Analisis implementasi teori perencanaan dan pembangunan pada pengelolaan timbulan sampah di Kabupaten Kendal membahas masalah pengelolaan sampah di kabupaten tersebut dan upaya yang dilakukan melalui pendirian Lembaga Penelitian dan Pengembangan Konservasi Lingkungan Hidup. Ruang lingkupnya meliputi identifikasi masalah, tinjauan teori perencanaan dan pembangunan, serta penerapannya dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Kendal.
1. 0
ANALISIS IMPLEMENTASI TEORI
PERENCANAAN DAN
PEMBANGUNAN PADA
PENGELOLAAN TIMBULAN
SAMPAH DI KABUPATEN KENDAL
TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH : TEORI PERENCANAAN
DOSEN : Dr.-Ing. ASNAWI, ST
KELOMPOK 1 :
AMALIA AZIMAH NIM. 21040116410027
BRAMANTIYO MARJUKI NIM. 21040116410036
H. KHAIRI FAHRIZAL NIM. 21040116410018
MISI HARIYANTI WIJAYA NIM. 21040116410015
PUJIATI SRI REJEKI NIM. 21040116410031
SIGIT RIYANTO NIM. 21040116410020
2. 1
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah meningkatkan taraf kehidupan penduduknya.
Peningkatan pendapatan di negara ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kegiatan produksi dan
konsumsi dalam proses pembangunan. Pertumbuhan ini juga membawa pada penggunaan
sumber daya yang lebih besar dan eksploitasi lingkungan untuk keperluan industri, bisnis dan
aktivitas sosial. Pertumbuhan pembangunan di satu sisi akan memberikan kontribusi positif
terhadap taraf hidup masyarakat, namun di sisi lain akan berakibat menurunnya fungsi
lingkungan. Kontradiksi antara kepentingan pembangunan dan kepentingan pelestarian fungsi
lingkungan ini memerlukan upaya dan langkah nyata agar keduanya dapat dilakukan secara
seimbang dan harmonis, sesuai amanat pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan
dengan memperhatikan tiga pilar utama yakni ekonomi, lingkungan dan sosial (Burns, 2015).
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat
seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi, telah turut meningkatkan jumlah timbulan
sampah, jenis dan keberagaman karakteristik sampah. Meningkatnya daya beli masyarakat
terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau
kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi yang
besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan. Permasalahan sampah di
Indonesia antara lain semakin banyaknya limbah sampah yang dihasilkan masyarakat,
kurangnya tempat sebagai pembuangan sampah, sampah sebagai tempat berkembang dan
sarang dari serangga dan tikus, menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air, dan udara
menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan kesehatan.
Meningkatnya volume timbulan sampah tersebut tentunya memerlukan pengelolaan
secara berkelanjutan. Oleh karenanya pemerintah telah mengeluarkan beberapa regulasi terkait
pengelolaan sampah, diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah beserta peraturan-peraturan lain sebagai turunannya. Kebijakan nasional
dan provinsi dalam pengelolaan sampah selanjutnya dapat dirumuskan oleh pemerintah daerah
sebagai bentuk pengurangan dan penanganan sampah dari sumber timbulan sampah itu sendiri.
Pemerintah daerah kabupaten/kota sebagai institusi yang berhadapan langsung dengan teknis
pelaksaan pengelolaan sampah, mempunyai kewenangan penyelenggaraan pengelolaan sampah
sebagai berikut.
1. Menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional
dan provinsi.
2. Menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma,
standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah.
3. Melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan
oleh pihak lain.
4. Menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah
terpadu dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah.
A. LATAR BELAKANG
P E N D A H U L U A N
Latarbelakang T u j u a n Ruang Lingkup Sistimatika
Pembahasan
B A G I A N 1
3. 2
5. Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20
(dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem
pembuangan terbuka yang telah ditutup.
6. Menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai
dengan kewenangannya.
Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah seperti yang
disebutkan diatas, dapat dilakukan dari seluruh skala (skala kota dan skala lingkungan). Salah
satu peran penting pemerintah daerah kabupaten/kota dalam hal ini adalah penyelenggaraan
layanan tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Menurut
SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Pengelolaan Sampah Perkotaan, pelayanan
pemerintah pada pengelolaan sampah terkait pada alur penanganan sampah yaitu pengumpulan,
pemindahan, pengolahan dan pengangkutan. Pada masing-masing tahap penanganan sampah
pemerintah bertugas untuk memberikan pelayanan dan fasilitas hingga sampah tersebut sampai
ke TPA dan atau diolah sebagai bentuk pengurangan dan pemanfaatan sampah, mengumpulkan
sampah rumah tangga di tiap rumah untuk dipindahkan ke TPS.
Sebagai bentuk komitmen pelaksanaan amanat undang-undang tentang pengelolaan
sampah tersebut, Pemerintah Kabupaten Kendal telah mengeluarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Kendal Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Kendal.
Perda tersebut ditujukan dalam rangka pengelolaan sampah secara komprehensif dan terpadu
mulai dari hulu sampai hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat,
dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Hal ini mengingat
semakin bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan pola konsumsi masyarakat di
Kabupaten Kendal menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang
semakin beragam. Disamping itu, Pemerintah Kabupaten Kendal dalam RPJMD Tahun 2016-
2021 menjadikan upaya peningkatan pengelolaan timbulan sampah sebagai program penting
dalam kebijakan peningkatan kualitas serta kuantitas infrastruktur dasar dan penunjang baik di
perdesaan maupun perkotaan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
Penyelenggaraan kegiatan pengelolaan sampah di Kabupaten Kendal menjadi program
unggulan dalam kebijakan pelestarian lingkungan hidup, karena selama ini kemampuan
pengangkutan sampah yang telah dilakukan masih belum maksimal atau hanya berkisar 86,53%
dari total timbulan sampah yang dihasilkan. Selanjutnya penanganan sampah di Kabupaten
Kendal sepenuhnya hanya mengandalkan landfill (TPS dan TPA). Namun, landfill yang
diharapkan dapat menyelesaikan masalah lingkungan akibat sampah, justru memberikan
permasalahan lingkungan yang baru. Kerusakan tanah, air tanah dan air permukaan sekitar
akibat air lindi, sudah mencapai tahap yang membahayakan kesehatan masyarakat khususnya
dari segi sanitasi lingkungan. TPA di Kabupaten Kendal Hal yang paling jelas adalah sistem
pembuangan akhir sampah di Kabupaten Kendal masih menggunakan sistem open dumping.
Selain itu upaya untuk mengadakan pemilahan sampah saat pengangkutan dari masyarakat juga
tidak ada. Akibatnya yang terjadi adalah pengelola sampah menyediakan tempat sampah
terpisah kepada masyarakat dan melakukan sosialisasi untuk masyarakat memilah sampah,
namun pemerintah daerah sendiri justru tidak ada upaya untuk memisahkannya. TPA yang
masih open dumping membuat pengawasan dan pencegahan pencemaran sulit dilakukan.
Akibatnya usaha menangani masalah sampah justru menimbulkan pencemaran terhadap
lingkungan karena tidak ditangani sesuai dengan aturan yang ada. Pencemaran yang terjadi
hampir setiap hari adalah pencemaran udara dari asap sampah yang terbakar, selain itu bau
sampah yang menumpuk di TPA juga mencemari udara disekitarnya. Apalagi dengan lokasi
TPA Darupono yang berada di pinggir jalan utama penghubung Kecamatan Boja dan
Kaliwungu membuat masyarakat yang melintas merasa tidak nyaman. Upaya yang sedang
berlangsung dan belum dapat berjalan adalah proses pembangunan TPA Darupono Baru yang
menerapkan sistem sanitary landfill dan pembangunan TPST di Sukorejo, Weleri dan Boja
4. 3
pada tahun 2015 ini. Pembangunan TPA baru ini dimaksudkan untuk mengganti TPA Darupono
yang masih open dumping, sehingga pengawasan dan kontrol pencemaran lingkungan di sekitar
TPA dapat dilakukan dengan lebih komprehensif. Sementara pembangunan TPST merupakan
cara yang dilakukan pemerintah untuk mengelola sampah pada tingkat kawasan seperti terminal
dan pasar. Pembangunan TPST akan menambah unit komposting dan unit pengolahan sampah
yang sudah ada di Kabupaten Kendal. Hal lain yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga
kelestarian ekosistem dan pengelolaan sampah yang bekerlanjutan adalah melalui aplikasi
teknologi tepat guna untuk rumah tangga dan Bank Sampah yang ada di Kabupaten Kendal.
Penerapan teknologi tepat guna akan mengurangi sumber pencemar yaitu sampah sejak dari
masyarakat.
Apabila dilihat dari jenis sampahnya, penanganan sampah di Kabupaten Kendal tidak
sepenuhnya perlu mengandalkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang jumlahnya terbatas.
Dimana persentase terbanyak adalah berupa sampah organik dan kayu. Jenis sampah tersebut
merupakan jenis sampah yang dapat diolah kembali dan dapat menjadi sumber pendapatan
tambahan bagi warga masyarakat yang mengelolanya. Pada tahun 2015 dari 30,18 m3
/ hari sisa
sampah yang tidak terangkut ke TPA, sebanyak 0,4-0,5 m3
/hari diolah untuk composting,
sebagaimana tabel berikut.
Tabel 1. Produksi Sampah Rata-Rata dan Persentase Komposisi Sampah
Kabupaten Kendal Tahun 2014-2015
Sumber : BPS Kabupaten Kendal (2016)
Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa
yang tidak berguna, bukan sebagai sumberdaya yang perlu dimanfaatkan. Paradigma baru
memandang sampah sebagai sumberdaya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat
5. 4
C. RUANG LINGKUP
B. T U J U A N
dimanfaatkan, misalnya untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri.
Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan
dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan
kembali, dan pendaur ulangan, sedangkan penanganan sampah meliputi kegiatan pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir. Upaya tersebut tentunya
memerlukan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan timbulan sampah yang dihasilkan.
Kesadaran masyarakat masih menjadi masalah utama dalam pengelolaan sampah di
Kabupaten Kendal. Banyak masyarakat yang masih belum sadar tentang pentingnya mengelola
sampah dengan baik dan benar. Masih rendahnya kesadaran masyarakat menunjukkan pola
komunikasi kebijakan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah tidak efektif.
Persebaran informasi yang tidak merata membuat kesadaran masyarakat juga tidak merata.
Selain itu juga tidak ada kegiatan lanjutan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga
kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah terjaga. Hal ini menunjukkan sosialisasi yang
telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kendal tidak menjamin peningkatan kesadaran
pengelolaan sampah di masyarakat. Oleh karena itu muncul sebuah gerakan advokasi yang
berkomitmen terhadap upaya konservasi lingkungan hidup melalui pemberdayaan masyarakat
yang dilakukan oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Lembaga
Penelitian dan Pengembangan Konservasi Lingkungan Hidup (LP2KLH) Kabupaten Kendal.
Dalam teori perencanaan, penting untuk menempatkan setiap model perencanaan dan
pendekatannya sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Dalam permasalahan pengelolaan
lingkungan hidup pada umumnya dan pengelolaan timbulan sampah pada khususnya di
Kabupaten Kendal ini, model perencanaan advokasi menjadi hal yang sangat penting untuk
dikaji dalam pembelajaran mengani teori perencanaan. Hal ini dikarenakan kaitannya yang
sangat erat dengan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan dampak pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup. Dengan demikian menarik untuk dianalisis dan dilakukan tinjauan
kritis terhadap penerapan teori perencanaan dan pembangunan dalam pengelolaan timbulan
sampah di Kabupaten Kendal.
