1. MAKALAH KONGRES KEBUDAYAAN 2008
Budaya Kreatif
Peluang, Hambatan & Solusi
oleh Peni Cameron
Oktober 2008
Kita adalah bulu-bulu kecil dalam kepak sayap Garuda,
bagian dari kebhinekaan yang menyatupadukan diri
melalui
pembentukan bangsa berkarakter
dan berbudaya merah putih.
2. Penulis bukan seorang budayawan, tetapi terkait dalam pengembangan industri
kreatif 4 tahun belakangan ini. Dalam mengembangkan salah satu indsutri kreatif
yaitu ‘animasi’, penulis menemui banyak hal yang dapat disampaikan dalam
diskusi soal ekonomi kreatif dan industri budaya. Pengamatan dan pengalaman
PENGANTAR
penulis ketika melakukan Road to Animation Festival di 12 kota di Indonesia,
ketika menjalin kerja sama dengan lebih dari 20 tv lokal, dan ketika mengembang-
kan pemasaran animasi Indonesia, rasanya dapat menjadi modal ‘menularkan’
kegundahan untuk mencari solusi dalam forum ini.
Dengan tema Kongres Kebudayaan 2008 “Memajukan Negeri, Menyejahterakan
Rakyat” penulis perlu menyampaikan pengantar:
Memajukan negeri. Negeri yang dimaksud meliputi pluralitas kekayaan tanah air
Indonesia. Bangsa Indonesia terbentuk dari berbagai suku, ras, agama, bahasa
dan budaya, mendiami ribuan pulau besar dan kecil, yang tersebar dari Sabang
sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote yang dahulu termasyur dengan
sebutan Nusantara. Secara geografis, Indonesia memiliki letak yang sangat
strategis dalam lintasan dunia ditunjang iklim tropis yang hangat dan menyuburkan.
Kekayaan Indonesia meliputi, aneka budaya etnis, aneka jenis flora dan fauna,
serta sumber alam perut bumi yang melimpah. Dengan kondisi demikian,
Indonesia sudah memiliki modal besar untuk bersaing di kancah internasional.
Kenyataannya, modal besar tersebut belum maksimal dimanfaatkan karena
kurangnya modal lain yang tak kalah penting, yakni karakter dan jatidiri
bangsa yang kuat. Karenanya, perlu terus dicari formula pengembangan
kebudayaan yang berujung pada penguatan identitas dan kesadaran nasional
yang berbasis pluralisme agar terbentuk semangat dan percaya diri yang kuat
untuk menyejajarkan diri dengan bangsa-bangsa maju di dunia.
Menyejahterakan rakyat. Tujuan manusia menciptakan budaya adalah demi
kesejahteraan. Kesejahteraan yang dimaksud meliputi material dan moral,
dapat mengandung makna luas meliputi, rasa aman, harga diri, keadilan,
martabat manusia, kebebasan (aktualisasi diri, beragama, berkarya dan
lain-lain).
3. Di era globalisasi ini, pengembangan kebudayaan Indonesia diarahkan untuk
memperkuat karakter bangsa sehingga memiliki kualitas yang memadai dalam
bersaing menghadapi tantangan perkembangan zaman. Untuk skala Indonesia
yang luas dengan jumlah penduduk yang sangat banyak dan multietnik, kesejah
teraan rakyat adalah sebuah beban yang cukup berat. Perlu dicari syarat dan
ukuran yang objektif, sehingga dapat diterima oleh seluruh rakyat. Kesejahteraan
moral, kadang punya arti dan ukuran yang berbeda, dari sudut pemerintah dan
PENGANTAR
rakyat. Untuk menuju kesejahteraan itu, perlu digali potensi, kreativitas dan
keahlian yang bersumber dari kearifan atau falsafah budaya bangsa yang beragam.
Sedangkan kesejahteraan material, dapat mengarah meningkatnya perekomian
rakyat yang berbasis sumberdaya manusia yang kreatif, dan kekayaan budaya
dan lingkungan.
Dengan tujuan :
1. Memfasilitasi pemetaan dan pembahasan gagasan, aspirasi, minat dan
partisipasi bangsa Indonesia khususnya tokoh masyarakat, budayawan,
pakar budaya, ilmuwan, dan pemerintah, akan orientasi budayanya demi
membangun kebudayaan nasional yang berbasis pluralisme dan
multikulturalisme
2. Menggali berbagai metode pendekatan budaya yang kompeten untuk
menjawab tantangan zaman khususunya dalam arus globalisasi serta era
gelombang ekonomi keempat
3. Mencari titik temu dan saling pengertian dari kebersamaan Bangsa Indonesia,
dengan menggali nilai-nilai luhur budaya bangsa yang dapat memperkuat jatidiri,
hingga mampu cepat bangkit dari keterpurukan ekonomi dan mampu bersaing
serta berkiprah di dunia internasional
4. Membangun keyakinan dan komitmen, bahwa warisan budaya bangsa
Indonesia yang luhur dapat menjadi modal utama untuk mengelola kekayaan
budaya bangsa demi kesejahteraan rakyat.
5. Merumuskan rekomendasi langkah konkrit serta rencana aksi yang terukur
bagi para pemangku kepentingan dalam bidang kebudayaan, demi memajukan
negeri dan menyejahterakan rakyat
Maka untuk itu , penulis mencoba memberikan dan berbagi informasi atas peluang,
hambatan dan solusi baik yang telah dilakukan maupun yang sedang dilakukan
khususnya dalam bidang ‘animasi’ yang mudah mudahan dapat dipakai dalam
membangun industri budaya/ekonomi kreatif dari sektor lainnya.
Peni Cameron
4. PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I LATAR BELAKANG
BAB II PELUANG INDONESIA SEBAGAI NEGARA KAYA
INDUSTRI BUDAYA
• Peluang Industri Budaya
• Kaitan Perilaku dan Budaya Kreatif
• Pendidikan Dasar sangat Berperan
BAB III STUDI KASUS ANIMASI
• Peluang Industri Animasi
• Hambatan dan Akar Permasalahan
• Solusi
BAB IV SINERGI UNTUK SOLUSI
• Kebutuhan Industri
• Pembentukan Badan
• Pola
• Action Plan
BAB V RANGKUMAN
BAB VI PENUTUP
5. BAB I
Sudah disebutkan dengan jelas diatas bahwa, perlunya karakter dan jatidiri
LATAR BELAKANG bangsa yang kuat untuk menciptakan budaya demi kesejahteraan. Dimana
Kesejahteraan yang dimaksud meliputi material dan moral, dapat mengandung
makna luas meliputi, rasa aman, harga diri, keadilan, martabat manusia,
kebebasan (aktualisasi diri, beragama, berkarya dan lain-lain).
