SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 33
Downloaden Sie, um offline zu lesen
Pendekar Pe dang Sakt i
             (Bwee Hoa Kiam Hiap)
            Saduran : Liong Pei Yen
                    Judul Lain :
    Munculnya Seorang Pendekar : Tjan ID
             Ebook oleh : Dewi KZ
                Tiraikasih Website
  http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://cerita-silat.co.cc/ http://kang-zusi.info/
Jilid 05
   Dengan mengeluarkan suara "Oh”, Ie It Hui berkata
pada Lie Siauw Hiong : "Tak disangka kemarin malam
disebabkan wanita muda itu, Chit-biau-sin-kun telah turun
tangan sendiri !”
   Setelah berdiam diri sejurus lamanya, dia lalu berkata
lagi : "Rupanya Chit-biauw-sin-kun telah menerjunkan
dirinya kembali kedalam kalangan Kang-ouw. Hal yang tak
diduga-duga ini, menarik perhatianku kembali. Siauw-tee
setelah menyelesaikan perkara ini, segera akan kembali ke
Kong-tong, untuk memberitahukan hal ini pada guruku,
bahwa pertempuran seru yang akan berlangsung antara
Kim Ie dan Chit-biauw-sin-kun, tidak menjadi suatu
kegembiraan dihati Siauw-tee untuk menyaksikannya.”
   Dalam hatinya diam-diam Lie Siauw Hiong memaki
pada Ie It Hui, sambil berkata pada dirinya sendiri : "Kau
ingin melihat pertarunganku, yang kalau dibandingkan
denganmu, pasti akan lebih ramai.”
   Sambil menarik napas panjang lalu Beng Pek Kie berkata
: "Dikalangan Bu-lim beberapa puluh tahun belakangan ini,
suasananya sudah mulai tenang, dan disamping ketenangan
itu, aku berkeyakinan pada suatu hari pasti akan terbit suatu
peristiwa besar. Dugaanku ternyata tidak meleset barang
sedikitpun juga. Begitu pula kemarin dikalangan Kang-ouw
juga telah terbit satu perselisihan yang besar pula. Peristiwa
diantara kelima ahli waris belum lagi reda, atau sekarang
bertambah pula dengan Chit-biauw-sin-kun yang telah
menampakkan dirinya kembali dikalangan Kang-ouw,
ditambah lagi dengan Kim Ie !”
   Hwan Tie Seng dengan menunjukkan muka yang kesal
sekali lalu berkata : "Kekalutan didalam kalangan Kang-
ouw tak gampang diselesaikannya. Tahun yang lalu Hay-
thian-siang-sat sebagai pemimpin dari sembilan jago dari
Kwan Tiong, yaitu Thian-can dan Thian-hui kakak beradik,
menurut kabar angin mengatakan bahwa mereka sudah
ingin menjagoi didunia Kang-ouw. Kita yang membuka
Piauw Kiok dan hidup dari pekerjaan tersebut
sesungguhnya sangat berbahaya sekali. Bila demikian
kejadiannya, hal kita ini rasanya sukar dipertahankan
terlebih lama lagi.”
   Lie Siauw Hiong yang mendengar nama Hay-thian-
siang-sat, tidak terasa lagi badannya menjadi agak bergidik.
Syukur juga ketiga kawannya tengah memikirkan persoalan
mereka masing-masing, sehingga mereka tidak begitu
memperhatikan gerak-gerik kawan mereka ini.
   Dalam pada itu Lie Siauw Hiong dengan tiba-tiba
bertanya : "Hay-thian-siang-sat itu apakah sesungguhnya
ingin memasuki dunia Kang-ouw kembali ?”
   Dengan perasaan yang terheran-heran Hwan Tie Seng
lalu memandang kepadanya, kemudian barulah menjawab :
"Lie Heng terhadap tokoh-tokoh dalam kalangan persilatan,
kenapa saudara ingin mengetahuinya begitu mendalam ?
Syukur juga Lie Heng sendiri bukan seorang dari golongan
Kang-ouw, hingga meski peristiwa didalam kalangan Kang-
ouw bagaimana hebat sekalipun, pasti tidak akan
mengakibatkan diri Lie Heng tersangkut didalamnya.”
  Lie Siauw Hiong kemudian tertawa, dengan Hwan Tie
Seng sama sekali tidak menduga apakah arti tertawaan
kawannya ini.
  Setelah berselang pula tiga hari, begitu hari menjelang
malam, Ie It Hui lalu duduk dikamarnya untuk mengatur
pernapasannya.
  Lie Siauw Hiong yang melihatnya, tidak terasa lagi
dengan diam-diam mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu
dia berkata didalam hatinya : "Tidak heran nama Ie It Hui
ini begitu terkenal didunia Kang-ouw. Sekalipun dia bersifat
angkuh, tapi sewaktu menghadapi lawan-lawannya yang
tangguh, sedikitpun dia tidak gugup atau berlaku lengah.”
   Tidak sampai setengah jam kemudian, Ie It Hui telah
dapat mempersiapkan segala sesuatunya dengan sempurna,
yaitu menaruh dengan hati-hati dipunggungnya sebilah
pedang panjangnya. Sebelumnya dia telah mencoba-coba
terlebih dahulu, apakah pedangnya itu tidak menghambat
kelancaran gerakannya. Setelah merasakan segala
sesuatunya sudah beres, lalu dia berjalan keluar dari dalam
kamarnya.
   Sementara itu dibawah sinar bulan purnama Lie Siauw
Hiong berjalan mondar-mandir dipekarangan menantikan
kedatangan Ie It Hui. Sebelumnya Ie It Hui dari dalam
kamarnya melihat Lie Siauw Hiong berjalan mondar-
mandir dipekarangan, lalu dia bertanya : "Lie Heng
mengapa tidak siang-siang pergi beristirahat ? Kepergian
Siauw-tee sekali ini, meski apapun yang akan terjadi,
Siauw-tee harap Lie Heng jangan kuatir, hanya Lie Heng
disini supaya berlaku tenang-tenang saja.”
  Kemudian Lie Siauw Hiong berkata dalam hatinya :
"Orang ini ternyata simpatik juga tampaknya, dia mengira
aku kuatir akan sesuatu.”
   Begitu pikiran ini terlintas dikepalanya, dibelakang hari
Ie It Hui memperoleh tidak sedikit faedah dari
perbuatannya ini. Hal ini sedikitpun tidak pernah disangka-
sangka oleh Ie It Hui sendiri.
  Dengan tertawa Lie Siauw Hiong berkata : "Apakah Ie
Heng tidak mengetahui bahwa Siauw-tee sangat gemar
akan ilmu silat. Dimana saja ada keramaian tentang
persilatan, Siauw-tee tidak akan melewatkan kesempatan
untuk melihatnya.”
   Sambil menggoyang-goyangkan tangannya Ie It Hui lalu
berkata : "Lie Heng sekali-kali tidak boleh turut pergi, kau
harus menginsyafi sendiri, tenaga untuk mengikat ayampun
tidak Lie Heng milik. Kuharap Lie Heng jangan pergi
menyaksikan keramaian tersebut, karena Siauw-tee kuatir
sekali yang Siauw-tee tidak dapat menjaga keselamatan diri
Lie Heng. Siauw-tee kuatir, lawan-lawan Siauw-tee akan
melukai diri Lie Heng. Niat Lie Heng ini, tidak Siauw-tee
benarkan.”
   Lie Siauw Hiong lalu berkata pula : "Sekalipun Ie Heng
tidak mau mengajak Siauw-tee pergi, namun Siauw-tee
tetap pergi. Siauw-tee percaya bahwa lawan-lawan Ie Heng
tak akan mengganggu Siauw-tee, karena Siauw-tee tak
pernah bermusuhan dengan mereka.”
  Dengan menarik napas Ie It Hui lalu berkata lagi :
   "Karena Lie Heng mempunyai pendirian yang demikian
teguhnya untuk menyaksikan keramaian persilatan tersebut,
Siauw-tee pun tidak dapat menolaknya, hanya Siauw-tee
beritahukan pada Lie Heng, pada waktu Siauw-tee sedang
bertempur nanti dengan musuh, Siauw-tee minta dengan
sangat agar Lie Heng jangan sekali-kali campur tangan. Jadi
Lie Heng hanya saya izinkan menyaksikannya saja.”
  "Hal ini sudah tentu akan Siauw-tee perhatikan,” jawab
Lie Siauw Hiong.
   Sesudah itu Lie Siauw Hiong dan Ie It Hui lalu naik
kereta, mereka menuju kepantai dengan amat tergesa-gesa.
Sebelumnya Lie Siauw Hiong sudah menyediakan kapal
untuk dipakai menyeberang. Dari pantai sampai keseberang
sana memakan tempo satu jam.
Oey-ho-lauw letaknya persis disamping perhentian
pantai, ditanah lapang dibawah loteng itu, pada siang hari
banyak sekali kaum pedagang berkumpul disitu memperjual
belikan barang dagangannya, tapi pada saat tengah malam
tempat itu tampak kosong melompong, tak kelihatan
bayangan seorang manusiapun, maka dengan perasaan
yang penuh keheran-heranan Ie It Hui berkata : "Mengapa
murid-murid partai Bu-tong belum juga seorangpun jua
yang datang, rupanya mereka yang bersifat sombong ini,
bila ditantang tidak kelihatan batang hidungnya
seorangpun. Hal ini sangat memalukan kalangan Kang-ouw
benar.”
   "Bu-tong-pay sudah lama terkenal kedudukannya sebagai
pemimpin dari partai-partai lainnya di Tiong-goan, sudah
tentu mempunyai ciri-ciri yang luar biasa,” jawab Lie Siauw
Hiong sambil tersenyum sinis.
   Mendengar jawaban kawannya ini, Ie It Hui hanya dapat
mengeluarkan suara 'hmmm' saja, sedang didalam hatinya
rasa bencinya terhadap partai Bu-tong bertambah dalam
saja.
  Kedua orang ini merasa tidak sabaran menantikan
kedatangan lawannya. Tiba-tiba pada saat itu sekonyong-
konyong Lie Siauw Hiong, dari jarak yang begitu jauh
melihat bayangan tiga orang yang tengah berlari-lari kearah
mereka, hingga dengan tak disengaja dia, berkata sambil
menunjuk kearah bayangan orang itu :
  "Sudah datang, itu dia sudah datang !”
  Mendengar perkataan kawannya ini, segera Ie It Hui
memandang kearah yang dikatakan kawannya ini. Didalam
hati ia berpikir, mengapa dia sendiri sedikitpun belum
melihat kedatangan lawannya, sedangkan kawannya sudah
mengetahuinya? Dia merasa amat kagum akan ketajaman
mata Lie Siauw Hiong, karena ternyata lebih tajam
daripada matanya sendiri.
  Sebaliknya ketiga lawan mereka juga telah melihat
kedatangannya. Dari kejauhan tampak tubuh mereka
datang berkelebat dengan pesatnya.
   Sekalipun jarak antara mereka tidak terlampau jauh,
dalam waktu sekilas saja lawan mereka sudah tiba dekat
mereka. Ie It Hui melihat bahwa yang maju paling depan
adalah orang yang paling terkemuka sekali dari angkatan
muda partai Bu-tong, yaitu Sin-ho Ciam Peng dan orang
yang kedua adalah murid pertama dari partai Bu-tong, yaitu
Leng-hong-kiam-khek.
  Orang yang paling akhir ini adalah orang yang
menertibkan gara-gara atas perselisihan mereka itu, yaitu
Kin-biauw-kiu-kong-kiam Thio Tie Hoa.
   Dalam hatinya Ie It Hui berpikir : "Tak disangka hari ini
Ciam Peng dan Leng-hong-kiam-khek datang berbareng.
Menurut pendengarannya, kedua orang ini adalah murid-
murid terpandai dari partai Bu-tong, bila sampai kejadian
dia bertempur dengan mereka satu lawan satu, mungkin dia
masih dapat menandinginya, tapi bila mereka berdua maju
secara berbareng, maka kesudahannya sukar dapat
diramalkan.”
   Ie It Hui tak menduga kedatangan Leng-hong-kiam-khek
dan Sin-ho Ciam Peng sekali ini. Sebelum berangkat,
mereka sudah mengambil keputusan yang pasti sekali,
apapun akibatnya, mereka akan berdaya upaya melabrak Ie
It Hui habis-habisan.
   Pada beberapa tahun belakangan ini, sekalipun partai
Bu-tong masih tetap sebagai partai pemimpin dalam dunia
Kang-ouw, tapi menurut kenyataannya, setelah Li Gok
sebagai pemimpin dan ahli waris dari partai Kong-tong
dapat beruntun-runtun mengalahkan lawan-lawannya
dalam pertempuran dipuncak gunung Thay-san yang
semuanya terhitung ahli lwee-kang (ahli tenaga dalam) dan
merebut gelar 'Ahli pedang nomor satu sejagat', pengaruh
maupun kedudukannya dibeberapa tempat malah jauh
melampaui ketenaran dari partai Bu-tong tersebut.
   Memang perhubungan antara partai Bu-tong dan
Kongtong secara tidak disengaja telah terbit perselisihan
yang mendalam satu sama lain. Partai Kong-tong tidak
puas terhadap partai lawannya Bu-tong yang masih tetap
disebut-sebut sebagai pemimpin partai-partai dan
dikalangan dunia rimba hijau sebagai pemimpin umum,
begitu pula sebaliknya, partai Bu-tong tidak senang
pengaruh dan kedudukan partai Kong-tong, kian hari kian
meluas dan kedudukannya bertambah kuat, itulah sebabnya
antara kedua partai telah terbit perselisihan dan
permusuhan yang tambah hari tambah menghebat.
   Sebenarnya perhubungan antara kedua partai tersebut
sudah lama sekali berjalan baik, tapi pada akhir-akhir ini
telah timbul persengketaan yang berlarut-larut, disamping
itu perhubungan merekapun kini sudah amat retak sekali,
tapi belum terputus sama sekali.
   Didalam partai Bu-tong yang paling terkemuka adalah
Ciam Peng. Karena dia merasa dirinya sendiri yang paling
pandai, maka tabiatnyapun agak sombong, harus diakui
yang dia memang mempunyai bakat yang luar biasa sekali,
ditambah lagi dia sangat rajin belajar, sekalipun umurnya
belum lanjut benar, dia sudah mewarisi seluruh pelajaran
asli dari partai Bu-tong. Setiap saat dia berangan-angan
untuk membuat satu hal yang mengejutkan dunia Kang-
ouw. Dia ingin melakukan tindakan ini pertama disebabkan
: dia ingin mengangkat namanya sendiri agar menjadi
terkenal dikalangan rimba hijau; kedua : untuk membuat
nama partainya menjadi harum kembali dan diakui kembali
sebagai pemimpin diantara partai-partai.
   Disamping itu partai-partai seperti Tiam-cong, Go-bie,
Kun-lun juga mempunyai keahlian-keahlian tersendiri,
mereka inipun sedang berusaha pula untuk menjagoi
dikalangan rimba hijau untuk menjadi pemimpin umum,
mereka ini setiap saat bersiap-siap untuk menantikan
kesempatan baik, tapi sebegitu jauh kesempatan itu belum
juga kunjung datang. Bwee San Bin pada sepuluh tahun
belakangan ini namanya tidak pernah disinggung-singgung,
kedudukan yang sangat menguntungkan ini dikalangan
Kang-ouw, mana dapat membohonginya.
   Terhadap kelima pemimpin partai tersebut, San Bin
sangat benci sekali. Belakangan setelah ia berhasil mendidik
Lie Siauw Hiong sehingga menjagoi didunia Kang-ouw,
tentu saja dia sudah merencanakan untuk menebus kembali
sakit hati terhadap lawannya yang dilakukannya dipuncak
gunung Ngo-hoa-san, tapi dia sendiri menginsyafi, bila
hanya mengandalkan tenaga Lie Siauw Hiong seorang
untuk menghadapi kelima ahli waris dari dunia Kang-ouw,
tentu saja tidak mungkin, maka Bwee San Bin sudah
mengajarkan pada Lie Siauw Hiong bagaimana ia harus
menjalankan rencananya, yaitu membiarkan diantara
kelima ahli waris partai saling bunuh, kemudian barulah
merobohkan mereka satu persatu.
   Memang tabiat Bwee San Bin sangat aneh sekali, lebih-
lebih setelah tenaga dalamnya menjadi punah sama sekali,
barulah dia merencanakan tipu macam demikian. Sekiranya
dia tidak berbuat demikian, gelombang yang hebat pasti
akan terbit dalam kalangan Kang-ouw dan sudah tentu
banyak sekali yang akan menjadi korban, apa lagi Lie
Siauw Siong masih hijau sekali dalam pengalaman dan
ditambah lagi dia hanya seorang diri saja,          juga
pandangannya tentu saja masih belum begitu luas.
                     (Oo=dwkz=oO)


