SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 56
KEJANG DEMAM
Sarwonoberau
Senin, 25 Juli 2011
Kejang demam

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat kenaikan suhu
tubuh. “Kejang demam ialah bangkitan kejang yg C) yang disebabkan oleh terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38 suatu proses ekstrakranium (Hasan, 1995).
Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah satu diantaranya
adalah : “Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi pada
umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam
dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dapat
dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (Mansjoer,
2000).

2. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan
Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari system saraf
pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan pons
(batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral
nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari
medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis
(sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem saraf parasimpatis).
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput otak
yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama terhadap
resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid
dan piamater.
Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :
a. Cerebrum (otak besar)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga tengkorak di
mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media.
Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari
cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik,
pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.
Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak
berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap
hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis.
Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :
1) Thalamus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang langsung
sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi semua impuls
sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
2) Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari beberapa
nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus
merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme,
alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya.
Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada
kasus kejang demam, hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya
yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses patologik
ekstrakranium.
3) Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons varoli)
ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah formatio
reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke
cortex cerebri.
b. Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior.
Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi
kontraksi otot rangka.
System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak atau batang
otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang :
1) N. I : Nervus Olfaktorius
2) N. II : Nervus Optikus
3) N. III : Nervus Okulamotorius
4) N. IV : Nervus Troklearis
5) N. V : Nervus Trigeminus
6) N. VI : Nervus Abducen
7) N. VII : Nervus Fasialis
8) N. VIII : Nervus Akustikus
9) N. IX : Nervus Glossofaringeus
10) N. X : Nervus Vagus
11) N. XI : Nervus Accesorius
12) N. XII : Nervus Hipoglosus.
System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf otonom
dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya system saraf
otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system
simpatis dan parasimpatis.
Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya
2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis
3) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral.
System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :
Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis:
1. Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak
2. Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis.
3. Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam sering
disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan
infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang
demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen
dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam
tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus
pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).
4. Patofisiologi
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
dan ion lain, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar
sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.
Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat dirubah dengan adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
b. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya
sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang rendah, C, sedang pada ambang
kejang tinggi kejang dapat terjadi pada suhu 38 C atau lebih. Untuk lebih jelas dapat
dilihat baru terjadi pada suhu 40 pada bagan di bawah ini :
Kejang demam

Inflamasi
Infeksi

Peningkatan suhu tubuh

Metabolisme basal meningkat
Kebutuhan O2 meningkat

Glukosa ke otak menurun

Perubahan konsentrasi dan jenis ion
di dalam dan di luar sel

Difusi ion Na+ dan K+

Kejang

Durasi pendek Durasi lama

Sembuh Apnea


O2 menurun

Kebutuhan O2 meningkat
Hipoxemia

Aktivitas otot meningkat

Hipoxia

Permeabilitas meningkat

Edema otak

Kerusakan sel neuron otak

Epilepsi

5. Tanda dan Gejala
Secara teoritis pada klien dengan Kejang Demam didapatkan data-data antara lain klien
kurang selera makan (anoreksia), klien tampak gelisah, badan klien panas dan berkeringat,
mukosa bibir kering (Ngastiyah, 1997).
6. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi hemiparesis.
Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat
flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsy.
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam :
a. Pneumonia aspirasi
b. Asfiksia
c. Retardasi mental


7. Penatalaksanaan / Pengobatan
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
a. Memberantas kejang secepat mungkin
Bila penderita datang dalam keadaan status convulsion, obat pilihan utama adalah diazepam
secara intravena. Apabila diazepam tidak tersedia dapat diberikan fenobarbital secara
intramuskulus.
b. Pengobatan Penunjang
Semua pakaian yang ketat dibuka. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi
isi lambung, usahakan jalan nafas bebas agar oksigen terjamin, penghisapan lendir secara
teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Tanda – tanda vital diobservasi
secara ketat, cairan intravena diberikan dengan monitoring.
c. Pengobatan di rumah
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumah. Pengobatan ini dibagi atas 2
golongan yaitu :
1) Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari diberikan obat campuran anti
konvulsan dan anti piretik yang harus diberikan pada anak bila menderita demam lagi
2) Profilaksis jangka panjang
Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup di dalam darah
penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.
d. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun epilepsy yang diprovokasi oleh
demam, biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan untuk mengumpulkan data serta menganalisa data sehingga
dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan klien (Gaffar, 1997). Dalam upaya
pengumpulan data sebagai langkah awal dari proses keperawatan penulis melakukan
pengkajian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan yang dilakukan dalam
pengkajian adalah pengumpulan data dan merumuskan prioritas masalah. Sedangkan tujuan
dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan data–data, mengelompokkan dan
menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan (Gaffar, 1997).
Tahapan pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat dan lengkap sesuai
dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa
keperawatan sesuai dengan respon individu sebagaimana yang ditentukan dalam standar
praktek keperawatan dari American Nursing Association.
Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan
mengenai status kesehatan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil
konsultasi dari medis (terapis) atau profesi kesehatan lainnya (Taylor, Lilis Le Mone, 1997).
Berdasarkan sumber data, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari klien, yaitu data tersebut
diperoleh dari klien yang sadar maupun klien tidak sadar sehingga tidak dapat berkomunikasi
misalnya data tentang kebersihan diri atau data tentang kesadaran. Data sekunder adalah data
yang diperoleh selain dari klien, seperti dari perawat, dokter, catatan perawat, serta dari
pemeriksaan seperti pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lainnya, dari
keluarga atau dari kerabat dekat.
Secara umum ada beberapa cara pengumpulan data dengan observasi, konsultasi, validasi
data, anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi adalah pengumpulan data melalui hasil
pengamatan (melihat, meraba atau mendengarkan) tentang kondisi klien dalam kerangka
asuhan keperawatan.
Konsultasi adalah seorang spesialis diminta untuk mengidentifikasikan cara–cara untuk
pengobatan dan penanganan penyakit klien.
Anamnesa atau wawancara adalah cara pengumpulan data melalui inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi.
Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien, seperti inspeksi
kesimetrisan pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan, inspeksi adanya
lesi pada kulit dan sebagainya.
Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetukkan jari tengah kejari tengah yang
lainnya untuk normal atau tidaknya suatu organ tubuh.
Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba klien seperti lokasi pada rongga
abdomen untuk mengetahui lokasi nyeri atau untuk mengetahui adanya massa.
Auskultasi adalah cara pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, misalnya
auskultasi dinding abdomen untuk mengetahui bising usus, mendengarkan suara paru – paru,
bunyi jantung.
Adapun pengkajian untuk mengumpulkan data–data yang akurat terhadap Kejang Demam
yaitu dimulai dengan anamnesa kepada klien dan
keluarga kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik.
Hal – hal yang perlu dikaji antara lain :
a. Identitas pasien dan keluarga
1) Nama Pasien (initial), umur, jenis kelamin,agama, suku bangsa dan alamat
2) Nama Ayah (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa
3) Nama Ibu (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa.
b. Kesehatan fisik
1) Pola nutrisi
Tidak ada nafsu makan (anoreksia), mual dan bahkan dapat disertai muntah. Perlu dikaji pola
nutrisi sebelum sakit, porsi makan sehari – hari, jam makan, pemberian makan oleh siapa,
frekuensi makan, nafsu makan, serta alergi terhadap makanan.
2) Pola eliminasi
3) Pola tidur
Yang perlu dikaji meliputi jam tidur, waktu tidur dan lamanya tidur serta kebiasaan sebelum
tidur
4) Pola hygiene tubuh
Mengkaji mengenai kebiasaan mandi, cuci rambut, potong kuku dan rambut
5) Pola aktifitas
Anak tampak lemah, gelisah atau cengeng.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
1) Riwayat prenatal
Dikaji mengenai kehamilan ke berapa, tempat pemeriksaan kehamilan, keluhan ibu saat
hamil, kelainan kehamilan dan obat – obatan yang diminum saat hamil.

2) Riwayat kelahiran
Kelahiran spontan atau dengan bantuan – bantuan, aterm atau premature. Perlu juga
ditanyakan berat badan lahir, panjang badan, ditolong oleh siapa dan melahirkan di mana.
3) Riwayat yang berhubungan dengan hospitalisasi
Pernahkah dirawat di rumah sakit, berapa kali, sakit apa, pernahkah menderita penyakit yang
gawat.
Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada keluarga yang pernah
menderita kejang.
4) Tumbuh kembang
Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan tingkat usia, baik
perkembangan emosi dan sosial.
5) Imunisasi
Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur pemberiannya. Apakah imunisasi lengkap,
jika belum apa alasannya.
d. Riwayat penyakit sekarang
1) Awal serangan : Sejak timbul demam, apakah kejang timbul setelah 24 jam pertama
setelah demam
2) Keluhan utama : Timbul kejang (tonik, klonik, tonik klonik), suhu badan meningkat
3) Pengobatan : Pada saat kejang segera diberi obat anti konvulsan dan apabila pasien berada
di rumah, tiindakan apa yang dilakukan untuk mengatasi kejang.
4) Riwayat sosial ekonomi keluarga
Pendapatan keluarga setiap bulan, hubungan sosial antara anggota keluarga dan masyarakat
sekitarnya.

5) Riwayat psikologis
Reaksi pasien terhadap penyakit, kecemasan pasien dan orang tua sehubungan dengan
penyakit dan hospitalisasi.
e. Pemeriksaan fisik
1) Pengukuran pertumbuhan : Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala
 C, nadi cepat, 2) Pengukuran fisiologis : Suhu biasanya di atas 38 pernafasan (mungkin
dyspnea nafas pendek, nafas cepat, sianosis)
3) Keadaan umum : Pasien tampak lemah, malaise
4) Kulit : Turgor kulit dan kebersihan kulit
5) Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala dan warna rambut serta kebersihannya
6) Mata : Konjungtiva, sklera pucat / tidak, pupil dan palpebra
7) Telinga : Kotor / tidak, mungkin ditemukan adanya Otitis Media Akut / Kronis
8) Hidung umumnya tidak ada kelainan
9) Mulut dan tenggorokan : Bisa dijumpai adanya tonsillitis
10) Dada : Simetris / tidak, pergerakan dada
11) Paru – paru : Bronchitis kemungkinan ditemukan
12) Jantung : Umumnya normal
13) Abdomen : Mual – mual dan muntah
14) Genetalia dan anus : Ada kelainan / tidak
15) Ekstremitas : Ada kelainan / tidak.
Setelah selesai mengumpulkan data maka selanjutnya data tersebut dikelompokkan.
Pengelompokan data dapat dibagi atas data dasar dan data khusus (Carpenito, 1997). Data
dasar terdiri dari data fisiologis, data psikologis, data sosial dan spiritual. Sedangkan data
khusus adalah data yang bersifat khusus, misalnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
rontgen dan sebagainya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan
aktual atau rester / resti (Gaffar, 1997). Pada tahap diagnosa keperawatan penulis akan
menganalisa data yang diperoleh dari hasil pengkajian dan mengidentifikasi masalah
keperawatan, baik yang dapat dicegah, dapat dikurangi maupun yang dapat ditanggulangi
dengan tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan dibagi sesuai dengan masalah kesehatan klien yaitu :
a. Aktual, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan masalah yang nyata saat ini dengan
data klinis yang ditemukan.
b. Rester, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang
nyata yang akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan, saat ini masalah belum
ada tetapi etiologi sudah ada.
c. Possible, yaitu diagnosa keperawatan yang timbul akibat adanya tambahan masalah
Komponen – komponen berikut ini menandai tiga bagian pernyataan perubahan keperawatan
a. Diagnosa keperawatan, merupakan pernyataan yang menggambarkan perubahan status
kesehatan klien. Perubahan–perubahan menyebabkan masalah dan perubahan yang tidak
menguntungkan pada kemampuan klien untuk berfungsi. Diagnosa keperawatan adalah frase
atau pernyataan yang ringkas, diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk membuat
kriteria hasil asuhan keperawatan dan menentukan intervensi – intervensi yang diperlukan
untuk mencapai kriteria hasil.
b. Etiologi, pernyataan etiologi mencerminkan penyebab masalah klien yang menimbulkan
perubahan–perubahan pada status kesehatan klien. Penyebab tersebut dapat berhubungan
dengan tingkah laku klien, patofisiologi, psikososial, perubahan–perubahan situasional pada
gaya hidup, usia perkembangan, faktor budaya dan lingkungan. Diagnosa keperawatan dapat
diterapkan untuk semua area keperawatan, seperti medikal bedah, kesehatan ibu dan anak,
pediatrik, kesehatan komunitas.
Batasan karakteristik, merupakan kelompok petunjuk klinis yang menggambarkan tingkah
laku, tanda dan gejala yang menggambarkan diagnosa keperawatan. Batasan karakteristik
diperoleh selama tahap pengkajian, memberikan bukti bahwa ada masalah kesehatan gejala
(data subjektif) adalah perubahan yang dirasakan oleh klien dan diekspresikan secara verbal
kepada perawat. Tanda (data objektif) adalah perubahan yang diamati pada status kesehatan
klien. Identifikasi minimal tiga tanda dan gejala sebagai bukti yang cukup untuk mendukung
pemilihan diagnosa keperawatan .
Adapun masalah keperawatan pada klien dengan kasus Febrile Convulsion menurut
Ngastiyah (19997) adalah :
a. Resiko tinggi terhadap kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang
b. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses infeksi
c. Resiko terjadi bahaya / komplikasi berhubungan dengan aktifitas kejang
d. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan tindakan invasif, prosedur tindakan
e. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi.
Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan pada Febrile Convulsion adalah :
a. Resiko terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot besar dan kecil
b. Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial
c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-rata, proses infeksi
d. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, dan aturan pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi.
Sedangkan menurut Carpenito (1990), diagnosa keperawatan yang terdapat pada kasus
Febrile Convulsion adalah :
a. Resiko tinggi tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan relaksasi lidah,
sekunder terhadap gangguan inversi otot
b. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses infeksi.
3. Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap yang paling penting yang dibuat setelah merumuskan diagnosa
keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah
masalah keperawatan klien, sehingga tercapai kondisi kesehatan klien yang optimal (Gaffar,
1997).
Pada tahap perencanaan setelah memprioritaskan masalah keperawatn, penulis menetapkan
tujuan dan kriteria tindakan yang dapat mencegah, mengurangi dan menanggulangi masalah
kesehatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan klien saat ini serta menuliskan
tujuan yang ditetapkan harus nyata, dapat diukur dan mempunyai batasan waktu pencapaian.
Adapun komponen tahap perencanaan adalah :
Membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan diurutkan dengan prioritas tinggi, sedang, ringan masalah dengan
prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam hidup (misalnya bersihan jalan
nafas). Masalah dengan prioritas rendah tidak berhubungan secara langsung dengan keadaan
sakit atau prognosis yang spesifik (misalnya masalah keuangan). Masalah dengan prioritas
tingi membutuhkan perhatian yang cepat dibandingkan dengan prioritas rendah.
Hirarki kebutuhan Maslow (1968) membantu perawat untuk memprioritaskan urutan
diagnosa keperawatan, kerangka hirarki ini termasuk kebutuhan fisiologis dan psikologis.
Lima tingkatan hirarki ini adalah fisikologis, keselamatan dan keamanan, mencintai dan
memiliki, harga diri dan aktualisasi diri.
Adapun rencana tindakan pada kasus Febrile Convulsion menurut Doenges (2002), yaitu :
1. Diagnosa keperawatan I
Resiko tinggi terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot besar dan kecil
Tujuan dan kriteria hasil :
Henti nafas dan trauma tidak terjadi dengan kriteria :
 Menunjukkan efektifitas pernafasan selama kejang dan sesudahnya
 Tidak terdapat tanda injuri, perlukaan di seluruh organ tubuh
Rencana Tindakan :
1.1 Gali bersama-sama keluarga berbagai stimulasi yang dapat menjadi pencetus kejang
Rasional : Mengetahui dan dapat menanggulangi sedini mungkin komplikasi yang dapat
terjadi
1.2 Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang terpasang dengan posisi
tempat tidur rendah
Rasional : mengurangi trauma saat kejang selama berada di tempat tidur
1.3 Gunakan termometer dengan bahan metal atau dapatkan suhu melalui lubang telinga jika
perlu
Rasional : mengurangi resiko klien menggigit dan cedera mulut
1.4 Tinggallah bersama klien dan keluarga dalam waktu beberapa lama / setelah kejang
Rasional : Meningkatkan rasa aman keluarga, mengobservasi gejala lanjut
1.5 Masukkan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik. Miringkan kepala ke salah satu sisi
dan lakukan suction pada jalan nafas sesuia indikasi
Rasional : Memfasilitasi ekspansi dada maksimal, drainage sekret, dan memfasilitasi saat
melakukan suction
1.6 Atur kepala, tempatkan di atas daerah yang empuk (lunak) atau bantu meletakkan pada
lantai jika keluar dari tempat tidur
Rasional : Menurunkan resiko cedera
2. Diagnosa keperawatan II
Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial
Tujuan dan kriteria hasil :
Pola nafas efektif yang ditunjukkan dengan frekuensi nafas dalam batas normal, jalan nafas
bersih
Rencana Tindakan :
2.1 Kosongkan mulut klien dari benda / zat makanan
Rasional : menurunkan resiko aspirasi
2.2 Letakkan klien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala, selama serangan
kejang
Rasional : Meningkatkan aliran (drainage), sekret, mencegah lidah jatuh, dan menyumbat
jalan nafas
2.3 Tanggalkan pakaian pada daerah leher, dada, dan abdomen
Rasional : Memfasilitasi usaha bernafas dan ekspansi dada
2.4 Masukkan spatel lidah/jalan nafas buatan atau golongan benda lunak sesuai dengan
indikasi
Rasional : Mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan suction
2.5 Melakukan pengisapan (suction) sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan resiko aspirasi dan asfiksia
3. Diagnosa keperawatan III
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-rata, proses infeksi
Tujuan dan kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam batas normal, yang ditunjukkan dengan mendemontrasikan suhu dalam
batas normal, bebas dari kedinginan, tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
Rencana Tindakan :
3.1 Pantau suhu tubuh
Rasional : Suhu 38,9-41,1 menunjukkan adanya proses infeksius akut. Pola demam dapat
membantu dalam diagnosis
3.2 Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan penggunaan seprai di tempat tidur sesuai
indikasi
Rasional : Suhu ruangan / jumlah selimut harus dirubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal
3.3 Berikan kompres hangat
Rasional : Membantu menurunkan demam dengan efek vasodilatasi air hangat melalui proses
evaporase
3.4 Kolaborasi : Berikan antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentranya pada hipotalamus
meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan
meningkatkan autodekstruksi sel-sel yang terinfeksi.
4 Diagnosa keperawatan IV
Kurang pengetahuan (kurang belajar) mengenai kondisi, dan aturan pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi, kesalahan persepsi
Tujuan dan kriteria hasil :
Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan berbagai rangsang yang dapat menyebabkan
aktifitas kejang, dengan kriteria :
Keluarga dapat mengemukakan kondisi dan pengobatan secara sederhana.
Rencana Tindakan :
4.1 Jelaskan kembali mengenai patofisiologi / prognosis penyakit
Rasional : Memberikan kesempatan mengklarifikasi kesalahan persepsi dan keadaan penyakit
yang ada sesuai dengan yang ditangani
4.2 Tinjau kembali obat-obat yang didapat
Rasional : Tidak ada pemahaman terhadap obat-obatan yang dapat merupakan penyebab
kecemasan keluarga

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
validasi, penugasan ketrampilan interpersonal, intelektual dan teknikal (Gaffar, 1997, 49).
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien vulnus scissum untuk memenuhi antara lain :
mencegah infeksi, meningkatkan penyembuhan luka, meningkatkan kondisi kesehatan dan
koping individu dan keluarga serta mencegah komplikasi cedera selanjutnya.
Tahap pelaksanaan merupakan bentuk tindakan untuk direncanakan sebelumnya dan
disesuaikan dengan situasi secara cermat dan efisien. Dalam melaksanakan tindakan
keperawatan penulis menyesuaikan dengan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan klien saat
itu, tidak semata – mata berdasarkan prioritas masalah yang direncanakan sebelumnya serta
disesuaikan dengan waktu pelaksanaan tindakan. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan
penulis juga melaksanakan tindakan observasi dan pengumpulan data untuk melihat
perkembangan klien selanjutnya.
Komponen tahapan dalam menyusun implementasi :
a. Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa perintah dokter, tindakan keperawatan
mandiri ini ditetapkan dengan standar praktik American Nursing Association (1973),
undang–undang praktik perawat negara bagian dan kebijakan institusi perawat kesehatan.
b. Tindakan keperawatan kolaboratif, diimplementasikan bila perawat bekerja dengan
anggota tim perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang
bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah klien.
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan keperawatan,
dokumentasi merupakan pernyataan dari kejadian atau aktifitas yang otentik dengan
mempertahankan catatan – catatan yang tertulis. Dokumentasi merupakan wahana untuk
komunikasi dari salah satu profesional ke profesional lainnya tentang status klien.
Dokumentasi klien memberikan bukti tindakan keperawatan mandiri dan kolaboratif yang
diimplementasikan oleh perawat.
5. Evaluasi
Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan (Gaffar, 1997). Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses
keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan
yang dilakukan.
Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam meliputi pola pernafasan
kembali efektif, suhu tubuh kembali normal, anak menunjukkan rasa nymannya secara verbal
maupun non verbal, kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury selama dan
sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah.
Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus menerus untuk
menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga evaluasi tujuan jangka pendek. Dapat pula
bersifat sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan yang
pencapaian tujuan jangka panjang.
Komponen tahapan evaluasi :
a. Pencapaian kriteria hasil
Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk pengukuran. Bila kriteria hasil
telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika
kriteria hasil belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi rencana asuhan
keperawatan.
b. Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat terjadi di seluruh proses
keperawatan.
1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap satu.
2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua
3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap tiga
4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan tahap empat.
5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.
DAFTAR PUSTAKA


Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta

Doenges, Marillyn E, dkk (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC, Jakarta