Berikut ini adalah beberapa referensi yang penulis gunakan acuan dan sekaligus
menyemangati penulisan ini, antara lain :
• Setelah era informasi, dunia bergeser menyiapkan berbagai langkah untuk
membangun ekonomi nya, berdasarkan suatu pendekatan ‘ekonomi kreatif’
yang tidak lain hanya didasarkan pada kenyataan bahwa kreativitas dan
inovasi merupakan sesuatu yang selalu harus ada secara kontinyu bila
tetap ingin berkompetisi (Baumol, William J. 2002. The Free-Market Innova
tion Machine: Analyzing the Growth Miracle of Capitalism. Princeton, NJ:
Princeton University Press.)
• Pergeseran menuju ekonomi kreatif ini, bukan berarti meniadakan segala
yang sebelumnya (agro, industri & informasi), tetapi kreativitas & inovasi ini
diletakkan sebagai hal yang penting dan utama (driving force) untuk
pengembangan ekonomi disemua sektor pembangunan (Bell, Daniel. 1999.
The Coming of Post-Industrial Society : A Venture in Social Forecasting.
New York: Basic Books )
• Menurut Castells (Castells, Manuel. 2001. The Internet galaxy: reections on
the Internet, business, and society. New York: Oxford University Press.)
dalam menghadapi ekonomi kreatif setiap perusahaan ataupun individu
harus dapat memanfaatkan semua informasi global (internet) untuk
mengembang kan kreativitas dan talenta nya.
• Bahkan secara lebih ekstrim, Robert Reich berpendapat bahwa keuntungan
usaha tidak datang dari volume produk, tetapi justru datang dari kreativitas
dan penemuan baru secara kontinyu menjembatani kebutuhan dan solusi
dan untuk hal itu pembeli harus membayar lebih (Reich, Robert. 1991. The
Work of Nations: Preparing Ourselves for 21stcentury Capitalism. New York:
A. A. Knopf.)
• Sebuah riset yang disponsori oleh Harvard Academy for International and
Area Studies pada akhir 1990-an, yang melibatkan ilmuwan-ilmuwan sosial
paling senior diantaranya Michael E. Porter, Seymour Martin Lipsett dan
Francis Fukuyama, menghasilkan temuan yang kuat bahwa “Budaya menen
tukan kemajuan dari setiap masyarakat, negara, dan bagsa di seluruh dunia,
baik ditinjau dari sisi politik, sosial, maupun ekonomi. Tanpa kecuali”.
Jika budaya dimaknai sebagai strategi untuk bertahan (surviving) dan
me nang (winning), maka untuk bersaing, bertahan dan menang dalam
gempuran era globalisasi, suatu bangsa harus memiliki budaya yang
bermartabat dan memiliki nilai-nilai budaya tinggi.
6. • Cora du bois, seorang antropolog yang melakukan penelitian nya di
pulau Alor, NTT mengatakan bahwa Manusia tanpa budaya adalah mahluk
LATAR BELAKANG tidak bermakna dan sebaliknya budaya tanpa manusia adalah sesuatu yang
tidak berarti . Keduanya, manusia dan budaya adalah sesuatu yang interaktif
(Du Bois, 1959.pp.9. Social Forces in Southeast Asia. Cambridge, Mass.,
Harvard University Press, 1964.)
Dan juga beberapa motivator nasional yang kita kenal dari Indonesia meskipun
mungkin belum dapat dikatakan sejajar dengan yang seperti tersebut diatas (yang
sudah diakui secara Internasional), akan tetapi mereka sudah memulai membuat
gerakan dan motivasi soal karakter bangsa, seperti :
• Andre Wongso – Bila kita melunakkan diri kita, maka kita akan menghadapi
kehidupan yang keras dan sebaliknya, bila kita keras terhadap diri kita, maka
kita akan menghadapi kehidupan yang lunak
• Mario Teguh – Apakah anda melihat jalan menuju terwujudnya mimpi anda
dalam pekerjaan anda ? Bila tidak, anda akan cenderung bermimpi dan tidur
terus dalam pekerjaan anda
Dari pengantar dan latar belakang, kalimat ; perilaku, karakter, budaya akan men
jadi spirit dan acuan dari pembicara untuk menyampaikan makalahnya, yaitu:
• Culture & Personality – Membentuk Karakter Bangsa yang Kuat – Membuat
Kreatif menjadi Budaya – Terbentuklah Indsutri Budaya – dan menumbuhkan
Ekonomi Kreatif.
• Dengan mencari SOLUSI atas segala PELUANG dan HAMBATAN yang terjadi
dengan BERSINERGI dalam studi kasus animasi.
7. BAB II
PELUANG INDONESIA SEBAGAI NEGARA KAYA
INDONESIA NEGARA YANG KAYA …?
Ya, NEGARA yang KAYA…
• Penduduk 220 juta orang (secara fisik)
• 300 etnis suku & budaya & bahasa daerah
• Kekayaan alam
• Gunung, hutan, flora, fauna dan seluruh penghuninya
• Pantai, Laut, Koral, flora dan fauna Laut dan seluruh penghuninya
• Tanah yang subur
• Gunung Berapi
• Punya sejarah dijajah dan merdeka
• Puluhan ribu Profesor, Doktor, Sarjana
• Petani, Peternak, Pelaut, Seniman, Buruh, dll
“Siapa bilang, NEGARA kita MISKIN…?”
Sangat kontradiksi karena kita belum mampu mensejahterakan masyarakat...
sehingga mungkin boleh kita keluarkan kalimat : “Siapa bilang, NEGARA kita
KAYA…?