   Ie It Hui yang menampak kedatangan Leng-hong-kiam-
khek, Ciam Peng dan Thio Tie Hoa, hanya tertawa dingin
dan lalu berkata : "Aiya, tidak disangka, tidak diduga,
Siauw-tee yang dalam kalangan Kang ouw hanya seorang
yang biasa saja, telah menyebabkan serta menyibukkan
Leng-hang-kiam-khek dan Ciam Peng kedua pendekar besar
sampai membuang tempo kalian yang berharga untuk
menjumpai aku.”
   Ciam Peng tidak menunggu lagi Su-heng (kakak
seperguruannya) berkata, sebaliknya ia sudah mendahului
membuka mulut : "Nama Kong-tong Sam-coat-kiam telah
menggetarkan dunia persilatan, oleh karena itu, mana
mungkin kau mau memandang pada partai kami Bu-tong ?
Aku datang kemari setelah mendengar penuturan Su-teeku
(adik seperguruan), sekalipun kami mengetahui bahwa
kepandaian ilmu pedang kami sangat kacau balau dan tidak
berguna. Dari itu, sudah barang tentu bukan menjadi
tandingan dari ahli pedang partai Kong-tong. Hanya aku
orang she Ciam tanpa mengukur kekuatan dan
kepandaianku,     aku     bersedia    untuk   menerima
pengajaranmu.”
   Ie It Hui lalu memandang pada Thio Tie Hoa yang
berdiri disamping sambil tertawa dingin karena ia yakin
tentu dialah yang membusukkannya. Sifatnya sangat
angkuh, memang dia ingin sekali untuk menempur murid-
murid partai Bu-tong. Oleh karena itu, hal ini sungguh
kebetulan sekali baginya, lalu sambil tertawa dingin pula
iapun berkata : "Ciam Tay-hiap sungguh berlaku sangat
sungkan sekali. Aku yang tak pandai bercakap-cakap,
sungguh merasa sulit sekali, kata-kata apa yang sebaiknya
kuucapkan, maka dari itu, dengan sangat terpaksa aku
berbalik meminta pengajaranmu saja.”
   Hal itu berarti walaupun aku tidak dapat bercakap
sepandaimu, tapi kepandaianku belum tentu berada
disebelah bawah kemampuanmu. Leng-hong-kiam-khek
dan Sin-ho Ciam Peng yang sudah lama juga
bergelandangan dikalangan Kang-ouw, segera paham apa
maksud perkataan lawannya itu.
   Dengan tertawa dingin Leng-hong-kiam-khek lalu
berkata : "Ie Tay-hiap sungguh seorang yang arif bijaksana,
hingga segala perkataanmu cocok sekali dengan watakmu,
oleh karena itu, yang lebih baik dari ini aku kira tidak ada
lagi.” Sambil berkata begitu, matanya dilirikkannya kearah
Lie Siauw Hiong, dan setelah berdiam diri sejurus lamanya,
barulah dia berkata : "Tuan ini ..….”
   Ie It Hui segera berkata : "Tuan ini adalah seorang
kawanku yang bernama Lie Siauw Hiong, karena dia sudah
lama mengagumi nama baik dari partai Bu-tong,
teristimewa dalam ilmu pedangnya, maka dengan khusus
dia datang untuk menyaksikannya.”
  Thio Tie Hoa pun segera memotong perkataannya :
"Orang ini adalah yang tempo hari pernah ku-singgung
pada Su-heng yaitu Lie Heng.”
   Leng-hong-kiam-khek hanya mengeluarkan perkataan
'oh' saja, lalu dia memandang lagi pada Lie Siauw Hiong
sejenak, dan dengan tersenyum-senyum lalu dia
merangkapkan sepasang kepalannya memberi hormat pada
Lie Siauw Hiong. Lie Siauw Hiong pun dengan tertawa
sopan membalas hormatnya.
Ciam Peng segera maju kemuka sambil berkata :
"Marilah aku minta pengajaran Ie Tay-hiap barang
beberapa jurus.”
   Kedua orang ini walaupun pada akhirnya tampaknya
sangat hormat menghormati, tapi pada batinnya masing-
masing mengandung perasaan kebencian yang memuncak,
maka dikalbu masing-masing pihak terselip pula perasaan
membunuh lawannya jika ada kesempatan terluang. Dalam
pada itu mereka sedang sama-sama berpikir bagaimana cara
yang hendak dipakainya untuk menjatuhkan lawannya
masing-masing.
   Kedua orang ini tidak berkata-kata lagi, mereka sedang
memusatkan semangat mereka pada satu tujuan, meneliti
pihak lawannya dengan penuh kewaspadaan, agar supaya
pihak lawannya tidak sampai menyerobotnya terlebih
dahulu.
  Pada saat itu Lie Siauw Hiong sudah berdiri jauh-jauh
dari situ, seakan-akan dia takut akan sinar pedang mereka
yang sedang bertempur itu nanti jatuh keatas kepalanya.
   Dalam saat mereka sedang menantikan lawannya
bergerak, tiba-tiba dari pinggir pantai tampak beberapa
orang yang sedang berlari-lari, menuju ketempat dimana
orang akan mengadu kepandaian. Dari cara lari mereka
segera dapat diketahui, bahwa kepandaian merekapun tidak
rendah.
   Muka Ciam Peng segera berubah dan lalu bertanya : "Ie
Tay-hiap ternyata tidak sedikit mengundang kawan-kawan,
ya ?” Ia berkata demikian sambil tertawa dingin.
   Ie It Hui sendiripun merasa heran sekali atas kedatangan
orang-orang itu.
Beberapa orang ini setelah datang ditempat mengadu
kepandaian silat itu, lalu mereka berhenti berlari. Mereka
berdiri disamping. Ie It Hui yang melihat kedatangan
mereka itu, segera dia kenali bahwa mereka itulah Hwan
Tie Seng, Beng Pek Kie dan beberapa orang dari kota Bu
Han yang mempunyai nama terkenal juga dikalangan
Kang-ouw. Beberapa orang ini memang kenal dengannya.
Ie It Hui lalu merangkapkan kedua tangannya memberi
hormat. Kedatangan mereka ini semata-mata untuk
menyaksikan keramaian saja.
   Ie It Hui yang mendapat kesempatan baik ini, tidak ingin
dia melepaskan begitu saja, sambil tertawa dingin dia lalu
berkata : "Aku orang she Ie sekalipun kepandaianku tidak
cukup sempurna, tapi sekali-kali tidak akan mendatangkan
bala bantuan untuk membantuku dalam pertempuran ini.”
Adapun maksud dari perkataan yang sebenarnya ialah ia
seakan-akan berkata : "Aku orang she Ie hanya datang
seorang diri saja, tetapi kamu datang tidak terbatas hanya
seorang saja.”
   Sambil tertawa dingin muka Ciam Peng kelihatan
menjadi biru, kakinya segera ditarik dan tangannya
memegang pedangnya erat-erat, kemudian menyabutnya
keluar dari sarung pedangnya sambil berseru : "Awas
serangan,” kemudian pedang itu segera mengikuti gerak
badannya maju kemuka. Gerakannya ini sangat ringan dan
hebat sekali, dengan hanya mengeluarkan sinar kebiru-
biruan, pedang itu meluncur kejurusan pundak lawannya.
   Partai Bu-tong memang terkenal sebagai golongan lwee-
kee dalam ilmu pedang, tentu saja kepandaian pedangnya
ini sangat luar biasa pula, tapi serangan Ciam Peng sekali
ini dilakukan dengan gerak pura-pura saja. Dia belum lagi
mengeluarkan jurus-jurus istimewa dari ilmu pedangnya itu.
Ie It Hui memperhatikan sampainya ujung pedang itu,
ditunggunya sampai pedang itu telah tiba dekat betul
kepadanya, barulah dia segera menarik mundur kakinya .
satu langkah, kakinya itu lalu digerakkannya separuh
berputar, ketika sinar pedang itu lewat dari pinggir
badannya, kemudian satu sinar berkelebat, entah dari mana
dia telah menggenggam sebatang pedang panjang
ditangannya.
   Dengan sekali bergerak saja dia telah mempertunjukkan
jurus 'Huy-liong-cee-hian (naga terbang mengunjukkan diri)
dari ilmu pedang 'Siauw-yang-kiu-it-sek' dari partai Kong-
tong. Dan dengan pergerakannya itu dia telah
memperlihatkan pada orang banyak yang dia sudah
mencapai tingkat yang sempurna dalam ilmu pedangnya
itu.
   Tipu 'Siauw-yang-kiu-it-sek' ini adalah yang tempo hari
dipergunakan oleh Li Gok, dia dengan menuruti ilmu
pedang asli dari partai Kong-tong itu, lalu kemudian dia
ubah menjadi lehih sulit dan rumit, dengan tipunya ini Li
Gok pada sepuluh tahun yang lalu telah berhasil
mendapatkan gelar sebagai 'ahli pedang nomor satu sejagat',
dengan melihat caranya ini teranglah bahwa ilmu tersebut
bukanlah ilmu sembarangan.
   Sekali orang mengadu kepandaian diantara jago-jago itu,
begitu turun tangan saja, sudah dapat diketahui apakah
lawannya itu sesungguhnya mempunyai kepandaian tinggi
atau tidak. Demikian pula halnya Ie It Hui, sekali ia
mengeluarkan jurusnya tersebut, Ciam Peng sudah
mengetahui yang pada hari itu dia sesungguhnya tengah
berhadapan dengan seorang lawan yang pandai dan berat.
Maka dengan memiringkan badannya dia lalu membabat
pergelangan tangan lawannya dari sebelah bawah keatas.
Jurusnya ini dilakukan beruntun-runtun, namun
demikian sekalipun dia menyerang berturut-turut,
serangannya ini tidak kelihatan kegugupannya, hal itu
sungguh cara yang paling sempurna yang dapat dipakai
oleh orang-orang atau murid-murid dari partai Bu-tong.
   Dengan sportif lalu Ie It Hui berkata : "Ilmu pedang yang
bagus,” lantas dia balas menyerang lawannya dengan
ganas, disamping itu dia tidak lupa menjaga dirinya rapat-
rapat dengan pedangnya sehingga membentuk satu
lingkaran disekeliling badannya untuk menjaga serangan
lawannya.
  Sinar pedangnya yang kelihatan berkelebat-kelebat itu,
kemudian tampak sebentar keatas sebentar kebawah,
menyerang kearah lawannya, yang sesungguhnya
merupakan salah satu jurus 'Sin-liong-hian-bwee' (naga sakti
memperlihatkan ekornya) dari tipu 'Siauw-yang-kiu-it-sek'.
   Ciam Peng mengeluarkan suara siulannya, Leng-hong-
kiam-khek yang berdiri disampingnya, mengetahui yang Su-
teenya ini sudah mulai naik darah, itulah sebabnya
mengapa Ciam Peng memperoleh gelaran 'Sin-ho', sebab
sudah menjadi kebiasaannya, sebelum dia membunuh
orang, terlebih dahulu dia mengeluarkan suara siulannya
ini, benar saja sesudah bersiul itu tampak pedangnya
diputar-putar bagaikan bianglala saja mengurung lawannya.
   Setiap   serangan    yang   dilancarkannya    selalu
diarahkannya ketempat-tempat yang berbahaya dari badan
lawannya.
   Menyaksikan pertempuran macam ini, sungguh cocok
sekali dengan keinginannya sendiri, karena dia mengetahui,
sekali salah satu orang menderita luka-luka, maka jalan
damai tak mungkin dapat dipergunakan lagi.
Ilmu pedang kedua orang ini masing-masing mempunyai
keistimewaan sendiri-sendiri, seperti tipu 'Siauw-yang-kiu-it-
sek' yang dipakai oleh Ie It Hui, sungguh-sungguh
mengejutkan orang sebab setiap serangannya selalu disertai
angin yang bersuitan kerasnya.
   Tapi partai Bu-tong dengan menggunakan 'Kiu-kiong-
lian-hwan-kiam' (ilmu pedang berantai) yang beberapa
puluh tahun lawannya disebut-sebut sebagai leluhurnya
ilmu pedang dikalangan Kang-ouw pun tidak lemah, sebab
setiap jurus dilakukan dengan amat mantap serta dilakukan
secara berantai, seperti juga air sungai Tiang-kang yang
tidak putus-putusnya mengalir. Sekali kedua orang ini turun
tangan, sebentar saja sudah sepuluh jurus lebih dilewatkan,
orang banyak yang menyaksikan hal itu hanya melihat sinar
pedang berkelebat kian kemari tak putus-putusnya,
sedangkan sinar pedang memenuhi angkasa.
   Hanya Lie Siauw Hiong seorang saja yang menyaksikan
ilmu pedang tersebut merasa bahwa partai Kong-tong dan
Bu-tong memperoleh nama yang tersohor dikalangan Kang-
ouw bukanlah didapatkan dengan secara kebetulan saja.
   Diam-diam dia memperhatikan setiap serangan yang
dilancarkan oleh kedua orang ini, dia merasa sekalipun
ilmu pedang kedua orang itu tampaknya sangat rapat, tapi
masih terdapat lowongan yang terbuka. Dalam hal ini bila
bukan seorang yang ahli dalam ilmu pedang, lowongan itu
tak mungkin dapat terlihat begitu saja.
  Diam-diam dia tersenyum seorang diri, lantas dia
mengerti yang ilmu pedang 'Kiu-cie-kiam-hoat' sekalipun
tampaknya tidak berguna, tapi khusus untuk dipergunakan
melawan ilmu pedang tersebut.
   Sewaktu Bwee San Bin menciptakan ilmu tersebut, dia
setelah bersusah payah berapa tahun lamanya, barulah
terbentuk ilmu tersebut. Waktu dia pertama kali berhasil
membentuk ilmu tersebut, sebelumnya dia sudah
memahami titik kelemahan ilmu pedang dari tiap-tiap
partai.
   Sepuluh jurus telah berlalu pula, sedangkan kedua orang
ini masih belum ketahuan yang mana yang akan menang
dan yang mana pula yang akan kalah. Selagi mereka
bertanding satu sama lain, tiba-tiba sebagian besar awan
gelap gulita, sedangkan sinar pedang masing-masing
bertambah menyeramkan saja tampaknya.
   Sesaat kemudian dengan secara mendadak hujan besar
turun dengan derasnya bagaikan ditumpahkan dari langit.
Orange yang sedang menyaksikan pertempuran itu segera
berlari-lari   kebawah      loteng  Oey-ho-lauw    untuk
menghindarkan diri mereka dari serangan hujan besar itu,
tapi kedua orang yang sedang melangsungkan pertempuran
tersebut, tetap saja bertarung mati-matian dibawah hujan
deras itu.
   Kedua orang ini boleh dikatakan telah menunjukkan
kepandaian yang lihay sekali dari keturunan kedua masing-
masing partai mereka, yaitu Bu-tong dan Kong-tong,
sekalipun mereka ini bukan ahli waris dari masing-masing
partai mereka, tetap mereka memandang sangat penting
pertempuran sekali ini, sedikitpun tidak mereka acuhkan
hujan yang turun sangat lebatnya itu.
   Serta merta diantara suara hujan itu terdengar suara
orang menyanyi : "Dahulu ada seorang bernama Kiang
Thay Kong, sampai umur tujuh puluh masih tidak berguna,
sambil memikul terigu dia berjualan dijalan-jalan, tiba-tiba
terbit hujan dan angin ..….”
