SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 11
BAB I

                                         PENDAHULUAN




       Kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan yang
dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi
otomatis di antara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin (ada relasi interpersonal).
Kepemimpinan ini bisa berfungsi atas dasar: kekuasaan pemimpin untuk mengajak,
mempengaruhi dan menggerakkan orang-orang lain guna melakukan sesuatu, demi
pencapaian satu tujuan tertentu.

        Manusia pada akhirnya harus menyadari, bahwa dirinya adalah anggota dari satu
dunia yang teratur dan mempunyai ketertiban sendiri. Segenap aspek kebudayaan manusia
merupakan bentuk tatatertib yang dinamis yang mempunyai hukum-hukum serta “otonomi”
sendiri. Tanpa ketertiban, dunia akan merupakan khaos yang maha besar, merupakan
kekacauan yang tidak berkendali, dan pasti mengakibatkan musibah bagi umat manusia.
Maka salah satu cara untuk memelihara, mengurus, mengelola, mengendalikan, dan mengatur
(melakukan regulasi) terhadap dunia ini ialah: sarana berupa administrasi.1

       Dalam rangka melancarkan pembangunan yang tersebar di seluruh Indonesia, demi
pembinaan kestabilan politik serta kesatuan Bangsa dan memelihara politik keutuhan Negara
Kesatuan, ditinggalkan prinsip pemberian otonomi yang selauas-luasnya dan di anut asas:
Otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab yang dapat menjamin perkembangan dan
pembangunan Daerah, yang dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi. Asas
dekonsentrasi bukan sekedar komplemen atau pelengkap asas desentralisasi, akan tetapi sama
pentingnya dalam penyelenggaraan pemerintahan di Daerah.2

        Tujuan pemberian otonomi kepada Daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan
hasilguna penyelenggaraan pembangunan di Daerah, terutama dalam pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan
kestabilan politik dan kesatuan Bangsa.3

       Dengan telah dimulainya era otonomi daerah di Indonesia, make sistem pendidikan
yang sentralistis, secara normatif, perangkat perundangundangan yang mengatur tentang
pendidikan mesti disesuaikan dengan kebutuhan desentralisasi bidang pendidikan yang
merupakan konsekwensi logis dan diberlakukannya otonomi daerah.

       Otonomi daerah pada dasarnya merupakan perwujudan dari asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintah di daerah. Dengan desentralisasi berarti pemerintah pusat
diserahkan kepada daerah tersebut pada akhirnya manjadi urusan rumah tangga daerah yang

1
  DR. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepimpinan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1994, h. 5-6
2
  Prof. Amrah Muslimin, SH, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni, Bandung, 1986, h. 135
3
  Ibid, h. 138-139

                                                   1
bersangkutan. Dengan ditetapkannya kebijakan otonomi daerah mulai dari awal 2001, maka
di Indonesia lahirlah daerah-daerah otonomi yang berbasis di kabupaten dan kota. Dengan
demikian sebagai daerah otonomi, daerah kabupaten / kota memilki hak, wewenang dan
tanggung jawab untuk mengurus rumahtangganya sendiri dalam bidang-bidang tertentu yang
telah diserahkan kewenangannya oleh pemerintah pusat kepada daerah yang bersangkutan.




                                          2
BAB II

                                    PEMBAHASAN



       Sistem pendidikan nasional secara khusus diatur melalui UU No.2 tahun 1989.
Walaupun UU No.2 tahun 1989 cukup lengkap mengatur tentang pendidikan, seiring dengan
diberlakukannya otonomi daerah yang menghendaki adanya desentralisasi bidang
pendidikan, pemerintah memandang perlu untuk segera menyesuaikan UU tersebut dengan
paradigma baru pendidikan di era otonomi daerah. Kebijakan desentralisasi di bidang
pendidikan membawa konsekwensi adanya sejumlah wewenang yang semula dimiliki oleh
pusat berpindah menjadi kewenangan daerah. Pembagian kewenangan antara pusat dengan
daerah tersebut secara yuridis diatur melalui PP No.25 tahun 2000.

       Pendidikan merupakan salah satu faktor utama untuk dapat mencapai kemakmuran
suatu negara, sebagaimana diatur secara tegas dalam pasal 31 ayat (1) Undang Undang Dasar
1945 (UUD 1945) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan. Ayat (2) menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Ayat (2) menegaskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya. Ayat (3) menetapkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang. Sedangkan ayat (4) menugaskan negara untuk memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja
negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan daerah (APBD) untuk mememenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

        Aturan yang termuat dalam Ayat (4) tersebut menunjukkan betapa penting dan betapa
prioritasnya bidang pendidikan di bumi nusantara ini. Sebanyak 20 persen atau seperlima
anggaran pemerintah pusat dan seperlima anggaran pemerintah daerah harus dialokasikan
untuk menyelenggarakan pendidikan. Dengan demikian, jelaslah bahwa negara kita
menempatkan pendidikan pada prioritas pertama dengan mengalokasikan anggaran terbesar
dari semua faktor. Pendidikan merupakan sektor yang memang perlu diprioritaskan negara
karena menyentuh langsung hak masyarakat, dan sangat terkait erat dengan pembangunan
sumberdaya manusia masa depan.

        Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-Undang No.22
Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan
pada manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas
kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era kompetitif
mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan desentralisasi akan
berpengaruh secara signifikan dengan pembangunan pendidikan. Setidaknya ada 4 dampak
positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi pendidikan, yaitu :

        1. Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka
           sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang
           dimiliki;



                                           3
2. Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber
              pajak lokal dan mengurangi biaya operasional;
           3. Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang
              dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat;
           4. Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada
              daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan.

       Pemberlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan diperkuatnya landasan dasar
pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan melibatkan partisipasi masyarakat
daerah. Muctar Buchori (2001) menyatakan pendidikan merupakan faktor penentu
keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan berfungsi sebagai pengembang
pengetahuan, ketrampilan, nilai dan kebudayaan.

