1. DEFINISI PENJAHAT DAN TEORI-TEORI
TENTANG KEJAHATAN
Sutherland menyatakan a person who commits a
crime (seseorang yang melakukan perbuatan
kejahatan), Istilah penjahat tidak ada dalam
hukum pidana, penjahat istilah dalam ilmu sosil
(kriminologi) sedangkan dalam hukum pidana
istilah tersebut sesuai dengan tingkatannya,
tersangka kalau perkaranya masih di tingkat
penyidikan, terdakwa apabila telah sampai ke
persidangan dan jaksa penuntut umum telah
mendakwanya dengan suatu pasal, terpidana
apabila hakim berpendapat ia bersalah dan cukup
alat bukti untuk membuktikan kesalahannya, dan
narapidana apabila ia menjalani pidananya di
lembaga pemasyarakatan. Hal tersebut
dikarenakan “asas pruduga tak
bersalah”sehingga apabila belum ada putusan
yang in kracht yang bersangkutan belum bisa
dinyatakan sebagai orang yang melakukan
perbuatan kejahatan
Lombroso menyatakan penjahat adalah seorang
yang dapat dilihat dari penelitian bagian badan
dengan pengukuran antropometris, pendapat ini
ditolak Vollmer, penjahat adalah orang yang
dilahirkan tolol dan tidak mempunyai
kesempatan untuk merubah tingkah laku anti
sosial, ini juga ditolak Parsons menyatakan
penjahat adalah orang yang mengancam
kehidupan dan kebahagiaan orang lain dan
membebankan kepentingan ekonominya.
Mabel Elliot penjahat adalah orang-orang yang
gagal dalam menyesuaikan dirinyadengan
norma-norma masyarakat sehingga
tingkah lakunya tidak dapat dibenarkan oleh
masyarakat.
Hari Saheroedji menyimpulkan semua defenisi
tersebut bahwa penjahat adalah orang yang
berkelakukan anti sosial, bertentangan dengan
norma-norma kemasyarakatan dan agama serta
merugikan dan mengganggu ketertiban umum.
GW Bawengan yang dikutip dari Ruth Shonle
Cavan tediri dari:
1. The casual offender, pelanggaran kecil
sehingga tidak bisa disebut penjahat seperti naik
sepeda tidak pakai lampu di malam hari
2. The occasiona criminal, kejahatan enteng
3. The episodic criminal, kejahatan karena
dorongan emosi yang hebat, awalnya bercanda
akhirnya karena tersinggung membunuh
4. The white collar crime, menurut Sutherland
adalah kejahatan yang dilakukan oleh pengusaha
dan pejabat dalam hubungan dengan
fungsinya.Menurut Ruth S.Cavan mereka kebal
dengan hukum karena punya kekuasaan dan
kemampuan materil
5. The habitual criminal, yang mengulangi
kejahatan(residivis)
6. The profesional criminal, kejahatan sebagai
mata pencaharian dan mengeai delik ekonomi
atau yang berlatar perekonomian
7. Organized crime, kejahatan dengan suatu
organisasi dengan organisator yang mengatur
operasi kejahatan
8. The mentally abnormal criminal, menurut
Cavan seperti golongan psychopatis dan
psychotis
9. The nonmalicious criminal, kejahatan yang
mempunyai arti relatif, karena ada sebagian bagi
kelompok lain itu bukan merupakan kejahatan
seperti bugil dalam suatu ritual kepercayaan itu
perbuatan suci bagi kelompok lain ini merupakan
kejahatan
Sejarah Perkembangan Akal Pemikiran Manusia
yang menjadi Dasar Dibangunnya Teori-teori
Kriminologi
1. Spritualisme bahwa segala kebaikan
bersumber dari Tuhan dan segala keburukan
datang dari setan, orang yag melakukan
kejahatan
dianggap sebagai orang yaang telahterkena
bujukan setan. Bencana alam dipandang sebagai
hukuman atas pelanggaran norma
2.Naturalisme
Perkembangan paham rasionalis muncul dari
ilmu alam setelah abad pertengahan
menyebabkan manusia mencari model
penjelasan lain yang lebih rasionil dan mampu
dibuktikan secara ilmiah, lahirnya
rasionalisme di Eropa menjadikan pendekatan ini
mendominasi pemikiran tentang kejahatan pada
abad selanjutnya
3.Aliran klasik
Dasarnya manusia adalah makhluk yang
memiliki kehendak bebas (free will) Dalam
bertingkah laku manusia memiliki kemampuan
untuk memperhitungkan segala tindakan
berdasarkan keinginannya
(Hedonisme) atau manusia dalam berprilaku
dipandu oleh 2 hal yaitu penderitaan dan
Kesenangan. Pemikiran ini mendasari L Beccaria
menuntut adanya persamaan dihadapan hukum
bagi semua orang dan hukuman yang dijatuhkan
harus sebanding dengan perbuatan/kelakuan.
