Menguraikan Pengembangan Ekonomi Lokal yang berbasis klaster di era Revolusi Industri 4.0 yang serba digital, dan bagaimana daerah mensikapinya dengan melakukan lompatan raksasa.untuk mencapai Revolusi Industri 4.0 dengan hati-hati, agar jangan sampai terjatuh atau gagal.
MODEL TRANSPORTASI METODE VOGEL APPROXIMATIONAM.pptx
Pengembangan ekonomi lokal untuk meningkatkan daya saing daerah di era revolusi industri 4.0
1. PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL
UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING DAERAH
DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
SUGENG BUDIHARSONO
Region Branding Institute
2019
2. 2
Mengapa PEL Penting?
Perekonomian daerah adalah bagian integral dari perekonomian nasional
kinerja pereknas ditentukan oleh kinerja perekda.
Dlm kerangka Kebijakan Desentralisasi & Otda, PEL = urusan pilihan
daerah
Wilayah Indonesia luas dengan kondisi & potensi unggulan daerah yang
beragam
potensi ekonomi lokal akan lebih efektif & efisien jika dikelola oleh
Daerah.
Keberagaman dapat menciptakan “mozaik” yang indah bila dikelola dg
baik
PEL merupakan kebutuhan/strategi nasional dlm rangka meningkatkan
kualitas pertumbuhan ekonomi nasional.
PEL menggunakan pendekatan kewilayahan & bottom-up dpt menjadi
koreksi atas pendekatan sektoral.
Mayoritas pelaku usahanya adalah UMKM (56.5 juta = 99,9%, pada tahun
2012) yang berbasis sumber daya lokal PEL dapat mengatasi masalah
ketenagakerjaan & kemiskinan, serta meningkatkan ketahanan ekonomi
nasional.
3. PEL Penting Bagi Daerah
Peningkatan kesempatan berusaha. Pengembangan ekonomi lokal
dan daerah yang berbasis kepada komoditi unggulan lokal maka
akan meningkatkan kesempatan berusaha bagi masyarakat lokal
maupun investor.
Penyerapan tenaga kerja. Pembangunan ekonomi lokal dan daerah
akan memberikan upah yang lebih baik, manfaat, dan peluang untuk
maju bagi para pekerja.
Retensi Bisnis. Bisnis merasa dihargai oleh masyarakat dan, pada
gilirannya, lebih masyarakat akan cenderung untuk tinggal di daerah
tersebut, dan akan memberikan memberikan kontribusi bagi
perekonomian daerah tersebut.
Diversifikasi Ekonomi. Basis ekonomi yang beragam akan membantu
memperluas pengembangan ekonomi lokal dan mengurangi
kerentanan masyarakat untuk satu bidang usaha.
Swasembada. Basis ekonomi yang lebih kuat berarti pelayanan
publik tidak terlalu bergantung kepada pengaruh antar pemerintah
dan aliansi, yang dapat berubah kebijakannya pada setiap pemilihan
kepala daerah.
4. PEL Penting Bagi Daerah (lanjutan)
Peningkatan Basis Pajak dari PBB, Dunia Usaha dan Masyarakat.
Peningkatan kesempatan berusaha dan bekerja akan meningkatakn
pendapatan masyarakat dan dunia usaha yang disebabkan oleh
pembangunan ekonomi, peningkatan dan pemeliharaan
infrastruktur lokal, seperti jalan, energy, pendidikan dan kesehatan.
Peningkatan Kualitas Hidup. Peningkatan basis pajak yang lebih
lanjut akan meningkatkan pajak lokal dan peningkatan kesempatan
bekerja akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi bagi seluruh
masyarakat, termasuk standar kualitas hidup masyarakat.
Pengakuan Produk Lokal. Pembangunan ekonomi lokal yang sukses
sering terjadi ketika barang yang diproduksi secara lokal dikonsumsi
di pasar lokal, nasional maupun internasional.
Peningkatan Daya Saing. Pengembangan ekonomi lokal dengan
fokus pengembangan komoditi unggulan daerah dalam bentuk
klaster dapat meningkatkan daya saing daerah dalam rangka
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir tahun 2015.
Kata kunci PEL adalah: DAYA SAING
5. DAYA SAING
Competitiveness as the set of institutions, policies, and factors that
determine the level of productivity of a country (Schwab and Porter,
2007)
Pendefinisian daya saing tergantung dimana lokasi daya saing
tersebut didefinisikan, apakah di aras mikro (perusahaan) atau di
aras makro (nasional).
Diantara kedua konsep daya saing tersebut, muncul konsep daya
saing daerah, yang mendapatkan perhatian yang besar pada
beberapa tahun terakhir, hal ini disebabkan karena daerah
merupakan kunci dalam organisasi dan tata kelola pertumbuhan
ekonomi dan penciptaan kesejahteraan.
Meyer-Stamer (2003), daya saing daerah didefinisikan sebagai
kemampuan suatu wilayah untuk meningkatkan pendapatan yang
tinggi dan penghidupan masyarakat yang ada dalam wilayah tersebut
pada standar kehidupan yang tinggi. Sedangkan Huggins (2003)
menyatakan bahwa daya saing daerah yang sejati hanya terjadi ketika
pertumbuhan berkelanjutan dicapai pada tingkat tenaga kerja yang
meningkatkan standar kehidupan.
6. Teori Daya Saing Negara
Factor
Driven
• Mengandalkan SDA
& lingkungan alam
• Tenaga kerja yg
murah & melimpah
Investment
Driven
• Perusahaan fokus
pada peningkatan
investasi di bidang
teknologi, pabrik,
infrastruktur
Innovation
Driven
• Penciptaan
teknologi & metode
terbaru
• Pengembangan
industri dlm
berinovasi
Wealth
Driven
• Perusahaan mulai
kehilangan daya
saing kompetitifnya
krn berbagai alasan
(mis: tdk berinovasi
krn terlalu fokus
mempertahankan
posisi perusahaan)
Porter (1990) membagi tahapan pembangunan baik negara maupun daerah
berdasarkan keunggulan kompetitifnya ke dalam 4 fase:
Meningkat (advance) Menurun (decline)
Tiga tahap pertama melibatkan peningkatan keunggulan
kompetitif suatu bangsa secara bertahap dan umumnya
berkaitan dg kemakmuran ekonomi yg semakin meningkat
Bangsa di tahap
keempat mengandalkan
kemakmurannya, yg pd
akhirnya akan menurun
6
8. PELD
Berkelanjutan
Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat
Kinerja Wilayah
Kesenjangan antar wilayah
PDRB
Produktivitas
Tenaga kerja
Laju penyerapan
tenaga kerja
Penelitian
dan
Pengembang
an Teknologi
Infrastruktur
dan modal
manusia
Investasi UMKM
Kelembagaan
dan modal
sosial
Struktur
Ekonomi
Struktur Sosial
Kegiatan
Inovatif
Pusat
Pengambilan
Keputusan
Aksesibilitas
wilayah
Ketrampilan
angkatan kerja
Lingkungan Identitas Wilayah
Tujuan dan Sasaran
Kategori
Dasar
Faktor
Pembangunan
Penentu
Keberha-
silan
Sumber
daya
alam
Modifikasi
Konsep Daya
Saing Daerah
“Imre Lengyel”
9. TOPI
DAYA SAING
DAERAH
REGIONAL TRANSFERS
NILAI TAMBAH BRUTO NON-PASAR
NILAI TAMBAH BRUTO-PASAR
Jumlah Upah Jumlah Keuntungan
Pasar Lokal Pasar Ekspor
Perusahaan A
Perusahaan B
Sektor x
Sektor y
Sektor z
Input Wilayah
• Komposisi sektoral
• Spesialisasi
• Distribusi Perusahaan
• Kepemilikan (FDI)
Output Wilayah
• Produktifitas wilayah
• Unit labour cost
• Keuntungan
• Market shares
Outcome Wilayah
PDRB/Tenaga Kerja
Jumlah orang yang bekerja
Modal
Tenaga Kerja Lahan
Infrastruktur dasar
dan Aksesibilitas
LingkunganKualitas tempat
Sumber Daya Manusia
Lingkungan ProduktifKelembagaan
Teknologi
Keinovasian
Kewirausahaan
Internasionalisasi
Modal sosial
Insfrastruktur
pengetahuan Penduduk dan
migrasi
Budaya
10. HUBUNGAN INOVASI DENGAN DAYA SAING DAERAH
Keterampilan
Perusahaan
Inovasi/Kreatifitas
Persaingan
Investasi
H. M. Treasury. 2004
Masuknya perusahaan
baru akan
meningkatkan
persaingan
Meningkatnya pesaingan
akan memberikan insentif
untuk investasi usaha
Investasi modal fisik
akan meningkatkan
kapasitas inovasi
perusahaan
Keterampilan akan
meningkatkan kapasitas
perusahaan dalam
mengembangkan dan
menggunakan teknologi
baru
Peningkatan persaingan
mendorong persaingan
Ketrampilan manajemen
akan meningkatkan
kewirausahaan dan
keunggulan bisnis.