Tujuan dilakukannya Analisis Implementasi Teori Perencanaan Dan Pembangunan
pada Pengelolaan Timbulan Sampah Di Kabupaten Kendal adalah untuk mengkaji penerapan
salah satu “model perencanaan” dan “pemikiran perencanaan” dalam mengatasi persoalan
degradasi kualitas lingkungan yang terjadi di Kabupaten Kendal, yang salah satunya dilakukan
melalui pendirian LP2KLH Kabupaten Kendal khususnya dalam pengelolaan sampah rumah
tangga.
Ruang lingkup pembahasan dalam analisis implementasi teori perencanaan dan
pembangunan pada pengelolaan timbulan sampah di Kabupaten Kendal ini adalah sebagai
berikut.
6. 5
D. SISTIMATIKA KAJIAN
1. Identifikasi masalah yang timbul dalam pengelolaan timbulan sampah di Kabupaten
Kendal.
2. Kajian teoritis dan tinjauan umum terhadap teori perencanaan dan pembangunan serta
pemikiran perencanaan yang berkaitan dengan studi kasus yang dilakukan.
3. Pembahasan dan tinjauan kritis terhadap implementasi teori perencanaan dan
pembangunan terhadap upaya pelestarian lingkungan melalui pengelolaan timbulan
sampah rumah tangga yang dilakukan oleh LP2KLH di Kabupaten Kendal.
Sistematika kajian dalam analisis implementasi teori perencanaan dan pembangunan
pada pengelolaan timbulan sampah yang dilakukan LP2KLH Kabupaten Kendal ini adalah
sebagai berikut.
Gambar 1. Sistematika Kajian
7. 6
A. M O D E L P E R E N C A N A A N
Perubahan dan dinamika permasalahan global dan regional pasca Perang Dunia ke II
telah memunculkan berbagai alternatif pendekatan perencanaan yang berbeda dari pendekatan
yang muncul pada periode sebelumnya. Perencanaan menjadi lebih dinamis dan berorientasi
pada proses dan sistem daripada keluaran cetak biru gambaran hasil perencanaan (blueprint
planning). Perencanaan wilayah pada periode-periode ini mulai lazim menggunakan apa yang
disebut dengan perencanaan rasional (rational planning). Perencanaan rasional bertumpu pada
prosedur dan tujuan perencanaan yang didefinisikan se-obyektif dan se-terukur mungkin,
komprehensif, dan sangat mengandalkan keahlian perencana dalam mencapai tujuan yang
diharapkan (pendekatan top down). Pada perkembangannya, perencanaan rasional banyak
dikritik karena terlalu kaku, teknis, idealis, tidak mempertimbangkan permasalahan nyata di
obyek yang direncanakan dan tidak mempertimbangkan aspek politik yang sering kali
mengintervensi kegiatan perencanaan.
Kritik terhadap pendekatan rasional melahirkan berbagai alternatif model
perencanaan, salah satunya adalah pendekatan advokasi dalam perencanaan. Model advokasi
menyandarkan pada kenyataan bahwa masyarakat bukan merupakan kelompok yang monolitik
dan homogen, melainkan mempunyai kepentingan yang berbeda-beda (Davidoff, 1965). Selain
itu, masyarakat juga memiliki kemampuan dan kapasitas yang berbeda dalam mengelola dan
memanfaatkan sumberdaya, bahkan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kebutuhan
dan kepentingan yang berbeda ini harus diakomodasi dalam proses perencanaan. Sementara
kepentingan ini banyak yang lebih bernuansa politis daripada saintifik, sehingga urgensi untuk
melibatkan aspek politik dalam perencanaan rasional menjadi semakin penting. Pendekatan
advokasi berusaha mewadahi aspek politis dalam perencanaan (Schonwant, 2008). Perencanaan
advokasi berupaya memindahkan formulasi kebijakan sosial dari negoisasi elitis menjadi ruang
terbuka, dimana setiap orang bisa berkontribusi dan menyumbang pemikiran (Hudson et al,
2013).
Bentuk terapan dari pendekatan advokasi dalam perencanaan adalah keharusan untuk
membuat lebih dari satu skenario perencanaan. Setiap skenario mewadahi kepentingan dari
berbagai kelompok atau obyek perencanaan yang berbeda-beda. Hal ini cukup berbeda dari
model perencanaan yang berkembang sampai sebelum tahun 1960, dimana produk perencanaan
akhir lebih berorientasi pada produk perencanaan tunggal dalam bentuk masterplan.
Perencanaan advokasi berupaya mengakomodasi suara-suara yang muncul di masyarakat
sebagai antitesis dari pendekatan rasional yang lebih bersifat menuruti apa yang terbaik menurut
pemerintah (Davidoff, 1965).
Tahapan perencanaan dalam model advokasi dimulai dari perencana mengidentifikasi
permasalahan dan kebutuhan masyarakat yang digali dari suara-suara yang muncul di
masyarakat, terutama suara masyarakat golongan bawah yang tidak mendapat akses ke
sumberdaya, sarana, atau keterampilan yang mereka butuhkan. Permasalahan dan kebutuhan
K A J I A N T E O R I T I S
B A G I A N 2
M o d e l
Perencanaan
Pemikiran
Perncanaan
8. 7
yang teridentifikasi kemudian dianalisis secara bersama-sama oleh seluruh stakeholder untuk
dikaji kelebihan dan kekurangannya, yang kemudian disusun skala prioritasnya, untuk diangkat
menjadi isu utama yang menjadi tujuan perencanaan. Proses perencanaan kemudian dilanjutkan
dengan identifikasi sasaran, sumberdaya, penentuan konsep dan harapan dari produk
perencanaan, pemilihan metode kerja yang paling sesuai, penentuan teknik monitoring dan
evaluasi dan diakhiri dengan finalisasi produk perencanaan untuk kemudian
diimplementasikan. Secara skematis model perencanaan advokasi disajikan dalam Gambar 2 di
bawah ini.
Gambar 2. Siklus Perencanaan Advokasi
Sumber: UN Water, 2009
Keunikan cara pandang perencanaan advokasi melengkapi pengayaan sudut pandang
dalam teori perencanaan. Melalui perencanaan advokasi, perencanaan menjadi tidak hanya satu
dimensi yang dikuasai oleh pemerintah dan pemegang kekuasaan (sebagaimana umum terjadi
pada konsep – konsep perencanaan “dari atas”). Melalui perencanaan advokasi, suara – suara
dari masyarakat marginal dan terpinggirkan dapat muncul dan menjadi perhatian bagi
pengambil keputusan. Namun demikian, kemunculan perencanaan advokasi bukan tanpa kritik
dan kelemahan. Kelemahan utama dari perencanaan advokasi menurut Peattie (1968) adalah,
jika seluruh pihak yang berkepentingan menggunakan perencanaan advokasi, bagaimana solusi
atas permasalahan bersama dapat ditemukan?. Setiap pihak yang menggunakan perencanaan
advokasi tentu ingin kepentingannya dapat difasilitasi. Sementara, besar kemungkinan
pemenuhan satu kepentingan milik satu pihak akan merugikan pihak yang lain, atau minimal
berpengaruh terhadap kepentingan pihak lain. Perencanaan advokasi tidak dapat menjawab atau
memberikan solusi terhadap adanya “konflik kepentingan”. Selain itu, pendekatan perencanaan
advokasi sedari awal pengembangannya tidak didesain untuk menghasilkan sebuah
kepentingan bersama (common good), melainkan hanya berfokus pada kepentingan tertentu,
utamanya kepentingan dari unsur masyarakat yang selama ini tidak tersentuh oleh perencanaan
arus utama (mainstream planning practices).
FINALISASI PRODUK
PERENCANAANDAN
IMPLEMENTASI
IDENTIFIKASI
PERMASALAHAN
ANALISIS
PENENTUAN
TUJUAN
IDENTIFIKASI
PEMILIHAN MODEL
DAN ALAT BANTU
PENENTUAN
METODE MONEV
9. 8
B. PEMIKIRAN PERENCANAAN
Pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh manusia dalam kehidupan sehari-hari
selalu menjadi dasar bagi manusia dalam mengambil keputusan atas permasalahan yang
dihadapi. Perencanaan berusaha mengidentifikasi dan merumuskan bagaimana pengetahuan
yang diperoleh manusia dapat diimplementasikan dalam tindakan secara layak. Perencanaan
merupakan sebuah upaya untuk mewujudkan bagaimana pengetahuan dapat digunakan secara
efektif dan efisien untuk menyusun dan mengimplementasikan tindakan. Friedmann (1987)
menyebutkan setidaknya ada empat tradisi perencanaan berkaitan dengan bagaimana
menghubungkan pengetahuan dan tindakan.
Tradisi pertama adalah reformasi sosial (social reform). Tradisi ini bertumpu pada
kekuatan negara atau pemerintah dalam mengatur kehidupan sosial. Tradisi ini berfokus pada
menemukan cara bagaimana praktek perencanaan dapat dilembagakan oleh negara/pemerintah
secara lebih efektif. Penganut paham reformasi sosial memahami perencanaan sebagai
implementasi dari pengetahuan ilmiah untuk menyelesaikan permasalahan publik. Sementara
itu, dalam kenyataannya banyak elemen perencanaan yang seringkali diintrusi oleh politikus
dan masyarakat biasa yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk terlibat dalam
perencanaan. Oleh karena itu, negara dan pemerintah yang diadvokasi untuk berperan kuat,
dimana mereka mempunyai kemampuan mediasi dan kekuasaan. Sektor penting dimana
reformasi sosial berperan penting adalah promosi pertumbuhan ekonomi, pencegahan
pengangguran, dan pemerataan pendapatan. Instrumen perencanaan yang termasuk dalam
kategori reformasi sosial antaralain analisis model bisnis, akuntansi sosial, analisis input-
output, model kebijakan ekonomi, dan ekonomi pembangunan.
Tradisi kedua adalah analisis kebijakan (policy analysis). Analisis kebijakan adalah
cara pandang perencanaan yang berfokus pada pencarian solusi terbaik dari serangkaian
alternatif skenario yang terumus dalam perencanaan. Dalam siklus perencanaan pada Gambar
1, analisis kebijakan berkonsentrasi pada tahap perumusan alternatif skenario, identifikasi
dampak dari implementasi setiap skenario dan evaluasi dari konsekuensi yang muncul terkait
tujuan yang diinginkan dan aspek lainnya. Dalam pelaksanaannya, analisis kebijakan banyak
mengunakan model ekonomi, statistik, matematika dan pendekatan kuantitatif lainnya. Dalam
cara pandang analisis kebijakan, solusi terbaik hanya bisa diperoleh dari teknik dan teori
matematika. Analisis kebijakan tidak mempertimbangkan unsur-unsur filosofis, kualitatif,
epistemologis dan faktor subyektifitas manusia. Keputusan harus datang dari pertimbangan
logis rasional ilmiah, bukan dari konsensus politik. Model konsep pemikiran dari analisis
kebijakan disajikan pada Gambar 3 di bawah ini.
Sesuai/Tdk. Sesuai
Gambar 3. Alur Analisis Kebijakan Polcy Analysis
Sumber: Friedmann, 1987
10. 9
Tradisi ketiga adalah pembelajaran sosial (social learning). Tradisi social learning
berfokus pada upaya menjembatani antara pengetahuan teoritis dan teknis implementasi, antara
pengetahuan dan tindakan. Konsep social learning dapat diungkapkan dalam istilah “learning
by doing”. Teoritis social learning berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman
dan divalidasi melalui sebuah aksi/tindak. Pengetahuan diperkaya oleh pengalaman baru, dan
pengetahuan yang telah diperkaya ini diterapkan dalam kontinuitas perencanaan tindak
perubahan. Melalui proses ini, lingkungan sosial akan berubah menjadi lebih baik. Social
learning selalu bersemangat untuk melakukan eksperimen spasial, mengamati hasilnya dengan
hati-hati, dan mengakui jika terdapat sebuah kekeliruan, dan belajar dari kekeliruan tersebut.