   Para penonton pertempuran itu merasa sangat takjub,
karena mengapa dibawah hujan lebat begini dan malam
yang demikian larutnya dan gelap gulita masih ada orang
yang bernyanyi.
   Suara nyanyian itu makin lama makin dekat, lalu
diantara hujan itu tampak mendatang seorang yang jalan
dengan sempoyongan, sambil menyanyi orang itu
memukulkan kayu yang berbentuk panjang seperti gendang.
Melihat ini orang banyak bertambah heran dan tercengang.
   Orang itu ketika melihat ada orang yang bertempur
dengan menggunakan pedang, lalu tertawa besar, kemudian
berjalan sambil bernyanyi lagi : "Ha, ha, sungguh ramai
sekali, hure, kedua orang bertempur seru dan ramai, hure,
hure, dikota Yang-ciu ada kuil Swat-lie-bio, sedangkan
dikota Tien-kang terdapat Lian-hwan-to ..….” Sambil
menyanyi, ia berjalan terus, dan sewaktu dia berjalan
sampai dibawah loteng, lalu dia menjatuhkan dirinya duduk
didekat Lie Slauw Hiong, lalu dia bernyanyi lagi : "Dahulu
ada satu tempat yang sangat bagus, tempat itu bila tak salah
bernama Hong-yang, dikota Hong-yang itu lalu muncul Cu
Hong Bu, dalam sepuluh tahun ada sembilan tahun
menderita musim kemarau. Tung tung ciang, tung tung
ciang.”
   Sambil menyanyi dia memukul gendangnya, ramainya
bukan buatan. Dia berbuat demikian seakan-akan
disampingnya tidak ada orang lain lagi. Hwan Tie Seng
yang melihat dandanannya seperti juga seorang pengemis,
muka dan kepalanya sangat bersih sekali, sepasang matanya
putih bagaikan batu giok, dan kukunya panjang-panjang.
Tiba-tiba dia teringat akan seseorang, maka dengan suara
yang perlahan dia lalu membisik dikuping Beng Pek Kie,
bisikan mana telah menyebabkan muka Beng Pek Kie
berubah, siapa dengan muka yang heran sekali dia
memandang pada orang itu.
Lie Siauw Hiong yang melihat gerak-gerik kedua orang
ini, hatinya tertarik, tapi dengan tenang sekali dia tetap
duduk disitu. Sewaktu orang itu memutar kepalanya, dia
lihat bahwa Lie Siauw Hiong duduk disampingnya,
mukanya berubah, lalu dia memperhatikan Lie Siauw
Hiong ini, kemudian dia tertawa pada Lie Siauw Hiong.
  Lie Siauw Hiong pun lalu tertawa pula pada orang itu,
Hwan Tie Seng dan Beng Pek Kie yang melihatnya pun
merasa keheran-heranan.
   Pada saat itu pula Ie It Hui dan Ciam Peng yang sedang
bertempur seru itu, tiba-tiba mendengar suara nyanyian itu,
sangat mengganggu konsentrasi pikiran mereka. Pada
umumnya bila dua orang yang mempunyai kepandaian
yang sempurna sedang berkelahi, perhatian mereka
sedikitpun tidak boleh terganggu. Hujan masih turun
dengan derasnya, lalu ditambah lagi dengan nyanyian dan
gendang, sehingga kedua orang itu tidak dapat bertempur
sebaik semula, karena hati mereka sudah mulai kacau
rasanya.
   Kedua orang itu merasakan semangat mereka tidak
sebaik tadi, sedangkan permainan pedang merekapun tidak
setangkas semula, tapi kedua orang ini insyaf bahwa pada
saat ini adalah saat-saat yang menentukan. Leng-hong-
kiam-khek paling merasa kuatir sekali, pada waktu itu
setindak demi setindak dia berjalan mendekati, tidak terasa
lagi dia sudah berada dibawah hujan.
   Pada saat itu setelah mengeliatkan serangan pedang
lawannya, Ciam Peng dengan memiringkan tubuhnya maju
merangsak lawannya, tangan kirinya dipakai menotok
pergelangan tangan Ie It Hui yang memegang pedang,
sedangkan dengan tangan kanannya dia menotok jalan
darah 'Liok-yang' pada tubuh lawannya.
Serangan ini sebenarnya sangat berbahaya sekali, mereka
yang sedang bertempur dengan serunya ini sungguh-
sungguh hebat sekali, seharusnya Ciam Peng tidak boleh
melakukan penyerangan macam begitu, sebab dengan
menyerang demikian ini, badannya tidak cukup terjaga,
sebab kedua-dua tangannya sudah digunakan untuk
menyerang lawannya, maka Leng-hong-kiam-khek yang
melihat dari samping tidak terasa lagi berseru kaget, karena
dia tahu yang saudara seperguruannya ini pasti akan
menemui bahaya, buru-buru kakinya ditotolkan untuk
berlompat maju, tapi dia sudah terlambat satu langkah.
   Ie It Hui dengan teguhnya memasang kuda-kudanya
ditanah, badannya dengan sekonyong-konyong ditarik
mundur, tangan kanannya dikendorkan, sehingga
pedangnya pun menjadi agak kendor. Sewaktu pedangnya
itu hendak turun kembali, .tiba-tiba dibalikkannya
pedangnya itu dari arah luar lantas dengan cepat menjurus
menotok jalan darah 'Ciang-tay' ditubuh Ciam Peng.
   Caranya dia melakukan serangannya ini, sungguh tepat
sekali, pedang yang berada ditangannya secara kendor
sekali sudah berhasil mengelitkan totokan Ciam Peng,
sedangkan dengan penyerangan pedangnya ini, dia
menotok jalan darah Ciam Peng, tipu macam demikian,
tidak terdapat pada golongan partai manapun, kecuali
partainya sendiri, hanya dengan perubahan yang
sekonyong-konyong dari Ie It Hui, sungguh-sungguh berada
diluar dugaannya lawan sama sekali. Ciam Peng ingin
berkelit sudah tidak sempat lagi, tanpa dinyana tubuhnya
lalu jatuh kebumi.
   Pergerakan Leng-hong-kiam-khek seperti angin, tapi
sekali ini waktu dia memburu maju, ternyata tubuh Ciam
Peng sudah terlebih dahulu jatuh kemuka bumi, sedangkan
tangannya masih tetap memegang pedangnya, tapi
mukanya pucat kuning, sedangkan kedua matanya telah
terpejam.
   Dalam kekagetannya ini, Leng-hong-kiam-khek tanpa
memperdulikan       segala    sesuatunya     lagi    lalu
membungkukkan badannya memeluk tubuh Ciam Peng,
lalu dia periksa luka adik seperguruannya ini. Para
penontonpun pada berteriak pula menyaksikan kejadian itu,
tanpa memperdulikan hujan lagi lalu mereka berlari-lari
kemuka kedua orang itu. Lie Siauw Hiong yang melihat
orang aneh itu, tidak ingin memperdulikan keadaan
mereka, tampak dia terus saja bernyanyi-nyanyi, oleh
karena itu, diapun duduk tidak ingin meninggalkan tempat
itu.
   Leng-hong-kiam-khek yang melihat Ciam Peng kena
ditotok jalan darah Ciang-tay-nya, dia merasa gugup dan
marah, lalu dia berkata : "Bagus, bagus, ilmu pedang Kong-
tong benar-benar sangat lihay sekali, sekarang ternyata
partai Bu-tong boleh dikatakan sudah kalah olehmu.”
   Pada saat itu seluruh pakaian Ie It Hui basah kuyup,
sedangkan badannyapun terasa sangat capai sekali. Bila
sampai Leng-hong-kiam-khek turun tangan terhadapnya,
dia tahu yang dia tidak mungkin dapat melayaninya lagi,
buru-buru dia berkata : "Apakah tuan ingin mencoba pula
?”
   Dengan perasaan marah     yang memuncak Leng-hong-
kiam-hek berkata : "Aku       pasti tidak akan menarik
keuntungan dari keadaanmu    itu, kepandaian orang she Ie
itu, walau bagaimanapun       akhirnya aku ingin coba
merasainya.”
  Didepan para pendekar, dari kota Bu-han ini dia telah
mengeluarkan perkataan yang pantas sekali, tapi hal itu
bukan terbit dari hatinya yang jujur, adalah karena setelah
dia melihat keadaan Ciam Peng cukup membahayakan,
oleh karena itu, dia harus pergi cepat-cepat untuk
mengobatinya.
  Sambil mendukung tubuh Ciam Peng dia lalu
membentak Thio Tie Hoa yang berdiri disampingnya :
"Masih belum mau jalan !”
   It It Hui berkata pula : "Harap kau beritahukan kapada
gurumu, kasih tahu padanya bahwa kawan lamanya dari
gunung Kong-tong sebelah barat, pada sepuluh tahun yang
lalu mungkin ketinggalan sesuatu ditempat, bila memang
barang tersebut masih ada disana, tolonglah dikembalikan
saja pada pemiliknya yang sah.”
  Dengan marah Leng-hong-kiam-khek menjawab :
"Dalam batas waktu satu bulan lamanya, guruku pasti akan
mengunjungi gunung Kong-tong, harap kau sambut
kedatangannya nanti.”
   Sambil menengadahkan kepalanya Ie It Hui tertawa lalu
berkata : "Baik, baik, pertemuan dipuncak gunung Thay-san
pada musim rontok ini, aku masih mengharapkan kaupun
dapat datang juga, untuk memberi pelajaran terhadapku.”
  Dengan masih tetap marah          Leng-hong-kiam-khek
menjawab : "Sudah tentu.”
   Badannya segera berkelebat, sambil mendukung tubuh
Ciam Peng dia lari pesat sekali seperti terbang saja
cepatnya.
   Lie Siauw Hiong yang mendengar percakapan kedua
orang itu, dia sudah tahu perhubungan antara partai Bu-
tong dan Kong-tong tidak dapat didamaikan lagi. Kini
perhubungan mereka ini bagaikan air dengan api saja yang
tidak dapat bercampur baur pula, lalu dia menolehkan
kepalanya memandang pada orang aneh itu, dia lihat orang
itu tambah lama suara nyanyiannya bertambah kecil dan
perlahan, seakan-akan pada saat itu dia sudah jatuh tertidur.
   Lie Siauw Hiong lalu tersenyum, kemudian dia bangun
berdiri berjalan kearah Ie It Hui sambil berkata :
"Kepandaian ilmu pedang Ie Heng sungguh-sungguh luar
biasa sekali, hari ini mata Siauw-tee benar-benar sudah
terbuka.”
   Lalu diapun berkata pula terhadap Hwan Tie Seng dan
kawan-kawannya : "Hari ini aku menjadi tuan rumah,
untuk pergi ke Hong-lim-pan untuk minum sampai puas
guna memberi selamat pada Ie Heng, apakah kalian setuju
?”
   Dengan segera Ie It Hui berkata : "Atas kebaikan Lie
Heng ini, Siauw-tee merasa berterima kasih sekali, hanya
Siauw-tee harus segera kembali ke Kong-tong untuk
memberitahukan urusan ini kepada guruku.” Setelah
berdiam sejurus lalu dia melanjutkan perkataannya : "Masih
ada Chit-biauw-sin-kun yang muncul kembali didunia
rimba      persilatan    Siauw-teepun      harus     segera
memberitahukan pula kepada guruku supaya dia bisa
bersiap-siap.”
   Lie Siauw Hiong lalu berkata : "Karena Ie Heng
mempunyai pekerjaan penting tersebut, Siauw-teepun tidak
dapat memaksa menahanmu, hanya perpisahan hari ini,
bila dikemudian hari kita tidak dapat saling bertemu
kembali, Siauw-tee sungguh merasa kecewa dan bersedih
hati sekali.”
   Dengan tertawa lalu Ie It Hui berkata : "Kepergian
Siauw-tee sekali ini, justeru ingin menyelesaikan suatu
pekerjaan, bila pekerjaan ini telah dapat aku selesaikan,
Siauw-tee pasti akan datang kemari lagi, Lie Heng boleh
berpesta pora dengan kawan-kawan selama sepuluh hari.
Dan kita berpisah dahulu untuk sementara waktu.”
   Sehabis berkata begitu, lalu dia memberi hormat
kemudian dia berangkat pergi secepat terbang, hingga
dalam waktu sekejap mata saja bayangannya telah lenyap
ditelan gelap pekat dalam hujan rintik-rintik itu.
  Sesudah itu mendadak sontak Hwan Tie Seng datang
menghampiri sambil berkata dengan suara yang perlahan :
"Lie Heng apakah kenal dengan orang itu ?,” sambil
menundingkan jarinya menunjuk kearah orang aneh yang
masih duduk diemper rumah makan tersebut.
  Lie Siauw Hiong sambil menggelengkan kepalanya
menjawab : "Tidak kenal.”
  Baru saja Hwan Tie Seng ingin membuka mulutnya
untuk bicara lagi, tiba-tiba dia menguap, maka perkataan
yang hendak diucapkannya itu segera ditelan kembali.
   Beng Pek Kiepun segera datang menghampiri sambil
berkata : "Dibawah hujan bukankah tempat yang layak
untuk bercakap-cakap, Lie Heng lebih baik turut kami
sekalian untuk naik kekapal kembali.”
   Sambil tertawa Lie Siauw Hiong lalu berkata : "Siauw-
tee masih merasa aneh sekali, Siauw-tee masih ingin
berdiam disini untuk beberapa waktu, Hwan Heng dan
Beng Heng silahkan saja pulang dahulu.”
  Hwan Tie Seng terpekur sebentar lalu berkata :
   "Begitupun baik, tapi siapa tahu Lie Heng akan
menjumpai hal-hal yang aneh, hanya kami sekalian ingin
berjalan terlebih dahulu.”
   Begitupun Beng Pek Kie tampaknya tidak suka berdiam
lebih lama lagi disitu, sambil memberi hormat lalu dia
menarik tangan Hwan Tie Seng dan kawan-kawannya lain
untuk meninggalkan tempat itu.
   Lie Siauw Hiong lalu menggunakan tangannya menyeka
air hujan yang melekat dimukanya, kemudian dia balik
keemper rumah makan tersebut. Disana dia melihat orang
aneh itu seperti sedang tidur dengan nyenyaknya. Maka
setelah berdiri sesaat lamanya, lalu diapun duduk dipinggir
orang aneh itu.
   Setelah duduk sejurus lamanya, hujan makin kecil
turunnya, diufuk Timur kelihatan fajar hampir
menyingsing, sedangkan orang aneh itu masih tetap tidak
bergerak dari tempatnya. Lie Siauw Hiong lama-lama
menjadi tidak sabar, lalu berkata pada dirinya sendiri :
   "Bila sampai kejadian saat ini ada orang yang jalan
mendatanginya, bukankah akan menerbitkan buah tertawan
saja ?” Tak lama antaranya fajar mulai menyingsing.
Dugaan Lie Siauw Hiong ini tepat benar. Dari arah pantai
Lie Siauw Hiong melihat orang datang, malah yang datang
itu tidak terbatas satu orang saja.
   Pandangan matanya sangat awas sekali, dari jauh dia
melihat yang datang itu semuanya adalah wanita, diantara
keempat wanita itu masing-masing memegang sesuatu
barang, sedangkan seorang wanita yang berjalan dimuka
adalah bertangan hampa.
   Lie Siauw Hiong diam-dian mengeluh pada dirinya
sendiri, dia berpikir wanita itu pakaiannya mewah-mewah,
