SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 13
PENDAHULUAN 
Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) adalah kelainan multisistem yang ditandai 
dengan adanya panuveitis granulomatous disertai dengan pelepasan retina yang eksudatif dan 
sering disertai dengan manifestasi neurologis dan kutaneus.3 
Di Amerika Serikat, sindrom VKH ini merupakan suatu penyakit yang tidak umum, 
tetapi dapat ditemukan pada populasi orang Asia, Timur Tengah, Hispanik, dan Native 
American. Sindrom VKH ini sangat jarang ditemukan pada orang berkulit putih. Dalam 
laporan National Eye Institute, Nussenblatt dan rekan sekerjanya menyatakan bahwa 50% 
dari pasien mereka adalah orang dengan ras Kaukasia, 35% adalah orang berkulit hitam 
(AfricanAmerican), dan 13% adalah orang Hispanik atau Amerika Latin; walaupun begitu, 
sebagian besar dari pasien merupakan keturunan Native American. Di dunia, VKH paling 
sering ditemukan pada orang Asia (terutama pada orang dari Asia Timur dan Asia Tenggara), 
Timur Tengah, dan Hispanik. Sindrom VKH ini juga lebih banyak terjadi pada wanita 
dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 2:1. Sindrom VKH dilaporkan terjadi pada 
individu dengan usia antara 20-50 tahun dan paling sering terjadi pada dekade ketiga. 
Walaupun begitu, anak-anak dengan usia 4 tahun pernah dilaporkan menderita sindrom VKH 
ini.3 
Sindrom VKH biasanya diawali dengan gejala prodormal yang tidak spesifik seperti 
nyeri di kepala, vertigo, mual, kaku kuduk, muntah, dan demam subfebril yang dialami 
selama beberapa hari. Pasien biasanya datang ke dokter mata untuk mengatasi keluhan 
penglihatan, berupa kehilangan penglihatan mendadak, nyeri pada mata dan fotophobia. 
Gangguan pendengaran dan pusing mungkin dapat menyertai keluhan yang ada. Setelah 
beberapa minggu atau beberapa bulan, sebagian besar pasien akan memperhatikan adanya 
tanda-tanda kelainan pada kulit berupa kehilangan rambut, poliosis, vitiligo.2 
Pengobatan utama dari sindrom VKH adalah kortikosteroid seperti prednisone. Dosis 
tinggi kortikosteroid biasanya dibutuhkan untuk mengontrol inflamasi. Beberapa pasien 
mungkin perlu diberikan kortikosteroid secara intra vena karena secara oral tidak cukup 
efektif. Pengobatan yang diberikan lebih awal dan lebih agresif biasanya menghasilkan 
komplikasi yang lebih ringan dan derajat rekurensi yang lebih kecil. Dalam pengobatan 
sindrom VKH mungkin juga dibutuhkan terapi imunosupresi untuk membantu mencapai hasil 
yang diinginkan.9 
1
Pada pasien yang resisten steroid mungkin membutuhkan cyclosporin, azathioprine, 
dan chlorambucil. Selain itu dapat juga diberikan siklopegik, dan pengobatan gejala saraf 
lainnya.2 
Tujuan dibuatnya karya tulis ilmiah ini adalah untuk memperkaya pengetahuan para 
dokter sehingga mendapatkan kejelasan mengenai sindrom Vogt-Koyanagi-Harada, sehingga 
dapat mendiagnosis penyakit ini dan tidak merugikan pasien. Ketajaman dan kemampuan 
seorang dokter dalam mendiagnosis suatu penyakit secara otomatis akan menghasilkan suatu 
penatalaksanaan yang tepat sasaran dan tidak melenceng dari diagnosis yang telah 
ditegakkannya tersebut, sehingga pasien tidak akan merasa dokternya hanya melakukan 
praktek “coba-coba” terhadap pasiennya. 
2
ANATOMI 
3 
Mata terdiri dari : 
 Rongga orbita 
 Bola mata 
 Adneksa5 
Rongga Orbita 
Rongga orbita merupakan suatu rongga yang dibatasi dinding tulang dan berbentuk 
seperti piramida bersisi empat dengan puncak menuju kea rah foramen optic. Isi rongga orbita 
terdiri atas bola mata dengan saraf optiknya, enam otot penggerak bola mata, kelenjar air 
mata, pembuluh darah cabang arteri oftalmik, saraf cranial III, IV, VI, lemak dan fasia yang 
merupakan bantalan untuk bola mata.5 
Bola mata 
Terdiri dari : 
Dinding bola mata, yang terdiri dari : 
1. Sklera 
2. Kornea, terdiri dari : 
 Epitel 
 Membran Bowman 
 Stroma 
 Membran descemet 
 Endotel 
Isi Bola mata, yang terdiri dari : 
 Lensa 
 Uvea 
 Badan kaca 
 Retina5 
Adneksa 
 Kelopak mata 
 Sistem air mata (lakrimal)5
4 
Uvea 
Kata “Uvea” diambil dari bahasa latin “uva” yang berarti anggur. Ini dikarenakan jika 
batang anggur dipatahkan, maka lubangnya akan terlihat seperti pupil dan anggurnya adalah 
bola mata. 
Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sklera dan tenon yang 
terletak diantara lapisan korneosklera dan retina. Uvea merupakan jaringan lunak yang terdiri 
atas iris, badan siliar, dan koroid. Perbedaan ini dapat dilihat dibawah mikroskop. Secara 
klinis uvea dibagi menjadi dua, yaitu uvea anterior dan posterior. Uvea anterior terdiri atas iris 
dan badan siliar, sedangkan uvea posterior terdiri dari koroid.6 
Iris 
Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke arah anterior dan merupakan diafragma yang 
membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan posterior dimana ditengah-tengahnya 
terdapat lubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata menjadi dua, yaitu 
bilik mata depan dan bilik mata belakang. 
Pupil memiliki otot – otot, yaitu : 
1. otot sfingter pupil (M. Sphincter pupillae), yang berjalan sirkuler. Letaknya di dalam 
stroma, di dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf simpatis (N III) 
2. otot dilator pupil (M. dilatator pupillae), yang berjalan radier dari akar iris ke pupil, 
letaknya di bagian posterior stroma dan dipersarafi oleh saraf simpatis. 
Perdarahan pupil diurus oleh A. siliaris posterior yang di iris membentuk jaringan pembuluh 
darah : 
1. Di basis membentuk sirkulus arteriosis mayoris yang terletak di luar otot sfingter 
pupil. 
2. sirkulus arteriosus minoris yang tampak dari luar seperti “collarete”. 
Di antara kedua sirkulus ini ada anastomose berupa pembuluh darah berbentuk spiral. 
Pembuluh darah baliknya mengikuti arteri dan kemudian masuk ke dalam V.Vortikosa. 
persarafan keluar dari pleksus yang ada dalam badan siliar yang berasal dari N III dan saraf 
simpatis.6,7
Badan siliar 
Berbentuk segitiga yang terdiri atas dua bagian, yaitu : 
 Pars korona yang terletak di anterior, bergerigi yang panjangnya kira – kira 2 mm 
 Pars plana yang terletak di posterior, tidak bergerigi yang panjangnya kira – kira 4 mm 
5 
Pars korona 
Diliputi 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel iris. Bagian yang menonjol 
(prosesus siliaris) berwarna putih oleh karena tidak mengandung pigmen. Di dalam badan 