Berbeda dengan analisis kebijakan, pembelajaran sosial dimulai dan diakhiri melalui
aksi/tindak. Aksi merupakan proses kompleks, bergantung pada waktu, melibatkan strategi
politik, kenyataan teoritis, dan nilai-nilai yang mengatur dan mengarahkan aksi. Keempat unsur
ini secara bersama membentuk suatu praktek sosial. Praktek sosial sendiri memerlukan
pembelajaran sosial agar bisa berjalan. Jadi dua proses (praktek dan pembelajaran) sosial ini
berkomplemen satu sama lain. Model pemikiran dari pembelajaran sosial disajikan pada
Gambar 4 di bawah ini.
Unsur – unsur penting dalam pembelajaran sosial antara lain:
1. Aksi/Tindak
Merupakan aktivitas yang dilakukan oleh aktor, baik secara individu maupun kolektif,
di dalam lingkungan aktor. Aktivitas ini dapat berupa aktivitas kerja maupun aktivitas
historis. Aktivitas kerja yang dilakukan secara terus menerus berkembang menjadi
praktik tetap/kebiasaan yang disebut aktivitas historis.
2. Aktor
Aktor adalah pihak yang melakukan aktivitas. Aktor dapat berupa individu, kelompok
kecil, atau organisasi. Pembeda aktor dalam pembelajaran sosial dan mobilisasi sosial
(social mobilization) adalah aktor dalam pembelajaran sosial beroerientasi pada
tugas/kerja/karya.
3. Pembelajaran
Dari aksi/tindak yang dilakukannya, aktor memperoleh pengalaman yang memperkaya
pengetahuannya. Dalam kondisi ini, aktor disebut juga pembelajar.
Gambar 4. Alur Pembelajaran Social Learning
Sumber: Friedmann, 1987
11. 10
4. Prinsip Pembelajaran
Pembelajaran dalam tradisi pembelajaran sosial dapat muncul dari dua sumber.
Pertama, pembelajaran muncul dari perubahan aktivitas praktis. Kedua, terdapat agen
perubahan (change agent) yang mendukung, mengarahkan, membimbing, dan
membantu aktor dalam mengubah situasi dan kondisi agar menjadi lebih baik.
Pembelajaran juga dapat muncul dalam bentuk pembelajaran tunggal maupun ganda.
Pembelajaran tungal hanya melibatkan perubahan sederhana taktik/strategi aksi guna
memecahkan permasalahan tertentu. Sedangkan pembelajaran ganda melibatkan juga
pengaturan norma dan nilai yang mengatur proses aksi/tindak dan lain-lain.
Tradisi keempat adalah mobilisasi sosial (social mobilization). Tradisi ini sangat
berkebalikan dengan tradisi social reform dan policy analysis. Tradisi ini merupakan wujud
perencanaan dari bawah yang sesungguhnya. Dalam tradisi ini, perencanaan nampak sebagai
bentuk upaya politik tanpa melibatkan pengetahuan ilmiah. Tradisi ini dekat dengan social
learning dimana mobilisasi sosial merupakan proses transformasi awal yang dibutuhkan
sebelum mobilisasi sosial dapat dijalankan. Keputusan dalam perencanaan di tradisi ini
dirumuskan secara kolektif oleh stakeholder yang terlibat. Tradisi ini banyak mendapat
inspirasi dari ideologi komunis, anarkisme, perjuangan kelas Marxis, dan gerakan emansipasi
sosial. Mobilitas sosial merupakan ideologi dari mereka-mereka yang tersingkir, yang
mendapat kekuatan dari solidaritas sosial dan keinginan untuk terlibat dalam pengambilan
keputusan dan perubahan status quo.
Mobilisasi sosial bertumpu pada tiga gerakan perlawanan terhadap arus utama, yaitu
utopianisme, anarkisme sosial, dan materialisme historis. Tiga gerakan ini muncul di Prancis
dan Inggris sekitar tahun 1820. Tiga gerakan ini muncul sebagai respon terhadap ketidakpuasan
sosial, penderitaan manusia, dan brutalisasi yang hadir seiiring dengan meledaknya revolusi
industri. Perspektif yang diangkat merupakan perspektif golongan masyarakat yang tertindas
atau kelas masyarakat yang tidak berdaya. Kritik utama dari gerakan – gerakan ini adalah pada
industrialisme, dan tujuan praktisnya adalah pembebasan manusia.
Utopianisme berperan terhadap mobilisasi sosial melalui ide dan visi anti ekonomi
kapitalis dimana orang bekerja sesuai pendapatan dan tugas yang diberikan, pembentukan
karakter manusia yang selaras dengan visi sosial dan lingkungan, keseimbangan antara praktek
industri dan praktek pertanian, serta peran penting pendidikan dan pelatihan.
Anarkisme sosial berperan dalam pembentukan visi masyarakat yang mandiri,
pembentukan masyarakat regional yang sesuai dengan bentang alam dan bentang budaya yang
dimiliki, penghapusan hierarki kekuasaan (karena hierarki kekuasaan dipandang sebagai
kekuatan yang menindas), pengarus utamaan prinsip saling menguntungkan dan kerjasama,
sebagai alternatif dari kompetisi dalam kehidupan sosial atau organisasi, dan penggunaan aksi
massa dalam perlawanan terhadap kekuasaan negara dan perusahaan kapitalis.
Materialisme historis berperan dalam pemahaman mengenai sifat alami kelas dalam
masyarakat., pembahasan mengenai aspek historis dari perjuangan kelas (class struggle)
sebagai agen perubahan politik, pemahaman pentingnya kesadaran kelas dalam praktek revolusi
massal, analisis kondisi eksisting dari sudut pandang ilmiah dan kritis, dan pengakuan terhadap
peran kunci dari teori-teori dalam mempertahankan praktek politik yang bertujuan pada
perubahan struktur sosial.
Gabungan dari tiga gerakan perlawanan sebagaimana diuraikan diatas dimotivasi oleh
kebobrokan moral yang muncul sebagai ekses dari revolusi industri. Gerakan – gerakan ini
12. 11
memandu penciptaan masyarakat yang lebih baik melalui emansipasi sosial. Mereka berfokus
pada perubahan historis melalui serangkaian upaya kolektif, dengan mengandalkan kekuatan
pengetahuan ilmiah dan teknis untuk sebuah aksi radikal. Rekonstruksi sosial hanya dapat
dicapai jika menerapkan praktek ilmiah dalam proses revolusi.
Pandangan mobilisasi sosial dalam perencanaan muncul dalam bentuk perencanaan
radikal (radical planning). Perencanaan radikal muncul karena mobilisasi sosial memberikan
visi baru bahwa perencanaan yang bersifat “dari atas” tidak cukup untuk membentuk
masyarakat yang baik dan maju. Visi masa depan yang lebih baik dapat berasal dari masyarakat
itu sendiri, melalui pendekatan – pendekata “dari bawah”. Terkait dengan dikotomi
perencanaan dari atas dan perencanaan dari bawah, terdapat dua unsur politik dalam mobilitas
sosial. Yang pertama adalah politik pelepasan (politics of disengagement), dan yang kedua
adalah politik konfrontasi (confrontational politics). Politik pelepasan mendemonstrasikan
cara-cara yang tidak ditemui dalam perencanaan top down. Sedangkan politik konfrontasi
menekankan pada perjuangan politik sebagai sebuah kewajiban untuk mentransformasikan
kekuatan-kekuatan eksisting, dan membentuk sistem baru yang tidak berdasarkan sistem
sebelumnya.
Dilihat dari pendekatan perencanaan, suara dari bawah selain dari mobilisasi sosial,
sebenarnya juga dapat berasal dari praktek social learning dan perencanaan advokasi, namun
pendekatan advokasi dan social learning masih mengandalkan pada pihak tertentu (ahli,
teknokrat, profesional) dalam memunculkan visi, rencana dan tindakan. Perencanaan radikal
bergerak lebih dalam karena mencari suara dan bentuk perencanaan yang muncul dari dalam
masyarakat sendiri, utamanya masyarakat yang selama ini tidak memperoleh peran, bak, dan
suara dalam pembangunan wilayah. Pengetahuan sosial (yang menjadi dasar dalam
perencanaan) di dalam perencanaan radikal dan mobilisasi sosial dapat muncul dari mana saja,
tidak harus dari pengetahuan masyarakat. Dia dapat berasal dari pengalaman-pengalaman
masyarakat yang kemudian dikonseptualisasikan. Dengan demikian, perencana dalam
perencanaan radikal bukan perencana profesional yang memiliki keterampilan dan pengetahuan
tertentu sebagaimana di dalam tradisi social reform dan policy analysis, namun siapa saja di
masyarakat yang mempunyai kemampuan seperti keterampilan komunikasi, keterampilan
mengarahkan diskusi kelompok, punya kemampuan mengajar, mampu menganalisis, mampu
merencanakan, melakukan sintesa, dan melaksanakan eksperimen. Perencana dalam
perencanaan radikal dan mobilisasi sosial adalah anggota dari masyarakat itu sendiri, dan
berperan ganda, baik sebagai perencana maupun obyek perencanaan. Posisi perencana dalam
pendekatan radikal ditempati oleh masyarakat, demikian pula sebaliknya.
Jika kembali pada model perencanaan dalam pembelajaran sosial (social learning) di
Gambar 4, mobilisasi sosial masih menggunakan kerangka pikir yang sama. Perbedaannya
adalah bahwa dalam mobilisasi sosial selalu dimulai dan diakhiri oleh praktek dan
implementasi. Praktek di masyarakat akan membangkitkan kesadaran kritis mengenai proses
perencanaan dan implementasi perencanaan di masyarakat beserta permasalahan terkait yang
muncul, kemudian proses pemecahan masalah ini akan menjadi pengetahuan yang diterapkan
dalam praktek yang telah direvisi. Praktek yang telah direvisi kemudian dievaluasi apakah
berjalan lancar atau terdapat permasalahan baru yang muncul kemudian. Proses ini terus
diulang guna menghasilkan keluaran yang paling adil dan bermanfaat untuk seluruh kelas yang
ada di masyarakat. Pandangan pembelajaran sosial dalam mobilisasi sosial secara konseptual
disajikan pada gambar 5 di bawah ini.
13. 12
Terkait dengan proses perencanaan, perencanaan radikal dimulai dari kritik terhadap
situasi eksisting. Kritik ini tidak murni normatif, tetapi berasal dari analisis kritis yang kuat,
yang memungkinkan untuk diinterpretasi, dipahami, dan dijelaskan mengapa bisa terjadi seperti
ini. Ketika situasi sudah dipahami tidak seperti yang seharusnya, dan situasi ini dapat diubah,
pencarian solusi praktis dapat diinisiasi, baik oleh masyarakat sendiri maupun dibantu oleh
perencana. Dari gambaran solusi praktis yang diperoleh, strategi yang layak kemudian
dikembangkan, dengan mempertimbangkan berbagai aspek pro dan kontra. Proses ini
dilaksanakan secara berulang yang kemudian dipilah mana yang dapat dikerjakan dan mana
yang tidak dapat dikerjakan.
Dari empat tradisi tersebut, Friedmann (1987) membagi menjadi dua kategori besar
kelompok perencanaan, yaitu kelompok Social Guidance dan kelompok Social Transformation.
