. Bandung : CV. Pionir Jaya.
______. 1990. Psikologi umum. Bandung : Mandar Maju.
Mahmud, M.D. 1990. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta : BPFE.
Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Saleh, A.R dan Wahab, M.A. 2004. Psikologi suatu pengantar (dalam perspektif Islam). Jakarta : Kencana.
Sarwono, S.W. 1987. Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Rajawali.
Sobur, A. 2003. Psikologi umum. Bandung : Pustaka setia.
Thoha, M. 1988. Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali.
Vandenbos, Gary R. (Editor in Chief). 2002. APA Dictionary of Psychology. Washington DC: American Psychological Association.
Walgito, B. 1990. Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset.

[1] Fleming, Malcolm & W. Howard Levie. 1981. Instructional Message Design: Principles from the Behavioral Sciences. New Jersey: Educational
Technology Publications. hal. 53-95
[2] Ibid., halaman ix
[3] Proses mendesain berbeda dengan proses melaksanakan. Di mana desain pesan bersifat konseptual yang membedakannya dengan kejadian suatu
tindakan atau peristiwa komunikasi dan pembelajaran. Desain pesan bisa saja terjadi secara tiba-tiba (tanpa perencanaan) bersamaan dengan
tindakan pembelajaran. Gagne (1965), seperti yang dikutip dalam buku ini, membedakan antara “predesign” dan “extemporaneous design”. Guru
seringkali melakukan keduanya. Ia membuat rencana pembelajaran sebelum mengajar (predesign) dan ia juga memodifikasinya ketika mengajar
(extemporaneous design) Ibid., halaman ix-x. Dari itu, benarlah kiranya apa yang disinggung oleh Prof. Dimyati bahwa perencanaan pembelajaran
bisa saja berbeda dengan tindakan pelaksanaan sebagai dampak pengiringnya. Catatan pribadi pada kuliah Prof. Dimyati, MK. Perencanaan
Kurikulum. Tanggal 2 Maret 2009.
[4] Ibid., halaman x
[5] Secara praksis, pertanyaan yang muncul dari asumsi ini ialah bagaimana bisa prinsip (generalisasi) ilmu-ilmu behavioral diaplikasikan ke dalam
desain pesan pembelajaran? Secara umum buku ini ingin menjawab pertanyaan tersebut. Ibid., halaman xi.
[6] Vandenbos, Gary R. (Editor in Chief). 2002. APA Dictionary of Psychology. Washington DC: American Psychological Association. Halaman 683
[7] Kartono, K dan Gulo, D. (2000). Kamus psikologi. Bandung : CV. Pionir Jaya. Halaman 343.
[8] Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, Hilgard, E.R. (1997). Pengantar psikologi. Jakarta: Erlangga. Halaman 201
[9] Walgito, B. (1990). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset. Halaman 53
[10] Vandenbos, Op.Cit. Halaman 683
[11] Kartono, K. (1990). Psikologi umum. Bandung : Mandar Maju. Halaman 61
[12] Lihat Mahmud, M.D. 1990. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta : BPFE. Halaman 41
[13] Lihat Sarwono, S.W. (1987). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Rajawali. Halaman 95.
[14] Saleh, A.R dan Wahab, M.A. (2004). Psikologi suatu pengantar (dalam perspektif Islam). Jakarta : Kencana. Halaman 88.
[15] Thoha, M. 1988. Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali. Halaman 138
[16] Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Halaman 51.
[17] Ibid.
[18] Sobur, A. (2003). Psikologi umum. Bandung : Pustaka setia. Halaman 447.
[19] Irwanto. (2002). Psikologi umum (buku panduan mahasiswa). Jakarta : PT. Prehallindo. Halaman 71.
[20] Thoha, Op.Cit., halaman 143
[21] Lihat Rahmat, Op.Cit., halaman 55-58
[22] Lihat Shaleh dan Wahab. Op.Cit., halaman 89
[23] Lihat Walgito. Op.Cit., halaman 54
Makalah, oleh Saiful Amien

PENDAHULUAN
Sebelum mendiskusikan pelbagai prinsip yang tersurat dalam handbook of Instructional Message Design[1], ada baiknya kita mengingatkan kembali
beberapa terma yang berkaitan dengan pokok bahasan ini. Dengan begitu, diharapkan prinsip-prinsip persepsi di atas dapat diletakkan sesuai
foldernya dalam khazanah pengetahuan kita. Beberapa istilah ini telah disinggung dalam pengantar buku ini, dan kami hanya berupaya untuk
menampilkan kembali dan memberinya “catatan kaki”:
1.
2.
3.

4.

Pesan (message) ialah suatu pola tanda/lambang, baik berupa kata maupun gambar, yang dimaksudkan untuk mengubah prilaku kognitif
(berpikir), afektif (bersikap) dan psikomotorik (bertindak) seseorang atau kelompok[2].
Rancangan (design) ialah proses analisis dan sintesis yang dimulai dengan suatu problem komunikasi dan diakhiri dengan rencana solusi
operasional.[3]
Pembelajaran (instuction) di sini tidak hanya merujuk kepada konteks pembelajaran formal di ruang kelas, di mana pemerolehan
keterampilan dan konsep tertentu merupakan tujuan sentralnya, tetapi juga mencakup seluruh apa yang terkandung dalam istilah
“komunikasi”, termasuk konteks pembelajaran informal, di mana sikap dan emosi amat diperhatikan.[4]
Rancangan pesan pembelajaran (instructional message design) ialah rencana proses rekayasa (manipulasi) pola tanda dan simbol yang
menghasilkan pelbagai kondisi belajar. Dalam hal ini, Asumsi yang dikembangkan oleh Fleming dan Levie adalah bahwa para praktisi
pembelajaran bisa menjadi lebih efektif jika mereka memanfaatkan generalisasi (kesimpulan umum) hasil penelitian ilmu-ilmu behavioral.
Generalisasi inilah di dalam buku ini disebut sebagai “prinsip”[5].
PERIHAL PERSEPSI
Pengertian persepsi
Kata “persepsi” diambil dari kata berbahasa Inggris “perception”, sebuah kata benda (noun) yang oleh APA Dictionary of Psychology didefinisikan
dengan:
“The process or result of becoming aware of object, relationship, and events by means of the senses, which includes such activities as recognizing, observing,
and discriminating. These activities enable organisms to organize and interpret the stimuli received into meaningful knowledge.”[6]
Senada dengan pengertian itu Kamus Psikologi terbitan Indonesia mengartikan persepsi sebagai proses dimana seseorang menjadi sadar akan segala
sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimiliki.[7]
Melengkapi definisi di atas, Atkinson juga menyebut persepsi sebagai proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus ke dalam
lingkungan.[8]
Sedangkan Davidoff seperti yang dikutip oleh Walgito mengartikan persepsi sebagai stimulus yang diindera oleh individu, sehingga individu
menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera itu.[9] Hal ini seperti pengertian kata “percept” dalam bahasa Inggris, yang oleh APA Dictionary of
Psychology didefinisikan dengan: “the product of perception: stimulus object or event as experienced by the individual”.[10]
Lebih lanjut Kartono memberikan pengertian tentang persepsi sebagai pengamatan secara global, belum disertai kesadaran, sedang subyek dan
obyeknya belum terbedakan satu dari lainnya (baru ada proses “memiliki” tanggapan).[11]
Imanuell Kant seperti yang dikutip oleh Mahmud MD. mengatakan “kita melihat benda-benda itu tidak sebagaimana adanya benda-benda itu sendiri,
tetapi sebagaimana adanya diri kita” atau dengan kata lain persepsi itu merupakan pengertian kita tentang situasi sekarang dalam artian pengalamanpengalaman kita yang telah lalu. Karena itu apa yang kita persepsi pada waktu tertentu akan tergantung bukan saja pada stimulusnya sendiri, tetapi
juga pada latar belakang beradanya stimulus itu, misalnya pengalaman-pengalaman sensoris terdahulu, perasaan kita pada waktu itu, prasangkaprasangka, keinginan-keinginan, sikap dan tujuan kita. Lebih lanjut Mahmud mendefinisikan persepsi sebagai penafsiran terhadap stimulus yang
telah ada di dalam otak.[12]
Selanjutnya Bruner mengatakan bahwa persepsi adalah proses kategorisasi. Organisme dirangsang oleh suatu masukan tertentu (obyek luar, peristiwa
dan lain-lain) dan organisme itu merespon dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori atau golongan obyek-obyek atau
peristiwa-peristiwa, proses menghubungkan ini adalah proses yang aktif dimana individu yang bersangkutan dengan sengaja memberikan kategori
yang tepat sehingga ia dapat mengenali (memberi arti) kepada masukan tersebut.[13]
Saleh dan Wahab mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indera kita (penginderaan)
untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Definisi persepsi lainnya
menurut Saleh dan Wahab menyebutkan bahwa persepsi adalah kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian
terhadap satu objek rangsang dan dalam proses pengelompokkan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan
pengalaman terhadap satu peristiwa atau objek.[14]
Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami setiap informasi tentang lingkungannya, baik
lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa
persepsi itu merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.[15]
Adapun pengertian persepsi menurut Desiderato, seperti yang dikutip Jalaludin Rahmat, adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory
stimuli).[16]
Dari pelbagai definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian makna atau interpretasi yang mencakup
pemahaman, mengenali dan mengetahui suatu objek melalui panca indera (sensasi) sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang di dengar
dan sebagainya.
Untuk lebih memperjelas pengertian persepsi, ada baiknya kita membedakannya dengan sensasi (proses menangkap stimuli) seperti dalam pemisalan
Jalaluddin Rahmat berikut ini:
Suatu hari Anda menyaksikan kawan Anda sedang melihat-lihat etalase toko. Anda menyergapnya dari belakang, “Bangsat lu. Udah lupa sama aku,
ya!” Orang itu membalik. Anda terkejut. Ia bukan kawan Anda, tetapi orang yang belum pernah Anda kenal seumur hidup Anda. Ini bukan kesalahan
sensasi, tetapi kekeliruan persepsi. Bila dosen mengatakan “Bagus”, tetapi Anda mendengar “Agus”, Anda keliru sensasi. Tetapi bila saya
mengucapkan “Anda cerdas sekali, lalu Anda menerima pujian saya berang, karena Anda kira saya mempermainkan Anda, Anda salah mempersepsi
pesan saya.[17]
Proses terjadinya persepsi
Persepsi dapat terjadi bila tiga komponen utama berikut terpenuhi, yaitu :
1.
2.

3.

Seleksi atau sensasi, yaitu proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
Interpretasi yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada
kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks
menjadi sederhana.
Interpretasi ini kemudian di terjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.[18]
Jenis-jenis persepsi
Menurut Irwanto,[19] setelah individu melakukan interaksi dengan obyek-obyek yang dipersepsikan maka hasil persepsi dapat dibagi menjadi dua
yaitu :
1.
2.

Persepsi positif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang diteruskan
dengan upaya pemanfaatannya.
Persepsi negatif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang tidak selaras
dengan obyek yang dipersepsi.

Dapat dikatakan bahwa persepsi itu baik yang positif ataupun yang negatif akan selalu mempengaruhi diri seseorang dalam melakukan suatu
tindakan. Dan munculnya suatu persepsi positif ataupun persepsi negatif semua itu tergantung pada bagaimana cara individu menggambarkan segala
pengetahuannya tentang suatu obyek yang dipersepsi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, antara lain:
1.
2.
3.

Psikologi. Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi, sebagai contoh, terbenamnya
matahari di waktu senja yang indah temaram, akan dirasakan sebagai bayang-bayang yang kelabu bagi seseorang yang buta warna.
Famili. Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah familinya. Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di
dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya.
Kebudayaan. Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap,
nilai dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini.[20]

Sedangkan menurut Krech dan Crutchfield faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah:
1.
2.

Faktor-faktor fungsional. Objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu
yang melakukan persepsi. Contohnya pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang terhadap persepsi.
Faktor-faktor struktural. Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan
melihat konteksnya.[21]

Ciri-ciri umum persepsi
Ciri-ciri umum dari persepsi menurut Shaleh dan Wahab diantaranya adalah sebagai berikut:
1.

Modalitas: rangsangan yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap-tiap indera, yaitu sifat sensoris dasar dan masing-masing indera
(cahaya untuk penglihatan; bau untuk penciuman; suhu bagi perasa; bunyi bagi pendengaran; sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).
2.
3.
4.

Dimensi ruang: dunia persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang); kita dapat mengatakan atas-bawah, tinggi-rendah, luas-sempit, latar
depan-latar belakang, dan lain-lain.
Dimensi waktu: dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat lambat, tua-muda, dan lain-lain.
Struktur konteks, keseluruhan yang menyatu: objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu
dengan konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu.[22]

Syarat terjadinya persepsi
Menurut Moskowitz dan Orgel agar individu dapat menyadari dan dapat mengadakan persepsi, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi yaitu :
1.

2.

3.

Adanya objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar
langsung mengenai alat indera (reseptor), dapat pula datang dari dalam langsung mengenai syaraf penerima (sensoris), yang bekerja sebagai
reseptor.
Alat indera atau reseptor, yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk
meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan
respons diperlukan syaraf motoris.
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi sesuatu diperlukan pula adanya perhatian, yang merupakan langkah pertama sebagai
suatu persiapan dalam mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi.

Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengadakan persepsi ada syarat-syarat yang bersifat fisik atau kealaman, fisiologis, dan
psikologis[23]
PRINSIP PERSEPSI DAN DESAIN PESAN
Prinsip dasar (pernyataan umum) persepsi
Fleming dan Levie menyebutkan beberapa prinsip dasar persepsi, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Persepsi itu bersifat relatif (prinsip relativitas)
Persepsi itu bersifat selektif (prinsip selektifitas)
Persepsi itu terorganisir (prinsip pengorganisasian)
Persepsi itu amat dipengaruhi oleh kecenderungan seseorang (prinsip kecenderungan)

Prinsip dasar di atas telah dibahas pada pertemuan yang lalu (kelompok pertama), dan pada kesempatan ini kita akan melanjutkan pada beberapa
prinsip persepsi berikutnya, walaupun kadang masih terkait dengan prinsip-prinsip sebelumnya.
Keterbatasan kapasitas persepsi
Kadang, kita sebagai guru atau desainer pembelajaran, kurang sabar dalam membina pembelajaran. Keinginan kita menggebu-nggebu untuk
memberikan sebanyak mungkin materi pelajaran kepada peserta didik dalam satu waktu. Akibatnya, terasa pesan yang kita sampaikan menjadi
mubadzir. Terlalu banyak dan rumit pesan (stimuli) yang bisa dipersepsi oleh peserta didik. Kita lupa bahwa kemampuan mempersepsi seseorang,
tidak terkecuali para siswa kita, amatlah terbatas.
Dari itu, Flaming dan Levie mengingatkan tentang beberapa dalil pada prinsip keterbatasan ini yang bisa dimanfaatkan dalam mendesain pesan
pembelajaran, di antaranya:
Pertama, karena sistem pengelolaan informasi (mempersepsi, menandai, dan menyimpan) pada diri seseorang itu terbatas kapasitasnya, maka
besarnya energi yang dibutuhkan untuk menandai suatu stimuli juga terbatas dari pengelolaan informasi lainnya.
Implikasinya bagi desainer pembelajaran ialah semakin banyak pesan yang disampaikan, semakin besar energi yang dibutuhkan, dan semakin sedikit
pesan yang diterima.
Kedua, banyaknya informasi yang dikelola bergantung pada dua hal, tingkat keabstrakan objek atau kejadian dan tingkat kedalaman setiap objek itu
dikelola.
Ketiga, kita mampu mempersepsi, dengan sekilas, sekitar 7 item atau objek yang familiar seperti angka dan nama. Sama halnya kita juga bisa
menyimpan dalam memori sementara sekitar 7 item.
Keempat, seseorang yang mempersepsi, biasanya memisah-misahkan informasi yang diterima ke dalam katagori besar atau rata-rata berdasarkan
banyaknya stimuli, pengalaman dan maksud yang menyertainya. Hal ini biasanya disebut dengan istilah “mengelompokkan” (to chunk, cluster,
group).
Kelima, semakin tertata atau terpola suatu pesan itu dipersepsi, semakin banyak informasi yang dapat diproses dalam sekali waktu.
Keenam, semakin familiar suatu pesan bagi seseorang, semakin mudah untuk dipersepsi.
Kapasitas saluran (channel) tunggal
Ketujuh, untuk pesan verbal pada situasi saluran tunggal, semakin sulit atau komplek suatu pesan verbal, semakin besar keunggulan (persepsual)
saluran-visual (tertulis) daripada saluran-auditori (terucapkan).
Kapasitas saluran majmuk
Kedelapan, di mana suatu presentasi audio-visual berlangsung terlalu cepat, peserta dalam mempersepsi mesti memilih antara kedua saluran tersebut.
Bisa jadi ia lebih memilih informasi-auditori daripada visual, atau sebaliknya. Hanya pada tingkat kecepatan yang lebih lambat ia mampu
menghubungkan informasi dari kedua saluran.
Kesembilan, ketika informasi diterima secara bersamaan dari beberapa sumber, salah satunya bisa mengurangi, menguatkan atau mempengaruhi
(bias) terhadap yang lainnya. Di sini terjadi suatu interaksi.
Kesepuluh, kapasitas persepsual akan tampak lebih membesar ketika dua modalitas, pendengaran dan penglihatan, dimanfaatkan secara bersamaan.
Pelibatan dua pekerjaan (auditori dan visual), misalnya akan lebih saling menguatkan daripada memanfaatkan modalitas visual secara terpisah
dengan modalitas auditori.
Pembedaan (distinguishing) dan pengelompokan (grouping)
Proses mempersepsi dan membuat katagorisasi tidak bisa dilepaskan dari kebiasaan yang kita terima dari lingkungan kita. Salah satu tugas primer
dari desainer pembelajaran adalah menggubah terjadinya persepsi terhadap pelbagai kebiasaan tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya penguatan
terhadap kebiasaan-kebiasaan itu agar tampak lebih dominan untuk dipersepsi.
Di sini kebiasaan demikian penting karena tiga alasan. Pertama, kebiasaan yang kita terima memungkinkan kita untuk membuat katagorisasi, dan
darinya kita dapat menangani (melakukan sensasi/penginderaan terhadap) banyaknya informasi yang membombardir kita. Kedua, kebiasaan yang
kita terima merupakan dasar bagi sejumlah pengetahuan: fakta, konsep, opini, dan sikap. Dan terakhir, mengorganisir pesan merupakan salah satu
tujuan utama desainer dalam mempengaruhi persepsi peserta didik terhadap pelbagai kebiasaan tersebut.
Medan perseptual itu diorganisir, dan kebiasaan menjadi nyata melalui proses analisis dan sintesis. Pada tindakan analisis, kita biasa melakukan
pembedaan atau pemisahan. Sedangkan pada tindakan sintesis, kita melakukan pengelompokan dan pengkombinasian.
Dalam mendesain pesan pembelajaran, ada baiknya kita mempertimbangkan prinsip “pembedaan” dan “pengelompokan” ini, yang oleh Fleming dan
Levie ditunjukkan dalam kaitannya dengan faktor keberbedaan (difference), kemiripan (similarity), dan kedekatan (proximity) melalui beberapa dalil
berikut:
Kesebelas, objek atau peristiwa itu dimaknai berlainan karena memiliki perbedaan satu atau banyak dimensinya. Dari itu, dalam mempersepsi
seseorang cenderung untuk membeda-bedakan satu objek/peristiwa dengan lainnya lalu mengelompokkannya secara terpisah.
Keduabelas, objek atau peristiwa itu dimaknai mirip karena memiliki persamaan dalam beberapa hal seperti tampilan, fungsi, jumlah, arah dan
strukturnya. Dari itu, dalam mempersepsi seseorang cenderung mengelompokkan objek/peristiwa dan mengorganisirnya dalam kemiripan.
Ketigabelas, sekali suatu bentuk atau pola sangat dibedakan dari kelompoknya, maka unsur-unsur di dalamnya cenderung lebih dipersepsi sebagai
sejenis daripada kenyataannya. Lebih dari itu, pembedaan antara satu pola dengan lainnya akan diperkuat.
Keempatbelas, objek atau peristiwa yang saling berdekatan, misalnya dari sisi waktu, ruang atau konteksnya, cenderung akan dipersepsi sebagai
sesuatu yang saling terkait, misalnya dari sisi pembentukan, fungsi dan sebagainya.
Kelimabelas, objek yang familiar biasanya mempertahankan karakteristik perseptualnya (pencahayaan, ukuran, ketajaman, pewarnaan) dari
perubahan saat menjadi stimuli. Fenomena ini disebut konstansi (ketetapan) perseptual.
Menghubungkan dan mengorganisir
Selain berdasar pada kebiasaan untuk “membeda-bedakan” dan “memirip-miripkan”, kita juga terbiasa “menghubung-hubungkan” objek/peristiwa
yang hendak kita persepsikan. Dari itu, dalam mendesain pesan pembelajaran kita juga perlu menambahkan pertimbangan faktor relationship
sebagaimana ditunjukkan oleh kedua penulis dalam dalil berikut:
Keenambelas, persepsi tentang hubungan akan terjadi manakala antar objek atau peristiwa -dilihat dari ide dasar, pola, ritme, struktur, atau
keorganisasiannya- bertemu dan saling memberi satu sama lain.
Ketujuhbelas, variasi ruang dan waktu pada susunan, pola dan struktur mempengaruhi persepsi tentang hubungan.
Tentang hal ini, ada lima tipe susunan yang biasa dimanfaatkan dalam membuat variasi tingkatan untuk menunjukkan hubungan antar objek yang
bervariasi. Yaitu: kedekatan (proximity), inklusi (inclusion), arahan (directionality), superordinasi (superordination), dan penguatan (accentuation).
Ukuran dan kedalaman
Ukuran dan kedalaman merupakan bagian yang esensial dan seringkali mempengaruhi persepsi kita terhadap hubungan. Sebagaimana ditunjukkan
dalam beberapa dalil, di antaranya:
Kedelapanbelas, ketika dipersepsi, ukuran secara timbal balik berkaitan dengan jarak. Semakin besar ukuran yang ada, semakin kecil jarak yang
terjadi. Sebaliknya, semakin besar jaraknya, semakin kecil ukurannya.
Kesembilanbelas, ukuran satu objek dalam suatu lahan memiliki hubungan dengan objek lainnya. Akan dipersepsi kekecilan manakala lahannya
memuat pelbagai objek yang besar-besar, sebaliknya kebesaran manakala lahan itu memuat pelbagai objek yang kecil-kecil.
Keduapuluh, persepsi terhadap kedalaman dalam tampilan dua dimensi dipengaruhi oleh hubungannya dengan ukuran (khususnya pada objek-objek
yang familiar), perspektif linear, tingkat besar kecilnya susunan, dan sebagainya.
Keduapuluh satu, persepsi tentang kesolidan dan kedalaman pada suatu objek dipengaruhi oleh pencahayaan seperti proyeksi bayangan, dan oleh
ketajaman gambar.
Tempat, Waktu dan gerakan
Demikian pula dengan faktor lokasi, waktu dan gerakan juga berpengaruh terhadap persepsi kita terhadap sesuatu atau peristiwa. Kedekatan lokasi
bagi perorangan misalnya berpengaruh pada persepsi apakah mereka tampak sebagai orang asing atau kerabat.
Dari itu dalam desain pesan yang hendak kita rancang sebaiknya pertimbangan ini juga kita manfaatkan sebagaimana dalil berikut:
Keduapuluh dua, persepsi spasial (tempat) langsung mengarahkan hubungannya kepada vertikal dan horizontal.
Keduapuluh tiga, biasanya, persepsi tentang durasi dan interval waktu amat berhubungan dengan standard dan kerangka rujukan.
Keduapuluh empat, waktu yang padat dengan kegiatan tampak berlalu lebih cepat daripada waktu yang luang dari kegiatan.
Keduapuluh lima, persepsi tentang gerakan amat berhubungan dengan faktor waktu dan tempat.
Persepsi dan kognisi
Keduapuluh enam, sebaik-baik suatu objek atau peristiwa dipersepsikan bergantung kepada sejauh mana prinsip-prinsip perseptual itu berlaku.
Semakin mudah dan dapat dipercaya suatu persepsi, akan semakin jauh kognisi mengelolanya: menyimpan, menformat konsep, menyelesaikan
masalah, berpikir kreatif, dan melakukan perubahan sikap.
AKHIRUL KALAM
Persepsi sebagaimana yang kita pahami, ternyata memiliki peran amat penting dalam tata kognisi manusia. Bersama tindakan sensasi (penginderaan),
memori dan berpikir, persepsi mampu “mengharu-birukan” tidak saja proses komunikasi intrapersonal (proses pengolohan informasi) tetapi juga
proses komunikasi interpersonal.
Di sinilah, guru dan desainer pembelajaran mendapatkan tantangannya. Mampukah ia menghadirkan kondisi belajar yang representatif dan
memudahkan peserta didik dalam mempersepsi -yakni memberikan makna pada stimuli inderawi berupa- pesan pembelajaran secara positif
sebagaimana yang diinginkan sang guru/desainer.
Dari itu, memahami prinsip-prinsip perseptual dan memanfaatkannya dalam mendesain pesan pembelajaran, sebagaimana yang dianjurkan oleh
Fleming dan Levie, penting untuk dilakukan. Di antara prinsip perseptual itu adalah: relatifitas, selektifitas, pengorganisasian, kecenderungan,
keterbatasan, pembedaan, pengelompokan, dan hubungan.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, Hilgard, E.R. 1997. Pengantar psikologi. Jakarta: Erlangga.
Fleming, Malcolm & W. Howard Levie. 1981. Instructional Message Design: Principles from the Behavioral Sciences. New Jersey: Educational
Technology Publications.
Irwanto. 2002. Psikologi umum (buku panduan mahasiswa). Jakarta : PT. Prehallindo.
Kartono, K dan Gulo, D. 2000. Kamus psikologi. Bandung : CV. Pionir Jaya.
______. 1990. Psikologi umum. Bandung : Mandar Maju.
Mahmud, M.D. 1990. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta : BPFE.
Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Saleh, A.R dan Wahab, M.A. 2004. Psikologi suatu pengantar (dalam perspektif Islam). Jakarta : Kencana.
Sarwono, S.W. 1987. Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Rajawali.
Sobur, A. 2003. Psikologi umum. Bandung : Pustaka setia.
Thoha, M. 1988. Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali.
Vandenbos, Gary R. (Editor in Chief). 2002. APA Dictionary of Psychology. Washington DC: American Psychological Association.
Walgito, B. 1990. Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset.