Doenges, Marillyn E, et all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta

Gaffar, La Ode Jumadi (1997), Pengantar Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta

Hasan, Dr. Rusepno (1995), Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta

Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Pusponegoro, Titut S., dkk (2000) Perinatologi, EGC, Jakarta
Saifuddin (1997), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, EGC, Jakarta
Susan Martin, dkk (1998), Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan, Diagnosa dan
Evaluasi, Edisi 5, EGC, Jakarta

Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta
Diposkan oleh sarwono di 13.12 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Link ke posting ini
Label: keperawatan
Reaksi:

Minggu, 24 Juli 2011
HACK TSEL FLASH YANG KEHABISAN QUOTA




Dulunya saya memakai Modem Flexi dengan paket sekolah hanya Rp.30.000,- ,awalnya
cepet tapi lama-lama jadi ngesot jalannya…(wadooh gmn y?),Nah…Pas lagi liat Televisi,ada
iklan telkomsel flash. . .katanya si UNlimited.
Saya cari saja infonya di internet,bener si unlimited tapi di batesin kecepatanya,jadi
sistemnya kek gini
diibaratkan
paket unlimited = mobil
dan kapasitas(yang 300MB,500MB,dll ) = itu NOS-nya
jadi jika NOS nya habis ,mobilnya tetp jalan tapi lebih pelan.pokoknya gitu lah ^^
untuk cek paket infonya silahkan ke http://www.telkomsel.com/product/telkomsel-flash/661-
Paket-Telkomsel-Flash.html
nah,kembali ya( sedikit intermezzzoOo ^^)
selanjutnya , saya mencoba telkomselflash ,perdananya kira-kira Rp.65.000,-.
Saya gunakan HP NOKIA sebagai modem,dengan menggunakan software NOKiA Pc
Suite(cari aja di google)
dan alhamdulillah koneksi lancar + ngebut . . . .
tetapi tadi malem di malem ke 3 ,koneksinya jadi Lola alias lama (saya berfikir mungkin
hanya lagi perbaikan)
Pas Pagi tadi saya coba! masih lama juga,saya cek UL Info ,Ternyata benar 0 kb….NOS nya
habis!! T.T
saya mulai Searching di google dengan koneksi yang kehabisan bensin untuk mempercepat
koneksi Telkomsel Flash yang telah habis kuotanya,alhasil saya dapat nice info dari sebuah
blog ,gini caranya:
Ubah settingan modem anda
Config Filename : im2
Dial Number : *99#
Username : indosatm2
Pasword : prabayar
APN : indosatm2
DNS pilih yang otomatis
PDP Tipe pake yang IP jangan CHAP
Loh kok Indosat kan Telkomsel??saya pertama juga kaget + kaga percaya ,Tetapi setelah di
coba !!
Behhhh…….Ngacirrr………….^^
Selamat BerUtak-Utik!
Diposkan oleh sarwono di 20.43 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Link ke posting ini
Label: internet
Reaksi:
MEMPERCEPAT IDM

tadi ane searching2 di Forum sebelah , ternyata ada trit “Cara setting IDM biar Bikin ngacir-
cir”. nah buat kalian agan2 yang menggunakan download manager IDM, kadang belum
benar-benar merasakan manfaat dari SW tsb, karena belum disetting dengan benar. Jika
sudah diseting, IDM akan berfungsi optimal, meskipun kita gonta-ganti tipe koneksi (wive-
LAN, WIFI, Dial-up, dll).
Nah bagemana caranya biar agan2 bisa merasakan manfaat ilmu yang ane dapet hingga bikin
downloadan nte yang biasanya sejam berubah jadi 15 menit , jadi bisa hemat waktu gan !!
hhee
nih contohnya :
Pertannyaanya , Bagaiamana caranya Membuat IDM Download 3x Lebih Cepat alias
Ngaciiir ?
Gini caranya:
1. klik IDM di try icon
2. klik Option
3. Pada Connection/ Speed, pilih Other, dan pada Default Max conn.number pilih 16
4. Tutup IDM
5. Klik Start kemudian run dan tuliskan “regedit” tanpa petik , kemudian klik ok , Jalankan
Regedit>HKey_Current_User>Software>Download Manager> (lihat jendela kanan)
Connection Speed>double click>pilih decimal> isi dengan 9999999999999>OK
6. tutup regedit (close )
7. Coba ntuk DL….winking
Catatan:
Kecepatan Download dipengaruhi juga oleh kondisi jaringan yg ada..
Diposkan oleh sarwono di 20.37 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Link ke posting ini
Label: internet
Reaksi:

Laporan pendahuluan Askep pasien dengan gastroenteritis

A. Konsep Dasar Gastroenteritis

1. Definisi
Gastroenteritis (diare) merupakan suatu keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih dari
4 kali dan pada bayi lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau
atau dapat pula bercampur lendir dan darah, atau lendir saja (Ngastiyah, 1997).

3. Etiologi
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor infeksi:
1) Bakteri; enteropathogenic escherichia coli, salmonella, shigella, yersinis enterocolitica,
campylobacter.
2) Virus; enterovirus-echoviruses, adenovirus, human retrovirus seperti agent rota virus,
astrovirus.
3) Jamur; candida enteritis.
4) Parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, srongyloides), protozoa (entamoebahystolityca,
giardialamblia).
5) Infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA),
tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat
pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malobsorbsi karbohidrat : disakarida (intolerensi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan
tersering intoleransi laktosa,
2) Malabsrobsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor fsikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).




4. Patofisiologi
Menurunnya pemasukan/ hilangnya cairan akibat muntah, diare, demam, hiperpentilasi

Tiba-tiba dengan cepat cairan ekstraseluler hilang

Ketidak seimbangan elektrolit

Hilangnya cairan dalam intra seluler

Disfungsi seluler

Syok hipovolemik

Kematian

5. Tanda dan Gejala
a. cengeng
b. gelisah
c. suhu tubuh biasanya meningkat
d. nafsu makan berkurang atau tidak ada
e. diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau darah
f. muntah
g. dehidrasi

6. Komplikasi
a. Dehidrasi
Menurut banyaknya cairan yang hilang, Ashwill and Droske (1997) membagi dehidrasi atas:
1. Dehidrasi ringan; berat badan menurun 3%-5%, dengan volume cairan yang hilang kurang
dari 50 ml/kg.
2. Dehidrasi sedang; berat badan menurun 6%-9%, dengan volume cairan yang hilang 50-90
ml/kg.
3. Dehidrasi berat; berat badan menurun lebih dari 10%, dengan volume cairan yang hilang
sama dengan atau lebih dari 100 ml/kg.




Menurut tonisitas darah, dehidrasi dapat dibagi atas:
1) Dehidrasi isotonik, bila kadar Na dalam plasma antara 131-150 mEq/L.
2) Dehidrasi hipotonik, bila kadar Na plasma kurang dari 131 mEq/L.
3) Dehidrasi hipertonik, bila kadar Na plasma lebih dari 150 mEq/L

b. Syok hipovolemik
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
elektrokardiogram).
d. Hipokalsemia
e. Hiponatremia
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili
mukosa usus halus.
h. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
i. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
j. Asidosis.


7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan tinja
1) Makroskopis dan mikroskopis.
2) Biakan kuman untuk mencari kuman penyebab.
3) Tes resistensi terhadap berbagai antibiotik.
4) pH dan kadar gula jika diduga ada sugar intolerance.
b. Pemeriksaan darah
1) Darah lengkap
Darah perifer lengkap, analisa gas darahdan elektrolit (terutama Na, Ca, K dan P serum pada
diare yang disertai kejang), anemia (hipokronik, kadang-kadang nikrosiotik) dan dapat terjadi
karena mal nutrisi/malabsrobsi tekana fungsi sumsum tulang (proses imflemasi kronis),
peningkatan sel-sel darah putih.
2) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
c. Pemeriksaan elektrolit tubuh.
Terutama kadar natrium, kalium, kalsium, bikarbonat terutama pada penderita diare yang
mengalami muntah-muntah, pernapaan cepat dan dalam, kelemahan otot-otot, ilius paralitik.
d. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif
terutama pada diare kronik.

8. Pengobatan
Dalam garis besarnya pengobatan diare dibagi dalam:
a. Pengobatan kausal
Pada penderita diare antibiotik hanya boleh diberikan kalau:
1) Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik dan/atau biakan.
2) Pada pemeriksaan makroskopik dan/atau mikroskopik ditemukan darah pada tinja.
3) Secara klinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya infeksi enteral.
4) Di daerah endemik kolera.
5) Pada neonatus jika diduga terjadi infeksi nasokomial.
b. Pengobatan simptomatik
1) Obat-obat anti diare.
2) Adsorbent.
3) Antiemetik.
4) Antipiretik.
c. Pengobatan cairan
Ada 2 jenis cairan, yaitu:
1) Cairan rehidrasi oral (CRO)
Ada beberapa macam cairan rehidrasi oral:
a) Cairan rehidrasi oral dengan formula lengkap mengandung NaCl, KCl, NaHCO3 dan
glukosa penggantinya, yang dikenal dengan nama oralit.
b) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung keempat komponen di atas, misalnya larutan
gula-garam (LGG), larutan tepung beras-garam, air tajin, air kelapa, dan lain-lain caiaran
yang tersedia di rumah, disebut CRO tidak lengkap.
2) Cairan rehidrasi parenteral (CRP)
Sebagai hasil rekomendasi Seminar Rehidrasi Nasional ke I s/d IV dan pertemuan ilmiah
penelitian diare, Litbangkes (1982) digunakan cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi
parenteral tunggal untuk digunakan di Indonesia, dan cairan inilah yang sekarang terdapat di
puskesmas-puskesmas dan di rumah-rumah sakit di Indonesia. Pada diare dengna penyakit
penyerta (KKP< jantung, ginjal) cairan yang dianjurkan adalah Half Strength Darrow
Glukose yaitu cairan Hartmann setengah dosis di dalam 2,5 % glukosa atau cairan Darrow
setengah dosis di dalam glukosa 2,5%, karena keduanya mengandung natrium, kalium,
klorida, laktat (basa), dan glukosa.
Kebutuhan cairan dapat dihitung sebagai berikut:
a) 24 jam pertama:
(1) Dehidrasi ringan; 180 ml/kg (sekitar 3 ¼ fl. oz per lb) per hari.
(2) Dehidrasi sedang; 220 ml per kg (sekitar 4 fl. oz per lb) per hari
(3) Dehidrasi berat; 260 ml per kg (sekitar 4 ¾ fl. oz per lb) per hari
b) Hari-hari berikutnya:

Kebutuhan normal sehari-hari adalah 140 ml per kg (sekitar 2,5 fl. oz per lb), ditambah
dengan penggantian pengeluaran cairan, yang dihitung secara kasar lewat buang air besar
atau lewat muntahnya. Semua cairan yang diberikan dalam berbagai cara diatas harus dicatat
dan dijumlahkan sertiap hari.

d. Pengobatan diuretik
1) Untuk anak kurang dari 1 tahun dengan BB kurang dari 7 kg
Jenis makanan:
a) Susu (ASI/ susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tak jenuh
misalnya; LLM, almiron.
b) Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau
minum susu karena di rumah sudah biasa diberi makanan padat
c) Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak
berantai sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
2) Untuk anak diatas 1 tahun dengan BB lebih dari 7 kg
Jenis makanan: makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan di
rumah.
e. Obat-obatan
Prinsif pengobatan diare ialah menggantikan yang hilang melalui tin ja dengan atau tanpa
muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula,
air tajin, tepung beras dan sebagainya).


B. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gastroenteritis
1. Pengkajian
Adapun langkah-langkah dalam pengkajian adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, suku bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan dan nama ortu.
2) Keluhan utama klien
Biasanya mengeluh berak-berak encer dengan atau tanpa adanya lendir dan darah sebanyak
lebih dari 3 kali sehari, berwarna kehijau-hijauan dan berbau amis. Biasanya disertai muntah,
tidak napsu makan dan mungkin ada demam ringan atau demam tinggi pada anak-anak yang
menderita infeksi usus (Ngastiyah 1997).
3) Riwayat penyakit sekarang
a) Lamanya keluhan : masing-masing orang berbeda tergantung pada tingkat dehidrasi, status
gizi, keadaan sosial ekinomi, hygiene dan sanitasi (Jellife, 1994)


b) Akibat timbul keluhan : anak menjadi rewel dan menjadi gelisah, badan menjadi lemah
dan beraktifitas bermain kurang (Ngastiyah, 1997).
c) Faktor memperberat : ibu menghentikan pemberian makanan, anak tidak mau makan dan
minum, tidak ada pemberian cairan tambahan (larutan oralitr atau larutan gula garam).


4) Riwayat penyakit dahulu
Dalam pengkajian ini perlu ditanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita oleh
anak maupun keluarga dalam hal ini orang tua. Apakah dalam keluarga pernah mempunyai
riwayat penyakit keturunan atau pernah menderita penyakit kronis sehingga harus dirawat di
rumah sakit.
5) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Disini hal-hal yang ditanyakan meliputi keadaan ibu saat hamil, gizi, usia kehamilan dan
obat-obatan. Hal tersebut juga mencakup kesehatan anak sebelum lahir, saat lahir, dan
keadaan anak setelah lahir.
6) Tumbuh kembang
Dalam pengkajian ini yang perlu ditanyakan adalah hal-hal yang berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usia anak sekarang yang meliputi
motorik kasar, motorik halus, perkembangan kognitif atau bahasa dan personal sosial atau
kemandirian.
7) Imunisasi
Dalam pengkajian ini yang ditanyakan kepada orang tua adalah apakah anak mendapatkan
imunisasi secara lengkap sesuai dengan usianya dan jadual pemberian serta efek samping dari
pemberian imunisasi seperti panas, alergi, dan sebagainya.
8) Psikososial
Dalam pengkajian ini yang ditanyakan meliputi tugas perkembangan sosial anak, kemampuan
beradaptasi selama sakit, mekanisme koping yang digunakan oleh anak dan keluarga. Respon
emosional keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress mencakup juga harapan-
harapan keluarga terhadap kesembuhan penyakit anak.
9) Kesehatan fisik
Beberapa hal yang perlu ditanyakan meliputi pola nutrisi seperti frekuensi makan, jenis
makanan, makanan yang disukai atau tidak disukai dan keinginan untuk makan dan minum.
Pola eliminasi seperti frekuensi buang air besar dan buamg air kecil di rumah dan di rumah
sakit. Selain itu ditanyakan tentang konsistensi , warna dan bau dari objek eliminasi.
Kebiasaan tidur seperti tidur siang, malam, kebiasaan sebelum dan sesudah tidur. Pola
aktivitas juga ditanyakan baik di rumah maupun di sekolah, juga bagaimana pola hygiene
tubuh seperti mandi, keramas, gosok gigi dan ganti baju.

10) Kesehatan mental
Dalam hal ini ditanyakan mengenai pola interaksi anak, pola kognitif anak, pola emosi anak
saat dirawat, pola psikologi keluarga serta kopingnya dan pengetahuan keluarga dalam
mengenali penyakit anaknya.
11) Kesehatan sosial dan spiritual
Dalam pengkajian ini yang perlu ditanyakan meliputi pola kultural atau norma yang berlaku
dalam keluarga dan pola rekreasi serta keadaan lingkungan rumah. Mengenai pola spiritual
yang ditanyakan mengenai pola ibadah apakah klien sudah bisa beribadah dan nilai-nilai
spiritual yang sudah ditanamkan oleh keluarga.

b. Pemeriksaan fisik
a) Aktifitas/istirahat
Gejala : gangguan pola tidur, misalnya : insomnia dini hari, kelemahan , perasaan hiper dan
atau ansietas.
Tanda : periode hiperaktifasi, latihan keras terus menerus.
b) Sirkulasi
Gejala : perasaan dingin meskipun pada ruangan hangat.
Tanda : tekanan darah rendah, bradikardi, distritmia.
c) Integritas Ego
Gejala : ketidak berdayaan putus asa
Tanda :status emosi depresi, menolak , marah, ansietas.
d) Eliminasi
Gejala : Diare, nyeri abdomen tidak jelas dan distres, kembung, penggunaan laktatif atau
diuretik
e) Makanan/cairan
Gejala lapar terus menerus atau menyangkal lapar nafsu makan normal atau meningkat
(kadang menghilang sampai gangguan lanjut.)
f) Hygene
Tanda : rambut rontok, kuku kotor dan rapuh, tanda erosi email gigi, kondisi gusi buruk.
g) Neurosensori
Tanda : efek depresi, perubahan mental (apatis, bingung, gangguan memori) karena mal
nutrisi/kelaparan.
h) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejal : sakit kepala
i) Keamanan
Tanda : peningkatan suhu tubuh, berulangnya proses infeksi, eksim atau masalah kulit lain.

j) Interaksi sosial
Gejala : merasa tidak berdaya
2) Pemeriksaan penunjang
Pada gastroenteritis biasanya dilakukan pemeriksaan tinja untuk mengetahui jenis kuman
penyebab, pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinin dan glukosa serta perlu diketahui adanya
riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan.
c. Analisa data
Data subyektif yaitu data yang didapat dari ungkapan atau keluhan klien dalam hal ini anak
dan ortu sedangkan data obyektif yaitu data yang didapat dari suatu pengamatan, observasi,
pengukuran dan hasil pemeriksaan. Data-data tersebut dikelompokkan berdasarkan
peranannya untuk menunjang suatu masalah, dimana masalah tersebut berfokus pada klien
dan respon klien.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang menjelaskan status atau masalah
kesehatan potensial atau aktual (Gaffar, 1999: 61). Diagnosa keperawatan berfungsi sebagai
alat untuk menggambarkan masalah klien yang dapat ditangani oleh perawat (Doenges, 2000:
46).
Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang sering ditemukan pada pasien diare, yaitu :
a. Menurut Lynda Juall Carpenito ( 1999 ), halaman 188-191
1). Resiko tinggi terhadap defisit cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder terhadap
muntah dan diare.
2). Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan kram abdomen, diare dan muntah sekunder
terhadap dilatasi sekunder dan hiperperistaltik.
3). Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan
dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pembatasan diit dan tanda-tanda serta gejala
komplikasi.

b. Menurut Tucker et all ( 1999 ), halaman 958-960
1). Diare yang berhubungan dengan iritasi usus, proses infeksi atau mal absorbsi usus.
2). Kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan mentoleransi cairan
peroral tanpa muntah dan diare.
3). Perubahan integritas kulit yang berhubungan dengan seringnya defekasi sehingga iritasi
pada daerah anal dan bokong.
4). Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai kebutuhan
perawatan di rumah dan prosedur yang diikuti jika diare berulang.


3. Perencanaan
Perencanaan adalah gambaran atau tindakan yang akan dilakukan untuk memecahkan
masalah keperawatan yang dihadapi klien (Depkes RI, 1998). Perencanaan merupakan tahap
ketiga dari proses keperawatan dimana tujuan/ hasil ditentukan dan intervensi dipilih. Sedang
rencana perawatan adalah bukti tertulis dari tahap dua dan tiga proses keperawatan yang
mengidentifikasi masalah atau kebutuhan klien, tujuan/ hasil perawatan, dan intervensi untuk
mencapai hasil yang diharapkan dan menangani masalah atau kebutuhan klien (Marilynn E.
Doenges, 1999). Adapun rencana keperawatan yang sesuai dengan penyakit gastroenteritis
adalah sebagai berikut :
Dx. 1. Diare b/d mal absorbsi usus
Tujuan :
Diare teratasi
Kriteria hasil :
Orangtua mengatakan frekuensi BAB kurang dengan konsistensi tidak encer.
Rencana Keperawatan :
a. Kaji dan observasi defekasi, karateristik, jumlah dan factor pencetus.
b. Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare.
c. Mulai berikan pemasukan cairan peroral secara bertahap, hindari minuman dingin.
d. Jelaskan manfaat istirahat adekuat.
e. Observasi demam, letargi,takikardi.
f. Kolaborasi dalam pemberian antikolinergik dan antibiotic.
Rasional :
a. Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya diare.
b. Untuk menghindari iritasi dan meningkatkan istirahat usus.
c. Memberikan istirahat kolon dengan menurunkan/ menghilangkan rangsangan makanan/
cairan.
d. Istirahat menurunkan mobilisasi usus, juga menurunkan laju metabolisme bila terjadi
infeksi.
e. Untuk menentukan intervensi yang tepat untuk dilakukan.
f. Anti kolinergik untuk menurunkan peristaltic usus, antibiotic mengobati infeksi supurati
lokal.
Dx. 2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake dan output tidak seimbang.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
Berat badan dalam batas normal sesuai dengan tinggi dan umur klien, porsi makan
dihabiskan.
Rencana Tindakan :
a. Kaji status nutrisi klien serta intake dan outputnya.
b. Timbang BB setiap hari.
c. Observasi dan catat respon terhadap diit yang diberikan.
d. Sesudah dehidrasi, anjurkan untuk tetap memberi ASI.
e. Berikan lingkungan yang menyenangkan selama makan.
f. Anjurkan untuk memberikan makanan sedikit tetapi sering.
Rasional :
a. Sebagai perbandingan dalam menentukan perubahan nutrisi klien selama sakit.
b. Untuk mengetahui perkembangan nutrisi klien selama sakit.
c. Untuk menilai toleransi klien terhadap diit yang diberikan.
d. Pemberian ASI dapat membantu dalam mempercepat proses penyembuhan.
e. Nafsu makan terangsang pada situasi yang rileks dan menyenangkan.
f. Pemberian makan sedikit tapi sering tidak akan menekan gastric sehingga mengurangi
perasaan mual dan muntah.
Dx. 3. Resiko terjadi defisit volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan melalui diare dan
muntah.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan tubuh dalam batas normal.
Kriteria hasil :
Berat badan normal, mukosa bibir lembab, keluaran urin normal 10-20 ml/ jam dan turgor
kulit normal.
Rencana tindakan :
a. Kaji masukan dan haluaran tiap delapan jam.
b. Ukur tanda-tanda vital tiap 1-2 jam.
c. Timbang BB tiap hari.
d. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
e. Beri anti diare sesuai program.
Rasional :
a. Untuk mengetahui keefektifan terapi.
b. Untuk mengetahui hipotensi dan peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.
c. Untuk mengetahui perkembangan nutrisi setiap hari.
d. Pemberian makanan cair sedikit demi sedikit tidak akan menekan gastric sehingga
mengurangi perasaan mual dan muntah.
e. Agen dari diare mengurangi jumlah cairan feses.