sedangkan dia sendiri kini sedang duduk berdampingan
dengan seorang pengemis, hal itu bukankah suatu hal yang
memalukan sekali ?
  Dalam hatinya dia rasakan berdebar-debar ketika dia
melihat seorang wanita yang berjalan dimuka menunjuk
kearah tempat duduknya sambil menunjukkan muka yang
berseri-seri terhadapnya.
   Dia semakin merasa heran, dan dia tidak pernah
berkenalan dengan wanita muda itu, sebaliknya mengapa
wanita itu menunjuk kearahnya, mungkinkah dia tengah
menertawakan aku, tapi agaknya wanita itu tidak mungkin
melakukan hal yang demikian.
   Wanita muda itu memakai baju yang berwarna hijau,
rambutnya lebat sekali, sedangkan alisnya indah bagaikan
dilukis.
   Dipagi hari begini seakan-akan dia melihat gadis dalam
sebuah lukisan saja. Lie Siauw Hiong tidak terasa lagi dia
telah melirik kearah wanita itu.
   Wanita muda itu semakin lama semakin dekat saja,
malahan dia berjalan kearah tempat duduk Lie Siauw
Hiong sendiri, dibelakangnya keempat wanita itu agaknya
adalah budak-budaknya, mereka masing-masing memegang
sebuah sudut dari tapang yang lemas.
   Lie Siauw Hiong rasakan seakan-akan dia tengah
bermimpi saja, semakin melihat keadaan tersebut dia
merasa semakin aneh saja, tapi satu hal yang paling aneh
ialah justeru wanita muda itu ketika berjalan sampai
dimukanya lalu dia melemparkan sebuah senyuman yang
manis sekali.
   Lie Siauw Hiong yang memperoleh sebuah senyuman
ini, merasa bahagia sekali, sehingga membuat dia tidak tahu
harus berbuat apa, akhirnya dengan perasaan yang bingung
dia berdiri terpaku disitu.
  Keempat budak yang berjalan dibelakangnya itu sewaktu
sampai dimuka pengemis itu, lalu mereka angkat tubuh
pengemis itu kemudian dibaringkan pada sebuah tapang
yang mereka bawa, ketika itu pengemis itu membuka
matanya, setelah memandang keempat penjuru, lalu dia
tidur kembali, melihat kejadian tersebut, sungguh-sungguh
membuat Lie Siauw Hiong menjadi heran sekali, dengan
terpesona dia tetap memandang pada wanita muda itu,
sedangkan wanita itu kembali memberikan sebuah
senyuman lagi kepadanya. Maka dengan tersipu-sipu Lie
Siauw Hiong segera memberi hormat pada wanita itu
sambil berkata :
  "Kho-nio ..….”
   Dia hanya dapat mengeluarkan dua patah kata saja, lalu
diapun tidak dapat mengucapkan perkataan selanjutnya.
Oleh karena itu, diapun tidak mengetahui siapakah
gerangan wanita itu, juga dia tidak mengetahui antara
wanita muda itu dengan pengemis tersebut mempunyai
hubungan apakah, mengapa pula keempat budak itu
membawa pergi pengemis tersebut, lagi pula apa maksud
wanita muda itu memberi senyuman kepadanya.
   Wanita muda tersebut ketika melihat Lie Siauw Hiong
berbuat demikian, untuk ketiga kalinya dia memberi sebuah
senyuman lagi. Saat itu sudah menjelang pagi, matahari
sudah mulai memancarkan sinarnya.
   Keempat budak itu setelah meletakkan badan pengemis
itu diatas tapang, lalu masing-masing memegang setiap
sudutnya kemudian mereka berjalan pergi darimana mereka
datang tadi.
   Wanita muda itu tampak memainkan sudut matanya
seketika, tiba-tiba lalu dia berkata dengan suaranya yang
amat merdu sekali : "Ayahku telah menerima layananmu
yang sempurna, aku amat merasa bersyukur dan berterima
kasih sekali pada tuan. Malam ini aku akan menyediakan
arak untuk menjamu tuan. Sudi apakah kiranya tuan
mampir keperahu kami, untuk saling mempererat
persahabatan kita ?” Sehabis berkata begitu, sekali lagi dia
memberi hormat dengan takzimnya, lalu dia memutar
badannya untuk berjalan pergi.
   Sejurus lamanya Lie Siauw Hiong terpesona, hingga dia
lupa akan segala kejadian-kejadian yang baru saja berlalu.
Wanita muda yang demikian cantiknya ini, adalah anak
dari pengemis tersebut. Sekian pula lamanya ia terheran-
heran dengan takjubnya, memikirkan akan adanya hal yang
seaneh itu, tapi mengapa pula wanita muda itu
mengundangnya datang keperahunya untuk minum-
minum, setelah dia mengatakan bahwa Lie Siauw Hiong
telah melayani ayahnya dengan telaten. Betulkah pengemis
ini ayahnya yang sebenarnya.? Tapi walaupun benar
pengemis itu adalah ayahnya, Lie Siauw Hiong tidak
pernah merasa melayani ayahnya dengan teliti.
   Dan pula yang mana kapalnya yang dikatakannya
perahu itu, akupun tidak mengetahui, sebab disungai itu
banyak sekali kapal-kapal yang berlabuh, lagi pula
bagaimana bentuk kapalnya itu. Sekalipun dia sendiri
sangat ingin bertandang kekapal wanita itu, tapi ia tidak
bisa mencari yang mana kapal mereka itu.
  Aneka ragam pertanyaan yang tak putus-putusnya
membuat otaknya bekerja keras.
  "Kejadian yang aneh, kejadian yang aneh, sungguh-
sungguh satu kejadian yang langka, tapi waktu berpisah
wanita muda itu rasanya sangat berat sekali, hal itu
sungguh-sungguh mengherankan sekali, hingga tepat seperti
apa yang dikatakan oleh Hwan Tie Seng.”
  Berkata sampai disini lalu tiba-tiba ditepuknya dahinya
dan dia berkata : "Aku sungguh bodoh. Hwan Tie Seng
tampaknya mengetahui benar latar belakang dari pengemis
itu. Aku akan pulang menanyakan hal ini kepadanya, tanpa
mengatakan sesuatu padaku, tentu dia sudah mengetahui
persoalannya.”
   Oleh karena itu, soal ini lalu dikesampingkannya saja
untuk sementara waktu, sambil membersihkan bajunya, lain
dia berjalan kearah pantai untuk menantikan datangnya
tukang perahu yang dapat membawa dia menyeberangi
sungai itu.
   Tapi waktu perahu itu tepat berada ditengah-tengah
sungai, dia melihat air sungai berombak-ombak, hatinyapun
terasa kacau seperti air sungai itu pula.
   Dalam waktu sepuluh tahun sewaktu dia berada dikamar
batu untuk mempelajari ilmu kepandaiannya itu, dia sudah
menjadi biasa hidup seorang diri dengan cara yang
sederhana sekali, kecuali dia sudah sangat biasa dalam
melatih diri, diluar itu tidak ada sesuatu yang
dipikirkannya, tapi pada saat itu dia baru saja empat atau
lima hari menerjunkan dirinya dalam kalangan Kang-ouw.
Kini banyak sekali pekerjaan yang harus dipikirkannya,
yang meminta penyelesaiannya. Ternyata tugas yang
diberikan oleh Bwee San Bin adalah begitu sulit dan berat.
   Ingatannya pada kejadian sepuluh tahun yang silam,
kejadian yang amat menyedihkan, telah menimpa dirinya
kembali mendadak sontak terlintas diotaknya. Walaupun
peristiwa itu ia sudah mulai agak lupa karena lamanya
massa berlalu, tapi saat itu tiba-tiba segar kembali dalam
ingatannya.
   Ditambah lagi dengan pengalamannya yang 'sangat
manis' pada beberapa hari yang lain, dengan memeras
tenaga, dia telah berhasil menolong wanita muda she Phui
yang mempunyai mata yang sangat indah itu. Tampaknya
ia seakan-akan minta belas kasihan dan wanita yang berbaju
hijau itu yang mempunyai gaya tertawa yang manis sekali
yang dia temui dibawah loteng rumah makan Oey-ho-lauw,
kesemuanya itu membuat dia merasa bingung sekali.
   Wanita-wanita itu adalah wanita pelacur dari Hong-lim-
pan. Sekalipun Lie Siauw Hiong sangat benci atas pekerjaan
wanita-wanita tersebut, namun perasaannya merasa amat
tertusuk membuat ia menjadi sangat terharu akan hal itu.
Belum pernah seumur hidupnya ia mengalami hal
demikian. Tanpa disadarinya, batin Lie Siauw Hiong telah
terpengaruh pula oleh kecantikan wanita muda itu.
   Dalam berpikir demikian tekunnya ini, tidak terasa lagi
perahunya sudah mendekati pantai. Dipantai kusirnya
sedang menantikan kedatangannya. Kusirnya itu duduk
termangu-mangu diatas keretanya. Ia merasa sangat lelah
dan terkantuk selama menantikan majikannya itu. Ia sangat
sayang dan hormat sekali pada majikannya itu, karena ia
tahu bahwa majikannya itu adalah seorang manusia yang
ramah dan baik hati dan lagi mempunyai simpati besar
pada orang lemah, melarat dan juga pada orang yang hidup
tertekan seperti para pelacur itu.
   Ketika kusirnya melihatnya sudah datang, dengan girang
sekali dia segera melompat dari keretanya, lalu
membukakan pintu kereta dan dengan hormat sekali dia
bertanya :
  "Sudah ingin pulangkah Loo-ya (majikan) ?”
   Lie Siauw Hiong hanya menggut saja, dalam hatinya ia
berpikir :
   "Rupanya tiap-tiap orang mempunyai keingininnya
sendiri-sendiri. Bila dibandingkan dengan orang lain, tentu
bedanya akan sangat jauh pula, umpamanya saja kusirku
ini, ketika melihat kedatanganku, dia kelihatannya begitu
girang dan puas sekali. Sesudah sampai dirumah, kusirku
yang kelihatannya penat itu baru dapat tidur dengan
nyenyaknya, karena dia tidak lagi harus menantikan
majikannya sampai pagi. Untuk dan sampai hari ini, aku
masih belum mengetahui apa harapanku, aku hanya tahu
yang aku mempunyai satu keinginan yang kuat sekali dan
aku mengharapkan yang keinginanku itu akan tercapai. Bila
demikian halnya; barulah terhitting yang cita-citaku akan
terpuaskan.”
  Lalu dia menghampiri kereta tersebut dan kemudian,
naik kereta.
  Sambil menarik napas panjang, dia berkata: "Hanya
mungkinkah angan-anganku itu akan tercapai ?”
   Dalam ruangan keretanya yang sangat sempit dan kecil
itu, dia memandang kepojok keretanya itu. Pada saat itu dia
sangat mengharapkan sekali wanita yang tempo hari
menyembunyikan dirinya disitu, agar dapat kembali duduk
disampingnya.
  Kemudian Lie Siauw Hiong memerintahkan saisnya
untuk mempercepat jalan keretanya. Karena jarak dari
pantai kerumahnya sangat dekat, maka dalam tempo
beberapa menit mereka sudah sampai.
   San Bwee Cu Poo Hoo baru saja menutup pintu tokonya,
sedangkan    pelayan-pelayan       sedang     mengerjakan
pekerjaannya   sehari-hari. Mereka tampak           sangat
mengantuk sekali. Lie Siauw Hiong hanya manggutkan
kepalanya saja atas sambutan pelayannya itu, yang
tampaknya begitu rajin-rajin, kemudian dia langsung masuk
kekamar wanita muda itu.
   Tanpa mengetuk pintunya lagi, dia sudah memasuki
kamar wanita muda itu, karena dia sudah kebiasaan selama
bertahun-tahun hidup dikamar batunya, terhadap segala
adat istiadat khalayak ramai dia kurang mengetahui jelas,
itulah sebabnya mengapa peraturan antara laki-laki dan
wanita, dia tidak tahu jelas, maka terjadilah tindakannya
yang semberono itu memasuki kamar orang, sekalipun dia
banyak sudah membaca buku-buku, tapi setiap dia
mengerjakan sesuatu selamanya dia sering lupa, karena dia
sudah kebiasaan apa yang dikerjakan tanpa dipikir baik
buruknya terus saja dia lakukan menurut suara hatinya.
   Wanita muda itu didapatinya sedang duduk termenung
diatas ranjang, ketika melihat Lie Siauw Hiong masuk, ia
tampak amat girang lalu memanggil Lie Siauw Hiong.
   Sebaliknya Lie Siauw Hiong sendiri merasa gembira
pula, dengan tersenyum-senyum dan dengan suara yang
lembut dia berkata : "Kho-nio (nona) pasti dapat beristirahat
dengan tenang sekali, bukan ?”
   Lalu tampak alisnya terangkat naik, sinar matanya yang
cemerlang memancar dari mukanya yang sedari tadi
kelihatan bersedih hati. Kini romannya yang sedih itu
sudah berubah menjadi lebih bercahaya. Dengan perasaan
malu-malu dia berkata :
  "Aku she Phui ..….”
  "Phui Kho-nio,” kata Lie Siauw Hiong selanjutnya.
   Dengan sekonyong-konyong saja dalam hatinya timbul
perasaan yang tenteram dan damai. Diwajah wanita muda
itu terbayang seakan dia merasakan bahwa dia telah
mempunyai tulang punggung yang kuat sekali, karenanya
dia tidak usah banyak memikirkan soal dirinya lagi yang
hidup sebatang kara itu.
  Wanita muda itu karena amat malunya, dia
menundukkan kepalanya, karena ia maklum bahwa seorang
wanita yang belum berumah tangga dan berani
memberitahukan namanya dihadapan pemuda asing adalah
terlarang pada saat itu. Hal itu telah dilakukannya, karena
dia sangat tertarik serta mmepunyai kesan yang baik sekali
atas diri pemuda itu, karena Lie Siauw Hiong adalah
seorang pemuda yang tampan serta masih muda belia,
sangat sopan santun, welas asih dan periang, sehingga hal
itu semuanya telah berhasil membuka pintu hatinya.
Sebaliknya pemuda Kim Ie, mempunyai suara yang sangat
jelek dan berwajah sangat dingin. Sejak kecil pemuda-
pemuda yang pernah dijumpainya, kalau bukan petani
pastilah ia pencuri atau perampok. Walaupun dia tidak
mengerti akan tindak-tanduk Lie Siauw Hiong ini, bahkan
diapun sama sekali tidak saling mengenal, tapi perasaan
aneh telah merasuk dikalbu masing-masing. Perasaan ganjil
ini semakin bersemi dengan segarnya dihati kedua muda-
mudi yang belum begitu saling mengenal. Sewaktu-waktu
bila keduanya bertemu, acapkali membuat muka mereka
kemerah-merahan, itulah yang disebut cinta pertama yang
membuat seseorang itu melamun, berkhayal kesoal yang
muluk-muluk dan indah-indah saja. Perasaan tersebut lebih-
lebih menonjol pada pemuda dan pemudi yang masih
bujangan.
                       (Oo-dwkz-oO)