[1] Fleming, Malcolm & W. Howard Levie. 1981. Instructional Message Design: Principles from the Behavioral Sciences. New Jersey: Educational
Technology Publications. hal. 53-95
[2] Ibid., halaman ix
[3] Proses mendesain berbeda dengan proses melaksanakan. Di mana desain pesan bersifat konseptual yang membedakannya dengan kejadian suatu
tindakan atau peristiwa komunikasi dan pembelajaran. Desain pesan bisa saja terjadi secara tiba-tiba (tanpa perencanaan) bersamaan dengan
tindakan pembelajaran. Gagne (1965), seperti yang dikutip dalam buku ini, membedakan antara “predesign” dan “extemporaneous design”. Guru
seringkali melakukan keduanya. Ia membuat rencana pembelajaran sebelum mengajar (predesign) dan ia juga memodifikasinya ketika mengajar
(extemporaneous design) Ibid., halaman ix-x. Dari itu, benarlah kiranya apa yang disinggung oleh Prof. Dimyati bahwa perencanaan pembelajaran
bisa saja berbeda dengan tindakan pelaksanaan sebagai dampak pengiringnya. Catatan pribadi pada kuliah Prof. Dimyati, MK. Perencanaan
Kurikulum. Tanggal 2 Maret 2009.
[4] Ibid., halaman x
[5] Secara praksis, pertanyaan yang muncul dari asumsi ini ialah bagaimana bisa prinsip (generalisasi) ilmu-ilmu behavioral diaplikasikan ke dalam
desain pesan pembelajaran? Secara umum buku ini ingin menjawab pertanyaan tersebut. Ibid., halaman xi.
[6] Vandenbos, Gary R. (Editor in Chief). 2002. APA Dictionary of Psychology. Washington DC: American Psychological Association. Halaman 683
[7] Kartono, K dan Gulo, D. (2000). Kamus psikologi. Bandung : CV. Pionir Jaya. Halaman 343.
[8] Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, Hilgard, E.R. (1997). Pengantar psikologi. Jakarta: Erlangga. Halaman 201
[9] Walgito, B. (1990). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset. Halaman 53
[10] Vandenbos, Op.Cit. Halaman 683
[11] Kartono, K. (1990). Psikologi umum. Bandung : Mandar Maju. Halaman 61
[12] Lihat Mahmud, M.D. 1990. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta : BPFE. Halaman 41
[13] Lihat Sarwono, S.W. (1987). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Rajawali. Halaman 95.
[14] Saleh, A.R dan Wahab, M.A. (2004). Psikologi suatu pengantar (dalam perspektif Islam). Jakarta : Kencana. Halaman 88.
[15] Thoha, M. 1988. Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali. Halaman 138
[16] Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Halaman 51.
[17] Ibid.
[18] Sobur, A. (2003). Psikologi umum. Bandung : Pustaka setia. Halaman 447.
[19] Irwanto. (2002). Psikologi umum (buku panduan mahasiswa). Jakarta : PT. Prehallindo. Halaman 71.
[20] Thoha, Op.Cit., halaman 143
[21] Lihat Rahmat, Op.Cit., halaman 55-58
[22] Lihat Shaleh dan Wahab. Op.Cit., halaman 89
[23] Lihat Walgito. Op.Cit., halaman 54

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOKKONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOKNur Arifaizal Basri
 
RPP K-13 Kelas 5 Tema 6 Subtema 2 Pembelajaran 5
RPP K-13 Kelas 5 Tema 6 Subtema 2 Pembelajaran 5RPP K-13 Kelas 5 Tema 6 Subtema 2 Pembelajaran 5
RPP K-13 Kelas 5 Tema 6 Subtema 2 Pembelajaran 5irene sofia
 
sejarah bimbingan dan konseling
 sejarah bimbingan dan konseling sejarah bimbingan dan konseling
sejarah bimbingan dan konselingkomisariatimmbpp
 
Pemanfaatan media audio dalam pembelajaran
Pemanfaatan media audio dalam pembelajaranPemanfaatan media audio dalam pembelajaran
Pemanfaatan media audio dalam pembelajaranIsmail Fizh
 
Tugas makalah penyesuaian diri
Tugas makalah penyesuaian diriTugas makalah penyesuaian diri
Tugas makalah penyesuaian diriPoetra Chebhungsu
 
Strategi Pembelajaran PAUD
Strategi Pembelajaran PAUDStrategi Pembelajaran PAUD
Strategi Pembelajaran PAUDMichelle Rumawir
 
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)Mayawi Karim
 
KB 3 Peran Guru Dalam Pembelajaran Di Era Digital Abad 21
KB 3 Peran Guru Dalam Pembelajaran Di Era Digital Abad 21KB 3 Peran Guru Dalam Pembelajaran Di Era Digital Abad 21
KB 3 Peran Guru Dalam Pembelajaran Di Era Digital Abad 21Istna Zakia Iriana
 
Bimbingan dan Konseling pada PAUD
Bimbingan dan Konseling pada PAUDBimbingan dan Konseling pada PAUD
Bimbingan dan Konseling pada PAUDDina Haya Sufya
 
Perkembangan fisik peserta didik
Perkembangan fisik peserta didikPerkembangan fisik peserta didik
Perkembangan fisik peserta didikArlin Muzdalifah
 
Pembuatan website dengan google site
Pembuatan website dengan google sitePembuatan website dengan google site
Pembuatan website dengan google siteYohanes Gultom
 
Makalah Model Pengembangan Kurikulum “DEMONSTRATION”
Makalah Model Pengembangan Kurikulum “DEMONSTRATION”Makalah Model Pengembangan Kurikulum “DEMONSTRATION”
Makalah Model Pengembangan Kurikulum “DEMONSTRATION”Dedy Wiranto
 
Makalahpengembangan instrumen penilaian pembelajaran
Makalahpengembangan instrumen penilaian pembelajaranMakalahpengembangan instrumen penilaian pembelajaran
Makalahpengembangan instrumen penilaian pembelajaranhfzarfah
 
Makalah ilmu Pendidikan Perkembangan Fisik Peserta Didik
Makalah ilmu Pendidikan Perkembangan Fisik Peserta DidikMakalah ilmu Pendidikan Perkembangan Fisik Peserta Didik
Makalah ilmu Pendidikan Perkembangan Fisik Peserta DidikPutriMeka
 
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia DiniPemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia DiniMichelle Rumawir
 
Modul Ajar Modul projek - Kearifan Lokal - Kearifan Lokal - Fase D.pptx
Modul Ajar Modul projek - Kearifan Lokal - Kearifan Lokal - Fase D.pptxModul Ajar Modul projek - Kearifan Lokal - Kearifan Lokal - Fase D.pptx
Modul Ajar Modul projek - Kearifan Lokal - Kearifan Lokal - Fase D.pptxTiaSeptyaniZuhria2
 
Analisis pelaksanaan kode etik guru indonesia
Analisis pelaksanaan kode etik guru indonesiaAnalisis pelaksanaan kode etik guru indonesia
Analisis pelaksanaan kode etik guru indonesiacandrajelek
 
Asesmen bagi anak berkebutuhan khusus
Asesmen bagi anak berkebutuhan khususAsesmen bagi anak berkebutuhan khusus
Asesmen bagi anak berkebutuhan khususAgus Wagianto
 

Was ist angesagt? (20)

Model pembelajaran assure
Model pembelajaran assureModel pembelajaran assure
Model pembelajaran assure
 
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOKKONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
 
RPP K-13 Kelas 5 Tema 6 Subtema 2 Pembelajaran 5
RPP K-13 Kelas 5 Tema 6 Subtema 2 Pembelajaran 5RPP K-13 Kelas 5 Tema 6 Subtema 2 Pembelajaran 5
RPP K-13 Kelas 5 Tema 6 Subtema 2 Pembelajaran 5
 
sejarah bimbingan dan konseling
 sejarah bimbingan dan konseling sejarah bimbingan dan konseling
sejarah bimbingan dan konseling
 
Pemanfaatan media audio dalam pembelajaran
Pemanfaatan media audio dalam pembelajaranPemanfaatan media audio dalam pembelajaran
Pemanfaatan media audio dalam pembelajaran
 
Tugas makalah penyesuaian diri
Tugas makalah penyesuaian diriTugas makalah penyesuaian diri
Tugas makalah penyesuaian diri
 
Strategi Pembelajaran PAUD
Strategi Pembelajaran PAUDStrategi Pembelajaran PAUD
Strategi Pembelajaran PAUD
 
PPT penyusunan RPP
PPT penyusunan RPPPPT penyusunan RPP
PPT penyusunan RPP
 
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)
Belajar Sebagai Perubahan Tingkah Laku (Makalah Belajar dan Pembelajaran)
 
KB 3 Peran Guru Dalam Pembelajaran Di Era Digital Abad 21
KB 3 Peran Guru Dalam Pembelajaran Di Era Digital Abad 21KB 3 Peran Guru Dalam Pembelajaran Di Era Digital Abad 21
KB 3 Peran Guru Dalam Pembelajaran Di Era Digital Abad 21
 
Bimbingan dan Konseling pada PAUD
Bimbingan dan Konseling pada PAUDBimbingan dan Konseling pada PAUD
Bimbingan dan Konseling pada PAUD
 
Perkembangan fisik peserta didik
Perkembangan fisik peserta didikPerkembangan fisik peserta didik
Perkembangan fisik peserta didik
 
Pembuatan website dengan google site
Pembuatan website dengan google sitePembuatan website dengan google site
Pembuatan website dengan google site
 
Makalah Model Pengembangan Kurikulum “DEMONSTRATION”
Makalah Model Pengembangan Kurikulum “DEMONSTRATION”Makalah Model Pengembangan Kurikulum “DEMONSTRATION”
Makalah Model Pengembangan Kurikulum “DEMONSTRATION”
 
Makalahpengembangan instrumen penilaian pembelajaran
Makalahpengembangan instrumen penilaian pembelajaranMakalahpengembangan instrumen penilaian pembelajaran
Makalahpengembangan instrumen penilaian pembelajaran
 
Makalah ilmu Pendidikan Perkembangan Fisik Peserta Didik
Makalah ilmu Pendidikan Perkembangan Fisik Peserta DidikMakalah ilmu Pendidikan Perkembangan Fisik Peserta Didik
Makalah ilmu Pendidikan Perkembangan Fisik Peserta Didik
 
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia DiniPemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
Pemikiran tokoh-tokoh dan Teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini
 
Modul Ajar Modul projek - Kearifan Lokal - Kearifan Lokal - Fase D.pptx
Modul Ajar Modul projek - Kearifan Lokal - Kearifan Lokal - Fase D.pptxModul Ajar Modul projek - Kearifan Lokal - Kearifan Lokal - Fase D.pptx
Modul Ajar Modul projek - Kearifan Lokal - Kearifan Lokal - Fase D.pptx
 
Analisis pelaksanaan kode etik guru indonesia
Analisis pelaksanaan kode etik guru indonesiaAnalisis pelaksanaan kode etik guru indonesia
Analisis pelaksanaan kode etik guru indonesia
 
Asesmen bagi anak berkebutuhan khusus
Asesmen bagi anak berkebutuhan khususAsesmen bagi anak berkebutuhan khusus
Asesmen bagi anak berkebutuhan khusus
 

Ähnlich wie Desain pesan

Pembel menyenangkan (paikem)
Pembel menyenangkan (paikem)Pembel menyenangkan (paikem)
Pembel menyenangkan (paikem)Nastiti Rahajeng
 
Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pakem
Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan  pakemHal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan  pakem
Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pakemDeri Suyatma
 
Paikem plpg 2011-new pisan
Paikem   plpg 2011-new pisanPaikem   plpg 2011-new pisan
Paikem plpg 2011-new pisanRahmat Kosala
 
Paikem plpg 2011-new pisan
Paikem   plpg 2011-new pisanPaikem   plpg 2011-new pisan
Paikem plpg 2011-new pisanRahmat Kosala
 
Paikem plpg 2011-new pisan
Paikem   plpg 2011-new pisanPaikem   plpg 2011-new pisan
Paikem plpg 2011-new pisanRahmat Kosala
 
STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIFSTRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIFMuhamad Yogi
 
8 keterampilan dasar mengajar
8 keterampilan dasar mengajar8 keterampilan dasar mengajar
8 keterampilan dasar mengajarJeny Hardiah
 
model model pembelajaran yang bisa dicontoh
model model pembelajaran yang bisa dicontohmodel model pembelajaran yang bisa dicontoh
model model pembelajaran yang bisa dicontohmustamin17
 
Strategi dan model pembelajaran p kn komtemporer dan inovatif
Strategi  dan  model  pembelajaran  p kn komtemporer dan inovatifStrategi  dan  model  pembelajaran  p kn komtemporer dan inovatif
Strategi dan model pembelajaran p kn komtemporer dan inovatifeli priyatna laidan
 
Guru Inspiratif dan Kompeten
Guru Inspiratif dan KompetenGuru Inspiratif dan Kompeten
Guru Inspiratif dan KompetenJoko Prasetiyo
 
PERMASALAHAN POKOK DAN CARA PENYELESAIAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR.docx
PERMASALAHAN POKOK DAN CARA PENYELESAIAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR.docxPERMASALAHAN POKOK DAN CARA PENYELESAIAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR.docx
PERMASALAHAN POKOK DAN CARA PENYELESAIAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR.docxFLORENCIACAROLINEAUR
 
Butet Kurikulum
Butet KurikulumButet Kurikulum
Butet Kurikulum45678912
 
Butet Kurikulum
Butet KurikulumButet Kurikulum
Butet Kurikulum45678912
 
Butet Kurikulum
Butet KurikulumButet Kurikulum
Butet Kurikulum20080122
 
Butet Kurikulum
Butet KurikulumButet Kurikulum
Butet Kurikulum45678912
 
Butet Kurikulum
Butet KurikulumButet Kurikulum
Butet Kurikulum45678912
 

Ähnlich wie Desain pesan (20)

Pembel menyenangkan (paikem)
Pembel menyenangkan (paikem)Pembel menyenangkan (paikem)
Pembel menyenangkan (paikem)
 
Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pakem
Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan  pakemHal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan  pakem
Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pakem
 
Peran guru ipa
Peran guru ipaPeran guru ipa
Peran guru ipa
 
Paikem plpg 2011-new pisan
Paikem   plpg 2011-new pisanPaikem   plpg 2011-new pisan
Paikem plpg 2011-new pisan
 
Paikem plpg 2011-new pisan
Paikem   plpg 2011-new pisanPaikem   plpg 2011-new pisan
Paikem plpg 2011-new pisan
 
Paikem plpg 2011-new pisan
Paikem   plpg 2011-new pisanPaikem   plpg 2011-new pisan
Paikem plpg 2011-new pisan
 
STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIFSTRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
 
8 keterampilan dasar mengajar
8 keterampilan dasar mengajar8 keterampilan dasar mengajar
8 keterampilan dasar mengajar
 
model model pembelajaran yang bisa dicontoh
model model pembelajaran yang bisa dicontohmodel model pembelajaran yang bisa dicontoh
model model pembelajaran yang bisa dicontoh
 
MODUL 2.1.pptx
MODUL 2.1.pptxMODUL 2.1.pptx
MODUL 2.1.pptx
 
Model pakem
Model pakemModel pakem
Model pakem
 
Strategi dan model pembelajaran p kn komtemporer dan inovatif
Strategi  dan  model  pembelajaran  p kn komtemporer dan inovatifStrategi  dan  model  pembelajaran  p kn komtemporer dan inovatif
Strategi dan model pembelajaran p kn komtemporer dan inovatif
 
Guru Inspiratif dan Kompeten
Guru Inspiratif dan KompetenGuru Inspiratif dan Kompeten
Guru Inspiratif dan Kompeten
 
PERMASALAHAN POKOK DAN CARA PENYELESAIAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR.docx
PERMASALAHAN POKOK DAN CARA PENYELESAIAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR.docxPERMASALAHAN POKOK DAN CARA PENYELESAIAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR.docx
PERMASALAHAN POKOK DAN CARA PENYELESAIAN DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR.docx
 
Prinsip prinsip belajar
Prinsip prinsip belajarPrinsip prinsip belajar
Prinsip prinsip belajar
 