siliar mengandung 3 macam otot siliar yang berjalan radier, sirkular, dan longitudinal. Dari 
prosesus siliaris keluar serat – serat zonula zinii yang merupakan penggantung lensa. Badan 
siliar mengandung banyak pembuluh darah, pembuluh darah baliknya mengalirkan darahnya 
ke V. vortikosa. 
Pars plana 
Merupakan bagian yang tipis karena hanya terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot 
dengan pembuluh darah dan diliputi epitel.1,6,7 
Koroid 
Koroid terdiri dari : 
1. lapisan epitel pigmen 
2. membrane Bruch (lamina vitrea) 
3. koriokapiler 
4. pembuluh darah sedang 
5. pembuluh darah besar 
6. suprakoroid 
Lapisan suprakoroid terdiri dari lapisan protoplasma yang mengandung nukleus. 
Membrane Bruch terdiri dari membran yang tidak berstruktur. Pembuluh darah besar 
kebanyakan terdiri dari pembuluh darah balik yang kemudian bergabung menjadi vena 
vortikosa yang keluar dari setiap kuadran posterior dari bola mata dengan menembus sclera, 
yang kemudian menjadi vena oftalmika yang langsung masuk ke dalam sinus kavernosus.
Pembuluh darah arteri berasal dari arteri siliaris brevis. Lapisan – lapisan pembuluh 
darah ini juga mengandung jaringan elastis dan khromatofor diantaranya. Koroid melekat erat 
pada pinggir N II dan berakhir di ora serata.6,7 
PATOFISIOLOGI 
Etiologi dan faktor patogenik dari sindrom VKH ini tidak jelas. Gejala klinis sindrom 
VKH dengan episode seperti influenza mengarahkan pada kemungkinan asal penyakit ini 
adalah infeksi virus atau post-infeksi virus. Beberapa penelitian menyebutkan kemungkinan 
peran reaktivasi virus Epstein-Barr pada penyakit ini. Walaupun penyakit ini dianggap 
disebabkan oleh virus, tidak ada virus yang berhasil diisolasi ataupun dikultur dari pasien-pasien 
yang menderita sindrom VKH. Morris dan Schlaegel menemukan badan inklusi yang 
mirip virus pada cairan subretinal dari seorang pasien yang menderita sindrom VKH.2 
Data klinis dan penelitian juga mengarahkan pada penyebab immunologis. Suatu 
reaksi autoimun timbul akibat komponen antigen melanosit yang terdapat pada uvea, kulit dan 
meningen. Komponen ini kemungkinan mengandung tirosinas. Disimpulkan bahwa Th17 
pada T sel berperan pada inisiasi dan kelanjutan dari penyakit ini. Sindrom VKH dapat 
dikaitkan dengan kelainan autoimun lainnya seperti sindrom autoimun poligrandular, 
hipotiroid, tiroiditis Hashimoto, diabetes mellitus dan nefropati IgA. Suatu laporan tentang 
pasien-pasien yang mengalami sindrom VKH setelah trauma pada kulit, dimana dua kasus 
timbul setelah terapi BCG pada melanoma dan satu kasus timbul setelah operasi melanoma 
malignan yang sudah metastase. Laporan kasus juga mengindikasikan bahwa trauma tidak 
langsung pada jaringan yang mengandung melanosit dapat menginduksi timbulnya reaksi 
inflamasi pada mata.2 
Analisa limfosit cairan cerebrospinal pada sindrom VKH dan penelitian pada 
melanosit uvea manusia menunjukkan bahwa pigmen uvea dapat menstimulasi pembentukan 
limfosit pada pasien-pasien dengan sindrom VKH. Limfosit darah perifer dan cairan 
cerebrospinal pada penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa terjadi efek sitosoksik 
melawan sel-sel melanoma yang allogenik. Antibodi yang merusak bagian fotoreseptor pada 
retina juga ditemukan pada pasien-pasien dengan kelainan ini.2 
6
MANIFESTASI KLINIS 
7 
Terdapat 4 fase: 
1. Fase Prodromal 
o Biasanya berlangsung selama beberapa hari dan ditandai dengan adanya demam, 
sakit kepala, meningismus, mual, vertigo, nyeri orabita, dan tinnitus. Pelositosis 
pada cairan cerebrospinal terjadi pada lebih dari 80% pasien pada fase ini. Dapat 
juga disertai fotofobia dan lakrimasi, dan pasien juga mungkin akan menyadari 
bahwa kulit dan rambut mereka menjadi lebih sensitif terhadap sentuhan pada fase 
ini. 
o Manifestasi yang jarang ditemukan pada fase prodormal adalah kelainan saraf 
kranialis dan neuritis optik. 
o Pada beberapa pasien, gejala khas dari fase ini terkadang tidak muncul.1 
2. Fase Uveitik 
o Fase uveitik akut terjadi beberapa hari setelah fase prodormal pada kebanyakan 
pasien. Pada fase ini, gejala yang paling sering adalah penurunan visus mendadak 
pada kedua mata. 
o Secara klinis, dapat bermanifestasi menjadi uveitis posterior bilateral disertai 
edema retina, diskus optikus yang hiperemis atau edema, dan pada akhirnya dapat 
terjadi pelepasan dari retina. Sering ditemukan adanya uveitis anterior yang 
ditandai dengan adanya mutton-fat keratic precipitates dan nodul pada iris. 
Tekanan intraocular juga dapat meningkat, karena terjadinya rotasi kedepan dari 
diafragma lensa-iris. 
o Fase dapat berlangsung selama beberapa minggu.1 
3. Fase Kronik 
o Pada fase kronik, manifestasi pada mata dan kulit sering ditemukan. 
Depigmentation dari koroid dimulai dalam waktu 3 bulan sejak terjadinya 
penyakit tersebut. Area-area dengan pigmentasi berlebih dapat terjadi pada 
fundus. Nodul Dalen-Fuchs dapat terlihat pada retina bafian perifer dan 
midperifer. Nodul-nodul ini merupakan lesi kuning kecil yang biasanya berada di 
retina midperifer. Dengan berjalannya waktu, lesi-lesi ini akan menjadi pudar dan 
atrofik. Perubahan dermatologi termasuk vitiligo dan poliosis dari bulu mata, alis,
dan rambut. Vitiligo biasanya tersebar secara simetris dibagi atas kepala, kelopak 
mata, dan tubuh. 
o Lamanya fase kronis biasanya adalah beberapa bulan tapi dapat juga sampai 
8 
beberapa tahun.1 
4. Fase Rekuren 
o Pada fase rekuren, dapat terjadi panuveitis kronik disertai uveitis anterior 
granulomatous rekuren; bagaimanapun, uveitis posterior rekuren disertai dengan 
pelepasan retina yang serous jarang ditemukan. 
o Pada fase ini sering ditemukan komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada 
mata. Diantaranya katarak, glaucoma, neovaskularisasi koroidal, dan fibrosis 
subretinal. 1
DIAGNOSIS 
The American Uveitis Society merekomendasikan untuk mendiagnosa seseorang 
mengalami sindrom VKH maka orang tersebut harus mengalami keluhan tanpa didahului 
trauma atau tindakan operatif, dan setidaknya 3 dari 4 kriteria dibawah ini harus ditemukan 
juga. 
1. Bilateral iridosiklitis 
2. Uveitis posterior, yang meliputi pelepasan retina yang eksudatif, edema nervus 
optikus, atau atropi pada epitel pigmen retina. 
3. Pleositosis pada cairan cerebrospinal atau adanya tinnitus, disakusis, nyeri kepala atau 