Perusahaan baru akan
meningkatkan permintaan
terhadap keterampilan
12. PERBEDAAN ANTARA PEL DAN EKONOMI
TRADISIONAL
NO PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL EKONOMI TRADISIONAL
1. Pendekatan kewilayahan Pendekatan sektoral
2. Pembangunan secara bottom-up yang
diintegrasikan dengan pendekatan top
down
Pendekatan top-down, pemerintah
pusat yang memutuskan bagaiman
dan dimana dilakukan intervensi
3. Terdesentralisasi dan kerjasama antara
pemerintah daerah dan dunia usaha
Dikelola oleh pemerintah pusat
4. Fokus pada maksimisasi potensi ekonomi
setempat
Fokus kepada industri besar dan
insentif finansial untuk menciptakan
suatu kegiatan ekonomi
Andres Rodrigues-Pose
13. PERBEDAAN ANTARA PEL DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
No PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL PENGEMBANGAN EKONOMI
MASYARAKAT
1. Fokus utama pada pengembangan
ekonomi dan kerja yang layak
Fokus kepada isu sosial seperti
kemiskinan dan eksklusi sosial
2. Digagas oleh berbagai kalangan luas
(pusat, provinsi dan kabupaten/kota)
seperti pemerintah, dunia usaha,
organisasi masyarakat madani, dan
donor
Digagas oleh beragam aktor, seperti
LSM atau organisasi internasional
3. Mencakup berbagai pendekatan,
melibatkan pelaku usaha lokal,
masyarakat, dan kelompok sosial dan
politik
Berusaha melibatkan kelompok
termarjinalkan dan masyarakat miskin
Andres Rodrigues-Pose
14. • The purpose of local economic development (LED) is to build up the economic
capacity of a local area to improve its economic future and the quality of life
for all. It is a process by which public, business and non-governmental sector
partners work collectively to create better conditions for economic growth
and employment generation. (The World Bank –DFID)
• Local Economic Development is a participatory development process that
encourages partnership arrangements between the main private and public
stakeholders of a defined territory, enabling joint design and implementation
of a common development strategy, making use of local resources and
competitive advantage in a global context, to creating jobs and stimulating
economic activity (ILO)
• Pengembangan Ekonomi Lokal adalah usaha mengoptimalkan SUMBER
DAYA LOKAL yang melibatkan PEMERINTAH, DUNIA USAHA, MASYARAKAT
LOKAL dan ORGANISASI MASYARAKAT MADANI untuk mengembangkan
ekonomi pada suatu wilayah secara berkelanjutan (Panduan
Pengembangan Ekonomi Lokal, Bappenas)
Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal
-Definisi-
15. OKTAGONAL SUMBER DAYA LOKAL
Modal
Intelektual
Modal
Manusia
(otot)
Modal Sosial
Modal/Sumber
Daya Buatan
Modal/Sumber
Daya Alam
Modal
Spiritual
Lokasi
Strategis
Modal
Finansial
17. TAHAPAN PEL
Pembentukan atau Penguatan Forum Stakeholder
(3 – 6 bulan)
Analisis Komoditi Unggulan dan Kawasan (3-6
bulan)
Penyusunan Rencana dan Anggaran (3-6 bulan)
Pelaksanaan PEL dilakukan secara terus menerus
sampai berhasil dengan fasilitasi PEMDA.
Monitoring dan Evaluasi (berkala dan terus
menerus)
18. TAHAP 1
TAHAP 2
Analisis
Stakeholder
Penguatan
Kelembagaan
Analisis Pengembangan
Komoditi Unggulan
Analisis Pengembangan
Kawasan
Analisis RALED
Pengumpulan
data dan
informasi
partisipatif
RTRW
Kab/Kota
RPJMD/
RENSTRA
Rencana Induk
Rencana Aksi
RKP/RKPD
Organisasi
Masyarakat
MadaniDONOR
Pelaksanaan PEL
(Klaster dan Region
Branding)
Dunia
Usaha
APBN/APBD
Monitoring dan Evaluasi
TAHAP 3
TAHAP 4
TAHAP 5
Sumber: Budiharsono, 2015
20. PRASYARAT PEL
PEL adalah proses multistakeholder, sehingga merupakan proses yang
melibatkan stakeholder kunci, terutama dunia usaha dan pemerintah daerah,
dalam seluruh tahapan PEL.
Adanya komitmen yang kuat dari Bupati/Walikota dalam PEL, yang
diimplementasikan terutama dengan adanya program/kegiatan serta
anggarannya setiap tahunnya dalam rentang waktu yang lama.
Strong leadership (khususnya dari Bupati/Walikota amat diperlukan dalam
membangunan komitmen. Aplikasinya adalah tersediannya anggaran untuk
PEL dari seluruh SKPD yang terlibat sampai waktu yang ditentukan.
Membangun komitmen antara pemerintah, dunia usaha, masyarakat, akademisi
dan organisasi masyarakat madani yang kuat.
Pemerintah dan masyarakat harus menyadari bahwa PEL bukan “proyek” dari
pemerintah namun dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.
Pemerintah hanya memfasilitasi saja. Juga agar tercipta region branding yang
baik harus merubah pola pikir (mindset) masyarakat berkelas internasional.
Dan secara sadar harus memperbaiki mindset tersebut.
Perubahan mindset terutama dalam hal: kedisiplinan, kebersihan, moral yang
baik (tidak korupsi), keamanan, kesopansantunan, keramahtamahan, dll.