Butet Kurikulum
Butet KurikulumButet Kurikulum
Butet Kurikulum
 
Butet Kurikulum
Butet KurikulumButet Kurikulum
Butet Kurikulum
 
Butet Kurikulum
Butet KurikulumButet Kurikulum
Butet Kurikulum
 
Butet Kurikulum
Butet KurikulumButet Kurikulum
Butet Kurikulum
 
Butet Kurikulum
Butet KurikulumButet Kurikulum
Butet Kurikulum
 

Mehr von Dedi Yulianto

Komputer & multimedia
Komputer & multimediaKomputer & multimedia
Komputer & multimediaDedi Yulianto
 
Penelitian kualitatif dan wawancara
Penelitian kualitatif dan wawancaraPenelitian kualitatif dan wawancara
Penelitian kualitatif dan wawancaraDedi Yulianto
 
Analisis butir soal (v)
Analisis butir soal (v)Analisis butir soal (v)
Analisis butir soal (v)Dedi Yulianto
 
Pengembangan bhn ujian dan analisis
Pengembangan bhn ujian dan analisisPengembangan bhn ujian dan analisis
Pengembangan bhn ujian dan analisisDedi Yulianto
 
Sekilas konsep evaluasi
Sekilas konsep evaluasiSekilas konsep evaluasi
Sekilas konsep evaluasiDedi Yulianto
 
Disain instruksional
Disain instruksionalDisain instruksional
Disain instruksionalDedi Yulianto
 
Instruksional sistem
Instruksional sistemInstruksional sistem
Instruksional sistemDedi Yulianto
 
Model assure media pembelajaran
Model assure media  pembelajaran Model assure media  pembelajaran
Model assure media pembelajaran Dedi Yulianto
 
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksiDeskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksiDedi Yulianto
 
Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualPembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualDedi Yulianto
 
Contextual teaching-and-learning-ctl
Contextual teaching-and-learning-ctlContextual teaching-and-learning-ctl
Contextual teaching-and-learning-ctlDedi Yulianto
 
Filsafat zaman yunani kuno
Filsafat zaman yunani kunoFilsafat zaman yunani kuno
Filsafat zaman yunani kunoDedi Yulianto
 
Hubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafatHubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafatDedi Yulianto
 
Perkembangan mata pelajaran di indonesia
Perkembangan mata pelajaran di indonesiaPerkembangan mata pelajaran di indonesia
Perkembangan mata pelajaran di indonesiaDedi Yulianto
 

Mehr von Dedi Yulianto (20)

Sk tim perencana
Sk tim perencanaSk tim perencana
Sk tim perencana
 
Komputer & multimedia
Komputer & multimediaKomputer & multimedia
Komputer & multimedia
 
Media pembelajaran
Media  pembelajaranMedia  pembelajaran
Media pembelajaran
 
Penelitian kualitatif dan wawancara
Penelitian kualitatif dan wawancaraPenelitian kualitatif dan wawancara
Penelitian kualitatif dan wawancara
 
Analisis butir soal (v)
Analisis butir soal (v)Analisis butir soal (v)
Analisis butir soal (v)
 
Pengembangan bhn ujian dan analisis
Pengembangan bhn ujian dan analisisPengembangan bhn ujian dan analisis
Pengembangan bhn ujian dan analisis
 
Sekilas konsep evaluasi
Sekilas konsep evaluasiSekilas konsep evaluasi
Sekilas konsep evaluasi
 
Desain pesan
Desain pesanDesain pesan
Desain pesan
 
Desain pembelajaran
Desain pembelajaranDesain pembelajaran
Desain pembelajaran
 
Disain instruksional
Disain instruksionalDisain instruksional
Disain instruksional
 
Jenis penelitian
Jenis penelitianJenis penelitian
Jenis penelitian
 
Instruksional sistem
Instruksional sistemInstruksional sistem
Instruksional sistem
 
Model assure media pembelajaran
Model assure media  pembelajaran Model assure media  pembelajaran
Model assure media pembelajaran
 
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksiDeskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
 
Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualPembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual
 
Contextual teaching-and-learning-ctl
Contextual teaching-and-learning-ctlContextual teaching-and-learning-ctl
Contextual teaching-and-learning-ctl
 
Ctl
CtlCtl
Ctl
 
Filsafat zaman yunani kuno
Filsafat zaman yunani kunoFilsafat zaman yunani kuno
Filsafat zaman yunani kuno
 
Hubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafatHubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafat
 
Perkembangan mata pelajaran di indonesia
Perkembangan mata pelajaran di indonesiaPerkembangan mata pelajaran di indonesia
Perkembangan mata pelajaran di indonesia
 