Pembaharuan dari aliran klasik karena tidak ada
keadilan misal anak-anak di hukum,orang gila di
hukum maka aliran neo klasik aspek kondisi
pelaku sudah mulai diperhitungkan.
2. 3.AliranPositif Dibagi atas 2 pandangan:
1. Determinisme Biologis yaitu teori yang
mendasari pemikiran bahwa perilaku manusia
sepenuhnya tergantung pada pengaruh biologis
yang ada dalam dirinya.
2. Determinisme Cultural yaitu teori yang
mendasari pemikirannya pada pengaruh sosial,
budaya dan lingkungan dimana seseorang hidup.
4. Teori anomi, teori yang mencari sebab
kejahatan dari sosio-kultural dengan berorientasi
pada kelas sosia. Emile Durkheim orang yang
pertama kali menggunakan istilah anomi untuk
menggambarkan keadaan yang disebut
Deregulation di dalam masyarakat (hancurnya
keteraturan sosial akibat hilangnya patokan-
patokan dan nilai-nilai).
Robert Merton juga penganut Anomi tapi
berbeda dengan Durkheim yaitu teorinya
membagi norma sosial menjadi 2 jenis yakni
tujuan sosial (Societal goals) dan sarana yang
tersedia (Accept talk
means) untuk mencapai tujuan tersebut terdapat
sarana yang dipergunakan. Tapi dalam
kenyataannya tidak semua orang dapat
menggunakan sarana yang tersedia sehingga
digunakan berbagai cara untuk mendapatkan hal
itu yang menimbulkan penyimpangan dalam
mencapai tujuan, Yaitu teori yang bersifat
kongkrit yang berusaha
menjelaskan bagaimana seorang menjadi jahat.
Terkenal dengan Teori sosial kontrol yang
memulai pertanyaan mengapa oang mentaati
norma atau tidak semua orang melanggar
hukum. Jawabannya karena orang mengikuti
hukum sebagai respon atas kekuatan-kekuatan
pengontrol tertentu dalam kehidupan mereka.
Mereka menjadi kriinil ketika kekuatan yang
mengontrol tersebut lemah atau hilang.
Menurut Travis Hirchi dengan perfectif micro
sosiological studies (social bond) ikatan sosial
ada 4:
1. Attachment dibagi menjadi attachment total
dan attachment partial.
Attachment total yaitu suatu keadaan dimana
seseorang individu melepas ego yang terdapat
dalam dirinya diganti dengan rasa kebersamaan,
rasa kebersamaan inilah yang mendorong
seseorang untuk selalu mentaati hukum karena
melanggar berarti menyakiti
perasaan orang lain.
Attachment partial yaitu suatu hubungan antara
seorang individu dengan lainnya dimana
hubungan tersebut tidak didasarkan pada
peleburan ego dengan ego yang lain tapi
hadirnya orang
lain yang mengawasi.
Dari 2 hal itu dapat diketahui bahwa attachment
total akan
mencegah hasrat seseorang melakukan deviasi
sedangkan attachment partial hanya
menimbulkan kepatuhan bila ada orang lain yang
mengawasi bila tidak ada maka terjadi deviasi.
2. Comitment
Yaitu keterikatan seseorang pada sub sistem
konvensional seperti sekolah, pekerjaan,
organisasi dan sebagainya. Komitmen
merupakan aspek rasional yang ada dalam
ikatan. Segala kegiatan yang dilakukan
bermanfaat bagi ikatan tersebut bisa berupa harta
benda, reputasi, masa depan dan sebagainya
3. Involvement
Merupakan aktivitas seseorang dalam subsistem
konvensional. Jika seseorang berperan aktif
dalam organisasi kecil
kemungkinan terkena deviasi. Logikanya mreka
menghabiskan waktu dan tenaga dalam kegiatan
tersebut. Sehingga tidak ada waktu untuk
memikirkan dan berbuat yang melanggar hukum
4. Beliefs
Merupakan aspek moral yang terdapat dalam
ikatan sosial, yang merupakan kepercayaan
seseorang pada nilai-nilai moral yang ada.