meningismus, atau ada keterlibatan dari saraf kranial. 
4. Kelainan pada kulit berupa vitiligo, alopecia, atau poliosis1 
PEMERIKSAAN PENUNJANG 
9 
a. Laboratorium 
Pada cairan cerebrospinal ditemukan perubahan berupa pleositosis dan adanya 
makrofag melani- laden ( spesifik pada penyakit ini ), peningkatan jumlah protein, dan 
peningkatan tekanan.1 
b. Pencitraan 
Standardized A-scan and contact B-scan echography.1 
c. Pemeriksaan Histologis 
Biopsi kulit dilakukan setelah satu bulan munculnya kelainan penglihatan. Dari biopsy 
terlihat infiltrat mononuklear pada folikel rambut dan kelenjar keringat, dimana sebagian 
besar adalah sel limfosit T dan sebagian kecil adalah sel B. Pada kulit juga terlihat tidak 
adanya melanin. Selain itu, juga terlihat adanya vasodilatasi pada dermis, adanya 
makrofag pigmen- laden dan adanya infiltrate limfositik.1
10 
d. Pemeriksaan Lain 
- Angiografi Fluoresein yang menunjukkan adanya bagian yang hipofluoresen pada 
epitel pigmen retina. 
- Angiografi indosianin hijau pada koroid. 
- Audiometri yang menunjukkan adanya gangguan pendengaran.1 
DIAGNOSIS BANDING 
Dikarenakan gejala okular dan manifestasi sistemik pada simpatetik oftalmia sangat 
mirip dengan yang didapatkan pada VKH, simpatetik oftalmia merupakan salah satu diagnosa 
banding dari VKH. Anamnesis mengenai adanya trauma pada mata sangat penting karena 
dapat membantu membedakan antara simpatetik oftalmia dengan VKH. Manifestasi sistemik 
pada simpatetik oftalmia lebih jarang terjadi dan lebih ringan dibandingkan dengan yang 
terjadi pada VKH. 
Acute posterior multifocal plaocid pigment epitheliopathy dapat terjadi secara bilateral 
disertai dengan lesi yellow-white placid yang multiple, pelepasan retina eksudatif yang ringan, 
dan penurunan visus. Diskus optikus jarang bengkak. Pada pemeriksaan Fundus fluorescein 
angiography (FFA) pada fase akut menunjukkan adanya fluorosensi yang terhalangi pada fase 
awal dan pewarnaan lanjut pada lesi. 
Skleritis posterior juga merupakan salah satu peniru dari VKH. Manifestasi pada 
segmen posteriornya dapat menyerupai striae koroidal, striae makular, pelepasan retina 
eksudatif, dan vitritis. Bagaimanapun, didapatkan adanya inflamasi minimal pada segmen 
anterior dan biasanya terjadi pada satu mata. 
Diagnosis banding lainnya termasuk tuberculous choroidal mass, koroiditis sifilitik, 
dan sarkoidosis.2
TATALAKSANA 
Untuk kelainan pigmentasi pada sindrom VKH, penatalaksanaan sama seperti pada 
penderita vitiligo. Untuk inflamasi pada mata, penatalaksanaan termasuk pemberian 
kortikosteroid sistemik (prednisone 80-100 mg/ hari). Dosis tinggi kortikosteroid biasanya 
dibutuhkan untuk mengontrol inflamasi beberapa pasien mungkin perlu diberikan 
kortikosteroid secara intra vena karena secara oral tidak cukup kuat. Pengobatan yang 
diberikan lebih awal dan lebih agresif biasanya menghasilkan komplikasi yang lebih ringan 
dan derajat rekurensi yang lebih kecil. Dalam pengobatan VKH mungkin juga dibutuhkan 
terapi imunosupresi untuk membantu mencapai hasil yang diinginkan. 
Pada pasien yang resisten steroid mungkin membutuhkan cyclosporin, azathioprine, 
dan chlorambucil. Selain itu dapat juga diberikan siklopegik, dan pengobatan gejala saraf 
lainnya. 
Untuk terapi pembedahan dilakukan pada penderita sindrom VKH dengan glaucoma. 
Tindakan pembedahan yang dilakukan dapat berupa laser iridotomi, iridectomi, dan 
trabekulektomi.1,5 
PROGNOSIS 
- Perubahan pigmentasi bersifat permanen. 
- Perbaikan pada gangguan penglihatan bergantung pada cepat dan tepatnya 
11 
penatalaksanaan. 
- Kelainan pendengaran biasanya terkoreksi sepenuhnya.1 
KOMPLIKASI 
Komplikasi jangka panjang dapat berupa kehilangan penglihatan, peningkatan tekanan 
intraokular, glaukoma, katarak.1
Kesimpulan dan Saran 
Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) adalah kelainan multisistem yang ditandai 
dengan adanya panuveitis granulomatous disertai dengan pelepasan retina yang eksudatif dan 
sering disertai dengan manifestasi neurologis dan kutaneus. Penyebabnya adalah proses 
autoimun tetapi virus sebagai penyebab, belum dapat disingkirkan. 
Pada sindrom VKH ini terdapat 4 fase, yaitu fase prodromal, fase uveitik, fase kronik, 
dan fase rekuren. Untuk mendiagnosis seseorang menderita sindrom VKH harus didapatkan 3 
dari 4 kriteria, yaitu bilateral iridosiklitis, uveitis posterior, yang meliputi pelepasan retina 
yang eksudatif, edema nervus optikus, atau atropi pada epitel pigmen retina, pleositosis pada 
cairan cerebrospinal atau adanya tinnitus, disacusis, nyeri kepala atau meningismus, atau ada 
keterlibatan dari saraf kranial, dan kelainan pada kulit berupa vitiligo, alopecia, atau poliosis. 
Pengobatan adalah dengan pemberian kortikosteroid. Untuk membantu mencapai hasil 
yang diinginkan terkadang diperlukan juga terapi imunosupresi. Selain itu dapat juga 
diberikan siklopegik, dan pengobatan gejala saraf lainnya. Komplikasi jangka panjang yang 
dapat terjadi dapat berupa kehilangan penglihatan, peningkatan tekanan intraokular, 
glaukoma, katarak. Prognosis seringkali baik bila pengobatan diberikan pada fase dini. 
12
DAFTAR PUSTAKA 
1. American Uveitis society. Vogt-koyanagi-harada disease. [online]. 2001 January 19 
[cite 2001 January 28]. Available from: URL:www.american uveitissociety.com 
2. Anna CK, Camila KJ. Vogt-Koyanagi-Harada Syndrome [online]. 2009 Jul 15; 
Available from:URL: http://emedicine.medscape.com/article/1118177. 
3. Ang CL, Chee SP, Jap AH, Tan DTH, Wong TY. Clinical Opthalmology-An Asian 
Perspective. Singapore: Saunders Elsevier; 2005. 
4. Christopher W. Vogt-Koyanagi-Harada Disease [online]. 2008 Jan 5; Available 
from:URL: http://emedicine.medscape.com/article/1229432. 
5. Ilyas S et al. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2002 
6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. 
7. Ilyas S, Malangkay HHB, Taim H, Saman RR, Simarmata M, Widodo PS, editor. 
Ilmu Penyakit Mata: Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2. 
Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Jakarta: CV Sangung Seto; 2002. 
8. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology 6th Ed. United Kingdom: Elsevier;2007. 
9. William, Russel. Vogt-Koyanagi-Harada Disease. American Uveitis Society. 
13 
University of Alabama. January 2003.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