Desain pesan

  • 1. PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP DESAIN PESAN DALAM PEMBELAJARAN PAKEM Latar Belakang Manusia memperoleh sebagaian besar dari kemampuannya melalui belajar. Belajar adalah suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi-kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah dan dikontrol (Robert M. Gagne, 1977). Kemampuan manusia yang dikembangkan melalui belajar yaitu: pertama; ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap. Pendidik dituntut untuk menyediakan kondisi belajar untuk peserta didik untuk mencapai kemampuan-kemampuan tertentu yang harus dipelajari oleh subyek didik. Dalam hal ini peranan desain pesan dalam kegiatan belajar mengajar sangat penting, karena desain pesan pembelajaran menunjuk pada proses memanipulasi, atau merencanakan suatu pola atau signal dan lambang yang dapat digunakan untuk menyediakan kondisi untuk belajar. Makalah ini akan diuraikan tentang aplikasi desain pesan dalam pembelajaran PAKEM yang menekankan pada aspek pemerolehan kemampuan berdasarkan teori Gagne yaitu ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap.
  • 2. Konsep dan Prinsip Pembelajaran PAKEM dan Desain Pembelajaran a. Konsep Pembelajaran PAKEM PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. Secara garis besar, PAKEM dapat dideskripsikan sebagai berikut:
  • 3. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan „pojok baca‟ Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya. b. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM 1. Memahami sifat yang dimiliki anak Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat anugerah Tuhan tersebut. Suasana pembelajaran
  • 4. yang ditunjukkan dengan guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud. 2. Mengenal anak secara perorangan Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga anak tersebut belajar secara optimal. 3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorga-nisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
  • 5. 4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sesering-seringnya memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu). 5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disaran-kan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah. 6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
  • 6. Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) me-rupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Peng-gunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan ling-kungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pe-manfaatan lingkungan dapat mengembang-kan sejumlah keterampilan seperti meng-amati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram. 7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka. 8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling ber-hadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari
  • 7. PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan „PAKEM.‟ c. Pengelolaan Kelas PAKEM Seting kelas yang konstruktif didasarkan pada nilai-nilai konstruktif dalam proses belajar, termasuk kolaborasi, otonomi individu, refleksi, relevansi pribadi dan pluralisme. Seting kelas yang konstruktif akan memberikan kesempatan aktif belajar. Mengacu pada pendekatan holistik dalam pendidikan, seting kelas konstruktif merefleksikan asumsi bahwa proses pengetahuan dan pemahaman akuisisi adalah benar-benar melekat pada konteks sosial dan emosional saat belajar. Karakteristik seting kelas konstruktif untuk belajar adalah terkondisikannya belajar secara umum, instruksi, dan belajar bersama. Lima metode kunci untuk merancang seting kelas yang konstruktif , yaitu; 1) melindungi pemelajar dari kerusakan praktik instruksional dengan mengembangkan otonomi dan kontrol pemelajar, mendorong pengaturan diri dan membuat instruksi secara pribadi yang relevan dengan pemelajar, 2) menciptakan konteks belajar yang mendorong pengembangan otonomi pribadi; 3) mengkondisikan pemelajar dengan alasan-alasan belajar dalam aktivitas belajar; 4) mendorong pengaturan diri dengan pengembangan
  • 8. keterampilan dan tingkah laku yang memungkinkan pemelajar meningkatkan tanggung jawab dalam belajarnya; dan 5) mendorong kesadaran belajar dan pengujian kesalahan (Hadi Mustofa, 1998). Penataan dan atau pengelolaan kelas dalam PAKEM perlu mempertimbangkan enam elemen Constructivist Learning Design (CDL) yang dikemukakan oleh Gagnon and Collay, yaitu situation, groupings, bridge, questions, exhibit, and reflections. Situation, terkait dengan hal-hal berikut; apa tujuan episode pembelajaran yang akan dicapai, apa yang diharapkan setelah siswa keluar ruangan kelas, bagaimana mengetahui bahwa siswa telah mencapai tujuan, tugas apa yang diberikan kepada siswa untuk mencapai tujuan, bagaimana deskripsi tugas tersebut (as a process of solving problems, answering question, creating metaphors, making decisions, drawing conclusions, or setting goals). Grouping, dapat dilakukan berdasarkan karakteristik siswa atau didasarkan pada karakteristik materi. Bridge, terkait dengan; aktivitas apa yang dipilih untuk menjembatani atara pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dengan pengetahuan baru yang akan dibangun siswa. Question, pertanyaan apa yang dapat membangkitkan tiap elemen desain (panduan pertanyan apa yang dapat mengintrodusir situasi, menata pengelompokan, dan membangun jembatan), pertanyaan klarifikasi apa yang digunakan untuk menengetahui cara berpikir dan aktivitas belajar siswa.
  • 9. Exhibit, bagaimana siswa merekan dan memamerkan kreasi mereka melalui demonstrasi cara berpikir mereka dalam menyelesaikan dan atau memenuhi tugas. Reflections, bagaimana siswa melakukan refleksi dalam menyelesaikan tugas mereka, apakah siswa ingat tentang (feeling, images, and language of their thought), apa sikap, proses, dan konsep yang akan dibawa siswa setelah keluar kelas. Keenam elemen itu divisualisasikan sebagaimana pada gambar 4.5. Situation Reflections Exhibit Bridge Groupings Questions Students Gambar 4. 5: The Relationship Among CLD Elemens (Gagnon and Collay, 2001: p. 9)
  • 10. d. Pelaksanaan PAKEM Gambaran PAKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama proses pembelajaran. Pada saat yang sama, gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Berikut adalah tabel beberapa contoh kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru yang bersesuaian.
  • 11. Kemampuan Guru Kegiatan Pembelajaran 1. Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Guru melaksanakan pembelajaran dalam kegiatan yang beragam, misalnya: Percobaan Diskusi kelompok Memecahkan masalah Mencari informasi Menulis laporan/cerita/puisi Berkunjung keluar kelas 2. Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam. Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misal: Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri Gambar Studi kasus Nara sumber Lingkungan 3. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan. Siswa: Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri Menarik kesimpulan Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri Menulis laporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri 4. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan. Melalui: Diskusi Lebih banyak pertanyaan terbuka Hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri 5. Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa. Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu) Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut. Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan
  • 12. 6. Guru mengaitkan KBM dengan pengalaman siswa sehari-hari. Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri. Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari 7. Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus. Guru memantau kerja siswa Guru memberikan umpan balik Desain Pesan Pembelajaran Kata desain menunjukkan adanya suatu proses dan suatu hasil. Sebagai suatu proses, desain pesan sengaja dilakukan mulai dari analisis masalahpembelajaran hingga pemecahan masalah yang disumuskan dalam bentuk produk. Produk yang dihasilkan dapat dalam bentuk prototipe, naskah atau stori board, dan sebagainya. Mengenai desain pesan, desain pesan meliputi perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan atau informasi. Hal tersebut mencakup prinsip-prinsip perhatian, persepsi, dan daya serap yang mengatur penjabaran bentuk fisik dari pesan atau informasi, agar terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima. Fleming dan Levie (dalam Seel&Richie,1994) membatasi pesan pada pola-pola isyarat atau simbol yang memodifikasi perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Desain pesan berurusan dengan tingkat paling mikro melalui unit-unit kecil seperti bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah. Karakteristik lain dari desain pesan adalah bahwa desain pesan harus bersifat spesifik baik terhadap medianya maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung arti bahwa prinsip-prinsip desain pesan akan berbeda tergantung apakah medianya bersifat statis,
  • 13. dinamis atau kombinasi dari keduanya, misalnya suatu potret, film, atau grafik komputer. Juga apakah tugas belajarnya berupa pembentukan konsep atau sikap, pengembangan ketrampilan atau strategi belajar, ataukah menghafalkan informasi verbal. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran Berdasarkan pada pembahasan tentang teori-teori belajar kognitif dan teori pemrosesan informasi serta teori komunikasi, dapat dikembangkan beberapa prinsip yang dapat dijadikan pedoman dalam kegiatan desain pesan pembelajaran. Ada lima prinsip utama desain pesan pembelajaran yaitu: 1. Prinsip kesiapan dan motivasi Prinsip ini mengatakan bahwa jikadalam kegiatan pembelajaran siswa/peserta belajar memilki kesiapan seperti kesiapan mental, serta kesiapan fisik dan motivasi tinggi, maka hasil belajar akan lebih baik.. Kesiapan mental diartikan sebagai kesipan kemampuan awal, yaitu pengetahuan yang telah dimiliki siswa belajar yang dapat dijadikan pijakan untuk mempelajari materi baru. Oleh sebab itu, dalam menyusun desain pesan, guru harus lebih dahulu mengetahui kesiapan siswa melalui tes penjajagan atau tes prasayarat belajar yang diberikan pada siswa. Jika diketahui pengetahuan awal siswa belum mencukupi, maka dapat diadakan pembekalan/matrikulasi.
  • 14. Sedangkan kesiapan fisik, berarti bahwa siswa dalam melakukan kegiatan belajar tidak mengalami kekurangan atau halangan, sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Misalnya untuk belajar musik siswa tidak boleh terganggu pendengarannya. Sedangkan motivasi adalah merupakan dorongan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dorongan itu bisa berasal dari dalam atau luar. Semakin tinggi motivasi siswa untuk belajar, semakin tinggi pula proses dan hasil belajarnya. Oleh karena itu, dalam kegiatan pembelajaran hendaknya guru berupaya mendorong motivasi siswa dengan menunjukkan pentingnya mempelajari pesan pembelajaran yang sedang dipelajari. 2. Prinsip penggunaan alat pemusat perhatian Prinsip ini mengatakan bahwa jika dalam proses belajar perhatian siswa/si belajar terpusat pada pesan yang dipelajari, maka proses dan hasil belajar akan semakin baik. Perhatian memegang peranan penting dalam kegiatan belajar. Semakin baik perhatian siswa, proses dan hasil belajar akan semakin baik pula. Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengarahkan perhatian siswa antara lain:  Mengaitkan pelajaran dengan pengalaman atau kehidupan siswa  Menggunakan alat pemusat perhatian seperti peta konsep, gambar, bagan, dan media-media pembelajaran visual lainnya.  Menghubungkan pesan pembelajaran yang sedang dipelajari dengan topik-topik yang sudah dipelajari.
  • 15.  Menggunakan musik penyeling  Mencipatakan suasana riang  Teknik penyajian yang bervariasi  Mengurangi bahan/matteri yang tidak relevan 3. Prinsip partisipasi aktif siswa Meliputi aktifitas, kegiatan, atau proses mental, emosional maupun fisik. Contoh aktifitas mental misalnya mengidentifikasi, membandingkan, menganalisis, dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk aktifitas emosional misalnya semangat, sikap, positif terhadap belajar, motivasi, keriangan, dan lain-lain. Contoh aktifitas fisik misalnya melakukan gerak badan seperti kaki, tangan untuk melakukan ketrampilan tertentu. Cara-cara yang dapat digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah:  Memberikan pertanyaan-pertanyaan ketika proses pembelajaran berlangsung  Mengerjakkan latihan pada setiap akhir suatu bahasan
  • 16.  Membuat percobaan dan memikirkan atas hipotesis yang diajukan  Membentuk kelompok belajar  Menerapkan pembelajaran kontekstual, kooperatif, dan kolaboratif 4. Prinsip Umpan Balik Umpan balik adalah informasi yang diberikan kepada siswa mengenai keberhasilan atau kekurangan dalam belajarnya. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam memberikan umpan balik diantaranya dengan memberikan soal atau pertanyaan kepada siswa, kemudian memberitahunya dengan benar. Memberikan tugas, kemudian memberitahukan tugas apakah tugas yang dikerjakan sudah benar. Kembalikan pekerjaan siswa yang telah dikoreksi, dinilai, atau diberi komentar/catatan oleh guru. 5. Prinsip Perulangan Mengulang-ulang penyajian informasi atau pesan pembelajaran. Proses penguasaan materi pembelajaran atau ketrampilan tertentu memerlukan perulangan.. tidak adanya perulangan akan mengakibatkan informasi atau pesan pembelajaran tidak bertahan lama dalam ingatan, dan informasi tersebut mudah dilupakan.
  • 17. Upaya mengulang informasi dapat dilakukan dengan cara yang sama dan dengan media yang sama. Misalnya media kaset diputar berulang-ulang, membaca buku dua atau tiga kali. Perulangan dapat juga dengan cara dan media yang berbeda pula. Misalnya setelah mendengar metode ceramah, siswa diminta untuk membaca buku dengan topik yang sama. Penggunaan epitome, advance organizer, rangkuman, atau kesimpulan. Aplikasi Desain Pesan dalam Kegiatan Belajar Mengajar PAKEM Terjadinya belajar dilihat dari adanya perbedaan kecakapan seseorang antara sebelum dan sesudah mengalami dan berada dalam situasi belajar tertentu. PAKEM memungkinkan pebelajar memperoleh kemampuan berdasarkan teori Gagne yaitu ketrampilan intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, ketrampilan motorik, dan sikap. Berikut akan dijelaskan masing-masing defini kemampuan tersebut,dan pengintregasian prinsip desain dengan pendekatan PAKEM akan dijelaskan dalam matrik. Ketrampilan Intelektual yang dimaksud ketrampilan intelektual adalah kemampuan untuk menggunakan lambang-lambang seperti bilangan, bahasa, dan lambang-lambang lainnya yang mewakili benda-benda nyata pada lingkungan individu. Ketrampilan intelektual dibagi menjadi empat kategori yaitu diskriminasi,konsep,aturan dan pemecahan masalah. Diskriminasi adalah kemampuan untuk memberi respon yang berbeda terhadap stimuli yang berbeda satu dengan yang lain menurut satu dimensi fisik atau lebih. Konsep adalah kemampuan yang memungkinkan individu untuk mengidentifikasi stimulus yang
  • 18. mempunyai karakteristik walaupun stimulinya berbeda secara menyolok. Aturan adalah subyek dapat merespon hubungan dan kesatuan obyek. Pemecahan masalah aturan-aturan yang lebih komplek untuk memecahkan masalah. Strategi kognitif meliputi kemampuan yang dipergunakan untuk mengelola proses perhatian belajar, mengingat, dan berfikir. Kemampuan informasi verbal terkait dengan mempelajari fakta-fakta, mempelajari serangkaian informasi yang terorganisasikan. Ketrampilan sikap adalah keadaan internal yang komplek yang mempengaruhi pemilihan tingkah laku itu sendiri. Ketrampilan motorik adalah kemampuan yang dipelajari untuk melakukan kecakapan yang hasilnya dicerminkan oleh adanya kecakapan, ketepatan, dan kelancaran gerakan tubuh. No 1 Jenis Kemampuan Konsep PAKEM Ketrampilan intelektual Prinsip Desain Pesan Aplikasi Prinsip pengulangan, kesiapan Secara visual menyajikan Mengembangkan kemampuan dan motivasi dan partisipasi benda, lambang, gambar, berpikir kritis, kreatif, dan aktif siswa kemampuan memecahkan masalah suara, warna,demontrasi, pemberian contoh-contoh. Petunjuk-petunjuk dalam komunikasi verbal 2 Strategi kognitif Guru memberi kesempatan kepada Prinsip siswa untuk keterampilan. pemusat perhatian, Penyajian masalah-masalah mengembangkan perulangan dan partisipasi aktif baru siswa