Social Reform dan Policy Analysis termasuk ke dalam Social Guidance, sedangkan Social
Learning dan Social Mobilization termasuk ke dalam Social Transformation. Social Guidance
merupakan kelompok perencanaan yang dikontrol dan diartikulasikan oleh negara atau
pemerintah (top down planning), sedangkan Social Transformation diartikulasikan di level
komunitas (bottom up planning).
Sebagaimana telah diuraikan di pembahasan teoritis sebelumnya, kelompok
perencanaan social guidance mampu menempatkan praktek perencanaan dalam posisi yang
dapat dilembagakan, dan diimplementasikan ke berbagai tempat dan wilayah yang berbeda.
Namun demikian, tradisi ini bukan tanpa kritik. Kelemahan mendasar dari Social Guidance
adalah ketergantungannya pada beberapa asumsi sebagai berikut:
Gambar 5. Alur Pembelajaran Sosial Dalam Perspektif Mobilisasi Sosial
Sumber: Friedmann, 1987
Perencana Masyarakat
Langkah 1. Dari Praktek Menuju Kesadaran
Langkah 2. Dari Kesadaran Menuju Praktek
KESADARAN KRITIS PRAKTEK RADIKAL
14. 13
1. Social Guidance memerlukan waktu yang panjang dalam perumusannya.
2. Agar menghasilkan keputusan yang komprehensif, informasi dalam jumlah besar sangat
diperlukan.
3. Terdapat kriteria yang terukur, tersedia dan disepakati bersama oleh pemangku
kepentingan.
4. Adanya pengetahuan yang akurat, stabil, dan lengkap dari berbagai alternatif,
preferensi, tujuan dan konsekuensi.
5. Kondisi dan situasi dari sasaran perencanaan harus tetap rasional dan tidak terintervensi
oleh politik.
Dalam kenyataannya, kriteria – kriteria sulit untuk disepakati bersama karena terkait dengan
berbagai kepentingan yang berbeda dari pemangku kepentingan. Pengetahuan yang lengkap
juga sulit diperoleh. Intervensi politik terhadap kebijakan juga lazim ditemui di berbagai
wilayah dan negara, sehingga keputusan yang diambil seringkali justru tidak rasional dan hanya
menguntungkan pihak tertentu.
Dibandingkan dengan kelompok Social Guidance, kelompok perencanaan Social
Transformation bergerak di tatanan praktek tindak/aksi, bukan formulasi kebijakan di tingkat
elitis dan bersumber dari pemahaman dan pengetahuan rasional, tetapi berangkat dari
pengalaman manusia. Dengan cara pandang ini, Social Transformation akan dapat
memunculkan pengalaman dan pengetahuan manusia yang selama ini tidak terbidik atau tidak
terpikirkan di level pemerintah/negara/ahli perencanaan, misalnya mengenai praktek-praktek
kearifan lokal di berbagai wilayah yang berbeda. Meskipun memiliki banyak manfaat positif
yang menjadi kelemahan dari Social Guidance, kelompok Social Transformation juga tidak
lepas dari kritik dan kelemahan.
Friedmann (1987) menggaris bawahi bahwa Social Transformation bermasalah di aspek
filosofis (utamanya di cara memandang rasionalitas) dan validasi pengetahuan. Rasionalitas dan
alur perencanaan dalam Social Transformation bukan merupakan seperti mesin (sebagaimana
nampak pada kelompok Social Guidance) yang relatif tanpa friksi. Apa yang menjadi input
dalam sebuah mesin/sistem, outputnya akan sama. Sementara Social Transformation bekerja di
ranah manusia, dimana aksi di ranah manusia belum tentu menghasilkan keluaran yang sama,
baik di wilayah yang sama maupun berbeda, baik pada waktu yang sama maupun berbeda.
Dimensi sosial dan kejiwaan manusia sangat kompleks dan multidependen. Dalam Social
Transformation, tidak ada garansi bahwa praktek pembelajaran atau mobilisasi sosial akan
memberikan hasil yang optimal, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, karena
pengetahuan terus dikonstruksi (sebagaimana proses berpikir induktif dalam sains). Dengan
demikian maka praktek – praktek Social Transformation bersifat unik dan tidak mudah untuk
distandarisasi dan dirumuskan untuk diimplementasikan di wilayah – wilayah lain.
Permasalahan kedua dari kelompok Social Transformation adalah permasalahan
validasi. Sebuah pengetahuan dikatakan valid jika dia berhasil memecahkan suatu masalah.
Dalam kenyataannya, implementasi suatu praktek pembelajaran sosial atau mobilisasi sosial
dapat memunculkan masalah lain, dan masalah lain ini harus diupayakan juga solusinya. Hasil
akhir yang terjadi adalah, suatu masalah hilang bukan karena solusi sudah ditemukan, tetapi
karena perhatian berpindah pada permasalahan baru yang muncul sebagai ekses implementasi
perencanaan social transformation. Selain itu, pengetahuan yang diterima dan diterapkan dalam
praktek social transformation dapat dianggap sebagai sebuah produk sosial. Jika ada satu pihak
yang tidak setuju, maka dia akan diabaikan dan disingkirkan (dianggap pembangkang sosial),
walaupun bisa jadi yang diungkapkan lebih “benar”. Orang lebih percaya pada apa yang ingin
mereka percayai daripada apa yang lebih “benar”. Permasalahan – permasalahan ini sering
15. 14
muncul dan menghambat dalam implementasi perencanaan social transformation, utamanya di
tradisi social learning. Menjalankan tahapan – tahapan social learning dan social mobilization
mungkin memerlukan waktu yang panjang (khusus untuk social learning), tidak ada garansi
keberhasilan, dan tetap ada unsur pengabaian kepentingan pihak tertentu, sebagaimana ditemui
di tradisi social guidance.
16. 15
Permasalahan lingkungan merupakan hal yang perlu menjadi perhatian terutama bagi
pemegang keputusan dalam mengambil langkah kebijakan dalam melakukan pembangunan.
Resolusi PBB pada tanggal 21 Oktober 2015 telah dicanangkan tujuan pembangunan
berkelanjutan (Sustanable Development Goals-SDGs) sebagai agenda dunia pembangunan
sebagai upaya untuk mencapai kemaslahatan manusia dan keberlangsungan ekosistem di planet
bumi. Suistanable Development Goals-SDGs mempunyai 17 tujuan yang telah disepakati oleh
193 negara, yaitu 1) tanpa kemiskinan, 2) tanpa kelaparan, 3) kehidupan sehat dan sejahtera, 4)
pendidikan berkualitas, 5) kesetaraan gender, 6) air bersih dan sanitasi layak, 7) energi bersih
dan terjangkau, 8) pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, 9) industri, inovasi dan
infrastruktur, 10) berkurangnya kesenjangan, 11) kota dan komunitas berkelanjutan, 12)
konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, 13) penanganan perubahan iklim, 14)
ekosistem laut, 15) ekosistem darat, 16) perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh
serta yang terakhir 17) kemitraan untuk mencapai tujuan. Tujuan SDGs bermuara pada
keberlanjutan dalam hal ini pemanfaatan sumber daya yang ada dengan tetap memikirkan
ketersediaan sumber daya tersebut untuk generasi yang akan datang.
Perkembangan perekonomian dan industri pada satu daerah akan berpengaruh
terhadap perubahan kesejahteraan dan daya beli masyarakat pada wilayah teresebut, fenomena
ini biasa akan diikuti dengan persoalan lingkungan seperti terjadinya perubahan fungsi lahan
yang cenderung menurunkan kualitas lingkungan, sebagaiman yang umumnya terjadi di kota-
kota besar dan khususnya pada kota berkembang. Adanya perkembangan pembangunan dan
industri juga mempengaruhi jenis mata pencaharian masyarakat, perubahan lahan dan
perubahan lingkungan yang mempengaruhi jumlah panen para petani dan petambak. Kondisi
penurunan lingkungan ini juga dipercepat dengan penggunaan bahan kimia dalam sektor
pertanian dan perikanan. Perkembangan perekonomian masyarakat yang disertai
pengembangan sektor lain menyebabkan peningkatan timbulan sampah baik dari rumah tangga
maupun industri yang pada akhirnya dapat mempengaruhi sanitasi dan kesehatan masyarakat.
Kondisi seperti ini harus menjadi perhatian baik pemerintah maupun masyarakat. Penanganan
sampah dan lingkungan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah namun juga harus melibatkan
masyarakat melalui pemberdayaan sesuai dengan perubahan konsep perencanaan. Pelibatan
masyarakat dalam menangani sampah diperlukan karena pada kenyataanya tidak semua sampah
mampu diangkut dan diolah oleh pemerintah, bahkan hanya sekitar 86,53% yang bisa ditangani.
Sampah yang tidak dapat dikelola oleh pemerintah apabila tidak ditangani dengan baik dapat
menimbulkan efek lain dan mengurangi kualitas sanitasi dan lingkungan. Karena itulah
penangan sampah menjadi sangat penting, dan pelibatan masyarakat dalam mengatasi sampah
sangat diperlukan khususnya dalam mengatasi persoalan timbulan sampah primer yaitu sampah
yang berasal dari rumah tangga.
Pandangan masyarakat tentang sampah sebagai barang tidak berguna, masih melekat
pada pola fikir masyarakat pada umumnya, ditambah lagi pola hidup praktis yang memiliki
kecenderungan pendistribusian produk menggunakan kemasan semakin menjadi pilihan bagi
pelaku dunia usaha. Namun demikian seiring dengan peningkatan pengetahuan dan kreatifitas
masyakarat khususnya di kawasan perkotaan, pandangan tersebut seharusnya secara perlahan
PERENCANAAN ADVOKASI DALAM MENANGANI
PERMASALAHAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
DI KABUPATEN KENDAL
B A G I A N 3
LP2KLH
Kabupaen Kendal LP2KLH sebagai Bentuk Perencanaan Advokasi
17. 16
dapat dieliminir. Sampah tidak selalu merupakan barang bekas yang harus dimasukkan ke
tempat sampah dan dibuang. Pasalnya, bila dikelola dengan benar, sampah bisa menjadi aset
dan mendatangkan keuntungan. Hal itu dikatakan Direktur Bank sampah Sumber Rejeki
Limbangan, Moh Aminatus, pada pelatihan Komunitas Peduli Kemiskinan Kendal (KPKK)
dalam kegiatan itu bertema “Mengembangkan Kesadaran Pemerintah Daerah dan Masyarakat
dalam Pengelolaan Sampah sehingga menjadi Sumber Daya yang Menguntungkan” yang
dikutip dari harian Suara Merdeka 16 September 2013 (http://www.suaramerdeka.com).
Di Kabupaten Kendal, salah satu inisiasi
pengelolaan lingkungan dilakukan oleh suatu komunitas
pemerhati lingkungan yang kemudian membentuk suatu
lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang diberi nama
LP2KLH (Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Konservasi Lingkungan Hidup). Lembaga ini berdiri
sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan dan
sekaligus berkontribusi dalam mengatasi persoalan
ketidakmampuan pemerintah menangani sampah dan
kurangnya pengetahuan masyarakat dalam mengelola
sampah. LSM LP2KLH merupakan LSM bergerak pada
isu-isu lingkungan dengan melakukan berbagai kegiatan
penelitian dan pengembangan konservasi lingkungan
hidup. Kegiatan yang dilakukan oleh LP2KLH sebagai
upaya untuk menyadarkan masyarakat terkait peran dan
fungsi masyarakat dalam menjaga kelestarian
lingkungan, selain itu LP2KLH juga melakukan intervensi terhadap masyarakat untuk mau dan
mampu mengubah perilaku menjadi lebih peduli terhadap kondisi lingkungan yang ada di
sekitar mereka. Hal tersebut dilandasi atas keprihatinan terhadap kebijakan daerah yang terkait
lingkungan yang saat ini belum menyentuh pada akar permasalahan yang ada.