Perlu merubah mindset stakeholder daerah bahwa PEL merupakan milik dan
merupakan kebutuhan bagi daerah.
21. Pembentukan dan Penguatan Forum
Stakeholder
Tahap Pembentukan dan Penguatan Stakeholder terdiri dari kegiatan:
identifikasi stakeholder, Pembentukan dan Penguatan Forum Stakeholder.
Identifikasi stakeholder dilakukan dengan menggunakan analisis
stakeholder sehingga akan diperoleh stakeholder kunci dan juga local
champion yang akan terlibat dalam Forum Stakeholder. Local champion
sangat diperlukan agar forum stakeholder tersebut dapat berjalan dengan
baik.
Setelah diketahui stakeholder kunci yang terlibat dalam PELD, Bappeda
setempat menginisiasi pembentukan Forum Stakeholder.
Forum stakeholder PELD sebaiknya sebagian besar berasal dari dunia usaha
dan sisanya berasal dari pemerintahan daerah (eksekutif dan legislatif),
akademisi dan LSM.
Perlu pendampingan dalam proses pembentukan maupun penguatan Forum
Stakeholder.
23. PERAN FPERD
Providing inputs for policy formulation on economic and
resource development to strengthen the economy
Coordinating institution/organization at provincial level and
FEDEP at Districts/Municipalities;
Facilitating the development of SMEs through cluster
(Industrial, Agricultural, and Tourism Cluster);
Facilitate the development of BDS, in order to assist the
SMEs);
Facilitate the development of a conducive business climate;
Facilitate FEDEP at District/municipality in the context of
information networks and collaboration with stakeholders
from within and outside the country;
24. PERAN FEDEP
Memberikan saran kepada pemerintah daerah (khususnya Bupati)
tentang hal-hal sebagai berikut:
Penguatan UMKM
Penguatan klaster
Penguatan dunia usaha untuk meningkatkan jejaring usaha dengan mitra
di dalam dan luar negeri.
Optimalisasi pelayanan pemerintah daerah kepada dunia usaha
Meningkatkan usaha untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Memperbaiki kinerja sektor publik
Meningkatkan pemasaran ke daerah/negara yang potensial
Mempromosikan kerjasama antar stakeholders, termasuk
pemerintah daerah, dunia usaha, akademisi dan lainnya.
Mengembangkan sistem melalui penguatan kapasitas
Melaksanakan MONEV program FEDEP.
25. Pembelajaran dari FEDEP Jawa Tengah
Best practices
Internal and external FEDEP networking was developed
gradually. 50% FEDEP have networks on regional level, 50% on
national, only a few at international level.
Programs synchronization between Local Government agencies
related to clusters development have generated a better
coordination on their role on distribution in district level.
Numerous policies were formulated although only a few which
took into account the promotion of local resource utilization.
FEDEP activities have been encouraged by FERD through annual
Provincial budget which were allocated for every district, and
technical assistance opportunity which developed by provincial
coordination with donor institutions and national institutions
such as Ministry of National Development Planning.
26. Lesson learned (Contd.)
Bad practices:
FEDEP has not been widely recognized as LED forum in district level
stakeholders, although it is popular enough on many LED actors in regional
and national level. Many FEDEP promotions through leaflets, posters and
banners have been done in their exhibitions which take place outside their
district.
Many FEDEP’s activities are voluntary dominated by local championship.
Most of local championship comes from the local government agencies. So,
any duty rotation which naturally happened as a consequence of District
HRD decisions would become a serious setback on FEDEP capability.
FEDEP still facing problems on updating information and developing
accessible data/information related to district LED activities due to limited
documentation and lack of internal monitoring/evaluation.
Many LED program related to governance development are not
implemented based on the need priority of FEDEP capacity building road
map. Most of them are implemented as project oriented due to government
program/project.
Political system transformation due to changes of Local Mayor/Regent give
significant influence in local policy on mainstreaming LED or vice versa.
28. ANALISIS KOMODITI UNGGULAN DAN KAWASAN
Analisis komoditi unggulan dengan Location Quotient (LQ) atau Revealed
Comparative Advantage (RCA).
Mempertimbangkan potensi sumber daya yang ada.
Berorientasi kepada permintaan jangka pendek dan jangka panjang.
Bukan hanya untuk pasar lokal, regional, tetapi juga untuk pasar
internasional.
Komoditi unggulan yang dipilih harus diintegrasikan dengan sektor lainnya.
Pengembangan komoditi unggulan di Kota Depok jangan hanya satu
komoditi saja (single commodity development), namun harus diintegrasikan
dengan sektor lainnya misalnya minawisata.
Untuk mengetahui kondisi komoditi unggulan dari hulu ke hilir
menggunakan Analisis Value Chain (VCA).
Untuk mengetahui kondisi PELD dan faktor pengungkit digunakan Analisis
RALED (Rapid Assessment Techniques for Local Economic Development).
Analisis Pengembangan Wilayah dengan menggunakan analisis Sosiogram,
Skalogram dan Sistem Informasi Geografi (SIG)
29. DASAR PENYUSUNAN RENCANA DAN
ANGGARAN
Tahap ini meliputi kegiatan penyusunan Rencana Induk
(Master Plan) dan rencana aksi PEL di aras
kabupaten/kota dan pengintegrasian rencana tersebut ke
dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah.
Dasar penyusunan rencana dan anggaran berdasarkan
hasil analisis VCA dan Analisis RALED
Rencana yang akan disusun meliputi: (1) Rencana Induk,
dan (2) Rencana Aksi berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan dan RTRW Kabupaten serta RPJMD dan Renstra
SKPD. Penyusunan rencana dilakukan secara partisipatif.
Pengintegrasian rencana ke dalam dokumen perencanaan
dan penganggaran daerah, agar pengembangan ekonomi
lokal memndapatkan dukungan anggaran dari seluruh
SKPD terkait.
30. BAGAIMANA AGAR PROGRAM DIDANAI OLEH
STAKEHOLDER LAINNYA?
Pada waktu menyusun rencana induk dan khususnya rencana tindak dan
rencana anggaran perlu dibuat program financial matrix.
Dalam program financial matrix ini sudah dijelaskan tentang program dan
kegiatan, volume dan lokasi kegiatan, biaya/anggaran kegiatan dan
penanggungjawab kegiatan, baik dari pemerintah daerah, pemerintah
provinsi, kementerian/lembaga, donor maupun masyarakat madani.
Program financial matrix inilah yang akan dijual kepada stakeholder
tersebut. Dalam penyusunan program financial matriks harus
mengundang seluruh stakeholder kunci tersebut, dan yang diundang
adalah orang yang mempunyai otoritas dalam alokasi anggaran organisasi
yang diwakilinya.
Dalam program financial matrix yang dimuat bukan hanya sekadar rencana
dan anggarannya tetapi sudah merupakan komitmen dari organisasi
tersebut.
Setiap kegiatan dibuat TOR singkat, dan kemudian dipromosikan kepada
organisasi/lembaga yang tercantum dalam program financial matrix.
Diperlukan peran aktif dari seluruh organisasi pemerintahan yang ada
untuk ‘menjemput bola’ kepada organisasi-organisasi tersebut. Kepada
SKPD yang memperoleh dana dari stakeholder pemberi dana, diberikan
insentif seperti di Pemerintah Provinsi Gorontalo.
