SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 16
Downloaden Sie, um offline zu lesen
TUGAS MATA KULIAH
MANAJEMEN PRASARANA BERKELANJUTAN
(MPP603)
Dosen Pengampu:
Dr. Maryono, M.Eng.
PERKEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH
(2006-2016)
Disusun oleh:
BRAMANTIYO MARJUKI 21040116410036
ROSAN CAHYA UTAMI 21040116410017
SUTARNI 21040116410019
MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
1
I. Pendahuluan
I.1 Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan
1.1.1 Pembangunan Berkelanjutan
Dewasa ini masalah keberlanjutan (sustainability issues) merambah di semua bidang
kehidupan manusia, isu sustainable development diawali dari pernyataan pentingnya kesadaran
segenap pihak tentang berbagai isu lingkungan global, Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini
tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka, sebagai
suatu proses perubahan dimana pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pembangunan
dan perubahan kelembagaan selalu dalam keseimbangan dan secara sinergis saling memperkuat
potensi masa kini maupun masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia
(Brundtland dalam Budihardjo & Sujarto, 1999).
Publikasi ini kemudian memicu lahirnya agenda baru mengenai konsep pembangunan
ekonomi dan keterkaitannya dengan lingkungan dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dalam aktivitasnya memanfaatkan seluruh
sumberdaya, guna meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan
pembangunan pada dasarnya juga merupakan upaya memelihara keseimbangan antara lingkungan
alami (sumberdaya alam hayati dan non hayati) dan lingkungan binaan (sumberdaya manusia dan
buatan), sehingga sifat interaksi maupun interdependensi antar keduanya tetap dalam keserasian
yang seimbang.
Gambar 1. Pola Pembangunan Berkelanjutan
Sumber: Fadel, 2008
Secara umum pembangunan berkelanjutan (sustainable development) langsung berintegrasi
dengan lingkungan, ekonomi, dan sosial. Diagram diatas menunjukkan bagaimana integrasi dari nilai
lingkungan, nilai ekonomi, dan nilai sosial yang diharapkan menghasilkan kehidupan yang sejahtera
bagi manusia. PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, menyebutkan bahwa perwujudan dan
peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budidaya; dan pengendalian
2
perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan, minimal ada 3 (tiga) matra untuk Pembangunan Berkelanjutan, meliputi:
• Keberlanjutan pertumbuhan ekonomi: mengelola lingkungan hidup dan sumberdaya alam
secara efektif dan efisien dengan yang berkeadilan perimbangan modal masyarakat,
pemerintah dan dunia usaha.
• Keberlanjutan sosial budaya: pembentukan nilai-nilai sosial budaya baru serta peranan
pembangunan yang berkelanjutan terhadap iklim politik dan stabilitasnya.
• Keberlanjutan kehidupan lingkungan (ekologi) manusia dan segala eksistensinya:
keselarasan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan.
1.1.2 Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan
Pembangunan infrastruktur merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan
roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur juga mempunyai peran yang penting dalam
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa serta diyakini sebagai pemicu pembangunan suatu
kawasan. Menurut Basri (2001), infrastruktur merupakan instrumen untuk memperlancar
berputarnya roda perekonomian sehingga bisa mempercepat akselerasi pembangunan, semakin
tersedianya infrastruktur akan merangsang pembangunan di suatu daerah sebaliknya pembangunan
yang berjalan cepat akan menuntut tersedianya infrastruktur agar pembangunan tidak tersendat.
Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase,
bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Kodoatie, 2005). Kategori infrastruktur adalah jalan
raya, rel kereta api, pelabuhan laut, bandar udara, alat pengangkutan dan telekomunikasi selain itu
infrastruktur lainnya adalah listrik dan air bersih. Infrastruktur dalam arti luas juga meliputi
infrastruktur lunak seperti normma, nilai, keamanan dan perangkat hukum (Faisal basri, 2002).
The Routledge Dictionary of Economics memberi pengertian yang lebih luas yaitu bahwa
infrastruktur juga merupakan pelayan utama dari suatu negara yang membantu kegiatan ekonomi
dan kegiatan masyarakat sehingga dapat berlangsung yaitu dengan menyediakan transportasi dan
fasilitas yang lainnya. Menurut World Bank Report (2004), infrastruktur dibagi kedalam tiga
golongan yaitu:
• Infrastruktur ekonomi, merupakan aset fisik yang menyediakan jasa dan digunakan dalam
produksi dan konsumsi final meliputi public utilities (telekomunikasi, air minum, sanitasi
dan gas), public works (bendungan, saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi
(jalan, kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang)
• Infrastruktur sosial, merupakan aset yang mendukung kesehatan dan keahlian masyarakat
meliputi pendidikan (sekolah da perpustakaan), kesehatan (rumah sakit, pusat kesehatan)
serta untuk rekreasi (taman, museum dan lainnya)
• Infrastruktur administrasi atau institusi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi
dan koordinasi serta kebudayaan.
1.1.3 Pembangunan Infrastruktur Pendidikan Berkelanjutan
Pendidikan merupakan hal penting dalam sebuah negara. Pendidikan menjadi kunci dasar
dari pembangunan sebuah negara itu sendiri. Sebuah negara tanpa adanya pendidikan sama halnya
3
dengan tumbuhan tak berpupuk, dimana masyarakatnya tidak bisa berkembang dan hanya akan
dibodohi oleh negara lainnya. Oleh karena itu kita harus selalu memperhatikan dan mementingkan
pendididkan di negara kita. Tidak hanya menyelengarakan pendidikan saja, akan tetapi kita harus
memperhatikan kualitas pendidikan dan aspek lainya seperti infrastruktur pendidikan, kurikulum
pendidikan, kualitas tenaga pendidik dan lainya yang mendukung keberhasilan sebuah pendidikan.
Karena dalam melaksanakan sebuah pendidikan dibutuhkan kesiapan baik secara fisik maupun non
fisik, persiapan fisik yang dimaksudkan adalah kesiapan infrastruktur pendidikan seperti gedung
sekolah dan lainya. Sedangkan persiapan non fisik adalah kemampuan guru, kurikulumyang
digunakan, psikologi anak dan lainya. Kedua aspek ini harus terprnuhi guna menujang pelaksanaan
pendidikan yang maksimal dan berkualitas
Kualitas infrastruktur pendidikan merupakan aspek utama dalam mendukung pelaksanaan
pendidikan yang baik dan berkualitas. Kualitas infrastruktur yang baik akan menunjang pelaksanaan
pendidikan yang maksimal, infrastruktur pendidikan inilah yang nantinya akan berperan untuk
memfasilitasi pelaksanaan pendidikan. Fasilitas ini nantinya akan dimanfaatkan dalam
melaksanakan pembelajaran siswa sehingga tujuan yang dicapai akan terlaksana dengan baik, selain
didukung dengan kurikulum yang ada. Namun sebaliknya jika kualitas infrastuktur pendidikan yang
buruk inilah menjadi kendala utamanya, tak terkecuali pendidikan di Indonesia selama ini
Infrastruktur berkelanjutan merupakan sebuah konsep dari pembangunan infrastruktur
dengan memperhatikan keseimbangan antara memenuhi kebutuhan infrastruktur pada masa
sekarang dan masa yang akan datang (Iwan et al, 2008). Dengan demikian dalam pembangunan
infrastruktur berkelanjutan perlu memperhatikan dan mengintegrasikan tiga aspek keberlanjutan
meliputi keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sumber daya. Melalui keberlanjutan ekonomi
diharapkan kegiatan ekonomi dapat terus berjalan dan berkembang untuk memenuhi kebutuhan
dasar manusia,meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan, mengurangi jumlah
pengangguran serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik dari aspek pendidikan
maupun kesehatan.
Guna mendukung tujuan pendidikan berkelanjutan, maka pembangunan infrastruktur
pendidikan seyogyanya juga menerapkan prinsip berkelanjutan agar capaian-capaian dalam
pendidikan dapat berlanjut dan bermanfaat dalam jangka waktu yang lama. Dalam sektor
pendidikan, Millenium Development Goals (MDGs) mempunyai sebuah target pembangunan
berkelanjutan di bidang pendidikan, dimana diharapkan pada tahun 2015, seluruh anak – anak di
seluruh dunia, tanpa memandang laki-laki atau perempuan, harus dapat memperoleh akses
pendidikan dasar dan mampu menyelesaikan pendidikan dasar tersebut (Ngwaru dan Oluga, 2016).
Akses pendidikan dasar global tanpa memandang status sosial dan kemampuan ekonomi menjadi
salah satu indikator untuk mengukur adanya prinsip keberlanjutan di sektor pendidikan.
I.2 Perkembangan Pelayanan Sekolah Menengah Atas di Jawa Tengah
1.2.1 Perkembangan Jumlah SMA Jawa Tengah
Perkembangan jumlah SMA di Jawa Tengah dalam 10 tahun sejak tahun 2006 hingga 2015
menunjukkan adanya perkembangan kurang lebih 2 % tiap tahunnya. Pada tahun 2006 jumlah SMA
di Jawa Tengah sebesar 1.702 sekolah, sementara pada tahun 2015 jumlah sekolah telah mencapai
2.261 sekolah. Adanya pertumbuhan jumlah sekolah merupakan indikasi positif pelayanan yang
meningkat. Namun untuk mengatakan dan menjustifikasi pertumbuhan sekolah sebagai bentuk
4
pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan masih harus dibuktikan dan dibandingkan dengan
jumlah dan pertumbuhan siswa.
Gambar 2.
Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka 2006-2016
1.2.2 Perkembangan Jumlah Siswa SMA Jawa Tengah
Perkembangan jumlah siswa SMA di Jawa Tengah dalam 10 tahun sejak tahun 2006 hingga
2015 juga menunjukkan adanya perkembangan kurang lebih 2 % tiap tahunnya. Pada tahun 2006
jumlah siswa SMA di Jawa Tengah sebesar 825.857 siswa, sementara pada tahun 2015 jumlah siswa
mencapai 1.014.073 siswa. Trend pertumbuhan siswa ini sejalan dengan pertumbuhan jumlah
sekolah, namun untuk mengetahui status keberlanjutan pelayanan pendidikan sekolah menengah
atas, data ini harus dianalisis lebih lanjut dengan data jumlah sekolah melalui analisis varians.
Gambar 3.
Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka 2006-2016
0
500
1000
1500
2000
2500
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Jumlah SMA di Jawa Tengah
2006-2015
