SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 35
Downloaden Sie, um offline zu lesen
SINTESA DAN TINJAUAN KRITIS TERHADAP ARTIKEL
“INSIGHT THE BRITISH DEBATE ABOUT URBAN DECLINE
AND URBAN REGENERATION”
(THILO LANG, 2005)
TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH : TEORI PERENCANAAN
DOSEN : Dr. Ir. NANY YULIASTUTI, MSP
OLEH :
AMALIA AZIMAH NIM. 21040116410027
BRAMANTIYO MARJUKI NIM. 21040116410036
H. KHAIRI FAHRIZAL NIM. 21040116410018
MISI HARIYANTI WIJAYA NIM. 21040116410015
PUJIATI SRI REJEKI NIM. 21040116410031
SIGIT RIYANTO NIM. 21040116410020
FAKULTAS TEKNIK
MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN 2017
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 2
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................. 3
DAFTAR TABEL.................................................................................................................................. 4
I. PENDAHULUAN.......................................................................................................................... 5
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................... 5
B. TUJUAN..................................................................................................................................... 6
C. RUANG LINGKUP................................................................................................................... 6
D. SISTEMATIKA KAJIAN ........................................................................................................ 7
II. PEMAHAMAN MATERI ARTIKEL..................................................................................... 8
A. FOKUS PEMBAHASAN ARTIKEL ...................................................................................... 8
B. SINTESA ARTIKEL .............................................................................................................. 10
1. Konsep Kemunduran Kota (Urban Decline)......................................................................... 10
2. Peremajaan Kota (Urban Regeneration)............................................................................... 11
3. Konsepsi Tentang Tata Kelola Perkotaan (Urban Governance)........................................... 14
III. PEMBELAJARAN BAGI INDONESIA............................................................................... 17
A. KEMUNDURAN KAWASAN PERKOTAAN INDONESIA ............................................. 17
1. Kota Besar Pusat Aktivitas Ekonomi Masa Lalu di Pulau Jawa........................................... 17
2. Kota Besar Pusat Aktivitas Pertambangan Masa Lalu di Pulau Sumatera............................ 19
3. Kronologis Kemunduran Kawasan Perkotaan Masa Lampau............................................... 23
B. IMPLEMENTASI KONSEP URBAN REGENERATION DI INDONESIA...................... 24
IV. KESIMPULAN........................................................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................... 35
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sistematika Tinjauan Artikel ........................................................................................... 7
Gambar 2. Konsep Peremajaan Kota (Urban Regeneration)......................................................... 12
Gambar 3. Hirarki Regenerasi SosioEkonomi pada Peremajaan Perkotaan ............................... 14
Gambar 4. Kawasan Braga di awal Abad ke 20 (Mirza, 2010)....................................................... 17
Gambar 5. Kemacetan dan Aktivitas Ekonomi Informal di Kawasan Kota Tua Bandung......... 18
Gambar 6. Kota Lama Semarang di awal Abad 20 (Tropenmuseum) .......................................... 18
Gambar 7. Urban Decline di Kawasan Kota Lama Semarang....................................................... 19
Gambar 8. Kota Tua Jakarta di Awal Abad 20 (kiri) dan awal Abad 21 (kanan) ....................... 19
Gambar 9. Peta Wilayah Kota Sawahlunto Sumatera Barat.......................................................... 20
Gambar 10. Kota Sawahlunto Sumatera Barat ............................................................................... 21
Gambar 11. Sebaran Permukiman dan Aktivitas Pertambangan di Sawahlunto Awal Abad ke
20 (Kuswartojo, 2001 dalam Martokusumo, 2010).......................................................................... 22
Gambar 12. Hubungan Substansial antara Peremajaan, Rehabilitasi, Revitalisasi, dan
Redevelopment .................................................................................................................................... 25
Gambar 13. Tipe Kawasan yang Perlu Revitalisasi......................................................................... 27
Gambar 14. Peran Pemangku Kepentingan dalam Revitalisasi Kawasan .................................... 29
4
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tipologi Governance Berdasarkan Tujuan Pembangunan dan Struktur Tata Kelola.. 15
5
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Teori perencanaan mempunyai dua aliran yaitu teori perencanaan yang bersifat
substantif (theories in planning) yang berarti teori perencanaan mengenai apa yang dilakukan
dalam hal ini terkait dengan penggunaan lahan, sosial, ekonomi dan institusi atau secara umum
disebut descriptive theories. Aliran describers, yang sangat terikat oleh hal-hal yang ada, dan
sangat memperhatikan pengalaman yang lalu (past-present philosophy). Descriptive theory
lebih mengarah pada teori evolusi kota dan pemukiman serta konsep tata ruang klasik yang
akan berkembang pada fenomena dan perkembangan kota serta teori-teori yang terkait lahan
dan pengaruhnya terhadap ekonomi, sosial masyarakat seperti teori tempat pusat, teori struktur
ruang dan teori pola ruang.