31. SKEMA PROGRAM FINANCIAL MATRIX
PEMDA KAB
KEMENTERIAN/
LEMBAGA
Program
Financial Matrix
Donors
BUMN
DUNIA
USAHA
Kontraktor Kelompok
Sasaran
PEMERINTAH
PROVINSI
BAPPEDA
SKPD
lainnya
33. SUBSTANSI YANG SEYOGYANYA ADA DALAM
RENCANA INDUK
Mengubah mind set masyarakat
Pengembangan produk unggulan berbasis klaster
Pengembangan dan peningkatan produktifitas produk dari
hulu ke hilir (produksi, pasca panen, industri pengolahan,
pemasaran) dan sektor pendukungnya.
Pengembangan inovasi sains dan teknologi Pengintegrasian
produk komoditi unggulan dengan sektor lainnya (misalnya
dengan sektor wisata)
Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur.
Peningkatan kapasitas sumber daya manusia
Penguatan kapasitas kelembagaan: KUB, Koperasi, Forum
Stakeholder dan kerjasama antar daerah
Penguatan branding, baik product branding maupun region
branding.
Pendampingan baik di tingkat pemerintah daerah maupun di
aras masyarakat.
Kerjasama antar pemerintah daerah, kerjasama antara
pemerintah daerah denga dunia usaha dan pemerintah daerah
dengan donor.
34. MONITORING DAN EVALUASI
Penyusunan SOP Monev dan Indikator Kinerjanya
Monitoring dan evaluasi (Monev) dilakukan secara
berkala. Monitoring dilakukan sekurang-
kurangnya 3 bulan sekali, sedangkan evaluasi
dilakukan pada akhir tahun.
Monev dilakukan secara partisipatif dengan
melibatkan stakeholder kunci.
Tindak lanjut dari monev amat penting sebagai
bagian perbaikan pelaksanaan pada masa
mendatang.
35. ARAH BARU PEL (Porter, 2014)
Fokus pada daya saing;
Berbasis klaster;
Membangun berdasarkan kekuatan dan potensi
yang ada;
Mengembangkan strategi pembangunan wilayah
secara kesuluruhan;
Menyusun prioritas dan urutan strategi
pembangunan; dan
Pembangunan berbasis data dan pengetahuan,
tidak politis atau berdasarkan angan-angan.
36. KLASTER
Klaster adalah konsentrasi geografis dari perusahaan
yang saling berhubungan, pemasok, penyedia layanan,
dan lembaga-lembaga yang terkait dalam bidang tertentu
yang ada di suatu negara atau wilayah dalam suatu rantai
nilai vertikal dan horisontal.
Klaster muncul karena mereka berusaha meningkatkan
produktivitas sehingga perusahaan dapat bersaing.
Pengembangan dan peningkatan klaster merupakan
agenda penting bagi pemerintah, perusahaan, dan
lembaga lainnya.
Kata kuncinya adalah: DAYA SAING
37. DEFINISI KLASTER MENURUT BERBAGAI AHLI
Enright (1992) mendefinisikan klaster sebagai perusahaan-perusahaan
yang sejenis/sama atau yang saling berkaitan, berkumpul dalam suatu
batasan geografis tertentu.
Cooke dan Huggins (2002) mendefinisikan klaster sebagai ekumpulan
perusahaan yang secara geografis berdekatan dan mempunyai hubungan
secara vertikal dan horizontal perusahaan dalam hubungan yang melibatkan
perusahaan lokal yang mendukung infrastruktur yang memiliki visi
perkembangan bersama untuk pertumbuhan bisnis, berdasarkan kompetisi
dan kerjasama di bidang pasar tertentu"
Menurut Gault (2002) mendefinisikan klaster sebagai kelompok lembaga
swasta dan publik yang terkait untuk tujuan bersama.
United Nations Industrial Development Organizations- UNIDO (2001)
mendefinisikan klaster sebagai konsentrasi perusahaan secara sektoral dan
geografis yang memproduksi dan menjual berbagai produk terkait atau
saling melengkapi dan menghadapi tantangan dan peluang yang sama.
38. DEFINISI KLASTER MENURUT BERBAGAI AHLI
Andersson (2004) mendefinisikan klaster sebagai proses perusahaan dan
aktor-aktor lain yang saling bekerja sama di dalam konsentrasi area
geografis, bekerja sama dalam fungsional tertentu dan membangun
hubungan serta aliansi yang bekerja untuk meningkatkan daya saing kolektif
mereka.”
Kementerian Perindustrian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 2008 mendefinisikan klaster sebagai sekelompok industri inti yang
terkonsentrasi secara regional maupun global yang saling berhubungan atau
berinteraksi sosial secara dinamis, baik dengan industri terkait, industri
pendukung maupun jasa penunjang, infrastruktur ekonomi dan lembaga
terkait dalam meningkatkan efisiensi, menciptakan aset secara kolektif dan
mendorong terciptanya inovasi sehingga tercipta keunggulan kompetitif.
Simmie dan Sennett (1999) mendefinisikan cluster inovatif sebagai
sejumlah besar perusahaan industri dan/atau jasa yang saling berhubungan
yang memiliki tingkat kolaborasi tinggi, biasanya melalui rantai pasokan,
dan beroperasi di bawah kondisi pasar yang sama.
39. DEFINISI KLASTER MENURUT BERBAGAI AHLI
o Roelandt dan den Hertag (1999) menyatakan
bahwa klaster dapat dicirikan sebagai jaringan
produsen perusahaan yang sangat saling
bergantung (termasuk pemasok khusus) yang
saling terkait dalam rantai produksi yang
menambah nilai.
o Klaster adalah sekumpulan usaha atas produk
barang/jasa tertentu dalam suatu wilayah, yang
membentuk kerjasama dengan usaha pendukung
dan usaha terkait untuk menciptakan efisiensi
kolektif berdasarkan kearifan lokal guna mencapai
kesejahteraan masyarakat.
40. ILUSTRASI KLASTER DAN KETERKAITANNYA
KUB
BUMDES/
BUMDESMA
KUD
KUB
OPD YANG
BERKAITAN DENGAN
KOMODITAS
UNGGULAN
OPD Lainnya
K/L
NGO
PT/LP
IoT
KLASTER
41. KEUNTUNGAN KLASTER BAGI KAB/KOTA
Peningkatan produktivitas (melalui input khusus, akses terhadap
informasi, sinergi, dan akses terhadap barang publik).
Inovasi yang lebih cepat (melalui penelitian kooperatif dan
persaingan dalam klaster). Tidak ada yang memicu inovasi
produktif yang lebih baik daripada persaingan di lokasi yang
berdekatan - apakah inovasi teknologi, seperti yang terlihat di
klaster teknologi informasi di Bangalore atau Korea, atau inovasi
kreatif, seperti dalam kelompok desain mode di New York dan
Paris.
Pembentukan bisnis baru (mengisi ceruk dan memperluas batas
klaster). Dalam kelompok, bisnis baru terbentuk sebagai
konsekuensi persaingan, permintaan akan layanan, dan daya tarik
investor; Dinamika ini pada gilirannya memacu inovasi.