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Jumlah Siswa SMA di Jawa
Tengah
2006-2015
5
I.3 Tujuan Kajian
Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui status keberlanjutan (sustainability) dari
penyediaan infrastruktur pendidikan sekolah menengah atas di Jawa Tengah menggunakan analisis
regresi sederhana per kabupaten.
I.4 Data dan Metode
Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data jumlah SMA per kabupaten/kota dan data
jumlah siswa SMA per kabupaten/kota per tahun selama 10 tahun di Provinsi Jawa Tengah. Sumber
data yang digunakan berasal dari publikasi Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka mulai publikasi tahun
2007 sampai tahun 2016, yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah.
Metode analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis regresi linier untuk melihat
kecenderungan perkembangan pelayanan pendidikan menengah ke atas dibandingkan dengan
jumlah siswa yang ada. Selain analisis regresi, dilakukan juga uji hipotesis menggunakan uji F
berdasarkan hasil pengamatan nilai F pada tabel ANOVA yang dihasilkan dari analisis regresi. Hasil
uji F akan memberikan informasi signifikansi dan kesimpulan dari hubungan antar dua variabel di
atas. Kesimpulan uji hipotesis akan digunakan untuk menentukan pelayanan pendidikan menengah
ke atas di Provinsi Jawa Tengah sudah mempertahankan prinsip keberlanjutan atau tidak.
II. Analisis Pelayanan Pendidikan Sekolah Mengengah Atas di
Jawa Tengah untuk Mengetahui Aspek Keberlanjutan
Pelayanan Pendidikan.
II.1 Asumsi, Pemilihan Variabel dan Hipotesis
Salah satu target dalam pembangunan pendidikan berkelanjutan menurut Millenium
Development Goals adalah setiap anak dapat mengakses pendidikan dasar dan mampu
menyelesaikan pendidikan tersebut. Prinsip ini dapat diterapkan untuk setiap jenjang pendidikan
apabila diperlukan. Dalam hal ini, prinsip ini dapat diterapkan untuk mengukur kinerja pelayanan
pendidikan tingkat menengah atas di Provinsi Jawa Tengah yang menjadi lokasi kajian.
Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data jumlah siswa dan jumlah sekolah dalam
kurun waktu 10 tahun (2006-2015). Dari kedua data tersebut akan dilihat apakah setiap siswa dapat
mengakses pendidikan dengan baik, melalui indikator kesesuaian antara peningkatan jumlah
sekolah dan peningkatan jumlah siswa. Dalam hal ini, kami mengasumsikan bahwa jika jumlah siswa
meningkat, maka jumlah sekolah juga harus meningkat agar prinsip keberlanjutan tetap tercapai.
Dengan demikian, maka variabel bebas dalam kajian ini adalah jumlah siswa. Sedangkan variabel
terikat adalah jumlah sekolah.
Hipotesis yang digunakan dalam kajian ini adalah hipotesis mengenai hubungan antara
variabel jumlah siswa dan jumlah sekolah yang dinyatakan sebagai berikut:
h0 : Tidak ada pengaruh jumlah siswa terhadap jumlah sekolah
h1 : Jumlah siswa berpengaruh terhadap pertumbuhan jumlah sekolah
6
II.2 Hasil Analisis
Dari analisis yang telah dilakukan, tidak semua kabupaten/kota di Jawa Tengah
menunjukkan adanya prinsip keberlanjutan dalam pelayanan pendidikan menengah ke atas.
Rekapitulasi hasil analisis terhadap data 10 tahun disajikan dalam Tabel 1 dan Gambar 4 di bawah
ini.
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis 10 tahun
Kabupaten Koefisien
Korelasi
F Hitung F
tabel
Signifikansi Hasil Uji
Hipotesis
Interpretasi
Cilacap 0,57 10,625 12,25 0,12 H1 ditolak Tidak Berkelanjutan
Banyumas 0,759 25,262 12,25 0,001 H1 diterima Berkelanjutan
Purbalingga 0,854 46,906 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan
Banjarnegara 0,962 200,045 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan
Kebumen 0,678 16,857 12,25 0,003 H1 diterima Berkelanjutan
Purworejo 0,26 0,213 12,25 0,657 H1 ditolak Tidak Berkelanjutan
Wonosobo 0,893 66,954 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan
Magelang 0,905 76,081 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan
Boyolali 0,213 2,162 12,25 0,18 H1 ditolak Tidak Berkelanjutan
Klaten 0,159 1,517 12,25 0,253 H1 ditolak Tidak Berkelanjutan
Sukoharjo 0,487 7,609 12,25 0,025 H1 ditolak Tidak Berkelanjutan
Wonogiri 0,846 43,854 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan
Karanganyar 0,277 3,059 12,25 0,118 H1 ditolak Tidak Berkelanjutan
Sragen 0,303 3,484 12,25 0,099 H1 ditolak Tidak Berkelanjutan
Grobogan 0,944 133,674 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan
Blora 0,934 113,047 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan
Rembang 0,967 234,581 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan
Pati 0,883 60,393 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan
Kudus 0,661 15,577 12,25 0,004 H1 diterima berkelanjutan
Jepara 0,993 1,173,776 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan
Demak 0,705 19,074 12,25 0,002 H1 diterima berkelanjutan
Semarang 0,575 10,815 12,25 0,011 H1 ditolak tidak berkelanjutan
Temanggung 0,919 90,269 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan
Kendal 0,952 157,663 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan
Batang 0,921 93,595 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan
Pekalongan 0,981 413,727 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan
Pemalang 0,746 23,438 12,25 0,001 H1 diterima berkelanjutan
Tegal 0,98 383,325 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan
Brebes 0,799 31,827 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan
Kota Magelang 0,463 6,904 12,25 0,03 H1 ditolak tidak berkelanjutan
Kota Surakarta 0,106 0,947 12,25 0,359 H1 ditolak tidak berkelanjutan
Salatiga 0,114 1,025 12,25 0,341 H1 ditolak tidak berkelanjutan
Kota Semarang 0,775 27,57 12,25 0,001 H1 diterima berkelanjutan
Kota Pekalongan 0,814 34,906 12,25 0 H1 diterima berkelanjutan
Kota Tegal 0,658 15,412 12,25 0,004 H1 diterima berkelanjutan
7
Gambar 4. Sebaran Lokasi Kabupaten/Kota dan Status Berkelanjutan
II.3 Pembahasan Hasil Analisis
Hasil analisis regresi dan signifikansi menggunakan Tabel ANOVA dan Uji F menunjukkan
bahwa dalam 10 tahun, tidak semua kabupaten di Jawa Tengah telah mempunyai tingkat pelayanan
pendidikan yang berkelanjutan. Beberapa kabupaten kota yang belum menerapkan prinsip
keberlanjutan dalam pelayanan pendidikan antara lain Kabupaten Cilacap, Purworejo, Boyolali,
Semarang, Klaten, Sukoharjo, Surakarta, Karanganyar, Sragen, Kota Salatiga dan Kota Magelang.
Sementara kabupaten kota lainnya telah menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan, dimana
secara umum peningkatan jumlah siswa juga diimbangi dengan peningkatan jumlah sekolah.
Penyebab umum dari ketidakberlanjutan beberapa kabupaten di Jawa Tengah disebabkan
oleh dua faktor. Pertama, jumlah sekolah mengalami fluktuasi jumlah (naik-turun), sementara
jumlah siswa cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kedua, ketidakberlanjutan juga disebabkan
adanya peningkatan jumlah sekolah, tetapi jumlah siswa terus menurun dari tahun ke tahun.
Menurunnya jumlah siswa ini besar kemungkinan disebabkan berbagai faktor di luar sektor
pendidikan, seperti dinamika demografi (pertumbuhan penduduk alami dan migrasi), persepsi
layanan pendidikan yang kurang baik di masyarakat (sehingga masyarakat lebih memilih mengambil
pendidikan di wilayah lain).
Dilihat dari pola spasial yang terbentuk dari peta di Gambar 4. Kabupaten-kabupaten yang
tidak berkelanjutan terkumpul dalam dua konsentrasi wilayah, yaitu poros Cilacap -Purworejo yang
memanjang di Kawasan Pantai Selatan Jawa Tengah, dan klaster Solo Raya yang terdiri dari
8
Kabupaten Klaten, Sukoharjo, Sragen, Semarang, Boyolali dan Kota Surakarta. Kota Magelang
menjadi satu-satunya wilayah tidak berkeberlanjutan yang tidak mengumpul di dua kelompok
konsentrasi tersebut.
Jika dilihat dari dinamika jumlah sekolah dan jumlah siswa di poros Cilacap -Purworejo,
setiap kabupaten memiliki dinamika yang berlainan. Di Cilacap jumlah sekolah cenderung naik dari
tahun ke tahun, sementara jumlah siswanya fluktuatif.. Di Purworejo jumlah siswa cenderung naik
dari tahun ke tahun, tetapi jumlah sekolah cenderung menurun. Purworejo jelas merupakan
kabupaten yang paling tidak sustainable karena peningkatan jumlah siswa tidak diimbangi dengan
peningkatan jumlah sekolah. Di antara dua kabupaten tersebut terdapat Kabupaten Kebumen yang
menunjukkan adanya keberlanjutan. Namun demikian, nilai F nya cukup rendah sehingga kinerja
keberlanjutannya mungkin bisa dikatakan lemah. Di Kebumen jumlah sekolah cenderung fluktuatif
dengan jumlah siswa juga fluktuatif, walaupun kecenderungan umum dua variabel tersebut sama –
sama mengalami peningkatan dalam 10 tahun. Perbedaan dinamika di tiga kabupaten tersebut
memerlukan intervensi kebijakan yang berlainan sesuai dengan dinamika yang ada.
Kabupaten – kabupaten yang tidak berkeberlanjutan di kawasan klaster Solo Raya hingga
Salatiga memiliki dinamika jumlah sekolah dan jumlah siswa yang fluktuatif dalam 10 tahun,
sehingga hubungan antar kedua variabel di kabupaten-kabupaten tersebut lemah dan kurang
signifikan. Trend awal dan akhir periode observasi (tahun 2006 dan tahun 2015) memang
menunjukkan adanya peningkatan drastis jumlah sekolah dan jumlah siswa, namun dalam
perjalanannya 10 tahun mengalami naik – turun sehingga hubungannya tidak dapat diketahui
dengan jelas. Namun demikian, fakta bahwa kabupaten-kabupaten yang tidak berkelanjutan di
sektor pendidikan yang mengumpul di satu kawasan ini menunjukkan ada faktor kewilayahan yang
berpengaruh, hanya untuk mengetahui penyebabnya perlu dilakukan kajian lebih rinci dan lebih
mendalam.
II.4. Permasalahan Kualitas dan Kuantitas Pendidikan di Jawa Tengah
dan Solusinya.
Permasalahan pendidikan, sebagaimana nampak dari hasil analisis sektor pendidikan
selama 10 tahun di Jawa Tengah, merupakan suatu kendala yang menghalangi tercapainya tujuan
pendidikan. Masalah dapat diartikan sebagai kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa
yang terjadi, jika apa yang terjadi atau yang tercapai dalam pendidikan tidak seperti yang diharapkan
maka masalah pendidikan telah terjadi. Masalah – masalah pendidikan di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi kuantitas, kualitas, efisiensi, efektifitas dan relevansi pendidikan.