LP2KLH secara resmi dibentuk pada Tahun 2007 dan berbadan hukum pada tahun
2012, organisasi ini bergerak melalui kegiatan penelitian pengelolaan dampak lingkungan
hidup guna menghasilkan solusi praktis, efektif dan mudah untuk dilaksanakan oleh setiap
individu masyarakat dalam mengelola lingkungan, serta berupaya mengembangkan hasil
penelitian yang telah dilakukan dengan memberikan pendampingan/advokasi kepada
masyarakat dalam mengelola lingkungan yang terdampak oleh pencemaran dan kerusakan
lingkungan melalui kegiatan sosialisasi dan praktek secara langsung kepada masyarakat.
LP2KLH aktif merespon permasalahan lingkungan yang muncul di Kabupaten Kendal, karena
kurangnya perhatian pemerintah dalam penanganan permasalahan lingkungaan. Upaya inisiasi
yang dilakukan LP2KLH dalam menghadapi masalah lingkungan dilakukan dalam bentuk
memberikan solusi praktis tanpa justifikasi dan mencampuri terhadap urusan interal kebijakan
pemerintah.
Secara praktis yang telah dilakukan LP2KLH Kabupaten Kendal sebagai sebuah LSM
lingkungan adalah melakukan penelitian, memberikan pelatihan, pendampingan, bimbingan
serta motivasi terkait isu lingkungan khususnya mengenai sampah pada unit terkecil produsen
sampah yaitu rumah tangga. Bagaimana sampah rumah tangga dapat dimanfaatkan menjadi
suatu yang bernilai ekonomis dan dapat dijadikan bahan baku produksi kompos untuk
menunjang peningkatan kualitas lingkungan misalnya kompos cair dan padat yang dapat
A. LP2KLH KABUPATEN KENDAL
18. 17
digunakan untuk pupuk tanaman pangan pada masing-masing petani khususnya rumah tangga.
Lembaga non profit ini secara perlahan merubah prilaku dan cara pandang masrakat Kabupaten
Kendal terhadap sampah, tidak lagi sebagai sesuatu yang harus dibuang ke tempat sampah,
melainkan sebagai bahan baku produksi potensial untuk produksi pupuk organik (kompos)
maupun bahan baku untuk barang-barang kerajinan industri kreatif. Sehingga diharapkan
dimasa mendatang sampah justru menjadi suatu yang bernilai ekonomis bagi tiap-tiap rumah
tangga, dengan demikian upaya pelestarian lingkungan dari polusi sampah secara perlahan
dapat direalisasikan.
Gambar 6. Diskusi dan Wawancara dengan Bapak Sutriatmo Ketua LP2KLH Kab. Kendal
Sumber: Hasil observasi lapangan, 2017
A B C
Gambar 7 :
A. Diskusi Pengolahan Sampah Organik menjadi Pupuk Cair (LP2KLH Kendal)
B. Media Fermentasi Sampah (Tong Pengolah Pupuk Cair)
C. Pupuk Cair yang Dihasilkan dalam Pengolahan oleh LP2KLH Kab. Kendal
D. Gudang Sampah RumahTangga LP2KLH
E. Hasil Kompos dari pengolahan Sampah Rumah Tangga oleh LP2KLH
Sumber: Hasil observasi lapangan, 2017
D E
19. 18
Memahami implementasi teori/model perencanaan sebagaimana telah dibahas pada
bagian sebelumnya (bagian 2), Schonwandt (2008) menyatakan bahwa perencanaan dengan
pendekatan advokasi merupakan wadah bagi aspek politis dalam perencanaan. Menurut teori
yang lain, perencanaan advokasi merupakan elaborasi kebijakan sosial pemerintah (elit) yang
dipadukan dengan sumbangan pemikiran seluruh elemen masyarakat secara terbuka (Hudson
et al, 2013). LP2KLH di Kabuapten Kendal dapat dijustifikasi sebagai perwujudan suatu
perencanaan advokasi sebagaimana yang telah dikonsepkan dalam teori perencanaan oleh
Schonwandt (2008) maupun Hudson et al. (2013). LP2KH Kendal memiliki peran cukup
strategis sebagai wadah elaborasi antar pemerintah selaku elit dengan kelompok masyarakat
dalam hal ini komunitas peduli lingkungan di Kabuapten Kendal. Selain itu LP2KH menjadi
jembatan politis antara pemerintah dan masyarakat dalam mencapai tujuan yang sama yaitu
pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan. Peran Advokasi yang dilakukan oleh
LP2KLH Kendal lebih sebagai mitra pemerintah dalam melakukan upaya penyadaran dan
pemberdayaan masyarakat terkait lingkungan, bukan dalam kontek membuat justifikasi
penilaian kebijakan maupaun terhadap kekurangan-kekurangan dari capaian kinerja
pemerintah.
Secara praktis terdapat benang merah antar fungsi LP2KH dan program Pemerintah
Kabupaten Kendal, yaitu kesamaan tujuan dalam upaya menanggapi dan menyelesaikan
persoalaan degradasi lingkungan salah satunya adalah persoalan pengelolaan sampah yang saat
ini masih tidak mampu diatasi secara utuh oleh pemerintah Kabupaten Kendal, dalam
mewujudkan pelestarian lingkungan. Persoalan lain yang juga menjadi fokus LP2KLH adalah
terjadinya penurunan pendapatan petani dan peternak ikan tambak (petambak) yang ada di
Kabupaten Kendal yang diindikasi sebagai akibat terjadinya degradasi kualitas lingkungan
yang disebabkan banyak hal dan salah satunya akibat sampah di Kabupaten Kendal, yang
berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah dan pencemaran diwilayah pesisir. Pembentukan
LP2KLH Kendal merupakan upaya nyata yang diinisiasi dari bawah, untuk ikut berpartisipasi
dalam menyelesaikan permasalahan degradasi kualitas lingkungan, melalui upaya
mengembalikan kondisi kualitas lahan yang dari tahun ke tahun semakin menurun. Salah satu
tindakan nyata LP2KLH misalnya adalah penelitian terkait pengolahan residu jerami padi
sebagai salah satu bahan organik yang diolah menjadi pupuk organik (kompos) dengan
mengembangkan penggunaan mikrobakteri untuk mengurai residu jerami menjadi pupuk pada
lahan pertanian secara langsung, sehingga mampu membantu memulihkan kondisi kualitas
lahan pertanian masyarakat. Beberapa penelitian dan pelatihan juga telah dilakukan terkait
pengolahan sampah rumah tangga menjadi kompos cair dan padat yang dapat digunakan
sebagai pupuk organik tanaman masyarakat petani.
B. LP2KLH SEBAGAI BENTUK PERENCANAAN ADVOKASI
Gambar 8 :
A. Pengumpulan Sampah Organik Rumah Tangga
B. Pelatihan dan Sosialisasi Teknik Komposting kepada Masyarakat oleh Ketua LP2KLH
C. Penggunaan Pupuk Organik Hasil Olahan pada Tanaman Pertanian Masyarakat
Sumber: Hasil observasi lapangan, 2017
A B C
20. 19
Jika dilihat dari penerapan siklus perencanaan advokasi sebagaimana yang telah
dibahas pada bagian 2, proses pembentukan dan prencanaan kegiatan LP2KLH sesuai alur
perencanaan advokasi (UN Water, 2009) dijalankan secara utuh dimulai dari identifikasi hingga
tahapan praktis dan implementasi hasil perencanaan. Identifikasi dilakukan dengan cara
mendengarkan aspirasi masyarakat pada lapisan paling bawah yang kurang mendapat akses
terhadap pemerintah dan memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang terbatas.
Rencana tindakan LP2KLH telah disusun dalam bentuk skala prioritas dimana permasalahan
sampah menjadi isu yang memiliki urgensi yang sangat tinggi di kabupaten Kendal sehingga
segera harus diatasi. Sementara pemilihan model dan alat bantu LP2KLH mengoptimalkan
peran workshop sebagai sarana untuk produksi kompos yang dibutuhkan masyarakat. Dalam
tatanan implementasi tentunya masih terdapat banyak kendala yang ditemukan, beberapa
diantaranya adalah dukungan pemerintah yang masih belum optimal dan keterbatasan sarana
pendukung seperti kapasitas wosrkshop. Dinamika ini menjadi bagian yang perlu dievaluasi
secara bersama guna mengoptimalkan peran LP2KLH kabupaten Kendal dalam membantu
Pemerintah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan.
Sementara jika dilihat dari pendekatan pemikiran perencanaan John Friedmann
(1998), peran LP2KLH lebih dekat kepada tradisi social learning, dimana terjadinya proses
perencanaan diinisiasi oleh kelompok bawah (masyarakat) aktifis lingkungan yang bersifat
bottom up, selanjutnya disinergikan dengan tambahan pengetahuan yang bersifat aplikatif.
Dalam menjalankan perannya menjaga kelestarian lingkungan, LP2KLH mengintervensi
masyarakat berdasarkan pada hasil analisis kondisi faktual dan pengalaman yang pernah ada
yang memungkinkan untuk dioptimalkan penerapannya di Kabupaten Kendal sebagai upaya
mengurangi penurunan kualitas lingkungan dan sekaligus dalam jangka panjang berperan
mampu melestarikan dan mengembalikan kualitas lingkungan. Agar lebih mudah dipahami
serta untuk mendapatkan gambaran lebih jelas implementasi perencanaan advokasi pada
masing-masing teori dan praktek dalam perencanaan LP2KLH Kabuapten Kendal, secara linear
digambarkan pada tabel berikut:
Tabel 2. Implementasi Advokasi pada Masing-Masing Teori Perencanaan dan LP2KLH
Teori Perencanaan
Advokasi menurut
Schoenwandt
Teori Perencanaan
Advokasi menurut
Hudson
Perencanaan Advokasi
yang dilakukan LP2KLH
Kabupaten Kendal
Pemikiran Perencanaan
John Friedman
Masyarakat bukan
monolitik dan
homogen namun
terdiri atas
kelompok yang
memiliki
kepentingan yang
berbeda-beda
Perencanaan
diterapkan untuk
membela
kepentingan
kelompok
masyarakat lemah
terhadap kekuatan
pengusaha dan
pemerintah terkait
masalah
lingkungan,
kemiskinan dsb.
Menyadari bahwa
kepentingan masyarakat
terkait isu lingkungan
sangat kompleks dan
beragam
Sesuai dengan teori
pemikiran John
Friedman proses
perencanaan LP2KH
merupakan social
learning
21. 20
Teori Perencanaan
Advokasi menurut
Schoenwandt
Teori Perencanaan
Advokasi menurut
Hudson
Perencanaan Advokasi
yang dilakukan LP2KLH
Kabupaten Kendal
Pemikiran Perencanaan
John Friedman
Terdapat
kesenjangan
terhadap akses
sumberdaya
sehingga muncul
kalangan yang
berpendidikan
tinggi dan
berpendidikan
rendah, kalangan
kaya dan miskin
dan lain-lain
Perencanaan
advokasi mampu
mengakibatkan
pergeseran
pemikiran
perencanaan
dengan lebih
memperhatikan
kepentingan
kelompok yang
lemah
Petani dan petambak
sebagai kelompok yang
mengalami terjadinya
penurunan pendapatan
akibat hasil panen yang
kurang baik akibat
menurunnya kualitas
lahan
Hal tersebut
dikarenakan LP2KLH
merupakan perencanaan
yang berasal dari bawah
(bottom up) selain itu
LP2KLH melakukan
kegiatan penelitian
yang kemudian
diaplikasikan kepada
masyarakat.