bedah-iskandar japardi50
bedah-iskandar japardi50bedah-iskandar japardi50
bedah-iskandar japardi50
Ratih Arfa
 
Askep space occupying lession ( sol )
Askep space occupying lession ( sol )Askep space occupying lession ( sol )
Askep space occupying lession ( sol )
Stiawan Akbar
 
80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebri80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebri
Cornelius Liza
 
Manajemen pasien stupor dan koma
Manajemen pasien stupor dan komaManajemen pasien stupor dan koma
Manajemen pasien stupor dan koma
Juin Siswanto
 
Tinjauan pustaka macular hole 1
Tinjauan pustaka macular hole 1Tinjauan pustaka macular hole 1
Tinjauan pustaka macular hole 1
prastika1
 
uveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referatuveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referat
Novi Vie Opie
 
perkembangan-sistem-syaraf
perkembangan-sistem-syarafperkembangan-sistem-syaraf
perkembangan-sistem-syaraf
REISA Class
 

Was ist angesagt? (20)

bedah-iskandar japardi50
bedah-iskandar japardi50bedah-iskandar japardi50
bedah-iskandar japardi50
 
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODOASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
 
Anatomi fisiologi retina
Anatomi fisiologi retinaAnatomi fisiologi retina
Anatomi fisiologi retina
 
Tugas 2 tuti
Tugas 2 tutiTugas 2 tuti
Tugas 2 tuti
 
INTRACRANIAL TUMOUR
INTRACRANIAL TUMOURINTRACRANIAL TUMOUR
INTRACRANIAL TUMOUR
 
Komplikasi diabetes melitus
Komplikasi diabetes melitusKomplikasi diabetes melitus
Komplikasi diabetes melitus
 
Askep space occupying lession ( sol )
Askep space occupying lession ( sol )Askep space occupying lession ( sol )
Askep space occupying lession ( sol )
 
Ilmu ajar penyakit mata
Ilmu ajar penyakit mataIlmu ajar penyakit mata
Ilmu ajar penyakit mata
 
80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebri80051025 edema-serebri
80051025 edema-serebri
 
Hipertensi okuli
Hipertensi okuliHipertensi okuli
Hipertensi okuli
 
KARDITIS
KARDITISKARDITIS
KARDITIS
 
Makalah peridarditis
Makalah peridarditisMakalah peridarditis
Makalah peridarditis
 
Manajemen pasien stupor dan koma
Manajemen pasien stupor dan komaManajemen pasien stupor dan koma
Manajemen pasien stupor dan koma
 
Keratitis mata
Keratitis mataKeratitis mata
Keratitis mata
 
Tinjauan pustaka macular hole 1
Tinjauan pustaka macular hole 1Tinjauan pustaka macular hole 1
Tinjauan pustaka macular hole 1
 
Abses otak
Abses otakAbses otak
Abses otak
 
uveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referatuveitis-anterior-referat
uveitis-anterior-referat
 
Tinjauan pustaka mooren's ulcer
Tinjauan pustaka mooren's ulcerTinjauan pustaka mooren's ulcer
Tinjauan pustaka mooren's ulcer
 
Tinjauan pustaka ektropion sikatrik
Tinjauan pustaka ektropion sikatrikTinjauan pustaka ektropion sikatrik
Tinjauan pustaka ektropion sikatrik
 
perkembangan-sistem-syaraf
perkembangan-sistem-syarafperkembangan-sistem-syaraf
perkembangan-sistem-syaraf
 

Andere mochten auch (7)

Power point sclerology miller.
Power point sclerology miller.Power point sclerology miller.
Power point sclerology miller.
 