Kepercayaan terhadap norma atau agama akan
menyebabkan orang patuh pada norma tersebut
Bridging Teori
Merupakan teori yang menengahi antara makro
dengan
mikro teori.Terdiri atas:
Teori sub kultur adalah suatu sub bagian budaya
diantara budaya dominan dalam masyarakat
yang memiliki norma-norma, keyakinan-
keyakinan dan nilai-nilainya sendiri. Sub kultur
timbul ketika sejumlah orang dalam keadaan
serupa mendapati diri mereka terpisah dari
masyarakat banyak dan kemudian secra bersama
saling mendukung. Sub kultur bisa orang se
suku,bangsa minoritas, penghuni penjara,
kelompok profesi dan sebagainya
a. Deliquent Sub Cultur
Albert Cohen melalui suatu penelitian
menyatakan bahwa perilaku deliquen lebih
banyak terjadi pada laki-laki kelas bawah (lower
class) dan mereka lebih banyak membentuk
geng, tidak terdapat alasa yang rasional bagi
deliquen sub kultur untuk mencuri (selain
mencari status kebersamaan), mencari
3. kesenangan dengan menibulkan kegelisahan
pada orang lain juga meremehkan nilai-nilai
kelas menengah
b. Teori Differential Opportunity
Ricard Cloward dan Llloyd Ohlin
mengkobinasikan teori strain, differential
asociation dan social disorganization. Dimana
delinquent sub culture tumbuh subur di daerah-
daerah kelas bawah dan mengambil bentuk
tertentu yang mereka lakukan karena kesempatan
untuk mendapatkan ukses secara tidak lebih
tersebar secara merata dibanding kesempakatan
untuk meraih sukses secara sah.
di 09:06
Teori-Teori Umum tentang Perilaku
Menyimpang
Teori-teori umum tentang penyimpangan
berusaha menjelaskan semua contoh
penyimpangan sebanyak mungkin dalam bentuk
apapun (misalnya kejahatan, gangguan mental,
bunuh diri dan lain-lain). Berdasarkan
perspektifnya penyimpangan ini dapat
digolongkan dalam dua teori utama. Perpektif
patologi sosial menyamakan masyarakat dengan
suatu organisme biologis dan penyimpangan
disamakan dengan kesakitan atau patologi dalam
organisme itu, berlawanan dengan model
pemikiran medis dari para psikolog dan
psikiatris. Perspektif disorganisasi sosial
memberikan pengertian pemyimpangan sebagai
kegagalan fungsi lembaga-lembaga komunitas
lokal. Masing-masing pandangan ini penting
bagi tahap perkembangan teoritis dalam
mengkaji penyimpangan.
Teori-Teori Sosiologi tentang Perilaku
Menyimpang
Teori anomi adalah teori struktural tentang
penyimpangan yang paling penting selama lebih
dari lima puluh tahun. Teori anomi
menempatkan ketidakseimbangan nilai dan
norma dalam masyarakat sebagai penyebab
penyimpangan, di mana tujuan-tujuan budaya
lebih ditekankan dari pada cara-cara yang
tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan budaya
itu. Individu dan kelompok dalam masyarakat
seperti itu harus menyesuaikan diri dan beberapa
bentuk penyesuaian diri itu bisa jadi sebuah
penyimpangan. Sebagian besar orang menganut
norma-norma masyarakat dalam waktu yang
lama, sementara orang atau kelompok lainnya
melakukan penyimpangan. Kelompok yang
mengalami lebih banyak ketegangan karena
ketidakseimbangan ini (misalnya orang-orang
kelas bawah) lebih cenderung mengadaptasi
penyimpangan daripada kelompok lainnya.