4. Intervensi
Intervensi atau tindakan keperawatan dibagi menjadi dua, yaitu tindakan mandiri (dilakukan
perawat) dan tindakan kolaboratif (dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya). Contoh dari
kedua tindakan yang dilakukan secara professional berbeda ini adalah :
Tindakan mandiri : membatasi jumlah pengunjung, merapikan tempat tidur pasien,
menimbang berat badan anak, menganjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI pada anaknya
yang sakit diare.
Tindakan kolaboratif : memberikan obat anti diare seperti yang dipesankan.

5. Evaluasi
Merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dan tolak ukur dari hasil yang telah
dicapai . Sebagai proses akhir berarti evaluasi merupakan umpan balik bagi perawat akan
berhasil atau tidaknya tujuan atau mungkin bahkan timbul masalah baru yang sama sekali tak
terduga.
Diposkan oleh sarwono di 19.57 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Link ke posting ini
Label: keperawatan
Reaksi:

DIABETES MELITUS (DM)

A. Konsep dasar
1. Pengertian
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik
akibat gangguan hormonal yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf, dan pembuluh darah, di sertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron ( Mansjoer Arif dkk, 1999 ).
Diabetes Melitus adalah masalah yang mengancam hidup (kasus darurat) yang disebabkan
oleh defisiensi insulin (Doenges M. E, 2000).Menurut WHO, Diabetes Melitus adalah
keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara
bersama-sama, tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
Sedangkan menurut Prince, A. S, 1999 : Diabets Melitus adalah gangguan metabolisme yang
secara klinis dan genetik termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat.
Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Diabetes Melitus adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor lingkungan atau herediter, yang menyebabkan
gangguan metabolik berupa defisiensi insulin akibat gangguan hormonal sehingga
menimbulkan gangguan pada organ-organ tubuh yang lain, seperti pada: mata, ginjal, saraf
dan pembuluh darah.
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Diabetes Melitus terdiri atas :
a. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) termasuk dalam tipe satu di mana insulin
tidak lagi diproduksi pankreas.
b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) termasuk dalam tipe dua dimana
pankreas masih dapat memproduksi insulin.
c. Gestational Diabetes Melitus pada golongan ini hanya terjadi pada ibu hamil.
d. Gangguan toleransi glukosa.
e. Malnutrisi Related Diabetes Melitus.


3. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan , strukturnya sangat mirip dengan kelenjar
ludah, panjangnya kurang lebih 15 cm, mulai dari duodenum sampai limpa, terletak
melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang retroperitonial dan terdiri
dari tiga bagian, yaitu :
a. Kepala pankreas, yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan didalam
lekukan duodenum.
b. Badan pankreas, merupakan bagian utama pada organ tersebut dan letaknya dibelakang
lambung dan didepan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor pankreas, adalah bagian yang runcing disebelah kiri dan menyentuh limpa.
Jaringan pankreas terdiri atas lobula daripada sel sekretori yang tersusun mengitari saluran-
saluran halus. Saluran ini mulai dari persambungan saluran kecil dari lobula yang terletak
didalam ekor pankreas dan berjalan melalui badannya dari kiri ke kanan. Saluran kecil itu
menerima saluran dari lobula lain dan kemudian bersatu.
Pankreas merupakan kelenjar ganda yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian eksokrine dan
endokrine. Dimana eksokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk cairan
getah pankreas dan yang berisi enzim dan elektrolit untuk pencernaan sebanyak 1500 sampai
2500 ml sehari dengan pH 8 sampai 8,3. Cairan ini dikeluarkan akibat rangsangan dari
hormon sekretin dan pankreoenzimin. Sedangkan endokrine terdapat di alveoli pankreas
berupa massa pulau kecil yang tersebar diseluruh pangkreas dan disebut Pulau Lengerhans .
Setiap pulau berdiameter 75 sampai 150 mikron yang terdiri sel Beta 75 %, sel Alfa 20 %, sel
Delta 5 % dan beberapa sel C. Sel Alfa menghasilkan glukagon dan sel Beta merupakan
sumber insulin sedangkan sel delta mengeluarkan somatostatin, gastrin dan polipeptida
pankreas.
4. Etiologi
Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau Diabetes tergantung insulin disebabkan
oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi
insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh sel
hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi
defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi
insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Mansjoer. A
dkk, 1999).
5. Patofisiologi
Keadaan tubuh yang sehat makanan seperti karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin serta air
dalam saluran cerna dipecah menjadi polisakarida, glukosa menjadi monosakarida, mengalir
dalam pembuluh darah vena porta sehingga terjadi rangsang sel beta pankreas untuk
mengeluarkan insulin. Monosakarida disimpan diotot dan hati sebagai dalam glikogen,
sisanya beredar dalam pembuluh darah dan dikontrol oleh insulin.
Jika glukosa berkurang maka terjadi pemecahan glikogen yang disebabkan oleh reaksi
glikogenolisis. Sedangkan bila kadar glukosa berlebihan maka disimpan dalam bentuk
glikogen, reaksi ini disebut glikogenesis.
Pada penderita Diabetes Melitus terjadi pengeluaran glukosa yang berlebihan di liver melalui
glikogenolisis dan glikoneogenesis serta oleh tidak adekuatnya penggunaan glukosa oleh
otot-otot skeletal, jaringan adiposa dan hati. Trigliserida ditransformasi dari sel-sel menuju
kehati dirubah menjadi keton yang digunakan oleh otot.
Pada IDDM sekresi insulin sangat sedikit atau tidak ada sama sekali, sedangkan pada
NIDDM terdapat ketidak sesuaian Glukosa Sinsing Mekanism oleh sel beta pankreas.
Demikian pula pada obesitas, ada penurunan jumlah reseptor insulin pada membran sel otot
dan sel lemak. Pada obesitas di ekskresikan sejumlah besar insulin, tapi tidak efektif
penggunaannya karena berkurangnya jumlah reseptor insulin. Saat glukosa darah meningkat
tubulus renal tak mampu mereabsorsi seluruh glukosa saat glumerolus filtrasi sehingga tidak
terjadi glukosuria. Glukosa darah yang tinggi menyebabkan osmotik diuresis karena gula
bersifat mengikat air. Air, sodium, clorida, photasium dan phospat menjadi hilang keluar
bersama urin, sehingga klien menjadi haus. Bila insulin defisiensi atau tidak ada, glukosa
tidak dapat masuk kedalam sel dan menyebabkan sel dalam keadaan lapar, tetapi di pihak lain
glukosa meningkat dalam tubuh. Jika sel tidak dapat memakai glukosa sebagai bahan
bakar,maka alternatif yang digunakan yaitu dengan memecah asam lemak, keton bodies
dalam jumlah terbatas. Keton bodies ini berhasil digunakan oleh sel sebagai energi

BAGAN PATOFISILOGI
Sel ß Sel α
Sel Beta Sel Alpha

Peningkatan Insulin Peningkatan Glukagon

Peningkatan penyerapan dan Penurunan penyerapan Penurunan pengeluaran Peningkatan
pengeluaran
asimilasi asam amino oleh sel glukosa oleh sel glukosa oleh hati glukosa oleh hati

Hiperglikemia Hipoglikemia Hiperglikemia

Defisiensi glukosa intra sel



Polifagia Glukosuria Mekanisme filtrasi
Ginjal stres

Diuresis osmotik Kebocoran protein
darah dalam urine

Poliuria Peningkatan tekanan pembuluh
darah ginjal
Dehidrasi
Nefropati
Polidipsia

6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang biasa terjadi pada Diabetes Melitus adalah dengan adanya gejala khas
berupa klien banyak makan (polifagia), banyak kencing (poliuria), banyak minum
(polidipsia), paralysis, parastesisa. Kadar glukosa dalam darah yang tinggi menyebabkan
klien banyak mengeluarkan urin (poliuria), tubuh akan memerlukan lebih banyak air untuk
mengimbangi jumlah besar cairan yang keluar sebagai urine, oleh karena itu klien merasa
haus. Tanda-tanda lain badan terasa lemas dan berat badan menurun, gejala lain yang
mungkin dikeluhkan oleh klien Diabetes Melitus adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan
impotensi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.

7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penyaringan perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk
Diabetes Mellitus, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, hipertensi, riwayat
keluarga diabetes mellitus, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir > 4.000 gr, riwayat
Diabetes Melitus pada kehamilan dan dislipidemia.
Pemeriksaan penyaringan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa sewaktu, kadar gula
darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar.
Untuk pemeriksaan penyaringan ulangan tiap tahun bagi pasien berusia > 45 tahun tanpa
faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan tiap tiga tahun
8. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada klien dengan Diabetes Melitus:
a. Akut : Koma hipoglikemia, ketoasidosis, koma hiperosmolar nonketotik.
b. Kronik : Makroangiopati, Mikroangiopati, Neuropati, Nefropati, Retinopati, kaki diebetik.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Diabetes Melitus dalam jangka pendek bertujuan untuk menghilangkan
keluhan atau gejala Diabetes Melitus. Sedangkan tujuan jangka panjang adalah untuk
mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa
darah, lipid, dan insulin. Lebih penting pula mengajarkan agar pasien mampu mandiri dan
hidup normal dengan Diabetes Melitusnya.
a. Terapi diet, klien Diabetes Melitus dianjurkan dengan diet tinggi serat dengan prinsip
jumlah kalori yang tepat, gula dan produk gula dilarang, diit sesuai pola hidup, tinggi serat,
cukup vitamin dan mineral.
b. Terapi latihan, dianjurkan latihan jasmani teratur, 3 – 4 kali setiap minggu selama setengah
jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance
training). Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, joging, lari, renang,
bersepeda dan mendayung. Hal yang perlu diperhatikan jangan memulai olah raga sebelum
makan, memakai sepatu yang pas, selalu didampingi oleh orang yang tahu mengatasi
serangan hipoglikemia, harus selalu membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai
penderita Diabetes Melitus, selalu memeriksa kaki secara cermat setelah olah raga.
c. Terapi insulin, diberikan sebagai bantuan bila klien telah melakukan pengaturan makan dan
olah raga tetapi belum berhasil.
10 . Manajemen Diet
a. Diet berisi kalori, protein dan vitamin serta mineral yang adekuat 30 kal/kgBB.
b. Dapat ditambah 35-40 kal/kgBB untuk aktifitas yang meningkat.
c. Dapat dikurangi 15 – 25 kal/kg BB untuk pasien gemuk / kurang
beraktifitas.
d. Tinggi serat.
B. Asuhan Keperawatan .
Proses keperawatan merupakan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki atau
merawat pasien ke tarap yang optimal melalui mutu pendekatan yang sistemaits untuk
mengenal masalah dan membantu pasien dalam mengatasi masalahnya.
Dalam proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yaitu :
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan/Implementasi
5. Evaluasi
Di dalam melaksanakan proses keperawatan, perawat harus mempunyai keterampilan khusus
agar didapatkan suatu keperawatan yang sempurna, yaitu
1. Keterampilan intelektual
2. Keterampilan tekhnik
3. Keterampilan interpersonal
Konsep Teoritis Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabetes Melitus
1. Pengkajian
Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat
diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
Menurut Marilyn. E. Doenges (2000), data dasar pengkajian pasien dengan Diabetes Melitus,
yang perlu dikaji adalah :
a. Aktifitas/Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, keram otot, tonus otot menurun, gangguan
tidur atau istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas, letargi atau
disorieantasi, koma.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, infark miokar akut, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun atau
tak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung.
c. Integritas ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan
kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria ), nokturia. Rasa nyeri / terbakar, kesulitan
berkemih ( infeksi ), ISK baru / berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguri/anuria jika
terjadi hipovolemia berat, urine berkabut, bau busuk infeksi ), abdomen keras, adanya
ansietas, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif ( diare ).
e. Makanan / cairan
Gejala : Hilang napsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari / minggu, haus,
penggunaan diuretik ( tiazid ).
Tanda : Kulit kering / bersisik, turgor jelek, kekakuan / distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan peningkatan gula darah ), bau
halitosis/manis, bau buah ( napas aseton ).
f. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan,kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor / koma ( tahap lanjut ), gangguan memori ,
reflek tendon menurun, kejang.
g. Nyeri / keamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri ( sedang/berat ).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen ( tergantung
adanya infeksi/tidak ).
Tanda : Lapar udara, batuk dengan / tanpa sputum purulen ( infeksi ), frekuensi pernapasan.
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi / ulserasi, menurunnya kekuatan umum / rentang
gerak, parestesia / paralysis otot termasuk otot-otot pernapasan ( jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam ).
j. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina ( cendrung infeksi ), masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme
pada wanita.
k. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga, DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi, penyembuhan yang
lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik /tiazid , dilantin dan fenobarbital (dapat
meningkatkan kadar glukosa darah).
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama di rawat 5 sampai 9 hari.
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,pengobatan,
perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dibuat setelah data-data terkumpul dan di analisis.
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien Diabetes Melitus, adalah :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare, muntah, masukan dibatasi, mual,
kacau mental.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin, anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penururnan fungsi leukosit, perubahan dari sirkulasi,
d. Perubahan sensori-perseptual (uraikan) berhubungan dengan perubahan kimia endogen,
ketidakseimbangan glukosa atau elektrolit.
e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan fungsi metabolik insufisiensi insulin.
f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit yang tidak dapat diobati, ketergantungan
dengan orang lain.
g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang mengingat kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal
sumber infomasi.
3. Perencanaan
Adapun perencanaan keperawatan pada pasien Diabetes Melitus berdasarkan diagnosa
keperawatan yang muncul, adalah :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare, muntah, masukan dibatasi, mual,
kacau mental.
Hasil yang diharapkan : Tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba turgor kulit dan
pengisisan baik, haluaran urin tepat secara individu, kadar elektrolit dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1) Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya perubahan TD.
2) Pantau pola pernafasan seperti adanya pernafasan kussmaul atau pernafasan berbau keton.
3) Pantau frekuensi pernafasan, penggunaan otot bantu nafas, adanya sianosis.
4) Pantau suhu, warna kulit dan kelembaban
5) Ukur berat badan tiap hari.
6) Observasi nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
7) Pertahankan pemberian cairan paling sedikit 2500 ml/hari.
8) Beri lingkungan nyaman.
9) Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi
Rasionalisasi :
1) Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia, perkiraan berat ringan
hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik klien turun lebih dari 10 mmhg dari
posisi baring keposisi duduk/berdiri.
2) Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratoris terhadap ketoasidosis, pernapasan yang berbau aseton
berhubungan pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
3) Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan
mendekati normal, tetapi peningkatan kerja pernapasan dangkal, cepat serta muncul sianosis.
4) Demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi,
demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
5) Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
6) Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
7) Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
8) Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih lanjut akan dapat
menimbulkan kehilangan cairan.
9) Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons secara
individual.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan ketidakcukupan insulin,
anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
Hasil yang diharapkan : Mencerna jumlah kalori yang tepat, menujukkan tingkat energi yang
biasanya, berat badan stabil.
Rencana tindakan :
1) Timbang berat badan sesuai dengan indikasi.
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien.
3) Auskultasi bising usus,catat adanya nyeri abdomen kembung, mual,pertahankan keadaan
puasa sesuai dengan indikasi.
4) Beri makanan cair yang mengandung nutrien dan elektrolit identifiasi makanan yang
disukai.
5) Observassi tanda-tanda hipoglikimia.
6) Kolaborasi dalam pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick”.
7) Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah.
Rasionalisasi :
1) Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorbsi dan utilisasinya.
2) Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapiutik.
3) Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan
motilitas/fungsi lambung yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4) Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika klien sadar dan fungsi gastrointestinal
baik.
5) Metabolisme karbohidrat mulai terjadi dan gula darah akan berkurang dan sementara tetap
diberikan insulin maka hipoglikemia dapat terjadi, jika klien dalam keadaan koma
hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran, secara
potensial dapat mengancam kehidupan yang harus dikaji dan ditangani secara cepat melalui
tindakan protokol yang direncanakan.
6) Analisa ditempat tidur terhadap gula darah lebih akurat dari pada memantau gula darah
dalam urine yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah dan dapat
dipengaruhi oleh ambang ginjal klien secara individual atau adanya retensi urine/gagal ginjal.
7) Gula darah akan menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi insulin
terkontrol, dengan pemberian insulin dosis optimal glukosa kemudian dapat masuk kedalam
sel dan digunakan untuk sumber kalori, hal ini terjadi sehingga kadar aseton akan menurun
dan asidosis dapat dikoreksi.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penururnan fungsi leukosit, perubahan dari sirkulasi.
Hasil yang diharapkan : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan risiko,
mendemonstrasikan tehnik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Rencana tindakan :
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan, adanya pes
pada luka, sputum purulen, urin warna keruh atau berkabut.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang
yang berhubungan dengan pasien
3) Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur invasif berikan perawatan kulit dengan teratur
dan jaga kulit agar tetap kering.
4) Pasang kateter dan lakukan perawatan perineal dengan baik.
5) Berikan posisi semifowler
6) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat
7) Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik yang sesuai.
Rasionalisasi :
1) Klien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nasokomial.
2) Mencegah timbulnya infeksi silang.
3) Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media
terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4) Mengurangi resiko terjadinya ISK, klien koma mungkin memiliki resiko yang khusus jika
terjadi retensi urine pada saat awal dirawat.
5) Memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang,
menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
6) Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi, meningkatkan aliran urine untuk mencegah
urine yang statis dan membantu dalam mempertahankan pH urine yang menurnkan
pertumbuhan bakteri dan pengeluaran organisme dari system organ tersebut.
7) Penangan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
e. Perubahan sensori-perseptual (uraikan) berhubungan dengan perubahan kimia endogen,
ketidakseimbangan glukosa atau elektrolit.
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan tingkat mental biasanya, mengenali dan
mengkompensasi adanya kerusakan sensori
Rencana tindakan :
1. Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
2. Orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhan pada pasien misal : orang, tempat dan
waktu.
3. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat klien.
4. Pelihara aktifitas rutin klien sekonsisten mungkin dan motivasi untuk melakukan kegiatan
sehari-hari sesuai kemampuannya.
5. Lindungi pasien dari cedera ketika tingkat kesadaran pasien terganggu.
6. Evaluasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi.
7. Selidiki adanya keluhan paraestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada kaki.
8. Beri tempat tidur yang lembut.
9. Bantu pasien dalam perubahan posisi.
10. Kolaborasi dalam pemberian terapi sesuai dengan indikasi.
11. Pantau nilai laboratorium seperti nilai glukosa darah dan HB.
Rasionalisai :
1) Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat
mempengaruhi fungsi mental.
2) Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mepertahankan kontak dengan realitas.
3) Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir.
4) Membantu memelihara klien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan
orientasi pada lingkungan.
5) Disorientasi merupakan awal dari kemungkinan cedera terutama malam hari dan perlu
pencegahan sesuai indikasi.
6) Oedema/lepasnya retina, hemoragik, katarak, paralysis otot ekstraokuler sementara
mengganggu penglihatan yang memerlukan terapi korektif.
7) Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi
sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan
keseimbangan.
8) Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan kulit karena panas.
9) Meningkatkan keamanan klien terutama ketika rasa keseimbangan dipengaruhi.
10) Gangguan dalam proses piker/potensial terhadap aktifitas kejang biasanya hilang bila
keadaan hiperosmolaritas teratasi.
11) Ketidakseimbangan nilai laboratorium dapat menurunkan fungsi mental.
f. Kelelahan berhubungan dengan penurunan fungsi metabolik insufisiensi insulin
Hasil yang diharapkan : Mengungkapkan peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan
kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Rencana tindakan :
1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas dan buat jadwal perencanaan dengan
pasien dan identifikasi aktivitas yang menunjukkan kelelahan.
2) Beri aktivitas alternatif dengan periode aktivitas yang cukup.
3) Pantau nadi, pernafasan, dan tekanan darah sebelum dan sesudah aktivitas.
4) Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya.
5) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sesuai dengan yang dapat
ditoleransi.
Rasionalisasi :
1) Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktifitas meskipun
klien mungkin sangat lemah.
2) Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3) Mengindikasikan tingkat aktifitas yang dapat ditoleransi secar fisiologis.
4) Klien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan
energi pada setiap kegiatan.
5) Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas yang dapat
ditoleransi klien.
g. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit yang tidak dapat diobati, ketergantungan
dengan orang lain.
Hasil yang diharapkan : Mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat untuk
menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan perawatan sendiri dan secara mandiri
mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Rencana tindakan :
1) Anjurkan pasien atau keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan dan
penyakitnya secara keseluruhan.
2) Observasi bagaimana pasien telah menangani masalahnya di masa lalu.
3) Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan perhatiannya dan diskusikan
cara mereka dapat membantu sepenuhnya terhadap klien.
4) Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.
5) Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan perawatannya.
6) Berikan dukungan pada pasien untuk berperan serta dalam merawat diri sendiri dan beri
umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
Rasionalisasi :
a. Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.
b. Pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan
penanganan.
c. Meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan keluarga untuk memecahkan
masalah untuk membantu mencegah terulangnya penyakit pada klien lagi.
d. Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat
mengakibatkan perasaan frustasi/kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu
kemampuan koping.
e. Mengkomunikasikan pada klien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat
perawatan dilakukan.
f. Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
h. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang mengingat kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal
sumber infomasi.
Hasil yang diharapkan : Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi
hubungan, tanda dan gejala dengan proses penyakit, dengan benar melakukan prosedur yang
perlu dan menjelaskan rasional tindakan, melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi
dalam program pengobatan.
Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan dan selalu ada untuk pasien.
2. Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.
3. Pilih strategi belajar seperti teknik demonstrasi dan membiarkan pasien
mendemonstrasikan ulang.
4. Diskusikan topik-topik yang utama.
5. Diskusikan cara pemeriksaan gula darah.
6. Diskusikan tentang rencana diet.
7. Tinjau kembali pemberian insulin oleh klien dan perawatan terhadap peralatan yang
digunakan.
8. Tekankan pentingnya pemeriksaan gula darah setiap hari, waktu dan dosis obat.
9. Diskusikan factor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM.
10. Buat jadual latihan/aktifitas secara teratur.
11. Anjurkan untuk tidak menggunakan obat-obat yang dijual bebas tanpa konsultasi dengan
tenaga kesehatan.
12. Lihat kembali tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi secara medis.
13. Demonstrasikan teknik penanganan stress seperti teknik napas dalam.
Rasionalisasi :
1) Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum klien bersedia mengambil
bagian dalam proses keperawatan.
2) Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama klien dengan prinsip
yang dipelajari.
3) Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi meningkatkan penyerapan
pada individu yang belajar.
4) Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pertimbangan dalam
memilih gaya hidup.
5) Pemeriksaan gula darah oleh diri sendiri 4 kali setiap hari atau lebih memungkinkan
fleksibilitas dalam perawatan diri.
6) Pentingnya kontrol diet akan membantu klien dalam merencanakan makan dan mentaati
program.
7) Mengidentifikasikan pemahaman dan kebenaran dari prosedur atau masalah yang potensial
dapat terjadi sehingga solusi alternatif dapat ditentukan untuk pemberian insulin tersebut.
8) Membantu dalam menciptakan gambaran nyata dari keadaan klien untuk melakukan
kontrol penyakitnya dengan lebih baik.
9) Informasi ini penting untuk meningkatkan pengendalian terhadap DM dan dapat sangat
menurunkan berulangnya kejadian ketoasidosis.
10) Waktu latihan tidak boleh bersamaan waktunya dengan kerja puncak insulin, makanan
harus diberikan sebelum atau selama latihan sesuai dengan kebutuhan dan rotasi injeksi harus
menghindari kelompok otot yang akan digunakan aktifitas.
11) Produktifitas mungkin mengandung gula atau berinteraksi dengan obat-obat yang
diresepkan.
12) Intervensi segeral dapat mencegah perkembangan komplikasi yang lebih serius atau
komplikasi yang mengancam.
13) Meningkatkan relaksasi dan pengendalian terhadap respon stress yang dapat membantu
untuk membatasi peristiwa ketidakseimbangan glukosa/insulin.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah penerapan tindakan-tindakan perawatan yang telah direncanakan. Pada
tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah melaksanakan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan. Prioritas tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah: memperbaiki
keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa, memperbaiki metabolisme abnormal,
mengidentifikasi atau membantu penanganan terhadap penyebab atau penyakit yang
mendasar, dan mencegah komplikasi. Setelah semua tindakan dilaksanakan maka akan
dilanjutkan dengan pendokumentasian semua tindakan yang telah dilakukan beserta hasil-
hasilnya.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah menilai keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Evaluasi merupakan indikator keberhasilan dalam proses keperawatan. Evaluasi berdasarkan
yaitu :
a. Volume cairan terpenuhi atau hidrasi adekuat.
b. Kebutuhan pemenuhan nutrisi terpenuhi dari kebutuhan tubuh.
c. Tidak terjadi infeksi ( sepsis ).
d. Tidak terjadi perubahan pada sensori – perseptual.
e. Kelelahan pada klien dapat teratasi.
f. Klien dapat mandiri dalam kebutuhan rutinitas / ketidakberdayaan tidak terjadi.
g. Klien dan keluarga dapat mengetahui tentang penyakit, prognosis, dan pengobatan klien
                 selama dirawat.
                 Diposkan oleh sarwono di 19.56 Tidak ada komentar:
                 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
                 Link ke posting ini
                 Label: keperawatan
                 Reaksi:

                 Askep dengue Haemorhagic fever( DHF)


                 A. Konsep Dasar Penyakit
              1. Pengertian
                         Dengue Haemorhagic Fever ( DHF ) / Demam Berdarah Dengue adalah suatu
                 penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam
                 tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi : 2001).
                         Demam dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan
                 gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama
                 terinfeksi virus ( Arif Mansjur : 2001).
                         Menurut Ngastiyah (1997) demam dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
                 arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes
                 albocpictus dan Aedes aegypti ).
                         Dari Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 1997 ) dan Ngastiyah ( 1997 ), WHO
                 pada tahun 1975 membagi derajat penyakit DHF dalam empat derajat yaitu :
Derajat I        : Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan ( uji tourniket
                 positif ).
Derajat II       : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain pada hidung (
                 epistaksis ).
Derajat III      : Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
                 menurun ( kurang dari 20 mmHg ) / hipotensi disertai kulit dingin dan lembab serta anak
                 gelisah.
Derajat IV       :    Renjatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat dikur, akral
                 dingin dan anak akan mengalami syok.
              2. Etiologi
                 Penyakit DHF disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
                 Virus ini termasuk dalam kelompok arbovirus golongan B. Hingga sekarang telah dapat
                 diisolasi empat serotif virus dengue di Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Namun yang paling banyak menyebebkan demam berdarah adalah dengue tipe DEN-2 dan
     DEN-3. Di Indonesia dikenal dua jenis nyamuk aedes, yaitu :
     a. Aedes aegypti
1) Paling sering ditemukan
2)    Nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah,
     yaitu di tempat penampungan air jernih / tempat penampungan air di sekitar rumah.
3) Nyamuk ini berbintik-bintik putih.
4) Biasanya menggigit pada pagi hari dan sore hari.
5) Jarak terbang 100 meter.
b. Aedes Albopictus
1) Tempat habitatnya di tempat air jernih, biasanya di sekitar rumah/pohon-pohon yang dapat
     tertampung air hujan bersih, yaitu pohon pisang dan tanaman pandan.
2) Mengigit pada waktu siang hari.
3) Berwarna hitam.
4) Jarak terbang 50 meter.


     3. Anatomi dan Fisiologi Trombosit dan Pembekuan
     Trombosit atau platelet bukan merupakan sel, melainkan pecahan glanular sel, berbentuk
     piringan dan tidak berinti. Trombosit adalah bagian terkecil dari unsur selular sumsum tulang
     dan sangat penting peranannya dalam hemostatis dan pembekuan. Trombosit berdiameter 1–4
     m dan berumur kira–kira 10 hari. Kira–kira sepertiga berada dalam limpa sebadai suku
     cadang dan sisanya berada dalam sirkulasi, berjumlah antara 150.000 dan 400.000/mm3.
     Hemostatis dan pembekuan adalah serangkaian kompleks reaksi yang mengakibatkan
     pengendalian perdarahan melalui pembentukkan bekuan trombosit dan fibrin pada tempat
     cedera.
     Pembekuan diawali oleh cedera vaskular dalam keadaan homeostasis. Vasokonstriksi adalah
     respon langsung terhadap cedera, yang diikuti oleh adhesi trombosit pada kolagen dinding
     pembuluh darah yang terkena cedera. ADP ( adenosin difosfat ) dilepaskan oleh trombosit,
     yang menyebabkan mereka mengalami agregasi. Sejumlah kecil trombin juga merangsang
     agregasi trombosittrombosit, yang berguna untuk mempercepat reaksi. Faktor III trombosit,
     dari membran trombosit, juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini,
     terbentuklah sumbat trombosit, yang kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa
     yang dikenal sebagai fibrin. Pembentukkan fibrin berlangsung bila faktor Xa, dibantu oleh
     tosfolipid dari trombosit yang sudah diaktifkan memecahkan protrombin, membentuk
trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. ( Sejumlah kecil
trombin nampaknya dicadangkan untuk memperbesar agregasi trombosit ). Fibrin ini, yang
mula–mula merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami
polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit, dan menjerat sel–sel darah. Untaian
fibrin kemudian memendek ( retraksi bekuan ), mendekatkan pinggir–pinggir dinding
pembuluh dinding pembuluh yang cedera dan menutup daerah tersebut. ( Anderson, 1995 ).
         ( Richard Walker, 2000, Under The Microscope, Heart–Clotting & Healing)
Gambar ini menunjukkan proses pembekuan dimana benang fibrin sudah mulai terbentuk
sehingga menjerat sel darah merah dan membuat sumbatan pada pembuluh darah yang
terluka sehingga perdarahan berhenti.
4. Patofisiologi
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi, sehingga terbentuklah kompleks virus antibodi
dan di dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi ini akan
mengakibatkan lepasnya histamin yang merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan akan menyebabkan hilangnya plasma melalui
endotel dinding itu. Terjadi trombositopenia yang akan menurunkan fungsi trombosit dan
faktor koagulasi ( protrombin dan fibrinogen ) dan menyebabkan terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan salauran gastrointestinal. Yang menentukan beratnya penyakit adalah
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya
hipotensi, trombositopenia, dan diatesis hemoragik yang akan mengakibatkan terjadinya
renjatan secara akut. Nilai hematokrit meningkat         bersamaan dengan hilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Dengan hilangnya plasma, anak mengalami
hipovolemik dan apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan
kematian.




                                        Infeksi Dengue
Demam        Manifestasi perdarahan   Hepatomegali    Trombositopenia
         Anoreksia
         Muntah




                          Dehidrasi                              Permeabilitas kapiler
                                                               Hemokonsentrasi

                                                                  Kehilangan plasma
   Hipoproteinemia
                                                                  Efusi Pleura


                       Hipovolemik                                    Asites



                         Syok




                        Anoksia


                                  Perdarahan                            Asidosis
   Gastrointestinal


                      Kematian
  5. Tanda dan gejala
  Akibat masuknya virus dengue ke dalam tubuh, akan mengakibatkan :
a. Demam tinggi selama 2 –7 hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 380 – 400 celcius
  atau lebih ( tanpa sebab yang jelas ).
b. Tampak bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk, disebabkan pecahnya
             pembuluh darah kapiler di kulit, untuk membedakan antara gigitan nyamuk biasa dengan
             nyamuk Aedes aegypti adalah dengan merenggangkan pada daerah kulit tampak bintik merah
             dan bila hilang berarti bukan tanda DHF.
           c. Nyeri ulu hati terjadi karena adanya perdarahan pada lambung, nyeri otot, nyeri tulang dan
             sendi, dan nyeri pada daerah abdomen.
           d. Adanya tanda-tanda perdarahan, yang terjadi perdarahan adalah pada daerah di bawah kulit (
             petekhie/ekimosis ), perdarahan pada hidung ( epistaksis ) , perdarahan pada gusi, berak darah
             / batuk darah ( melena / hematemesis ).
           e. Pembesaran hepar ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit anak), pembengkakan sekitar
             mata, dan sakit kepala.
           f. Syok yang ditandai nadi lemah / cepat, disertai tekanan darah yang menurun ( diastolik turun
             menjadi 20 mmHg dan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang ), capillary refill lebih dari
             dua detik.
           g. Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan jari kaki, serta
             timbul sianosis di sekitar mulut.
           h. Mual, muntah, tidak ada napsu makan , diare, dan konstipasi.
           i. Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya menurun menjadi sopor
             dan akhirnya koma.


             6. Pemeriksaan penunjang
a.   Darah Lengkap Tiap 6 – 8 Jam Sekali
          1) Terjadi trombositopenia ( 100.000/mm3 ) dan hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 %
             atau lebih).
          2) Haemoglobin meningkat 20 %.
          3) Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipoprotemia.
b. Rontgen Thoraks
                Untuk mengetahui adanya efusi pleura.
                   c. Uji Serologi
             Yaitu serum diambil pada masa akut dan pada masa penyembuhan ( 1 – 4 minggu setelah
             gejala awal penyakit ) dengan mengambil darah vena sebanyak 2 – 4 ml dan pengambilan
             darah ini dilakukan minimal empat kali.
          d. Test Tourniquet
Cara uji tourniquet adalah dengan memasang manset tensimeter pada lengan atas dan pompa
            sampai air raksa mencapai pertengahan tekanan sistolik dan diastolik, biarkan selama 10 – 15
            menit. Pada pemeriksaan terdapat > 20 petekhie pada daerah lengan bawah dengan diameter
            2,8 cm, maka dinyatakan anak positif DHF.

Kriteria : ( + ) jumlah petekhie ≥ 20
            ( - ) jumlah petekhie 10 – 20
            ( ± ) jumlah petekhie ≤ 10
            7. Penatalaksanaan
            Bila anak diduga atau sudah didiagnosa medis DHF, maka hal yang harus dilakukan adalah :
      a.    Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia, muntah. Beri
            minum banyak, 50 ml/kg BB dalam 4 – 6 jam pertama berupa air teh dengan gula, sirup,
            susu/ASI, sari buah, atau oralit. Setelah dehidrasi dapat diatasi, berikan cairan 80 – 100 ml/kg
            BB dalam 24 jam berikutnya.
      b.    Hiperpireksia dapat diatasi dengan memberi kompres air hangat atau dingin dan bila perlu
            berikan antipiretik untuk mengatasi demam dengan dosis 10 – 15 mg/kg BB.
      c.     Pemberian cairan intravena pada anak tanpa renjatan dilakukan bila anak terus menerus
            muntah, sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral atau didapatkan nilai hematokrit
            yang terus meningkat ( > 40 vol % ). Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat
            dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5 % dalam 1/3 larutan NaCl

            0,9 % dengan jumlah tetesan 16 ×/ menit. Bila timbul tanda-tanda syok, segera berikan
            cairan campuran antara NaCL 0,9 % : Glukosa 10 % ( 1: 3 ) dengan jumlah tetesan 20 ml/kg
            BB/jam. Apabila syok mulai teratasi, jumlah cairan dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
            8. Komplikasi
            Bila penanganan anak dengan DHF ini lambat, maka akan terjadi berbagai komplikasi, yaitu :
       a.    Efusi Pleura
            Disebabkan adanya kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas membran,
            sehingga cairan akan masuk ke dalam pleura.
       b.    Perdarahan Pada Lambung
            Terjadi akibat anak mengalami mual dan muntah serta kurangnya nafsu makan pada anak,
            sehingga akan meningkatkan produksi asam lambung. Bila ini terus berlangsung, maka asam
            lambung akan mengiritasi lambung dan mengakibatkan perdarahan.
       c.    Pembesaran Pada Hati, Limpa, dan Kelenjar Getah Bening
Terjadi akibat bocornya plasma yang mengandung cairan, dan mengisi bagian rongga tubuh.
      Cairan akan menekan dinding dari organ tersebut, sehingga organ akan mengalami
      pembesaran.
 d.    Hipovolemik
      Terjadi akibat meningkatnya nilai hematokrit bersamaan dengan hilangnya plasma melalui
      dinding pembuluh darah.
      9. Pencegahan
      Pencegahan yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memutus rantai penularan dengan
      memberantas penular maupun jentiknya. Penggunaan vaksin untuk mencegah DHF masih
      dalam taraf penelitian, sedangkan obat yang efektif terhadap virus belum ada.
      Cara pencegahannya ada dua, yaitu :
 a.   Memberantas nyamuk dewasa
      Caranya dengan diberi pengasapan ( fogging ) menggunakan bahan insektisida. Pengasapan
      ini sangat efektif dan cepat memutuskan rantai penularan, karena nyamuk akan segera mati
      bila kontak dengan partikel-partikel insektisida.
 b. Memberantas jentik
      Caranya dengan meniadakan perindukannya, sehingga nyamuk tidak berkesempatan untuk
      berkembang biak. Cara ini dikenal dengan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ). Aedes
      aegypti diketahui berkembang biak di air bersih tergenang yang tidak berhubungan langsung
      dengan tanah.
      Pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan dengan :
1)     Membersihkan ( menguras ) tempat penyimpanan air, seperti bak mandi / WC, drum, dan
      lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali, karena perkembangbiakan dari telur sampai
      menjadi nyamuk adalah 7 – 10 hari.
2)     Menutup rapat tempat penyimpanan / penampungan air ( misalnya tempayan, drum, dll )
      agar nyamuk tidak dapat masuk dan bertelur.
3)     Membersihkan pekarangan rumah/halaman, kemudian mengubur / membakar / membuang
      barang bekas yang dapat digenangi air (seperti kaleng, botol, ban bekas,tempurung, dl).
4)    Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung secara berkala.
5)     Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk abate
      kedalam genangan air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk abate kedalam
      genangan air untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, ulangi hal ini setiap 2 – 3 bulan sekali
      atau peliharalah ikan ditempat itu.
B. Asuhan Keperawatan
        Dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap klien anak dengan DHF, perawat
        memandang klien sebagai individu yang utuh yang terdiri dari bio, psiko, sosial, dan spiritual,
        yang mempunyai kebutuhan sesuai tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.
        Menurut Tailor C., Lilis C., Lemone P., 1989 ( dari La Ode Jumadi Gaffar, 1997 ) proses
        keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien secara
        bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan,
        membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan
        keperawatan.
   1. Pengkajian
        Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan
        pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat
        diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan
        membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam
        perumusan diagnosa keperawatan. ( Doenges : 2000 ).
        Tujuan    dari   pengkajian    keperawatan    adalah    mengumpulkan       secara   sistematis,
        mengelompokkan, dan mengatur data yang dikumpulkan dan menganalisa data sehingga
        ditemukan diagnosa keperawatan. ( La Ode Jumadi Gaffar, 1997 ).
        Tahap pengkajian pada anak dengan DHF terdiri dari :
   a.   Pengumpulan data
             Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang sistemik tentang klien
        termasuk kekuatan dan kelemahan klien dengan cara wawancara, observasi, dan pemeriksaan
        fisik. Data dikumpulkan dari keluarga, orang terdekat, masyarakat, grafik, dan rekam medik.
   1) Identitas klien dan keluarga
   a) Nama pasien, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, agama.
   b) Nama Ayah, umur, agama, pekerjaan, pendidikan, kultur, alamat.
c) Nama ibu, umur,agama, pekerjaan, pendidikan, kultur, alamat.
   d) Tanggal anak masuk rumah sakit, diagnosa medis, dan sumber informasi yang diperoleh.
   2) Riwayat kesehatan
           a) Riwayat keperawatan anak ( Suriadi : 2001 )
 (1) Keluhan utama anak masuk rumah sakit biasanya adalah badan panas, disertai mimisan, berak
        encer atau kadang-kadang disertai berak darah, susah tidur, rewel, nafsu makan menurun,
        sakit kepala, nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati, pembengkakan sekitar mata,
        pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
Kejang demam
Kejang demam
Kejang demam
Kejang demam
Kejang demam
Kejang demam
Kejang demam
Kejang demam
Kejang demam
Kejang demam
Kejang demam
Kejang demam
Kejang demam
Kejang demam
Kejang demam
Kejang demam

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

SEL DALAM SISTEM SARAF DAN HUBUNGAN ANTAR NEURON
SEL DALAM SISTEM SARAF DAN HUBUNGAN ANTAR NEURONSEL DALAM SISTEM SARAF DAN HUBUNGAN ANTAR NEURON
SEL DALAM SISTEM SARAF DAN HUBUNGAN ANTAR NEURONMaharani517
 
Konsep Dasar IPA
Konsep Dasar IPAKonsep Dasar IPA
Konsep Dasar IPARiya Wawa
 
C10 Transmisi Humoral Sistem Saraf
C10 Transmisi Humoral Sistem SarafC10 Transmisi Humoral Sistem Saraf
C10 Transmisi Humoral Sistem SarafCatatan Medis
 
Biologi sistem saraf pusat
Biologi sistem saraf pusatBiologi sistem saraf pusat
Biologi sistem saraf pusatAulia Rizqi
 
Sistem Koordinasi (SARAF) By Astrid A. Hermanto
Sistem Koordinasi (SARAF) By Astrid A. HermantoSistem Koordinasi (SARAF) By Astrid A. Hermanto
Sistem Koordinasi (SARAF) By Astrid A. HermantoAstridAnanda3
 
PPT SISTEM SARAF Presentation1
PPT SISTEM SARAF Presentation1PPT SISTEM SARAF Presentation1
PPT SISTEM SARAF Presentation1indri yetti
 
Sistem koordinasi 1 saraf ssp_sma_2013
Sistem koordinasi 1 saraf ssp_sma_2013Sistem koordinasi 1 saraf ssp_sma_2013
Sistem koordinasi 1 saraf ssp_sma_2013nurfa .
 