Perencanaan
advokasi menuntut
penciptaan
beberapa rencana,
masing-masing
mengambil
berbagai
kepentingan
kelompok yang
berbeda ke dalam
suatu bentuk
perencanaan
Perencanaan
advokasi
memberikan
kontribusi kepada
perencana untuk
lebih
memperhatikan
masalah sosial
serta mendukung
menerapkan
prinsip-prinsip
yang lebih
eksplisit dalam
keadilan sosial.
Masyarakat mampu
melakukan sesuatu
untuk mencapai suatu
perubahan yang lebih
baik
Perencana (LP2KLH)
melakukan kegiatan
berdasarkan
pengalaman yang
kemudian diterapkan
sesuai dengan
kebutuhan masyarakat
Kendal terutama terkait
permasalahan
lingkungan yang ada.
Perencana
menstimulasi
kelompok yang
kurang beruntung
agar mengetahui
dan menegaskan
kepentingan
mereka dan
memberikan hasil
temuan kepada
pemerintah/dewan
perwakilan
masyarakat
Memberikan
dukungan terhadap
kepentingan
masyarakat yang
kurang beruntung
dan kurang
terwakili untuk
dapat
dipertimbangkan
LP2KLH mendampingi
masyarakat petani dan
petambak untuk dapat
mengetahui penyebab
penurunan hasil panen
salah satunya karena
kualitas lahan yang
semakin buruk
LP2KLH melakukan
pendampingan kepada
petani untuk mengolah
residu pertanian yaitu
jerami sebagai bahan
pupuk organik dengan
memanfaatkan bakteri
pengurai
LP2KLH melakukan
pendampingan
pengolahan residu
peternakan untuk
mencukupi kebutuhan
pupuk kompos petani
22. 21
Teori Perencanaan
Advokasi menurut
Schoenwandt
Teori Perencanaan
Advokasi menurut
Hudson
Perencanaan Advokasi
yang dilakukan LP2KLH
Kabupaten Kendal
Pemikiran Perencanaan
John Friedman
LP2KLH mendampingi
masyarakat dengan
melakukan edukasi
dalam pengelolaan
sampah yang dihasilkan
oleh masyarakat sendiri
LP2KLH melakukan
pendampingan
pelatihan pengolahan
sampah rumah tangga,
residu tanaman
hortikultura menjadi
kompos dan pupuk cair
baik dilakukan secara
mandiri oleh LP2KLH
maupun dengan
kerjasama dengan dinas
atau instansi terkait
LP2KLH membantu
membangun kesadaran
masyarakat terkait arti
penting lingkungan
sehingga mampu
mengubah pemikiran
masyarakat dalam
memperlakukan
sampah
LP2KLH
mengupayakan
advokasi sosial dengan
melakukan kegiatan
yang mengarah pada
community
development dengan
pembentukan
komunitas pengelolaan
sampah dimulai dengan
menginisiasi
pembentukan bank-
bank sampah
LP2KLH melakukan
penyuluhan dan
simulasi terkait dampak
yang akan terjadi
apabila lingkungan
tidak dikelola dengan
baik
LP2KLH menyusun
konsep terkait masalah
23. 22
Teori Perencanaan
Advokasi menurut
Schoenwandt
Teori Perencanaan
Advokasi menurut
Hudson
Perencanaan Advokasi
yang dilakukan LP2KLH
Kabupaten Kendal
Pemikiran Perencanaan
John Friedman
lingkungan yang
diajukan melalui Badan
Lingkungan Hidup dan
Dinas Ciptarum
maupun melalui dewan
Kelemahan Pendekatan Perencanaan Advokasi
Perencanaan
advokasi terkadang
mengalami
kegagalan dalam
melakukan
kompromi
sehingga
perencanaan
advokasi dituduh
menghalangi
proyek
perencanaan
daripada
menawarkan
alternatif yang
bermanfaat.
Konsep yang telah
ditawarkan oleh
LP2KLH kepada
pemerintah terkadang
belum mendapat respon
yang positif sehingga
pelaksanaan di
lapangan terkadang
dilakukan secara
mandiri oleh LP2KLH,
tanpa dukungan optimal
dari pemerintah
Kabupaten Kendal.
Sumber : Analisis 2017
24. 23
M
LP2KLH sebagai sebuah perencanaan advokasi, sangat dipengaruhi peran masyarakat
yang terlibat secara aktif, dalam mensukseskan tujuan perencanaan model ini. Basis
pelaksanaan LP2KLH berasal dari keberagaman masyarakat yang relatif minim pengetahuan
dan pemahaman dalam mengelola sumber daya dan lingkungan, menjadi tantangan yang harus
dipecahkan. LP2KLH harus didukung oleh kesadaran masyarakat untuk bersama-sama
berperan dalam mencapai tujuan, yaitu pelestarian lingkungan dan menjaga serta meningkatkan
kualitas lingkungan. Dalam pendekatan perencanaan advokasi, LP2KLH lebih berperan sebagai
fasilitator, sementara masyarakat justru menjadi subjek pelaku perencanaan. Sehingga
masyarakat dapat menyampaikan aspirasi maupun pendapat dalam mengelola sumber daya dan
lingkungan sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi serta adat istiadat yang berkembang
pada lingkungannya, sesuai dengan teori perencanaan advokasi yang disampaikan oleh Hudson
(2013). Persolan sampah yang tidak mampu ditangani oleh pemerintah secara utuh dan dikelola
dengan baik dapat menurunkan kualitas lingkungan dalam hubungannya bagi kehidupan sosial
masyarakat yang dapat memicu masalah yang berdampak pada seluruh masyarakat kabuapten
kendal.
Konsep perencanaan pembelajaran sosial (social learning) yang diadopsi oleh LP2KLH
dalam menjalankan perannya, mendorong terjadinya perubahan prilaku masyarakat dalam
mengelola sampah dan lingkungan melalui pengetahuan teoritis dan praktis. Masyarakat secara
sukarela dimotivasi dan dibekali dengan pengetahuan dan resiko yang dihadapi apabila terjadi
kerusakan lingkungan, sehingga muncul keinginan dan semangat untuk lebih memperhatikan
lingkungan serta merubah pola pikir masyarakat terhadap penanganan sampah disertai dengan
implementasi pengelolaan sampah dan lingkungan yang baik dan benar. Pengetahuan yang
diberikan kepada masyarakat telah diujikan sehingga benar-benar dapat diimplementasikan.
Masyarakat dilakukan pendampingan sampai benar-benar mandiri dalam menangani sampah
mulai dari pemilahan sampah sampai dengan pengolahan sampah melalui pembangunan bank
sampah.
Selain pendampingan masalah sampah rumah tangga, LP2KLH juga melakukan
pendampingan terhadap masyarakat marginal umumnya petani dan petambak. Karena sektor
ini mengalami penurunan hasil panen dikarenakan perubahan lingkungan dan perubahan lahan.
LP2KLH yang terfokus dibidang lingkungan melakukan penelitian dan pengembangan terkait
residu pertanian dan peternakan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat organik yang dapat
menggantikan pestisida/obat kimia yang dapat menurunkan kualitas lingkungan. Kemudian
dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sehingga terjadi transfer pengetahuan sampai
masyarakat mampu mengolahnya secara mandiri. LP2KLH membuat program penelitian dan
pengembangan yang berhubungan dengan lingkungan serta merekomendasikan program-
program yang berkenaan dengan masalah lingkungan kepada pemerintah.
Keluaran dari kegiatan perencanaan yang dilakukan oleh LP2KLH yakni berupa konsep
pengelolaan timbulan sampah aprtisipatif yang mengatur mekanisme dan distribusi
pemanfaatan dan pengelolaan sampah organik maupun anorganik di Kabupaten Kendal yang
kemudian ditawarkan kepada Pemkab Kendal untuk dapat diterapkan. Hal ini penting dilakukan
T I N J A U A N K R I T I S
Kekuatan &
Kelemahan
Manfaat Model
Perencanaan
Advokasi
B A G I A N 4
25. 24
karena acuan tentang pengelolaan sampah partisipatif sebagai bentuk aspirasi dan partisipatif
dalam menjamin lingkungan hidsup yang baik dan sehat serta sumber kehidupan yang akan
mengikat semua komunitas perkotaan. Tiga point penting dalam pengelolaan sampah secara
partisipatif, pertama mengembangkan gagasan perencanaan dan pengelolaansampah di tingkat
basis. kedua, adanya komunitas perkotaan baik kalangan menengah keatas maupun kalangan
miskin kota yang mampu mengelola dan memanfaaatkan sampah. ketiga, tersosialisasimya
pengelolaan sampah yang partisipatif. keempat, adanya kursus tentang pengelolaan sampah di
Kabupaten Kendal
Kegiatan yang selama ini telah dilakukan oleh LP2KLH Kabupaten Kendal dalam
keikutsertaannya menghadapi permasalahan pengelolaan sampah di Kabupaten Kendal sesuai
dengan skema perencanaan advokasi menurut UN-Water (2009) dapat dijabarkan sebagai
berikut.
1. Identifikasi Permasalahan
Pada proses identifikasi permasalahan, LP2KLH melakukan pendalaman fakta-fakta
mengenai permasalahan lingkungan dan dampaknya bagi masyarakat di Kabupaten
Kendal. Salah satu permasalahan yang merupakan fokus perhatian LP2KLH dalam hal ini
adalah tidak tertangani secara paripurnanya masalah timbulan sampah yang dihasilkan oleh
warga.
2. Analisis
LP2KLH selanjutnya melakukan kajian dan analisis mengenai penyebab dan dampak
masalah tidak tertangani secara paripurnanya masalah timbulan sampah rumah tangga yang
dihasilkan oleh warga di Kabupaten Kendal.
3. Penentuan Tujuan
Pada tahap penentuan tujuan ini, LP2KLH mendasarkan pada prinsip pembentukan
organisasi yaitu, bahwasanya LP2KLH tidak berupaya untuk melakukan tindakan
pengawasan ataupun intervensi melalui tindakan kritis terhadap kebijakan pemerintah
secara frontal. Namun LP2KLH sejatinya hendak memberikan solusi praktis bagi
pemerintah dan masyarakat di Kabupaten Kendal melalui sosialisasi dan penawaran
konsep pengelolaan timbulan sampah yang merupakan hasil penelitian dan pengkajian
yang telah dilakukan secara mandiri oleh LP2KLH.
4. Identifikasi dan Sasaran Sumber Daya
Dalam tahapan identifikasi dan sasaran sumber daya ini, LP2KLH menggalinya dengan
langsung melakukan pengamatan di beberapa lokasi yang memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai desa/kelurahan yang mandiri dalam mengelola timbulan sampah di
Kabupaten Kendal. Sasaran sumber daya dari egiatan perencanaan yang dilakukan oleh
LP2KLH ini merupakan pihak-pihak yang memiliki potensi untuk dapat bergerak bersama
mengatasi permasalahan lingkungan dengan konsep pengelolaan timbulan sampah secara
partisipatif hasil penelitian dan pengkajian LP2KLH Kabupaten Kendal.
5. Pemilihan Metode dan Alat Bantu
Pada tahap pemilihan dan metode dan alat bantu ini, LP2KLH mendapatkan dukungan dari
peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia yaitu Dr. Isroi, M.Si.