Teori sosiologi atau teori belajar memandang
penyimpangan muncul dari konflik normatif di
mana individu dan kelompok belajar norma-
norma yang membolehkan penyimpangan dalam
keadaan tertentu. Pembelajaran itu mungkin
tidak kentara, misalnya saat orang belajar bahwa
penyimpangan tidak mendapat hukuman. Tetapi
pembelajaran itu bisa juga termasuk mangadopsi
norma-norma dan nilai-nilai yang menetapkan
penyimpangan diinginkan atau dibolehkan dalam
keadaan tertentu. Teori Differential Association
oleh Sutherland adalah teori belajar tentang
penyimpangan yang paling terkenal. Walaupun
teori ini dimaksudkan memberikan penjelasan
umum tentang kejahatan, dapat juga
diaplikasikan dalam bentuk-bentuk
penyimpangan lainnya. Sebenarnya setiap teori
sosiologis tentang penyimpangan mempunyai
asumsi bahwa individu disosialisasikan untuk
menjadi anggota kelompok atau masyarakat
secara umum. Sebagian teori lebih menekankan
proses belajar ini daripada teori lainnya, seperti
beberapa teori yang akan dibahas pada Bab
berikutnya.
Teori Labeling
Teori-teori umum tentang penyimpangan
mencoba menjelaskan semua bentuk
penyimpangan. Tetapi teori-teori terbatas lebih
mempunyai lingkup penjelasan yang terbatas.
Beberapa teori terbatas adalah untuk jenis
penyimpangan tertentu saja, atau untuk bentuk
substantif penyimpangan tertentu (seperti
alkoholisme dan bunuh diri), atau dibatasi untuk
menjelaskan tindakan menyimpang bukan
perilaku menyimpang. Dalam bab ini perpektif-
perpektif labeling, kontrol dan konflik adalah
contoh-contoh teori-teori terbatas yang
didiskusikan.
Perspektif labeling mengetengahkan pendekatan
interaksionisme dengan berkonsentrasi pada
konsekuensi interaksi antara penyimpang dengan
agen kontrol sosial. Teori ini memperkirakan
bahwa pelaksanaan kontrol sosial menyebabkan
penyimpangan, sebab pelaksanaan kontrol sosial
tersebut mendorong orang masuk ke dalam peran
penyimpang. Ditutupnya peran konvensional
bagi seseorang dengan pemberian stigma dan
label, menyebabkan orang tersebut dapat
menjadi penyimpang sekunder, khususnya dalam
mempertahankan diri dari pemberian label.
Untuk masuk kembali ke dalam peran sosial
konvensional yang tidak menyimpang adalah
4. berbahaya dan individu merasa teralienasi.
Menurut teori labeling, pemberian sanksi dan
label yang dimaksudkan untuk mengontrol
penyimpangan malah menghasilkan sebaliknya.
Teori Kontrol
Perspektif kontrol adalah perspektif yang
terbatas untuk penjelasan delinkuensi dan
kejahatan. Teori ini meletakkan penyebab
kejahatan pada lemahnya ikatan individu atau
ikatan sosial dengan masyarakat, atau macetnya
integrasi sosial. Kelompk-kelompok yang lemah
ikatan sosialnya (misalnya kelas bawah)
cenderung melanggar hukum karena merasa
sedikit terikat dengan peraturan konvensional.
Jika seseorang merasa dekat dengan kelompok
konvensional, sedikit sekali kecenderungan
menyimpang dari aturan-aturan kelompoknya.
Tapi jika ada jarak sosial sebagai hasil dari
putusnya ikatan, seseorang merasa lebih bebas
untuk menyimpang.
Teori Konflik
Teori konflik adalah pendekatan terhadap
penyimpangan yang paling banyak diaplikasikan
kepada kejahatan, walaupun banyak juga
digunakan dalam bentuk-bentuk penyimpangan
lainnya. Ia adalah teori penjelasan norma,
peraturan dan hukum daripada penjelasan
perilaku yang dianggap melanggar peraturan.
Peraturan datang dari individu dan kelompok
yang mempunyai kekuasaan yang mempengaruhi
dan memotong kebijakan publik melalui hukum.
Kelompok-kelompok elit menggunakan
pengaruhnya terhadap isi hukum dan proses
pelaksanaan sistem peradilan pidana. Norma
sosial lainnya mengikuti pola berikut ini.
Beberapa kelompok yang sangat berkuasa
membuat norma mereka menjadi dominan,
misalnya norma yang menganjurkan hubungan
heteroseksual, tidak kecanduan minuman keras,
menghindari bunuh diri karena alasan moral dan
agama.