Ada rasa panas membara yang menjadi pemicu, kadang, kalau kita dicemooh atau
ditindas. Seperti kasus batik yang ‘dicuri’ dll, tiba tiba saja semua masyarakat jadi
pakai batik. Sayangnya ‘bangkit’nya kok kebanyakan hanya kalau benar benar
tertindas... belum keluar dari hati nurani maupun perlakuan sehari hari.
Sebagai contoh dari kekayaan kita tadi :
• Kalau saja, setahun sekali, 20% dari penduduk Indonesia mempunyai ide kreatif,
maka karya yang dihasilkan adalah 45 juta ide inovasi baru tiap tahun..
• Kalau saja, tiap tahun tiap daerah/suku membuat satu film soal budayanya, akan
dihasilkan 300 film/tahun.
• Kalau saja, tiap tahun tiap daerah/suku membuat satu lagu soal budayanya, akan
dihasilkan 300 lagu/tahun.
• Kalau saja, mungkin, professor, doctor, master dan lain lain yang pintar2 mau
turun gunung, jangan di universitas tapi langsung ke daerah pelosok…
• Kalau saja, semua lokasi berpantai dan berkoral, bisa diperkenalkan, kita bakal
punya ratusan wisata laut...
Tapi semua perumpamaan dan peluang ini jadi bisa NOL besar, kalau semua pihak
mengharapkan pihak lain yang melakukan...
Kita bisa jadi KAYA, kalau saja ada dan lebih banyak orang yang mau berpikir dan
berbuat LEBIH.
Bagaimana caranya kita bisa punya setidaknya 45 juta buah IDE KREATIF tiap
tahun ?Apa sebenarnya hambatannya ? Mau dibilang Negara Miskin – supaya
dapat pinjaman lagi ? Atau siap mau dianggap KAYA karena usaha sendiri ?
8. > PELUANG INDUSTRI BUDAYA
PELUANG INDONESIA SEBAGAI NEGARA KAYA
Kita semua sudah tahu tentang Industri Budaya, bagaimana peluangnya untuk
memajukan negeri dan mensejahterakan masyarakat.
Yang menjadi masalah adalah: … Bagaimana menjadikan budaya sebagai industri?
Apa yang real?
Kira2 dapat dikatakan sebagai berikut :
• Kalau kita bisa membuat ‘Ketoprak’ seperti industri broadway di New York
dan London..? Atau kalau tari tarian kita mendunia seperti tarian Latin ?
Atau kalau bahasa kita bisa diakui menjadi salah satu dari 25 bahasa top
Internasional ?
• Apa sih yang kita inginkan ? Jangan-jangan kita belum tahu apa yang
kita inginkan ?
• Atau seperti Hongkong yang terkenal dengan makanannya ?
• Atau seperti Singapore yang tiba tiba maju dan terkenal hanya karena
bisa mengakomidasi beberapa budaya yang ada di negaranya dengan sangat
baik ?…
• Atau seperti China yang menakjubkan dengan performance tarian yang
selalu dikombinasikan dengan akrobat-sirkusnya ?
• Atau seperti film Amerika dengan ‘hero’nya ?
Suatu pandangan serupa dinyatakan oleh Aksoy dan Robins yang
menjelaskan bahwa industri film di Holywood menjadi demikian besar bukan
hanya karena kemampuan dan kreativitas pembuat2 film tetapi juga karena
berbagai usaha untuk mengembangkan pasar dunia untuk menyenangi film
Holywood. Membuat budaya Holywood menjadi mendunia (Aksoy, Asu and
Kevin Robins. 1992. Hollywood for the 21st Century: Global Competition for
Critical Mass in Image Markets.” Cambridge Journal of Economics 16:1-22.)
Jarak tempuh Singapore – Jakarta hanya satu setengah jam dengan pesawat
terbang, tetapi sudah puluhan tahun, kita belum juga dapat memanfaatkan situasi
tersebut dengan maksimal.. Sementara itu promosi, baik wisata maupun produk
dari negara lain di Indonesia, baik melalui pameran maupun melalui media elek-
tronik semakin gencar...
Apa/Bagaimana sih yang menjadikan
“bangga buatan Indonesia tidak sekedar slogan?”
Apa/Bagaimana sih yang menjadikan
“membuat lebih berarti daripada membeli ?”
Apa sih yang menjadikan
“membeli buatan luar negeri lebih membanggakan daripada buatan Indonesia?”
> KAITAN PERILAKU dan BUDAYA KREATIF
Pembicara mencoba mengaitkan ‘budaya’ atau perilaku dengan nasehat embah
jaman dulu… dalam bentuk film yang sudah diperlihatkan pada kita semua.
Inti dari film tersebut adalah sbb :
9. PELUANG INDONESIA SEBAGAI NEGARA KAYA
Film Pertama :
Jangan minta minta.. jika diberi, baru diterima, dan kalau diberi yang tidak sesuai
atau merugikan, ya jangan diterima dari siapapun juga.. Kalau bisa tanganmu yang
ke bawah(member) daripada menengadah (meminta).
Setelah menerima, kita harus bilang terima kasih (biasanya diajarkan sejak balita)..
lalu arti terima kasih adalah.. sudah terima harus dikasih, ‘dishare’ kepada orang
lain yang membutuhkan. Ini juga berlaku kepada materi yang dikonsumsi fisik mau-
pun mental termasuk ilmu pendidikan.
Film Kedua :
Jangan nyontek.. karena nyontek adalah bagian dari ketidak puasan atas hasil
usaha sendiri. Berpikir lebih baik mendapatkan hasil baik dengan mengcopy karya
orang lain.
Film ketiga :
Sportivitas saat ini banyak terjadi dalam kompetisi olahraga. Tetapi tidak dalam
kasus yang lain. Yang terjadi saat ini adalah arti kalah :
JANGAN MINTA- Jika dilaksanakan, kecendurungan masyarakat akan bikin
MINTA sendiri daripada meminta, survivingnya akan jalan, dan
akan menumbuhkan perilaku kreatif (biarpun masih dalam
konteks ‘kepepet’).
JANGAN NYONTEK Ini cikal-bakal masyarakat menghargai dan menghormati
hak karya/cipta orang lain. Mencuri,mengcopy,dll sangat
terkait dengan adakah rasa bersalah mereka sejak kecil
apabila menyontek.