  • 19. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan. 3 Informasi verbal pertanyaan apa yang dapat Prinsip perulangan dan umpan Penyajian komunikasi membangkitkan tiap elemen desain balik verbal, (panduan pertanyan apa yang dapat petunjuk-petunjuk mengintrodusir situasi, pengelompokan, dan gambar, atau menata membangun jembatan), pertanyaan klarifikasi apa yang digunakan untuk menengetahui cara berpikir dan aktivitas belajar siswa. 4 Ketrampilan sikap bagaimana siswa melakukan refleksi Prinsip perulangan, kesiapan Penyajian yang konsisten dalam menyelesaikan tugas mereka, dan motivasi, partisipasi aktif model yang dihargai, apakah siswa ingat tentang (feeling, siswa demonstrasi model tingkah images, laku yang diharapkan, thought), apa sikap, proses, dan demonstrasi tentang konsep yang akan dibawa siswa kebahagiaan atau kepuasan setelah keluar kelas yang dicapainya. Guru and language mengaitkan of KBM pengalaman siswa sehari-hari. their dengan
  • 20. 5 Ketrampilan Motorik bagaimana siswa mereka dan Prinsip perulangan, umpan Latihan-latihan kontinu, memamerkan kreasi mereka melalui balik mengulangi demonstrasi cara berpikir mereka gerakan untuk ketepatan, dalam kecepatan menyelesaikan memenuhi tugas dan atau gerakan- dan kualitas ketrampilan tertentu. Tags: teknologi pbljrn Prev: resep Next: Wanita-wani menata reply share Makalah, oleh Saiful Amien PENDAHULUAN Sebelum mendiskusikan pelbagai prinsip yang tersurat dalam handbook of Instructional Message Design[1], ada baiknya kita mengingatkan kembali beberapa terma yang berkaitan dengan pokok bahasan ini. Dengan begitu, diharapkan prinsip-prinsip persepsi di atas dapat diletakkan sesuai foldernya dalam khazanah pengetahuan kita. Beberapa istilah ini telah disinggung dalam pengantar buku ini, dan kami hanya berupaya untuk menampilkan kembali dan memberinya “catatan kaki”:
  • 21. 1. 2. 3. 4. Pesan (message) ialah suatu pola tanda/lambang, baik berupa kata maupun gambar, yang dimaksudkan untuk mengubah prilaku kognitif (berpikir), afektif (bersikap) dan psikomotorik (bertindak) seseorang atau kelompok[2]. Rancangan (design) ialah proses analisis dan sintesis yang dimulai dengan suatu problem komunikasi dan diakhiri dengan rencana solusi operasional.[3] Pembelajaran (instuction) di sini tidak hanya merujuk kepada konteks pembelajaran formal di ruang kelas, di mana pemerolehan keterampilan dan konsep tertentu merupakan tujuan sentralnya, tetapi juga mencakup seluruh apa yang terkandung dalam istilah “komunikasi”, termasuk konteks pembelajaran informal, di mana sikap dan emosi amat diperhatikan.[4] Rancangan pesan pembelajaran (instructional message design) ialah rencana proses rekayasa (manipulasi) pola tanda dan simbol yang menghasilkan pelbagai kondisi belajar. Dalam hal ini, Asumsi yang dikembangkan oleh Fleming dan Levie adalah bahwa para praktisi pembelajaran bisa menjadi lebih efektif jika mereka memanfaatkan generalisasi (kesimpulan umum) hasil penelitian ilmu-ilmu behavioral. Generalisasi inilah di dalam buku ini disebut sebagai “prinsip”[5]. PERIHAL PERSEPSI Pengertian persepsi Kata “persepsi” diambil dari kata berbahasa Inggris “perception”, sebuah kata benda (noun) yang oleh APA Dictionary of Psychology didefinisikan dengan: “The process or result of becoming aware of object, relationship, and events by means of the senses, which includes such activities as recognizing, observing, and discriminating. These activities enable organisms to organize and interpret the stimuli received into meaningful knowledge.”[6] Senada dengan pengertian itu Kamus Psikologi terbitan Indonesia mengartikan persepsi sebagai proses dimana seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimiliki.[7] Melengkapi definisi di atas, Atkinson juga menyebut persepsi sebagai proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus ke dalam lingkungan.[8] Sedangkan Davidoff seperti yang dikutip oleh Walgito mengartikan persepsi sebagai stimulus yang diindera oleh individu, sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera itu.[9] Hal ini seperti pengertian kata “percept” dalam bahasa Inggris, yang oleh APA Dictionary of Psychology didefinisikan dengan: “the product of perception: stimulus object or event as experienced by the individual”.[10] Lebih lanjut Kartono memberikan pengertian tentang persepsi sebagai pengamatan secara global, belum disertai kesadaran, sedang subyek dan obyeknya belum terbedakan satu dari lainnya (baru ada proses “memiliki” tanggapan).[11] Imanuell Kant seperti yang dikutip oleh Mahmud MD. mengatakan “kita melihat benda-benda itu tidak sebagaimana adanya benda-benda itu sendiri, tetapi sebagaimana adanya diri kita” atau dengan kata lain persepsi itu merupakan pengertian kita tentang situasi sekarang dalam artian pengalamanpengalaman kita yang telah lalu. Karena itu apa yang kita persepsi pada waktu tertentu akan tergantung bukan saja pada stimulusnya sendiri, tetapi
  • 22. juga pada latar belakang beradanya stimulus itu, misalnya pengalaman-pengalaman sensoris terdahulu, perasaan kita pada waktu itu, prasangkaprasangka, keinginan-keinginan, sikap dan tujuan kita. Lebih lanjut Mahmud mendefinisikan persepsi sebagai penafsiran terhadap stimulus yang telah ada di dalam otak.[12] Selanjutnya Bruner mengatakan bahwa persepsi adalah proses kategorisasi. Organisme dirangsang oleh suatu masukan tertentu (obyek luar, peristiwa dan lain-lain) dan organisme itu merespon dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori atau golongan obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa, proses menghubungkan ini adalah proses yang aktif dimana individu yang bersangkutan dengan sengaja memberikan kategori yang tepat sehingga ia dapat mengenali (memberi arti) kepada masukan tersebut.[13] Saleh dan Wahab mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Definisi persepsi lainnya menurut Saleh dan Wahab menyebutkan bahwa persepsi adalah kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap satu objek rangsang dan dalam proses pengelompokkan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap satu peristiwa atau objek.[14] Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami setiap informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.[15] Adapun pengertian persepsi menurut Desiderato, seperti yang dikutip Jalaludin Rahmat, adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli).[16] Dari pelbagai definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian makna atau interpretasi yang mencakup pemahaman, mengenali dan mengetahui suatu objek melalui panca indera (sensasi) sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang di dengar dan sebagainya. Untuk lebih memperjelas pengertian persepsi, ada baiknya kita membedakannya dengan sensasi (proses menangkap stimuli) seperti dalam pemisalan Jalaluddin Rahmat berikut ini: Suatu hari Anda menyaksikan kawan Anda sedang melihat-lihat etalase toko. Anda menyergapnya dari belakang, “Bangsat lu. Udah lupa sama aku, ya!” Orang itu membalik. Anda terkejut. Ia bukan kawan Anda, tetapi orang yang belum pernah Anda kenal seumur hidup Anda. Ini bukan kesalahan sensasi, tetapi kekeliruan persepsi. Bila dosen mengatakan “Bagus”, tetapi Anda mendengar “Agus”, Anda keliru sensasi. Tetapi bila saya mengucapkan “Anda cerdas sekali, lalu Anda menerima pujian saya berang, karena Anda kira saya mempermainkan Anda, Anda salah mempersepsi pesan saya.[17] Proses terjadinya persepsi
  • 23. Persepsi dapat terjadi bila tiga komponen utama berikut terpenuhi, yaitu : 1. 2. 3. Seleksi atau sensasi, yaitu proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. Interpretasi yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana. Interpretasi ini kemudian di terjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.[18] Jenis-jenis persepsi Menurut Irwanto,[19] setelah individu melakukan interaksi dengan obyek-obyek yang dipersepsikan maka hasil persepsi dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1. 2. Persepsi positif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang diteruskan dengan upaya pemanfaatannya. Persepsi negatif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang tidak selaras dengan obyek yang dipersepsi. Dapat dikatakan bahwa persepsi itu baik yang positif ataupun yang negatif akan selalu mempengaruhi diri seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Dan munculnya suatu persepsi positif ataupun persepsi negatif semua itu tergantung pada bagaimana cara individu menggambarkan segala pengetahuannya tentang suatu obyek yang dipersepsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, antara lain: 1. 2. 3. Psikologi. Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi, sebagai contoh, terbenamnya matahari di waktu senja yang indah temaram, akan dirasakan sebagai bayang-bayang yang kelabu bagi seseorang yang buta warna. Famili. Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah familinya. Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya. Kebudayaan. Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini.[20] Sedangkan menurut Krech dan Crutchfield faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah: 1. Faktor-faktor fungsional. Objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Contohnya pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang terhadap persepsi.
  • 24. 2. Faktor-faktor struktural. Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya.[21] Ciri-ciri umum persepsi Ciri-ciri umum dari persepsi menurut Shaleh dan Wahab diantaranya adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Modalitas: rangsangan yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap-tiap indera, yaitu sifat sensoris dasar dan masing-masing indera (cahaya untuk penglihatan; bau untuk penciuman; suhu bagi perasa; bunyi bagi pendengaran; sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya). Dimensi ruang: dunia persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang); kita dapat mengatakan atas-bawah, tinggi-rendah, luas-sempit, latar depan-latar belakang, dan lain-lain. Dimensi waktu: dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat lambat, tua-muda, dan lain-lain. Struktur konteks, keseluruhan yang menyatu: objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu dengan konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu.[22] Syarat terjadinya persepsi Menurut Moskowitz dan Orgel agar individu dapat menyadari dan dapat mengadakan persepsi, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi yaitu : 1. 2. 3. Adanya objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor), dapat pula datang dari dalam langsung mengenai syaraf penerima (sensoris), yang bekerja sebagai reseptor. Alat indera atau reseptor, yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respons diperlukan syaraf motoris. Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi sesuatu diperlukan pula adanya perhatian, yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi. Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengadakan persepsi ada syarat-syarat yang bersifat fisik atau kealaman, fisiologis, dan psikologis[23] PRINSIP PERSEPSI DAN DESAIN PESAN Prinsip dasar (pernyataan umum) persepsi Fleming dan Levie menyebutkan beberapa prinsip dasar persepsi, yaitu: 1. Persepsi itu bersifat relatif (prinsip relativitas)
  • 25. 2. 3. 4. Persepsi itu bersifat selektif (prinsip selektifitas) Persepsi itu terorganisir (prinsip pengorganisasian) Persepsi itu amat dipengaruhi oleh kecenderungan seseorang (prinsip kecenderungan) Prinsip dasar di atas telah dibahas pada pertemuan yang lalu (kelompok pertama), dan pada kesempatan ini kita akan melanjutkan pada beberapa prinsip persepsi berikutnya, walaupun kadang masih terkait dengan prinsip-prinsip sebelumnya. Keterbatasan kapasitas persepsi Kadang, kita sebagai guru atau desainer pembelajaran, kurang sabar dalam membina pembelajaran. Keinginan kita menggebu-nggebu untuk memberikan sebanyak mungkin materi pelajaran kepada peserta didik dalam satu waktu. Akibatnya, terasa pesan yang kita sampaikan menjadi mubadzir. Terlalu banyak dan rumit pesan (stimuli) yang bisa dipersepsi oleh peserta didik. Kita lupa bahwa kemampuan mempersepsi seseorang, tidak terkecuali para siswa kita, amatlah terbatas. Dari itu, Flaming dan Levie mengingatkan tentang beberapa dalil pada prinsip keterbatasan ini yang bisa dimanfaatkan dalam mendesain pesan pembelajaran, di antaranya: Pertama, karena sistem pengelolaan informasi (mempersepsi, menandai, dan menyimpan) pada diri seseorang itu terbatas kapasitasnya, maka besarnya energi yang dibutuhkan untuk menandai suatu stimuli juga terbatas dari pengelolaan informasi lainnya. Implikasinya bagi desainer pembelajaran ialah semakin banyak pesan yang disampaikan, semakin besar energi yang dibutuhkan, dan semakin sedikit pesan yang diterima. Kedua, banyaknya informasi yang dikelola bergantung pada dua hal, tingkat keabstrakan objek atau kejadian dan tingkat kedalaman setiap objek itu dikelola. Ketiga, kita mampu mempersepsi, dengan sekilas, sekitar 7 item atau objek yang familiar seperti angka dan nama. Sama halnya kita juga bisa menyimpan dalam memori sementara sekitar 7 item. Keempat, seseorang yang mempersepsi, biasanya memisah-misahkan informasi yang diterima ke dalam katagori besar atau rata-rata berdasarkan banyaknya stimuli, pengalaman dan maksud yang menyertainya. Hal ini biasanya disebut dengan istilah “mengelompokkan” (to chunk, cluster, group). Kelima, semakin tertata atau terpola suatu pesan itu dipersepsi, semakin banyak informasi yang dapat diproses dalam sekali waktu. Keenam, semakin familiar suatu pesan bagi seseorang, semakin mudah untuk dipersepsi. Kapasitas saluran (channel) tunggal
  • 26. Ketujuh, untuk pesan verbal pada situasi saluran tunggal, semakin sulit atau komplek suatu pesan verbal, semakin besar keunggulan (persepsual) saluran-visual (tertulis) daripada saluran-auditori (terucapkan). Kapasitas saluran majmuk Kedelapan, di mana suatu presentasi audio-visual berlangsung terlalu cepat, peserta dalam mempersepsi mesti memilih antara kedua saluran tersebut. Bisa jadi ia lebih memilih informasi-auditori daripada visual, atau sebaliknya. Hanya pada tingkat kecepatan yang lebih lambat ia mampu menghubungkan informasi dari kedua saluran. Kesembilan, ketika informasi diterima secara bersamaan dari beberapa sumber, salah satunya bisa mengurangi, menguatkan atau mempengaruhi (bias) terhadap yang lainnya. Di sini terjadi suatu interaksi. Kesepuluh, kapasitas persepsual akan tampak lebih membesar ketika dua modalitas, pendengaran dan penglihatan, dimanfaatkan secara bersamaan. Pelibatan dua pekerjaan (auditori dan visual), misalnya akan lebih saling menguatkan daripada memanfaatkan modalitas visual secara terpisah dengan modalitas auditori. Pembedaan (distinguishing) dan pengelompokan (grouping) Proses mempersepsi dan membuat katagorisasi tidak bisa dilepaskan dari kebiasaan yang kita terima dari lingkungan kita. Salah satu tugas primer dari desainer pembelajaran adalah menggubah terjadinya persepsi terhadap pelbagai kebiasaan tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya penguatan terhadap kebiasaan-kebiasaan itu agar tampak lebih dominan untuk dipersepsi. Di sini kebiasaan demikian penting karena tiga alasan. Pertama, kebiasaan yang kita terima memungkinkan kita untuk membuat katagorisasi, dan darinya kita dapat menangani (melakukan sensasi/penginderaan terhadap) banyaknya informasi yang membombardir kita. Kedua, kebiasaan yang kita terima merupakan dasar bagi sejumlah pengetahuan: fakta, konsep, opini, dan sikap. Dan terakhir, mengorganisir pesan merupakan salah satu tujuan utama desainer dalam mempengaruhi persepsi peserta didik terhadap pelbagai kebiasaan tersebut. Medan perseptual itu diorganisir, dan kebiasaan menjadi nyata melalui proses analisis dan sintesis. Pada tindakan analisis, kita biasa melakukan pembedaan atau pemisahan. Sedangkan pada tindakan sintesis, kita melakukan pengelompokan dan pengkombinasian. Dalam mendesain pesan pembelajaran, ada baiknya kita mempertimbangkan prinsip “pembedaan” dan “pengelompokan” ini, yang oleh Fleming dan Levie ditunjukkan dalam kaitannya dengan faktor keberbedaan (difference), kemiripan (similarity), dan kedekatan (proximity) melalui beberapa dalil berikut: Kesebelas, objek atau peristiwa itu dimaknai berlainan karena memiliki perbedaan satu atau banyak dimensinya. Dari itu, dalam mempersepsi seseorang cenderung untuk membeda-bedakan satu objek/peristiwa dengan lainnya lalu mengelompokkannya secara terpisah.