Homoseksualitas menyangkut orientasi dan
perilaku seksual. Perilaku homoseksual adalah
hubungan seks antara orang yang berjenis
kelamin sama. Orientasi homoseksual adalah
sikap atau perasaan ketertarikan seseorang pada
orang lain dengan jenis kelamin yang sama
untuk tujuan kepuasan seksual. Lebih banyak
perilaku homoseksual dibandingkan orang yang
memiliki orientasi homoseksual. Norma dan
aturan hukum yang melarang homoseksualitas
dianggap kuno, di mana opini masyarakat akhir-
akhir ini lebih bisa menerima homoseksualitas.
Perkembangan suatu orientasi homoseksualitas
terjadi dalam konteks biologis. Tetapi makna
sesungguhnya dari orientasi tersebut berada
dalam proses sosialisasi seksual dan penerimaan
serta indentifikasi peran seks. Sosialisasi seksual
adalah suatu proses yang kompleks yang dimulai
dari belajar norma. Norma-norma seksual
mengidentivikasi objek seksual, waktu, tempat
dan situasi. Banyak kombinasi yang mungkin
dapat terjadi dan termasuk terjadinya kesalahan
dalam sosialisasi. Preferensi seksual terbentuk
saat masa remaja, walaupun banyak juga para
homoseksual yang menjadi homoseksual di usia
yang lebih tua. Penerimaan identifas
homoseksual terjadi setelah suatu proses
peningkatan aktivitas homoseksual dan
partisipasi dalam suatu subkebudayaan
homoseksual atau komunikasi homoseksual.
Secara sosiologis, seorang homoseksual adalah
orang yang memiliki identitas homoseksual.
Homoseksualitas Perempuan (Lesbianisme)
Lesbianisme, sama dengan homoseksual pada
laki-laki, terjadi melalui penerimaan orientasi
seksual lesbian. Lesbian lebih cenderung
membangun orientasi seksualnya dalam konteks
hubungan pertemanan dengan perempuan
lainnya. Hubungan seks antara lesbian, terjadi
dalam konteks berjalannya hubungan sosial
dengan perempuan lain. Hubungan antara para
lesbian umumnya berlangsung dalam jangka
waktu lama, bukan berarti para homoseks tidak
membangun hubungan seperti ini. Namun
lesbian lebih cenderung selektif dalam memilih
pasangan seks dan tidak banyak terlibat dalam
subkebudayaan lesbian. Karena lesbianisme ini
lebih bersifat pribadi dan rahasia, para lesbian
tidak banyak mendapat ancaman dari stigma
sosial atau hukum. Perilaku dan orientasi seksual
mereka tidak begitu nyata bagi orang lain. Dan
karena alasan ini, para lesbian tidak banyak
membutuhkan dukungan suasana subkebudayaan
lesbian.
Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan
Penanggulangan dan pencegahan kejahatan tidak
cukup hanya dengan pendekatan
secara integral, tetapi pendekatan sarana penal
dan non penal tersebut harus
didukung juga dengan meningkatnya kesadaran
hukum masyarakat.
Tingkat Kriminalitas
5. Pendekatan Integral
Jenis-jenis tindak krlminal yang terjadi di
sepanjang tahun 2007 di atas
merupakan tindak pidana yang umumnya juga
terjadi di daerah-daerah lain. Dalam
kebijakan kriminal (criminal policy), upaya
penanggulangan dan pencegahan
kejahatan perlu digunakan pendekatan integral,
yaitu perpaduan antara sarana
penal dan non penal. Sarana penal adalah hukum
pidana melalui kebijakan hukum
pidana. Sementara non penal adalah sarana non
hukum pidana, yang dapat berupa
kebijakan ekonomi, sosial, budaya, agama,
pendidikan, teknologi, dan lain-lain.
Upaya penanggulangan dan pencegahan
kejahatan ini memerlukan pendekatan
integral dikarenakan hukum pidana tidak akan
mampu menjadi satu-satunya sarana
dalam upaya penanggulangan kejahatan yang
begitu komplek yang terjadi
dimasyarakat.