SPORTIVITAS Memberi penghargaan kepada yang mampu dan men-
dukung dengan tulus kemenangan seseorang.
Sehingga sinergi dapat dibangun karena tidak ada orang
yang iri atas kemenangan orang lain, tetapi justru mau
membantu yang menang agar tujuan semua pihak dapat
tercapai. Pertandingan olahraga, sangat mendukung
sifat sportivitas. Apalagi dalam skala internasional, semua
masyarakat mendukung kontingen Indonesia, sayangnya
kadang pada pertandingan nasional, malah terkesan
memecah-belah karena justru penonton/pendukung
daerah yang tidak sportif dan merusak makna
‘pertandingan’ itu sendiri.
Alasannya karena mengalah, bukan karena memang yang lain, karena alasan
politik atau suap-menyuap, dan masih banyak alasan selain introspeksi dan men-
gakui keunggulan lawan.
Tiga perilaku di atas merupakan hambatan terbentuknya karakter yang terkait
dengan budaya kreatif adalah peran pendidikan dasar.
10. > PENDIDIKAN DASAR SANGAT BERPERAN
PELUANG INDONESIA SEBAGAI NEGARA KAYA
Lagi lagi, kita semua pasti sudah tau soal 3 pokok diatas. Tanpa bermaksud meng-
gurui, akan tetapi 3 hal pokok itu perlu dan harus dilaksanakan sejak usia dini. Dan
sangat terkait dengan sistem pendidikan kita, jangan lupa pendidikan juga harus
dilakukan dari rumah dan keluarga bukan 100% tanggung jawab dari pendidikan
formal saja.
Sebagai contoh :
JANGAN MINTA-MINTA :
• Jika siswa di sekolah ditugasi membuat sesuatu yang kreatif, apakah dapat
dipikirkan supaya bahan2nya tidak membeli tetapi mencari di tempat sampah,
atau kebun atau barang bekas (tidak harus baru). Lem pun dapat dibuat dari
kanji yang diberi air, dll , dsb.
• Berikan nilai lebih kepada yang membuat sendiri yang mau berkreasi.
• Jangan berikan anak2 Anda uang saku yang berlebihan, bahkan kadang
kurangilah uang saku, agar anak Anda mau berusaha sendiri.
• Jangan manjakan industri dengan memberikan sesuatu yang masih dapat
mereka usahakan sendiri (ini juga merupakan prinsip bisnis wiraswasta =
usaha sendiri), tetapi berikan kemudahan yang memang hanya dapat
diberikan oleh pemerintah seperti aturan/regulasi, dispensasi pajak,
promosi, dll.
• Arti terima-kasih di atas juga memberikan pengertian akan perlunya berbagi
termasuk ilmu pengetahuan yang diperoleh. Komunikasi di jaman sekarang
dengan adanya multimedia memberikan kesempatan yang sangat luas untuk
berbagi.
JANGAN NYONTEK :
• Menghargai hasil karya sendiri, marahlah apabila ada yang nyontek
pekerjaan mu, karena ini awal dan cikal-bakal penghargaan terhadap Haki.
• Apakah ada sekolah yang mau menskors dan memberikan hukuman
berat pada yang nyontek, atau para guru cenderung tutup mata saja?
• Lupakan saat ini kita berkampanye soal Haki dan hak cipta, kalau
nyontek bahkan sudah menjadi ‘budaya’.
• Nyontek di kehidupan kerja, berarti mengambil ide orang lain untuk kepen-
tingan sendiri, supaya mendapat pengakuan atas ide yang bukan haknya.
• Dalam industri kreatif, jasa sering diabaikan, ini dapat dilihat pada posisi
pekerjaan arsitektur. Banyak yang tidak diberi penghargaan yang layak
bahkan dianggap tidak terpakai, padahal dijual hanya dengan diganti sedikit
desainnya.
• Nyontek, mengcopy, membajak adalah KARAKTER, sehingga harus
diberantas dari usia dini. Aturan yang diberlakukan untuk melindungi HAKI,
dll tidak akan mempan dan berfungsi baik, hanya akan menimbulkan
kesempatan untuk berbuat yang tidak benar dalam hal yang lain.
11. SPORTIVITAS :
PELUANG INDONESIA SEBAGAI NEGARA KAYA
• Saling menghargai dan mendukung kemenangan seseorang sangat
penting, sehingga tercapai tujuan bersama, memajukan negara dan
menyejahterakan masyarakat. Dalam hal ini justru kalangan tingkat atas,
dalam kasus politik, pemerintah dan anggota lembaga perwakilan rakyat
yang malah justru menunjukkan contoh yang tidak dapat dijadikan panutan.
• Kekalahan partai politik juga tidak pernah mencoba menghargai kemenangan
yang lain dengan ikut mendukung yang menang melanjutkan pekerjaannya,
tetapi selalu justru melihat hanya hal-hal yang negatif untuk salingmenjatuh
kan. (Kita justru sedang membicarakan kalangan atas, yang semuanya
duduk di tingkat ‘mengatur negara’.
Hal hal tersebut di atas merupakan salah satu cara untuk membentuk ‘budaya
kreatif’. Mari kita coba pikirkan bersama, hal tersebut di atas. Apabila perilaku
tersebut dilaksanakan, maka lebih mudah menjadikan peluang budaya menjadi
sebuah industri besar. Karena yang dibutuhkan untuk menumbuhkan industri
budaya adalah budaya kreatif, dan budaya kreatif secara otomatis akan tumbuh
apabila karakter perilaku juga terbentuk (ataupun dibentuk).
Untuk menumbuhkan “ekonomi kreatif” yang penting adalah :
Ciptakan budaya kreatif (sisi supply)
Mengembangkan imaginasi untuk menciptakan sesuatu yang baru
dan
Membentuk gaya hidup menikmati produk budaya & kreativitas lokal
(sisi demand)
serta
Mengembangkan pasar yang dapat menyerap produk kreatif
Kreativitas adalah sesuatu yang dimiliki oleh otak manusia. Dari kreativitas
menuju inovasi adalah dengan menciptakan sesuatu yang banyak diminati orang.
Dari awalnya hanya berupa ide, harus dikembangkan melalui ‘creative engine’.
Ide ini nantinya harus di Haki-kan karena menjadi intangible product.