1. Masalah kuantitas pendidikan
 Jumlah calon murid yang masuk ke satuan pendidikan dan hubungannya dengan daya
tampung yang ada.
 Pemerataan dan perluasan belajar bagi anak – anak cacat, kurang mampu,
gelandangan/pengemis dan di daerah terpencil.
 Masih mahalnya biaya pendidikan
Solusi yang dapat diberikan dari permasalahan masalah kualitas pendidikan ini adalah:
 Kebijakan kependudukan yang sukses
 Peranan masyarakat yang baik
 Pendidikan di daerah terpencil
 Penambahan dan rehabilitasi ruangan sekolah
9
2. Masalah Kualitas Pendidikan
Kualitas pendidikan juga menurun disebabkan karena kurang kompetennya para pengajar,
kecuali guru – guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain
berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang
mereka ajarkan, Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan
hancur mengingat banyak guru – guru berpengalaman yang pensiun.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan, terutama
bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang
terpenting adalah ilmu terapan yang benar – benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak
masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada
umumnya, antara lain guru dan sekolah.
Solusi yang dapat diberikan dari permasalahan masalah kualitas pendidikan tersebut adalah:
 Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap
masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka
partisipasi.
 Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti
ketidakmerataan di desa dan kota, serta gender.
 Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru
dan dosen, serta meningkatkan nilai rata – rata kelulusan dalam ujian nasional.
 Langkah keempat, menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau
profesi sekolah kejuruan, untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
 Langkah kelima, membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan
perpustakaan di sekolah – sekolah.
 Langkah keenam, meningkatkan anggaran pendidikan.
 Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
 Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas
pendidikan.
3. Masalah Efisiensi Pendidikan
Masalah efisiensi pendidikan berkenaan dengan proses pengubahan atau transformasi
masukan produk (raw input) menjadi produk (output). Salah satu cara menentukan mutu
transformasi pendidikan adalah mengitung besar kecilnya penghamburan pendidikan (educational
wastage), dalam arti mengitung jumlah murid/mahasiswa/peserta didik yang putus sekolah,
mengulang atau selesai tidak tepat waktu. Jika peserta didik sebenarnya memiliki potensi yang
memadai tetapi mereka tidak naik kelas, putus sekolah, tidak lulus, berarti ada masalah dalam
efisiensi pendidikan. Solusi untuk peningkatan efisiensi pendidikan antara lain:
o Meningkatkan anggaran pendidikan.
o Menjaring siswa – siswa yang memang memiliki potensi kemudianmemberikan bantuan
pembiayaan pendidikan agar tetap dapat melanjutkan sekolahnya, dan tetap dapat
menikmati fasilitas pendidikan.
o Meningkatkan kualifikasi guru/ dosen.
o Penataran bagi para pengelola satuan pendidikan tentang administrasi dan segala
sesuatu tentang pendidikan.
10
4. Masalah Efektivitas Pendidikan
Masalah efektivitas pendidikan berkenaan dengan rasio antara tujuan pendidikan dengan
dengan hasil pendidikan (output), artinya sejauh mana tingkat kesesuaian antara apa yang
diharapkan dengan apa yang dihasilkan, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Pendidikan
merupakan proses yang bersifat teleologis, yaitu diarahkan pada tujuan tertentu, yaitu berupa
kualifikasi ideal. Jika peserta didik telah menyelesaikan pendidikannya namun belum menunjukkan
kemampuan dan karakteristik sesuai dengan kualifiksi yang diharapkan, berarti adalah masalah
dengan efektivitas pendidikan. Contoh solusi terhadap masalah efektivitas pendidikan antara lain:
 Meningkatkan kualifikasi guru/ dosen agar mencetak siswa/ mahasiswa yang
lulusannya berkompeten, sehingga mampu menunjukkan kemampuan dirinya dan
berkualifikasi.
 Meningkatkan kualifikasi institusi dengan melakukan penilaian secara lebih rutin
apakah program yang dijalankan institusi tersebut telah memenuhi kriteria sebagai
institusi yang siap mencetak siswa – siswa yang berkompeten.
 Meningkatkan penggunaan teknologi informasi agar selalu cepat dan tanggap terhadap
perkembangan pendidikan.
5. Masalah Relevansi Pendidikan
Relevansi pendidikan ini berkenaan dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan
pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau institusi yang membutuhkan
tenaga kerja, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Masalah relevansi terlihat dari
banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan
teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui
dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan
tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Solusi untuk penyelesaian permasalahan
relevansi pendidikan antara lain:
 Meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta
meningkatkan nilai rata – rata kelulusan agar siswa/ mahasiswa lebih semangat dalam
proses pembelajaran.
 Menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan,
untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
 Meningkatkan kualifikasi institusi dengan melakukan penilaian secara lebih rutin
apakah program yang dijalankan institusi tersebut telah memenuhi kriteria sebagai
institusi yang siap mencetak siswa – siswa yang berkompeten.
 Kerjasama dengan masyarakat industri.
 Penyesuaian kurikulum dengan kubutuhan lulusan.
III. Kesimpulan
Beberapa problem solving/solusi dari permasalahan kualitas dan kuantitas pendidikan di
Indonesia atau di Jawa Tengah adalah dengan memeratakan dua aspek inti, yaitu equality
(persamaan) dan equity (keadilan). Dua aspek itu inti solusi dari problematika pendidikan dewasa
ini, karena bila kualitas dengan kuantitas kompatibel dengan pemerataan equality (persamaan) dan
equity (keadilan), maka akan menghasilkan sinergisasi yang memadai dan harmonis. Jika
harmonisasi, interelasi antara kualitas dan kuantitas dirancang, maka problematika pendidikan di
negara kita tidak akan menjadi wacana lagi. Tentu saja, karena bila infrastruktur (mengenai
11
prasarana dan sarana), mutu (kualitas) pendidikan (mencakup guru/pengajar, kurikulum/sistem),
jumlah (kuantitas) siswa/pelajar, dana/anggaran (yang rendah tapi kompatibel mencangkup
seluruh aspek), rasio kesempatan pendidikan dengan jumlah penduduk (siswa/pelajar) tertampung,
dan daya saing siswa/pelajar yang kompeten diberdayakan secara kontinu dengan merata, koheren,
kompatibel, maka keajegan harmonisai pun tercipta, serta problematika yang ada akan
terminimalisir secara bertahap, yang pada akhirnya akan menjadikan harmonis dan kompatibelnya
interelasi antara kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia. Pemerintah sebagai pemangku
kebijakan yang menjadi pusat dari segala lingkaran sistem peraturan yang ada, hendaknya
mengawali rekonstruksi pembangunan sistem pendidikan agar menjadi normal kembali. Pada tahap
kedua setelah pemerintah telah menciptakan harmonisasi, dan rekonstruksi untuk pendidikan,
maka masyarakat (siswa, pelajar, mahasiswa, masyarakat umum) mendukungnya dengan cara
menerapkan sistem, dan menyesuaikan kebijakan yang akan dicanangkan pemerintah.
12
Daftar Pustaka
Bafadal, I. 2008. Manajemen Sarana Dan Prasarana Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara
Basri, F. 2002. Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Budihardjo, E. & Sujarto, D. 1999. Kota Berkelanjutan, Bandung: Alumni.
Field, A. 2005. Discovering Statistics Using SPSS 2nd Edition. London: Sage.
Minarti, S. 2011. Manajemen Sekolah: Mengolah Lembaga Pendidikan Secara Mandiri. Yogyakarta: Ar-
Razz Media.
Iwan, P. K. 2008. Essays in Sustainable Transportation. Bandung: ITB.
Kodoatie, R. J. 2005. Pengantar Manajemen Infrastruktur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ngwaru, J. M., & Oluga, M. (2016). Educational Infrastructure and Resources for Sustainable Access
to Schooling and Outcomes: The Case of Early Literacy Development in Southern Tanzania.
Africa Education Review, 12 (1), 88-108.
World Bank. 1994. Infrastructure for Development. World Bank Development Report 1994. New York:
Oxford University.
13
LAMPIRAN I. DATA MENTAH
14
LAMPIRAN II. Contoh Hasil Analisis
Tidak Berkelanjutan
(Kabupaten Cilacap)
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .755a .570 .517 3.358
a. Predictors: (Constant), Cilacap_Jumlah_murid
b. Dependent Variable: Cilacap_jumlah_sekolah
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 119.798 1 119.798 10.625 .012b
Residual 90.202 8 11.275
Total 210.000 9
a. Dependent Variable: Cilacap_jumlah_sekolah
b. Predictors: (Constant), Cilacap_Jumlah_murid
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 72.230 8.281 8.722 .000
Cilacap_Jumlah_murid .001 .000 .755 3.260 .012
a. Dependent Variable: Cilacap_jumlah_sekolah
2006
2007
2008200920102011
20122013
20142015
90
92
94
96
98
100
102
104
106
108
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
JumlahSekolah
Jumlah Siswa
Plot Jumlah Siswa dan Jumlah Sekolah
Kabupaten Cilacap
15
Berkelanjutan
(Kabupaten Banyumas)
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .871a .759 .729 3.552
a. Predictors: (Constant), Banyumas_Jumlah_murid
b. Dependent Variable: Banyumas_jumlah_sekolah
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 318.681 1 318.681 25.262 .001b
Residual 100.919 8 12.615
Total 419.600 9
a. Dependent Variable: Banyumas_jumlah_sekolah
b. Predictors: (Constant), Banyumas_Jumlah_murid
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 17.747 15.173 1.170 .276
Banyumas_Jumlah_murid .002 .000 .871 5.026 .001
a. Dependent Variable: Banyumas_jumlah_sekolah
2006200720082009
2010
2011
2012
2013
20142015
60
65
70
75
80
85
90
95
100
105
110
40000 42000 44000 46000 48000 50000 52000 54000 56000
JumlahSekolah
Jumlah Siswa
Hubungan Jumlah Siswa dan Jumlah Sekolah
Kabupaten Banyumas