  (Nyambung ke Jilid 6)

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt? (11)

Hadapi dengan Iman
Hadapi dengan ImanHadapi dengan Iman
Hadapi dengan Iman
 
Bu Kek Siansu Jilid 16
Bu Kek Siansu Jilid 16Bu Kek Siansu Jilid 16
Bu Kek Siansu Jilid 16
 
1. dewa arak pedang-bintang
1. dewa arak pedang-bintang1. dewa arak pedang-bintang
1. dewa arak pedang-bintang
 
Hijaunya lembah hijaunya lereng pegunungan sh mintardja
Hijaunya lembah hijaunya lereng pegunungan sh mintardjaHijaunya lembah hijaunya lereng pegunungan sh mintardja
Hijaunya lembah hijaunya lereng pegunungan sh mintardja
 
Bu Kek Siansu Jilid 3
Bu Kek Siansu Jilid 3Bu Kek Siansu Jilid 3
Bu Kek Siansu Jilid 3
 
Bu Kek Siansu Jilid 18
Bu Kek Siansu Jilid 18Bu Kek Siansu Jilid 18
Bu Kek Siansu Jilid 18
 
Kisah pendekar bongkok kho ping hoo
Kisah pendekar bongkok kho ping hooKisah pendekar bongkok kho ping hoo
Kisah pendekar bongkok kho ping hoo
 
Sepasang pedang iblis kho ping hoo
Sepasang pedang iblis kho ping hooSepasang pedang iblis kho ping hoo
Sepasang pedang iblis kho ping hoo
 
Bu Kek Siansu Jilid 2
Bu Kek Siansu Jilid 2Bu Kek Siansu Jilid 2
Bu Kek Siansu Jilid 2
 
06. pendekar bongkok
06. pendekar bongkok06. pendekar bongkok
06. pendekar bongkok
 
Bu Kek Siansu Jilid 6
Bu Kek Siansu Jilid 6Bu Kek Siansu Jilid 6
Bu Kek Siansu Jilid 6
 