Hasil dari ide ini harus dijadikan industri agar menjadi tangible products.
creative HaKI
ide, HaKI (intangible)
engine
industri tangible
products
12. BAB III
STUDI KASUS ANIMASI Kasus animasi di Indonesia penulis angkat sebagai kasus, karena, menurut penulis,
hal ini merupakan representasi dari kondisi industri kreatif di Indonesia, dan dapat
digunakan sebagai landasan berpijak mengembangkan industri kreatif, industri
yang belum terstruktur.
> PELUANG PERKEMBANGAN ANIMASI INDONESIA
Animasi Indonesia telah berkembang sesuai dengan kebutuhan penggunanya.
Kebutuhan animasi untuk kepentingan kebutuhan iklan sudah cukup terpenuhi.
Demikian juga kebutuhan animasi untuk kebutuhan trik dalam film live juga sudah
terpenuhi. Bahkan untuk kebutuhan film live mancanegara pun trik melalui animas-
inya dilakukan oleh animator Indonesia. Film animasi asing, termasuk yang sedang
beredar di Indonesia, juga dibuat oleh animator Indonesia. Beberapa animator
Indonesia bekerja untuk membuat film animasi negara lain.
Usaha animasi yang terkemas dalam bentuk industri, masih sangat sedikit. Ada
beberapa yang mengemas usahanya dalam bentuk industri tetapi belum banyak
yang memproduksi film (serial maupun layar lebar) untuk kepentingan film animasi
dalam negeri. Usaha terbanyak adalah mendudukkan animatornya sebagai tenaga
outsourcing untuk membuat film animasi luar negeri.
Bila perhitungan kebutuhan film (serial) animasi di Indonesia didasarkan pada
jumlah stasiun televisi nasional dan lokal dikalikan dengan frekuensi penayangan
film (serial) animasi setiap minggunya, akan menghasilkan angka yang mengejut-
kan. Sayangnya hampir seluruh angkanya dipenuhi oleh film (serial) animasi
asing. Bagi animator Indonesia, kesalahan kondisi ini dilemparkan kepada ke-
tiadaan dukungan para pemangku kepentingan pada film animasi nasional, dan
murahnya harga beli film (serial) animasi oleh sebuah stasiun televisi. Murahnya
harga beli film animasi sangat jauh dari mimpi animator Indonesia yang
menginginkan keuntungan dengan sekali jual karyanya ke satu stasiun televisi.
Keterampilan membuat animasi diperlukan juga untuk membuat game, baik game
on line yang biasanya berjenjang dan berkesinambungan yang sering membuat
kecanduan pemainnya tetapi mendatangkan uang yang banyak bagi penciptanya,
maupun arcade (game pendek dan instan).
Usaha kreatif lainnya yang lahir dari animasi adalah show di antara komunitas
tertentu yang menampilkan karakter animasi lengkap dengan kostum dalam film
animasi (cost-play).
Penjualan hasil merchandising karakter film (serial) animasi juga merupakan usaha
kreatif yang patut diperhitungkan.
Animasi memiliki long tail market yang bila diupayakan secara profesional akan
menghasilkan.
13. STUDI KASUS ANIMASI > HAMBATAN dan AKAR PERMASALAHAN
Kondisi belum terstrukturnya industri animasi di Indonesia, produk animasi
diselesaikan oleh satu kelompok animator serabutan yang berarti semua bisa dan
bisa semua. Kondisi ini melupakan prinsip kerja pembuatan film: Film adalah karya
kolektif dan masing-masing personal membidangi dan bertanggung jawab sesuai
profesinya.
Kondisi belum terstrukturnya industri animasi di Indonesia juga berakibat pada
daya tahan hidup kelompok ‘industri’ animasi. Profesi animator disandang hanya
beberapa lama ketika mengerjakan ‘project’ dan sesudahnya berprofesi sebagai
pedagang, pramuniaga dan profesi lain, sambil menunggu pangilan bekerja bila
ada project dari pemerintah atau donasi swasta.
Kondisi ini dikaitkan dengan besarnya biaya produksi mengakibatkan daya
dukung finansial animator menurun, bahkan sedikit sekali animator yang mampu
membangun animasi sebagai industri. Kondisi ini diperparah karena belum adanya
investor yang bergerak di bidang industri animasi, serta kalangan perbankan yang
belum percaya pada industri animasi mengingat banyak perbankan yang belum
dapat melihat prospek ke depan industri animasi yang mampu menggerakkan
kelompok industri lain.
Kemandirian produksi yang belum terjadi pada film animasi Indonesia, menjadikan
profesi animator ‘belum dipercaya’ sebagai media berekspresi sekaligus sebagai
profesi. Animator menjadi pekerjaan masa senggang.
Banyak animator yang lebih suka bekerja sendiri sehingga tidak terjadi resiko
kesalahan karena orang lain. Artinya banyak animator yang berlaku sebagai aktor
(animator adalah aktor yang mewakilkan dirinya melalui karya animasi yang
dibuatnya), sekaligus penulis cerita, penulis skrip, sutradara, editor, kalau perlu
pengisi musik, dialog, dan sederet pekerjaan kreatif lainnya. Dalam konteks ini,
animator lebih senang membuat karya animasi pendek dalam rangka lomba
animasi, atau membuat filler.
Perkembangan teknologi juga sangat mendukung bahwa seseorang mampu
membuat segalanya seorang diri. Akibat dari hal ini adalah sistem produksi yang
harus dibangun, tidak terjadi, bahkan setiap animator mendudukkan animator
lainnya sebagai pesaing.
14. STUDI KASUS ANIMASI Pekerjaan animasi yang sarat dengan muatan budaya sekaligus menuntut
dikuasainya teknologi produksi menggunakan hardware dan software ‘canggih’
seringkali menarik pendulum profesi animator pada salah satu sisi. Ketika
pendulum berpihak pada sisi otak kanan, perilaku animator ‘susah diatur’ dan
melupakan target produksi, sementara ketika pendulum berpihak pada sisi
sebaliknya teknologi menjadi segalanya, bahkan melupakan prinsip bahwa
teknologi hanya peralatan untuk memudahkan produksi. Keberadaan pendulum
sebagaimana digambarkan, keduanya cenderung membawa kerugian manakala
tidak diatur seimbang. Keduanya sering melupakan pendekatan pembuatan film
yang harus bercerita dengan visual yang harus terjaga prinsip sinematografinya
sehingga imaji penonton dengan imaji sutradara menjadi sama, setidaknya hampir
sama. Berdasarkan pengalaman, banyak kasus penonton film (live maupun
animasi) kecewa karena lebih indah imaji yang dia ciptakan sendiri pada saat
membaca novelnya.