        Desentralisasi pendidikan dapat terjadi dalam tiga tingkatan, yaitu Dekonstrasi,
Delegasi dan Devolusi (Fiorestal, 1997). Dekonstrasi adalah proses pelimpahan sebagian
kewenangan kepada pemerintahan atau lembaga yang lebih rendah dengan supervisi dan
pusat. Sementara Delegasi mengandung makna terjadinya penyerahan kekuasaan yang penuh
sehingga tidak lagi memerlukan supervisi dan pemerintah pusat. Pada Tingkat Devolusi di
bidang pendidikan terjadi apabila memenuhi 4 ciri, yaitu (1) terpisahnya peraturan
perundangan yang mengatur pendidikan di daerah dan di pusat; 2) kebebasan lembaga daerah
dalam mengelola pendidikan; 3) lepas dari supervisi hirarkhis dan pusat dan 4) kewenangan
lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, proses
desentralisasi pendidikan di Indonesia berdasarkan UU No.22 tahun 1999 lebih menjurus
kepada Devolusi, yang pertaruran pelaksanaannya tertuang pada Peraturan Pemerintah No.25
Tahun 2000, seluruh urusan pendidkan dengan jelas menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, kecuali Pendidikan Tinggi. Kewenangan Pemerintah Pusat hanya
menetapkan standar minimal, baik dalam persyaratan calon peserta didik, kompetensi peserta
didik, kurikulum nasional, penilaian hasil belajar, materi pelajaran pokok, pedoman
pembiayaan pendidikan dan melaksanakan fasilitas (Pasal 2 butir II).4

       Dalam konteks otonomi pendidikan, secara alamiah (nature) pendidikan adalah
otonom. Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk memandirikan seseorang atau suatu
lembaga atau suatu daerah, sehingga otonomi pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi
suatu otonomi dalam mewujudkan fungsi manajemen pendidikan kelembagaan.

        Namun sejak dilaksanakannya otonomi pendidikan, ternyata pelaksanaannya belum
berjalan sebagaimana diharapkan, justru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah
yaitu mahalnya biaya pendidikan.

       Sedangkan, pengertian otonomi pendidikan sesungguhnya terkandung makna
demokrasi dan keadilan sosial, artinya pendidikan dilakukan secara demokrasi sehingga
tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan pendidikan diperuntukkan bagi kepentingan
masyarakat, sesuai dengan cita-cita bangsa dalam mencerdaskan bangsa.


4
    Dr. Marihot Manulang, Otonomi Pendidikan. Pdf, h. 1

                                                4
KONSEP OTONOMI PENDIDIKAN

      Pengertian otonomi dalam konteks desentralisasi pendidikan, menurut Tilaar
mencakup enam aspek, yakni :5
      1. Pengaturan perimbangan kewenangan pusat dan daerah,
      2. Manajemen partisipasi masyarakat dalam pendidikan,
      3. Penguatan kapasitas manajemen pemerintah daerah,
      4. Pemberdayaan bersama sumber daya pendidikan,
      5. Hubungan kemitraan “stakeholders” pendidikan
      6. Pengembangan infrastruktur sosial.

      Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua,
Masyarakat dan Pemerintah.

       Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa
“Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
evaluasi program pendidikan ; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan
sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.

       Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah
Daerah, pasal 11 ayat (2) “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya
dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai
lima belas tahun”. Khusus ketentuan bagi Perguruan Tinggi, pasal 24 ayat (2) “Perguruan
Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat
penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat”.

        Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan
mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta
manajemen pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki
visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang
mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan masyarakat untuk
memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya, merancang sistem
pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal
Ika dalam perspektif tahun 2020. Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri,
melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata
tentang kondisi daerah sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam
upaya mengangkat harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya
saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif.

        Kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia berpijak pada legalitas hukum yang
diatur secara hirarkis dari yang tertinggi sampai yang paling rendah. Berdasarkan logika
yuridis, kebijakan mengenai kebijakan pendidikan yang ada dewasa ini pada saatnya sudah
dibuat sedemikian rupa sehingga selaras dengan logika hukum tersebut.


5
    www.pakguruonline.com

                                            5
Reformasi di bidang pendidikan dewasa ini merupakan sesuatu yang mesti dilakukan.
Dua faktor yang melatarbelakanginya adalah a) faktor eksternal yaitu adanya tuntutan
persaingan global di era kesejagatan dan b) faktor internal, yaitu perlunya penyesuaian sistem
pendidikan dengan kebijakan otonomi daerah yang menuntut adanya desentralisasi bidang
pendidikan.

        Masalah pendidikan termasuk salah satu bidang pemerintah yang wajib dilaksanakan
oleh daerah dan daerah kola. Sementara kewenangan yang sifatnya lintas kabupaten/kota
dilaksanakan oleh daerah otonomi propinsi. Kewenangan di bidang pendidikan yang bersifat
lintas kabupaten/kota juga dilaksanakan oleh daerah otonomi propinsi.

       Bagaimana halnya dengan kewenangan yang dimiliki daerah kabupaten dan kota
utamanya dalam bidang pendidikan dasar dan menengah serta pra sekolah? Peraturan
pemerintah nomor 25 tahun 2000 tidak merinci kewenangan kabupaten kota, mengapa
demikian ? Karena pada dasarnya seluruh kewenangan yang tidak dilaksanakan oleh
pemerintah pusat dan provinsi menjadi kewenangan kabutapen/kota.

       Mengacu kepada PP No. 25 tahun 2000, kewenangan kabupaten/kota khususnya
dalam bidang pendidikan dasar dan menengah serta pra sekolah dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:6

           1. Menyusun dan menetapkan petunjuk pelaksanaan pengelolaan TK, SD, SLTP,
               SMU, dan SMK.
           2. Menetapkan kurikulum muatan lokal SD, SLTP, SMU, dan SMK.
           3. Melaksanakan kurikulum nasional atas dasar penetapan dan dalam pelaksanaan
               pemerintah dan lokal.
           4. Mengembangkan standar kompetensi siswa TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK atas
               dasar minimal kompetensi yang ditetapkan minimal pemerintah.
           5. Memantau, mengendalikan dan menilai pelaksanaan POM dan manajemen
               sekolah.
           6. Menetapkan petunjuk pelaksanaan penilaian hasil belajar TK, SD, SLTP, SMU,
               dan SMK.
           7. Melaksanakan evaluasi hasil belajar tahap akhir TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK.
           8. Menetapkan petunjuk pelaksanaan kalender pendidikan TK, SD, SLTP, SMU, dan
               SMK.
           9. Menyusun rencana dan melaksanaan pengadaan, pendistribusian, pendayagunaan
               dan perawatan sarana prasarana termasuk pembangunan infrastruktur TK, SD,
               SLTP, SMU, dan SMK.
           10. Mengadakan blanko STTB dan NEM SD, SLTP, SMU, dan SMK di
               kabupaten/kota.
           11. Mengadakan buku pelajaran pokok TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK.
           12. Memantau dan mengevaluasi penggunaan sarana prasarana TK, SD, SLTP, SMU
               dan SMK