Penggunaan hukum pidana dalam
penanggulangan kejahatan hanya bersifat
Kurieren
am Symptom dan bukan sebagai faktor yang
menghilangkan sebab-sebab terjadinya
kejahatan. Adanya sanksi pidana hanyalah
berusaha mengatasi gejala atau akibat
dari penyakit dan bukan sebagai obat (remidium)
untuk mengatasi sebab-sebab
terjadinya penyakit.
Hukum pidana memiliki kemampuan yang
terbatas dalam upaya penanggulangan
kejahatan yang begitu beragam dan kompleks.
Berkaitan dengan kelemahan
penggunaan hukum pidana, Roeslan Saleh
menyatakan bahwa "keragu-raguan
masyarakat terhadap hukum pidana semakin
besar sehubungan dengan praktek
penyelenggaraan hukum pidana yang terlalu
normatif-sistematis.
Adapun batas-batas kemampuan hukum piclana
sebagai sarana kebijakan kriminal
dalam penanggulangan kejahatan adalah
pertama, sebab-sebab kejahatan yang
demikian kompleks berada di luar jangkauan
hukum pidana; kedua, hukum pidana
hanya merupakan bagian kecil (sub-sistem) dari
sarana kontrol sosial yang tidak
mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai
masalah kemanusiaan clan
kemasyarakatan yang sangat kompleks (sebagai
masalah sosio-psikologis,
sosio-politik, sosio-ekonomi, sosio-kultural,
dsb); tiga, penggunaan hukum
piclana dalam menanggulangi kejahatan hanya
merupakan "kurieren am symptom",
oleh karena itu hukum pidana hanya merupakan
"pengobatan simptomatik" clan
bukan pengobatan kausatif'; empat, sanksi
hukum piclana merupakan "remedium"
yang mengandung sifat kontradiktif/paradoksal
clan mengandung unsur-unsur serta
efek sampingan yang negatif; lima, sistem
pemidanaan bersifat fragmentair clan
individual/personal, tidak bersifat
struktural/fungsional; enam, keterbatasan
jenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi
pidana yang bersifat kaku clan
imperatif; clan tujuh, bekerjanyalberfungsinya
hukum pidana memerlukan sarana
pendukung yang lebih bervariasi clan lebih
menuntut biaya tinggi.
Pendekatan dengan sarana non penal mencakup
area pencegahan kejahatan (crime
prevention) yang sangat luas. Pencegahan
kejahatan pada dasarnya merupakan
tujuan utama dari kebijakan kriminal. Pernyataan
yang sering diungkapkan dalam
kongres-kongres PBB mengenai "the prevention
of crime and the treatment of
offenders", yaitu : pertama, pencegahan
kejahatan clan peradilan plclana
janganlah diperlakukan/dilihat sebagai problem
yang terisolir clan ditangani
dengan metode yang simplistik clan fragmentair,
tetapi seyogyanya dilihat
sebagai masalah yang lebih kompleks clan
ditangani dengan kebijakan/tindakan
yang luas clan menyeluruh; kedua, pencegahan
kejahatan harus didasarkan pada
penghapusan sebab-sebab dan kondisi-kondisi
yang menyebabkan timbulnya
kejahatan.
Upaya penghapusan sebab-sebab clan kondisi-
kondisi yang demikian harus
merupakan "strategi pokoklmendasar dalam
upaya pencegahan kejahatan" (the basic
crime prevention strategy); tiga, penyebab utama
dari kejahatan dibanyak negara
ialah ketimpangan sosial, diskriminasi rasial dan
diskriminasi nasional,
standar hidup yang rendah, pengangguran dan
hubungannya dengan pembangunan
ekonomi, sistem politik, nilai-nilai sosio kultural
dan perubahan masyarakat,
juga dalam hubungannya dengan tata ekonomi
dunia/internasional baru.
Berdasarkan pernyataan dalam kongres PBB di
atas, terlihat bahwa kebijakan
penanggulangan kejahatan tidak hanya akan
menyembuhkan atau membina para
6. terpidana (penjahat) saja, tetapi penanggulangan
kejahatan dilakukan juga
dengan upaya penyembuhan masyarakat, yaitu
dengan menghapuskan sebab-sebab
maupun kondisi-kondisi yang menyebabkan
terjadinya kejahatan.
Perlunya Kesadaran hukum
Dalam upaya penanggulangan dan pencegahan
kejahatan tidak cukup hanya dengan
pendekatan secara integral, tetapi pendekatan
sarana penal dan non penal
tersebut harus didukung juga dengan
meningkatnya kesadaran hukum masyarakat.