Persaingan harga jual dengan film animasi asing belum disadari oleh sebagian
terbesar animator Indonesia, bahwa penjualan hak tayang pada berbagai televisi
di berbagai negara mampu menekan harga jual pada suatu stasiun televisi tertentu.
Mahalnya software asli untuk animasi, memaksa animator menggunakan
software illegal.
Akar Permasalahannya adalah:
1. Soal packaging, pemasaran, dan distribusi.
Tidak dapat menjual/mendapatkan penghasilan dari hasil jualan filmnya
ke media elektronik;
2. Soal Soft kompetensi (team work, bahasa, dll);
3. Soal creative engine, supaya mau berkarya;
> SOLUSI
Solusi yang penulis sampaikan di sini adalah solusi yang telah penulis lakukan
selaku industri yang setelah melakukan pengamatan seperlunya, terasa dapat
mengatasi akar permasalahan animasi.
Melakukan rosdshow ke 12 kota besar di Indonesia pada tahun 2007, berlaku
untuk umum namun dengan dasar pemilihan kota-kota yang memiliki SMK – Seni
Rupa dan Kerajinan (dahulu: Sekolah Menengah Seni Rupa dan Sekolah Menengah
Industri Kerajinan, yang secara formal mendapatkan pelajaran menggambar lebih
intensif daripada jenis sekolah yang lain).
Dari hasil roadshow tersebut didapat hasil:
1. Pemetaan kebutuhan animasi di daerah, disertai langkah sederhana mengubah
strategi dari yang semula penjualan ke tv nasional, menjadi penjualan hak
tayang pada tv lokal. Saat ini terdapat lebih dari 70 tv lokal.
2. Masih kurangnya kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh industry animasi
di daerah.
15. STUDI KASUS ANIMASI Dalam rangka membangun soft kompetensi di kalangan animator sekaligus
membangun karakter bangsa, sejak tahun 2007, penulis menyelenggarakan CAM’s
AWARD, acara tahunan yang melombakan pembuatan animasi berbentuk iklan
layanan masyarakat bertemakan budaya disiplin, tepat waktu, budaya antre, anti
korupsi, sadar lingkungan, dsb. Tahun 2008
Dalam rangka menumbuhkan creative engine di kalangan masyarakat dan
mencintai budaya Indonesia, sejak tahun 2008, penulis menyelenggarakan
Indonesia Creative Idol, acara tahunan yang melombakan 9 spektrum industri
kreatif mengangkat unsur budaya daerah. Sembilan spectrum tersebut adalah:
digital music, digital comic, animation, music performance, dance performance,
fashion, craft, applied science, dan game.
Hasil lomba akan didaftarkan Haki-nya atas nama penciptanya dan untuk selanjut-
nya akan dibuatkan buku direktori yang diharapkan dapat menjadi media promosi
karya cipta tersebut. Direncanakan pada tahun 2010, Indonesia Creative Idol akan
dikembangkan dan ditingkatkan menjadi Asia-Pasific Creative Idol dan menjadikan
Indonesia as a Founder.
Dalam rangka membantu para animator memasarkan karyanya, sejak tahun 2007,
penulis merintis pemasaran animasi metoda baru yang kami sebut dengan Ani-
mart. Animart merupakan cara baru pemasaran animasi Indonesia sebagai karya
utuh yang akan terkait dengan share biaya produksi, sponsor produksi, sponsor
penayangan, pembelian hak penggunaan merchandising.
Solusi ini tentu saja penulis lakukan setelah melalui pertimbangan panjang serta
sesudah mendengarkan saran dan sumbangan pikiran berbagai pihak baik
pemerintah (unsur-unsur: Depdiknas, Depperind, Depbudpar, Kementerian Negara
Riset dan Teknologi - KNRT) maupun para praktisi industri dan unsur akademisi.
Menggali saran dan sumbangan pemikiran tersebut sudah sejak lama dilakukan
melalui serangkaian panjang diskusi tentang industri kreatif. Diskusi terdahulu,
dilakukan oleh para praktisi industri animasi dengan berbagai lembaga pemerintah
pada tahun 2006 (inisiasi oleh Ainaki dengan mengundang British Councils Jakarta,
Digital Studio College, Depdiknas, Depperind, Depdag, Depbudpar, Depnakertrans,
Depkominfo, KNRT, dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi - BNSP). Diskusi beri-
kutnya diinisiasi oleh KNRT dengan mengundang lembaga terkait, dilakukan 2 kali.
Pertimbangan lain juga didapat dari diskusi sejenis yang diselenggarakan oleh
Depperin sesudahnya, serta masukan-masukan yang penulis dapatkan ketika
mempresentasikan rencana penyelenggaraan Indonesia Creative Idol pada
jajaran Depdag.
16. SINERGI UNTUK SOLUSI BAB IV
> KEBUTUHAN INDUSTRI
Pada hakikatnya, yang dibutuhkan industri terdiri atas 4 hal, yaitu fasilitas edukasi,
fasilitas produksi, promosi dan distribusi.
Fasilitas edukasi terkait dengan tersedianya institusi pendidikan dan pelatihan,
standar kompetensi, program pendidikan/kurikulum, lembaga sertifikasi profesi,
pelatihan bertaraf nasional, pelatihan bertaraf internasional, dan diselenggarakan-
nya seminar atau workshop.
» Terkait dengan program pendidikan, industri memerlukan program yang da
pat mengatasi masalah langsung, bukan yang berpanjang-panjang hanya karena
memenuhi tuntutan pohon keilmuannya. Standar kompetensi harus menjadi
acuan penyusunan program.
» Fasilitas produksi terkait dengan peralatan produksi, manajemen produksi, biaya
produksi, dan kebutuhan peralatan teknologi informasi dan komunikasi sebagai
penunjang produksi.