42. DAMPAK POSITIF ADANYA KLASTER
Akses infrastruktur dan sumber daya manusia yang lebih baik dan lebih efisien,
termasuk modal. Perusahaan dengan mudah memperoleh akses terhadap pemasok,
informasi, teknologi, lembaga pembiayaan, dan institusi pendidikan tinggi.
Pengurangan biaya. Biaya transaksi turun karena lokasi yang berdekatan, termasuk
lokasi layanan publik. Kedekatan menawarkan keuntungan penting bagi sektor
pertanian di negara-negara berkembang, khususnya untuk UKM. Seringkali
perusahaan dapat memperoleh produk dan layanan dari perusahaan lainnya yang
ada di dalam klaster dan melupakan untuk mengembangkan atau memproduksi
produk atau layanan sendiri karena biaya yang besar. Biaya juga dikurangi melalui
peningkatan skala usaha ekonomi, seperti dalam kasus pemasaran bersama dan
pembelian massal. Biaya yang berkaitan dengan perekrutan karyawan berbakat juga
berkurang, asalkan bakat tersedia di klaster.
Akses terhadap informasi dan layanan. Berada di dalam sebuah cluster memberi para
anggota akses ke pasar yang luas, dan informasi kompetitif.
Menarik investasi asing. Jika klaster merupakan pusat utama kegiatan ekonomi, maka
akan menarik semua pemain kunci dari dalam dan luar negeri.
Pengakuan dan pemasaran yang lebih baik. Bagi usaha kecil dan perusahaan yang
sedang berkembang, berlokasi dan dekat dengan pesaing dan kegiatan ekonomi
terkait dapat membantu mereka tumbuh, mendapatkan pengakuan, dan mencapai
status lebih cepat di pasar.
43. MANFAAT KLASTER
Membantu produsen kecil mencapai skala
ekonomi
Melakukan kegiatan bersama
Meningkatkan kapasitas produsen melalui
transfer pengetahuan dan ketrampilan serta
menarik tenaga kerja untuk masuk kedalam
klaster
Meningkatkan posisi tawar, melalui kelompok
pelobi yang progresif
Menciptakan lingkungan yang kreatif untuk
mendorong tumbuhnya inovasi dan kerjasama
Memperluas jaringan dan meningkatkan akses
terhadap sumber informasi
44. MANFAAT KLASTER UNTUK UKM
Lokalisasi ekonomi. Melalui klaster, dengan memanfaatkan kedekatan lokasi,
UMKM yang menggunakan input (informasi, teknologi atau layanan jasa) yang
sama dapat menekan biaya perolehan dalam penggunaan jasa tersebut. Misalnya
pendirian pusat pelatihan di klaster akan memudahkan akses UMKM pelaku
klaster tersebut.
Pemusatan tenaga kerja. Klaster akan menarik tenaga kerja dengan berbagai
keahlian yang dibutuhkan klaster tersebut, sehingga memudahkan UMKM
pelaku klaster untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerjanya dan mengurangi
biaya pencarian tenaga kerja.
Akses pada pertukaran informasi dan patokan kinerja. UMKM yang tergabung
dalam klaster dapat dengan mudah memonitor dan bertukar informasi
mengenai kinerja supplier dan nasabah potensial. Dorongan untuk inovasi dan
teknologi akan berdampak pada peningkatan produktivitas dan perbaikan
produk.
Produk komplemen. Karena kedekatan lokasi, produk dari satu pelaku klaster
dapat memiliki dampak penting bagi aktivitas usaha UMKM yang lain.
Disamping itu kegiatan usaha yang saling melengkapi ini dapat bergabung
dalam pemasaran bersama.
45. PROSES PENGEMBANGAN KLASTER
Sosialisasi pengembangan klaster kepada stakeholder kunci
Identifikasi komoditas unggulan
Melakukan survei lapangan untuk memvalidasi dan
mengumpulkan data untuk mengidentifikasi ketersediaan
bahan mendtah dan keterkaitannya dengan usaha lainnya.
Mencari local champion
Mengevaluasi komoditas unggulan
Menetapkan komoditi unggulan bahwa komoditi tersebut dan
komoditi lainnya yang terkait dapat dikembangkan melalui
klaster atau jaringan klaster.
Menetapkan manajemen klaster
Menetapkan AD/ART klaster
Menyusun rencana bisnis klaster
Implementasi pengembangan klaster
47. TAHAP PERKEMBANGAN KLASTER
Klaster Embrio adalah klaster pada tahap awal
pertumbuhan.
Klaster Mapan adalah klaster yang dianggap memiliki
ruang untuk pertumbuhan lebih lanjut.
Klaster Matang yaitu klaster yang stabil atau akan
mengalami pertumbuhan lebih lanjut.
Klaster Menurun adalah klaster yang telah mencapai
puncaknya kemudian menurun. Klaster pada tahap ini
kadang-kadang mampu menemukan kembali dirinya
sendiri dan memasuki siklus lagi.
51. KLASTER WINE DI KALIFORNIA
Educational, Research, & Trade
Organizations (e.g. Wine Institute,
UC Davis, Culinary Institutes)
Growers/Vineyards
Sources: California Wine Institute, Internet search, California State Legislature. Based on research by MBA
1997 students R. Alexander, R. Arney, N. Black, E. Frost, and A. Shivananda.
Wineries/Processing
Facilities
Grapestock
Fertilizer, Pesticides,
Herbicides
Grape Harvesting
Equipment
Irrigation Technology
Winemaking Equipment
Barrels
Labels
Bottles
Caps and Corks
Public Relations and
Advertising
Specialized Publications
(e.g., Wine Spectator, Trade
Journal)
Food Cluster
Tourism ClusterCalifornia
Agricultural Cluster
State Government Agencies
(e.g., Select Committee on Wine
Production and Economy)
52. KASUS PENGEMBANGAN KLASTER BOROBUDUR
Tilik Ndeso
Hotel
Restauran
Pertanian
Wisata lainnya
Gerabah
Toko Sovenir
Penampilan
Kesenian
54. KARAKTERISTIK UMUM KLASTER
Klaster dikelola oleh pengusaha dan dibantu oleh apparat
pemerintah. Manajemen klaster pembentukan dapat dinisiasi
oleh pelaku usaha sendiri maupun difasilitasi oleh
pemerintah. Pembentukan klaster perlu difasilitasi oleh
pemerintah, mengingat masyarakat masih belum memahami
tentang pentingnya klaster dalam peningkatan daya saing
wilayah perdesaan.
Dasar klaster adalah kerja sama dan persaingan;
Hubungan yang bersifat tetap antara perusahaan dan lembaga
administrasi publik;
Setiap anggota klaster memiliki kepentingan yang sama;
Anggota klaster memiliki kesamaan teknologi, pelanggan,
saluran distribusi atau pasar tenaga kerja dan modal manusia.