6
    Dasar-Dasar Kebijakan dalam Pendidikan. Pdf

                                                  6
13. Menyusun petunjuk pelaksanaan kegiatan siswa TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK.
       14. Melaksanakan pembinaan kegiatan siswa TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK.
       15. Menetapkan kebijakan pelaksanaan penerimaan siswa TK, SD, SLTP, SMU, dan
           SMK.
       16. Menetapkan petunjuk pelaksanaan penerimaan siswa TK, SD, SLTP, SMU, dan
           SMK.
       17. Memantau dan mengevaluasi kegiatan siswa TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK.
       18. Merencanakan dan menetapkan pendirian dan penutupan TK, SD, SLTP, SMU,
           dan SMK.
       19. Melaksanakan akreditasi TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK.
       20. Melaksanakan monitoring dan evaluasi kinerja TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK.
       21. Melaksanakan program kerjasama luar negeri di bidang pendidikan dasar dan
           menengah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan pemerintah
       22. Membina pengelolaan TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK termasuk sekolah di
           daerahterpencil sekolah terbuka serta tenaga teknis kebudayaan.
       23. Melaksanakan mutasi tenaga kependidikan TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK.
       24. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan karir tenaga kependidikan TK, SD,
           SLTP, SMU, dan SMK, sekolah rintisan/unggulan dan sekolah yang terkena
           musibah bencana alam.
       25. Merencanakan kebutuhan, pengadaan, dan penempatan tenaga kependidikan TK,
           SD, SLTP, SMU, dan SMK.

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN OTONOMI PENDIDIKAN

        Pelaksanaan desentralisasi pendidikan atau disebut Otonomi Pendidikan masih belum
sepenuhnya berjalan sesuai dengan yang diharapkan, disebabkan karena kekurangsiapan
pranata sosial, politik dan ekonomi. Otonomi pendidikan akan memberi efek terhadap
kurikulum, efisiensi administrasi, pendapatan dan biaya pendidikan serta pemerataannya. Ada
6 faktor yang menyebabkan pelaksanaan otonomi pendidikan belum jalan, yaitu : 1) Belum
jelas aturan permainan tentang peran dan tata kerja di tingkat kabupaten dan kota. 2)
Pengelolaan sektor publik termasuk pengelolaan pendidikan yang belum siap untuk
dilaksankana secara otonom karena SDM yang terbatas serta fasilitas yang tidak memadai. 3)
Dana pendidikan dan APBD belum memadai. 4) Kurangnya perhatian pemerintah maupun
pemerintah daerah untuk lebih melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan. 5)
Otoritas pimpinan dalam hal ini Bupati, Walikota sebagai penguasa tunggal di daerah kurang
memperhatikan dengan sungguh-sungguh kondisi pendidikan di daerahnya sehingga
anggaran pendidikan belum menjadi prioritas utama. (6) kondisi dan setiap daerah tidak
memiliki kekuatan yang sama dalam penyelenggaraan pendidikan disebabkan perbedaan
sarana, prasarana dan dana yang dimiliki. Hal ini mengakibatkan akan terjadinya kesenjangan
antar daerah, sehingga pemerintah perlu membuat aturan dalam penentuan standar mutu
pendidikan nasional dengan memperhatikan kondisi perkembangan kemandirian masing-
masing daerah.




                                            7
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DALAM DUNIA PENDIDIKAN

        Otonomi pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya kebijakan
pendidikan yang diambil harus selalu dipertanggungjawabkan kepada publik, karena sekolah
didirikan merupakan institusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat.
Otonomi tanpa disertai dengan akuntabilitas publik bisa menjurus menjadi tindakan yang
sewenang-wenang.

      Berangkat dan ide otonomi pendidikan muncul beberapa konsep sebagai solusi dalam
menghadapi kendala dalam pelaksanaan otonomi pendidikan, yaitu :7

     1) Meningkatkan Manajemen Pendidikan Sekolah
        Menurut Wardiman Djajonegoro (1995) bahwa kualitas pendidikan dapat ditinjau dan
segi proses dan produk. Pendidikan disebut berkualitas dan segi proses jika proses belajar
mengajar berlangsung secara efektif, dan peserta didik mengalami pembelajaran yang
bermakna. Pendidikan disebut berkualitas dan segi produk jika mempunyai salah satu ciri-
ciri sebagai berikut :
        a. peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar
           (learning task) yang harus dikuasai dengan tujuan dan sasaran pendidikan,
           diantaranya hasil belajar akademik yang dinyatakan dalam prestasi belajar (kualitas
           internal);
        b. hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupan sehingga
           dengan belajar peserta didik bukan hanya mengetahui sesuatu, tetapi dapat
           melakukan sesuatu yang fungsional dalam kehidupannya (learning and learning),
        c. hasil pendidikan sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan khususnya dunia
           kerja.

       Menghadapi kondisi ini maka dilakukan pemantapan manajemen pendidikan yang
bertumpu pada kompetensi guru dan kesejahteraannya. Menurut Penelitian Simmons dan
Alexander (1980) bahwa ada tiga faktor untuk meningkatkan mutu pendidikan, yaitu
motivasi guru, buku pelajaran dan buku bacaan serta pekerjaan rumah. Dari hasil penelitian
ini tampak dengan jelas bahwa akhir penentu dalam meningkatkan mutu pendidikan tidak
pada bergantinya kurikulum, kemampuan manajemen dan kebijakan di tingkat pusat atau
pemerintah daerah, tetapi lebih kepada faktor-faktor internal yang ada di sekolah, yaitu
peranan guru, fasilitas pendidikan dan pemanfaatannya. Kepala Sekolah sebagai top
manajemen harus mampu memberdayakan semua unit yang dimiliki untuk dapat mengelola
semua infrastruktur yang ada demi pencapaian kinerja yang maksimal.

       Selain itu, untuk dapat meningkatkan otonomi manajemen sekolah yang mendukung
peningkatan mutu pendidikan, Pimpinan Sekolah harus memiliki kemampuan
untuk melibatkan partisipasi dan komitmen dan orangtua dan anggota masyarakat sekitar
sekolah untuk merumuskan dan mewujudkan visi, misi dan program peningkatan mutu
pendidikan secara bersama-sama; salah satu tujuan UU No.20 Tahun 2003 adalah untuk
memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran

7
    Ibid, Dr. Marihot, h. 8

                                              8
serta masyarakat, termasuk dalam meningkatkan sumber dana dalam penyelenggaraan
pendidikan.