» Terkait dengan peralatan produksi, pemerintah harus mengatur secara cermat
regulasi pengadaan dan penggunaan peralatan yang disediakan oleh pemerintah
yang diperuntukkan sebagai bantuan kepada swasta. Sampai saat ini, masih
banyak peralatan yang pengadaannya oleh pemerintah, tetapi ketika akan
digu nakan oleh swasta belum dapat dilakukan karena regulasinya belum
mendukung.
» Terkait dengan biaya produksi, industri membutuhkan kemudahan pengurusan
pinjaman bank dan regulasi perpajakan.
Kebutuhan Promosi bagi industri, meliputi kebutuhan diselenggarakannya pameran
nasional dan internasional, dikutsertakannya industri pada perdagangan interna-
sional dan sebagai delegasi bisnis, serta kemudahan mengikuti festival nasional
dan internasional.
» Terkait dengan keikutsertaan industri pada pameran, perdagangan internasional,
delegasi bisnis, industri sering memandang bahwa pemerintah perlu mencermati
industri yang harus dibantu, bukan yang sudah menjadi besar dan mampu
mem biayai perjalanan dan event.
» Terkait dengan keikutsertaan industri dalam festival nasional dan internasional,
industri membutuhkan bimbingan agar dapat memenangkan dirinya dalam
festival, dan bukan sebaliknya, festival digunakan oleh pemerintah untuk
mengukur industri yang sudah baik.
17. SINERGI UNTUK SOLUSI Fasilitas distribusi yang dibutuhkan oleh industri adalah outlet, baik yang real
maupun outlet maya. Outlet real dapat memanfaatkan keberadaan
perdagangan internasional dan kantor Kadin di berbagai provinsi dan
kabupaten/kota. Outlet maya dapat dilakukan dengan membuat website khusus
setiap jenis industri dan website yang link dengan website lain
yang terkait (termasuk website resmi departemen teknis).
Selain 4 hal kebutuhan hakiki tersebut, masih terdapat kebutuhan berupa Bisnis
Center yang independen dan mengakomodasi segala jenis dan strata industri, serta
kemudahan mencari hasil kajian tentang industri tertentu, termasuk produk yang
sedang diperlukan pasar, harga, dan persyaratan mutu.
> Pembentukan Badan
Mengingat ekonomi kreatif berbasis budaya kreatif ini menyangkut hampir semua
spektrum kehidupan manusia dan terkait dengan berbagai departemen teknis
sebagai Pembina, perlu adanya badan atau lembaga khusus, independen, yang
mampu mensinergikan potensi berbagai departemen berdasarkan Tugas Pokok
dan Fungsi, para praktisi industri, dan kalangan akademisi.
Beberapa pengamat dan pemikir dalam beberapa kesempatan yang penulis ikuti
diskusinya, merancang badan tersebut dikoordinasikan oleh Depbudpar, didukung
oleh departemen teknis:
1. Depkominfo dan Depbudpar melakukan pembinaan dan pengembangan untuk
Klaster Creative Conten;
2. Depperin dan Depdag melakukan pembinaan dan pengembangan untuk
Klaster Creative Product;
3. Depbudpar melakukan pembinaan dan pengembangan untuk Klaster
Creative Performance;
4. Kementerian Negara Riset dan Teknologi melakukan pembinaan dan
pengembangan untuk Klaster Creative Science.
5. Departemen lain memberikan dukungan regulasi, antara lain melibatkan
Dephukham untuk Hak Cipta dan Paten, Depkeu untuk masalah Keuangan
dan Pajak, Depdiknas untuk masalah Program Pendidikan dan Kurikulum,
Depnakertrans untuk masalah Standar Kompetensi, dan Depdag untuk
masalah Perdagangan Dalam Negeri dan Internasional.
> Pola
Pola kerja badan atau lembaga sebagaimana disebut terdahulu dapat mengikuti
pola kerja seperti KOCA (Korean Culture and Content Agency), sebuah lembaga
independen di Korea.
Setiap departemen yang terlibat diharapkan dapat menyelaraskan anggaran dan
tugas pembinaan serta regulasi sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan
pertumbuhan industri, tanpa harus salingmendahului, demi kepentingan bersama.
Rancangan anggaran departemen disusun dengan acuan kebutuhan yang telah
ditetapkan bersama dalam badan atau lembaga.
18. SINERGI UNTUK SOLUSI Goal setting dalam bidang pendanaan yang bagus diharapkan dapat terjelma
antardepartemen dengan prinsip taat azas terhadap rencana yang telah disepakati,
misalnya, antara lain:
1. Depperin: pengadaan peralatan produksi, manajemen produksi,
biaya produksi, dan share biaya pengadaan bisnis center;
2. Depdiknas: penunjukan institusi pendidikan, Program Pendidikan/
Kurikulum untuk pendidikan nasional/internasional, dan share biaya pengadaan
bisnis center;
3. Depnakertrans: penyusunan standar kompetensi, pembentukan lembaga
sertifikasi profesi, dan share biaya pengadaan bisnis center;
4. Depkominfo: pengadaan peralatan TIK, promosi dan info pameran nasional/
internasional, promosi dan info festival nasional/internasional dan share
biaya pengadaan bisnis center;
5. Depdag: penyelenggaraan pameran dan festival nasional, pengikutsertaan
industri pada pameran dan festival internasional serta delegasi bisnis,
promosi dan pembukaan outlet di KBRI melalui atase perdagangan, dan
share biaya pengadaan bisnis center;
6. Depbudpar: penyelenggaraan pameran nasional/internasional, pelatihan
dalam rangka keikutsertaan industri dalam festIval internasional, dan share
biaya pengadaan bisnis center;
7. Menegpora: penyelenggaraan pameran nasional, penyelenggaraan festival
nasional, pelatihan nasional/internasional, dan share biaya pengadaan bisnis
center;
8. Kadin: pembukaan outlet real pada Kadinda, pembuatan outlet maya,
pembentukan badan atau lembaga (Pembina dan pengembang), share
biaya pengadaan bisnis center; share biaya pengadaan bisnis center;
9. Depkeu: mengatur semua kebutuhan dana pada masing-masing
departemen dan lembaga.