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Tik dalam pembelajaran
Tik dalam pembelajaranTik dalam pembelajaran
Tik dalam pembelajaran
yusufwi5
 
Landasan Teori dan Pendekatan Sistem
Landasan Teori dan Pendekatan SistemLandasan Teori dan Pendekatan Sistem
Landasan Teori dan Pendekatan Sistem
Ade Suryani
 
case method and team based project (1).pptx
case method and team based project (1).pptxcase method and team based project (1).pptx
case method and team based project (1).pptx
EdwinFransiari
 
KONSEP DASAR MONITORING DAN EVALUASI PPT.pptx
KONSEP DASAR MONITORING DAN EVALUASI PPT.pptxKONSEP DASAR MONITORING DAN EVALUASI PPT.pptx
KONSEP DASAR MONITORING DAN EVALUASI PPT.pptx
heddypetra1
 
Problem based learning power point
Problem based learning power pointProblem based learning power point
Problem based learning power point
Daryo Susmanto
 

Was ist angesagt? (20)

Tik dalam pembelajaran
Tik dalam pembelajaranTik dalam pembelajaran
Tik dalam pembelajaran
 
Tantangan Pendidikan di Era Industri 4.0
Tantangan Pendidikan di Era Industri 4.0Tantangan Pendidikan di Era Industri 4.0
Tantangan Pendidikan di Era Industri 4.0
 
Kurikulum di Australia
Kurikulum di AustraliaKurikulum di Australia
Kurikulum di Australia
 
Paparan Sidang Tesis
Paparan Sidang TesisPaparan Sidang Tesis
Paparan Sidang Tesis
 
Modul 09 Logic Model
Modul 09 Logic ModelModul 09 Logic Model
Modul 09 Logic Model
 
Landasan Teori dan Pendekatan Sistem
Landasan Teori dan Pendekatan SistemLandasan Teori dan Pendekatan Sistem
Landasan Teori dan Pendekatan Sistem
 
Penelitian analisis isi
Penelitian analisis isiPenelitian analisis isi
Penelitian analisis isi
 
Pertemuan ke 6 & 7 - logical framework approach
Pertemuan ke 6 & 7 - logical framework approachPertemuan ke 6 & 7 - logical framework approach
Pertemuan ke 6 & 7 - logical framework approach
 
Strategi Belajar Mengajar - Mulyana Sumantri
Strategi Belajar Mengajar - Mulyana SumantriStrategi Belajar Mengajar - Mulyana Sumantri
Strategi Belajar Mengajar - Mulyana Sumantri
 
Modul 5 2 strategi pemberdayaan masyarakat desa
Modul 5 2 strategi pemberdayaan masyarakat desaModul 5 2 strategi pemberdayaan masyarakat desa
Modul 5 2 strategi pemberdayaan masyarakat desa
 
VIsi Indonesia 2045 - Bappenas 2017
VIsi Indonesia 2045 - Bappenas 2017VIsi Indonesia 2045 - Bappenas 2017
VIsi Indonesia 2045 - Bappenas 2017
 
case method and team based project (1).pptx
case method and team based project (1).pptxcase method and team based project (1).pptx
case method and team based project (1).pptx
 
6. Adaptif.pdf
6. Adaptif.pdf6. Adaptif.pdf
6. Adaptif.pdf
 
Modul 01 : Pengantar Pemodelan Sistem
Modul 01 : Pengantar Pemodelan SistemModul 01 : Pengantar Pemodelan Sistem
Modul 01 : Pengantar Pemodelan Sistem
 
KONSEP DASAR MONITORING DAN EVALUASI PPT.pptx
KONSEP DASAR MONITORING DAN EVALUASI PPT.pptxKONSEP DASAR MONITORING DAN EVALUASI PPT.pptx
KONSEP DASAR MONITORING DAN EVALUASI PPT.pptx
 
SWOT, SOAR,dan PRA
 SWOT, SOAR,dan  PRA SWOT, SOAR,dan  PRA
SWOT, SOAR,dan PRA
 
MATERI TELAAH DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
MATERI TELAAH DAN PENGEMBANGAN KURIKULUMMATERI TELAAH DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
MATERI TELAAH DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
 
Project Based Learning (Pembelajaran Berbasis Proyek)
Project Based Learning (Pembelajaran Berbasis Proyek)Project Based Learning (Pembelajaran Berbasis Proyek)
Project Based Learning (Pembelajaran Berbasis Proyek)
 
Kisi kisi & instrumen mahasiswa
Kisi kisi & instrumen mahasiswaKisi kisi & instrumen mahasiswa
Kisi kisi & instrumen mahasiswa
 
Problem based learning power point
Problem based learning power pointProblem based learning power point
Problem based learning power point
 

Ähnlich wie Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun

Konsep pembangunan berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutanKonsep pembangunan berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan
Budy Jafar
 
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa TimurSustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Tri Cahyono
 
Indeks pembangunan manusia kabupaten paser 2011
Indeks pembangunan manusia kabupaten paser 2011Indeks pembangunan manusia kabupaten paser 2011
Indeks pembangunan manusia kabupaten paser 2011
ervinayulianti
 