        2) Reformasi Lembaga Keuangan Hubungan Pusat-Daerah
        Perlu dilakukan penataan tentang hubungan keuangan antara Pusat-Daerah
menyangkut pengelolaan pendapatan (revenue) dan penggunaannya (expenditure) untuk
kepentingan pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka memberikan
pelayanan publik yang berkualitas. Sumber keuangan diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah,
Dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang syah dengan melakukan
pemerataan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kegiatan pada suatu daerah, terutama
pada daerah miskin. Bila dimungkinkan dilakukan subsidi silang antara daerah yang kaya
kepada daerah yang miskin, agar pemerataan pendidikan untuk mendapatkan kualitas sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
        3) Kemauan Pemerintah Daerah Melakukan Perubahan
        Pada era otonom, kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah
daerah. Bila pemerintah daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia
pendidikan, ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerahnya akan maju.
Sebaiknya, kepala daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat
dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan
masyarakat yang well educated dan tidak pernah mendapat momentum yang baik untuk
berkembang. Otonomi pendidikan harus mendapat dukungan DPRD, karena DPRD-lah yang
merupakan penentu kebijakan di tingkat daerah dalam rangka otonomi tersebut. Di bidang
pendidikan, DPRD harus mempunyai peran yang kuat dalam membangun pradigma dan visi
pendidikan di daerahnya. Oleh karena itu, badan legislatif harus diberdayakan dan
memberdayakan diri agar mampu menjadi mitra yang baik. Kepala pemerintahan daerah,
kota diberikan masukan secara sistematis dan membangun daerah.
        4) Membangun Pendidikan Berbasis Masyarakat
        Kondisi Sumber Daya yang dimiliki setiap daerah tidak merata untuk seluruh
Indonesia. Untuk itu, pemerintah daerah dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan,
pakar kampus maupun pakar yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota sebagai Brain Trust atau
Think Thank untuk turut membangun daerahnya, tidak hanya sebagai pengamat, pemerhati,
pengecam kebijakan daerah. Sebaliknya, lembaga pendidikan juga harus membuka diri, lebih
banyak mendengar opini publik, kinerjanya dan tentang tanggung jawabnya dalam turut serta
memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.
        5) Pengaturan Kebijakan Pendidikan antara Pusat dan Daerah
        Pemerintah Pusat tidak diperkenankan mencampuri urusan pendidikan daerah
Pemerintah Pusat hanya diperbolehkan memberikan kebijakan-kebijakan bersifat nasional,
seperti aspek mutu dan pemerataan. Pemerintah pusat menetapkan standard mutu. Jadi,
pemerintah pusat hanya berperan sebagai fasilitator dan katalisator bukan regulator. Otonomi
pengelolaan pendidikan berada pada tingkat sekolah, oleh karena itu lembaga pemerintah
harus memberi pelayanan dan mendukung proses pendidikan agar berjalan efektif dan efisien.




                                             9
BAB III

                                       PENUTUP




        Desentralisasi pendidikan menempatkan sekolah sebagai garis depan dalam
berperilaku untuk mengelola pendidikan. Desentralisasi juga memberikan apresiasi terhadap
perbedaan kemampuan dan keberanekaragaman kondisi daerah dan rakyatnya. Perubahan
paradigma sistem pendidikan membutuhkan masa transisi. Reformasi pendidikan merupakan
realitas yang harus dilaksanakan, sehingga diharapkan para pelaku maupun penyelenggara
pendidikan harus proaktif, kritis dan mau berubah. Belajar dari pengalaman sebelumnya yang
sentralistik dan kurang demokratis membuat bangsa ini menjadi terpuruk. Marilah kita
melihat kepentingan bangsa dalam arti luas dari pada kepentingan pribadi atau golongan atau
kepentingan pemerintah pusat semata dengan menyelenggarakan otonomi pendidikan
sepenuh hati dan konsisten dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa dan
masyarakat yang berbudaya dan berdaya saing tinggi sehingga bangsa ini duduk sejajar
dengan bangsa-bangsa maju di dunia.




                                            10
DAFTAR PUSTAKA



-   Amrah Muslimin, 1986. Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah. Bandung:
    Alumni
-   Kartini Kartono, 1994. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: RajaGrafindo
    Persada
-   Marihot Manullang, Otonomi Pendidikan. Pdf
-   Kebijakan-Kebijakan dalam Pendidikan. Pdf
-   www.pakguruonline.com




                                    11

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Pengantar pendidikan alsep
Pengantar pendidikan alsepPengantar pendidikan alsep
Pengantar pendidikan alsep
alsep priani
 
Perkembangan pendidikan kewarganegaraan
Perkembangan pendidikan kewarganegaraanPerkembangan pendidikan kewarganegaraan
Perkembangan pendidikan kewarganegaraan
Mus Lih
 
hubungan konsep, nilai, moral dan norma denagn tuntutan perilaku warga negara
hubungan konsep, nilai, moral dan norma denagn tuntutan perilaku warga negarahubungan konsep, nilai, moral dan norma denagn tuntutan perilaku warga negara
hubungan konsep, nilai, moral dan norma denagn tuntutan perilaku warga negara
endang zr
 

Was ist angesagt? (18)

Kebijakan pendidikan di indonesia
Kebijakan pendidikan di indonesiaKebijakan pendidikan di indonesia
Kebijakan pendidikan di indonesia
 
Pengantar pendidikan alsep
Pengantar pendidikan alsepPengantar pendidikan alsep
Pengantar pendidikan alsep
 
memahami mata pelajaran pkn sd
memahami mata pelajaran pkn sdmemahami mata pelajaran pkn sd
memahami mata pelajaran pkn sd
 
Dasar dan tujuan pendidikan nasional
Dasar dan tujuan pendidikan nasionalDasar dan tujuan pendidikan nasional
Dasar dan tujuan pendidikan nasional
 
Perkembangan pendidikan kewarganegaraan
Perkembangan pendidikan kewarganegaraanPerkembangan pendidikan kewarganegaraan
Perkembangan pendidikan kewarganegaraan
 
Analisis Pengembangan Kurikulum PKn
Analisis Pengembangan Kurikulum PKnAnalisis Pengembangan Kurikulum PKn
Analisis Pengembangan Kurikulum PKn
 
Bahan ajar Pendidikan dan Kewarganegaraan
Bahan ajar Pendidikan dan KewarganegaraanBahan ajar Pendidikan dan Kewarganegaraan
Bahan ajar Pendidikan dan Kewarganegaraan
 
Kurikulum sma 2013 dan kompetensi dasar sma
Kurikulum sma 2013 dan kompetensi dasar smaKurikulum sma 2013 dan kompetensi dasar sma
Kurikulum sma 2013 dan kompetensi dasar sma
 
4. kurikulum min snd 2014
4. kurikulum min snd  20144. kurikulum min snd  2014
4. kurikulum min snd 2014
 