Pendekar pedangsakti dewikz-05

  • 1. Pendekar Pe dang Sakt i (Bwee Hoa Kiam Hiap) Saduran : Liong Pei Yen Judul Lain : Munculnya Seorang Pendekar : Tjan ID Ebook oleh : Dewi KZ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/ http://cerita-silat.co.cc/ http://kang-zusi.info/
  • 2. Jilid 05 Dengan mengeluarkan suara "Oh”, Ie It Hui berkata pada Lie Siauw Hiong : "Tak disangka kemarin malam disebabkan wanita muda itu, Chit-biau-sin-kun telah turun tangan sendiri !” Setelah berdiam diri sejurus lamanya, dia lalu berkata lagi : "Rupanya Chit-biauw-sin-kun telah menerjunkan dirinya kembali kedalam kalangan Kang-ouw. Hal yang tak diduga-duga ini, menarik perhatianku kembali. Siauw-tee setelah menyelesaikan perkara ini, segera akan kembali ke Kong-tong, untuk memberitahukan hal ini pada guruku, bahwa pertempuran seru yang akan berlangsung antara Kim Ie dan Chit-biauw-sin-kun, tidak menjadi suatu kegembiraan dihati Siauw-tee untuk menyaksikannya.” Dalam hatinya diam-diam Lie Siauw Hiong memaki pada Ie It Hui, sambil berkata pada dirinya sendiri : "Kau ingin melihat pertarunganku, yang kalau dibandingkan denganmu, pasti akan lebih ramai.” Sambil menarik napas panjang lalu Beng Pek Kie berkata : "Dikalangan Bu-lim beberapa puluh tahun belakangan ini, suasananya sudah mulai tenang, dan disamping ketenangan itu, aku berkeyakinan pada suatu hari pasti akan terbit suatu peristiwa besar. Dugaanku ternyata tidak meleset barang sedikitpun juga. Begitu pula kemarin dikalangan Kang-ouw juga telah terbit satu perselisihan yang besar pula. Peristiwa diantara kelima ahli waris belum lagi reda, atau sekarang bertambah pula dengan Chit-biauw-sin-kun yang telah menampakkan dirinya kembali dikalangan Kang-ouw, ditambah lagi dengan Kim Ie !” Hwan Tie Seng dengan menunjukkan muka yang kesal sekali lalu berkata : "Kekalutan didalam kalangan Kang- ouw tak gampang diselesaikannya. Tahun yang lalu Hay-
  • 3. thian-siang-sat sebagai pemimpin dari sembilan jago dari Kwan Tiong, yaitu Thian-can dan Thian-hui kakak beradik, menurut kabar angin mengatakan bahwa mereka sudah ingin menjagoi didunia Kang-ouw. Kita yang membuka Piauw Kiok dan hidup dari pekerjaan tersebut sesungguhnya sangat berbahaya sekali. Bila demikian kejadiannya, hal kita ini rasanya sukar dipertahankan terlebih lama lagi.” Lie Siauw Hiong yang mendengar nama Hay-thian- siang-sat, tidak terasa lagi badannya menjadi agak bergidik. Syukur juga ketiga kawannya tengah memikirkan persoalan mereka masing-masing, sehingga mereka tidak begitu memperhatikan gerak-gerik kawan mereka ini. Dalam pada itu Lie Siauw Hiong dengan tiba-tiba bertanya : "Hay-thian-siang-sat itu apakah sesungguhnya ingin memasuki dunia Kang-ouw kembali ?” Dengan perasaan yang terheran-heran Hwan Tie Seng lalu memandang kepadanya, kemudian barulah menjawab : "Lie Heng terhadap tokoh-tokoh dalam kalangan persilatan, kenapa saudara ingin mengetahuinya begitu mendalam ? Syukur juga Lie Heng sendiri bukan seorang dari golongan Kang-ouw, hingga meski peristiwa didalam kalangan Kang- ouw bagaimana hebat sekalipun, pasti tidak akan mengakibatkan diri Lie Heng tersangkut didalamnya.” Lie Siauw Hiong kemudian tertawa, dengan Hwan Tie Seng sama sekali tidak menduga apakah arti tertawaan kawannya ini. Setelah berselang pula tiga hari, begitu hari menjelang malam, Ie It Hui lalu duduk dikamarnya untuk mengatur pernapasannya. Lie Siauw Hiong yang melihatnya, tidak terasa lagi dengan diam-diam mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu
  • 4. dia berkata didalam hatinya : "Tidak heran nama Ie It Hui ini begitu terkenal didunia Kang-ouw. Sekalipun dia bersifat angkuh, tapi sewaktu menghadapi lawan-lawannya yang tangguh, sedikitpun dia tidak gugup atau berlaku lengah.” Tidak sampai setengah jam kemudian, Ie It Hui telah dapat mempersiapkan segala sesuatunya dengan sempurna, yaitu menaruh dengan hati-hati dipunggungnya sebilah pedang panjangnya. Sebelumnya dia telah mencoba-coba terlebih dahulu, apakah pedangnya itu tidak menghambat kelancaran gerakannya. Setelah merasakan segala sesuatunya sudah beres, lalu dia berjalan keluar dari dalam kamarnya. Sementara itu dibawah sinar bulan purnama Lie Siauw Hiong berjalan mondar-mandir dipekarangan menantikan kedatangan Ie It Hui. Sebelumnya Ie It Hui dari dalam kamarnya melihat Lie Siauw Hiong berjalan mondar- mandir dipekarangan, lalu dia bertanya : "Lie Heng mengapa tidak siang-siang pergi beristirahat ? Kepergian Siauw-tee sekali ini, meski apapun yang akan terjadi, Siauw-tee harap Lie Heng jangan kuatir, hanya Lie Heng disini supaya berlaku tenang-tenang saja.” Kemudian Lie Siauw Hiong berkata dalam hatinya : "Orang ini ternyata simpatik juga tampaknya, dia mengira aku kuatir akan sesuatu.” Begitu pikiran ini terlintas dikepalanya, dibelakang hari Ie It Hui memperoleh tidak sedikit faedah dari perbuatannya ini. Hal ini sedikitpun tidak pernah disangka- sangka oleh Ie It Hui sendiri. Dengan tertawa Lie Siauw Hiong berkata : "Apakah Ie Heng tidak mengetahui bahwa Siauw-tee sangat gemar akan ilmu silat. Dimana saja ada keramaian tentang
  • 5. persilatan, Siauw-tee tidak akan melewatkan kesempatan untuk melihatnya.” Sambil menggoyang-goyangkan tangannya Ie It Hui lalu berkata : "Lie Heng sekali-kali tidak boleh turut pergi, kau harus menginsyafi sendiri, tenaga untuk mengikat ayampun tidak Lie Heng milik. Kuharap Lie Heng jangan pergi menyaksikan keramaian tersebut, karena Siauw-tee kuatir sekali yang Siauw-tee tidak dapat menjaga keselamatan diri Lie Heng. Siauw-tee kuatir, lawan-lawan Siauw-tee akan melukai diri Lie Heng. Niat Lie Heng ini, tidak Siauw-tee benarkan.” Lie Siauw Hiong lalu berkata pula : "Sekalipun Ie Heng tidak mau mengajak Siauw-tee pergi, namun Siauw-tee tetap pergi. Siauw-tee percaya bahwa lawan-lawan Ie Heng tak akan mengganggu Siauw-tee, karena Siauw-tee tak pernah bermusuhan dengan mereka.” Dengan menarik napas Ie It Hui lalu berkata lagi : "Karena Lie Heng mempunyai pendirian yang demikian teguhnya untuk menyaksikan keramaian persilatan tersebut, Siauw-tee pun tidak dapat menolaknya, hanya Siauw-tee beritahukan pada Lie Heng, pada waktu Siauw-tee sedang bertempur nanti dengan musuh, Siauw-tee minta dengan sangat agar Lie Heng jangan sekali-kali campur tangan. Jadi Lie Heng hanya saya izinkan menyaksikannya saja.” "Hal ini sudah tentu akan Siauw-tee perhatikan,” jawab Lie Siauw Hiong. Sesudah itu Lie Siauw Hiong dan Ie It Hui lalu naik kereta, mereka menuju kepantai dengan amat tergesa-gesa. Sebelumnya Lie Siauw Hiong sudah menyediakan kapal untuk dipakai menyeberang. Dari pantai sampai keseberang sana memakan tempo satu jam.
  • 6. Oey-ho-lauw letaknya persis disamping perhentian pantai, ditanah lapang dibawah loteng itu, pada siang hari banyak sekali kaum pedagang berkumpul disitu memperjual belikan barang dagangannya, tapi pada saat tengah malam tempat itu tampak kosong melompong, tak kelihatan bayangan seorang manusiapun, maka dengan perasaan yang penuh keheran-heranan Ie It Hui berkata : "Mengapa murid-murid partai Bu-tong belum juga seorangpun jua yang datang, rupanya mereka yang bersifat sombong ini, bila ditantang tidak kelihatan batang hidungnya seorangpun. Hal ini sangat memalukan kalangan Kang-ouw benar.” "Bu-tong-pay sudah lama terkenal kedudukannya sebagai pemimpin dari partai-partai lainnya di Tiong-goan, sudah tentu mempunyai ciri-ciri yang luar biasa,” jawab Lie Siauw Hiong sambil tersenyum sinis. Mendengar jawaban kawannya ini, Ie It Hui hanya dapat mengeluarkan suara 'hmmm' saja, sedang didalam hatinya rasa bencinya terhadap partai Bu-tong bertambah dalam saja. Kedua orang ini merasa tidak sabaran menantikan kedatangan lawannya. Tiba-tiba pada saat itu sekonyong- konyong Lie Siauw Hiong, dari jarak yang begitu jauh melihat bayangan tiga orang yang tengah berlari-lari kearah mereka, hingga dengan tak disengaja dia, berkata sambil menunjuk kearah bayangan orang itu : "Sudah datang, itu dia sudah datang !” Mendengar perkataan kawannya ini, segera Ie It Hui memandang kearah yang dikatakan kawannya ini. Didalam hati ia berpikir, mengapa dia sendiri sedikitpun belum melihat kedatangan lawannya, sedangkan kawannya sudah mengetahuinya? Dia merasa amat kagum akan ketajaman
  • 7. mata Lie Siauw Hiong, karena ternyata lebih tajam daripada matanya sendiri. Sebaliknya ketiga lawan mereka juga telah melihat kedatangannya. Dari kejauhan tampak tubuh mereka datang berkelebat dengan pesatnya. Sekalipun jarak antara mereka tidak terlampau jauh, dalam waktu sekilas saja lawan mereka sudah tiba dekat mereka. Ie It Hui melihat bahwa yang maju paling depan adalah orang yang paling terkemuka sekali dari angkatan muda partai Bu-tong, yaitu Sin-ho Ciam Peng dan orang yang kedua adalah murid pertama dari partai Bu-tong, yaitu Leng-hong-kiam-khek. Orang yang paling akhir ini adalah orang yang menertibkan gara-gara atas perselisihan mereka itu, yaitu Kin-biauw-kiu-kong-kiam Thio Tie Hoa. Dalam hatinya Ie It Hui berpikir : "Tak disangka hari ini Ciam Peng dan Leng-hong-kiam-khek datang berbareng. Menurut pendengarannya, kedua orang ini adalah murid- murid terpandai dari partai Bu-tong, bila sampai kejadian dia bertempur dengan mereka satu lawan satu, mungkin dia masih dapat menandinginya, tapi bila mereka berdua maju secara berbareng, maka kesudahannya sukar dapat diramalkan.” Ie It Hui tak menduga kedatangan Leng-hong-kiam-khek dan Sin-ho Ciam Peng sekali ini. Sebelum berangkat, mereka sudah mengambil keputusan yang pasti sekali, apapun akibatnya, mereka akan berdaya upaya melabrak Ie It Hui habis-habisan. Pada beberapa tahun belakangan ini, sekalipun partai Bu-tong masih tetap sebagai partai pemimpin dalam dunia Kang-ouw, tapi menurut kenyataannya, setelah Li Gok sebagai pemimpin dan ahli waris dari partai Kong-tong
  • 8. dapat beruntun-runtun mengalahkan lawan-lawannya dalam pertempuran dipuncak gunung Thay-san yang semuanya terhitung ahli lwee-kang (ahli tenaga dalam) dan merebut gelar 'Ahli pedang nomor satu sejagat', pengaruh maupun kedudukannya dibeberapa tempat malah jauh melampaui ketenaran dari partai Bu-tong tersebut. Memang perhubungan antara partai Bu-tong dan Kongtong secara tidak disengaja telah terbit perselisihan yang mendalam satu sama lain. Partai Kong-tong tidak puas terhadap partai lawannya Bu-tong yang masih tetap disebut-sebut sebagai pemimpin partai-partai dan dikalangan dunia rimba hijau sebagai pemimpin umum, begitu pula sebaliknya, partai Bu-tong tidak senang pengaruh dan kedudukan partai Kong-tong, kian hari kian meluas dan kedudukannya bertambah kuat, itulah sebabnya antara kedua partai telah terbit perselisihan dan permusuhan yang tambah hari tambah menghebat. Sebenarnya perhubungan antara kedua partai tersebut sudah lama sekali berjalan baik, tapi pada akhir-akhir ini telah timbul persengketaan yang berlarut-larut, disamping itu perhubungan merekapun kini sudah amat retak sekali, tapi belum terputus sama sekali. Didalam partai Bu-tong yang paling terkemuka adalah Ciam Peng. Karena dia merasa dirinya sendiri yang paling pandai, maka tabiatnyapun agak sombong, harus diakui yang dia memang mempunyai bakat yang luar biasa sekali, ditambah lagi dia sangat rajin belajar, sekalipun umurnya belum lanjut benar, dia sudah mewarisi seluruh pelajaran asli dari partai Bu-tong. Setiap saat dia berangan-angan untuk membuat satu hal yang mengejutkan dunia Kang- ouw. Dia ingin melakukan tindakan ini pertama disebabkan : dia ingin mengangkat namanya sendiri agar menjadi terkenal dikalangan rimba hijau; kedua : untuk membuat
  • 9. nama partainya menjadi harum kembali dan diakui kembali sebagai pemimpin diantara partai-partai. Disamping itu partai-partai seperti Tiam-cong, Go-bie, Kun-lun juga mempunyai keahlian-keahlian tersendiri, mereka inipun sedang berusaha pula untuk menjagoi dikalangan rimba hijau untuk menjadi pemimpin umum, mereka ini setiap saat bersiap-siap untuk menantikan kesempatan baik, tapi sebegitu jauh kesempatan itu belum juga kunjung datang. Bwee San Bin pada sepuluh tahun belakangan ini namanya tidak pernah disinggung-singgung, kedudukan yang sangat menguntungkan ini dikalangan Kang-ouw, mana dapat membohonginya. Terhadap kelima pemimpin partai tersebut, San Bin sangat benci sekali. Belakangan setelah ia berhasil mendidik Lie Siauw Hiong sehingga menjagoi didunia Kang-ouw, tentu saja dia sudah merencanakan untuk menebus kembali sakit hati terhadap lawannya yang dilakukannya dipuncak gunung Ngo-hoa-san, tapi dia sendiri menginsyafi, bila hanya mengandalkan tenaga Lie Siauw Hiong seorang untuk menghadapi kelima ahli waris dari dunia Kang-ouw, tentu saja tidak mungkin, maka Bwee San Bin sudah mengajarkan pada Lie Siauw Hiong bagaimana ia harus menjalankan rencananya, yaitu membiarkan diantara kelima ahli waris partai saling bunuh, kemudian barulah merobohkan mereka satu persatu. Memang tabiat Bwee San Bin sangat aneh sekali, lebih- lebih setelah tenaga dalamnya menjadi punah sama sekali, barulah dia merencanakan tipu macam demikian. Sekiranya dia tidak berbuat demikian, gelombang yang hebat pasti akan terbit dalam kalangan Kang-ouw dan sudah tentu banyak sekali yang akan menjadi korban, apa lagi Lie Siauw Siong masih hijau sekali dalam pengalaman dan
  • 10. ditambah lagi dia hanya seorang diri saja, juga pandangannya tentu saja masih belum begitu luas. (Oo=dwkz=oO) Ie It Hui yang menampak kedatangan Leng-hong-kiam- khek, Ciam Peng dan Thio Tie Hoa, hanya tertawa dingin dan lalu berkata : "Aiya, tidak disangka, tidak diduga, Siauw-tee yang dalam kalangan Kang ouw hanya seorang yang biasa saja, telah menyebabkan serta menyibukkan Leng-hang-kiam-khek dan Ciam Peng kedua pendekar besar sampai membuang tempo kalian yang berharga untuk menjumpai aku.” Ciam Peng tidak menunggu lagi Su-heng (kakak seperguruannya) berkata, sebaliknya ia sudah mendahului membuka mulut : "Nama Kong-tong Sam-coat-kiam telah menggetarkan dunia persilatan, oleh karena itu, mana mungkin kau mau memandang pada partai kami Bu-tong ? Aku datang kemari setelah mendengar penuturan Su-teeku (adik seperguruan), sekalipun kami mengetahui bahwa kepandaian ilmu pedang kami sangat kacau balau dan tidak berguna. Dari itu, sudah barang tentu bukan menjadi tandingan dari ahli pedang partai Kong-tong. Hanya aku orang she Ciam tanpa mengukur kekuatan dan kepandaianku, aku bersedia untuk menerima pengajaranmu.” Ie It Hui lalu memandang pada Thio Tie Hoa yang berdiri disamping sambil tertawa dingin karena ia yakin tentu dialah yang membusukkannya. Sifatnya sangat angkuh, memang dia ingin sekali untuk menempur murid- murid partai Bu-tong. Oleh karena itu, hal ini sungguh kebetulan sekali baginya, lalu sambil tertawa dingin pula iapun berkata : "Ciam Tay-hiap sungguh berlaku sangat
  • 11. sungkan sekali. Aku yang tak pandai bercakap-cakap, sungguh merasa sulit sekali, kata-kata apa yang sebaiknya kuucapkan, maka dari itu, dengan sangat terpaksa aku berbalik meminta pengajaranmu saja.” Hal itu berarti walaupun aku tidak dapat bercakap sepandaimu, tapi kepandaianku belum tentu berada disebelah bawah kemampuanmu. Leng-hong-kiam-khek dan Sin-ho Ciam Peng yang sudah lama juga bergelandangan dikalangan Kang-ouw, segera paham apa maksud perkataan lawannya itu. Dengan tertawa dingin Leng-hong-kiam-khek lalu berkata : "Ie Tay-hiap sungguh seorang yang arif bijaksana, hingga segala perkataanmu cocok sekali dengan watakmu, oleh karena itu, yang lebih baik dari ini aku kira tidak ada lagi.” Sambil berkata begitu, matanya dilirikkannya kearah Lie Siauw Hiong, dan setelah berdiam diri sejurus lamanya, barulah dia berkata : "Tuan ini ..….” Ie It Hui segera berkata : "Tuan ini adalah seorang kawanku yang bernama Lie Siauw Hiong, karena dia sudah lama mengagumi nama baik dari partai Bu-tong, teristimewa dalam ilmu pedangnya, maka dengan khusus dia datang untuk menyaksikannya.” Thio Tie Hoa pun segera memotong perkataannya : "Orang ini adalah yang tempo hari pernah ku-singgung pada Su-heng yaitu Lie Heng.” Leng-hong-kiam-khek hanya mengeluarkan perkataan 'oh' saja, lalu dia memandang lagi pada Lie Siauw Hiong sejenak, dan dengan tersenyum-senyum lalu dia merangkapkan sepasang kepalannya memberi hormat pada Lie Siauw Hiong. Lie Siauw Hiong pun dengan tertawa sopan membalas hormatnya.