Managemen Dinas Pendidikan
Managemen Dinas PendidikanManagemen Dinas Pendidikan
Managemen Dinas Pendidikan
Ilan Surf ﺕ
 
Meningkatkan daya saing tenaga pendidik
Meningkatkan daya saing tenaga pendidikMeningkatkan daya saing tenaga pendidik
Meningkatkan daya saing tenaga pendidik
nitalulu
 

Ähnlich wie Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun (20)

ppt raull teori pembangunan.pptx
ppt raull teori pembangunan.pptxppt raull teori pembangunan.pptx
ppt raull teori pembangunan.pptx
 
PPT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN _ ANGEL IKE SUNARTI 21102013 IP.pptx
PPT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN _ ANGEL IKE SUNARTI 21102013 IP.pptxPPT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN _ ANGEL IKE SUNARTI 21102013 IP.pptx
PPT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN _ ANGEL IKE SUNARTI 21102013 IP.pptx
 
Konsep pembangunan berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutanKonsep pembangunan berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan
 
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa TimurSustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
Sustainable livelihood approach Pada Nelayan di Jawa Timur
 
Dialog Interaktif Kedaulatan Negara, Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Ekonomi da...
Dialog Interaktif Kedaulatan Negara, Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Ekonomi da...Dialog Interaktif Kedaulatan Negara, Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Ekonomi da...
Dialog Interaktif Kedaulatan Negara, Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Ekonomi da...
 
Manajemen Pembangunan #1
Manajemen Pembangunan #1Manajemen Pembangunan #1
Manajemen Pembangunan #1
 
Pemanfaatan Ekonomi Biru sebagai Strategi Penguatan Ekonomi Nasional
Pemanfaatan Ekonomi Biru sebagai Strategi Penguatan Ekonomi NasionalPemanfaatan Ekonomi Biru sebagai Strategi Penguatan Ekonomi Nasional
Pemanfaatan Ekonomi Biru sebagai Strategi Penguatan Ekonomi Nasional
 
Isu pengembangan wilayah
Isu pengembangan wilayah  Isu pengembangan wilayah
Isu pengembangan wilayah
 
PPT TEORI PEMBANGUNAN ARDY KIRANA DONE.pptx
PPT TEORI PEMBANGUNAN ARDY KIRANA DONE.pptxPPT TEORI PEMBANGUNAN ARDY KIRANA DONE.pptx
PPT TEORI PEMBANGUNAN ARDY KIRANA DONE.pptx
 
Peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Menyediakan Pendidikan Dasar Bermutu ...
Peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Menyediakan Pendidikan Dasar Bermutu ...Peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Menyediakan Pendidikan Dasar Bermutu ...
Peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Menyediakan Pendidikan Dasar Bermutu ...
 
Indeks pembangunan manusia kabupaten paser 2011
Indeks pembangunan manusia kabupaten paser 2011Indeks pembangunan manusia kabupaten paser 2011
Indeks pembangunan manusia kabupaten paser 2011
 
Kajian 1 KM ITB: Evaluasi 8 Tahun SBY
Kajian 1 KM ITB: Evaluasi 8 Tahun SBYKajian 1 KM ITB: Evaluasi 8 Tahun SBY
Kajian 1 KM ITB: Evaluasi 8 Tahun SBY
 
Managemen Dinas Pendidikan
Managemen Dinas PendidikanManagemen Dinas Pendidikan
Managemen Dinas Pendidikan
 
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
 
Posyandu
Posyandu Posyandu
Posyandu
 
Konsep Pembangunan Pertanian ( WJS - Universitas Jambi )
Konsep Pembangunan Pertanian ( WJS - Universitas Jambi )Konsep Pembangunan Pertanian ( WJS - Universitas Jambi )
Konsep Pembangunan Pertanian ( WJS - Universitas Jambi )
 
Meningkatkan daya saing tenaga pendidik
Meningkatkan daya saing tenaga pendidikMeningkatkan daya saing tenaga pendidik
Meningkatkan daya saing tenaga pendidik
 
tugas geografi pembangunan.pptx
tugas geografi pembangunan.pptxtugas geografi pembangunan.pptx
tugas geografi pembangunan.pptx
 
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANI
SOSIOLOGI PENDIDIKAN;  MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANISOSIOLOGI PENDIDIKAN;  MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANI
SOSIOLOGI PENDIDIKAN; MASALAH PEMERATAAN PENDIDIKAN ; WORO HANDAYANI
 
Pendidikan dan Pembangunan
Pendidikan dan PembangunanPendidikan dan Pembangunan
Pendidikan dan Pembangunan
 

Mehr von bramantiyo marjuki

Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
bramantiyo marjuki
 

Mehr von bramantiyo marjuki (20)

Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintPemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
 
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingHow to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
 
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography PracticesCrowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
 
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
 
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
 
Mapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR ImageryMapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR Imagery
 
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
 
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
 
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan UtaraFGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
 
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALILaporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
 
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
 
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus DistrictJenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
 
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in IndonesiaPlanning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
 
Planning theory in Waster Management
Planning theory in Waster ManagementPlanning theory in Waster Management
Planning theory in Waster Management
 
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
 
A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata,
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
 
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline  urban regenerationCritical review insights debate about urban decline  urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
 
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan YogyakartaPembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
 

Kürzlich hochgeladen

Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksiAnalisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
MemenAzmi1
 

Kürzlich hochgeladen (12)

bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampelbagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
 
Uji hipotesis, prosedur hipotesis, dan analisis data
Uji hipotesis, prosedur hipotesis, dan analisis dataUji hipotesis, prosedur hipotesis, dan analisis data
Uji hipotesis, prosedur hipotesis, dan analisis data
 
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
 
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI pptMATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
 
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
 
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksiAnalisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
 
Dana Setiawan (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
Dana Setiawan   (Paparan terkait Konstruksi Jalan )Dana Setiawan   (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
Dana Setiawan (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
 
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
 
tranformasi energi atau perubahan energi
tranformasi energi atau perubahan energitranformasi energi atau perubahan energi
tranformasi energi atau perubahan energi
 
Soal Campuran Asam Basa Kimia kelas XI.pdf
Soal Campuran Asam Basa Kimia kelas XI.pdfSoal Campuran Asam Basa Kimia kelas XI.pdf
Soal Campuran Asam Basa Kimia kelas XI.pdf
 
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptxMateri Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
 
Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non BankRuang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
 

Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun

  • 1. TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN PRASARANA BERKELANJUTAN (MPP603) Dosen Pengampu: Dr. Maryono, M.Eng. PERKEMBANGAN INFRASTRUKTUR PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (2006-2016) Disusun oleh: BRAMANTIYO MARJUKI 21040116410036 ROSAN CAHYA UTAMI 21040116410017 SUTARNI 21040116410019 MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2017
  • 2. 1 I. Pendahuluan I.1 Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan 1.1.1 Pembangunan Berkelanjutan Dewasa ini masalah keberlanjutan (sustainability issues) merambah di semua bidang kehidupan manusia, isu sustainable development diawali dari pernyataan pentingnya kesadaran segenap pihak tentang berbagai isu lingkungan global, Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka, sebagai suatu proses perubahan dimana pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pembangunan dan perubahan kelembagaan selalu dalam keseimbangan dan secara sinergis saling memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (Brundtland dalam Budihardjo & Sujarto, 1999). Publikasi ini kemudian memicu lahirnya agenda baru mengenai konsep pembangunan ekonomi dan keterkaitannya dengan lingkungan dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dalam aktivitasnya memanfaatkan seluruh sumberdaya, guna meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan pada dasarnya juga merupakan upaya memelihara keseimbangan antara lingkungan alami (sumberdaya alam hayati dan non hayati) dan lingkungan binaan (sumberdaya manusia dan buatan), sehingga sifat interaksi maupun interdependensi antar keduanya tetap dalam keserasian yang seimbang. Gambar 1. Pola Pembangunan Berkelanjutan Sumber: Fadel, 2008 Secara umum pembangunan berkelanjutan (sustainable development) langsung berintegrasi dengan lingkungan, ekonomi, dan sosial. Diagram diatas menunjukkan bagaimana integrasi dari nilai lingkungan, nilai ekonomi, dan nilai sosial yang diharapkan menghasilkan kehidupan yang sejahtera bagi manusia. PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, menyebutkan bahwa perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budidaya; dan pengendalian
  • 3. 2 perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan, minimal ada 3 (tiga) matra untuk Pembangunan Berkelanjutan, meliputi: • Keberlanjutan pertumbuhan ekonomi: mengelola lingkungan hidup dan sumberdaya alam secara efektif dan efisien dengan yang berkeadilan perimbangan modal masyarakat, pemerintah dan dunia usaha. • Keberlanjutan sosial budaya: pembentukan nilai-nilai sosial budaya baru serta peranan pembangunan yang berkelanjutan terhadap iklim politik dan stabilitasnya. • Keberlanjutan kehidupan lingkungan (ekologi) manusia dan segala eksistensinya: keselarasan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan. 1.1.2 Pembangunan Infrastruktur Berkelanjutan Pembangunan infrastruktur merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur juga mempunyai peran yang penting dalam memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa serta diyakini sebagai pemicu pembangunan suatu kawasan. Menurut Basri (2001), infrastruktur merupakan instrumen untuk memperlancar berputarnya roda perekonomian sehingga bisa mempercepat akselerasi pembangunan, semakin tersedianya infrastruktur akan merangsang pembangunan di suatu daerah sebaliknya pembangunan yang berjalan cepat akan menuntut tersedianya infrastruktur agar pembangunan tidak tersendat. Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Kodoatie, 2005). Kategori infrastruktur adalah jalan raya, rel kereta api, pelabuhan laut, bandar udara, alat pengangkutan dan telekomunikasi selain itu infrastruktur lainnya adalah listrik dan air bersih. Infrastruktur dalam arti luas juga meliputi infrastruktur lunak seperti normma, nilai, keamanan dan perangkat hukum (Faisal basri, 2002). The Routledge Dictionary of Economics memberi pengertian yang lebih luas yaitu bahwa infrastruktur juga merupakan pelayan utama dari suatu negara yang membantu kegiatan ekonomi dan kegiatan masyarakat sehingga dapat berlangsung yaitu dengan menyediakan transportasi dan fasilitas yang lainnya. Menurut World Bank Report (2004), infrastruktur dibagi kedalam tiga golongan yaitu: • Infrastruktur ekonomi, merupakan aset fisik yang menyediakan jasa dan digunakan dalam produksi dan konsumsi final meliputi public utilities (telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public works (bendungan, saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan, kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang) • Infrastruktur sosial, merupakan aset yang mendukung kesehatan dan keahlian masyarakat meliputi pendidikan (sekolah da perpustakaan), kesehatan (rumah sakit, pusat kesehatan) serta untuk rekreasi (taman, museum dan lainnya) • Infrastruktur administrasi atau institusi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi serta kebudayaan. 1.1.3 Pembangunan Infrastruktur Pendidikan Berkelanjutan Pendidikan merupakan hal penting dalam sebuah negara. Pendidikan menjadi kunci dasar dari pembangunan sebuah negara itu sendiri. Sebuah negara tanpa adanya pendidikan sama halnya
  • 4. 3 dengan tumbuhan tak berpupuk, dimana masyarakatnya tidak bisa berkembang dan hanya akan dibodohi oleh negara lainnya. Oleh karena itu kita harus selalu memperhatikan dan mementingkan pendididkan di negara kita. Tidak hanya menyelengarakan pendidikan saja, akan tetapi kita harus memperhatikan kualitas pendidikan dan aspek lainya seperti infrastruktur pendidikan, kurikulum pendidikan, kualitas tenaga pendidik dan lainya yang mendukung keberhasilan sebuah pendidikan. Karena dalam melaksanakan sebuah pendidikan dibutuhkan kesiapan baik secara fisik maupun non fisik, persiapan fisik yang dimaksudkan adalah kesiapan infrastruktur pendidikan seperti gedung sekolah dan lainya. Sedangkan persiapan non fisik adalah kemampuan guru, kurikulumyang digunakan, psikologi anak dan lainya. Kedua aspek ini harus terprnuhi guna menujang pelaksanaan pendidikan yang maksimal dan berkualitas Kualitas infrastruktur pendidikan merupakan aspek utama dalam mendukung pelaksanaan pendidikan yang baik dan berkualitas. Kualitas infrastruktur yang baik akan menunjang pelaksanaan pendidikan yang maksimal, infrastruktur pendidikan inilah yang nantinya akan berperan untuk memfasilitasi pelaksanaan pendidikan. Fasilitas ini nantinya akan dimanfaatkan dalam melaksanakan pembelajaran siswa sehingga tujuan yang dicapai akan terlaksana dengan baik, selain didukung dengan kurikulum yang ada. Namun sebaliknya jika kualitas infrastuktur pendidikan yang buruk inilah menjadi kendala utamanya, tak terkecuali pendidikan di Indonesia selama ini Infrastruktur berkelanjutan merupakan sebuah konsep dari pembangunan infrastruktur dengan memperhatikan keseimbangan antara memenuhi kebutuhan infrastruktur pada masa sekarang dan masa yang akan datang (Iwan et al, 2008). Dengan demikian dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan perlu memperhatikan dan mengintegrasikan tiga aspek keberlanjutan meliputi keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sumber daya. Melalui keberlanjutan ekonomi diharapkan kegiatan ekonomi dapat terus berjalan dan berkembang untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia,meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan, mengurangi jumlah pengangguran serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik dari aspek pendidikan maupun kesehatan. Guna mendukung tujuan pendidikan berkelanjutan, maka pembangunan infrastruktur pendidikan seyogyanya juga menerapkan prinsip berkelanjutan agar capaian-capaian dalam pendidikan dapat berlanjut dan bermanfaat dalam jangka waktu yang lama. Dalam sektor pendidikan, Millenium Development Goals (MDGs) mempunyai sebuah target pembangunan berkelanjutan di bidang pendidikan, dimana diharapkan pada tahun 2015, seluruh anak – anak di seluruh dunia, tanpa memandang laki-laki atau perempuan, harus dapat memperoleh akses pendidikan dasar dan mampu menyelesaikan pendidikan dasar tersebut (Ngwaru dan Oluga, 2016). Akses pendidikan dasar global tanpa memandang status sosial dan kemampuan ekonomi menjadi salah satu indikator untuk mengukur adanya prinsip keberlanjutan di sektor pendidikan. I.2 Perkembangan Pelayanan Sekolah Menengah Atas di Jawa Tengah 1.2.1 Perkembangan Jumlah SMA Jawa Tengah Perkembangan jumlah SMA di Jawa Tengah dalam 10 tahun sejak tahun 2006 hingga 2015 menunjukkan adanya perkembangan kurang lebih 2 % tiap tahunnya. Pada tahun 2006 jumlah SMA di Jawa Tengah sebesar 1.702 sekolah, sementara pada tahun 2015 jumlah sekolah telah mencapai 2.261 sekolah. Adanya pertumbuhan jumlah sekolah merupakan indikasi positif pelayanan yang meningkat. Namun untuk mengatakan dan menjustifikasi pertumbuhan sekolah sebagai bentuk
  • 5. 4 pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan masih harus dibuktikan dan dibandingkan dengan jumlah dan pertumbuhan siswa. Gambar 2. Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka 2006-2016 1.2.2 Perkembangan Jumlah Siswa SMA Jawa Tengah Perkembangan jumlah siswa SMA di Jawa Tengah dalam 10 tahun sejak tahun 2006 hingga 2015 juga menunjukkan adanya perkembangan kurang lebih 2 % tiap tahunnya. Pada tahun 2006 jumlah siswa SMA di Jawa Tengah sebesar 825.857 siswa, sementara pada tahun 2015 jumlah siswa mencapai 1.014.073 siswa. Trend pertumbuhan siswa ini sejalan dengan pertumbuhan jumlah sekolah, namun untuk mengetahui status keberlanjutan pelayanan pendidikan sekolah menengah atas, data ini harus dianalisis lebih lanjut dengan data jumlah sekolah melalui analisis varians. Gambar 3. Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka 2006-2016 0 500 1000 1500 2000 2500 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Perkembangan Jumlah SMA di Jawa Tengah 2006-2015 0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Perkembangan Jumlah Siswa SMA di Jawa Tengah 2006-2015