PKn di Indonesia
PKn di IndonesiaPKn di Indonesia
PKn di Indonesia
 
Sebuah Kajian Mengenai Pendidikan Kewarganegaraan di Australia
Sebuah Kajian Mengenai Pendidikan Kewarganegaraan di AustraliaSebuah Kajian Mengenai Pendidikan Kewarganegaraan di Australia
Sebuah Kajian Mengenai Pendidikan Kewarganegaraan di Australia
 
Landasan hukum pendidikan
Landasan hukum pendidikanLandasan hukum pendidikan
Landasan hukum pendidikan
 
hubungan konsep, nilai, moral dan norma denagn tuntutan perilaku warga negara
hubungan konsep, nilai, moral dan norma denagn tuntutan perilaku warga negarahubungan konsep, nilai, moral dan norma denagn tuntutan perilaku warga negara
hubungan konsep, nilai, moral dan norma denagn tuntutan perilaku warga negara
 
makalh pengantar pendidikan
makalh pengantar pendidikanmakalh pengantar pendidikan
makalh pengantar pendidikan
 
Ciyeng aprilorenza 20042195 tugas pkn pert 2
Ciyeng aprilorenza 20042195 tugas pkn pert 2Ciyeng aprilorenza 20042195 tugas pkn pert 2
Ciyeng aprilorenza 20042195 tugas pkn pert 2
 
Ppt landasan hukum pendidikan
Ppt landasan hukum pendidikanPpt landasan hukum pendidikan
Ppt landasan hukum pendidikan
 
Draft kurikulum-2013
Draft kurikulum-2013Draft kurikulum-2013
Draft kurikulum-2013
 
Tugas pkn siap tempur
Tugas pkn siap tempurTugas pkn siap tempur
Tugas pkn siap tempur
 

Ähnlich wie Dimensi Dimensi Otonomi Kepemimpinan dalam Satuan Pendidikan

Makalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerah
Makalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerahMakalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerah
Makalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerah
HaubibBro
 
Rencana pembangunan pendidikan nasional
Rencana pembangunan pendidikan nasionalRencana pembangunan pendidikan nasional
Rencana pembangunan pendidikan nasional
Muhtar Muhtar
 
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Jerry Makawimbang
 
Kurikulum 2013 doc.
Kurikulum 2013 doc.Kurikulum 2013 doc.
Kurikulum 2013 doc.
kana rozi
 
Tugas system komunikasi indonesia
Tugas system komunikasi indonesiaTugas system komunikasi indonesia
Tugas system komunikasi indonesia
indraagus
 
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan Berbasis MasyarakatPendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan Berbasis Masyarakat
asnawidm
 

Ähnlich wie Dimensi Dimensi Otonomi Kepemimpinan dalam Satuan Pendidikan (20)

Makalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerah
Makalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerahMakalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerah
Makalah kebijakan pendidikan di era otonomi daerah
 
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIAHUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
HUBUNGAN OTONOMI DAERAH DAN SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
 
Mbs implikasi manajemenkurikulum_sistem
Mbs implikasi manajemenkurikulum_sistemMbs implikasi manajemenkurikulum_sistem
Mbs implikasi manajemenkurikulum_sistem
 
kelompok 9 ilmu pendidikan.pptx
kelompok 9 ilmu pendidikan.pptxkelompok 9 ilmu pendidikan.pptx
kelompok 9 ilmu pendidikan.pptx
 
SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIASEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
SEJARAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
 
Rencana pembangunan pendidikan nasional
Rencana pembangunan pendidikan nasionalRencana pembangunan pendidikan nasional
Rencana pembangunan pendidikan nasional
 
3764 9717-1-sm
3764 9717-1-sm3764 9717-1-sm
3764 9717-1-sm
 
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
Implementasi pelaksanaan otonomi daerah dalam konteks desentralisasi pembangu...
 
Presentasi pkn
Presentasi pknPresentasi pkn
Presentasi pkn
 
Kurikulum 2013 doc.
Kurikulum 2013 doc.Kurikulum 2013 doc.
Kurikulum 2013 doc.
 
Tugas system komunikasi indonesia
Tugas system komunikasi indonesiaTugas system komunikasi indonesia
Tugas system komunikasi indonesia
 
Pengantar Pendidikan
Pengantar PendidikanPengantar Pendidikan
Pengantar Pendidikan
 
Inisiasi 8
Inisiasi 8Inisiasi 8
Inisiasi 8
 
Pendidikan
PendidikanPendidikan
Pendidikan
 
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan Berbasis MasyarakatPendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan Berbasis Masyarakat
 
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer MalangMakalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
 
Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2
 
Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2Makalah sistem pemerintahan 2
Makalah sistem pemerintahan 2
 
PENDIDIKAN DI INDONESIA
PENDIDIKAN DI INDONESIAPENDIDIKAN DI INDONESIA
PENDIDIKAN DI INDONESIA
 
Tugas tik topik 6 (2) 1
Tugas tik topik 6 (2) 1Tugas tik topik 6 (2) 1
Tugas tik topik 6 (2) 1
 

Kürzlich hochgeladen

SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
AlfandoWibowo2
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
dpp11tya
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
novibernadina
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 

Kürzlich hochgeladen (20)

SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 

Dimensi Dimensi Otonomi Kepemimpinan dalam Satuan Pendidikan

  • 1. BAB I PENDAHULUAN Kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi otomatis di antara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin (ada relasi interpersonal). Kepemimpinan ini bisa berfungsi atas dasar: kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi dan menggerakkan orang-orang lain guna melakukan sesuatu, demi pencapaian satu tujuan tertentu. Manusia pada akhirnya harus menyadari, bahwa dirinya adalah anggota dari satu dunia yang teratur dan mempunyai ketertiban sendiri. Segenap aspek kebudayaan manusia merupakan bentuk tatatertib yang dinamis yang mempunyai hukum-hukum serta “otonomi” sendiri. Tanpa ketertiban, dunia akan merupakan khaos yang maha besar, merupakan kekacauan yang tidak berkendali, dan pasti mengakibatkan musibah bagi umat manusia. Maka salah satu cara untuk memelihara, mengurus, mengelola, mengendalikan, dan mengatur (melakukan regulasi) terhadap dunia ini ialah: sarana berupa administrasi.1 Dalam rangka melancarkan pembangunan yang tersebar di seluruh Indonesia, demi pembinaan kestabilan politik serta kesatuan Bangsa dan memelihara politik keutuhan Negara Kesatuan, ditinggalkan prinsip pemberian otonomi yang selauas-luasnya dan di anut asas: Otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan Daerah, yang dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi. Asas dekonsentrasi bukan sekedar komplemen atau pelengkap asas desentralisasi, akan tetapi sama pentingnya dalam penyelenggaraan pemerintahan di Daerah.2 Tujuan pemberian otonomi kepada Daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasilguna penyelenggaraan pembangunan di Daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan Bangsa.3 Dengan telah dimulainya era otonomi daerah di Indonesia, make sistem pendidikan yang sentralistis, secara normatif, perangkat perundangundangan yang mengatur tentang pendidikan mesti disesuaikan dengan kebutuhan desentralisasi bidang pendidikan yang merupakan konsekwensi logis dan diberlakukannya otonomi daerah. Otonomi daerah pada dasarnya merupakan perwujudan dari asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah. Dengan desentralisasi berarti pemerintah pusat diserahkan kepada daerah tersebut pada akhirnya manjadi urusan rumah tangga daerah yang 1 DR. Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepimpinan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1994, h. 5-6 2 Prof. Amrah Muslimin, SH, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni, Bandung, 1986, h. 135 3 Ibid, h. 138-139 1
  • 2. bersangkutan. Dengan ditetapkannya kebijakan otonomi daerah mulai dari awal 2001, maka di Indonesia lahirlah daerah-daerah otonomi yang berbasis di kabupaten dan kota. Dengan demikian sebagai daerah otonomi, daerah kabupaten / kota memilki hak, wewenang dan tanggung jawab untuk mengurus rumahtangganya sendiri dalam bidang-bidang tertentu yang telah diserahkan kewenangannya oleh pemerintah pusat kepada daerah yang bersangkutan. 2
  • 3. BAB II PEMBAHASAN Sistem pendidikan nasional secara khusus diatur melalui UU No.2 tahun 1989. Walaupun UU No.2 tahun 1989 cukup lengkap mengatur tentang pendidikan, seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah yang menghendaki adanya desentralisasi bidang pendidikan, pemerintah memandang perlu untuk segera menyesuaikan UU tersebut dengan paradigma baru pendidikan di era otonomi daerah. Kebijakan desentralisasi di bidang pendidikan membawa konsekwensi adanya sejumlah wewenang yang semula dimiliki oleh pusat berpindah menjadi kewenangan daerah. Pembagian kewenangan antara pusat dengan daerah tersebut secara yuridis diatur melalui PP No.25 tahun 2000. Pendidikan merupakan salah satu faktor utama untuk dapat mencapai kemakmuran suatu negara, sebagaimana diatur secara tegas dalam pasal 31 ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Ayat (2) menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Ayat (2) menegaskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat (3) menetapkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Sedangkan ayat (4) menugaskan negara untuk memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan daerah (APBD) untuk mememenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Aturan yang termuat dalam Ayat (4) tersebut menunjukkan betapa penting dan betapa prioritasnya bidang pendidikan di bumi nusantara ini. Sebanyak 20 persen atau seperlima anggaran pemerintah pusat dan seperlima anggaran pemerintah daerah harus dialokasikan untuk menyelenggarakan pendidikan. Dengan demikian, jelaslah bahwa negara kita menempatkan pendidikan pada prioritas pertama dengan mengalokasikan anggaran terbesar dari semua faktor. Pendidikan merupakan sektor yang memang perlu diprioritaskan negara karena menyentuh langsung hak masyarakat, dan sangat terkait erat dengan pembangunan sumberdaya manusia masa depan. Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era kompetitif mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan desentralisasi akan berpengaruh secara signifikan dengan pembangunan pendidikan. Setidaknya ada 4 dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi pendidikan, yaitu : 1. Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki; 3
  • 4. 2. Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional; 3. Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat; 4. Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan. Pemberlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan diperkuatnya landasan dasar pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan melibatkan partisipasi masyarakat daerah. Muctar Buchori (2001) menyatakan pendidikan merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan berfungsi sebagai pengembang pengetahuan, ketrampilan, nilai dan kebudayaan. Desentralisasi pendidikan dapat terjadi dalam tiga tingkatan, yaitu Dekonstrasi, Delegasi dan Devolusi (Fiorestal, 1997). Dekonstrasi adalah proses pelimpahan sebagian kewenangan kepada pemerintahan atau lembaga yang lebih rendah dengan supervisi dan pusat. Sementara Delegasi mengandung makna terjadinya penyerahan kekuasaan yang penuh sehingga tidak lagi memerlukan supervisi dan pemerintah pusat. Pada Tingkat Devolusi di bidang pendidikan terjadi apabila memenuhi 4 ciri, yaitu (1) terpisahnya peraturan perundangan yang mengatur pendidikan di daerah dan di pusat; 2) kebebasan lembaga daerah dalam mengelola pendidikan; 3) lepas dari supervisi hirarkhis dan pusat dan 4) kewenangan lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, proses desentralisasi pendidikan di Indonesia berdasarkan UU No.22 tahun 1999 lebih menjurus kepada Devolusi, yang pertaruran pelaksanaannya tertuang pada Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000, seluruh urusan pendidkan dengan jelas menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, kecuali Pendidikan Tinggi. Kewenangan Pemerintah Pusat hanya menetapkan standar minimal, baik dalam persyaratan calon peserta didik, kompetensi peserta didik, kurikulum nasional, penilaian hasil belajar, materi pelajaran pokok, pedoman pembiayaan pendidikan dan melaksanakan fasilitas (Pasal 2 butir II).4 Dalam konteks otonomi pendidikan, secara alamiah (nature) pendidikan adalah otonom. Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah, sehingga otonomi pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi suatu otonomi dalam mewujudkan fungsi manajemen pendidikan kelembagaan. Namun sejak dilaksanakannya otonomi pendidikan, ternyata pelaksanaannya belum berjalan sebagaimana diharapkan, justru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah yaitu mahalnya biaya pendidikan. Sedangkan, pengertian otonomi pendidikan sesungguhnya terkandung makna demokrasi dan keadilan sosial, artinya pendidikan dilakukan secara demokrasi sehingga tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan pendidikan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat, sesuai dengan cita-cita bangsa dalam mencerdaskan bangsa. 4 Dr. Marihot Manulang, Otonomi Pendidikan. Pdf, h. 1 4