Iridology
IridologyIridology
Iridology
 
Uveitis in Behcet disease and VKH
Uveitis in Behcet disease and VKHUveitis in Behcet disease and VKH
Uveitis in Behcet disease and VKH
 
Analisa & Herbanya
Analisa & HerbanyaAnalisa & Herbanya
Analisa & Herbanya
 
Iridology
IridologyIridology
Iridology
 
Diagnosa penyakit
Diagnosa penyakitDiagnosa penyakit
Diagnosa penyakit
 
Iridologi
IridologiIridologi
Iridologi
 

Ähnlich wie Refrat vogt

Askep Retinoblastoma
Askep RetinoblastomaAskep Retinoblastoma
Askep Retinoblastoma
Sri Nala
 

Ähnlich wie Refrat vogt (20)

Anatomi fisiologi retina AKPER MUNA
Anatomi fisiologi retina AKPER MUNA Anatomi fisiologi retina AKPER MUNA
Anatomi fisiologi retina AKPER MUNA
 
Bedah iskandar japardi46
Bedah iskandar japardi46Bedah iskandar japardi46
Bedah iskandar japardi46
 
Laporan pendahulua1
Laporan pendahulua1Laporan pendahulua1
Laporan pendahulua1
 
Askep Retinoblastoma
Askep RetinoblastomaAskep Retinoblastoma
Askep Retinoblastoma
 
Blok 24 (limfoma hodgkin)
Blok 24 (limfoma hodgkin)Blok 24 (limfoma hodgkin)
Blok 24 (limfoma hodgkin)
 
JR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptx
JR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptxJR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptx
JR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptx
 
Askep tumor mata
Askep tumor mataAskep tumor mata
Askep tumor mata
 
asuhan keperawatan ablasio retina
asuhan keperawatan ablasio retinaasuhan keperawatan ablasio retina
asuhan keperawatan ablasio retina
 
Bab i mte
Bab i mte Bab i mte
Bab i mte
 
294805506 referat-glaukoma
294805506 referat-glaukoma294805506 referat-glaukoma
294805506 referat-glaukoma
 
Ablasio retina
Ablasio retinaAblasio retina
Ablasio retina
 
Askep hidrosefalus AKPER PEMDA MUNA
Askep hidrosefalus AKPER PEMDA MUNA Askep hidrosefalus AKPER PEMDA MUNA
Askep hidrosefalus AKPER PEMDA MUNA
 
Meningokel dan Ensefalokel Poltekkes Surakarta
Meningokel dan Ensefalokel Poltekkes SurakartaMeningokel dan Ensefalokel Poltekkes Surakarta
Meningokel dan Ensefalokel Poltekkes Surakarta
 
Hidrosefalus summary.pdf
Hidrosefalus summary.pdfHidrosefalus summary.pdf
Hidrosefalus summary.pdf
 
Makalah meningitis anti
Makalah meningitis antiMakalah meningitis anti
Makalah meningitis anti
 
Asuhan Keperawatan Cidera Kepala
 Asuhan Keperawatan Cidera Kepala   Asuhan Keperawatan Cidera Kepala
Asuhan Keperawatan Cidera Kepala
 
Asuhan Keperawatan Cidera Kepala
Asuhan Keperawatan Cidera KepalaAsuhan Keperawatan Cidera Kepala
Asuhan Keperawatan Cidera Kepala
 
Tugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docx
Tugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docxTugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docx
Tugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docx
 
Tumor Orbita
Tumor OrbitaTumor Orbita
Tumor Orbita
 
Fakomatosis Presentation
Fakomatosis PresentationFakomatosis Presentation
Fakomatosis Presentation
 