55. PERAN FEDEP DALAM PENGUATAN FORUM
KLASTER
Kelembagaan dan pemberdayaan klaster :
Fasilitasi pertemuan-pertemuan Forum Klaster sampai mandiri
Fasilitasi pembentukan AD-ART Klaster
Fasilitasi pembiayaan untuk BDS / fasilitator klaster
Fasilitasi kegiatan-kegiatan dalam rangka membangun modal sosial dalam masyarakat
Penguatan kualitas produksi
Melalui dialog FEDEP fasilitasi teknologi dan inovasi baik dalam rangka peningkatan kualitas produk
Memperkenalkan lembaga-lembaga teknologi dan inovasi (termasuk universitas) agar masuk ke klaster
Memfasilitasi perbaikan teknologi dalam rangka peningkatan kualitas produksi dan akses pasar baru
Peningkatan Akses pasar :
Memfasilitasi informasi berkaitan dengan kondisi pasar
Memfasilitasi jejaring kegiatan dalam rangka mendapatkan pasar baru
Memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan promosi, seperti temu usaha dan pameran
Dukungan lembaga ekternal :
Menghubungkan rantai nilai dari pemasok sampai dengan perusahaan besar/ kosumen akhir
Menyusun strategi peluang-peluang usaha baru di klaster dalam rangka penciptaan lapangan
kerja dan added value
Mempromosikan peluang usaha baru tersebut kepada calon investor
Memfasilitasi tumbuhnya usaha-usaha baru di klaster
56. KONSEP REGION BRANDING
Konsep tentang branding secara tradisional
diasosiasikan dengan korporasi dan produk dan jasa
yang diproduksinya dengan konsumen atau pasar B
to B. Tetapi sekarang konsep tersebut juga
digunakan untuk membentuk citra suatu
negara/wilayah.
Merk adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau disain
atau kombinasi dari yang telah disebutkan dari
barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual atau
grup penjual.
57. PERBANDINGAN MEREK DAERAH DAN BARANG
URAIAN MEREK DAERAH MEREK BARANG
Penawaran Tidak ada yang ditawarkan Produk atau layanan yang
ditawarkan
Atribut Terlalu rumit untuk didefinisikan
secara sederhana
Dapat didefinisikan dengan
jelas
Manfaat Murni emosional Fungsional dan emosional
Citra Rumit, beragam, samar Sederhana, jelas
Asosiasi Sekunder, banyak dan beragam Primer dan sekunder, relative
lebih sedikit, dan lebih
spesifik
Tujuan Meningkatkan reputasi bangsa Untuk membantu penjualan
dan mengembangkan
hubungan
Dimensi Politik, ekonomi, sosial dan
budaya
Terutama ekonomi
Kepemilikan Beberapa stakeholder, tidak jelas Pemilik tunggal
Audiens Internasional, beragam, 'Orang
penting lainnya'
Segmen yang ditargetkan
58. APAKAH REGION BRANDING MENJADI
MASALAH?
Pantai Gading adalah negara yang menguasai pangsa
pasar dunia untuk biji kopi (nomor 3) dan kakao
(nomor 1).
Kolombia hanya memiliki pangsa pasar kopi dunia
yang kecil, tetapi harganya premium, sedangkan harga
kopi dari Pantai Gading, harganya rendah, karena
kualitasnya rendah. Tanpa merek yang kuat, kopi dari
Pantai Gading dibawah tekanan pasar yang akan
mengakibatkan rendahnya penerimaan dan
mengakibatkan kurangnya penyerapan investasi dan
tenaga kerja. Sedangkan untuk Kolombia, dengan
tingginya penerimaan, akan meningkatkan investasi
dan penyerapan kerja.
59. PENTINGNYA REGION BRANDING
Menurut Kotler dan Gertner, branding mempunyai 2
tujuan, yaitu sebagai alat utama untuk membedakan
produk dan sebagai janji untuk suatu nilai.
Merek bisa memiliki nilai sosial dan emosional kepada
pengguna seperti meningkatkan utilitas yang dirasakan
dan keinginan dari suatu produk.
Asumsi mendasar branding negara adalah bahwa nama
negara sebagai suatu merek dan sebagai hasilnya,
mencerminkan citra negara itu. Sebuah merek negara
memiliki kekuatan untuk diterjemahkan ke dalam
persepsi yang lebih baik dari negara, meningkatkan
ekspor, pariwisata dan investasi asing.
61. MEMBANGUN REGION BRANDING
Pemasalahan: Globalisasi menyebabkan produk
barang dan jasa yang ditawarkan relatif sama dalam
desain, kualitas, harga dsb. Oleh karena itu perlu
sesuatu yang unik dan berbeda.
Definisi National/Region Branding: Establishment of
an image (internally and externally) for a
country/local based on positive and relevant values
and perceptions
Pelaku utama: Pembuat Strategi dan Dunia Usaha
Kenapa Region Branding? Pada negara yang luas
seperti Indonesia, daerah tidak perlu tergantung
dengan kondisi nasional.
62.
63. Proses Pembentukan Nation/Region Branding
Mengkaji Citra/Persepsi Kiwari
Membentuk Kelompok Kerja
Mengidentifikasi Daya Saing Wilayah
Mengidentifikasi Kelompok Sasaran
Menentukan Pesan Utama dan Identitas Bangsa/Wilayah
Mengkaji Kesiapan
Mengukur Kemajuan
64. Mengkaji Citra/Persepsi Kiwari
Pemerintah memulai proses pembangunan nation/region
branding dengan mengkaji tentang citra bangsa/wilayah saat
ini dalam rangka memperkuat persepsi positif negara/wilayah
tersebut dan menyarong persepsi negatif.
Sebagai contoh Indonesia perlu memperkuat citra sebagai
negara yang kaya akan sumber daya alam, sangat indah dan
eksotis, tenaga kerja yang melimpah dan murah, sambil
menyaring persepsi negatif sebagai negara sarang teroris,
pemalas, negara babu, dlsb.
Simon Anholt mengusulkan bahwa citra negara/wilayah
didasarkan kepada bagaimana negara/wilayah tersebut dikenal
selama ini, siapa yang mengetahuinya, dan dengan cara apa
diketahuinya.
65. Membentuk Kelompok Kerja
Proses membangun nation/region branding
merupakan kemitraan antara publik-swasta dan
melibatkan seluruh stakeholder kunci, dengan
pemain utama adalah pemerintah. Stakeholder lain
seperti media, pendidik, atlet, budayawan diajak
dalam kelompok kerja ini.
Hal yang paling utama dalam proses membangun
branding ini melibatkan kepala daerah dan anggota
legislatif.
Proses membangun nation/region branding adalah
proses inklusif bukan eksklusif, tapi kelompok kerja
ini harus efektif dan efisien.
66. Mengidentifikasi Daya Saing Wilayah
Natural Endowement: sumber daya alam, lokasi wilayah,
sejarah wilayah, obyek wisata, mentalitas manusianya
(pekerja keras, bervisi ke depan, masyarakat yang santun dan
sopan, damai dlsb)
Aquired Endowment: barang publik, kualitas infrastrukur,
tingkat melek huruf, ketrampilan masyarakat, penguasaan
bahasa asing, hukum, kesehatan, pendidikan, perbankan dlsb.
Mitigasi Resiko: posisi di tingkat internasional, risiko politik,
perjanjian internasional yang menguntungkan, sejarah kredit
dan asuransi yang tersedia untuk investor dan eksportir.
Kondisi ekonomi: tingkat pertumbuhan ekonomi , kebijakan
ekonomi , stabilitas moneter , akses terhadap kredit dan
peluang pasar internasional.
67. Mengidentifikasi Kelompok Sasaran
Menidentikasi kelompok sasaran dari region branding
adalah salat satu hal yang penting.