  • 6. 5 I.3 Tujuan Kajian Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui status keberlanjutan (sustainability) dari penyediaan infrastruktur pendidikan sekolah menengah atas di Jawa Tengah menggunakan analisis regresi sederhana per kabupaten. I.4 Data dan Metode Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data jumlah SMA per kabupaten/kota dan data jumlah siswa SMA per kabupaten/kota per tahun selama 10 tahun di Provinsi Jawa Tengah. Sumber data yang digunakan berasal dari publikasi Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka mulai publikasi tahun 2007 sampai tahun 2016, yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah. Metode analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis regresi linier untuk melihat kecenderungan perkembangan pelayanan pendidikan menengah ke atas dibandingkan dengan jumlah siswa yang ada. Selain analisis regresi, dilakukan juga uji hipotesis menggunakan uji F berdasarkan hasil pengamatan nilai F pada tabel ANOVA yang dihasilkan dari analisis regresi. Hasil uji F akan memberikan informasi signifikansi dan kesimpulan dari hubungan antar dua variabel di atas. Kesimpulan uji hipotesis akan digunakan untuk menentukan pelayanan pendidikan menengah ke atas di Provinsi Jawa Tengah sudah mempertahankan prinsip keberlanjutan atau tidak. II. Analisis Pelayanan Pendidikan Sekolah Mengengah Atas di Jawa Tengah untuk Mengetahui Aspek Keberlanjutan Pelayanan Pendidikan. II.1 Asumsi, Pemilihan Variabel dan Hipotesis Salah satu target dalam pembangunan pendidikan berkelanjutan menurut Millenium Development Goals adalah setiap anak dapat mengakses pendidikan dasar dan mampu menyelesaikan pendidikan tersebut. Prinsip ini dapat diterapkan untuk setiap jenjang pendidikan apabila diperlukan. Dalam hal ini, prinsip ini dapat diterapkan untuk mengukur kinerja pelayanan pendidikan tingkat menengah atas di Provinsi Jawa Tengah yang menjadi lokasi kajian. Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data jumlah siswa dan jumlah sekolah dalam kurun waktu 10 tahun (2006-2015). Dari kedua data tersebut akan dilihat apakah setiap siswa dapat mengakses pendidikan dengan baik, melalui indikator kesesuaian antara peningkatan jumlah sekolah dan peningkatan jumlah siswa. Dalam hal ini, kami mengasumsikan bahwa jika jumlah siswa meningkat, maka jumlah sekolah juga harus meningkat agar prinsip keberlanjutan tetap tercapai. Dengan demikian, maka variabel bebas dalam kajian ini adalah jumlah siswa. Sedangkan variabel terikat adalah jumlah sekolah. Hipotesis yang digunakan dalam kajian ini adalah hipotesis mengenai hubungan antara variabel jumlah siswa dan jumlah sekolah yang dinyatakan sebagai berikut: h0 : Tidak ada pengaruh jumlah siswa terhadap jumlah sekolah h1 : Jumlah siswa berpengaruh terhadap pertumbuhan jumlah sekolah
  • 7. 6 II.2 Hasil Analisis Dari analisis yang telah dilakukan, tidak semua kabupaten/kota di Jawa Tengah menunjukkan adanya prinsip keberlanjutan dalam pelayanan pendidikan menengah ke atas. Rekapitulasi hasil analisis terhadap data 10 tahun disajikan dalam Tabel 1 dan Gambar 4 di bawah ini. Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis 10 tahun Kabupaten Koefisien Korelasi F Hitung F tabel Signifikansi Hasil Uji Hipotesis Interpretasi Cilacap 0,57 10,625 12,25 0,12 H1 ditolak Tidak Berkelanjutan Banyumas 0,759 25,262 12,25 0,001 H1 diterima Berkelanjutan Purbalingga 0,854 46,906 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan Banjarnegara 0,962 200,045 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan Kebumen 0,678 16,857 12,25 0,003 H1 diterima Berkelanjutan Purworejo 0,26 0,213 12,25 0,657 H1 ditolak Tidak Berkelanjutan Wonosobo 0,893 66,954 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan Magelang 0,905 76,081 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan Boyolali 0,213 2,162 12,25 0,18 H1 ditolak Tidak Berkelanjutan Klaten 0,159 1,517 12,25 0,253 H1 ditolak Tidak Berkelanjutan Sukoharjo 0,487 7,609 12,25 0,025 H1 ditolak Tidak Berkelanjutan Wonogiri 0,846 43,854 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan Karanganyar 0,277 3,059 12,25 0,118 H1 ditolak Tidak Berkelanjutan Sragen 0,303 3,484 12,25 0,099 H1 ditolak Tidak Berkelanjutan Grobogan 0,944 133,674 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan Blora 0,934 113,047 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan Rembang 0,967 234,581 12,25 0,000 H1 diterima Berkelanjutan Pati 0,883 60,393 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan Kudus 0,661 15,577 12,25 0,004 H1 diterima berkelanjutan Jepara 0,993 1,173,776 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan Demak 0,705 19,074 12,25 0,002 H1 diterima berkelanjutan Semarang 0,575 10,815 12,25 0,011 H1 ditolak tidak berkelanjutan Temanggung 0,919 90,269 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan Kendal 0,952 157,663 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan Batang 0,921 93,595 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan Pekalongan 0,981 413,727 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan Pemalang 0,746 23,438 12,25 0,001 H1 diterima berkelanjutan Tegal 0,98 383,325 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan Brebes 0,799 31,827 12,25 0,000 H1 diterima berkelanjutan Kota Magelang 0,463 6,904 12,25 0,03 H1 ditolak tidak berkelanjutan Kota Surakarta 0,106 0,947 12,25 0,359 H1 ditolak tidak berkelanjutan Salatiga 0,114 1,025 12,25 0,341 H1 ditolak tidak berkelanjutan Kota Semarang 0,775 27,57 12,25 0,001 H1 diterima berkelanjutan Kota Pekalongan 0,814 34,906 12,25 0 H1 diterima berkelanjutan Kota Tegal 0,658 15,412 12,25 0,004 H1 diterima berkelanjutan
  • 8. 7 Gambar 4. Sebaran Lokasi Kabupaten/Kota dan Status Berkelanjutan II.3 Pembahasan Hasil Analisis Hasil analisis regresi dan signifikansi menggunakan Tabel ANOVA dan Uji F menunjukkan bahwa dalam 10 tahun, tidak semua kabupaten di Jawa Tengah telah mempunyai tingkat pelayanan pendidikan yang berkelanjutan. Beberapa kabupaten kota yang belum menerapkan prinsip keberlanjutan dalam pelayanan pendidikan antara lain Kabupaten Cilacap, Purworejo, Boyolali, Semarang, Klaten, Sukoharjo, Surakarta, Karanganyar, Sragen, Kota Salatiga dan Kota Magelang. Sementara kabupaten kota lainnya telah menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan, dimana secara umum peningkatan jumlah siswa juga diimbangi dengan peningkatan jumlah sekolah. Penyebab umum dari ketidakberlanjutan beberapa kabupaten di Jawa Tengah disebabkan oleh dua faktor. Pertama, jumlah sekolah mengalami fluktuasi jumlah (naik-turun), sementara jumlah siswa cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kedua, ketidakberlanjutan juga disebabkan adanya peningkatan jumlah sekolah, tetapi jumlah siswa terus menurun dari tahun ke tahun. Menurunnya jumlah siswa ini besar kemungkinan disebabkan berbagai faktor di luar sektor pendidikan, seperti dinamika demografi (pertumbuhan penduduk alami dan migrasi), persepsi layanan pendidikan yang kurang baik di masyarakat (sehingga masyarakat lebih memilih mengambil pendidikan di wilayah lain). Dilihat dari pola spasial yang terbentuk dari peta di Gambar 4. Kabupaten-kabupaten yang tidak berkelanjutan terkumpul dalam dua konsentrasi wilayah, yaitu poros Cilacap -Purworejo yang memanjang di Kawasan Pantai Selatan Jawa Tengah, dan klaster Solo Raya yang terdiri dari
  • 9. 8 Kabupaten Klaten, Sukoharjo, Sragen, Semarang, Boyolali dan Kota Surakarta. Kota Magelang menjadi satu-satunya wilayah tidak berkeberlanjutan yang tidak mengumpul di dua kelompok konsentrasi tersebut. Jika dilihat dari dinamika jumlah sekolah dan jumlah siswa di poros Cilacap -Purworejo, setiap kabupaten memiliki dinamika yang berlainan. Di Cilacap jumlah sekolah cenderung naik dari tahun ke tahun, sementara jumlah siswanya fluktuatif.. Di Purworejo jumlah siswa cenderung naik dari tahun ke tahun, tetapi jumlah sekolah cenderung menurun. Purworejo jelas merupakan kabupaten yang paling tidak sustainable karena peningkatan jumlah siswa tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah sekolah. Di antara dua kabupaten tersebut terdapat Kabupaten Kebumen yang menunjukkan adanya keberlanjutan. Namun demikian, nilai F nya cukup rendah sehingga kinerja keberlanjutannya mungkin bisa dikatakan lemah. Di Kebumen jumlah sekolah cenderung fluktuatif dengan jumlah siswa juga fluktuatif, walaupun kecenderungan umum dua variabel tersebut sama – sama mengalami peningkatan dalam 10 tahun. Perbedaan dinamika di tiga kabupaten tersebut memerlukan intervensi kebijakan yang berlainan sesuai dengan dinamika yang ada. Kabupaten – kabupaten yang tidak berkeberlanjutan di kawasan klaster Solo Raya hingga Salatiga memiliki dinamika jumlah sekolah dan jumlah siswa yang fluktuatif dalam 10 tahun, sehingga hubungan antar kedua variabel di kabupaten-kabupaten tersebut lemah dan kurang signifikan. Trend awal dan akhir periode observasi (tahun 2006 dan tahun 2015) memang menunjukkan adanya peningkatan drastis jumlah sekolah dan jumlah siswa, namun dalam perjalanannya 10 tahun mengalami naik – turun sehingga hubungannya tidak dapat diketahui dengan jelas. Namun demikian, fakta bahwa kabupaten-kabupaten yang tidak berkelanjutan di sektor pendidikan yang mengumpul di satu kawasan ini menunjukkan ada faktor kewilayahan yang berpengaruh, hanya untuk mengetahui penyebabnya perlu dilakukan kajian lebih rinci dan lebih mendalam. II.4. Permasalahan Kualitas dan Kuantitas Pendidikan di Jawa Tengah dan Solusinya. Permasalahan pendidikan, sebagaimana nampak dari hasil analisis sektor pendidikan selama 10 tahun di Jawa Tengah, merupakan suatu kendala yang menghalangi tercapainya tujuan pendidikan. Masalah dapat diartikan sebagai kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi, jika apa yang terjadi atau yang tercapai dalam pendidikan tidak seperti yang diharapkan maka masalah pendidikan telah terjadi. Masalah – masalah pendidikan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi kuantitas, kualitas, efisiensi, efektifitas dan relevansi pendidikan. 1. Masalah kuantitas pendidikan  Jumlah calon murid yang masuk ke satuan pendidikan dan hubungannya dengan daya tampung yang ada.  Pemerataan dan perluasan belajar bagi anak – anak cacat, kurang mampu, gelandangan/pengemis dan di daerah terpencil.  Masih mahalnya biaya pendidikan Solusi yang dapat diberikan dari permasalahan masalah kualitas pendidikan ini adalah:  Kebijakan kependudukan yang sukses  Peranan masyarakat yang baik  Pendidikan di daerah terpencil  Penambahan dan rehabilitasi ruangan sekolah