Refrat vogt

  • 1. PENDAHULUAN Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) adalah kelainan multisistem yang ditandai dengan adanya panuveitis granulomatous disertai dengan pelepasan retina yang eksudatif dan sering disertai dengan manifestasi neurologis dan kutaneus.3 Di Amerika Serikat, sindrom VKH ini merupakan suatu penyakit yang tidak umum, tetapi dapat ditemukan pada populasi orang Asia, Timur Tengah, Hispanik, dan Native American. Sindrom VKH ini sangat jarang ditemukan pada orang berkulit putih. Dalam laporan National Eye Institute, Nussenblatt dan rekan sekerjanya menyatakan bahwa 50% dari pasien mereka adalah orang dengan ras Kaukasia, 35% adalah orang berkulit hitam (AfricanAmerican), dan 13% adalah orang Hispanik atau Amerika Latin; walaupun begitu, sebagian besar dari pasien merupakan keturunan Native American. Di dunia, VKH paling sering ditemukan pada orang Asia (terutama pada orang dari Asia Timur dan Asia Tenggara), Timur Tengah, dan Hispanik. Sindrom VKH ini juga lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 2:1. Sindrom VKH dilaporkan terjadi pada individu dengan usia antara 20-50 tahun dan paling sering terjadi pada dekade ketiga. Walaupun begitu, anak-anak dengan usia 4 tahun pernah dilaporkan menderita sindrom VKH ini.3 Sindrom VKH biasanya diawali dengan gejala prodormal yang tidak spesifik seperti nyeri di kepala, vertigo, mual, kaku kuduk, muntah, dan demam subfebril yang dialami selama beberapa hari. Pasien biasanya datang ke dokter mata untuk mengatasi keluhan penglihatan, berupa kehilangan penglihatan mendadak, nyeri pada mata dan fotophobia. Gangguan pendengaran dan pusing mungkin dapat menyertai keluhan yang ada. Setelah beberapa minggu atau beberapa bulan, sebagian besar pasien akan memperhatikan adanya tanda-tanda kelainan pada kulit berupa kehilangan rambut, poliosis, vitiligo.2 Pengobatan utama dari sindrom VKH adalah kortikosteroid seperti prednisone. Dosis tinggi kortikosteroid biasanya dibutuhkan untuk mengontrol inflamasi. Beberapa pasien mungkin perlu diberikan kortikosteroid secara intra vena karena secara oral tidak cukup efektif. Pengobatan yang diberikan lebih awal dan lebih agresif biasanya menghasilkan komplikasi yang lebih ringan dan derajat rekurensi yang lebih kecil. Dalam pengobatan sindrom VKH mungkin juga dibutuhkan terapi imunosupresi untuk membantu mencapai hasil yang diinginkan.9 1
  • 2. Pada pasien yang resisten steroid mungkin membutuhkan cyclosporin, azathioprine, dan chlorambucil. Selain itu dapat juga diberikan siklopegik, dan pengobatan gejala saraf lainnya.2 Tujuan dibuatnya karya tulis ilmiah ini adalah untuk memperkaya pengetahuan para dokter sehingga mendapatkan kejelasan mengenai sindrom Vogt-Koyanagi-Harada, sehingga dapat mendiagnosis penyakit ini dan tidak merugikan pasien. Ketajaman dan kemampuan seorang dokter dalam mendiagnosis suatu penyakit secara otomatis akan menghasilkan suatu penatalaksanaan yang tepat sasaran dan tidak melenceng dari diagnosis yang telah ditegakkannya tersebut, sehingga pasien tidak akan merasa dokternya hanya melakukan praktek “coba-coba” terhadap pasiennya. 2
  • 3. ANATOMI 3 Mata terdiri dari :  Rongga orbita  Bola mata  Adneksa5 Rongga Orbita Rongga orbita merupakan suatu rongga yang dibatasi dinding tulang dan berbentuk seperti piramida bersisi empat dengan puncak menuju kea rah foramen optic. Isi rongga orbita terdiri atas bola mata dengan saraf optiknya, enam otot penggerak bola mata, kelenjar air mata, pembuluh darah cabang arteri oftalmik, saraf cranial III, IV, VI, lemak dan fasia yang merupakan bantalan untuk bola mata.5 Bola mata Terdiri dari : Dinding bola mata, yang terdiri dari : 1. Sklera 2. Kornea, terdiri dari :  Epitel  Membran Bowman  Stroma  Membran descemet  Endotel Isi Bola mata, yang terdiri dari :  Lensa  Uvea  Badan kaca  Retina5 Adneksa  Kelopak mata  Sistem air mata (lakrimal)5
  • 4. 4 Uvea Kata “Uvea” diambil dari bahasa latin “uva” yang berarti anggur. Ini dikarenakan jika batang anggur dipatahkan, maka lubangnya akan terlihat seperti pupil dan anggurnya adalah bola mata. Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sklera dan tenon yang terletak diantara lapisan korneosklera dan retina. Uvea merupakan jaringan lunak yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Perbedaan ini dapat dilihat dibawah mikroskop. Secara klinis uvea dibagi menjadi dua, yaitu uvea anterior dan posterior. Uvea anterior terdiri atas iris dan badan siliar, sedangkan uvea posterior terdiri dari koroid.6 Iris Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke arah anterior dan merupakan diafragma yang membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan posterior dimana ditengah-tengahnya terdapat lubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata menjadi dua, yaitu bilik mata depan dan bilik mata belakang. Pupil memiliki otot – otot, yaitu : 1. otot sfingter pupil (M. Sphincter pupillae), yang berjalan sirkuler. Letaknya di dalam stroma, di dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf simpatis (N III) 2. otot dilator pupil (M. dilatator pupillae), yang berjalan radier dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan dipersarafi oleh saraf simpatis. Perdarahan pupil diurus oleh A. siliaris posterior yang di iris membentuk jaringan pembuluh darah : 1. Di basis membentuk sirkulus arteriosis mayoris yang terletak di luar otot sfingter pupil. 2. sirkulus arteriosus minoris yang tampak dari luar seperti “collarete”. Di antara kedua sirkulus ini ada anastomose berupa pembuluh darah berbentuk spiral. Pembuluh darah baliknya mengikuti arteri dan kemudian masuk ke dalam V.Vortikosa. persarafan keluar dari pleksus yang ada dalam badan siliar yang berasal dari N III dan saraf simpatis.6,7