  • 5. KONSEP OTONOMI PENDIDIKAN Pengertian otonomi dalam konteks desentralisasi pendidikan, menurut Tilaar mencakup enam aspek, yakni :5 1. Pengaturan perimbangan kewenangan pusat dan daerah, 2. Manajemen partisipasi masyarakat dalam pendidikan, 3. Penguatan kapasitas manajemen pemerintah daerah, 4. Pemberdayaan bersama sumber daya pendidikan, 5. Hubungan kemitraan “stakeholders” pendidikan 6. Pengembangan infrastruktur sosial. Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah. Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan ; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2) “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun”. Khusus ketentuan bagi Perguruan Tinggi, pasal 24 ayat (2) “Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat”. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak lanjutnya, merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020. Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif. Kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia berpijak pada legalitas hukum yang diatur secara hirarkis dari yang tertinggi sampai yang paling rendah. Berdasarkan logika yuridis, kebijakan mengenai kebijakan pendidikan yang ada dewasa ini pada saatnya sudah dibuat sedemikian rupa sehingga selaras dengan logika hukum tersebut. 5 www.pakguruonline.com 5
  • 6. Reformasi di bidang pendidikan dewasa ini merupakan sesuatu yang mesti dilakukan. Dua faktor yang melatarbelakanginya adalah a) faktor eksternal yaitu adanya tuntutan persaingan global di era kesejagatan dan b) faktor internal, yaitu perlunya penyesuaian sistem pendidikan dengan kebijakan otonomi daerah yang menuntut adanya desentralisasi bidang pendidikan. Masalah pendidikan termasuk salah satu bidang pemerintah yang wajib dilaksanakan oleh daerah dan daerah kola. Sementara kewenangan yang sifatnya lintas kabupaten/kota dilaksanakan oleh daerah otonomi propinsi. Kewenangan di bidang pendidikan yang bersifat lintas kabupaten/kota juga dilaksanakan oleh daerah otonomi propinsi. Bagaimana halnya dengan kewenangan yang dimiliki daerah kabupaten dan kota utamanya dalam bidang pendidikan dasar dan menengah serta pra sekolah? Peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2000 tidak merinci kewenangan kabupaten kota, mengapa demikian ? Karena pada dasarnya seluruh kewenangan yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan provinsi menjadi kewenangan kabutapen/kota. Mengacu kepada PP No. 25 tahun 2000, kewenangan kabupaten/kota khususnya dalam bidang pendidikan dasar dan menengah serta pra sekolah dapat diidentifikasikan sebagai berikut:6 1. Menyusun dan menetapkan petunjuk pelaksanaan pengelolaan TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 2. Menetapkan kurikulum muatan lokal SD, SLTP, SMU, dan SMK. 3. Melaksanakan kurikulum nasional atas dasar penetapan dan dalam pelaksanaan pemerintah dan lokal. 4. Mengembangkan standar kompetensi siswa TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK atas dasar minimal kompetensi yang ditetapkan minimal pemerintah. 5. Memantau, mengendalikan dan menilai pelaksanaan POM dan manajemen sekolah. 6. Menetapkan petunjuk pelaksanaan penilaian hasil belajar TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 7. Melaksanakan evaluasi hasil belajar tahap akhir TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 8. Menetapkan petunjuk pelaksanaan kalender pendidikan TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 9. Menyusun rencana dan melaksanaan pengadaan, pendistribusian, pendayagunaan dan perawatan sarana prasarana termasuk pembangunan infrastruktur TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 10. Mengadakan blanko STTB dan NEM SD, SLTP, SMU, dan SMK di kabupaten/kota. 11. Mengadakan buku pelajaran pokok TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 12. Memantau dan mengevaluasi penggunaan sarana prasarana TK, SD, SLTP, SMU dan SMK 6 Dasar-Dasar Kebijakan dalam Pendidikan. Pdf 6
  • 7. 13. Menyusun petunjuk pelaksanaan kegiatan siswa TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 14. Melaksanakan pembinaan kegiatan siswa TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 15. Menetapkan kebijakan pelaksanaan penerimaan siswa TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 16. Menetapkan petunjuk pelaksanaan penerimaan siswa TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 17. Memantau dan mengevaluasi kegiatan siswa TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 18. Merencanakan dan menetapkan pendirian dan penutupan TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 19. Melaksanakan akreditasi TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 20. Melaksanakan monitoring dan evaluasi kinerja TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 21. Melaksanakan program kerjasama luar negeri di bidang pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan pemerintah 22. Membina pengelolaan TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK termasuk sekolah di daerahterpencil sekolah terbuka serta tenaga teknis kebudayaan. 23. Melaksanakan mutasi tenaga kependidikan TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. 24. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan karir tenaga kependidikan TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK, sekolah rintisan/unggulan dan sekolah yang terkena musibah bencana alam. 25. Merencanakan kebutuhan, pengadaan, dan penempatan tenaga kependidikan TK, SD, SLTP, SMU, dan SMK. PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN OTONOMI PENDIDIKAN Pelaksanaan desentralisasi pendidikan atau disebut Otonomi Pendidikan masih belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan yang diharapkan, disebabkan karena kekurangsiapan pranata sosial, politik dan ekonomi. Otonomi pendidikan akan memberi efek terhadap kurikulum, efisiensi administrasi, pendapatan dan biaya pendidikan serta pemerataannya. Ada 6 faktor yang menyebabkan pelaksanaan otonomi pendidikan belum jalan, yaitu : 1) Belum jelas aturan permainan tentang peran dan tata kerja di tingkat kabupaten dan kota. 2) Pengelolaan sektor publik termasuk pengelolaan pendidikan yang belum siap untuk dilaksankana secara otonom karena SDM yang terbatas serta fasilitas yang tidak memadai. 3) Dana pendidikan dan APBD belum memadai. 4) Kurangnya perhatian pemerintah maupun pemerintah daerah untuk lebih melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan. 5) Otoritas pimpinan dalam hal ini Bupati, Walikota sebagai penguasa tunggal di daerah kurang memperhatikan dengan sungguh-sungguh kondisi pendidikan di daerahnya sehingga anggaran pendidikan belum menjadi prioritas utama. (6) kondisi dan setiap daerah tidak memiliki kekuatan yang sama dalam penyelenggaraan pendidikan disebabkan perbedaan sarana, prasarana dan dana yang dimiliki. Hal ini mengakibatkan akan terjadinya kesenjangan antar daerah, sehingga pemerintah perlu membuat aturan dalam penentuan standar mutu pendidikan nasional dengan memperhatikan kondisi perkembangan kemandirian masing- masing daerah. 7