  • 10. 9 2. Masalah Kualitas Pendidikan Kualitas pendidikan juga menurun disebabkan karena kurang kompetennya para pengajar, kecuali guru – guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan, Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru – guru berpengalaman yang pensiun. Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar – benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah. Solusi yang dapat diberikan dari permasalahan masalah kualitas pendidikan tersebut adalah:  Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.  Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta gender.  Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata – rata kelulusan dalam ujian nasional.  Langkah keempat, menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan, untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.  Langkah kelima, membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah – sekolah.  Langkah keenam, meningkatkan anggaran pendidikan.  Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.  Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas pendidikan. 3. Masalah Efisiensi Pendidikan Masalah efisiensi pendidikan berkenaan dengan proses pengubahan atau transformasi masukan produk (raw input) menjadi produk (output). Salah satu cara menentukan mutu transformasi pendidikan adalah mengitung besar kecilnya penghamburan pendidikan (educational wastage), dalam arti mengitung jumlah murid/mahasiswa/peserta didik yang putus sekolah, mengulang atau selesai tidak tepat waktu. Jika peserta didik sebenarnya memiliki potensi yang memadai tetapi mereka tidak naik kelas, putus sekolah, tidak lulus, berarti ada masalah dalam efisiensi pendidikan. Solusi untuk peningkatan efisiensi pendidikan antara lain: o Meningkatkan anggaran pendidikan. o Menjaring siswa – siswa yang memang memiliki potensi kemudianmemberikan bantuan pembiayaan pendidikan agar tetap dapat melanjutkan sekolahnya, dan tetap dapat menikmati fasilitas pendidikan. o Meningkatkan kualifikasi guru/ dosen. o Penataran bagi para pengelola satuan pendidikan tentang administrasi dan segala sesuatu tentang pendidikan.
  • 11. 10 4. Masalah Efektivitas Pendidikan Masalah efektivitas pendidikan berkenaan dengan rasio antara tujuan pendidikan dengan dengan hasil pendidikan (output), artinya sejauh mana tingkat kesesuaian antara apa yang diharapkan dengan apa yang dihasilkan, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Pendidikan merupakan proses yang bersifat teleologis, yaitu diarahkan pada tujuan tertentu, yaitu berupa kualifikasi ideal. Jika peserta didik telah menyelesaikan pendidikannya namun belum menunjukkan kemampuan dan karakteristik sesuai dengan kualifiksi yang diharapkan, berarti adalah masalah dengan efektivitas pendidikan. Contoh solusi terhadap masalah efektivitas pendidikan antara lain:  Meningkatkan kualifikasi guru/ dosen agar mencetak siswa/ mahasiswa yang lulusannya berkompeten, sehingga mampu menunjukkan kemampuan dirinya dan berkualifikasi.  Meningkatkan kualifikasi institusi dengan melakukan penilaian secara lebih rutin apakah program yang dijalankan institusi tersebut telah memenuhi kriteria sebagai institusi yang siap mencetak siswa – siswa yang berkompeten.  Meningkatkan penggunaan teknologi informasi agar selalu cepat dan tanggap terhadap perkembangan pendidikan. 5. Masalah Relevansi Pendidikan Relevansi pendidikan ini berkenaan dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau institusi yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Solusi untuk penyelesaian permasalahan relevansi pendidikan antara lain:  Meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata – rata kelulusan agar siswa/ mahasiswa lebih semangat dalam proses pembelajaran.  Menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan, untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.  Meningkatkan kualifikasi institusi dengan melakukan penilaian secara lebih rutin apakah program yang dijalankan institusi tersebut telah memenuhi kriteria sebagai institusi yang siap mencetak siswa – siswa yang berkompeten.  Kerjasama dengan masyarakat industri.  Penyesuaian kurikulum dengan kubutuhan lulusan. III. Kesimpulan Beberapa problem solving/solusi dari permasalahan kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia atau di Jawa Tengah adalah dengan memeratakan dua aspek inti, yaitu equality (persamaan) dan equity (keadilan). Dua aspek itu inti solusi dari problematika pendidikan dewasa ini, karena bila kualitas dengan kuantitas kompatibel dengan pemerataan equality (persamaan) dan equity (keadilan), maka akan menghasilkan sinergisasi yang memadai dan harmonis. Jika harmonisasi, interelasi antara kualitas dan kuantitas dirancang, maka problematika pendidikan di negara kita tidak akan menjadi wacana lagi. Tentu saja, karena bila infrastruktur (mengenai
  • 12. 11 prasarana dan sarana), mutu (kualitas) pendidikan (mencakup guru/pengajar, kurikulum/sistem), jumlah (kuantitas) siswa/pelajar, dana/anggaran (yang rendah tapi kompatibel mencangkup seluruh aspek), rasio kesempatan pendidikan dengan jumlah penduduk (siswa/pelajar) tertampung, dan daya saing siswa/pelajar yang kompeten diberdayakan secara kontinu dengan merata, koheren, kompatibel, maka keajegan harmonisai pun tercipta, serta problematika yang ada akan terminimalisir secara bertahap, yang pada akhirnya akan menjadikan harmonis dan kompatibelnya interelasi antara kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan yang menjadi pusat dari segala lingkaran sistem peraturan yang ada, hendaknya mengawali rekonstruksi pembangunan sistem pendidikan agar menjadi normal kembali. Pada tahap kedua setelah pemerintah telah menciptakan harmonisasi, dan rekonstruksi untuk pendidikan, maka masyarakat (siswa, pelajar, mahasiswa, masyarakat umum) mendukungnya dengan cara menerapkan sistem, dan menyesuaikan kebijakan yang akan dicanangkan pemerintah.
  • 13. 12 Daftar Pustaka Bafadal, I. 2008. Manajemen Sarana Dan Prasarana Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara Basri, F. 2002. Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Erlangga. Budihardjo, E. & Sujarto, D. 1999. Kota Berkelanjutan, Bandung: Alumni. Field, A. 2005. Discovering Statistics Using SPSS 2nd Edition. London: Sage. Minarti, S. 2011. Manajemen Sekolah: Mengolah Lembaga Pendidikan Secara Mandiri. Yogyakarta: Ar- Razz Media. Iwan, P. K. 2008. Essays in Sustainable Transportation. Bandung: ITB. Kodoatie, R. J. 2005. Pengantar Manajemen Infrastruktur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ngwaru, J. M., & Oluga, M. (2016). Educational Infrastructure and Resources for Sustainable Access to Schooling and Outcomes: The Case of Early Literacy Development in Southern Tanzania. Africa Education Review, 12 (1), 88-108. World Bank. 1994. Infrastructure for Development. World Bank Development Report 1994. New York: Oxford University.
  • 15. 14 LAMPIRAN II. Contoh Hasil Analisis Tidak Berkelanjutan (Kabupaten Cilacap) Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .755a .570 .517 3.358 a. Predictors: (Constant), Cilacap_Jumlah_murid b. Dependent Variable: Cilacap_jumlah_sekolah ANOVAa Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 119.798 1 119.798 10.625 .012b Residual 90.202 8 11.275 Total 210.000 9 a. Dependent Variable: Cilacap_jumlah_sekolah b. Predictors: (Constant), Cilacap_Jumlah_murid Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 72.230 8.281 8.722 .000 Cilacap_Jumlah_murid .001 .000 .755 3.260 .012 a. Dependent Variable: Cilacap_jumlah_sekolah 2006 2007 2008200920102011 20122013 20142015 90 92 94 96 98 100 102 104 106 108 0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 JumlahSekolah Jumlah Siswa Plot Jumlah Siswa dan Jumlah Sekolah Kabupaten Cilacap
  • 16. 15 Berkelanjutan (Kabupaten Banyumas) Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .871a .759 .729 3.552 a. Predictors: (Constant), Banyumas_Jumlah_murid b. Dependent Variable: Banyumas_jumlah_sekolah ANOVAa Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 318.681 1 318.681 25.262 .001b Residual 100.919 8 12.615 Total 419.600 9 a. Dependent Variable: Banyumas_jumlah_sekolah b. Predictors: (Constant), Banyumas_Jumlah_murid Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 17.747 15.173 1.170 .276 Banyumas_Jumlah_murid .002 .000 .871 5.026 .001 a. Dependent Variable: Banyumas_jumlah_sekolah 2006200720082009 2010 2011 2012 2013 20142015 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 40000 42000 44000 46000 48000 50000 52000 54000 56000 JumlahSekolah Jumlah Siswa Hubungan Jumlah Siswa dan Jumlah Sekolah Kabupaten Banyumas