  • 5. Badan siliar Berbentuk segitiga yang terdiri atas dua bagian, yaitu :  Pars korona yang terletak di anterior, bergerigi yang panjangnya kira – kira 2 mm  Pars plana yang terletak di posterior, tidak bergerigi yang panjangnya kira – kira 4 mm 5 Pars korona Diliputi 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel iris. Bagian yang menonjol (prosesus siliaris) berwarna putih oleh karena tidak mengandung pigmen. Di dalam badan siliar mengandung 3 macam otot siliar yang berjalan radier, sirkular, dan longitudinal. Dari prosesus siliaris keluar serat – serat zonula zinii yang merupakan penggantung lensa. Badan siliar mengandung banyak pembuluh darah, pembuluh darah baliknya mengalirkan darahnya ke V. vortikosa. Pars plana Merupakan bagian yang tipis karena hanya terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot dengan pembuluh darah dan diliputi epitel.1,6,7 Koroid Koroid terdiri dari : 1. lapisan epitel pigmen 2. membrane Bruch (lamina vitrea) 3. koriokapiler 4. pembuluh darah sedang 5. pembuluh darah besar 6. suprakoroid Lapisan suprakoroid terdiri dari lapisan protoplasma yang mengandung nukleus. Membrane Bruch terdiri dari membran yang tidak berstruktur. Pembuluh darah besar kebanyakan terdiri dari pembuluh darah balik yang kemudian bergabung menjadi vena vortikosa yang keluar dari setiap kuadran posterior dari bola mata dengan menembus sclera, yang kemudian menjadi vena oftalmika yang langsung masuk ke dalam sinus kavernosus.
  • 6. Pembuluh darah arteri berasal dari arteri siliaris brevis. Lapisan – lapisan pembuluh darah ini juga mengandung jaringan elastis dan khromatofor diantaranya. Koroid melekat erat pada pinggir N II dan berakhir di ora serata.6,7 PATOFISIOLOGI Etiologi dan faktor patogenik dari sindrom VKH ini tidak jelas. Gejala klinis sindrom VKH dengan episode seperti influenza mengarahkan pada kemungkinan asal penyakit ini adalah infeksi virus atau post-infeksi virus. Beberapa penelitian menyebutkan kemungkinan peran reaktivasi virus Epstein-Barr pada penyakit ini. Walaupun penyakit ini dianggap disebabkan oleh virus, tidak ada virus yang berhasil diisolasi ataupun dikultur dari pasien-pasien yang menderita sindrom VKH. Morris dan Schlaegel menemukan badan inklusi yang mirip virus pada cairan subretinal dari seorang pasien yang menderita sindrom VKH.2 Data klinis dan penelitian juga mengarahkan pada penyebab immunologis. Suatu reaksi autoimun timbul akibat komponen antigen melanosit yang terdapat pada uvea, kulit dan meningen. Komponen ini kemungkinan mengandung tirosinas. Disimpulkan bahwa Th17 pada T sel berperan pada inisiasi dan kelanjutan dari penyakit ini. Sindrom VKH dapat dikaitkan dengan kelainan autoimun lainnya seperti sindrom autoimun poligrandular, hipotiroid, tiroiditis Hashimoto, diabetes mellitus dan nefropati IgA. Suatu laporan tentang pasien-pasien yang mengalami sindrom VKH setelah trauma pada kulit, dimana dua kasus timbul setelah terapi BCG pada melanoma dan satu kasus timbul setelah operasi melanoma malignan yang sudah metastase. Laporan kasus juga mengindikasikan bahwa trauma tidak langsung pada jaringan yang mengandung melanosit dapat menginduksi timbulnya reaksi inflamasi pada mata.2 Analisa limfosit cairan cerebrospinal pada sindrom VKH dan penelitian pada melanosit uvea manusia menunjukkan bahwa pigmen uvea dapat menstimulasi pembentukan limfosit pada pasien-pasien dengan sindrom VKH. Limfosit darah perifer dan cairan cerebrospinal pada penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa terjadi efek sitosoksik melawan sel-sel melanoma yang allogenik. Antibodi yang merusak bagian fotoreseptor pada retina juga ditemukan pada pasien-pasien dengan kelainan ini.2 6
  • 7. MANIFESTASI KLINIS 7 Terdapat 4 fase: 1. Fase Prodromal o Biasanya berlangsung selama beberapa hari dan ditandai dengan adanya demam, sakit kepala, meningismus, mual, vertigo, nyeri orabita, dan tinnitus. Pelositosis pada cairan cerebrospinal terjadi pada lebih dari 80% pasien pada fase ini. Dapat juga disertai fotofobia dan lakrimasi, dan pasien juga mungkin akan menyadari bahwa kulit dan rambut mereka menjadi lebih sensitif terhadap sentuhan pada fase ini. o Manifestasi yang jarang ditemukan pada fase prodormal adalah kelainan saraf kranialis dan neuritis optik. o Pada beberapa pasien, gejala khas dari fase ini terkadang tidak muncul.1 2. Fase Uveitik o Fase uveitik akut terjadi beberapa hari setelah fase prodormal pada kebanyakan pasien. Pada fase ini, gejala yang paling sering adalah penurunan visus mendadak pada kedua mata. o Secara klinis, dapat bermanifestasi menjadi uveitis posterior bilateral disertai edema retina, diskus optikus yang hiperemis atau edema, dan pada akhirnya dapat terjadi pelepasan dari retina. Sering ditemukan adanya uveitis anterior yang ditandai dengan adanya mutton-fat keratic precipitates dan nodul pada iris. Tekanan intraocular juga dapat meningkat, karena terjadinya rotasi kedepan dari diafragma lensa-iris. o Fase dapat berlangsung selama beberapa minggu.1 3. Fase Kronik o Pada fase kronik, manifestasi pada mata dan kulit sering ditemukan. Depigmentation dari koroid dimulai dalam waktu 3 bulan sejak terjadinya penyakit tersebut. Area-area dengan pigmentasi berlebih dapat terjadi pada fundus. Nodul Dalen-Fuchs dapat terlihat pada retina bafian perifer dan midperifer. Nodul-nodul ini merupakan lesi kuning kecil yang biasanya berada di retina midperifer. Dengan berjalannya waktu, lesi-lesi ini akan menjadi pudar dan atrofik. Perubahan dermatologi termasuk vitiligo dan poliosis dari bulu mata, alis,
  • 8. dan rambut. Vitiligo biasanya tersebar secara simetris dibagi atas kepala, kelopak mata, dan tubuh. o Lamanya fase kronis biasanya adalah beberapa bulan tapi dapat juga sampai 8 beberapa tahun.1 4. Fase Rekuren o Pada fase rekuren, dapat terjadi panuveitis kronik disertai uveitis anterior granulomatous rekuren; bagaimanapun, uveitis posterior rekuren disertai dengan pelepasan retina yang serous jarang ditemukan. o Pada fase ini sering ditemukan komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada mata. Diantaranya katarak, glaucoma, neovaskularisasi koroidal, dan fibrosis subretinal. 1