Kesadaran hukum masyarakat merupakan salah
satu bagian dari budaya hukum.
Dikatakan sebagai salah satu bagian, karena
selama ini ada persepsi bahwa
budaya hukum hanya meliputi kesadaran hukum
masyarakat saja.
Padahal budaya hukum juga mencakup
kesadaran hukum dari pihak pelaku usaha,
parlemen, pemerintah, dan aparat penegak
hukum. Hal ini perlu ditegaskan karena
pihak yang dianggap paling tabu hukum dan
wajib menegakkannya, justru
oknumnyalah yang melanggar hukum. Hal ini
menunjukkan kesadaran hukum yang
masih rendah dari pihak yang seharusnya
menjadi "tauladan bagi masyarakat"
dalam mematuhi dan menegakkan hukum.
Kejahatan merupakan produk dari masyarakat,
sehingga apabila kesadaran hukum
telah tumbuh dimasyarakat, kemudian ditambah
dengan adanya upaya strategis
melalui kolaborasi antara sarana penal dan non
penal, maka dengan sendiri
tingkat kriminalitas akan turun, sehingga tujuan
akhir politik kriminal, yaitu
upaya perlindungan masyarakat (social defence)
dan upaya mencapai kesejahteraan
masyarakat (social welfare) akan terwujud.
Amin! (*)
http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ca
d=rja&ved=0CEYQFjAD&url=ftp%3A%2F
%2Fsmpn16-mlg.sch.id%2Fdinda%2F--LaW
%2520facuLty%2520UB--%2FKRIMINOLOGI
%2FRangkuman.doc&ei=rOtIUtrQAoPYrQeP_o
DoDQ&usg=AFQjCNEjp-
rioMFegqENNGZQdBO8bKGp9A&bvm=bv.53
217764,d.bmk
7. terpidana (penjahat) saja, tetapi penanggulangan
kejahatan dilakukan juga
dengan upaya penyembuhan masyarakat, yaitu
dengan menghapuskan sebab-sebab
maupun kondisi-kondisi yang menyebabkan
terjadinya kejahatan.
Perlunya Kesadaran hukum
Dalam upaya penanggulangan dan pencegahan
kejahatan tidak cukup hanya dengan
pendekatan secara integral, tetapi pendekatan
sarana penal dan non penal
tersebut harus didukung juga dengan
meningkatnya kesadaran hukum masyarakat.
Kesadaran hukum masyarakat merupakan salah
satu bagian dari budaya hukum.
Dikatakan sebagai salah satu bagian, karena
selama ini ada persepsi bahwa
budaya hukum hanya meliputi kesadaran hukum
masyarakat saja.
Padahal budaya hukum juga mencakup
kesadaran hukum dari pihak pelaku usaha,
parlemen, pemerintah, dan aparat penegak
hukum. Hal ini perlu ditegaskan karena
pihak yang dianggap paling tabu hukum dan
wajib menegakkannya, justru
oknumnyalah yang melanggar hukum. Hal ini
menunjukkan kesadaran hukum yang
masih rendah dari pihak yang seharusnya
menjadi "tauladan bagi masyarakat"
dalam mematuhi dan menegakkan hukum.
Kejahatan merupakan produk dari masyarakat,
sehingga apabila kesadaran hukum
telah tumbuh dimasyarakat, kemudian ditambah
dengan adanya upaya strategis
melalui kolaborasi antara sarana penal dan non
penal, maka dengan sendiri
tingkat kriminalitas akan turun, sehingga tujuan
akhir politik kriminal, yaitu
upaya perlindungan masyarakat (social defence)
dan upaya mencapai kesejahteraan
masyarakat (social welfare) akan terwujud.
Amin! (*)
http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ca
d=rja&ved=0CEYQFjAD&url=ftp%3A%2F
%2Fsmpn16-mlg.sch.id%2Fdinda%2F--LaW
%2520facuLty%2520UB--%2FKRIMINOLOGI
%2FRangkuman.doc&ei=rOtIUtrQAoPYrQeP_o
DoDQ&usg=AFQjCNEjp-
rioMFegqENNGZQdBO8bKGp9A&bvm=bv.53
217764,d.bmk