19. > ACTION PLAN
Rancangan kelompok pengembang ini telah merencanakan action plan
sebagaimana terdapat dalam lampiran dibawah ini, meliputi kegiatan sejak
tahun 2008 sampai dengan tahun 2012.
ACTION PLAN
20. BAB V
> INDUSTRI BUDAYA dan MESIN KREATIVITAS
Pada dasarnya untuk tetap dapat berkembang dan berkompetisi, semua jenis
RAN GKUMA N
industri memanfaatkan berbagai jenis kreativitas yang menempel pada orang-
orang yang mendukungnya secara langsung ataupun melalui pembelajaran
melalui jaringan informasi (internet). Sehingga seperti yang telah disampaikan di
atas, sangatlah penting untuk memelihara dan mengembangkan kreativitas
yang dimiliki masyarakat menjadi suatu “mesin kreativitas’ (creative engine)
yang setiap kali dapat dimanfaatkan oleh industri.
Ada dua sisi yang perlu diperhatikan dalam hal ini, pertama adalah kreativitas dari
berbagai pelaku untuk menghasilkan suatu produk atau jasa kreatif. Kedua adalah
membentuk pasar yang dapat dan senang untuk menyerap berbagai produk kreatif
tersebut. Kedua sisi ini menjelaskan bahwa untuk menumbuhkan industri kreatif,
kita perlu membangun suatu budaya kreatif, baik sebagai penghasil berbagai
produk maupun sebagai penyerap dan pengguna dari berbagai produk tersebut.
> BUDAYA KREATIF HANYA SEBAGIAN dari yang DIBUTUHKAN
Bila kita berpandapat bahwa semua manusia di dunia yang berawal dari bayi itu
sama, maka mengapa masyarakat di setiap bangsa atau suku menjadi demikian
unik. Freud dalam bukunya mengatakan bahwa semua perbedaan itu muncul
karena adanya perbedaan budaya yang di ‘instalasi’ kepada anak sejak masih
berusia muda.
Budaya unik pada setiap kelompok inilah yang pada akhirnya membentuk ‘modal
budaya’ suatu bangsa atau suku untuk kemudian dapat dikembangkan sebagai
modal untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Tentunya ‘budaya bangsa’ yang dibicarakan ini tidak hanya terbatas pada kekayaan
budaya kreatif tetapi juga menyangkut budaya bekerja keras, budaya disiplin,
budaya ingin maju dll. yang kesemuanya perlu menjadi suatu kesatuan budaya
yang mampu memanfaatkan modal kreativitas bangsa menjadi sesuatu untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kekayaan budaya dan kreativitas bangsa kita tidak serta-merta dapat diubah
menjadi industri kreatif yang maju tanpa diiringi budaya kerja keras, budaya
disiplin, budaya industri dll.
21. > EKONOMI KREATIF
Bahwa untuk menumbuhkan Ekonomi Kreatif diperlukan 2 hal yaitu :
• Menciptakan Budaya Kreatif
• Membentuk gaya hidup menikmati produk budaya & kreativitas lokal
(sisi demand)
Untuk Menciptakan Budaya Kreatif diperlukan pembentukan perilaku - karakter
RAN GKUMA N
pribadi agar ‘kreatif’ diantaranya adalah :
• Jangan minta minta
• Jangan nyontek
• Sifat sportivitas
Yang harus ditanamkan sejak usia dini sebagai pendidikan dasar.
Untuk Membentuk Gaya hidup menikmati produk budaya & kreativitas lokal
diperlukan outlet dapat berupa kegiatan dan fasilitas yang sifatnya memicu
untuk bangga ‘pamer’ dengan buatan Indonesia. Buat produk Indonesia
membanjiri dunia.
Cara yang paling mudah adalah dengan cara berkampanye. Memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi dan Komunikasi yang dan jaringan multimedia yang
ada, sehingga dengan sedikit ‘kreatif’ akan tercapai tujuan efektif dan ekonomis.
> STUDI KASUS ANIMASI
Lewat animasi terbukti dapat mencakup banyak hal yaitu adalah sbb:
• Pelajaran pertama yang diperoleh oleh balita dengan menonton animasi;
• Karakter yang dibuat dapat di’karyakan’ lagi dalam bentuk film, games, vcd,
merchandising yang tidak lapuk dimakan waktu (contoh: Disney);
• Film Animasi dapat dianggap sebagai media awal untuk menumbuhkan
rentetan industri terkait di belakangnya, karena dapat dinikmati oleh
masyarakat banyak dengan fasilitas yang rata-rata terjangkau (melalui media TV).
> SINERGI UNTUK SOLUSI
Diperlukan sinergi antara semua pihak terkait termasuk pemerintah, industri,
perbankan, komunitas, konsumen dalam suatu badan atau apapun bentuknya.
Sehingga semua kegiatan terencana dan dari hulu sampai ke hilir. Dari ide –
pendidikan - produksi – sampai ke pemasaran dan distribusi. Dan ini tidak akan
mampu kalau hanya dilaksanakan oleh satu departemen saja. Banyak sudah studi
kasus soal badan ini dari negara negara lain. Kita harus mampu menyaingi mereka.
Inti dari sinergi adalah, semua salingmemberikan kekuatan terbaiknya, dan
bukannya ingin menjadi yang terkuat dan ‘main’ sendiri.
22. BAB VI
Tidak ada rencana yang tidak baik saat ini, hanya saja, kita harus berpacu dengan
waktu dan dana. Apalagi saat ini kejadian krisis keuangan dunia dapat memberi
dampak yang kurang baik bagi pembangunan ekonomi Indonesia.
Pembentukan rencana pemerintah memerlukan waktu yang relatif lama dan mahal,
karena ada pokja, ada rapat bersama, dll, dsb. Ada cara yang belum pernah dicoba
dan mudah, siapa tahu berdampak positif. Kita coba saja dengan menempatkan
PENUTU P
Staf Ahli Menteri Bidang Budaya dan Kreatif di setiap departemen pemerintah
sehingga semua kegiatan diharapkan lebih kreatif (dalam arti tampilan lebih cantik
dengan biaya yang lebih ekonomis), produknya menggunakan pola dan ragam hias
budaya kita. Sesuatu yang menjadi kekhasan bangsa kita, di mata dunia.