Bab 3 koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5
Bab 3   koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5 Bab 3   koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5
Bab 3 koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5 BalqisH yuha
 
Presentasi Sistem Syaraf 1
Presentasi Sistem Syaraf 1Presentasi Sistem Syaraf 1
Presentasi Sistem Syaraf 1Ryan Falamy
 
Fisiologi Hewan Sistem Saraf
Fisiologi Hewan Sistem SarafFisiologi Hewan Sistem Saraf
Fisiologi Hewan Sistem SarafAlit Kuntayoni
 
Sistem Saraf pada Manusia
Sistem Saraf pada ManusiaSistem Saraf pada Manusia
Sistem Saraf pada ManusiaHudaya Sumeri
 
Perbedaan sistem saraf dengan sistem endokrin
Perbedaan sistem saraf dengan sistem endokrinPerbedaan sistem saraf dengan sistem endokrin
Perbedaan sistem saraf dengan sistem endokrinNisa Tazkiyah
 

Was ist angesagt? (18)

SEL DALAM SISTEM SARAF DAN HUBUNGAN ANTAR NEURON
SEL DALAM SISTEM SARAF DAN HUBUNGAN ANTAR NEURONSEL DALAM SISTEM SARAF DAN HUBUNGAN ANTAR NEURON
SEL DALAM SISTEM SARAF DAN HUBUNGAN ANTAR NEURON
 
Konsep Dasar IPA
Konsep Dasar IPAKonsep Dasar IPA
Konsep Dasar IPA
 
Demam pada anak
Demam pada anakDemam pada anak
Demam pada anak
 
SISTEM SARAF
SISTEM SARAFSISTEM SARAF
SISTEM SARAF
 
C10 Transmisi Humoral Sistem Saraf
C10 Transmisi Humoral Sistem SarafC10 Transmisi Humoral Sistem Saraf
C10 Transmisi Humoral Sistem Saraf
 
Biologi sistem saraf pusat
Biologi sistem saraf pusatBiologi sistem saraf pusat
Biologi sistem saraf pusat
 
Sistem Koordinasi (SARAF) By Astrid A. Hermanto
Sistem Koordinasi (SARAF) By Astrid A. HermantoSistem Koordinasi (SARAF) By Astrid A. Hermanto
Sistem Koordinasi (SARAF) By Astrid A. Hermanto
 
PPT SISTEM SARAF Presentation1
PPT SISTEM SARAF Presentation1PPT SISTEM SARAF Presentation1
PPT SISTEM SARAF Presentation1
 
NERVOUS SYSTEM
NERVOUS SYSTEMNERVOUS SYSTEM
NERVOUS SYSTEM
 
Sistem koordinasi 1 saraf ssp_sma_2013
Sistem koordinasi 1 saraf ssp_sma_2013Sistem koordinasi 1 saraf ssp_sma_2013
Sistem koordinasi 1 saraf ssp_sma_2013
 
Bab 3 koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5
Bab 3   koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5 Bab 3   koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5
Bab 3 koordinasi dan tindak balas - Biologi Tingkatan 5
 
Presentasi Sistem Syaraf 1
Presentasi Sistem Syaraf 1Presentasi Sistem Syaraf 1
Presentasi Sistem Syaraf 1
 
Fisiologi Hewan Sistem Saraf
Fisiologi Hewan Sistem SarafFisiologi Hewan Sistem Saraf
Fisiologi Hewan Sistem Saraf
 
Fisiologi saraf
Fisiologi sarafFisiologi saraf
Fisiologi saraf
 
Makalah saraf
Makalah sarafMakalah saraf
Makalah saraf
 
Jaringan Saraf
Jaringan SarafJaringan Saraf
Jaringan Saraf
 
Sistem Saraf pada Manusia
Sistem Saraf pada ManusiaSistem Saraf pada Manusia
Sistem Saraf pada Manusia
 
Perbedaan sistem saraf dengan sistem endokrin
Perbedaan sistem saraf dengan sistem endokrinPerbedaan sistem saraf dengan sistem endokrin
Perbedaan sistem saraf dengan sistem endokrin
 

Andere mochten auch

Jurnal keperawatan medikal bedah KABUPATEN MUNA
Jurnal  keperawatan medikal bedah  KABUPATEN MUNA Jurnal  keperawatan medikal bedah  KABUPATEN MUNA
Jurnal keperawatan medikal bedah KABUPATEN MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
jurnal keperawatan KMB Improving heart failure self management
jurnal keperawatan KMB Improving heart failure self managementjurnal keperawatan KMB Improving heart failure self management
jurnal keperawatan KMB Improving heart failure self managementMissing Man
 
Askep gerontik rini print
Askep gerontik rini printAskep gerontik rini print
Askep gerontik rini printDwi Kristiarini
 
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Kebutuhan Cairan dan ElektrolitAsuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Kebutuhan Cairan dan Elektrolitpjj_kemenkes
 
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAIPenatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAISeascape Surveys
 
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan dengan gagal jantung
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan dengan gagal jantungLaporan pendahuluan asuhan keperawatan dengan gagal jantung
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan dengan gagal jantungyohanes meor
 
Analisa jurnal kardiovaskuler sinus arrest
Analisa jurnal kardiovaskuler sinus arrestAnalisa jurnal kardiovaskuler sinus arrest
Analisa jurnal kardiovaskuler sinus arrestNovita Nurkamilah
 

Andere mochten auch (12)

Pengkajian anemia
Pengkajian anemiaPengkajian anemia
Pengkajian anemia
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Jurnal keperawatan medikal bedah KABUPATEN MUNA
Jurnal  keperawatan medikal bedah  KABUPATEN MUNA Jurnal  keperawatan medikal bedah  KABUPATEN MUNA
Jurnal keperawatan medikal bedah KABUPATEN MUNA
 
jurnal keperawatan KMB Improving heart failure self management
jurnal keperawatan KMB Improving heart failure self managementjurnal keperawatan KMB Improving heart failure self management
jurnal keperawatan KMB Improving heart failure self management
 
Askep gerontik rini print
Askep gerontik rini printAskep gerontik rini print
Askep gerontik rini print
 
Analisa data ggk
Analisa data ggkAnalisa data ggk
Analisa data ggk
 
Jurnal
JurnalJurnal
Jurnal
 
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Kebutuhan Cairan dan ElektrolitAsuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
 
Jurnal keperawatan medikal bedah
Jurnal  keperawatan medikal bedahJurnal  keperawatan medikal bedah
Jurnal keperawatan medikal bedah
 
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAIPenatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
 
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan dengan gagal jantung
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan dengan gagal jantungLaporan pendahuluan asuhan keperawatan dengan gagal jantung
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan dengan gagal jantung
 
Analisa jurnal kardiovaskuler sinus arrest
Analisa jurnal kardiovaskuler sinus arrestAnalisa jurnal kardiovaskuler sinus arrest
Analisa jurnal kardiovaskuler sinus arrest
 

Ähnlich wie Kejang demam

Ähnlich wie Kejang demam (20)

Demam pada anak
Demam pada anakDemam pada anak
Demam pada anak
 
Demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
Demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA Demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
Demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
 
asuhan keperawatan anak dengan kejang demam
asuhan keperawatan anak dengan kejang demamasuhan keperawatan anak dengan kejang demam
asuhan keperawatan anak dengan kejang demam
 
Kejang demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
Kejang demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA Kejang demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
Kejang demam pada anak AKPER PEMKAB MUNA
 
Tugas eke AKPER PEMKAB MUNA
Tugas eke  AKPER PEMKAB MUNATugas eke  AKPER PEMKAB MUNA
Tugas eke AKPER PEMKAB MUNA
 
KONSEP DASAR PRAKTIK KEBIDANAN (Sistem elimasi saraf)
KONSEP DASAR PRAKTIK KEBIDANAN (Sistem elimasi saraf)KONSEP DASAR PRAKTIK KEBIDANAN (Sistem elimasi saraf)
KONSEP DASAR PRAKTIK KEBIDANAN (Sistem elimasi saraf)
 
Askep[ bunda AKPER PEMKAB MUNA
Askep[ bunda AKPER PEMKAB MUNAAskep[ bunda AKPER PEMKAB MUNA
Askep[ bunda AKPER PEMKAB MUNA
 
MATERI Sistem saraf KELAS XI SMA
MATERI Sistem saraf KELAS XI SMAMATERI Sistem saraf KELAS XI SMA
MATERI Sistem saraf KELAS XI SMA
 
Sistem saraf kelompok 3
Sistem saraf kelompok 3Sistem saraf kelompok 3
Sistem saraf kelompok 3
 
SISTEM KOORDINASI 1B.ppt
SISTEM KOORDINASI 1B.pptSISTEM KOORDINASI 1B.ppt
SISTEM KOORDINASI 1B.ppt
 
Anatomi dan fisiologi sistem persarafan
Anatomi dan fisiologi sistem persarafanAnatomi dan fisiologi sistem persarafan
Anatomi dan fisiologi sistem persarafan
 
Bab ii fitra
Bab ii  fitraBab ii  fitra
Bab ii fitra
 
Anatomi dan Fisiologi
Anatomi dan Fisiologi Anatomi dan Fisiologi
Anatomi dan Fisiologi
 
Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan
Anatomi Fisiologi Sistem PersarafanAnatomi Fisiologi Sistem Persarafan
Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan
 
Kb 3
Kb 3Kb 3
Kb 3
 
Askep kejang demama
Askep kejang demamaAskep kejang demama
Askep kejang demama
 
Pertemuan 1
Pertemuan 1 Pertemuan 1
Pertemuan 1
 
Sistem regulasi pada manusia
Sistem regulasi pada manusiaSistem regulasi pada manusia
Sistem regulasi pada manusia
 
Fisiologi persarafan
Fisiologi persarafanFisiologi persarafan
Fisiologi persarafan
 
Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan
Anatomi Fisiologi Sistem PersarafanAnatomi Fisiologi Sistem Persarafan
Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan
 