  • 8. PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DALAM DUNIA PENDIDIKAN Otonomi pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya kebijakan pendidikan yang diambil harus selalu dipertanggungjawabkan kepada publik, karena sekolah didirikan merupakan institusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat. Otonomi tanpa disertai dengan akuntabilitas publik bisa menjurus menjadi tindakan yang sewenang-wenang. Berangkat dan ide otonomi pendidikan muncul beberapa konsep sebagai solusi dalam menghadapi kendala dalam pelaksanaan otonomi pendidikan, yaitu :7 1) Meningkatkan Manajemen Pendidikan Sekolah Menurut Wardiman Djajonegoro (1995) bahwa kualitas pendidikan dapat ditinjau dan segi proses dan produk. Pendidikan disebut berkualitas dan segi proses jika proses belajar mengajar berlangsung secara efektif, dan peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna. Pendidikan disebut berkualitas dan segi produk jika mempunyai salah satu ciri- ciri sebagai berikut : a. peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas belajar (learning task) yang harus dikuasai dengan tujuan dan sasaran pendidikan, diantaranya hasil belajar akademik yang dinyatakan dalam prestasi belajar (kualitas internal); b. hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupan sehingga dengan belajar peserta didik bukan hanya mengetahui sesuatu, tetapi dapat melakukan sesuatu yang fungsional dalam kehidupannya (learning and learning), c. hasil pendidikan sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan khususnya dunia kerja. Menghadapi kondisi ini maka dilakukan pemantapan manajemen pendidikan yang bertumpu pada kompetensi guru dan kesejahteraannya. Menurut Penelitian Simmons dan Alexander (1980) bahwa ada tiga faktor untuk meningkatkan mutu pendidikan, yaitu motivasi guru, buku pelajaran dan buku bacaan serta pekerjaan rumah. Dari hasil penelitian ini tampak dengan jelas bahwa akhir penentu dalam meningkatkan mutu pendidikan tidak pada bergantinya kurikulum, kemampuan manajemen dan kebijakan di tingkat pusat atau pemerintah daerah, tetapi lebih kepada faktor-faktor internal yang ada di sekolah, yaitu peranan guru, fasilitas pendidikan dan pemanfaatannya. Kepala Sekolah sebagai top manajemen harus mampu memberdayakan semua unit yang dimiliki untuk dapat mengelola semua infrastruktur yang ada demi pencapaian kinerja yang maksimal. Selain itu, untuk dapat meningkatkan otonomi manajemen sekolah yang mendukung peningkatan mutu pendidikan, Pimpinan Sekolah harus memiliki kemampuan untuk melibatkan partisipasi dan komitmen dan orangtua dan anggota masyarakat sekitar sekolah untuk merumuskan dan mewujudkan visi, misi dan program peningkatan mutu pendidikan secara bersama-sama; salah satu tujuan UU No.20 Tahun 2003 adalah untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran 7 Ibid, Dr. Marihot, h. 8 8
  • 9. serta masyarakat, termasuk dalam meningkatkan sumber dana dalam penyelenggaraan pendidikan. 2) Reformasi Lembaga Keuangan Hubungan Pusat-Daerah Perlu dilakukan penataan tentang hubungan keuangan antara Pusat-Daerah menyangkut pengelolaan pendapatan (revenue) dan penggunaannya (expenditure) untuk kepentingan pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Sumber keuangan diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah, Dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang syah dengan melakukan pemerataan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kegiatan pada suatu daerah, terutama pada daerah miskin. Bila dimungkinkan dilakukan subsidi silang antara daerah yang kaya kepada daerah yang miskin, agar pemerataan pendidikan untuk mendapatkan kualitas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 3) Kemauan Pemerintah Daerah Melakukan Perubahan Pada era otonom, kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah. Bila pemerintah daerah memiliki political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerahnya akan maju. Sebaiknya, kepala daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan masyarakat yang well educated dan tidak pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang. Otonomi pendidikan harus mendapat dukungan DPRD, karena DPRD-lah yang merupakan penentu kebijakan di tingkat daerah dalam rangka otonomi tersebut. Di bidang pendidikan, DPRD harus mempunyai peran yang kuat dalam membangun pradigma dan visi pendidikan di daerahnya. Oleh karena itu, badan legislatif harus diberdayakan dan memberdayakan diri agar mampu menjadi mitra yang baik. Kepala pemerintahan daerah, kota diberikan masukan secara sistematis dan membangun daerah. 4) Membangun Pendidikan Berbasis Masyarakat Kondisi Sumber Daya yang dimiliki setiap daerah tidak merata untuk seluruh Indonesia. Untuk itu, pemerintah daerah dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan, pakar kampus maupun pakar yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota sebagai Brain Trust atau Think Thank untuk turut membangun daerahnya, tidak hanya sebagai pengamat, pemerhati, pengecam kebijakan daerah. Sebaliknya, lembaga pendidikan juga harus membuka diri, lebih banyak mendengar opini publik, kinerjanya dan tentang tanggung jawabnya dalam turut serta memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. 5) Pengaturan Kebijakan Pendidikan antara Pusat dan Daerah Pemerintah Pusat tidak diperkenankan mencampuri urusan pendidikan daerah Pemerintah Pusat hanya diperbolehkan memberikan kebijakan-kebijakan bersifat nasional, seperti aspek mutu dan pemerataan. Pemerintah pusat menetapkan standard mutu. Jadi, pemerintah pusat hanya berperan sebagai fasilitator dan katalisator bukan regulator. Otonomi pengelolaan pendidikan berada pada tingkat sekolah, oleh karena itu lembaga pemerintah harus memberi pelayanan dan mendukung proses pendidikan agar berjalan efektif dan efisien. 9
  • 10. BAB III PENUTUP Desentralisasi pendidikan menempatkan sekolah sebagai garis depan dalam berperilaku untuk mengelola pendidikan. Desentralisasi juga memberikan apresiasi terhadap perbedaan kemampuan dan keberanekaragaman kondisi daerah dan rakyatnya. Perubahan paradigma sistem pendidikan membutuhkan masa transisi. Reformasi pendidikan merupakan realitas yang harus dilaksanakan, sehingga diharapkan para pelaku maupun penyelenggara pendidikan harus proaktif, kritis dan mau berubah. Belajar dari pengalaman sebelumnya yang sentralistik dan kurang demokratis membuat bangsa ini menjadi terpuruk. Marilah kita melihat kepentingan bangsa dalam arti luas dari pada kepentingan pribadi atau golongan atau kepentingan pemerintah pusat semata dengan menyelenggarakan otonomi pendidikan sepenuh hati dan konsisten dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa dan masyarakat yang berbudaya dan berdaya saing tinggi sehingga bangsa ini duduk sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia. 10
  • 11. DAFTAR PUSTAKA - Amrah Muslimin, 1986. Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah. Bandung: Alumni - Kartini Kartono, 1994. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: RajaGrafindo Persada - Marihot Manullang, Otonomi Pendidikan. Pdf - Kebijakan-Kebijakan dalam Pendidikan. Pdf - www.pakguruonline.com 11