  • 12. Ciam Peng segera maju kemuka sambil berkata : "Marilah aku minta pengajaran Ie Tay-hiap barang beberapa jurus.” Kedua orang ini walaupun pada akhirnya tampaknya sangat hormat menghormati, tapi pada batinnya masing- masing mengandung perasaan kebencian yang memuncak, maka dikalbu masing-masing pihak terselip pula perasaan membunuh lawannya jika ada kesempatan terluang. Dalam pada itu mereka sedang sama-sama berpikir bagaimana cara yang hendak dipakainya untuk menjatuhkan lawannya masing-masing. Kedua orang ini tidak berkata-kata lagi, mereka sedang memusatkan semangat mereka pada satu tujuan, meneliti pihak lawannya dengan penuh kewaspadaan, agar supaya pihak lawannya tidak sampai menyerobotnya terlebih dahulu. Pada saat itu Lie Siauw Hiong sudah berdiri jauh-jauh dari situ, seakan-akan dia takut akan sinar pedang mereka yang sedang bertempur itu nanti jatuh keatas kepalanya. Dalam saat mereka sedang menantikan lawannya bergerak, tiba-tiba dari pinggir pantai tampak beberapa orang yang sedang berlari-lari, menuju ketempat dimana orang akan mengadu kepandaian. Dari cara lari mereka segera dapat diketahui, bahwa kepandaian merekapun tidak rendah. Muka Ciam Peng segera berubah dan lalu bertanya : "Ie Tay-hiap ternyata tidak sedikit mengundang kawan-kawan, ya ?” Ia berkata demikian sambil tertawa dingin. Ie It Hui sendiripun merasa heran sekali atas kedatangan orang-orang itu.
  • 13. Beberapa orang ini setelah datang ditempat mengadu kepandaian silat itu, lalu mereka berhenti berlari. Mereka berdiri disamping. Ie It Hui yang melihat kedatangan mereka itu, segera dia kenali bahwa mereka itulah Hwan Tie Seng, Beng Pek Kie dan beberapa orang dari kota Bu Han yang mempunyai nama terkenal juga dikalangan Kang-ouw. Beberapa orang ini memang kenal dengannya. Ie It Hui lalu merangkapkan kedua tangannya memberi hormat. Kedatangan mereka ini semata-mata untuk menyaksikan keramaian saja. Ie It Hui yang mendapat kesempatan baik ini, tidak ingin dia melepaskan begitu saja, sambil tertawa dingin dia lalu berkata : "Aku orang she Ie sekalipun kepandaianku tidak cukup sempurna, tapi sekali-kali tidak akan mendatangkan bala bantuan untuk membantuku dalam pertempuran ini.” Adapun maksud dari perkataan yang sebenarnya ialah ia seakan-akan berkata : "Aku orang she Ie hanya datang seorang diri saja, tetapi kamu datang tidak terbatas hanya seorang saja.” Sambil tertawa dingin muka Ciam Peng kelihatan menjadi biru, kakinya segera ditarik dan tangannya memegang pedangnya erat-erat, kemudian menyabutnya keluar dari sarung pedangnya sambil berseru : "Awas serangan,” kemudian pedang itu segera mengikuti gerak badannya maju kemuka. Gerakannya ini sangat ringan dan hebat sekali, dengan hanya mengeluarkan sinar kebiru- biruan, pedang itu meluncur kejurusan pundak lawannya. Partai Bu-tong memang terkenal sebagai golongan lwee- kee dalam ilmu pedang, tentu saja kepandaian pedangnya ini sangat luar biasa pula, tapi serangan Ciam Peng sekali ini dilakukan dengan gerak pura-pura saja. Dia belum lagi mengeluarkan jurus-jurus istimewa dari ilmu pedangnya itu.
  • 14. Ie It Hui memperhatikan sampainya ujung pedang itu, ditunggunya sampai pedang itu telah tiba dekat betul kepadanya, barulah dia segera menarik mundur kakinya . satu langkah, kakinya itu lalu digerakkannya separuh berputar, ketika sinar pedang itu lewat dari pinggir badannya, kemudian satu sinar berkelebat, entah dari mana dia telah menggenggam sebatang pedang panjang ditangannya. Dengan sekali bergerak saja dia telah mempertunjukkan jurus 'Huy-liong-cee-hian (naga terbang mengunjukkan diri) dari ilmu pedang 'Siauw-yang-kiu-it-sek' dari partai Kong- tong. Dan dengan pergerakannya itu dia telah memperlihatkan pada orang banyak yang dia sudah mencapai tingkat yang sempurna dalam ilmu pedangnya itu. Tipu 'Siauw-yang-kiu-it-sek' ini adalah yang tempo hari dipergunakan oleh Li Gok, dia dengan menuruti ilmu pedang asli dari partai Kong-tong itu, lalu kemudian dia ubah menjadi lehih sulit dan rumit, dengan tipunya ini Li Gok pada sepuluh tahun yang lalu telah berhasil mendapatkan gelar sebagai 'ahli pedang nomor satu sejagat', dengan melihat caranya ini teranglah bahwa ilmu tersebut bukanlah ilmu sembarangan. Sekali orang mengadu kepandaian diantara jago-jago itu, begitu turun tangan saja, sudah dapat diketahui apakah lawannya itu sesungguhnya mempunyai kepandaian tinggi atau tidak. Demikian pula halnya Ie It Hui, sekali ia mengeluarkan jurusnya tersebut, Ciam Peng sudah mengetahui yang pada hari itu dia sesungguhnya tengah berhadapan dengan seorang lawan yang pandai dan berat. Maka dengan memiringkan badannya dia lalu membabat pergelangan tangan lawannya dari sebelah bawah keatas.
  • 15. Jurusnya ini dilakukan beruntun-runtun, namun demikian sekalipun dia menyerang berturut-turut, serangannya ini tidak kelihatan kegugupannya, hal itu sungguh cara yang paling sempurna yang dapat dipakai oleh orang-orang atau murid-murid dari partai Bu-tong. Dengan sportif lalu Ie It Hui berkata : "Ilmu pedang yang bagus,” lantas dia balas menyerang lawannya dengan ganas, disamping itu dia tidak lupa menjaga dirinya rapat- rapat dengan pedangnya sehingga membentuk satu lingkaran disekeliling badannya untuk menjaga serangan lawannya. Sinar pedangnya yang kelihatan berkelebat-kelebat itu, kemudian tampak sebentar keatas sebentar kebawah, menyerang kearah lawannya, yang sesungguhnya merupakan salah satu jurus 'Sin-liong-hian-bwee' (naga sakti memperlihatkan ekornya) dari tipu 'Siauw-yang-kiu-it-sek'. Ciam Peng mengeluarkan suara siulannya, Leng-hong- kiam-khek yang berdiri disampingnya, mengetahui yang Su- teenya ini sudah mulai naik darah, itulah sebabnya mengapa Ciam Peng memperoleh gelaran 'Sin-ho', sebab sudah menjadi kebiasaannya, sebelum dia membunuh orang, terlebih dahulu dia mengeluarkan suara siulannya ini, benar saja sesudah bersiul itu tampak pedangnya diputar-putar bagaikan bianglala saja mengurung lawannya. Setiap serangan yang dilancarkannya selalu diarahkannya ketempat-tempat yang berbahaya dari badan lawannya. Menyaksikan pertempuran macam ini, sungguh cocok sekali dengan keinginannya sendiri, karena dia mengetahui, sekali salah satu orang menderita luka-luka, maka jalan damai tak mungkin dapat dipergunakan lagi.
  • 16. Ilmu pedang kedua orang ini masing-masing mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri, seperti tipu 'Siauw-yang-kiu-it- sek' yang dipakai oleh Ie It Hui, sungguh-sungguh mengejutkan orang sebab setiap serangannya selalu disertai angin yang bersuitan kerasnya. Tapi partai Bu-tong dengan menggunakan 'Kiu-kiong- lian-hwan-kiam' (ilmu pedang berantai) yang beberapa puluh tahun lawannya disebut-sebut sebagai leluhurnya ilmu pedang dikalangan Kang-ouw pun tidak lemah, sebab setiap jurus dilakukan dengan amat mantap serta dilakukan secara berantai, seperti juga air sungai Tiang-kang yang tidak putus-putusnya mengalir. Sekali kedua orang ini turun tangan, sebentar saja sudah sepuluh jurus lebih dilewatkan, orang banyak yang menyaksikan hal itu hanya melihat sinar pedang berkelebat kian kemari tak putus-putusnya, sedangkan sinar pedang memenuhi angkasa. Hanya Lie Siauw Hiong seorang saja yang menyaksikan ilmu pedang tersebut merasa bahwa partai Kong-tong dan Bu-tong memperoleh nama yang tersohor dikalangan Kang- ouw bukanlah didapatkan dengan secara kebetulan saja. Diam-diam dia memperhatikan setiap serangan yang dilancarkan oleh kedua orang ini, dia merasa sekalipun ilmu pedang kedua orang itu tampaknya sangat rapat, tapi masih terdapat lowongan yang terbuka. Dalam hal ini bila bukan seorang yang ahli dalam ilmu pedang, lowongan itu tak mungkin dapat terlihat begitu saja. Diam-diam dia tersenyum seorang diri, lantas dia mengerti yang ilmu pedang 'Kiu-cie-kiam-hoat' sekalipun tampaknya tidak berguna, tapi khusus untuk dipergunakan melawan ilmu pedang tersebut. Sewaktu Bwee San Bin menciptakan ilmu tersebut, dia setelah bersusah payah berapa tahun lamanya, barulah
  • 17. terbentuk ilmu tersebut. Waktu dia pertama kali berhasil membentuk ilmu tersebut, sebelumnya dia sudah memahami titik kelemahan ilmu pedang dari tiap-tiap partai. Sepuluh jurus telah berlalu pula, sedangkan kedua orang ini masih belum ketahuan yang mana yang akan menang dan yang mana pula yang akan kalah. Selagi mereka bertanding satu sama lain, tiba-tiba sebagian besar awan gelap gulita, sedangkan sinar pedang masing-masing bertambah menyeramkan saja tampaknya. Sesaat kemudian dengan secara mendadak hujan besar turun dengan derasnya bagaikan ditumpahkan dari langit. Orange yang sedang menyaksikan pertempuran itu segera berlari-lari kebawah loteng Oey-ho-lauw untuk menghindarkan diri mereka dari serangan hujan besar itu, tapi kedua orang yang sedang melangsungkan pertempuran tersebut, tetap saja bertarung mati-matian dibawah hujan deras itu. Kedua orang ini boleh dikatakan telah menunjukkan kepandaian yang lihay sekali dari keturunan kedua masing- masing partai mereka, yaitu Bu-tong dan Kong-tong, sekalipun mereka ini bukan ahli waris dari masing-masing partai mereka, tetap mereka memandang sangat penting pertempuran sekali ini, sedikitpun tidak mereka acuhkan hujan yang turun sangat lebatnya itu. Serta merta diantara suara hujan itu terdengar suara orang menyanyi : "Dahulu ada seorang bernama Kiang Thay Kong, sampai umur tujuh puluh masih tidak berguna, sambil memikul terigu dia berjualan dijalan-jalan, tiba-tiba terbit hujan dan angin ..….” Para penonton pertempuran itu merasa sangat takjub, karena mengapa dibawah hujan lebat begini dan malam
  • 18. yang demikian larutnya dan gelap gulita masih ada orang yang bernyanyi. Suara nyanyian itu makin lama makin dekat, lalu diantara hujan itu tampak mendatang seorang yang jalan dengan sempoyongan, sambil menyanyi orang itu memukulkan kayu yang berbentuk panjang seperti gendang. Melihat ini orang banyak bertambah heran dan tercengang. Orang itu ketika melihat ada orang yang bertempur dengan menggunakan pedang, lalu tertawa besar, kemudian berjalan sambil bernyanyi lagi : "Ha, ha, sungguh ramai sekali, hure, kedua orang bertempur seru dan ramai, hure, hure, dikota Yang-ciu ada kuil Swat-lie-bio, sedangkan dikota Tien-kang terdapat Lian-hwan-to ..….” Sambil menyanyi, ia berjalan terus, dan sewaktu dia berjalan sampai dibawah loteng, lalu dia menjatuhkan dirinya duduk didekat Lie Slauw Hiong, lalu dia bernyanyi lagi : "Dahulu ada satu tempat yang sangat bagus, tempat itu bila tak salah bernama Hong-yang, dikota Hong-yang itu lalu muncul Cu Hong Bu, dalam sepuluh tahun ada sembilan tahun menderita musim kemarau. Tung tung ciang, tung tung ciang.” Sambil menyanyi dia memukul gendangnya, ramainya bukan buatan. Dia berbuat demikian seakan-akan disampingnya tidak ada orang lain lagi. Hwan Tie Seng yang melihat dandanannya seperti juga seorang pengemis, muka dan kepalanya sangat bersih sekali, sepasang matanya putih bagaikan batu giok, dan kukunya panjang-panjang. Tiba-tiba dia teringat akan seseorang, maka dengan suara yang perlahan dia lalu membisik dikuping Beng Pek Kie, bisikan mana telah menyebabkan muka Beng Pek Kie berubah, siapa dengan muka yang heran sekali dia memandang pada orang itu.
  • 19. Lie Siauw Hiong yang melihat gerak-gerik kedua orang ini, hatinya tertarik, tapi dengan tenang sekali dia tetap duduk disitu. Sewaktu orang itu memutar kepalanya, dia lihat bahwa Lie Siauw Hiong duduk disampingnya, mukanya berubah, lalu dia memperhatikan Lie Siauw Hiong ini, kemudian dia tertawa pada Lie Siauw Hiong. Lie Siauw Hiong pun lalu tertawa pula pada orang itu, Hwan Tie Seng dan Beng Pek Kie yang melihatnya pun merasa keheran-heranan. Pada saat itu pula Ie It Hui dan Ciam Peng yang sedang bertempur seru itu, tiba-tiba mendengar suara nyanyian itu, sangat mengganggu konsentrasi pikiran mereka. Pada umumnya bila dua orang yang mempunyai kepandaian yang sempurna sedang berkelahi, perhatian mereka sedikitpun tidak boleh terganggu. Hujan masih turun dengan derasnya, lalu ditambah lagi dengan nyanyian dan gendang, sehingga kedua orang itu tidak dapat bertempur sebaik semula, karena hati mereka sudah mulai kacau rasanya. Kedua orang itu merasakan semangat mereka tidak sebaik tadi, sedangkan permainan pedang merekapun tidak setangkas semula, tapi kedua orang ini insyaf bahwa pada saat ini adalah saat-saat yang menentukan. Leng-hong- kiam-khek paling merasa kuatir sekali, pada waktu itu setindak demi setindak dia berjalan mendekati, tidak terasa lagi dia sudah berada dibawah hujan. Pada saat itu setelah mengeliatkan serangan pedang lawannya, Ciam Peng dengan memiringkan tubuhnya maju merangsak lawannya, tangan kirinya dipakai menotok pergelangan tangan Ie It Hui yang memegang pedang, sedangkan dengan tangan kanannya dia menotok jalan darah 'Liok-yang' pada tubuh lawannya.
  • 20. Serangan ini sebenarnya sangat berbahaya sekali, mereka yang sedang bertempur dengan serunya ini sungguh- sungguh hebat sekali, seharusnya Ciam Peng tidak boleh melakukan penyerangan macam begitu, sebab dengan menyerang demikian ini, badannya tidak cukup terjaga, sebab kedua-dua tangannya sudah digunakan untuk menyerang lawannya, maka Leng-hong-kiam-khek yang melihat dari samping tidak terasa lagi berseru kaget, karena dia tahu yang saudara seperguruannya ini pasti akan menemui bahaya, buru-buru kakinya ditotolkan untuk berlompat maju, tapi dia sudah terlambat satu langkah. Ie It Hui dengan teguhnya memasang kuda-kudanya ditanah, badannya dengan sekonyong-konyong ditarik mundur, tangan kanannya dikendorkan, sehingga pedangnya pun menjadi agak kendor. Sewaktu pedangnya itu hendak turun kembali, .tiba-tiba dibalikkannya pedangnya itu dari arah luar lantas dengan cepat menjurus menotok jalan darah 'Ciang-tay' ditubuh Ciam Peng. Caranya dia melakukan serangannya ini, sungguh tepat sekali, pedang yang berada ditangannya secara kendor sekali sudah berhasil mengelitkan totokan Ciam Peng, sedangkan dengan penyerangan pedangnya ini, dia menotok jalan darah Ciam Peng, tipu macam demikian, tidak terdapat pada golongan partai manapun, kecuali partainya sendiri, hanya dengan perubahan yang sekonyong-konyong dari Ie It Hui, sungguh-sungguh berada diluar dugaannya lawan sama sekali. Ciam Peng ingin berkelit sudah tidak sempat lagi, tanpa dinyana tubuhnya lalu jatuh kebumi. Pergerakan Leng-hong-kiam-khek seperti angin, tapi sekali ini waktu dia memburu maju, ternyata tubuh Ciam Peng sudah terlebih dahulu jatuh kemuka bumi, sedangkan tangannya masih tetap memegang pedangnya, tapi
  • 21. mukanya pucat kuning, sedangkan kedua matanya telah terpejam. Dalam kekagetannya ini, Leng-hong-kiam-khek tanpa memperdulikan segala sesuatunya lagi lalu membungkukkan badannya memeluk tubuh Ciam Peng, lalu dia periksa luka adik seperguruannya ini. Para penontonpun pada berteriak pula menyaksikan kejadian itu, tanpa memperdulikan hujan lagi lalu mereka berlari-lari kemuka kedua orang itu. Lie Siauw Hiong yang melihat orang aneh itu, tidak ingin memperdulikan keadaan mereka, tampak dia terus saja bernyanyi-nyanyi, oleh karena itu, diapun duduk tidak ingin meninggalkan tempat itu. Leng-hong-kiam-khek yang melihat Ciam Peng kena ditotok jalan darah Ciang-tay-nya, dia merasa gugup dan marah, lalu dia berkata : "Bagus, bagus, ilmu pedang Kong- tong benar-benar sangat lihay sekali, sekarang ternyata partai Bu-tong boleh dikatakan sudah kalah olehmu.” Pada saat itu seluruh pakaian Ie It Hui basah kuyup, sedangkan badannyapun terasa sangat capai sekali. Bila sampai Leng-hong-kiam-khek turun tangan terhadapnya, dia tahu yang dia tidak mungkin dapat melayaninya lagi, buru-buru dia berkata : "Apakah tuan ingin mencoba pula ?” Dengan perasaan marah yang memuncak Leng-hong- kiam-hek berkata : "Aku pasti tidak akan menarik keuntungan dari keadaanmu itu, kepandaian orang she Ie itu, walau bagaimanapun akhirnya aku ingin coba merasainya.” Didepan para pendekar, dari kota Bu-han ini dia telah mengeluarkan perkataan yang pantas sekali, tapi hal itu bukan terbit dari hatinya yang jujur, adalah karena setelah
  • 22. dia melihat keadaan Ciam Peng cukup membahayakan, oleh karena itu, dia harus pergi cepat-cepat untuk mengobatinya. Sambil mendukung tubuh Ciam Peng dia lalu membentak Thio Tie Hoa yang berdiri disampingnya : "Masih belum mau jalan !” It It Hui berkata pula : "Harap kau beritahukan kapada gurumu, kasih tahu padanya bahwa kawan lamanya dari gunung Kong-tong sebelah barat, pada sepuluh tahun yang lalu mungkin ketinggalan sesuatu ditempat, bila memang barang tersebut masih ada disana, tolonglah dikembalikan saja pada pemiliknya yang sah.” Dengan marah Leng-hong-kiam-khek menjawab : "Dalam batas waktu satu bulan lamanya, guruku pasti akan mengunjungi gunung Kong-tong, harap kau sambut kedatangannya nanti.” Sambil menengadahkan kepalanya Ie It Hui tertawa lalu berkata : "Baik, baik, pertemuan dipuncak gunung Thay-san pada musim rontok ini, aku masih mengharapkan kaupun dapat datang juga, untuk memberi pelajaran terhadapku.” Dengan masih tetap marah Leng-hong-kiam-khek menjawab : "Sudah tentu.” Badannya segera berkelebat, sambil mendukung tubuh Ciam Peng dia lari pesat sekali seperti terbang saja cepatnya. Lie Siauw Hiong yang mendengar percakapan kedua orang itu, dia sudah tahu perhubungan antara partai Bu- tong dan Kong-tong tidak dapat didamaikan lagi. Kini perhubungan mereka ini bagaikan air dengan api saja yang tidak dapat bercampur baur pula, lalu dia menolehkan kepalanya memandang pada orang aneh itu, dia lihat orang