Kejang demam

  • 1. KEJANG DEMAM Sarwonoberau Senin, 25 Juli 2011 Kejang demam A. Konsep Dasar 1. Pengertian Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat kenaikan suhu tubuh. “Kejang demam ialah bangkitan kejang yg C) yang disebabkan oleh terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38 suatu proses ekstrakranium (Hasan, 1995). Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah satu diantaranya adalah : “Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (Mansjoer, 2000). 2. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan pons (batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem saraf parasimpatis). Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan piamater. Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari : a. Cerebrum (otak besar) Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media. Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran. Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis. Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah : 1) Thalamus Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
  • 2. 2) Hypothalamus Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang demam, hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses patologik ekstrakranium. 3) Formation Reticularis Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah formatio reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke cortex cerebri. b. Serebellum Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka. System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang : 1) N. I : Nervus Olfaktorius 2) N. II : Nervus Optikus 3) N. III : Nervus Okulamotorius 4) N. IV : Nervus Troklearis 5) N. V : Nervus Trigeminus 6) N. VI : Nervus Abducen 7) N. VII : Nervus Fasialis 8) N. VIII : Nervus Akustikus 9) N. IX : Nervus Glossofaringeus 10) N. X : Nervus Vagus 11) N. XI : Nervus Accesorius 12) N. XII : Nervus Hipoglosus. System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system simpatis dan parasimpatis. Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah : 1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya 2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis 3) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral. System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu : Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis: 1. Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak 2. Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis. 3. Etiologi Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000). Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen
  • 3. dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001). 4. Patofisiologi Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion lain, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat dirubah dengan adanya : a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler b. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya sehingga terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang rendah, C, sedang pada ambang kejang tinggi kejang dapat terjadi pada suhu 38 C atau lebih. Untuk lebih jelas dapat dilihat baru terjadi pada suhu 40 pada bagan di bawah ini : Kejang demam Inflamasi Infeksi Peningkatan suhu tubuh Metabolisme basal meningkat Kebutuhan O2 meningkat Glukosa ke otak menurun Perubahan konsentrasi dan jenis ion di dalam dan di luar sel Difusi ion Na+ dan K+ Kejang Durasi pendek Durasi lama Sembuh Apnea O2 menurun Kebutuhan O2 meningkat
  • 4. Hipoxemia Aktivitas otot meningkat Hipoxia Permeabilitas meningkat Edema otak Kerusakan sel neuron otak Epilepsi 5. Tanda dan Gejala Secara teoritis pada klien dengan Kejang Demam didapatkan data-data antara lain klien kurang selera makan (anoreksia), klien tampak gelisah, badan klien panas dan berkeringat, mukosa bibir kering (Ngastiyah, 1997). 6. Komplikasi Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsy. Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam : a. Pneumonia aspirasi b. Asfiksia c. Retardasi mental 7. Penatalaksanaan / Pengobatan Ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu : a. Memberantas kejang secepat mungkin Bila penderita datang dalam keadaan status convulsion, obat pilihan utama adalah diazepam secara intravena. Apabila diazepam tidak tersedia dapat diberikan fenobarbital secara intramuskulus. b. Pengobatan Penunjang Semua pakaian yang ketat dibuka. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan jalan nafas bebas agar oksigen terjamin, penghisapan lendir secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Tanda – tanda vital diobservasi secara ketat, cairan intravena diberikan dengan monitoring. c. Pengobatan di rumah Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumah. Pengobatan ini dibagi atas 2 golongan yaitu : 1) Profilaksis intermitten Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari diberikan obat campuran anti konvulsan dan anti piretik yang harus diberikan pada anak bila menderita demam lagi 2) Profilaksis jangka panjang Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup di dalam darah
  • 5. penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. d. Mencari dan mengobati penyebab Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun epilepsy yang diprovokasi oleh demam, biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian adalah pendekatan untuk mengumpulkan data serta menganalisa data sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan klien (Gaffar, 1997). Dalam upaya pengumpulan data sebagai langkah awal dari proses keperawatan penulis melakukan pengkajian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian adalah pengumpulan data dan merumuskan prioritas masalah. Sedangkan tujuan dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan data–data, mengelompokkan dan menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan (Gaffar, 1997). Tahapan pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat dan lengkap sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan sesuai dengan respon individu sebagaimana yang ditentukan dalam standar praktek keperawatan dari American Nursing Association. Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis (terapis) atau profesi kesehatan lainnya (Taylor, Lilis Le Mone, 1997). Berdasarkan sumber data, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari klien, yaitu data tersebut diperoleh dari klien yang sadar maupun klien tidak sadar sehingga tidak dapat berkomunikasi misalnya data tentang kebersihan diri atau data tentang kesadaran. Data sekunder adalah data yang diperoleh selain dari klien, seperti dari perawat, dokter, catatan perawat, serta dari pemeriksaan seperti pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lainnya, dari keluarga atau dari kerabat dekat. Secara umum ada beberapa cara pengumpulan data dengan observasi, konsultasi, validasi data, anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi adalah pengumpulan data melalui hasil pengamatan (melihat, meraba atau mendengarkan) tentang kondisi klien dalam kerangka asuhan keperawatan. Konsultasi adalah seorang spesialis diminta untuk mengidentifikasikan cara–cara untuk pengobatan dan penanganan penyakit klien. Anamnesa atau wawancara adalah cara pengumpulan data melalui inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien, seperti inspeksi kesimetrisan pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan, inspeksi adanya lesi pada kulit dan sebagainya. Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetukkan jari tengah kejari tengah yang lainnya untuk normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba klien seperti lokasi pada rongga abdomen untuk mengetahui lokasi nyeri atau untuk mengetahui adanya massa. Auskultasi adalah cara pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, misalnya auskultasi dinding abdomen untuk mengetahui bising usus, mendengarkan suara paru – paru, bunyi jantung. Adapun pengkajian untuk mengumpulkan data–data yang akurat terhadap Kejang Demam yaitu dimulai dengan anamnesa kepada klien dan keluarga kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik.
  • 6. Hal – hal yang perlu dikaji antara lain : a. Identitas pasien dan keluarga 1) Nama Pasien (initial), umur, jenis kelamin,agama, suku bangsa dan alamat 2) Nama Ayah (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa 3) Nama Ibu (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa. b. Kesehatan fisik 1) Pola nutrisi Tidak ada nafsu makan (anoreksia), mual dan bahkan dapat disertai muntah. Perlu dikaji pola nutrisi sebelum sakit, porsi makan sehari – hari, jam makan, pemberian makan oleh siapa, frekuensi makan, nafsu makan, serta alergi terhadap makanan. 2) Pola eliminasi 3) Pola tidur Yang perlu dikaji meliputi jam tidur, waktu tidur dan lamanya tidur serta kebiasaan sebelum tidur 4) Pola hygiene tubuh Mengkaji mengenai kebiasaan mandi, cuci rambut, potong kuku dan rambut 5) Pola aktifitas Anak tampak lemah, gelisah atau cengeng. c. Riwayat kesehatan yang lalu 1) Riwayat prenatal Dikaji mengenai kehamilan ke berapa, tempat pemeriksaan kehamilan, keluhan ibu saat hamil, kelainan kehamilan dan obat – obatan yang diminum saat hamil. 2) Riwayat kelahiran Kelahiran spontan atau dengan bantuan – bantuan, aterm atau premature. Perlu juga ditanyakan berat badan lahir, panjang badan, ditolong oleh siapa dan melahirkan di mana. 3) Riwayat yang berhubungan dengan hospitalisasi Pernahkah dirawat di rumah sakit, berapa kali, sakit apa, pernahkah menderita penyakit yang gawat. Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada keluarga yang pernah menderita kejang. 4) Tumbuh kembang Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan tingkat usia, baik perkembangan emosi dan sosial. 5) Imunisasi Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur pemberiannya. Apakah imunisasi lengkap, jika belum apa alasannya. d. Riwayat penyakit sekarang 1) Awal serangan : Sejak timbul demam, apakah kejang timbul setelah 24 jam pertama setelah demam 2) Keluhan utama : Timbul kejang (tonik, klonik, tonik klonik), suhu badan meningkat 3) Pengobatan : Pada saat kejang segera diberi obat anti konvulsan dan apabila pasien berada di rumah, tiindakan apa yang dilakukan untuk mengatasi kejang. 4) Riwayat sosial ekonomi keluarga Pendapatan keluarga setiap bulan, hubungan sosial antara anggota keluarga dan masyarakat sekitarnya. 5) Riwayat psikologis
  • 7. Reaksi pasien terhadap penyakit, kecemasan pasien dan orang tua sehubungan dengan penyakit dan hospitalisasi. e. Pemeriksaan fisik 1) Pengukuran pertumbuhan : Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala C, nadi cepat, 2) Pengukuran fisiologis : Suhu biasanya di atas 38 pernafasan (mungkin dyspnea nafas pendek, nafas cepat, sianosis) 3) Keadaan umum : Pasien tampak lemah, malaise 4) Kulit : Turgor kulit dan kebersihan kulit 5) Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala dan warna rambut serta kebersihannya 6) Mata : Konjungtiva, sklera pucat / tidak, pupil dan palpebra 7) Telinga : Kotor / tidak, mungkin ditemukan adanya Otitis Media Akut / Kronis 8) Hidung umumnya tidak ada kelainan 9) Mulut dan tenggorokan : Bisa dijumpai adanya tonsillitis 10) Dada : Simetris / tidak, pergerakan dada 11) Paru – paru : Bronchitis kemungkinan ditemukan 12) Jantung : Umumnya normal 13) Abdomen : Mual – mual dan muntah 14) Genetalia dan anus : Ada kelainan / tidak 15) Ekstremitas : Ada kelainan / tidak. Setelah selesai mengumpulkan data maka selanjutnya data tersebut dikelompokkan. Pengelompokan data dapat dibagi atas data dasar dan data khusus (Carpenito, 1997). Data dasar terdiri dari data fisiologis, data psikologis, data sosial dan spiritual. Sedangkan data khusus adalah data yang bersifat khusus, misalnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rontgen dan sebagainya. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau rester / resti (Gaffar, 1997). Pada tahap diagnosa keperawatan penulis akan menganalisa data yang diperoleh dari hasil pengkajian dan mengidentifikasi masalah keperawatan, baik yang dapat dicegah, dapat dikurangi maupun yang dapat ditanggulangi dengan tindakan keperawatan. Diagnosa keperawatan dibagi sesuai dengan masalah kesehatan klien yaitu : a. Aktual, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan masalah yang nyata saat ini dengan data klinis yang ditemukan. b. Rester, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang nyata yang akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan, saat ini masalah belum ada tetapi etiologi sudah ada. c. Possible, yaitu diagnosa keperawatan yang timbul akibat adanya tambahan masalah Komponen – komponen berikut ini menandai tiga bagian pernyataan perubahan keperawatan a. Diagnosa keperawatan, merupakan pernyataan yang menggambarkan perubahan status kesehatan klien. Perubahan–perubahan menyebabkan masalah dan perubahan yang tidak menguntungkan pada kemampuan klien untuk berfungsi. Diagnosa keperawatan adalah frase atau pernyataan yang ringkas, diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk membuat kriteria hasil asuhan keperawatan dan menentukan intervensi – intervensi yang diperlukan untuk mencapai kriteria hasil. b. Etiologi, pernyataan etiologi mencerminkan penyebab masalah klien yang menimbulkan perubahan–perubahan pada status kesehatan klien. Penyebab tersebut dapat berhubungan dengan tingkah laku klien, patofisiologi, psikososial, perubahan–perubahan situasional pada gaya hidup, usia perkembangan, faktor budaya dan lingkungan. Diagnosa keperawatan dapat diterapkan untuk semua area keperawatan, seperti medikal bedah, kesehatan ibu dan anak, pediatrik, kesehatan komunitas.
  • 8. Batasan karakteristik, merupakan kelompok petunjuk klinis yang menggambarkan tingkah laku, tanda dan gejala yang menggambarkan diagnosa keperawatan. Batasan karakteristik diperoleh selama tahap pengkajian, memberikan bukti bahwa ada masalah kesehatan gejala (data subjektif) adalah perubahan yang dirasakan oleh klien dan diekspresikan secara verbal kepada perawat. Tanda (data objektif) adalah perubahan yang diamati pada status kesehatan klien. Identifikasi minimal tiga tanda dan gejala sebagai bukti yang cukup untuk mendukung pemilihan diagnosa keperawatan . Adapun masalah keperawatan pada klien dengan kasus Febrile Convulsion menurut Ngastiyah (19997) adalah : a. Resiko tinggi terhadap kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang b. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses infeksi c. Resiko terjadi bahaya / komplikasi berhubungan dengan aktifitas kejang d. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan tindakan invasif, prosedur tindakan e. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi. Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan pada Febrile Convulsion adalah : a. Resiko terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot besar dan kecil b. Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-rata, proses infeksi d. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi. Sedangkan menurut Carpenito (1990), diagnosa keperawatan yang terdapat pada kasus Febrile Convulsion adalah : a. Resiko tinggi tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan relaksasi lidah, sekunder terhadap gangguan inversi otot b. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses infeksi. 3. Perencanaan Perencanaan merupakan tahap yang paling penting yang dibuat setelah merumuskan diagnosa keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien, sehingga tercapai kondisi kesehatan klien yang optimal (Gaffar, 1997). Pada tahap perencanaan setelah memprioritaskan masalah keperawatn, penulis menetapkan tujuan dan kriteria tindakan yang dapat mencegah, mengurangi dan menanggulangi masalah kesehatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan klien saat ini serta menuliskan tujuan yang ditetapkan harus nyata, dapat diukur dan mempunyai batasan waktu pencapaian. Adapun komponen tahap perencanaan adalah : Membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan diurutkan dengan prioritas tinggi, sedang, ringan masalah dengan prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam hidup (misalnya bersihan jalan nafas). Masalah dengan prioritas rendah tidak berhubungan secara langsung dengan keadaan sakit atau prognosis yang spesifik (misalnya masalah keuangan). Masalah dengan prioritas tingi membutuhkan perhatian yang cepat dibandingkan dengan prioritas rendah. Hirarki kebutuhan Maslow (1968) membantu perawat untuk memprioritaskan urutan diagnosa keperawatan, kerangka hirarki ini termasuk kebutuhan fisiologis dan psikologis. Lima tingkatan hirarki ini adalah fisikologis, keselamatan dan keamanan, mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri. Adapun rencana tindakan pada kasus Febrile Convulsion menurut Doenges (2002), yaitu : 1. Diagnosa keperawatan I Resiko tinggi terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran, kehilangan
  • 9. koordinasi otot besar dan kecil Tujuan dan kriteria hasil : Henti nafas dan trauma tidak terjadi dengan kriteria : Menunjukkan efektifitas pernafasan selama kejang dan sesudahnya Tidak terdapat tanda injuri, perlukaan di seluruh organ tubuh Rencana Tindakan : 1.1 Gali bersama-sama keluarga berbagai stimulasi yang dapat menjadi pencetus kejang Rasional : Mengetahui dan dapat menanggulangi sedini mungkin komplikasi yang dapat terjadi 1.2 Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang terpasang dengan posisi tempat tidur rendah Rasional : mengurangi trauma saat kejang selama berada di tempat tidur 1.3 Gunakan termometer dengan bahan metal atau dapatkan suhu melalui lubang telinga jika perlu Rasional : mengurangi resiko klien menggigit dan cedera mulut 1.4 Tinggallah bersama klien dan keluarga dalam waktu beberapa lama / setelah kejang Rasional : Meningkatkan rasa aman keluarga, mengobservasi gejala lanjut 1.5 Masukkan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik. Miringkan kepala ke salah satu sisi dan lakukan suction pada jalan nafas sesuia indikasi Rasional : Memfasilitasi ekspansi dada maksimal, drainage sekret, dan memfasilitasi saat melakukan suction 1.6 Atur kepala, tempatkan di atas daerah yang empuk (lunak) atau bantu meletakkan pada lantai jika keluar dari tempat tidur Rasional : Menurunkan resiko cedera 2. Diagnosa keperawatan II Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial Tujuan dan kriteria hasil : Pola nafas efektif yang ditunjukkan dengan frekuensi nafas dalam batas normal, jalan nafas bersih Rencana Tindakan : 2.1 Kosongkan mulut klien dari benda / zat makanan Rasional : menurunkan resiko aspirasi 2.2 Letakkan klien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala, selama serangan kejang Rasional : Meningkatkan aliran (drainage), sekret, mencegah lidah jatuh, dan menyumbat jalan nafas 2.3 Tanggalkan pakaian pada daerah leher, dada, dan abdomen Rasional : Memfasilitasi usaha bernafas dan ekspansi dada 2.4 Masukkan spatel lidah/jalan nafas buatan atau golongan benda lunak sesuai dengan indikasi Rasional : Mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan suction 2.5 Melakukan pengisapan (suction) sesuai indikasi Rasional : Menurunkan resiko aspirasi dan asfiksia 3. Diagnosa keperawatan III Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-rata, proses infeksi Tujuan dan kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal, yang ditunjukkan dengan mendemontrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan, tidak mengalami komplikasi yang berhubungan Rencana Tindakan :
  • 10. 3.1 Pantau suhu tubuh Rasional : Suhu 38,9-41,1 menunjukkan adanya proses infeksius akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis 3.2 Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan penggunaan seprai di tempat tidur sesuai indikasi Rasional : Suhu ruangan / jumlah selimut harus dirubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal 3.3 Berikan kompres hangat Rasional : Membantu menurunkan demam dengan efek vasodilatasi air hangat melalui proses evaporase 3.4 Kolaborasi : Berikan antipiretik Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentranya pada hipotalamus meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan autodekstruksi sel-sel yang terinfeksi. 4 Diagnosa keperawatan IV Kurang pengetahuan (kurang belajar) mengenai kondisi, dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan persepsi Tujuan dan kriteria hasil : Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan berbagai rangsang yang dapat menyebabkan aktifitas kejang, dengan kriteria : Keluarga dapat mengemukakan kondisi dan pengobatan secara sederhana. Rencana Tindakan : 4.1 Jelaskan kembali mengenai patofisiologi / prognosis penyakit Rasional : Memberikan kesempatan mengklarifikasi kesalahan persepsi dan keadaan penyakit yang ada sesuai dengan yang ditangani 4.2 Tinjau kembali obat-obat yang didapat Rasional : Tidak ada pemahaman terhadap obat-obatan yang dapat merupakan penyebab kecemasan keluarga 4. Pelaksanaan Pelaksanaan adalah intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penugasan ketrampilan interpersonal, intelektual dan teknikal (Gaffar, 1997, 49). Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien vulnus scissum untuk memenuhi antara lain : mencegah infeksi, meningkatkan penyembuhan luka, meningkatkan kondisi kesehatan dan koping individu dan keluarga serta mencegah komplikasi cedera selanjutnya. Tahap pelaksanaan merupakan bentuk tindakan untuk direncanakan sebelumnya dan disesuaikan dengan situasi secara cermat dan efisien. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan penulis menyesuaikan dengan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan klien saat itu, tidak semata – mata berdasarkan prioritas masalah yang direncanakan sebelumnya serta disesuaikan dengan waktu pelaksanaan tindakan. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan penulis juga melaksanakan tindakan observasi dan pengumpulan data untuk melihat perkembangan klien selanjutnya. Komponen tahapan dalam menyusun implementasi : a. Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa perintah dokter, tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar praktik American Nursing Association (1973), undang–undang praktik perawat negara bagian dan kebijakan institusi perawat kesehatan. b. Tindakan keperawatan kolaboratif, diimplementasikan bila perawat bekerja dengan anggota tim perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah klien. c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan keperawatan,
  • 11. dokumentasi merupakan pernyataan dari kejadian atau aktifitas yang otentik dengan mempertahankan catatan – catatan yang tertulis. Dokumentasi merupakan wahana untuk komunikasi dari salah satu profesional ke profesional lainnya tentang status klien. Dokumentasi klien memberikan bukti tindakan keperawatan mandiri dan kolaboratif yang diimplementasikan oleh perawat. 5. Evaluasi Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Gaffar, 1997). Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang dilakukan. Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam meliputi pola pernafasan kembali efektif, suhu tubuh kembali normal, anak menunjukkan rasa nymannya secara verbal maupun non verbal, kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury selama dan sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah. Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus menerus untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga evaluasi tujuan jangka pendek. Dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan yang pencapaian tujuan jangka panjang. Komponen tahapan evaluasi : a. Pencapaian kriteria hasil Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk pengukuran. Bila kriteria hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi rencana asuhan keperawatan. b. Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat terjadi di seluruh proses keperawatan. 1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap satu. 2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua 3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap tiga 4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan tahap empat. 5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.
  • 12. DAFTAR PUSTAKA Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta Doenges, Marillyn E, dkk (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta Doenges, Marillyn E, et all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta Gaffar, La Ode Jumadi (1997), Pengantar Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta Hasan, Dr. Rusepno (1995), Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta Pusponegoro, Titut S., dkk (2000) Perinatologi, EGC, Jakarta Saifuddin (1997), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, EGC, Jakarta Susan Martin, dkk (1998), Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan, Diagnosa dan Evaluasi, Edisi 5, EGC, Jakarta Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta Diposkan oleh sarwono di 13.12 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Link ke posting ini Label: keperawatan Reaksi: Minggu, 24 Juli 2011 HACK TSEL FLASH YANG KEHABISAN QUOTA Dulunya saya memakai Modem Flexi dengan paket sekolah hanya Rp.30.000,- ,awalnya
  • 13. cepet tapi lama-lama jadi ngesot jalannya…(wadooh gmn y?),Nah…Pas lagi liat Televisi,ada iklan telkomsel flash. . .katanya si UNlimited. Saya cari saja infonya di internet,bener si unlimited tapi di batesin kecepatanya,jadi sistemnya kek gini diibaratkan paket unlimited = mobil dan kapasitas(yang 300MB,500MB,dll ) = itu NOS-nya jadi jika NOS nya habis ,mobilnya tetp jalan tapi lebih pelan.pokoknya gitu lah ^^ untuk cek paket infonya silahkan ke http://www.telkomsel.com/product/telkomsel-flash/661- Paket-Telkomsel-Flash.html nah,kembali ya( sedikit intermezzzoOo ^^) selanjutnya , saya mencoba telkomselflash ,perdananya kira-kira Rp.65.000,-. Saya gunakan HP NOKIA sebagai modem,dengan menggunakan software NOKiA Pc Suite(cari aja di google) dan alhamdulillah koneksi lancar + ngebut . . . . tetapi tadi malem di malem ke 3 ,koneksinya jadi Lola alias lama (saya berfikir mungkin hanya lagi perbaikan) Pas Pagi tadi saya coba! masih lama juga,saya cek UL Info ,Ternyata benar 0 kb….NOS nya habis!! T.T saya mulai Searching di google dengan koneksi yang kehabisan bensin untuk mempercepat koneksi Telkomsel Flash yang telah habis kuotanya,alhasil saya dapat nice info dari sebuah blog ,gini caranya: Ubah settingan modem anda Config Filename : im2 Dial Number : *99# Username : indosatm2 Pasword : prabayar APN : indosatm2 DNS pilih yang otomatis PDP Tipe pake yang IP jangan CHAP Loh kok Indosat kan Telkomsel??saya pertama juga kaget + kaga percaya ,Tetapi setelah di coba !! Behhhh…….Ngacirrr………….^^ Selamat BerUtak-Utik! Diposkan oleh sarwono di 20.43 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Link ke posting ini Label: internet Reaksi: MEMPERCEPAT IDM tadi ane searching2 di Forum sebelah , ternyata ada trit “Cara setting IDM biar Bikin ngacir- cir”. nah buat kalian agan2 yang menggunakan download manager IDM, kadang belum benar-benar merasakan manfaat dari SW tsb, karena belum disetting dengan benar. Jika sudah diseting, IDM akan berfungsi optimal, meskipun kita gonta-ganti tipe koneksi (wive- LAN, WIFI, Dial-up, dll). Nah bagemana caranya biar agan2 bisa merasakan manfaat ilmu yang ane dapet hingga bikin downloadan nte yang biasanya sejam berubah jadi 15 menit , jadi bisa hemat waktu gan !! hhee nih contohnya :
  • 14. Pertannyaanya , Bagaiamana caranya Membuat IDM Download 3x Lebih Cepat alias Ngaciiir ? Gini caranya: 1. klik IDM di try icon 2. klik Option 3. Pada Connection/ Speed, pilih Other, dan pada Default Max conn.number pilih 16 4. Tutup IDM 5. Klik Start kemudian run dan tuliskan “regedit” tanpa petik , kemudian klik ok , Jalankan Regedit>HKey_Current_User>Software>Download Manager> (lihat jendela kanan) Connection Speed>double click>pilih decimal> isi dengan 9999999999999>OK 6. tutup regedit (close ) 7. Coba ntuk DL….winking Catatan: Kecepatan Download dipengaruhi juga oleh kondisi jaringan yg ada.. Diposkan oleh sarwono di 20.37 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Link ke posting ini Label: internet Reaksi: Laporan pendahuluan Askep pasien dengan gastroenteritis A. Konsep Dasar Gastroenteritis 1. Definisi Gastroenteritis (diare) merupakan suatu keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali dan pada bayi lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah, atau lendir saja (Ngastiyah, 1997). 3. Etiologi Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu: a. Faktor infeksi: 1) Bakteri; enteropathogenic escherichia coli, salmonella, shigella, yersinis enterocolitica, campylobacter. 2) Virus; enterovirus-echoviruses, adenovirus, human retrovirus seperti agent rota virus, astrovirus.