Anholt menyatakan bahwa mengidentifikasi kelompok
sasaran harus sejajar dengan tujuan dari region
branding seperti: mitra dagang, pasar ekspor, sekutu
politik , mitra budaya , mahasiswa dan pelaku bisnis.
Namun, penting juga diperhatikan bahwa kelompok
sasaran lokal (target internal) dimasukkan dalam
upaya region, karena mereka kemudian akan menjadi
brand ambassador wilayah tersebut, misalnya dalam
interaksi mereka dengan turis, investor dan
pengunjung lainnya.
68. Menentukan Pesan Inti dan Membangun
Brand Identity
Suatu bangsa/wilayah tidak bisa menjadi segalanya bagi semua orang di dunia dan
dengan demikian harus mengembangkan pesan khusus ditargetkan pada kelompok
sasaran tertentu.
Pesan inti harus jelas, konsisten dan kredibel
Pesan harus sejalan dengan identitas nasional/wilayah dan harus bermuatan ajakan yang
unik dan berkaitan dengan keunggulan kompetitif bangsa atau wilayah tersebut.
Pesan inti juga harus sejalan dengan aspirasi masyarakat setempat.
Setiap nation/region branding harus memiliki pesan yang jelas dan identitas yang
berbeda.
Identitas bangsa/wilayah merupakan sesuatu hal yang dirasakan oleh kelompok sasaran
tentang bangsa/wilayah tersebut.
Suatu negara/wilayah dapat menggunakan sejarah, budaya, pengembangan teknologinya
atau tonggak penting lainnya untuk mengukir identitas unik untuk dirinya sendiri.
Contoh: Mesir dengan Piramidanya, Jepang dengan mobil kompak dan produk
elektroniknya, Jawa Tengah/Yogyakarta dengan Borobudurnya dlsb.
Namun, negara dapat memiliki banyak identitas dan ini menimbulkan tantangan besar
nation branding karena fakta bahwa banyak identitas dapat menciptakan kebingungan
dalam kelompok sasaran, misalnya, Amerika Serikat mempromosikan identitas dari
demokrasi yang stabil yang mempromosikan perdamaian dan harmoni tapi juga ingin
diidentifikasi sebagai negara adidaya dalam hal kecakapan ekonomi dan militer.
69. Menilai Kesiapan untuk Proses
Nation/Region Branding
Nation/region branding adalah proses yang mahal dan memakan
waktu dan memerlukan visi bangsa yang strategis dan
perencanaan jangka panjang rinci.
Program branding pada umumnya memakan waktu antara lima
dan dua puluh tahun sampai berhasil. Hal ini juga penting bagi
otoritas nation/region branding untuk memastikan buy-in dari
semua sektor ekonomi dan masyarakat umum di negara/wilayah
tersebut dalam rangka untuk menggalang dukungan yang
maksimal.
Otoritas nation/region branding harus memastikan bahwa
sumber daya yang memadai harus disediekan untuk
melaksanakan dan mengelola kampanye nation/region branding.
70. Memantau dan Mengevaluasi Proses
Nation/Region Branding
Sama seperti proses apapun, setelah Anda mulai
menerapkan program nation/region branding , sangat
penting untuk memantau proses untuk memastikan bahwa
semuanya berjalan sesuai rencana.
Karena kompleksitas dan faktor-faktor lingkungan yang
selalu berubah , mungkin perlu untuk mengambil tindakan
korektif dalam bentuk penyesuaian program dan anggaran.
Monev nation/region branding misalnya dengan
menggunakan Octagonal Branding untuk nation branding
ataupun Hexagonal Branding untuk region branding.
71. Manfaat Merek (1)
Sebuah merek membedakan / memisahkan diri dari produk
pesaing (Ambler dan Styles 1995).
Sebuah merek menciptakan manfaat emosional bagi
pelanggan ( misalnya Srinivasan 1987).
Merek memfasilitasi pelanggan untuk pengambilan
keputusan (Jacoby dan Kyner 1973; Kapferer 1992),
mengurangi dan mengurangi risiko (Murphy 1998).
Sebuah merek melindungi organisasi pemasaran (Karakaya
dan Stahl 1989) dan membawa manfaat strategis jangka
panjang (Murphy 1998)
Sebuah merek memungkinkan hubungan dari tanggung
jawab kepada produsen ( Keller 1998).
72. Manfaat Merek (2)
Sebuah merek dapat mendukung inovasi dan menjadi '
thread utama ' (de Chernatony dan Dall'Olmo Riley 1999) .
Sebuah merek perusahaan yang kuat menghubungkan
personil dan mitra bisnis sehingga memungkinkan untuk
mengembangkan hubungan yang lebih kuat dan
memastikan investasi jangka panjang (Murphy 1998).
Merek meningkatkan efisiensi operasi pemasaran (
Demsetz 1973; Wernerfelt 1988) dan memperkuat proses
yang menciptakan nilai lebih keuangan ( Murphy 1998) .
Sebuah merek memberikan jaminan kualitas dan
perlindungan jika sesuatu tidak berjalan sebagaimana
mestinya (Besanko et al. 1996).
Sebuah merek meningkatkan turnover ( Broniarczyk dan
73. Manfaat Region Branding
Bagian Promosi Daerah
Memberikan fokus strategis yang lebih besar berdasarkan memenuhi
kebutuhan, keinginan dan keinginan khalayak kunci .
Memupuk pendekatan terpadu dan koperasi untuk membangun reputasi
kota dan menciptakan iklim usaha yang makmur dalam kota .
Menyediakan kerangka kerja pengambilan keputusan untuk membangun
sebuah identitas yang konsisten yang kuat untuk kota di pasar utama dan
menghindari pesan bertentangan dan berubah dan gambar .
Hasil dalam pengembalian yang lebih tinggi atas investasi ( ROI ) dari
investasi pemasaran .
Menangkap kekuatan dan kepribadian tempat dalam cara yang
memungkinkan semua pemangku kepentingan untuk menggunakan pesan
yang konsisten dan menarik yang serupa .
Menyediakan payung pemersatu untuk menciptakan produk dan
pengembangan bisnis peluang bisnis kota .
74. Manfaat untuk Kelompok Sasaran
Memberikan ketenangan pikiran dengan meningkatkan
kepercayaan dan mengurangi ketidakpastian dalam
perencanaan mereka.
Menetapkan perbedaan titik yang jelas, berharga, dan
berkelanjutan dalam benak pelanggan
Menghemat waktu dan usaha dalam memutuskan .
Mencerminkan sesuatu yang baik kepada pelanggan yang
berkaitan dengan wilayah tersebut.
Menyentuh kebutuhan dan keinginan mereka .
Memberikan nilai tambah dan manfaat yang dirasakan.
75. Manfaat untuk Masyarakat Secara Keseluruhan
Menciptakan fokus pemersatu untuk membantu semua masyarakat,
swasta, dan organisasi nir-laba yang bergantung pada reputasi dan
citra wilayah untuk semua atau bagian dari mata pencaharian mereka.
Menghasilkan peningkatan penghormatan dan pengakuan dikaitkan
dengan wilayah yang bersangkutan sebagai warga dan pengusaha.
Mengoreksi hal-hal yang tidak akurat atau persepsi yang tidak
seimbang.