  • 23. itu tambah lama suara nyanyiannya bertambah kecil dan perlahan, seakan-akan pada saat itu dia sudah jatuh tertidur. Lie Siauw Hiong lalu tersenyum, kemudian dia bangun berdiri berjalan kearah Ie It Hui sambil berkata : "Kepandaian ilmu pedang Ie Heng sungguh-sungguh luar biasa sekali, hari ini mata Siauw-tee benar-benar sudah terbuka.” Lalu diapun berkata pula terhadap Hwan Tie Seng dan kawan-kawannya : "Hari ini aku menjadi tuan rumah, untuk pergi ke Hong-lim-pan untuk minum sampai puas guna memberi selamat pada Ie Heng, apakah kalian setuju ?” Dengan segera Ie It Hui berkata : "Atas kebaikan Lie Heng ini, Siauw-tee merasa berterima kasih sekali, hanya Siauw-tee harus segera kembali ke Kong-tong untuk memberitahukan urusan ini kepada guruku.” Setelah berdiam sejurus lalu dia melanjutkan perkataannya : "Masih ada Chit-biauw-sin-kun yang muncul kembali didunia rimba persilatan Siauw-teepun harus segera memberitahukan pula kepada guruku supaya dia bisa bersiap-siap.” Lie Siauw Hiong lalu berkata : "Karena Ie Heng mempunyai pekerjaan penting tersebut, Siauw-teepun tidak dapat memaksa menahanmu, hanya perpisahan hari ini, bila dikemudian hari kita tidak dapat saling bertemu kembali, Siauw-tee sungguh merasa kecewa dan bersedih hati sekali.” Dengan tertawa lalu Ie It Hui berkata : "Kepergian Siauw-tee sekali ini, justeru ingin menyelesaikan suatu pekerjaan, bila pekerjaan ini telah dapat aku selesaikan, Siauw-tee pasti akan datang kemari lagi, Lie Heng boleh
  • 24. berpesta pora dengan kawan-kawan selama sepuluh hari. Dan kita berpisah dahulu untuk sementara waktu.” Sehabis berkata begitu, lalu dia memberi hormat kemudian dia berangkat pergi secepat terbang, hingga dalam waktu sekejap mata saja bayangannya telah lenyap ditelan gelap pekat dalam hujan rintik-rintik itu. Sesudah itu mendadak sontak Hwan Tie Seng datang menghampiri sambil berkata dengan suara yang perlahan : "Lie Heng apakah kenal dengan orang itu ?,” sambil menundingkan jarinya menunjuk kearah orang aneh yang masih duduk diemper rumah makan tersebut. Lie Siauw Hiong sambil menggelengkan kepalanya menjawab : "Tidak kenal.” Baru saja Hwan Tie Seng ingin membuka mulutnya untuk bicara lagi, tiba-tiba dia menguap, maka perkataan yang hendak diucapkannya itu segera ditelan kembali. Beng Pek Kiepun segera datang menghampiri sambil berkata : "Dibawah hujan bukankah tempat yang layak untuk bercakap-cakap, Lie Heng lebih baik turut kami sekalian untuk naik kekapal kembali.” Sambil tertawa Lie Siauw Hiong lalu berkata : "Siauw- tee masih merasa aneh sekali, Siauw-tee masih ingin berdiam disini untuk beberapa waktu, Hwan Heng dan Beng Heng silahkan saja pulang dahulu.” Hwan Tie Seng terpekur sebentar lalu berkata : "Begitupun baik, tapi siapa tahu Lie Heng akan menjumpai hal-hal yang aneh, hanya kami sekalian ingin berjalan terlebih dahulu.” Begitupun Beng Pek Kie tampaknya tidak suka berdiam lebih lama lagi disitu, sambil memberi hormat lalu dia
  • 25. menarik tangan Hwan Tie Seng dan kawan-kawannya lain untuk meninggalkan tempat itu. Lie Siauw Hiong lalu menggunakan tangannya menyeka air hujan yang melekat dimukanya, kemudian dia balik keemper rumah makan tersebut. Disana dia melihat orang aneh itu seperti sedang tidur dengan nyenyaknya. Maka setelah berdiri sesaat lamanya, lalu diapun duduk dipinggir orang aneh itu. Setelah duduk sejurus lamanya, hujan makin kecil turunnya, diufuk Timur kelihatan fajar hampir menyingsing, sedangkan orang aneh itu masih tetap tidak bergerak dari tempatnya. Lie Siauw Hiong lama-lama menjadi tidak sabar, lalu berkata pada dirinya sendiri : "Bila sampai kejadian saat ini ada orang yang jalan mendatanginya, bukankah akan menerbitkan buah tertawan saja ?” Tak lama antaranya fajar mulai menyingsing. Dugaan Lie Siauw Hiong ini tepat benar. Dari arah pantai Lie Siauw Hiong melihat orang datang, malah yang datang itu tidak terbatas satu orang saja. Pandangan matanya sangat awas sekali, dari jauh dia melihat yang datang itu semuanya adalah wanita, diantara keempat wanita itu masing-masing memegang sesuatu barang, sedangkan seorang wanita yang berjalan dimuka adalah bertangan hampa. Lie Siauw Hiong diam-dian mengeluh pada dirinya sendiri, dia berpikir wanita itu pakaiannya mewah-mewah, sedangkan dia sendiri kini sedang duduk berdampingan dengan seorang pengemis, hal itu bukankah suatu hal yang memalukan sekali ? Dalam hatinya dia rasakan berdebar-debar ketika dia melihat seorang wanita yang berjalan dimuka menunjuk
  • 26. kearah tempat duduknya sambil menunjukkan muka yang berseri-seri terhadapnya. Dia semakin merasa heran, dan dia tidak pernah berkenalan dengan wanita muda itu, sebaliknya mengapa wanita itu menunjuk kearahnya, mungkinkah dia tengah menertawakan aku, tapi agaknya wanita itu tidak mungkin melakukan hal yang demikian. Wanita muda itu memakai baju yang berwarna hijau, rambutnya lebat sekali, sedangkan alisnya indah bagaikan dilukis. Dipagi hari begini seakan-akan dia melihat gadis dalam sebuah lukisan saja. Lie Siauw Hiong tidak terasa lagi dia telah melirik kearah wanita itu. Wanita muda itu semakin lama semakin dekat saja, malahan dia berjalan kearah tempat duduk Lie Siauw Hiong sendiri, dibelakangnya keempat wanita itu agaknya adalah budak-budaknya, mereka masing-masing memegang sebuah sudut dari tapang yang lemas. Lie Siauw Hiong rasakan seakan-akan dia tengah bermimpi saja, semakin melihat keadaan tersebut dia merasa semakin aneh saja, tapi satu hal yang paling aneh ialah justeru wanita muda itu ketika berjalan sampai dimukanya lalu dia melemparkan sebuah senyuman yang manis sekali. Lie Siauw Hiong yang memperoleh sebuah senyuman ini, merasa bahagia sekali, sehingga membuat dia tidak tahu harus berbuat apa, akhirnya dengan perasaan yang bingung dia berdiri terpaku disitu. Keempat budak yang berjalan dibelakangnya itu sewaktu sampai dimuka pengemis itu, lalu mereka angkat tubuh pengemis itu kemudian dibaringkan pada sebuah tapang
  • 27. yang mereka bawa, ketika itu pengemis itu membuka matanya, setelah memandang keempat penjuru, lalu dia tidur kembali, melihat kejadian tersebut, sungguh-sungguh membuat Lie Siauw Hiong menjadi heran sekali, dengan terpesona dia tetap memandang pada wanita muda itu, sedangkan wanita itu kembali memberikan sebuah senyuman lagi kepadanya. Maka dengan tersipu-sipu Lie Siauw Hiong segera memberi hormat pada wanita itu sambil berkata : "Kho-nio ..….” Dia hanya dapat mengeluarkan dua patah kata saja, lalu diapun tidak dapat mengucapkan perkataan selanjutnya. Oleh karena itu, diapun tidak mengetahui siapakah gerangan wanita itu, juga dia tidak mengetahui antara wanita muda itu dengan pengemis tersebut mempunyai hubungan apakah, mengapa pula keempat budak itu membawa pergi pengemis tersebut, lagi pula apa maksud wanita muda itu memberi senyuman kepadanya. Wanita muda tersebut ketika melihat Lie Siauw Hiong berbuat demikian, untuk ketiga kalinya dia memberi sebuah senyuman lagi. Saat itu sudah menjelang pagi, matahari sudah mulai memancarkan sinarnya. Keempat budak itu setelah meletakkan badan pengemis itu diatas tapang, lalu masing-masing memegang setiap sudutnya kemudian mereka berjalan pergi darimana mereka datang tadi. Wanita muda itu tampak memainkan sudut matanya seketika, tiba-tiba lalu dia berkata dengan suaranya yang amat merdu sekali : "Ayahku telah menerima layananmu yang sempurna, aku amat merasa bersyukur dan berterima kasih sekali pada tuan. Malam ini aku akan menyediakan arak untuk menjamu tuan. Sudi apakah kiranya tuan
  • 28. mampir keperahu kami, untuk saling mempererat persahabatan kita ?” Sehabis berkata begitu, sekali lagi dia memberi hormat dengan takzimnya, lalu dia memutar badannya untuk berjalan pergi. Sejurus lamanya Lie Siauw Hiong terpesona, hingga dia lupa akan segala kejadian-kejadian yang baru saja berlalu. Wanita muda yang demikian cantiknya ini, adalah anak dari pengemis tersebut. Sekian pula lamanya ia terheran- heran dengan takjubnya, memikirkan akan adanya hal yang seaneh itu, tapi mengapa pula wanita muda itu mengundangnya datang keperahunya untuk minum- minum, setelah dia mengatakan bahwa Lie Siauw Hiong telah melayani ayahnya dengan telaten. Betulkah pengemis ini ayahnya yang sebenarnya.? Tapi walaupun benar pengemis itu adalah ayahnya, Lie Siauw Hiong tidak pernah merasa melayani ayahnya dengan teliti. Dan pula yang mana kapalnya yang dikatakannya perahu itu, akupun tidak mengetahui, sebab disungai itu banyak sekali kapal-kapal yang berlabuh, lagi pula bagaimana bentuk kapalnya itu. Sekalipun dia sendiri sangat ingin bertandang kekapal wanita itu, tapi ia tidak bisa mencari yang mana kapal mereka itu. Aneka ragam pertanyaan yang tak putus-putusnya membuat otaknya bekerja keras. "Kejadian yang aneh, kejadian yang aneh, sungguh- sungguh satu kejadian yang langka, tapi waktu berpisah wanita muda itu rasanya sangat berat sekali, hal itu sungguh-sungguh mengherankan sekali, hingga tepat seperti apa yang dikatakan oleh Hwan Tie Seng.” Berkata sampai disini lalu tiba-tiba ditepuknya dahinya dan dia berkata : "Aku sungguh bodoh. Hwan Tie Seng tampaknya mengetahui benar latar belakang dari pengemis
  • 29. itu. Aku akan pulang menanyakan hal ini kepadanya, tanpa mengatakan sesuatu padaku, tentu dia sudah mengetahui persoalannya.” Oleh karena itu, soal ini lalu dikesampingkannya saja untuk sementara waktu, sambil membersihkan bajunya, lain dia berjalan kearah pantai untuk menantikan datangnya tukang perahu yang dapat membawa dia menyeberangi sungai itu. Tapi waktu perahu itu tepat berada ditengah-tengah sungai, dia melihat air sungai berombak-ombak, hatinyapun terasa kacau seperti air sungai itu pula. Dalam waktu sepuluh tahun sewaktu dia berada dikamar batu untuk mempelajari ilmu kepandaiannya itu, dia sudah menjadi biasa hidup seorang diri dengan cara yang sederhana sekali, kecuali dia sudah sangat biasa dalam melatih diri, diluar itu tidak ada sesuatu yang dipikirkannya, tapi pada saat itu dia baru saja empat atau lima hari menerjunkan dirinya dalam kalangan Kang-ouw. Kini banyak sekali pekerjaan yang harus dipikirkannya, yang meminta penyelesaiannya. Ternyata tugas yang diberikan oleh Bwee San Bin adalah begitu sulit dan berat. Ingatannya pada kejadian sepuluh tahun yang silam, kejadian yang amat menyedihkan, telah menimpa dirinya kembali mendadak sontak terlintas diotaknya. Walaupun peristiwa itu ia sudah mulai agak lupa karena lamanya massa berlalu, tapi saat itu tiba-tiba segar kembali dalam ingatannya. Ditambah lagi dengan pengalamannya yang 'sangat manis' pada beberapa hari yang lain, dengan memeras tenaga, dia telah berhasil menolong wanita muda she Phui yang mempunyai mata yang sangat indah itu. Tampaknya ia seakan-akan minta belas kasihan dan wanita yang berbaju
  • 30. hijau itu yang mempunyai gaya tertawa yang manis sekali yang dia temui dibawah loteng rumah makan Oey-ho-lauw, kesemuanya itu membuat dia merasa bingung sekali. Wanita-wanita itu adalah wanita pelacur dari Hong-lim- pan. Sekalipun Lie Siauw Hiong sangat benci atas pekerjaan wanita-wanita tersebut, namun perasaannya merasa amat tertusuk membuat ia menjadi sangat terharu akan hal itu. Belum pernah seumur hidupnya ia mengalami hal demikian. Tanpa disadarinya, batin Lie Siauw Hiong telah terpengaruh pula oleh kecantikan wanita muda itu. Dalam berpikir demikian tekunnya ini, tidak terasa lagi perahunya sudah mendekati pantai. Dipantai kusirnya sedang menantikan kedatangannya. Kusirnya itu duduk termangu-mangu diatas keretanya. Ia merasa sangat lelah dan terkantuk selama menantikan majikannya itu. Ia sangat sayang dan hormat sekali pada majikannya itu, karena ia tahu bahwa majikannya itu adalah seorang manusia yang ramah dan baik hati dan lagi mempunyai simpati besar pada orang lemah, melarat dan juga pada orang yang hidup tertekan seperti para pelacur itu. Ketika kusirnya melihatnya sudah datang, dengan girang sekali dia segera melompat dari keretanya, lalu membukakan pintu kereta dan dengan hormat sekali dia bertanya : "Sudah ingin pulangkah Loo-ya (majikan) ?” Lie Siauw Hiong hanya menggut saja, dalam hatinya ia berpikir : "Rupanya tiap-tiap orang mempunyai keingininnya sendiri-sendiri. Bila dibandingkan dengan orang lain, tentu bedanya akan sangat jauh pula, umpamanya saja kusirku ini, ketika melihat kedatanganku, dia kelihatannya begitu girang dan puas sekali. Sesudah sampai dirumah, kusirku
  • 31. yang kelihatannya penat itu baru dapat tidur dengan nyenyaknya, karena dia tidak lagi harus menantikan majikannya sampai pagi. Untuk dan sampai hari ini, aku masih belum mengetahui apa harapanku, aku hanya tahu yang aku mempunyai satu keinginan yang kuat sekali dan aku mengharapkan yang keinginanku itu akan tercapai. Bila demikian halnya; barulah terhitting yang cita-citaku akan terpuaskan.” Lalu dia menghampiri kereta tersebut dan kemudian, naik kereta. Sambil menarik napas panjang, dia berkata: "Hanya mungkinkah angan-anganku itu akan tercapai ?” Dalam ruangan keretanya yang sangat sempit dan kecil itu, dia memandang kepojok keretanya itu. Pada saat itu dia sangat mengharapkan sekali wanita yang tempo hari menyembunyikan dirinya disitu, agar dapat kembali duduk disampingnya. Kemudian Lie Siauw Hiong memerintahkan saisnya untuk mempercepat jalan keretanya. Karena jarak dari pantai kerumahnya sangat dekat, maka dalam tempo beberapa menit mereka sudah sampai. San Bwee Cu Poo Hoo baru saja menutup pintu tokonya, sedangkan pelayan-pelayan sedang mengerjakan pekerjaannya sehari-hari. Mereka tampak sangat mengantuk sekali. Lie Siauw Hiong hanya manggutkan kepalanya saja atas sambutan pelayannya itu, yang tampaknya begitu rajin-rajin, kemudian dia langsung masuk kekamar wanita muda itu. Tanpa mengetuk pintunya lagi, dia sudah memasuki kamar wanita muda itu, karena dia sudah kebiasaan selama bertahun-tahun hidup dikamar batunya, terhadap segala adat istiadat khalayak ramai dia kurang mengetahui jelas,
  • 32. itulah sebabnya mengapa peraturan antara laki-laki dan wanita, dia tidak tahu jelas, maka terjadilah tindakannya yang semberono itu memasuki kamar orang, sekalipun dia banyak sudah membaca buku-buku, tapi setiap dia mengerjakan sesuatu selamanya dia sering lupa, karena dia sudah kebiasaan apa yang dikerjakan tanpa dipikir baik buruknya terus saja dia lakukan menurut suara hatinya. Wanita muda itu didapatinya sedang duduk termenung diatas ranjang, ketika melihat Lie Siauw Hiong masuk, ia tampak amat girang lalu memanggil Lie Siauw Hiong. Sebaliknya Lie Siauw Hiong sendiri merasa gembira pula, dengan tersenyum-senyum dan dengan suara yang lembut dia berkata : "Kho-nio (nona) pasti dapat beristirahat dengan tenang sekali, bukan ?” Lalu tampak alisnya terangkat naik, sinar matanya yang cemerlang memancar dari mukanya yang sedari tadi kelihatan bersedih hati. Kini romannya yang sedih itu sudah berubah menjadi lebih bercahaya. Dengan perasaan malu-malu dia berkata : "Aku she Phui ..….” "Phui Kho-nio,” kata Lie Siauw Hiong selanjutnya. Dengan sekonyong-konyong saja dalam hatinya timbul perasaan yang tenteram dan damai. Diwajah wanita muda itu terbayang seakan dia merasakan bahwa dia telah mempunyai tulang punggung yang kuat sekali, karenanya dia tidak usah banyak memikirkan soal dirinya lagi yang hidup sebatang kara itu. Wanita muda itu karena amat malunya, dia menundukkan kepalanya, karena ia maklum bahwa seorang wanita yang belum berumah tangga dan berani memberitahukan namanya dihadapan pemuda asing adalah
  • 33. terlarang pada saat itu. Hal itu telah dilakukannya, karena dia sangat tertarik serta mmepunyai kesan yang baik sekali atas diri pemuda itu, karena Lie Siauw Hiong adalah seorang pemuda yang tampan serta masih muda belia, sangat sopan santun, welas asih dan periang, sehingga hal itu semuanya telah berhasil membuka pintu hatinya. Sebaliknya pemuda Kim Ie, mempunyai suara yang sangat jelek dan berwajah sangat dingin. Sejak kecil pemuda- pemuda yang pernah dijumpainya, kalau bukan petani pastilah ia pencuri atau perampok. Walaupun dia tidak mengerti akan tindak-tanduk Lie Siauw Hiong ini, bahkan diapun sama sekali tidak saling mengenal, tapi perasaan aneh telah merasuk dikalbu masing-masing. Perasaan ganjil ini semakin bersemi dengan segarnya dihati kedua muda- mudi yang belum begitu saling mengenal. Sewaktu-waktu bila keduanya bertemu, acapkali membuat muka mereka kemerah-merahan, itulah yang disebut cinta pertama yang membuat seseorang itu melamun, berkhayal kesoal yang muluk-muluk dan indah-indah saja. Perasaan tersebut lebih- lebih menonjol pada pemuda dan pemudi yang masih bujangan. (Oo-dwkz-oO) (Nyambung ke Jilid 6)