  • 27. Keduabelas, objek atau peristiwa itu dimaknai mirip karena memiliki persamaan dalam beberapa hal seperti tampilan, fungsi, jumlah, arah dan strukturnya. Dari itu, dalam mempersepsi seseorang cenderung mengelompokkan objek/peristiwa dan mengorganisirnya dalam kemiripan. Ketigabelas, sekali suatu bentuk atau pola sangat dibedakan dari kelompoknya, maka unsur-unsur di dalamnya cenderung lebih dipersepsi sebagai sejenis daripada kenyataannya. Lebih dari itu, pembedaan antara satu pola dengan lainnya akan diperkuat. Keempatbelas, objek atau peristiwa yang saling berdekatan, misalnya dari sisi waktu, ruang atau konteksnya, cenderung akan dipersepsi sebagai sesuatu yang saling terkait, misalnya dari sisi pembentukan, fungsi dan sebagainya. Kelimabelas, objek yang familiar biasanya mempertahankan karakteristik perseptualnya (pencahayaan, ukuran, ketajaman, pewarnaan) dari perubahan saat menjadi stimuli. Fenomena ini disebut konstansi (ketetapan) perseptual. Menghubungkan dan mengorganisir Selain berdasar pada kebiasaan untuk “membeda-bedakan” dan “memirip-miripkan”, kita juga terbiasa “menghubung-hubungkan” objek/peristiwa yang hendak kita persepsikan. Dari itu, dalam mendesain pesan pembelajaran kita juga perlu menambahkan pertimbangan faktor relationship sebagaimana ditunjukkan oleh kedua penulis dalam dalil berikut: Keenambelas, persepsi tentang hubungan akan terjadi manakala antar objek atau peristiwa -dilihat dari ide dasar, pola, ritme, struktur, atau keorganisasiannya- bertemu dan saling memberi satu sama lain. Ketujuhbelas, variasi ruang dan waktu pada susunan, pola dan struktur mempengaruhi persepsi tentang hubungan. Tentang hal ini, ada lima tipe susunan yang biasa dimanfaatkan dalam membuat variasi tingkatan untuk menunjukkan hubungan antar objek yang bervariasi. Yaitu: kedekatan (proximity), inklusi (inclusion), arahan (directionality), superordinasi (superordination), dan penguatan (accentuation). Ukuran dan kedalaman Ukuran dan kedalaman merupakan bagian yang esensial dan seringkali mempengaruhi persepsi kita terhadap hubungan. Sebagaimana ditunjukkan dalam beberapa dalil, di antaranya: Kedelapanbelas, ketika dipersepsi, ukuran secara timbal balik berkaitan dengan jarak. Semakin besar ukuran yang ada, semakin kecil jarak yang terjadi. Sebaliknya, semakin besar jaraknya, semakin kecil ukurannya. Kesembilanbelas, ukuran satu objek dalam suatu lahan memiliki hubungan dengan objek lainnya. Akan dipersepsi kekecilan manakala lahannya memuat pelbagai objek yang besar-besar, sebaliknya kebesaran manakala lahan itu memuat pelbagai objek yang kecil-kecil.
  • 28. Keduapuluh, persepsi terhadap kedalaman dalam tampilan dua dimensi dipengaruhi oleh hubungannya dengan ukuran (khususnya pada objek-objek yang familiar), perspektif linear, tingkat besar kecilnya susunan, dan sebagainya. Keduapuluh satu, persepsi tentang kesolidan dan kedalaman pada suatu objek dipengaruhi oleh pencahayaan seperti proyeksi bayangan, dan oleh ketajaman gambar. Tempat, Waktu dan gerakan Demikian pula dengan faktor lokasi, waktu dan gerakan juga berpengaruh terhadap persepsi kita terhadap sesuatu atau peristiwa. Kedekatan lokasi bagi perorangan misalnya berpengaruh pada persepsi apakah mereka tampak sebagai orang asing atau kerabat. Dari itu dalam desain pesan yang hendak kita rancang sebaiknya pertimbangan ini juga kita manfaatkan sebagaimana dalil berikut: Keduapuluh dua, persepsi spasial (tempat) langsung mengarahkan hubungannya kepada vertikal dan horizontal. Keduapuluh tiga, biasanya, persepsi tentang durasi dan interval waktu amat berhubungan dengan standard dan kerangka rujukan. Keduapuluh empat, waktu yang padat dengan kegiatan tampak berlalu lebih cepat daripada waktu yang luang dari kegiatan. Keduapuluh lima, persepsi tentang gerakan amat berhubungan dengan faktor waktu dan tempat. Persepsi dan kognisi Keduapuluh enam, sebaik-baik suatu objek atau peristiwa dipersepsikan bergantung kepada sejauh mana prinsip-prinsip perseptual itu berlaku. Semakin mudah dan dapat dipercaya suatu persepsi, akan semakin jauh kognisi mengelolanya: menyimpan, menformat konsep, menyelesaikan masalah, berpikir kreatif, dan melakukan perubahan sikap. AKHIRUL KALAM Persepsi sebagaimana yang kita pahami, ternyata memiliki peran amat penting dalam tata kognisi manusia. Bersama tindakan sensasi (penginderaan), memori dan berpikir, persepsi mampu “mengharu-birukan” tidak saja proses komunikasi intrapersonal (proses pengolohan informasi) tetapi juga proses komunikasi interpersonal. Di sinilah, guru dan desainer pembelajaran mendapatkan tantangannya. Mampukah ia menghadirkan kondisi belajar yang representatif dan memudahkan peserta didik dalam mempersepsi -yakni memberikan makna pada stimuli inderawi berupa- pesan pembelajaran secara positif sebagaimana yang diinginkan sang guru/desainer.
  • 29. Dari itu, memahami prinsip-prinsip perseptual dan memanfaatkannya dalam mendesain pesan pembelajaran, sebagaimana yang dianjurkan oleh Fleming dan Levie, penting untuk dilakukan. Di antara prinsip perseptual itu adalah: relatifitas, selektifitas, pengorganisasian, kecenderungan, keterbatasan, pembedaan, pengelompokan, dan hubungan. DAFTAR PUSTAKA Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, Hilgard, E.R. 1997. Pengantar psikologi. Jakarta: Erlangga. Fleming, Malcolm & W. Howard Levie. 1981. Instructional Message Design: Principles from the Behavioral Sciences. New Jersey: Educational Technology Publications. Irwanto. 2002. Psikologi umum (buku panduan mahasiswa). Jakarta : PT. Prehallindo. Kartono, K dan Gulo, D. 2000. Kamus psikologi. Bandung : CV. Pionir Jaya. ______. 1990. Psikologi umum. Bandung : Mandar Maju. Mahmud, M.D. 1990. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta : BPFE. Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Saleh, A.R dan Wahab, M.A. 2004. Psikologi suatu pengantar (dalam perspektif Islam). Jakarta : Kencana. Sarwono, S.W. 1987. Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Rajawali. Sobur, A. 2003. Psikologi umum. Bandung : Pustaka setia. Thoha, M. 1988. Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali. Vandenbos, Gary R. (Editor in Chief). 2002. APA Dictionary of Psychology. Washington DC: American Psychological Association. Walgito, B. 1990. Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset. [1] Fleming, Malcolm & W. Howard Levie. 1981. Instructional Message Design: Principles from the Behavioral Sciences. New Jersey: Educational Technology Publications. hal. 53-95
  • 30. [2] Ibid., halaman ix [3] Proses mendesain berbeda dengan proses melaksanakan. Di mana desain pesan bersifat konseptual yang membedakannya dengan kejadian suatu tindakan atau peristiwa komunikasi dan pembelajaran. Desain pesan bisa saja terjadi secara tiba-tiba (tanpa perencanaan) bersamaan dengan tindakan pembelajaran. Gagne (1965), seperti yang dikutip dalam buku ini, membedakan antara “predesign” dan “extemporaneous design”. Guru seringkali melakukan keduanya. Ia membuat rencana pembelajaran sebelum mengajar (predesign) dan ia juga memodifikasinya ketika mengajar (extemporaneous design) Ibid., halaman ix-x. Dari itu, benarlah kiranya apa yang disinggung oleh Prof. Dimyati bahwa perencanaan pembelajaran bisa saja berbeda dengan tindakan pelaksanaan sebagai dampak pengiringnya. Catatan pribadi pada kuliah Prof. Dimyati, MK. Perencanaan Kurikulum. Tanggal 2 Maret 2009. [4] Ibid., halaman x [5] Secara praksis, pertanyaan yang muncul dari asumsi ini ialah bagaimana bisa prinsip (generalisasi) ilmu-ilmu behavioral diaplikasikan ke dalam desain pesan pembelajaran? Secara umum buku ini ingin menjawab pertanyaan tersebut. Ibid., halaman xi. [6] Vandenbos, Gary R. (Editor in Chief). 2002. APA Dictionary of Psychology. Washington DC: American Psychological Association. Halaman 683 [7] Kartono, K dan Gulo, D. (2000). Kamus psikologi. Bandung : CV. Pionir Jaya. Halaman 343. [8] Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, Hilgard, E.R. (1997). Pengantar psikologi. Jakarta: Erlangga. Halaman 201 [9] Walgito, B. (1990). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset. Halaman 53 [10] Vandenbos, Op.Cit. Halaman 683 [11] Kartono, K. (1990). Psikologi umum. Bandung : Mandar Maju. Halaman 61 [12] Lihat Mahmud, M.D. 1990. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta : BPFE. Halaman 41 [13] Lihat Sarwono, S.W. (1987). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Rajawali. Halaman 95. [14] Saleh, A.R dan Wahab, M.A. (2004). Psikologi suatu pengantar (dalam perspektif Islam). Jakarta : Kencana. Halaman 88. [15] Thoha, M. 1988. Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali. Halaman 138 [16] Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Halaman 51.
  • 31. [17] Ibid. [18] Sobur, A. (2003). Psikologi umum. Bandung : Pustaka setia. Halaman 447. [19] Irwanto. (2002). Psikologi umum (buku panduan mahasiswa). Jakarta : PT. Prehallindo. Halaman 71. [20] Thoha, Op.Cit., halaman 143 [21] Lihat Rahmat, Op.Cit., halaman 55-58 [22] Lihat Shaleh dan Wahab. Op.Cit., halaman 89 [23] Lihat Walgito. Op.Cit., halaman 54 Makalah, oleh Saiful Amien PENDAHULUAN Sebelum mendiskusikan pelbagai prinsip yang tersurat dalam handbook of Instructional Message Design[1], ada baiknya kita mengingatkan kembali beberapa terma yang berkaitan dengan pokok bahasan ini. Dengan begitu, diharapkan prinsip-prinsip persepsi di atas dapat diletakkan sesuai foldernya dalam khazanah pengetahuan kita. Beberapa istilah ini telah disinggung dalam pengantar buku ini, dan kami hanya berupaya untuk menampilkan kembali dan memberinya “catatan kaki”: 1. 2. 3. 4. Pesan (message) ialah suatu pola tanda/lambang, baik berupa kata maupun gambar, yang dimaksudkan untuk mengubah prilaku kognitif (berpikir), afektif (bersikap) dan psikomotorik (bertindak) seseorang atau kelompok[2]. Rancangan (design) ialah proses analisis dan sintesis yang dimulai dengan suatu problem komunikasi dan diakhiri dengan rencana solusi operasional.[3] Pembelajaran (instuction) di sini tidak hanya merujuk kepada konteks pembelajaran formal di ruang kelas, di mana pemerolehan keterampilan dan konsep tertentu merupakan tujuan sentralnya, tetapi juga mencakup seluruh apa yang terkandung dalam istilah “komunikasi”, termasuk konteks pembelajaran informal, di mana sikap dan emosi amat diperhatikan.[4] Rancangan pesan pembelajaran (instructional message design) ialah rencana proses rekayasa (manipulasi) pola tanda dan simbol yang menghasilkan pelbagai kondisi belajar. Dalam hal ini, Asumsi yang dikembangkan oleh Fleming dan Levie adalah bahwa para praktisi
  • 32. pembelajaran bisa menjadi lebih efektif jika mereka memanfaatkan generalisasi (kesimpulan umum) hasil penelitian ilmu-ilmu behavioral. Generalisasi inilah di dalam buku ini disebut sebagai “prinsip”[5]. PERIHAL PERSEPSI Pengertian persepsi Kata “persepsi” diambil dari kata berbahasa Inggris “perception”, sebuah kata benda (noun) yang oleh APA Dictionary of Psychology didefinisikan dengan: “The process or result of becoming aware of object, relationship, and events by means of the senses, which includes such activities as recognizing, observing, and discriminating. These activities enable organisms to organize and interpret the stimuli received into meaningful knowledge.”[6] Senada dengan pengertian itu Kamus Psikologi terbitan Indonesia mengartikan persepsi sebagai proses dimana seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimiliki.[7] Melengkapi definisi di atas, Atkinson juga menyebut persepsi sebagai proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus ke dalam lingkungan.[8] Sedangkan Davidoff seperti yang dikutip oleh Walgito mengartikan persepsi sebagai stimulus yang diindera oleh individu, sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera itu.[9] Hal ini seperti pengertian kata “percept” dalam bahasa Inggris, yang oleh APA Dictionary of Psychology didefinisikan dengan: “the product of perception: stimulus object or event as experienced by the individual”.[10] Lebih lanjut Kartono memberikan pengertian tentang persepsi sebagai pengamatan secara global, belum disertai kesadaran, sedang subyek dan obyeknya belum terbedakan satu dari lainnya (baru ada proses “memiliki” tanggapan).[11] Imanuell Kant seperti yang dikutip oleh Mahmud MD. mengatakan “kita melihat benda-benda itu tidak sebagaimana adanya benda-benda itu sendiri, tetapi sebagaimana adanya diri kita” atau dengan kata lain persepsi itu merupakan pengertian kita tentang situasi sekarang dalam artian pengalamanpengalaman kita yang telah lalu. Karena itu apa yang kita persepsi pada waktu tertentu akan tergantung bukan saja pada stimulusnya sendiri, tetapi juga pada latar belakang beradanya stimulus itu, misalnya pengalaman-pengalaman sensoris terdahulu, perasaan kita pada waktu itu, prasangkaprasangka, keinginan-keinginan, sikap dan tujuan kita. Lebih lanjut Mahmud mendefinisikan persepsi sebagai penafsiran terhadap stimulus yang telah ada di dalam otak.[12] Selanjutnya Bruner mengatakan bahwa persepsi adalah proses kategorisasi. Organisme dirangsang oleh suatu masukan tertentu (obyek luar, peristiwa dan lain-lain) dan organisme itu merespon dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori atau golongan obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa, proses menghubungkan ini adalah proses yang aktif dimana individu yang bersangkutan dengan sengaja memberikan kategori yang tepat sehingga ia dapat mengenali (memberi arti) kepada masukan tersebut.[13]
  • 33. Saleh dan Wahab mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Definisi persepsi lainnya menurut Saleh dan Wahab menyebutkan bahwa persepsi adalah kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap satu objek rangsang dan dalam proses pengelompokkan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap satu peristiwa atau objek.[14] Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami setiap informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.[15] Adapun pengertian persepsi menurut Desiderato, seperti yang dikutip Jalaludin Rahmat, adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli).[16] Dari pelbagai definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian makna atau interpretasi yang mencakup pemahaman, mengenali dan mengetahui suatu objek melalui panca indera (sensasi) sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang di dengar dan sebagainya. Untuk lebih memperjelas pengertian persepsi, ada baiknya kita membedakannya dengan sensasi (proses menangkap stimuli) seperti dalam pemisalan Jalaluddin Rahmat berikut ini: Suatu hari Anda menyaksikan kawan Anda sedang melihat-lihat etalase toko. Anda menyergapnya dari belakang, “Bangsat lu. Udah lupa sama aku, ya!” Orang itu membalik. Anda terkejut. Ia bukan kawan Anda, tetapi orang yang belum pernah Anda kenal seumur hidup Anda. Ini bukan kesalahan sensasi, tetapi kekeliruan persepsi. Bila dosen mengatakan “Bagus”, tetapi Anda mendengar “Agus”, Anda keliru sensasi. Tetapi bila saya mengucapkan “Anda cerdas sekali, lalu Anda menerima pujian saya berang, karena Anda kira saya mempermainkan Anda, Anda salah mempersepsi pesan saya.[17] Proses terjadinya persepsi Persepsi dapat terjadi bila tiga komponen utama berikut terpenuhi, yaitu : 1. 2. 3. Seleksi atau sensasi, yaitu proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. Interpretasi yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana. Interpretasi ini kemudian di terjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.[18]
  • 34. Jenis-jenis persepsi Menurut Irwanto,[19] setelah individu melakukan interaksi dengan obyek-obyek yang dipersepsikan maka hasil persepsi dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1. 2. Persepsi positif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang diteruskan dengan upaya pemanfaatannya. Persepsi negatif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang tidak selaras dengan obyek yang dipersepsi. Dapat dikatakan bahwa persepsi itu baik yang positif ataupun yang negatif akan selalu mempengaruhi diri seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Dan munculnya suatu persepsi positif ataupun persepsi negatif semua itu tergantung pada bagaimana cara individu menggambarkan segala pengetahuannya tentang suatu obyek yang dipersepsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, antara lain: 1. 2. 3. Psikologi. Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi, sebagai contoh, terbenamnya matahari di waktu senja yang indah temaram, akan dirasakan sebagai bayang-bayang yang kelabu bagi seseorang yang buta warna. Famili. Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah familinya. Orang tua yang telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini, banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka yang diturunkan kepada anak-anaknya. Kebudayaan. Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini.[20] Sedangkan menurut Krech dan Crutchfield faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah: 1. 2. Faktor-faktor fungsional. Objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Contohnya pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang terhadap persepsi. Faktor-faktor struktural. Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya.[21] Ciri-ciri umum persepsi Ciri-ciri umum dari persepsi menurut Shaleh dan Wahab diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Modalitas: rangsangan yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap-tiap indera, yaitu sifat sensoris dasar dan masing-masing indera (cahaya untuk penglihatan; bau untuk penciuman; suhu bagi perasa; bunyi bagi pendengaran; sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).