Meningkatkan pendapatan stakeholder, margin keuntungan, dan pajak.
Meningkatkan kemampuan untuk menarik, merekrut, dan
mempertahankan orang-orang berbakat.
Meningkatkan kebanggaan warga dan advokasi .
Memperluas ukuran " kue " bagi para untuk mendapatkan bagian yang
lebih besar
76. 11 Mitos tentang Region Branding
1. Kami telah mempunyai logo
2. Dan kami telah memiliki tagline
3. Kami akan membuat brand kami siang ini
4. Lebih banyak riset lebih baik
5. Kami tidak perlu persetujuan para pengambil kebijakan
6. Kami tidak memerlukan konsultasi publik
7. Kami tidak mampu melakukannya
8. Kami dapat mengerjakannya sendiri
9. Contoh iklan merupakan cara terbaik memilih tim perencanaan
10. Branding hanya melibatkan bagian pemasaran
11. Hanya anggaran yang besar yang dapat membangun brand
77. 5 CARA UNTUK MEMBUAT REGION BRANDING SUKSES
Jadilah Berbeda dari Pesaing yang ada
Katakan yang Sebenarnya
Stakeholder agar bersemangat tentang apa yang terjadi
Menunjuk Duta Daerah
Duta daerah sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya untuk para klien
daerah tersebut
Duta daerah dapat menjalin networking
Duta daerah sebaiknya seseorang yang dikenal secara positif dan memiliki
kemauan ataupun kesamaan dengan daerah tsb.
Peluncuran Region Branding adalah awal bukan akhir
Peluncuran logo ataupun tag line bukanlah akhir re-branding daerah tetapi
merupakan awal kerja keras, agar merek daerah dapat dikenal.
Dalam pendekatan tradisional PELD region branding seringkali dilihat sebagai
pembuatan desain grafis dari logo dlsb, dan jarang dilihat sebagai cara
berperilaku atau cara untuk mencapai cita-cita dari daerah tersebut.
85. SOLO REGION BRANDING PROCESS
Situation
Analisis
Public Private Dialog
Input from marketing expert
FGD
Training
Task force stablishment
Positioning
Tagline competition
Limited bidding for logo design
The selection of an advertising agency
Capacity building and briefing for local agencies
Creative activity
Assessment by the Jury
Tagline
Interview with multi actors
Responses from 85 stakeholders
Launching logo and tagline
First Draft
87. Lesson Learned from Solo Region Branding
Meningkatnya pengunjung dan wisatawan
Meningkatkan nilai penjualan (khususnya batik)
Belum adanya regulasi tentang kerjasama antara daerah
(pada saat itu) dalam kaitannya dengan region brand
menyebabkan pengembangan region brand tidak berjalan
sebagaimana mestinya.
Kurangnya komitmen dari walikota/bupati, menyebabkan
tidak adanya anggaran
Secara keseluruhan, program region branding di Solo raya
tidak berjalan dengan baik, apalagi setelah walikota Solo
menjadi Gubernur DKI dan kemudian presiden, sehingga
Solo Raya kehilangan local champion-nya.
88. ‘The future is already here — it’s just not evenly
distributed”
William Gibson, The Economist, 2003
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL
DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0
89. Era revolusi industri 4.0 dan Society 5.0
Saat ini kita memasuki Era Disrupsi atau Era Gangguan menuju Era
Keberlimpahan, akibat adanya pertumbuhan teknologi secara eksponensial, yang
disebut juga 6 Ds:
Digitalization, suatu teknologi bertumbuh secara eksponensial (deret ukur)
apabila menjadi digital
Deception, teknologi seolah-olah bertumbuh pelan namun kemudian tumbuh
melejit. Contoh printer 3 D
Disruption (Gangguan): Teknologi kemudian berperan dalam menumbangkan
industri mapan. Contoh Gojek, Uber dan Grab.
Dematerialization: semua produk kehilangan wadah fisik untuk ditransfer di
“Cloud” alias awan digital tak bertepi.
Demonetization: Di dalam “awan digital” tempat menyimpan segala hal itu
hampir semua biaya jadi turun drastis. Buku, musik, film, ilmu, informasi,
komunikasi, dll tiba-tiba jadi membludak volumenya, dan makin lama makin
murah harganya
Democratization: Pada puncaknya, karena semua serba berkelimpahan dan
berbiaya minimal sekali, maka terjadilah era “Abundance” atau disebut “Free
Economy” dan “Sharing Economy”.
93. HARDWARE ORGWARE BRAINWARE SOFTWARE
KLASTER
KOMODITAS
UNGGULAN
KELEMBAGAAN/
MANAJEMEN
KLASTER ARAS
KOMUNITAS,
FORUM PEL DI
ARAS
KABUPATEN/
KOTA DLL
SARPRAS
TEKNOLOGI
KOMODITAS
UNGGULAN
INOVASI
KREATIVITAS
LITBANG
PENGETAHUAN
PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN
KLASTER DI ERA RI 4.0
Budiharsono, 2017
REVOLUSI INDUSTRI 4.0
95. PERLUNYA LOMPATAN RAKSASA
Apabila suatu wilayah mengikuti pola normal
perkembangan perekonomian seperti pengalaman
dunia dari pertanian industri (RI 1.0 RI 2.0
RI 3.0 RI 4.0) Jasa maka akan diperlukan
waktu yang lama, sehingga daerah-daerah di
Indonesia, apalagi daerah-daerah tertinggal.
Sehingga akan ada kesenjangan yang makin lebar
antara daerah2 di Indonesia dengan daerah2 di
negara maju.
Perlu ada lompatan besar agar daerah dapat
mengejar ketertinggalan dengan daerah maju di
negara maju dengan menggunakan teknologi
digital di era Revolusi Indonsia 4.0.
96. PEMBANGUNAN DAERAH MASA MENDATANG
KONDISI
DAERAH
KIWARI
Cross-cutting Issues
Daerah Maju
yang
Berdayasaing
tinggi berbasis
komoditas
unggulan dan
teknologi digital
Penurunan
Kemiskinan
Adaptasi
perubahan
iklim
Tata
kelola
Gender
main-
streaming
Teknologi Disruptiv
Revolusi Industri 4.0
Kelembagaan
98. CURRICULUM VITAE
1. Nama : Dr. Ir. Sugeng Budiharsono
2. Tempat/tgl lahir : Cirebon, 13 Juli 1960
3. Pendidikan/ short
courses
: Sarjana Pertanian, IPB, 1983
Doktor Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan,
IPB, 1995
Short course on Local Economic Development, ITC ILO, Turin,
Italia, 2009
Short course on Local Governance and Rural Development,
Wageningen University and Research, CDI, Netherlands, 2010
Short course on Market Access for Sustainable Development,
Wageningen University and Research, CDI, Netherlands, 2013
4. Pengalaman
Pekerjaan
: Gerson Lehrman Group Council Member
Dosen pasca sarjana Universitas Indonesia, 2006 – sekarang
dan Institut Pertanian Bogor, 2001 – sekarang
Chief Technical Advisor for Local Economic Development,
BAPPENAS, 2006-2014
Pengajar pada International short course on Local Economic
Development, Wageningen University and Research CDI The
Netherlands, di Johannesburg, South Africa.