  • 15. 3) Jamur; candida enteritis. 4) Parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, srongyloides), protozoa (entamoebahystolityca, giardialamblia). 5) Infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun. b. Faktor malabsorbsi 1) Malobsorbsi karbohidrat : disakarida (intolerensi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa, 2) Malabsrobsi lemak. 3) Malabsorbsi protein. c. Faktor makanan Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. d. Faktor fsikologis Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar). 4. Patofisiologi Menurunnya pemasukan/ hilangnya cairan akibat muntah, diare, demam, hiperpentilasi Tiba-tiba dengan cepat cairan ekstraseluler hilang Ketidak seimbangan elektrolit Hilangnya cairan dalam intra seluler Disfungsi seluler Syok hipovolemik Kematian 5. Tanda dan Gejala a. cengeng b. gelisah c. suhu tubuh biasanya meningkat d. nafsu makan berkurang atau tidak ada e. diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau darah f. muntah g. dehidrasi 6. Komplikasi a. Dehidrasi Menurut banyaknya cairan yang hilang, Ashwill and Droske (1997) membagi dehidrasi atas: 1. Dehidrasi ringan; berat badan menurun 3%-5%, dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 ml/kg. 2. Dehidrasi sedang; berat badan menurun 6%-9%, dengan volume cairan yang hilang 50-90
  • 16. ml/kg. 3. Dehidrasi berat; berat badan menurun lebih dari 10%, dengan volume cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kg. Menurut tonisitas darah, dehidrasi dapat dibagi atas: 1) Dehidrasi isotonik, bila kadar Na dalam plasma antara 131-150 mEq/L. 2) Dehidrasi hipotonik, bila kadar Na plasma kurang dari 131 mEq/L. 3) Dehidrasi hipertonik, bila kadar Na plasma lebih dari 150 mEq/L b. Syok hipovolemik c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan elektrokardiogram). d. Hipokalsemia e. Hiponatremia f. Hipoglikemia g. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus. h. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik. i. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan. j. Asidosis. 7. Pemeriksaan diagnostik a. Pemeriksaan tinja 1) Makroskopis dan mikroskopis. 2) Biakan kuman untuk mencari kuman penyebab. 3) Tes resistensi terhadap berbagai antibiotik. 4) pH dan kadar gula jika diduga ada sugar intolerance. b. Pemeriksaan darah 1) Darah lengkap Darah perifer lengkap, analisa gas darahdan elektrolit (terutama Na, Ca, K dan P serum pada diare yang disertai kejang), anemia (hipokronik, kadang-kadang nikrosiotik) dan dapat terjadi karena mal nutrisi/malabsrobsi tekana fungsi sumsum tulang (proses imflemasi kronis), peningkatan sel-sel darah putih. 2) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal. c. Pemeriksaan elektrolit tubuh. Terutama kadar natrium, kalium, kalsium, bikarbonat terutama pada penderita diare yang mengalami muntah-muntah, pernapaan cepat dan dalam, kelemahan otot-otot, ilius paralitik. d. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik. 8. Pengobatan Dalam garis besarnya pengobatan diare dibagi dalam: a. Pengobatan kausal Pada penderita diare antibiotik hanya boleh diberikan kalau:
  • 17. 1) Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik dan/atau biakan. 2) Pada pemeriksaan makroskopik dan/atau mikroskopik ditemukan darah pada tinja. 3) Secara klinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya infeksi enteral. 4) Di daerah endemik kolera. 5) Pada neonatus jika diduga terjadi infeksi nasokomial. b. Pengobatan simptomatik 1) Obat-obat anti diare. 2) Adsorbent. 3) Antiemetik. 4) Antipiretik. c. Pengobatan cairan Ada 2 jenis cairan, yaitu: 1) Cairan rehidrasi oral (CRO) Ada beberapa macam cairan rehidrasi oral: a) Cairan rehidrasi oral dengan formula lengkap mengandung NaCl, KCl, NaHCO3 dan glukosa penggantinya, yang dikenal dengan nama oralit. b) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung keempat komponen di atas, misalnya larutan gula-garam (LGG), larutan tepung beras-garam, air tajin, air kelapa, dan lain-lain caiaran yang tersedia di rumah, disebut CRO tidak lengkap. 2) Cairan rehidrasi parenteral (CRP) Sebagai hasil rekomendasi Seminar Rehidrasi Nasional ke I s/d IV dan pertemuan ilmiah penelitian diare, Litbangkes (1982) digunakan cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi parenteral tunggal untuk digunakan di Indonesia, dan cairan inilah yang sekarang terdapat di puskesmas-puskesmas dan di rumah-rumah sakit di Indonesia. Pada diare dengna penyakit penyerta (KKP< jantung, ginjal) cairan yang dianjurkan adalah Half Strength Darrow Glukose yaitu cairan Hartmann setengah dosis di dalam 2,5 % glukosa atau cairan Darrow setengah dosis di dalam glukosa 2,5%, karena keduanya mengandung natrium, kalium, klorida, laktat (basa), dan glukosa. Kebutuhan cairan dapat dihitung sebagai berikut: a) 24 jam pertama: (1) Dehidrasi ringan; 180 ml/kg (sekitar 3 ¼ fl. oz per lb) per hari. (2) Dehidrasi sedang; 220 ml per kg (sekitar 4 fl. oz per lb) per hari (3) Dehidrasi berat; 260 ml per kg (sekitar 4 ¾ fl. oz per lb) per hari b) Hari-hari berikutnya: Kebutuhan normal sehari-hari adalah 140 ml per kg (sekitar 2,5 fl. oz per lb), ditambah dengan penggantian pengeluaran cairan, yang dihitung secara kasar lewat buang air besar atau lewat muntahnya. Semua cairan yang diberikan dalam berbagai cara diatas harus dicatat dan dijumlahkan sertiap hari. d. Pengobatan diuretik 1) Untuk anak kurang dari 1 tahun dengan BB kurang dari 7 kg Jenis makanan: a) Susu (ASI/ susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tak jenuh misalnya; LLM, almiron. b) Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau minum susu karena di rumah sudah biasa diberi makanan padat c) Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak berantai sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan. 2) Untuk anak diatas 1 tahun dengan BB lebih dari 7 kg
  • 18. Jenis makanan: makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan di rumah. e. Obat-obatan Prinsif pengobatan diare ialah menggantikan yang hilang melalui tin ja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras dan sebagainya). B. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gastroenteritis 1. Pengkajian Adapun langkah-langkah dalam pengkajian adalah sebagai berikut: a. Pengumpulan data 1) Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan dan nama ortu. 2) Keluhan utama klien Biasanya mengeluh berak-berak encer dengan atau tanpa adanya lendir dan darah sebanyak lebih dari 3 kali sehari, berwarna kehijau-hijauan dan berbau amis. Biasanya disertai muntah, tidak napsu makan dan mungkin ada demam ringan atau demam tinggi pada anak-anak yang menderita infeksi usus (Ngastiyah 1997). 3) Riwayat penyakit sekarang a) Lamanya keluhan : masing-masing orang berbeda tergantung pada tingkat dehidrasi, status gizi, keadaan sosial ekinomi, hygiene dan sanitasi (Jellife, 1994) b) Akibat timbul keluhan : anak menjadi rewel dan menjadi gelisah, badan menjadi lemah dan beraktifitas bermain kurang (Ngastiyah, 1997). c) Faktor memperberat : ibu menghentikan pemberian makanan, anak tidak mau makan dan minum, tidak ada pemberian cairan tambahan (larutan oralitr atau larutan gula garam). 4) Riwayat penyakit dahulu Dalam pengkajian ini perlu ditanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita oleh anak maupun keluarga dalam hal ini orang tua. Apakah dalam keluarga pernah mempunyai riwayat penyakit keturunan atau pernah menderita penyakit kronis sehingga harus dirawat di rumah sakit. 5) Riwayat kehamilan dan kelahiran Disini hal-hal yang ditanyakan meliputi keadaan ibu saat hamil, gizi, usia kehamilan dan obat-obatan. Hal tersebut juga mencakup kesehatan anak sebelum lahir, saat lahir, dan keadaan anak setelah lahir. 6) Tumbuh kembang Dalam pengkajian ini yang perlu ditanyakan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usia anak sekarang yang meliputi motorik kasar, motorik halus, perkembangan kognitif atau bahasa dan personal sosial atau kemandirian. 7) Imunisasi Dalam pengkajian ini yang ditanyakan kepada orang tua adalah apakah anak mendapatkan imunisasi secara lengkap sesuai dengan usianya dan jadual pemberian serta efek samping dari pemberian imunisasi seperti panas, alergi, dan sebagainya. 8) Psikososial Dalam pengkajian ini yang ditanyakan meliputi tugas perkembangan sosial anak, kemampuan
  • 19. beradaptasi selama sakit, mekanisme koping yang digunakan oleh anak dan keluarga. Respon emosional keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress mencakup juga harapan- harapan keluarga terhadap kesembuhan penyakit anak. 9) Kesehatan fisik Beberapa hal yang perlu ditanyakan meliputi pola nutrisi seperti frekuensi makan, jenis makanan, makanan yang disukai atau tidak disukai dan keinginan untuk makan dan minum. Pola eliminasi seperti frekuensi buang air besar dan buamg air kecil di rumah dan di rumah sakit. Selain itu ditanyakan tentang konsistensi , warna dan bau dari objek eliminasi. Kebiasaan tidur seperti tidur siang, malam, kebiasaan sebelum dan sesudah tidur. Pola aktivitas juga ditanyakan baik di rumah maupun di sekolah, juga bagaimana pola hygiene tubuh seperti mandi, keramas, gosok gigi dan ganti baju. 10) Kesehatan mental Dalam hal ini ditanyakan mengenai pola interaksi anak, pola kognitif anak, pola emosi anak saat dirawat, pola psikologi keluarga serta kopingnya dan pengetahuan keluarga dalam mengenali penyakit anaknya. 11) Kesehatan sosial dan spiritual Dalam pengkajian ini yang perlu ditanyakan meliputi pola kultural atau norma yang berlaku dalam keluarga dan pola rekreasi serta keadaan lingkungan rumah. Mengenai pola spiritual yang ditanyakan mengenai pola ibadah apakah klien sudah bisa beribadah dan nilai-nilai spiritual yang sudah ditanamkan oleh keluarga. b. Pemeriksaan fisik a) Aktifitas/istirahat Gejala : gangguan pola tidur, misalnya : insomnia dini hari, kelemahan , perasaan hiper dan atau ansietas. Tanda : periode hiperaktifasi, latihan keras terus menerus. b) Sirkulasi Gejala : perasaan dingin meskipun pada ruangan hangat. Tanda : tekanan darah rendah, bradikardi, distritmia. c) Integritas Ego Gejala : ketidak berdayaan putus asa Tanda :status emosi depresi, menolak , marah, ansietas. d) Eliminasi Gejala : Diare, nyeri abdomen tidak jelas dan distres, kembung, penggunaan laktatif atau diuretik e) Makanan/cairan Gejala lapar terus menerus atau menyangkal lapar nafsu makan normal atau meningkat (kadang menghilang sampai gangguan lanjut.) f) Hygene Tanda : rambut rontok, kuku kotor dan rapuh, tanda erosi email gigi, kondisi gusi buruk. g) Neurosensori Tanda : efek depresi, perubahan mental (apatis, bingung, gangguan memori) karena mal nutrisi/kelaparan. h) Nyeri/ketidaknyamanan Gejal : sakit kepala i) Keamanan Tanda : peningkatan suhu tubuh, berulangnya proses infeksi, eksim atau masalah kulit lain. j) Interaksi sosial
  • 20. Gejala : merasa tidak berdaya 2) Pemeriksaan penunjang Pada gastroenteritis biasanya dilakukan pemeriksaan tinja untuk mengetahui jenis kuman penyebab, pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinin dan glukosa serta perlu diketahui adanya riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan. c. Analisa data Data subyektif yaitu data yang didapat dari ungkapan atau keluhan klien dalam hal ini anak dan ortu sedangkan data obyektif yaitu data yang didapat dari suatu pengamatan, observasi, pengukuran dan hasil pemeriksaan. Data-data tersebut dikelompokkan berdasarkan peranannya untuk menunjang suatu masalah, dimana masalah tersebut berfokus pada klien dan respon klien. 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan potensial atau aktual (Gaffar, 1999: 61). Diagnosa keperawatan berfungsi sebagai alat untuk menggambarkan masalah klien yang dapat ditangani oleh perawat (Doenges, 2000: 46). Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang sering ditemukan pada pasien diare, yaitu : a. Menurut Lynda Juall Carpenito ( 1999 ), halaman 188-191 1). Resiko tinggi terhadap defisit cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder terhadap muntah dan diare. 2). Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan kram abdomen, diare dan muntah sekunder terhadap dilatasi sekunder dan hiperperistaltik. 3). Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pembatasan diit dan tanda-tanda serta gejala komplikasi. b. Menurut Tucker et all ( 1999 ), halaman 958-960 1). Diare yang berhubungan dengan iritasi usus, proses infeksi atau mal absorbsi usus. 2). Kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan mentoleransi cairan peroral tanpa muntah dan diare. 3). Perubahan integritas kulit yang berhubungan dengan seringnya defekasi sehingga iritasi pada daerah anal dan bokong. 4). Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai kebutuhan perawatan di rumah dan prosedur yang diikuti jika diare berulang. 3. Perencanaan Perencanaan adalah gambaran atau tindakan yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah keperawatan yang dihadapi klien (Depkes RI, 1998). Perencanaan merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan dimana tujuan/ hasil ditentukan dan intervensi dipilih. Sedang rencana perawatan adalah bukti tertulis dari tahap dua dan tiga proses keperawatan yang mengidentifikasi masalah atau kebutuhan klien, tujuan/ hasil perawatan, dan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan dan menangani masalah atau kebutuhan klien (Marilynn E. Doenges, 1999). Adapun rencana keperawatan yang sesuai dengan penyakit gastroenteritis adalah sebagai berikut : Dx. 1. Diare b/d mal absorbsi usus Tujuan : Diare teratasi Kriteria hasil :
  • 21. Orangtua mengatakan frekuensi BAB kurang dengan konsistensi tidak encer. Rencana Keperawatan : a. Kaji dan observasi defekasi, karateristik, jumlah dan factor pencetus. b. Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare. c. Mulai berikan pemasukan cairan peroral secara bertahap, hindari minuman dingin. d. Jelaskan manfaat istirahat adekuat. e. Observasi demam, letargi,takikardi. f. Kolaborasi dalam pemberian antikolinergik dan antibiotic. Rasional : a. Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya diare. b. Untuk menghindari iritasi dan meningkatkan istirahat usus. c. Memberikan istirahat kolon dengan menurunkan/ menghilangkan rangsangan makanan/ cairan. d. Istirahat menurunkan mobilisasi usus, juga menurunkan laju metabolisme bila terjadi infeksi. e. Untuk menentukan intervensi yang tepat untuk dilakukan. f. Anti kolinergik untuk menurunkan peristaltic usus, antibiotic mengobati infeksi supurati lokal. Dx. 2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake dan output tidak seimbang. Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil : Berat badan dalam batas normal sesuai dengan tinggi dan umur klien, porsi makan dihabiskan. Rencana Tindakan : a. Kaji status nutrisi klien serta intake dan outputnya. b. Timbang BB setiap hari. c. Observasi dan catat respon terhadap diit yang diberikan. d. Sesudah dehidrasi, anjurkan untuk tetap memberi ASI. e. Berikan lingkungan yang menyenangkan selama makan. f. Anjurkan untuk memberikan makanan sedikit tetapi sering. Rasional : a. Sebagai perbandingan dalam menentukan perubahan nutrisi klien selama sakit. b. Untuk mengetahui perkembangan nutrisi klien selama sakit. c. Untuk menilai toleransi klien terhadap diit yang diberikan. d. Pemberian ASI dapat membantu dalam mempercepat proses penyembuhan. e. Nafsu makan terangsang pada situasi yang rileks dan menyenangkan. f. Pemberian makan sedikit tapi sering tidak akan menekan gastric sehingga mengurangi perasaan mual dan muntah. Dx. 3. Resiko terjadi defisit volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan melalui diare dan muntah. Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan tubuh dalam batas normal. Kriteria hasil : Berat badan normal, mukosa bibir lembab, keluaran urin normal 10-20 ml/ jam dan turgor kulit normal. Rencana tindakan : a. Kaji masukan dan haluaran tiap delapan jam. b. Ukur tanda-tanda vital tiap 1-2 jam. c. Timbang BB tiap hari.
  • 22. d. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering. e. Beri anti diare sesuai program. Rasional : a. Untuk mengetahui keefektifan terapi. b. Untuk mengetahui hipotensi dan peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi. c. Untuk mengetahui perkembangan nutrisi setiap hari. d. Pemberian makanan cair sedikit demi sedikit tidak akan menekan gastric sehingga mengurangi perasaan mual dan muntah. e. Agen dari diare mengurangi jumlah cairan feses. 4. Intervensi Intervensi atau tindakan keperawatan dibagi menjadi dua, yaitu tindakan mandiri (dilakukan perawat) dan tindakan kolaboratif (dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya). Contoh dari kedua tindakan yang dilakukan secara professional berbeda ini adalah : Tindakan mandiri : membatasi jumlah pengunjung, merapikan tempat tidur pasien, menimbang berat badan anak, menganjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI pada anaknya yang sakit diare. Tindakan kolaboratif : memberikan obat anti diare seperti yang dipesankan. 5. Evaluasi Merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dan tolak ukur dari hasil yang telah dicapai . Sebagai proses akhir berarti evaluasi merupakan umpan balik bagi perawat akan berhasil atau tidaknya tujuan atau mungkin bahkan timbul masalah baru yang sama sekali tak terduga. Diposkan oleh sarwono di 19.57 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Link ke posting ini Label: keperawatan Reaksi: DIABETES MELITUS (DM) A. Konsep dasar 1. Pengertian Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, di sertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron ( Mansjoer Arif dkk, 1999 ). Diabetes Melitus adalah masalah yang mengancam hidup (kasus darurat) yang disebabkan oleh defisiensi insulin (Doenges M. E, 2000).Menurut WHO, Diabetes Melitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Sedangkan menurut Prince, A. S, 1999 : Diabets Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara klinis dan genetik termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Diabetes Melitus adalah
  • 23. suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor lingkungan atau herediter, yang menyebabkan gangguan metabolik berupa defisiensi insulin akibat gangguan hormonal sehingga menimbulkan gangguan pada organ-organ tubuh yang lain, seperti pada: mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. 2. Klasifikasi Diabetes Melitus Klasifikasi Diabetes Melitus terdiri atas : a. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) termasuk dalam tipe satu di mana insulin tidak lagi diproduksi pankreas. b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) termasuk dalam tipe dua dimana pankreas masih dapat memproduksi insulin. c. Gestational Diabetes Melitus pada golongan ini hanya terjadi pada ibu hamil. d. Gangguan toleransi glukosa. e. Malnutrisi Related Diabetes Melitus. 3. Anatomi dan Fisiologi Pankreas Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan , strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah, panjangnya kurang lebih 15 cm, mulai dari duodenum sampai limpa, terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang retroperitonial dan terdiri dari tiga bagian, yaitu : a. Kepala pankreas, yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan duodenum. b. Badan pankreas, merupakan bagian utama pada organ tersebut dan letaknya dibelakang lambung dan didepan vertebra lumbalis pertama. c. Ekor pankreas, adalah bagian yang runcing disebelah kiri dan menyentuh limpa. Jaringan pankreas terdiri atas lobula daripada sel sekretori yang tersusun mengitari saluran- saluran halus. Saluran ini mulai dari persambungan saluran kecil dari lobula yang terletak didalam ekor pankreas dan berjalan melalui badannya dari kiri ke kanan. Saluran kecil itu menerima saluran dari lobula lain dan kemudian bersatu. Pankreas merupakan kelenjar ganda yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian eksokrine dan endokrine. Dimana eksokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk cairan getah pankreas dan yang berisi enzim dan elektrolit untuk pencernaan sebanyak 1500 sampai 2500 ml sehari dengan pH 8 sampai 8,3. Cairan ini dikeluarkan akibat rangsangan dari hormon sekretin dan pankreoenzimin. Sedangkan endokrine terdapat di alveoli pankreas berupa massa pulau kecil yang tersebar diseluruh pangkreas dan disebut Pulau Lengerhans . Setiap pulau berdiameter 75 sampai 150 mikron yang terdiri sel Beta 75 %, sel Alfa 20 %, sel Delta 5 % dan beberapa sel C. Sel Alfa menghasilkan glukagon dan sel Beta merupakan sumber insulin sedangkan sel delta mengeluarkan somatostatin, gastrin dan polipeptida pankreas. 4. Etiologi Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau Diabetes tergantung insulin disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh sel hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Mansjoer. A dkk, 1999).
  • 24. 5. Patofisiologi Keadaan tubuh yang sehat makanan seperti karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin serta air dalam saluran cerna dipecah menjadi polisakarida, glukosa menjadi monosakarida, mengalir dalam pembuluh darah vena porta sehingga terjadi rangsang sel beta pankreas untuk mengeluarkan insulin. Monosakarida disimpan diotot dan hati sebagai dalam glikogen, sisanya beredar dalam pembuluh darah dan dikontrol oleh insulin. Jika glukosa berkurang maka terjadi pemecahan glikogen yang disebabkan oleh reaksi glikogenolisis. Sedangkan bila kadar glukosa berlebihan maka disimpan dalam bentuk glikogen, reaksi ini disebut glikogenesis. Pada penderita Diabetes Melitus terjadi pengeluaran glukosa yang berlebihan di liver melalui glikogenolisis dan glikoneogenesis serta oleh tidak adekuatnya penggunaan glukosa oleh otot-otot skeletal, jaringan adiposa dan hati. Trigliserida ditransformasi dari sel-sel menuju kehati dirubah menjadi keton yang digunakan oleh otot. Pada IDDM sekresi insulin sangat sedikit atau tidak ada sama sekali, sedangkan pada NIDDM terdapat ketidak sesuaian Glukosa Sinsing Mekanism oleh sel beta pankreas. Demikian pula pada obesitas, ada penurunan jumlah reseptor insulin pada membran sel otot dan sel lemak. Pada obesitas di ekskresikan sejumlah besar insulin, tapi tidak efektif penggunaannya karena berkurangnya jumlah reseptor insulin. Saat glukosa darah meningkat tubulus renal tak mampu mereabsorsi seluruh glukosa saat glumerolus filtrasi sehingga tidak terjadi glukosuria. Glukosa darah yang tinggi menyebabkan osmotik diuresis karena gula bersifat mengikat air. Air, sodium, clorida, photasium dan phospat menjadi hilang keluar bersama urin, sehingga klien menjadi haus. Bila insulin defisiensi atau tidak ada, glukosa tidak dapat masuk kedalam sel dan menyebabkan sel dalam keadaan lapar, tetapi di pihak lain glukosa meningkat dalam tubuh. Jika sel tidak dapat memakai glukosa sebagai bahan bakar,maka alternatif yang digunakan yaitu dengan memecah asam lemak, keton bodies dalam jumlah terbatas. Keton bodies ini berhasil digunakan oleh sel sebagai energi BAGAN PATOFISILOGI Sel ß Sel α Sel Beta Sel Alpha Peningkatan Insulin Peningkatan Glukagon Peningkatan penyerapan dan Penurunan penyerapan Penurunan pengeluaran Peningkatan pengeluaran asimilasi asam amino oleh sel glukosa oleh sel glukosa oleh hati glukosa oleh hati Hiperglikemia Hipoglikemia Hiperglikemia Defisiensi glukosa intra sel Polifagia Glukosuria Mekanisme filtrasi Ginjal stres Diuresis osmotik Kebocoran protein darah dalam urine Poliuria Peningkatan tekanan pembuluh
  • 25. darah ginjal Dehidrasi Nefropati Polidipsia 6. Manifestasi klinis Tanda dan gejala yang biasa terjadi pada Diabetes Melitus adalah dengan adanya gejala khas berupa klien banyak makan (polifagia), banyak kencing (poliuria), banyak minum (polidipsia), paralysis, parastesisa. Kadar glukosa dalam darah yang tinggi menyebabkan klien banyak mengeluarkan urin (poliuria), tubuh akan memerlukan lebih banyak air untuk mengimbangi jumlah besar cairan yang keluar sebagai urine, oleh karena itu klien merasa haus. Tanda-tanda lain badan terasa lemas dan berat badan menurun, gejala lain yang mungkin dikeluhkan oleh klien Diabetes Melitus adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensi pada pria serta pruritus vulva pada wanita. 7. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penyaringan perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk Diabetes Mellitus, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, hipertensi, riwayat keluarga diabetes mellitus, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir > 4.000 gr, riwayat Diabetes Melitus pada kehamilan dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaringan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa sewaktu, kadar gula darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk pemeriksaan penyaringan ulangan tiap tahun bagi pasien berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan tiap tiga tahun 8. Komplikasi Berbagai komplikasi dapat terjadi pada klien dengan Diabetes Melitus: a. Akut : Koma hipoglikemia, ketoasidosis, koma hiperosmolar nonketotik. b. Kronik : Makroangiopati, Mikroangiopati, Neuropati, Nefropati, Retinopati, kaki diebetik. 9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan Diabetes Melitus dalam jangka pendek bertujuan untuk menghilangkan keluhan atau gejala Diabetes Melitus. Sedangkan tujuan jangka panjang adalah untuk mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa darah, lipid, dan insulin. Lebih penting pula mengajarkan agar pasien mampu mandiri dan hidup normal dengan Diabetes Melitusnya. a. Terapi diet, klien Diabetes Melitus dianjurkan dengan diet tinggi serat dengan prinsip jumlah kalori yang tepat, gula dan produk gula dilarang, diit sesuai pola hidup, tinggi serat, cukup vitamin dan mineral. b. Terapi latihan, dianjurkan latihan jasmani teratur, 3 – 4 kali setiap minggu selama setengah jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance training). Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, joging, lari, renang, bersepeda dan mendayung. Hal yang perlu diperhatikan jangan memulai olah raga sebelum makan, memakai sepatu yang pas, selalu didampingi oleh orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai penderita Diabetes Melitus, selalu memeriksa kaki secara cermat setelah olah raga. c. Terapi insulin, diberikan sebagai bantuan bila klien telah melakukan pengaturan makan dan olah raga tetapi belum berhasil. 10 . Manajemen Diet a. Diet berisi kalori, protein dan vitamin serta mineral yang adekuat 30 kal/kgBB. b. Dapat ditambah 35-40 kal/kgBB untuk aktifitas yang meningkat. c. Dapat dikurangi 15 – 25 kal/kg BB untuk pasien gemuk / kurang
  • 26. beraktifitas. d. Tinggi serat. B. Asuhan Keperawatan . Proses keperawatan merupakan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki atau merawat pasien ke tarap yang optimal melalui mutu pendekatan yang sistemaits untuk mengenal masalah dan membantu pasien dalam mengatasi masalahnya. Dalam proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yaitu : 1. Pengkajian 2. Diagnosa keperawatan 3. Perencanaan 4. Pelaksanaan/Implementasi 5. Evaluasi Di dalam melaksanakan proses keperawatan, perawat harus mempunyai keterampilan khusus agar didapatkan suatu keperawatan yang sempurna, yaitu 1. Keterampilan intelektual 2. Keterampilan tekhnik 3. Keterampilan interpersonal Konsep Teoritis Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabetes Melitus 1. Pengkajian Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. Menurut Marilyn. E. Doenges (2000), data dasar pengkajian pasien dengan Diabetes Melitus, yang perlu dikaji adalah : a. Aktifitas/Istirahat Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, keram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur atau istirahat. Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas, letargi atau disorieantasi, koma. b. Sirkulasi Gejala : Adanya riwayat hipertensi, infark miokar akut, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama. Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun atau tak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung. c. Integritas ego Gejala : Stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi. Tanda : Ansietas, peka rangsang. d. Eliminasi Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria ), nokturia. Rasa nyeri / terbakar, kesulitan berkemih ( infeksi ), ISK baru / berulang, nyeri tekan abdomen, diare. Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguri/anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine berkabut, bau busuk infeksi ), abdomen keras, adanya ansietas, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif ( diare ). e. Makanan / cairan Gejala : Hilang napsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari / minggu, haus, penggunaan diuretik ( tiazid ). Tanda : Kulit kering / bersisik, turgor jelek, kekakuan / distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan peningkatan gula darah ), bau halitosis/manis, bau buah ( napas aseton ).