Dukungan yang diperoleh LP2KLH berupa metode dan materi penelitian pengelolaan
timbulan sampah. Dengan begitu, konsep yang ditawarkan oleh LP2KLH kepada Pemkab
Kendal dan masyarakat Kendal pada umumnya benar-benar merupakan upaya ilmiah yang
dilakukan guna mengatasi masalah timbulan sampah yang dapat mengancam kerusakan
lingkungan.
6. Penentuan Metode Monitoring dan Evaluasi
Pada tahap penentuan metode monitoring dan evaluasi, LP2KLH melakukannya dengan
terus melakukan komunikasi secara intensif melalui pendampingan dan pembinaan.
Dengan adanya updating informasi dari masyarakat dan kondisi lingkungan yang terus
26. 25
dipantau, maka LP2KLH dapat memperoleh masukan baik dari pemerintah maupun
masyarakat mengenai hasil implementasi produk perencanaan pengelolaan timbulan
sampah yang diimplementasikan oleh di Kabupaten Kendal guna keperluan pengembangan
penelitian lebih lanjut.
7. Finalisasi Produk Perencanaan dan Implementasi
Finalisasi produk perencanaan dan implementasi bukan merupakan tahapan terakhir dari
seluruh rangkaian kegiatan perencanaan yang dilakukan oleh LP2KLH, karena ini
merupakan sebuah siklus dalam perencanaan advokasi sehingga prosesnya berkelanjutan.
Di samping itu, masalah timbulan sampah di Kabupaten Kendal, diprediksi akan terus
mengalami perkembangan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan
perkembangan wilayah oleh urbanisasi yang dipicu salah satunya oleh keberadaan
Kawasan Industri Kendal (KIK). Oleh karenanya, finalisasi produk perencanaan dilakukan
oleh LP2KLH dengan terus mendiskusikannya dengan berbagai elemen masyarakat dan
pemerintah, sehingga konsep pengelolaan timbulan sampah secara partisipatif dapat
diimplementasikan dengan baik dan sesuai dengan tujuan perencanaan. Adapun
implementasi konsep pengelolaan timbulan sampah sebagai produk perencanaan advokasi
LP2KLH, dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut.
a) Kerjasama sebagai narasumber dalam kegiatan pelatihan komposting timbulan
sampah rumah tangga yang diselenggarakan oleh beberapa instansi Pemkab Kendal
seperti Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kendal dan Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Kendal pada tahun 2010 hingga tahun 2016.
b) Kerjasama sebagai narasumber dalam kegiatan pelatihan penanganan timbulan
sampah pasar tradisional dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Kendal tahun 2014 hingga tahun 2016.
c) Kerjasama sebagai narasumber dalam kegiatan pelatihan komposting produk residu
kegiatan pertanian dengan Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan
pada tahun 2013 hingga tahun 2016.
d) Kerjasama dengan Tim Penggerak PKK di beberapa desa dan kelurahan, seperti TP
PKK Desa Limbangan Kecamatan Limbangan dan TP PKK Kelurahan Langenharjo
Kecamatan Kota Kendal pada tahun 2011 hingga sekarang.
Pendekatan perencanaan dari kegiatan-kegiatan yang selama ini dilakukan oleh LP2KLH
berdasarkan pemikiran Friedmann (1987), secara konsep perencanaan termasuk dalam aksi
social transformation dan konservatif. Dengan demikian kegiatan perencanaan LP2KLH
menggunakan pendekatan social learning. Hal ini dapat dijelaskan melalui penjabaran berikut.
1. Menurut Friedmann (1987), kegiatan perencanaan dengan social learning dimulai dan
diakhiri melalui aksi / tindak. Aksi merupakan proses kompleks bergantung pada waktu,
melibatkan strategi politik, kenyataan teoritis, dan nilai-nilai yang mengatur dan
mengarahkan aksi. Unsur-unsur yang terdapat dalam aksi pada kegiatan LP2KLH dapat
dijabarkan sebagai berikut.
a) Pengajuan konsep perencanaan pengelolaan timbulan sampah yang dilakukan oleh
LP2KLH didasarkan oleh penelitian dan pengkajian secara mendalam terhadap seluruh
masalah lingkungan pada umumnya dan masalah timbulan sampah pada khususnya
yang terjadi Kabupaten Kendal. Kegiatan LP2KLH sangat bergantung pada waktu,
karenanya selalu dilakukan updating informasi mengenai fakta-fakta yang terjadi di
lingkungan masyarakat serta regulasi dan kebijakan yang mengaturnya.
b) Perencanaan dilakukan dengan melakukan pendekatan secara proaktif terhadap
pimpinan daerah dan institusi pemerintahan di Kabupaten Kendal, karena LP2KLH
menganggap bahwa institusi pemerintahan tersebut merupakan stakeholder kunci
27. 26
dengan peran dominan dalam penanganan masalah timbulan sampah dan masalah
pencemaran lingkungan lainnya.
c) LP2KLH selalu melakukan pemantauan dan upaya pengelolaan terhadap fakta-fakta
yang terkait dengan masalah lingkungan di Kabupaten Kendal, sehingga konsep
perencanaan yang dihasilkan merupakan kenyataan teoritis yang benar-benar terjadi di
lingkungan yang dikaji.
d) Dalam melaksanakan kegiatannya, LP2KLH selalu memegang prinsip dan nilai sosial,
diantaranya adalah bahwa aksi yang dilakukan bukan merupakan tindakan pengawasan
dan korektif terhadap kebijakan pemerintah terkait dengan penanganan masalah
lingkungan. Namun, LP2KLH berupaya untuk memberikan aksi secara praktis,
sederhana dan solutif dalam mengatasi berbagai masalah lingkungan khususnya
timbulan sampah yang ada di Kabupaten Kendal. Dengan demikian, tidak terjadi
gesekan ataupun konflik yang cukup berarti antara LP2KLH dengan Pemkab Kendal.
2. Keempat unsur tersebut menurut Friedmann (1987) secara bersama membentuk suatu
praktek sosial yang memerlukan upaya pembelajaran sosial agar bisa berjalan sehingga
keduanya dapat berkomplemen satu sama lain. Dalam hal ini, LP2KLH senantiasa
melakukan praktek sosial sekaligus dalam memberikan pembelajaran sosial bagi
masyarakat karena fokus perhatian kegiatan adalah pada penanganan masalah lingkungan
hidup. Dengan demikian perlu tindakan dan aksi nyata berupa petunjuk secara praktis
dalam penanganan masalah ligkungan itu sendiri.
Unsur-unsur yang penting dalam kegiatan social learning yang dilakukan oleh LP2KLH
Kabupaten Kendal berdasarkan pemikiran Friedmann (1987) ini antara lain sebagai berikut.
1. Aksi dan tindakan
Aksi dan tindakan yang dilakukan oleh LP2KLH antara lain berupa penelitian dan
pengkajian fakta dan kebijakan, interaksi secara intensif dengan masyarakat, pendekatan
dan dialog secara kritis solutif dengan Pemkab Kendal dan sosialisasi konsep perencanaan
dengan praktek secara langsung di hadapan masyarakat dan pemerintah.
2. Aktor
Pihak yang melakukan aktivitas dalam hal ini adalah LP2KLH yang diketuai oleh seorang
aktivis lingkungan dari Desa Jambearum Kecamatan Patebon yaitu Bapak Sutriatmo. Hasil
kerja berupa aksi dan karya nyata yaitu implementasi konsep pengelolaan timbulan sampah
di Kabupaten Kendal.
3. Pembelajaran
Pembelajaran yang diterima oleh LP2KLH setelah dilakukannya aksi perencanaan yaitu
semakin banyak masukan bagi pengembangan kegiatan penanganan masalah lingkungan
hidup yang terjadi di Kabupaten Kendal. Masukan dapat berupa informasi, pengetahuan
dan metode baru maupun bantuan materi (dana dan peralatan penelitian) untuk mendukung
seluruh kegiatan LP2KLH.
4. Prinsip Pembelajaran
a) Pembelajaran dari aktivitas praktis diperoleh LP2KLH melalui praktek dan hasil
implementasi konsep pengelolaan timbulan sampah seperti perlunya melakukan kajian
ekonomis mengenai produk kompos hasil kegiatan komposting.
b) Pembelajaran dari agen perubahan (change agent) yang mendukung, mengarahkan,
membimbing, dan membantu aktor dalam mengubah situasi dan kondisi agar menjadi
lebih baik ini diperoleh LP2KLH melalui bimbingan dari peneliti Pusat Penelitian
Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia yaitu Dr. Isroi, M.Si.
c) Pembelajaran tunggal yang hanya melibatkan perubahan taktik sederhana / aksi
strategis guna memecahkan permasalahan tertentu diperoleh LP2KLH melalui
interaksi dan dialog dengan pimpinan daerah dan instansi pemerintahan di Kabupaten
Kendal.
28. 27
d) Pembelajaran ganda, dimana LP2KLH melibatkan juga pengaturan norma dan nilai
yang mengatur proses aksi / tindakan, karena dalam pelaksanaan kegiatannya
berinteraksi langsung baik dengan masyarakat maupun dengan pemerintah sesuai
dengan norma, nilai dan aturan yang berlaku di masyarakat. Sehingga dalam rangka
ketaatan pada norma hukum, pada tahun 2012 LP2KLH terdaftar sebagai lembaga
sosial kemasayarakatan secara resmi di Kementerian Hukum dan HAM RI.
1. Kekuatan LP2KLH
Hasil pemahaman terhadap peran LP2KLH dalam pelestraian lingkungan sebagaimana
yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat diidentifikasi potensi yang menjadi kekuatan
advokasi yang diterapkan LP2KLH sebagai berikut:
a. Mempunyai ide dan gagasan yang komperehensif.
LP2KLH secara advokasi menjalankan perannya dimulai dari identifikasi persoalan
lingkungan yang paling urgen yang perlu segera diatasi, yang berasal dari lapisan
paling bawah masyarakat, yang selanjutnya dianalisis hingga ditetapkannya model
serta target implementasi secara praktis. Dengan penerapan siklus advokasi
perencanaan LP2KLH menjadi lebih komprehensif dalam mengatasi persoalan
lingkungan hidup di Kabupaten Kendal.
b. Memberikan sosialisasi dan pendampingan masyarakat
Wujud implementasi hasil perencanaan model advokasi yang dilakukan oleh
LP2KLH Kabupaten Kendal terutama dalam pengelolaan sampah adalah
dilakukannya proses sosialisasi dan pendampingan secara langsung kepada
masyarakat. Dengan demikian hasil kajian dan penelitian serta metode pelestarian
lingkungan yang telah dirumuskan dapat dipastikan benar-benar tersalurkan dan
diterapkan di lapisan masayarakat. Khususnya untuk pengelolaan sampah,
masyarakat secara suka rela dibina dan diajak untuk memanfaatkan sampah rumah
tangga agar menjadi suatu yang bernilai ekonomis, sehingga secara perlahan terjadi
transformasi cara pandang masyarakat terhadap sampah menjadi lebih baik.
pengelolaan sampah secara praktis yang dilakukan masyarakat bersama LP2KLH
dapat secra mandiri maupun kerjasama dengan instansi pemerintah dan
lembaga/institusi yang ada seperti bank sampah dan lainnya.
c. Mempunyai ide/gagasan yang aplikatif
Dengan menerapkan model perencanaan advokasi pada LP2KLH, seluruh gagasan
dan ide serta hasil penelitian mengarah pada suatu model kegiatan yang dapat
diterapkan dilingkungan Kabupaten Kendal. Salah satu misalnya dalam mengatasi
persoalan sampah yang dilakukan dengan mensosialisasikan sistim pengolahan
kompos rumah tangga dengan bahan baku berasal dari sampah rumah tangga,
tergolong sangat mudah dan aplikatif dan bernilai manfaat tinggi. Begitu juga
halnya dengan pengolahan jerami dengan menggunakan mikrobiologi untuk
menjadi kompos. Jerami padi yang sebelumnya hanya sebagai residu pertanian
yang tak termanfaatkan kini menjadi bermanfaat dan membantu mengembalikan
kualitas lingkungan yang kian tercemari khususnya penggunaan bahan penyubur
kima dan pestisida.
d. Keterbukaan akses dan fleksibilitas organisasi
LP2KLH yang dirancang sebagai mitra pemerintah dalam mengendalikan dan
melestarikan lingkungan, bersiat independen. LP2KLH berpeluang menjalin
kerjasama yang baik dengan pemerintah karena memiliki tujuan dan semangat yang
A. KEKUATAN & KELEMAHAN
29. 28
sama terhadap lingkungan hidup. Dari sisi yang lain LP2KLH juga dapat menjadi
penengah antara masyarakat dan pemerintah dalam menyampaikan aspirasi
terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada lapisan bawah
masyarakat, sehingga dengan adanya LP2KLH kerjasama antara stakeholder
terjalin lebih baik, dan upaya pelestarian lingkungan hidup dapat lebih mudah untuk
direalisasikan.