  • 9. DIAGNOSIS The American Uveitis Society merekomendasikan untuk mendiagnosa seseorang mengalami sindrom VKH maka orang tersebut harus mengalami keluhan tanpa didahului trauma atau tindakan operatif, dan setidaknya 3 dari 4 kriteria dibawah ini harus ditemukan juga. 1. Bilateral iridosiklitis 2. Uveitis posterior, yang meliputi pelepasan retina yang eksudatif, edema nervus optikus, atau atropi pada epitel pigmen retina. 3. Pleositosis pada cairan cerebrospinal atau adanya tinnitus, disakusis, nyeri kepala atau meningismus, atau ada keterlibatan dari saraf kranial. 4. Kelainan pada kulit berupa vitiligo, alopecia, atau poliosis1 PEMERIKSAAN PENUNJANG 9 a. Laboratorium Pada cairan cerebrospinal ditemukan perubahan berupa pleositosis dan adanya makrofag melani- laden ( spesifik pada penyakit ini ), peningkatan jumlah protein, dan peningkatan tekanan.1 b. Pencitraan Standardized A-scan and contact B-scan echography.1 c. Pemeriksaan Histologis Biopsi kulit dilakukan setelah satu bulan munculnya kelainan penglihatan. Dari biopsy terlihat infiltrat mononuklear pada folikel rambut dan kelenjar keringat, dimana sebagian besar adalah sel limfosit T dan sebagian kecil adalah sel B. Pada kulit juga terlihat tidak adanya melanin. Selain itu, juga terlihat adanya vasodilatasi pada dermis, adanya makrofag pigmen- laden dan adanya infiltrate limfositik.1
  • 10. 10 d. Pemeriksaan Lain - Angiografi Fluoresein yang menunjukkan adanya bagian yang hipofluoresen pada epitel pigmen retina. - Angiografi indosianin hijau pada koroid. - Audiometri yang menunjukkan adanya gangguan pendengaran.1 DIAGNOSIS BANDING Dikarenakan gejala okular dan manifestasi sistemik pada simpatetik oftalmia sangat mirip dengan yang didapatkan pada VKH, simpatetik oftalmia merupakan salah satu diagnosa banding dari VKH. Anamnesis mengenai adanya trauma pada mata sangat penting karena dapat membantu membedakan antara simpatetik oftalmia dengan VKH. Manifestasi sistemik pada simpatetik oftalmia lebih jarang terjadi dan lebih ringan dibandingkan dengan yang terjadi pada VKH. Acute posterior multifocal plaocid pigment epitheliopathy dapat terjadi secara bilateral disertai dengan lesi yellow-white placid yang multiple, pelepasan retina eksudatif yang ringan, dan penurunan visus. Diskus optikus jarang bengkak. Pada pemeriksaan Fundus fluorescein angiography (FFA) pada fase akut menunjukkan adanya fluorosensi yang terhalangi pada fase awal dan pewarnaan lanjut pada lesi. Skleritis posterior juga merupakan salah satu peniru dari VKH. Manifestasi pada segmen posteriornya dapat menyerupai striae koroidal, striae makular, pelepasan retina eksudatif, dan vitritis. Bagaimanapun, didapatkan adanya inflamasi minimal pada segmen anterior dan biasanya terjadi pada satu mata. Diagnosis banding lainnya termasuk tuberculous choroidal mass, koroiditis sifilitik, dan sarkoidosis.2
  • 11. TATALAKSANA Untuk kelainan pigmentasi pada sindrom VKH, penatalaksanaan sama seperti pada penderita vitiligo. Untuk inflamasi pada mata, penatalaksanaan termasuk pemberian kortikosteroid sistemik (prednisone 80-100 mg/ hari). Dosis tinggi kortikosteroid biasanya dibutuhkan untuk mengontrol inflamasi beberapa pasien mungkin perlu diberikan kortikosteroid secara intra vena karena secara oral tidak cukup kuat. Pengobatan yang diberikan lebih awal dan lebih agresif biasanya menghasilkan komplikasi yang lebih ringan dan derajat rekurensi yang lebih kecil. Dalam pengobatan VKH mungkin juga dibutuhkan terapi imunosupresi untuk membantu mencapai hasil yang diinginkan. Pada pasien yang resisten steroid mungkin membutuhkan cyclosporin, azathioprine, dan chlorambucil. Selain itu dapat juga diberikan siklopegik, dan pengobatan gejala saraf lainnya. Untuk terapi pembedahan dilakukan pada penderita sindrom VKH dengan glaucoma. Tindakan pembedahan yang dilakukan dapat berupa laser iridotomi, iridectomi, dan trabekulektomi.1,5 PROGNOSIS - Perubahan pigmentasi bersifat permanen. - Perbaikan pada gangguan penglihatan bergantung pada cepat dan tepatnya 11 penatalaksanaan. - Kelainan pendengaran biasanya terkoreksi sepenuhnya.1 KOMPLIKASI Komplikasi jangka panjang dapat berupa kehilangan penglihatan, peningkatan tekanan intraokular, glaukoma, katarak.1
  • 12. Kesimpulan dan Saran Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) adalah kelainan multisistem yang ditandai dengan adanya panuveitis granulomatous disertai dengan pelepasan retina yang eksudatif dan sering disertai dengan manifestasi neurologis dan kutaneus. Penyebabnya adalah proses autoimun tetapi virus sebagai penyebab, belum dapat disingkirkan. Pada sindrom VKH ini terdapat 4 fase, yaitu fase prodromal, fase uveitik, fase kronik, dan fase rekuren. Untuk mendiagnosis seseorang menderita sindrom VKH harus didapatkan 3 dari 4 kriteria, yaitu bilateral iridosiklitis, uveitis posterior, yang meliputi pelepasan retina yang eksudatif, edema nervus optikus, atau atropi pada epitel pigmen retina, pleositosis pada cairan cerebrospinal atau adanya tinnitus, disacusis, nyeri kepala atau meningismus, atau ada keterlibatan dari saraf kranial, dan kelainan pada kulit berupa vitiligo, alopecia, atau poliosis. Pengobatan adalah dengan pemberian kortikosteroid. Untuk membantu mencapai hasil yang diinginkan terkadang diperlukan juga terapi imunosupresi. Selain itu dapat juga diberikan siklopegik, dan pengobatan gejala saraf lainnya. Komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi dapat berupa kehilangan penglihatan, peningkatan tekanan intraokular, glaukoma, katarak. Prognosis seringkali baik bila pengobatan diberikan pada fase dini. 12
  • 13. DAFTAR PUSTAKA 1. American Uveitis society. Vogt-koyanagi-harada disease. [online]. 2001 January 19 [cite 2001 January 28]. Available from: URL:www.american uveitissociety.com 2. Anna CK, Camila KJ. Vogt-Koyanagi-Harada Syndrome [online]. 2009 Jul 15; Available from:URL: http://emedicine.medscape.com/article/1118177. 3. Ang CL, Chee SP, Jap AH, Tan DTH, Wong TY. Clinical Opthalmology-An Asian Perspective. Singapore: Saunders Elsevier; 2005. 4. Christopher W. Vogt-Koyanagi-Harada Disease [online]. 2008 Jan 5; Available from:URL: http://emedicine.medscape.com/article/1229432. 5. Ilyas S et al. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2002 6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. 7. Ilyas S, Malangkay HHB, Taim H, Saman RR, Simarmata M, Widodo PS, editor. Ilmu Penyakit Mata: Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Edisi 2. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Jakarta: CV Sangung Seto; 2002. 8. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology 6th Ed. United Kingdom: Elsevier;2007. 9. William, Russel. Vogt-Koyanagi-Harada Disease. American Uveitis Society. 13 University of Alabama. January 2003.