  • 27. f. Neurosensori Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan,kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan. Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor / koma ( tahap lanjut ), gangguan memori , reflek tendon menurun, kejang. g. Nyeri / keamanan Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri ( sedang/berat ). Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati. h. Pernapasan Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen ( tergantung adanya infeksi/tidak ). Tanda : Lapar udara, batuk dengan / tanpa sputum purulen ( infeksi ), frekuensi pernapasan. i. Keamanan Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi / ulserasi, menurunnya kekuatan umum / rentang gerak, parestesia / paralysis otot termasuk otot-otot pernapasan ( jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam ). j. Seksualitas Gejala : Rabas vagina ( cendrung infeksi ), masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita. k. Penyuluhan / pembelajaran Gejala : Faktor resiko keluarga, DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi, penyembuhan yang lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik /tiazid , dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama di rawat 5 sampai 9 hari. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah. 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan dibuat setelah data-data terkumpul dan di analisis. Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien Diabetes Melitus, adalah : a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare, muntah, masukan dibatasi, mual, kacau mental. b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran. c. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penururnan fungsi leukosit, perubahan dari sirkulasi, d. Perubahan sensori-perseptual (uraikan) berhubungan dengan perubahan kimia endogen, ketidakseimbangan glukosa atau elektrolit. e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan fungsi metabolik insufisiensi insulin. f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit yang tidak dapat diobati, ketergantungan dengan orang lain. g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber infomasi. 3. Perencanaan Adapun perencanaan keperawatan pada pasien Diabetes Melitus berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul, adalah : a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare, muntah, masukan dibatasi, mual, kacau mental. Hasil yang diharapkan : Tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba turgor kulit dan
  • 28. pengisisan baik, haluaran urin tepat secara individu, kadar elektrolit dalam batas normal. Rencana tindakan : 1) Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya perubahan TD. 2) Pantau pola pernafasan seperti adanya pernafasan kussmaul atau pernafasan berbau keton. 3) Pantau frekuensi pernafasan, penggunaan otot bantu nafas, adanya sianosis. 4) Pantau suhu, warna kulit dan kelembaban 5) Ukur berat badan tiap hari. 6) Observasi nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa. 7) Pertahankan pemberian cairan paling sedikit 2500 ml/hari. 8) Beri lingkungan nyaman. 9) Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi Rasionalisasi : 1) Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia, perkiraan berat ringan hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik klien turun lebih dari 10 mmhg dari posisi baring keposisi duduk/berdiri. 2) Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap ketoasidosis, pernapasan yang berbau aseton berhubungan pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi. 3) Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan mendekati normal, tetapi peningkatan kerja pernapasan dangkal, cepat serta muncul sianosis. 4) Demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi. 5) Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti. 6) Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat. 7) Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi. 8) Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih lanjut akan dapat menimbulkan kehilangan cairan. 9) Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons secara individual. b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan ketidakcukupan insulin, anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran. Hasil yang diharapkan : Mencerna jumlah kalori yang tepat, menujukkan tingkat energi yang biasanya, berat badan stabil. Rencana tindakan : 1) Timbang berat badan sesuai dengan indikasi. 2) Tentukan program diet dan pola makan pasien. 3) Auskultasi bising usus,catat adanya nyeri abdomen kembung, mual,pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi. 4) Beri makanan cair yang mengandung nutrien dan elektrolit identifiasi makanan yang disukai. 5) Observassi tanda-tanda hipoglikimia. 6) Kolaborasi dalam pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick”. 7) Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah. Rasionalisasi : 1) Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorbsi dan utilisasinya. 2) Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapiutik. 3) Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung yang akan mempengaruhi pilihan intervensi. 4) Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika klien sadar dan fungsi gastrointestinal
  • 29. baik. 5) Metabolisme karbohidrat mulai terjadi dan gula darah akan berkurang dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemia dapat terjadi, jika klien dalam keadaan koma hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran, secara potensial dapat mengancam kehidupan yang harus dikaji dan ditangani secara cepat melalui tindakan protokol yang direncanakan. 6) Analisa ditempat tidur terhadap gula darah lebih akurat dari pada memantau gula darah dalam urine yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah dan dapat dipengaruhi oleh ambang ginjal klien secara individual atau adanya retensi urine/gagal ginjal. 7) Gula darah akan menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi insulin terkontrol, dengan pemberian insulin dosis optimal glukosa kemudian dapat masuk kedalam sel dan digunakan untuk sumber kalori, hal ini terjadi sehingga kadar aseton akan menurun dan asidosis dapat dikoreksi. c. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penururnan fungsi leukosit, perubahan dari sirkulasi. Hasil yang diharapkan : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan risiko, mendemonstrasikan tehnik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi. Rencana tindakan : 1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan, adanya pes pada luka, sputum purulen, urin warna keruh atau berkabut. 2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien 3) Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur invasif berikan perawatan kulit dengan teratur dan jaga kulit agar tetap kering. 4) Pasang kateter dan lakukan perawatan perineal dengan baik. 5) Berikan posisi semifowler 6) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat 7) Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik yang sesuai. Rasionalisasi : 1) Klien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nasokomial. 2) Mencegah timbulnya infeksi silang. 3) Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman. 4) Mengurangi resiko terjadinya ISK, klien koma mungkin memiliki resiko yang khusus jika terjadi retensi urine pada saat awal dirawat. 5) Memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang, menurunkan resiko terjadinya aspirasi. 6) Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi, meningkatkan aliran urine untuk mencegah urine yang statis dan membantu dalam mempertahankan pH urine yang menurnkan pertumbuhan bakteri dan pengeluaran organisme dari system organ tersebut. 7) Penangan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis. e. Perubahan sensori-perseptual (uraikan) berhubungan dengan perubahan kimia endogen, ketidakseimbangan glukosa atau elektrolit. Hasil yang diharapkan : Mempertahankan tingkat mental biasanya, mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori Rencana tindakan : 1. Pantau tanda-tanda vital dan status mental. 2. Orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhan pada pasien misal : orang, tempat dan waktu.
  • 30. 3. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat klien. 4. Pelihara aktifitas rutin klien sekonsisten mungkin dan motivasi untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya. 5. Lindungi pasien dari cedera ketika tingkat kesadaran pasien terganggu. 6. Evaluasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi. 7. Selidiki adanya keluhan paraestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada kaki. 8. Beri tempat tidur yang lembut. 9. Bantu pasien dalam perubahan posisi. 10. Kolaborasi dalam pemberian terapi sesuai dengan indikasi. 11. Pantau nilai laboratorium seperti nilai glukosa darah dan HB. Rasionalisai : 1) Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental. 2) Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mepertahankan kontak dengan realitas. 3) Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir. 4) Membantu memelihara klien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungan. 5) Disorientasi merupakan awal dari kemungkinan cedera terutama malam hari dan perlu pencegahan sesuai indikasi. 6) Oedema/lepasnya retina, hemoragik, katarak, paralysis otot ekstraokuler sementara mengganggu penglihatan yang memerlukan terapi korektif. 7) Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan. 8) Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan kulit karena panas. 9) Meningkatkan keamanan klien terutama ketika rasa keseimbangan dipengaruhi. 10) Gangguan dalam proses piker/potensial terhadap aktifitas kejang biasanya hilang bila keadaan hiperosmolaritas teratasi. 11) Ketidakseimbangan nilai laboratorium dapat menurunkan fungsi mental. f. Kelelahan berhubungan dengan penurunan fungsi metabolik insufisiensi insulin Hasil yang diharapkan : Mengungkapkan peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan. Rencana tindakan : 1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas dan buat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menunjukkan kelelahan. 2) Beri aktivitas alternatif dengan periode aktivitas yang cukup. 3) Pantau nadi, pernafasan, dan tekanan darah sebelum dan sesudah aktivitas. 4) Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya. 5) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sesuai dengan yang dapat ditoleransi. Rasionalisasi : 1) Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktifitas meskipun klien mungkin sangat lemah. 2) Mencegah kelelahan yang berlebihan. 3) Mengindikasikan tingkat aktifitas yang dapat ditoleransi secar fisiologis. 4) Klien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energi pada setiap kegiatan. 5) Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas yang dapat ditoleransi klien.
  • 31. g. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit yang tidak dapat diobati, ketergantungan dengan orang lain. Hasil yang diharapkan : Mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan perawatan sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri. Rencana tindakan : 1) Anjurkan pasien atau keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan dan penyakitnya secara keseluruhan. 2) Observasi bagaimana pasien telah menangani masalahnya di masa lalu. 3) Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan perhatiannya dan diskusikan cara mereka dapat membantu sepenuhnya terhadap klien. 4) Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga. 5) Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan perawatannya. 6) Berikan dukungan pada pasien untuk berperan serta dalam merawat diri sendiri dan beri umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya. Rasionalisasi : a. Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah. b. Pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan penanganan. c. Meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan keluarga untuk memecahkan masalah untuk membantu mencegah terulangnya penyakit pada klien lagi. d. Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi/kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu kemampuan koping. e. Mengkomunikasikan pada klien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan. f. Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi. h. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber infomasi. Hasil yang diharapkan : Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi hubungan, tanda dan gejala dengan proses penyakit, dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan, melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan. Rencana tindakan : 1. Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan dan selalu ada untuk pasien. 2. Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan. 3. Pilih strategi belajar seperti teknik demonstrasi dan membiarkan pasien mendemonstrasikan ulang. 4. Diskusikan topik-topik yang utama. 5. Diskusikan cara pemeriksaan gula darah. 6. Diskusikan tentang rencana diet. 7. Tinjau kembali pemberian insulin oleh klien dan perawatan terhadap peralatan yang digunakan. 8. Tekankan pentingnya pemeriksaan gula darah setiap hari, waktu dan dosis obat. 9. Diskusikan factor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM. 10. Buat jadual latihan/aktifitas secara teratur. 11. Anjurkan untuk tidak menggunakan obat-obat yang dijual bebas tanpa konsultasi dengan tenaga kesehatan.
  • 32. 12. Lihat kembali tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi secara medis. 13. Demonstrasikan teknik penanganan stress seperti teknik napas dalam. Rasionalisasi : 1) Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum klien bersedia mengambil bagian dalam proses keperawatan. 2) Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama klien dengan prinsip yang dipelajari. 3) Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi meningkatkan penyerapan pada individu yang belajar. 4) Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup. 5) Pemeriksaan gula darah oleh diri sendiri 4 kali setiap hari atau lebih memungkinkan fleksibilitas dalam perawatan diri. 6) Pentingnya kontrol diet akan membantu klien dalam merencanakan makan dan mentaati program. 7) Mengidentifikasikan pemahaman dan kebenaran dari prosedur atau masalah yang potensial dapat terjadi sehingga solusi alternatif dapat ditentukan untuk pemberian insulin tersebut. 8) Membantu dalam menciptakan gambaran nyata dari keadaan klien untuk melakukan kontrol penyakitnya dengan lebih baik. 9) Informasi ini penting untuk meningkatkan pengendalian terhadap DM dan dapat sangat menurunkan berulangnya kejadian ketoasidosis. 10) Waktu latihan tidak boleh bersamaan waktunya dengan kerja puncak insulin, makanan harus diberikan sebelum atau selama latihan sesuai dengan kebutuhan dan rotasi injeksi harus menghindari kelompok otot yang akan digunakan aktifitas. 11) Produktifitas mungkin mengandung gula atau berinteraksi dengan obat-obat yang diresepkan. 12) Intervensi segeral dapat mencegah perkembangan komplikasi yang lebih serius atau komplikasi yang mengancam. 13) Meningkatkan relaksasi dan pengendalian terhadap respon stress yang dapat membantu untuk membatasi peristiwa ketidakseimbangan glukosa/insulin. 4. Pelaksanaan Pelaksanaan adalah penerapan tindakan-tindakan perawatan yang telah direncanakan. Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah melaksanakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Prioritas tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah: memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa, memperbaiki metabolisme abnormal, mengidentifikasi atau membantu penanganan terhadap penyebab atau penyakit yang mendasar, dan mencegah komplikasi. Setelah semua tindakan dilaksanakan maka akan dilanjutkan dengan pendokumentasian semua tindakan yang telah dilakukan beserta hasil- hasilnya. 5. Evaluasi Evaluasi adalah menilai keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Evaluasi merupakan indikator keberhasilan dalam proses keperawatan. Evaluasi berdasarkan yaitu : a. Volume cairan terpenuhi atau hidrasi adekuat. b. Kebutuhan pemenuhan nutrisi terpenuhi dari kebutuhan tubuh. c. Tidak terjadi infeksi ( sepsis ). d. Tidak terjadi perubahan pada sensori – perseptual. e. Kelelahan pada klien dapat teratasi. f. Klien dapat mandiri dalam kebutuhan rutinitas / ketidakberdayaan tidak terjadi.
  • 33. g. Klien dan keluarga dapat mengetahui tentang penyakit, prognosis, dan pengobatan klien selama dirawat. Diposkan oleh sarwono di 19.56 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Link ke posting ini Label: keperawatan Reaksi: Askep dengue Haemorhagic fever( DHF) A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian Dengue Haemorhagic Fever ( DHF ) / Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi : 2001). Demam dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama terinfeksi virus ( Arif Mansjur : 2001). Menurut Ngastiyah (1997) demam dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes albocpictus dan Aedes aegypti ). Dari Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 1997 ) dan Ngastiyah ( 1997 ), WHO pada tahun 1975 membagi derajat penyakit DHF dalam empat derajat yaitu : Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan ( uji tourniket positif ). Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain pada hidung ( epistaksis ). Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( kurang dari 20 mmHg ) / hipotensi disertai kulit dingin dan lembab serta anak gelisah. Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat dikur, akral dingin dan anak akan mengalami syok. 2. Etiologi Penyakit DHF disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Virus ini termasuk dalam kelompok arbovirus golongan B. Hingga sekarang telah dapat diisolasi empat serotif virus dengue di Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
  • 34. Namun yang paling banyak menyebebkan demam berdarah adalah dengue tipe DEN-2 dan DEN-3. Di Indonesia dikenal dua jenis nyamuk aedes, yaitu : a. Aedes aegypti 1) Paling sering ditemukan 2) Nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah, yaitu di tempat penampungan air jernih / tempat penampungan air di sekitar rumah. 3) Nyamuk ini berbintik-bintik putih. 4) Biasanya menggigit pada pagi hari dan sore hari. 5) Jarak terbang 100 meter. b. Aedes Albopictus 1) Tempat habitatnya di tempat air jernih, biasanya di sekitar rumah/pohon-pohon yang dapat tertampung air hujan bersih, yaitu pohon pisang dan tanaman pandan. 2) Mengigit pada waktu siang hari. 3) Berwarna hitam. 4) Jarak terbang 50 meter. 3. Anatomi dan Fisiologi Trombosit dan Pembekuan Trombosit atau platelet bukan merupakan sel, melainkan pecahan glanular sel, berbentuk piringan dan tidak berinti. Trombosit adalah bagian terkecil dari unsur selular sumsum tulang dan sangat penting peranannya dalam hemostatis dan pembekuan. Trombosit berdiameter 1–4 m dan berumur kira–kira 10 hari. Kira–kira sepertiga berada dalam limpa sebadai suku cadang dan sisanya berada dalam sirkulasi, berjumlah antara 150.000 dan 400.000/mm3. Hemostatis dan pembekuan adalah serangkaian kompleks reaksi yang mengakibatkan pengendalian perdarahan melalui pembentukkan bekuan trombosit dan fibrin pada tempat cedera. Pembekuan diawali oleh cedera vaskular dalam keadaan homeostasis. Vasokonstriksi adalah respon langsung terhadap cedera, yang diikuti oleh adhesi trombosit pada kolagen dinding pembuluh darah yang terkena cedera. ADP ( adenosin difosfat ) dilepaskan oleh trombosit, yang menyebabkan mereka mengalami agregasi. Sejumlah kecil trombin juga merangsang agregasi trombosittrombosit, yang berguna untuk mempercepat reaksi. Faktor III trombosit, dari membran trombosit, juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini, terbentuklah sumbat trombosit, yang kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa yang dikenal sebagai fibrin. Pembentukkan fibrin berlangsung bila faktor Xa, dibantu oleh tosfolipid dari trombosit yang sudah diaktifkan memecahkan protrombin, membentuk
  • 35. trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. ( Sejumlah kecil trombin nampaknya dicadangkan untuk memperbesar agregasi trombosit ). Fibrin ini, yang mula–mula merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit, dan menjerat sel–sel darah. Untaian fibrin kemudian memendek ( retraksi bekuan ), mendekatkan pinggir–pinggir dinding pembuluh dinding pembuluh yang cedera dan menutup daerah tersebut. ( Anderson, 1995 ). ( Richard Walker, 2000, Under The Microscope, Heart–Clotting & Healing) Gambar ini menunjukkan proses pembekuan dimana benang fibrin sudah mulai terbentuk sehingga menjerat sel darah merah dan membuat sumbatan pada pembuluh darah yang terluka sehingga perdarahan berhenti. 4. Patofisiologi Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi, sehingga terbentuklah kompleks virus antibodi dan di dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi ini akan mengakibatkan lepasnya histamin yang merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan akan menyebabkan hilangnya plasma melalui endotel dinding itu. Terjadi trombositopenia yang akan menurunkan fungsi trombosit dan faktor koagulasi ( protrombin dan fibrinogen ) dan menyebabkan terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan salauran gastrointestinal. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, dan diatesis hemoragik yang akan mengakibatkan terjadinya renjatan secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dengan hilangnya plasma, anak mengalami hipovolemik dan apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Infeksi Dengue
  • 36. Demam Manifestasi perdarahan Hepatomegali Trombositopenia Anoreksia Muntah Dehidrasi Permeabilitas kapiler Hemokonsentrasi Kehilangan plasma Hipoproteinemia Efusi Pleura Hipovolemik Asites Syok Anoksia Perdarahan Asidosis Gastrointestinal Kematian 5. Tanda dan gejala Akibat masuknya virus dengue ke dalam tubuh, akan mengakibatkan : a. Demam tinggi selama 2 –7 hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 380 – 400 celcius atau lebih ( tanpa sebab yang jelas ).
  • 37. b. Tampak bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk, disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler di kulit, untuk membedakan antara gigitan nyamuk biasa dengan nyamuk Aedes aegypti adalah dengan merenggangkan pada daerah kulit tampak bintik merah dan bila hilang berarti bukan tanda DHF. c. Nyeri ulu hati terjadi karena adanya perdarahan pada lambung, nyeri otot, nyeri tulang dan sendi, dan nyeri pada daerah abdomen. d. Adanya tanda-tanda perdarahan, yang terjadi perdarahan adalah pada daerah di bawah kulit ( petekhie/ekimosis ), perdarahan pada hidung ( epistaksis ) , perdarahan pada gusi, berak darah / batuk darah ( melena / hematemesis ). e. Pembesaran hepar ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit anak), pembengkakan sekitar mata, dan sakit kepala. f. Syok yang ditandai nadi lemah / cepat, disertai tekanan darah yang menurun ( diastolik turun menjadi 20 mmHg dan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang ), capillary refill lebih dari dua detik. g. Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan jari kaki, serta timbul sianosis di sekitar mulut. h. Mual, muntah, tidak ada napsu makan , diare, dan konstipasi. i. Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya menurun menjadi sopor dan akhirnya koma. 6. Pemeriksaan penunjang a. Darah Lengkap Tiap 6 – 8 Jam Sekali 1) Terjadi trombositopenia ( 100.000/mm3 ) dan hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau lebih). 2) Haemoglobin meningkat 20 %. 3) Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipoprotemia. b. Rontgen Thoraks Untuk mengetahui adanya efusi pleura. c. Uji Serologi Yaitu serum diambil pada masa akut dan pada masa penyembuhan ( 1 – 4 minggu setelah gejala awal penyakit ) dengan mengambil darah vena sebanyak 2 – 4 ml dan pengambilan darah ini dilakukan minimal empat kali. d. Test Tourniquet
  • 38. Cara uji tourniquet adalah dengan memasang manset tensimeter pada lengan atas dan pompa sampai air raksa mencapai pertengahan tekanan sistolik dan diastolik, biarkan selama 10 – 15 menit. Pada pemeriksaan terdapat > 20 petekhie pada daerah lengan bawah dengan diameter 2,8 cm, maka dinyatakan anak positif DHF. Kriteria : ( + ) jumlah petekhie ≥ 20 ( - ) jumlah petekhie 10 – 20 ( ± ) jumlah petekhie ≤ 10 7. Penatalaksanaan Bila anak diduga atau sudah didiagnosa medis DHF, maka hal yang harus dilakukan adalah : a. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia, muntah. Beri minum banyak, 50 ml/kg BB dalam 4 – 6 jam pertama berupa air teh dengan gula, sirup, susu/ASI, sari buah, atau oralit. Setelah dehidrasi dapat diatasi, berikan cairan 80 – 100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. b. Hiperpireksia dapat diatasi dengan memberi kompres air hangat atau dingin dan bila perlu berikan antipiretik untuk mengatasi demam dengan dosis 10 – 15 mg/kg BB. c. Pemberian cairan intravena pada anak tanpa renjatan dilakukan bila anak terus menerus muntah, sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral atau didapatkan nilai hematokrit yang terus meningkat ( > 40 vol % ). Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5 % dalam 1/3 larutan NaCl 0,9 % dengan jumlah tetesan 16 ×/ menit. Bila timbul tanda-tanda syok, segera berikan cairan campuran antara NaCL 0,9 % : Glukosa 10 % ( 1: 3 ) dengan jumlah tetesan 20 ml/kg BB/jam. Apabila syok mulai teratasi, jumlah cairan dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. 8. Komplikasi Bila penanganan anak dengan DHF ini lambat, maka akan terjadi berbagai komplikasi, yaitu : a. Efusi Pleura Disebabkan adanya kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas membran, sehingga cairan akan masuk ke dalam pleura. b. Perdarahan Pada Lambung Terjadi akibat anak mengalami mual dan muntah serta kurangnya nafsu makan pada anak, sehingga akan meningkatkan produksi asam lambung. Bila ini terus berlangsung, maka asam lambung akan mengiritasi lambung dan mengakibatkan perdarahan. c. Pembesaran Pada Hati, Limpa, dan Kelenjar Getah Bening
  • 39. Terjadi akibat bocornya plasma yang mengandung cairan, dan mengisi bagian rongga tubuh. Cairan akan menekan dinding dari organ tersebut, sehingga organ akan mengalami pembesaran. d. Hipovolemik Terjadi akibat meningkatnya nilai hematokrit bersamaan dengan hilangnya plasma melalui dinding pembuluh darah. 9. Pencegahan Pencegahan yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memutus rantai penularan dengan memberantas penular maupun jentiknya. Penggunaan vaksin untuk mencegah DHF masih dalam taraf penelitian, sedangkan obat yang efektif terhadap virus belum ada. Cara pencegahannya ada dua, yaitu : a. Memberantas nyamuk dewasa Caranya dengan diberi pengasapan ( fogging ) menggunakan bahan insektisida. Pengasapan ini sangat efektif dan cepat memutuskan rantai penularan, karena nyamuk akan segera mati bila kontak dengan partikel-partikel insektisida. b. Memberantas jentik Caranya dengan meniadakan perindukannya, sehingga nyamuk tidak berkesempatan untuk berkembang biak. Cara ini dikenal dengan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ). Aedes aegypti diketahui berkembang biak di air bersih tergenang yang tidak berhubungan langsung dengan tanah. Pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan dengan : 1) Membersihkan ( menguras ) tempat penyimpanan air, seperti bak mandi / WC, drum, dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali, karena perkembangbiakan dari telur sampai menjadi nyamuk adalah 7 – 10 hari. 2) Menutup rapat tempat penyimpanan / penampungan air ( misalnya tempayan, drum, dll ) agar nyamuk tidak dapat masuk dan bertelur. 3) Membersihkan pekarangan rumah/halaman, kemudian mengubur / membakar / membuang barang bekas yang dapat digenangi air (seperti kaleng, botol, ban bekas,tempurung, dl). 4) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung secara berkala. 5) Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk abate kedalam genangan air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk abate kedalam genangan air untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, ulangi hal ini setiap 2 – 3 bulan sekali atau peliharalah ikan ditempat itu.
  • 40. B. Asuhan Keperawatan Dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap klien anak dengan DHF, perawat memandang klien sebagai individu yang utuh yang terdiri dari bio, psiko, sosial, dan spiritual, yang mempunyai kebutuhan sesuai tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut Tailor C., Lilis C., Lemone P., 1989 ( dari La Ode Jumadi Gaffar, 1997 ) proses keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien secara bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan. 1. Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan. ( Doenges : 2000 ). Tujuan dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan secara sistematis, mengelompokkan, dan mengatur data yang dikumpulkan dan menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan. ( La Ode Jumadi Gaffar, 1997 ). Tahap pengkajian pada anak dengan DHF terdiri dari : a. Pengumpulan data Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang sistemik tentang klien termasuk kekuatan dan kelemahan klien dengan cara wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik. Data dikumpulkan dari keluarga, orang terdekat, masyarakat, grafik, dan rekam medik. 1) Identitas klien dan keluarga a) Nama pasien, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, agama. b) Nama Ayah, umur, agama, pekerjaan, pendidikan, kultur, alamat. c) Nama ibu, umur,agama, pekerjaan, pendidikan, kultur, alamat. d) Tanggal anak masuk rumah sakit, diagnosa medis, dan sumber informasi yang diperoleh. 2) Riwayat kesehatan a) Riwayat keperawatan anak ( Suriadi : 2001 ) (1) Keluhan utama anak masuk rumah sakit biasanya adalah badan panas, disertai mimisan, berak encer atau kadang-kadang disertai berak darah, susah tidur, rewel, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati, pembengkakan sekitar mata, pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.