2. Kelemahan dan Kendala yang dihadapi LP2KLH
Organisasi LP2KLH dirancang sebagai organisasi non profit yang lebih
mengedepankan nilai sosial dalam meananggapi fenomena lingkungan hidup yang
terjadi dimasyarakat. Layaknya sebuah organisasi non profit yang ada di Indonesia
LP2KLH memiliki tantangan dalam pelakasnaannya meliputi:
a. Keterbatasan Pendanaan
Proses merubah pola fikir dan cara pandang masyarakat terhadap sesuatu tidak
dapat dilakukan secra instan, pendampaingan secara intensif sangat dibutuhkan
guna memastikan bahwa seluruh informasi tersalurkan dan terealisasikan dengan
maksimal. Dengan demikian keberhasilan model yang diterapkan baru dapat
dibuktikan dan memberikan dampak luas bagi masyarakat. Secara praktis kegiatan
pendampingan yang dilakukan oleh LP2KLH kabupaten Kendal saat ini masih
belum optimal dan dapat dilakukan secara kontinyu, persolahan utama yang
dihadapi adalah permasalahan pendanaan. Namun demikian meski dengan dana
yang terbatas LP2KLH tetap berupaya bersinergi dangan masyarakat dengan
mengoptimalkan kegiatan yang dapat dilakukan dengan dana minim, sementara
inisiasi dan pendekatan kerjasama kegiatan dengan program pemerintah juga tetap
diupayakan agar LP2KLH dapat melakukan sesuatu yang lebih masiv dan
berdamapak lebih luas dalam pelestarian lingkungan hidup kabuapten Kendal.
b. Pemasaran Produk Binaan
Kegiatan LP2KLH khsusunya dalam pengelolaan sampah organik, saat ini sudah
mampu menghasilkan suatu produk yang bernilai ekonomis yaitu kompos baik
dalam bentuk cair maupun padat. Pengolahan kompos yang dilakukan secara
manual dengan skala kecil membutuhkan biaya produksi yang lebih besar jika
dibandingkan produksi masal seperti yang dilakukan produk pupuk kima untuk
keperluan bisnis. Fenomena ini menjadi tantangan tersendiri bagi LP2KLH, karena
pemasaran produk hasil kelompok binaan LP2KLH sulit untuk bersaing dangan
produk pupuk umumnya karena harga yang tidak kompetitif. Diharapkan pada
masa mendatang akan ada kerjasama dengan pemerintah maupun swasta agar
produksi kompos bisa dilakukan secara lebih masiv dengan teknologi yang
memadai sehingga hasil akhir menjadi lebih murah dan dapat dimanfaatkan secara
luas guna pelestarian lingkungan.
c. Persoalan Internal Organisasi
LP2KLH sebagai organisasi yang diinisiasi kelompok peduli lingkungan di
Kabuapten Kendal, beranggotakan orang-orang yang tidak secara penuh
beraktifitas di LP2KLH, sehingga program-program LP2KLH yang telah disiapkan
dalam mencapai tujuan pelestarian lingkungan belum dapat dioptimalkan
pelaksanaannya. Dinamika ini memang sulit untuk dipecahkan karena terjadinya
benturan antara kepentingan sosial dan kepentingan ekonomi.
d. Keterbatasan pengaruh
Program dan kegiatan yang dilakukan LP2KLH bersifat voluntary (sukarela)
terhadap masyarakat yang juga punya itikad baik dalam menjaga dan melestariakan
lingkungan hidup. Tidak jarang upaya yang dilakukan LP2KLH justru dikerdilkan
oleh sebagian pihak, terutama yang lebih mengedpankan faktor ekonomis
30. 29
dibanding sosial dan pelestarian lingkungan hidup dimasa mendatang. Dalam
kondisi ini LP2KLH menjadi sangat dilematis, intervesi yang dilakukan hanya
menyetuh sebagian kecil masyarakat karena LP2KLH mempunyai pengaruh yang
kecil terhadap struktur yang sedang berjalan, dan tidak memilki kekuatan (power)
untuk mengontrol tindakan.
e. Tidak Ada Jaminan Keberhasilan
Tidak ada garansi bahwa praktek pembelajaran sosial yang dilakukan oleh
LP2KLH akan memberikan hasil yang optimal, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang, karena adanya pengetahuan dan metode mengenai pengelolaan
sampah terus mengalami perkembangan dan sangat bergantung dengan kultur,
karakteristik dan pola pikir masyarakat. Sehingga kegiatan LP2KLH tidak mudah
untuk distandarisasi dan dirumuskan untuk diimplementasikan di wilayah-wilayah
lain serta memerlukan waktu yang panjang dalam implementasinya.
Mencermati aktifitas dan kegiatan LP2KLH sebagai sebuah lembaga perwujudan model
perencanaan advokasi, dalam melakukan upaya pelestarian lingkungan hidup khsusunya
sampah. Terdapat beberapa manfaat yang diperoleh:
Dengan melakuka sosialiasi, pelatihan dan sekaligu praktik pembuatan kompos dari
bahan sampah organik rumah tangga, hasil olahan sampah dapat dimanfaatkan
masyarakat mimial untuk kebutuhan sendiri.
Dalam praktik implementasi program, LP2KLH lebih mendorong pemberdayaan
masyarakat khususnya ibu-ibu rumah tangga, untuk mengelola sampah rumah tangga.
Diharapkan dengan demikian sekaligus dapat merubah pola fikir terhdap sampah, dan
sekligus jika dilakukan secara produktif akan bernilai ekonomis bagi tiap-tiap rumah
tangga.
Program dan kegiatan L2KLH secara luas, dapat menjadi bagian dari upaya pemerintah
Kabuapten Kendal dalam mengurangi timbunan sampah dari satuan poduksi timbulan
terkecil yaitu rumah tangga.
Dengan menerapkan sistim advokasi yang mengedpankan keterbukaan, masyarakat
akan selalu mendapat informasi yang akurat berkenaan dengan perencanaan
pengelolaan lingkungan hidup yang disusun oleh LP2KLH, sekaligus memberikan
kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan ide dan gagasannya untuk
mengahasilkan kegiatan LP2KLH yang lebih baik.
Perencanaan dalam hal ini adalah LSM LP2KLH mampu merespon umpan balik dari
masyarakat dalam konteks teknis. Melalui ide dan gagasan yang bersumber dari
kebutuhan masyarakat sendiri, kegiatan LP2KLH akan menjadi lebih praktis dan
aplikatif, sehingga masyarakat akan lebih mudah didorong untuk mereplikasi kegiatan
yang disosialiasikan secara individu dirumah masing-masing. Sehingga dalam jangka
panjang diharapkan akan menyebar secara luas dan tujuan pelestarian lingkungan akan
lebih mudah untuk dicapai.
B. MANFAAT MODEL PERENCANAAN ADVOKASI
31. 30
A. K E S I M P U L A N
B. R E K O M E N D A S I
Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, dapat kita ambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pembangunan seharusnya dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
dengan berprinsip kepada pembangunan berkelanjutan yang menyeimbangkan
kepentingan sosial, ekonomi dan lingkungan.
2. Mewujudkan pelestarian lingkungan hidup merupakan cita-cita yang luas yang tidak
dapat hanya dilakukan oleh pemerintah (elit) melainkan memerlukan kerja sama dengan
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun pihak swasta.
3. Perencanaan advokasi merupakan model yang tepat dalam pengelolaan lingkungan
karena adanya keberagaman masyarakat dan perubahan paradigma baru dalam
pembangunan, masyarakat tidak hanya sebagai objek pembangunan melainkan sebagai
subjek pembangunan.
4. LP2KLH merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat di Kabupaten Kendal yang
bergerak dibidang lingkungan dengan berprinsip pada perencanaan pembelajaran
masyarakat (Social Learning) dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat
terkait cara serta implementasi aktivitas yang diharapkan dilakukan oleh masyarakat
dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Berdasarkan hasil dan kesimpulan dapat direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua pihak, untuk itu
diperlukan usaha untuk mengurangi hal-hal yang dapat mengurangi kualitas lingkungan
yang dilakukan seacara komprehensif. Karena dampak yang dikaibatkan terhadap suatu
aktifitas pengrusakan lingkungan akan dibebankan secara global kepada masyarakat.
2. LP2KLH yang saat ini hanya berdiri dikendal, cukup baik untuk direplikasi di daerah
yang lain. Agar upaya pelestarian lingkungan dapat dilakukan secara lebih luas.
3. Pemerintah diharapkan berusaha secara maksimal dalam mengelola sampah dan
lingkungan untuk menjaga sanitasi dan kesehatan masyarakat. Upaya tersebut dapat
disinergikan dengan lembaga yang bertujuan sama sehingga akan menjadi lebih mudah.
4. Pemerintah Kabupaten Kendal diharapkan memberkan perhatian dan support yang
leebih kepada LP2KLH agar mampu menjalankan perannya secara lebih optimal.
KESIMPULAN & REKOMENDASI
Kesimpulan Rekomendasi
B A G I A N 5
32. 31
DAFTAR PUSTAKA
Burns, T. R. (2015). Sustainable Development: Agent. System and the Environment. Current
Sociology, 64 (6), 875 – 906. http://doi.org/10.1177/001139211560037. .
Davidoff, P. (1965). Advocacy and Pluralism in Planning. Journal of the American Institute of
Planners, 31 (4), 331-338.
Friedmann, J. 1987. Planning in the Public Domains: from Knowledge to Actions. Princeton,
N.J: Princeton University Press.
Hudson, B. M., Galloway, T. D., & Kaufman, J. L. (2013). Comparison of Current Planning
Theories: Counterparts and Contradictions. Journal of the American Planning
Association, 45 (4), 387-398.
Pettie, L. R. (1968). Reflections on Advocacy Planning. Journal of the American Institute of
Planners, 34 (2), 80 – 88. http://dx.doi.org/10.1080/01944366808977531.
http://www.suaramerdeka.com. LP2KLH Kabupaten Kendal, Suara Merdeka 16 September
2013. Diakses pada tanggal 20 Mei 2017.
Schonwant, W. L. 2008. Planning in Crisis? Theoretical Orientations for Architecture and
Planning. Hampshire: Ashgate.
UN-Water (editor). 2009. Advocacy for Sanitation: A Brief Guide. New York: UN-Water.