  • 35. 2. 3. 4. Dimensi ruang: dunia persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang); kita dapat mengatakan atas-bawah, tinggi-rendah, luas-sempit, latar depan-latar belakang, dan lain-lain. Dimensi waktu: dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat lambat, tua-muda, dan lain-lain. Struktur konteks, keseluruhan yang menyatu: objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu dengan konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu.[22] Syarat terjadinya persepsi Menurut Moskowitz dan Orgel agar individu dapat menyadari dan dapat mengadakan persepsi, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi yaitu : 1. 2. 3. Adanya objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor), dapat pula datang dari dalam langsung mengenai syaraf penerima (sensoris), yang bekerja sebagai reseptor. Alat indera atau reseptor, yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respons diperlukan syaraf motoris. Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi sesuatu diperlukan pula adanya perhatian, yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi. Dari hal-hal diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengadakan persepsi ada syarat-syarat yang bersifat fisik atau kealaman, fisiologis, dan psikologis[23] PRINSIP PERSEPSI DAN DESAIN PESAN Prinsip dasar (pernyataan umum) persepsi Fleming dan Levie menyebutkan beberapa prinsip dasar persepsi, yaitu: 1. 2. 3. 4. Persepsi itu bersifat relatif (prinsip relativitas) Persepsi itu bersifat selektif (prinsip selektifitas) Persepsi itu terorganisir (prinsip pengorganisasian) Persepsi itu amat dipengaruhi oleh kecenderungan seseorang (prinsip kecenderungan) Prinsip dasar di atas telah dibahas pada pertemuan yang lalu (kelompok pertama), dan pada kesempatan ini kita akan melanjutkan pada beberapa prinsip persepsi berikutnya, walaupun kadang masih terkait dengan prinsip-prinsip sebelumnya. Keterbatasan kapasitas persepsi
  • 36. Kadang, kita sebagai guru atau desainer pembelajaran, kurang sabar dalam membina pembelajaran. Keinginan kita menggebu-nggebu untuk memberikan sebanyak mungkin materi pelajaran kepada peserta didik dalam satu waktu. Akibatnya, terasa pesan yang kita sampaikan menjadi mubadzir. Terlalu banyak dan rumit pesan (stimuli) yang bisa dipersepsi oleh peserta didik. Kita lupa bahwa kemampuan mempersepsi seseorang, tidak terkecuali para siswa kita, amatlah terbatas. Dari itu, Flaming dan Levie mengingatkan tentang beberapa dalil pada prinsip keterbatasan ini yang bisa dimanfaatkan dalam mendesain pesan pembelajaran, di antaranya: Pertama, karena sistem pengelolaan informasi (mempersepsi, menandai, dan menyimpan) pada diri seseorang itu terbatas kapasitasnya, maka besarnya energi yang dibutuhkan untuk menandai suatu stimuli juga terbatas dari pengelolaan informasi lainnya. Implikasinya bagi desainer pembelajaran ialah semakin banyak pesan yang disampaikan, semakin besar energi yang dibutuhkan, dan semakin sedikit pesan yang diterima. Kedua, banyaknya informasi yang dikelola bergantung pada dua hal, tingkat keabstrakan objek atau kejadian dan tingkat kedalaman setiap objek itu dikelola. Ketiga, kita mampu mempersepsi, dengan sekilas, sekitar 7 item atau objek yang familiar seperti angka dan nama. Sama halnya kita juga bisa menyimpan dalam memori sementara sekitar 7 item. Keempat, seseorang yang mempersepsi, biasanya memisah-misahkan informasi yang diterima ke dalam katagori besar atau rata-rata berdasarkan banyaknya stimuli, pengalaman dan maksud yang menyertainya. Hal ini biasanya disebut dengan istilah “mengelompokkan” (to chunk, cluster, group). Kelima, semakin tertata atau terpola suatu pesan itu dipersepsi, semakin banyak informasi yang dapat diproses dalam sekali waktu. Keenam, semakin familiar suatu pesan bagi seseorang, semakin mudah untuk dipersepsi. Kapasitas saluran (channel) tunggal Ketujuh, untuk pesan verbal pada situasi saluran tunggal, semakin sulit atau komplek suatu pesan verbal, semakin besar keunggulan (persepsual) saluran-visual (tertulis) daripada saluran-auditori (terucapkan). Kapasitas saluran majmuk Kedelapan, di mana suatu presentasi audio-visual berlangsung terlalu cepat, peserta dalam mempersepsi mesti memilih antara kedua saluran tersebut. Bisa jadi ia lebih memilih informasi-auditori daripada visual, atau sebaliknya. Hanya pada tingkat kecepatan yang lebih lambat ia mampu menghubungkan informasi dari kedua saluran.
  • 37. Kesembilan, ketika informasi diterima secara bersamaan dari beberapa sumber, salah satunya bisa mengurangi, menguatkan atau mempengaruhi (bias) terhadap yang lainnya. Di sini terjadi suatu interaksi. Kesepuluh, kapasitas persepsual akan tampak lebih membesar ketika dua modalitas, pendengaran dan penglihatan, dimanfaatkan secara bersamaan. Pelibatan dua pekerjaan (auditori dan visual), misalnya akan lebih saling menguatkan daripada memanfaatkan modalitas visual secara terpisah dengan modalitas auditori. Pembedaan (distinguishing) dan pengelompokan (grouping) Proses mempersepsi dan membuat katagorisasi tidak bisa dilepaskan dari kebiasaan yang kita terima dari lingkungan kita. Salah satu tugas primer dari desainer pembelajaran adalah menggubah terjadinya persepsi terhadap pelbagai kebiasaan tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya penguatan terhadap kebiasaan-kebiasaan itu agar tampak lebih dominan untuk dipersepsi. Di sini kebiasaan demikian penting karena tiga alasan. Pertama, kebiasaan yang kita terima memungkinkan kita untuk membuat katagorisasi, dan darinya kita dapat menangani (melakukan sensasi/penginderaan terhadap) banyaknya informasi yang membombardir kita. Kedua, kebiasaan yang kita terima merupakan dasar bagi sejumlah pengetahuan: fakta, konsep, opini, dan sikap. Dan terakhir, mengorganisir pesan merupakan salah satu tujuan utama desainer dalam mempengaruhi persepsi peserta didik terhadap pelbagai kebiasaan tersebut. Medan perseptual itu diorganisir, dan kebiasaan menjadi nyata melalui proses analisis dan sintesis. Pada tindakan analisis, kita biasa melakukan pembedaan atau pemisahan. Sedangkan pada tindakan sintesis, kita melakukan pengelompokan dan pengkombinasian. Dalam mendesain pesan pembelajaran, ada baiknya kita mempertimbangkan prinsip “pembedaan” dan “pengelompokan” ini, yang oleh Fleming dan Levie ditunjukkan dalam kaitannya dengan faktor keberbedaan (difference), kemiripan (similarity), dan kedekatan (proximity) melalui beberapa dalil berikut: Kesebelas, objek atau peristiwa itu dimaknai berlainan karena memiliki perbedaan satu atau banyak dimensinya. Dari itu, dalam mempersepsi seseorang cenderung untuk membeda-bedakan satu objek/peristiwa dengan lainnya lalu mengelompokkannya secara terpisah. Keduabelas, objek atau peristiwa itu dimaknai mirip karena memiliki persamaan dalam beberapa hal seperti tampilan, fungsi, jumlah, arah dan strukturnya. Dari itu, dalam mempersepsi seseorang cenderung mengelompokkan objek/peristiwa dan mengorganisirnya dalam kemiripan. Ketigabelas, sekali suatu bentuk atau pola sangat dibedakan dari kelompoknya, maka unsur-unsur di dalamnya cenderung lebih dipersepsi sebagai sejenis daripada kenyataannya. Lebih dari itu, pembedaan antara satu pola dengan lainnya akan diperkuat. Keempatbelas, objek atau peristiwa yang saling berdekatan, misalnya dari sisi waktu, ruang atau konteksnya, cenderung akan dipersepsi sebagai sesuatu yang saling terkait, misalnya dari sisi pembentukan, fungsi dan sebagainya.
  • 38. Kelimabelas, objek yang familiar biasanya mempertahankan karakteristik perseptualnya (pencahayaan, ukuran, ketajaman, pewarnaan) dari perubahan saat menjadi stimuli. Fenomena ini disebut konstansi (ketetapan) perseptual. Menghubungkan dan mengorganisir Selain berdasar pada kebiasaan untuk “membeda-bedakan” dan “memirip-miripkan”, kita juga terbiasa “menghubung-hubungkan” objek/peristiwa yang hendak kita persepsikan. Dari itu, dalam mendesain pesan pembelajaran kita juga perlu menambahkan pertimbangan faktor relationship sebagaimana ditunjukkan oleh kedua penulis dalam dalil berikut: Keenambelas, persepsi tentang hubungan akan terjadi manakala antar objek atau peristiwa -dilihat dari ide dasar, pola, ritme, struktur, atau keorganisasiannya- bertemu dan saling memberi satu sama lain. Ketujuhbelas, variasi ruang dan waktu pada susunan, pola dan struktur mempengaruhi persepsi tentang hubungan. Tentang hal ini, ada lima tipe susunan yang biasa dimanfaatkan dalam membuat variasi tingkatan untuk menunjukkan hubungan antar objek yang bervariasi. Yaitu: kedekatan (proximity), inklusi (inclusion), arahan (directionality), superordinasi (superordination), dan penguatan (accentuation). Ukuran dan kedalaman Ukuran dan kedalaman merupakan bagian yang esensial dan seringkali mempengaruhi persepsi kita terhadap hubungan. Sebagaimana ditunjukkan dalam beberapa dalil, di antaranya: Kedelapanbelas, ketika dipersepsi, ukuran secara timbal balik berkaitan dengan jarak. Semakin besar ukuran yang ada, semakin kecil jarak yang terjadi. Sebaliknya, semakin besar jaraknya, semakin kecil ukurannya. Kesembilanbelas, ukuran satu objek dalam suatu lahan memiliki hubungan dengan objek lainnya. Akan dipersepsi kekecilan manakala lahannya memuat pelbagai objek yang besar-besar, sebaliknya kebesaran manakala lahan itu memuat pelbagai objek yang kecil-kecil. Keduapuluh, persepsi terhadap kedalaman dalam tampilan dua dimensi dipengaruhi oleh hubungannya dengan ukuran (khususnya pada objek-objek yang familiar), perspektif linear, tingkat besar kecilnya susunan, dan sebagainya. Keduapuluh satu, persepsi tentang kesolidan dan kedalaman pada suatu objek dipengaruhi oleh pencahayaan seperti proyeksi bayangan, dan oleh ketajaman gambar. Tempat, Waktu dan gerakan
  • 39. Demikian pula dengan faktor lokasi, waktu dan gerakan juga berpengaruh terhadap persepsi kita terhadap sesuatu atau peristiwa. Kedekatan lokasi bagi perorangan misalnya berpengaruh pada persepsi apakah mereka tampak sebagai orang asing atau kerabat. Dari itu dalam desain pesan yang hendak kita rancang sebaiknya pertimbangan ini juga kita manfaatkan sebagaimana dalil berikut: Keduapuluh dua, persepsi spasial (tempat) langsung mengarahkan hubungannya kepada vertikal dan horizontal. Keduapuluh tiga, biasanya, persepsi tentang durasi dan interval waktu amat berhubungan dengan standard dan kerangka rujukan. Keduapuluh empat, waktu yang padat dengan kegiatan tampak berlalu lebih cepat daripada waktu yang luang dari kegiatan. Keduapuluh lima, persepsi tentang gerakan amat berhubungan dengan faktor waktu dan tempat. Persepsi dan kognisi Keduapuluh enam, sebaik-baik suatu objek atau peristiwa dipersepsikan bergantung kepada sejauh mana prinsip-prinsip perseptual itu berlaku. Semakin mudah dan dapat dipercaya suatu persepsi, akan semakin jauh kognisi mengelolanya: menyimpan, menformat konsep, menyelesaikan masalah, berpikir kreatif, dan melakukan perubahan sikap. AKHIRUL KALAM Persepsi sebagaimana yang kita pahami, ternyata memiliki peran amat penting dalam tata kognisi manusia. Bersama tindakan sensasi (penginderaan), memori dan berpikir, persepsi mampu “mengharu-birukan” tidak saja proses komunikasi intrapersonal (proses pengolohan informasi) tetapi juga proses komunikasi interpersonal. Di sinilah, guru dan desainer pembelajaran mendapatkan tantangannya. Mampukah ia menghadirkan kondisi belajar yang representatif dan memudahkan peserta didik dalam mempersepsi -yakni memberikan makna pada stimuli inderawi berupa- pesan pembelajaran secara positif sebagaimana yang diinginkan sang guru/desainer. Dari itu, memahami prinsip-prinsip perseptual dan memanfaatkannya dalam mendesain pesan pembelajaran, sebagaimana yang dianjurkan oleh Fleming dan Levie, penting untuk dilakukan. Di antara prinsip perseptual itu adalah: relatifitas, selektifitas, pengorganisasian, kecenderungan, keterbatasan, pembedaan, pengelompokan, dan hubungan. DAFTAR PUSTAKA Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, Hilgard, E.R. 1997. Pengantar psikologi. Jakarta: Erlangga.
  • 40. Fleming, Malcolm & W. Howard Levie. 1981. Instructional Message Design: Principles from the Behavioral Sciences. New Jersey: Educational Technology Publications. Irwanto. 2002. Psikologi umum (buku panduan mahasiswa). Jakarta : PT. Prehallindo. Kartono, K dan Gulo, D. 2000. Kamus psikologi. Bandung : CV. Pionir Jaya. ______. 1990. Psikologi umum. Bandung : Mandar Maju. Mahmud, M.D. 1990. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta : BPFE. Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Saleh, A.R dan Wahab, M.A. 2004. Psikologi suatu pengantar (dalam perspektif Islam). Jakarta : Kencana. Sarwono, S.W. 1987. Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Rajawali. Sobur, A. 2003. Psikologi umum. Bandung : Pustaka setia. Thoha, M. 1988. Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali. Vandenbos, Gary R. (Editor in Chief). 2002. APA Dictionary of Psychology. Washington DC: American Psychological Association. Walgito, B. 1990. Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset. [1] Fleming, Malcolm & W. Howard Levie. 1981. Instructional Message Design: Principles from the Behavioral Sciences. New Jersey: Educational Technology Publications. hal. 53-95 [2] Ibid., halaman ix [3] Proses mendesain berbeda dengan proses melaksanakan. Di mana desain pesan bersifat konseptual yang membedakannya dengan kejadian suatu tindakan atau peristiwa komunikasi dan pembelajaran. Desain pesan bisa saja terjadi secara tiba-tiba (tanpa perencanaan) bersamaan dengan tindakan pembelajaran. Gagne (1965), seperti yang dikutip dalam buku ini, membedakan antara “predesign” dan “extemporaneous design”. Guru seringkali melakukan keduanya. Ia membuat rencana pembelajaran sebelum mengajar (predesign) dan ia juga memodifikasinya ketika mengajar (extemporaneous design) Ibid., halaman ix-x. Dari itu, benarlah kiranya apa yang disinggung oleh Prof. Dimyati bahwa perencanaan pembelajaran
  • 41. bisa saja berbeda dengan tindakan pelaksanaan sebagai dampak pengiringnya. Catatan pribadi pada kuliah Prof. Dimyati, MK. Perencanaan Kurikulum. Tanggal 2 Maret 2009. [4] Ibid., halaman x [5] Secara praksis, pertanyaan yang muncul dari asumsi ini ialah bagaimana bisa prinsip (generalisasi) ilmu-ilmu behavioral diaplikasikan ke dalam desain pesan pembelajaran? Secara umum buku ini ingin menjawab pertanyaan tersebut. Ibid., halaman xi. [6] Vandenbos, Gary R. (Editor in Chief). 2002. APA Dictionary of Psychology. Washington DC: American Psychological Association. Halaman 683 [7] Kartono, K dan Gulo, D. (2000). Kamus psikologi. Bandung : CV. Pionir Jaya. Halaman 343. [8] Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, Hilgard, E.R. (1997). Pengantar psikologi. Jakarta: Erlangga. Halaman 201 [9] Walgito, B. (1990). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta : Andi Offset. Halaman 53 [10] Vandenbos, Op.Cit. Halaman 683 [11] Kartono, K. (1990). Psikologi umum. Bandung : Mandar Maju. Halaman 61 [12] Lihat Mahmud, M.D. 1990. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta : BPFE. Halaman 41 [13] Lihat Sarwono, S.W. (1987). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta : Rajawali. Halaman 95. [14] Saleh, A.R dan Wahab, M.A. (2004). Psikologi suatu pengantar (dalam perspektif Islam). Jakarta : Kencana. Halaman 88. [15] Thoha, M. 1988. Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali. Halaman 138 [16] Rakhmat, Jalaluddin. 2001. Psikologi komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Halaman 51. [17] Ibid. [18] Sobur, A. (2003). Psikologi umum. Bandung : Pustaka setia. Halaman 447. [19] Irwanto. (2002). Psikologi umum (buku panduan mahasiswa). Jakarta : PT. Prehallindo. Halaman 71. [20] Thoha, Op.Cit., halaman 143
  • 42. [21] Lihat Rahmat, Op.Cit., halaman 55-58 [22] Lihat Shaleh dan Wahab. Op.Cit., halaman 89 [23] Lihat Walgito. Op.Cit., halaman 54