Aliran yang lain adalah prosedural (theories of planning) yang berupa kesepakatan
terhadap bagaimana melakukan atau membangun dalam hal ini dapat dikatakan sebagai
pendekatan normative term / positive term dan biasa disebut dengan prescriptive theory.
Prescriptive theory terkait dengan pendekatan normatif maka akan mengarah pada pemikiran
reformis dan utopian. Para prescribers yang berwawasan sangat idealistik, melihat jauh ke
depan dengan mencoba menemukan konsep-konsep baru bahkan yang belum pernah
dimunculkan sebelumnya (present-future philosophy). Kedua aliran ini sama-sama menuju
kepada keinginan untuk mengembangkan teori perencanaan dan teori dalam perencanaan, tetapi
yang pertama bertitik tolak dari konsep klasik organisasi tata ruang dan evolusi lingkungan
permukiman dan kota, sedangkan yang kedua bertitik tolak dari berbagai pemikiran.
Urban regeneration merupakan turunan dari aliran pemikiran prescriptive theory
dimana kota pada suatu titik tertentu akan mengalami suatu kemunduran akibat terjadinya
degradasi yang terjadi di berbagai bidang kehidupan sebagai akibat dari perubahan-perubahan
yang ditimbulkan oleh adanya revolusi industri sehingga menimbulkan berbagai upaya
pemikiran yang mengarah pada keinginan untuk memperbaiki keadaan. Urban regeneration
timbul karena adalanya urban decline. Permasalahan kemunduran kota dapat disebabkan oleh
restrukturisasi aktivitas industri internasional, globalisasi dan konsentrasi aktivitas ekonomi
yang mengakibatkan perubahan struktur aktivitas ekonomi serta permasalahan adaptasi
terhadap munculnya permintaan baru dari aktivitas ekonomi dan keterbatasan untuk dapat
memenuhinya.
Artikel berjudul “Insight the British Debate about Urban Decline and Urban
Regeneration” karya Thilo Lang (2005) berupaya untuk menjabarkan mengenai proses
transformasi struktural perkotaan sebagai akibat dari dinamika kota itu sendiri. Pembahasan
6
dalam artikel adalah mengenai proses kemunduran kota dan regenerasi kota yang terjadi di
Eropa Barat pada umumnya dan di Inggris pada khususnya. Urban decline juga dapat dialami
oleh kota-kota di Indonesia. Kemunduran kota memungkinkan kota tersebut membuat
perencanaan untuk memulihkan kembali kondisi kota pada kondisi semula tidak hanya terkait
kondisi fisik namun konsep regenerasinya mencakup seluruh aspek kota yang ada baik secara
ekonomi, sosial, lingkungan dan juga secara ekologis. Dengan demikian komitmen dari konsep
urban regeneration terletak pada keberlanjutan dari kota tersebut yang terfokus pada
penyelesaian permasalahan sekaligus membangun kembali struktur ekonomi, sosial dan
lingkungan.
Oleh karenanya, artikel berjudul “Insight the British Debate about Urban Decline and
Urban Regeneration” karya Thilo Lang (2005) ini sangat menarik untuk dianalisis lebih
mendalam karena berhubungan erat dengan perkembangan wilayah perkotaan yang tentunya
terjadi dan dialami di Indonesia. Dengan mendasarkan pada hasil review dan analisis terhadap
artikel tersebut, selanjutnya dapat dilakukan tinjauan secara kritis mengenai konsep urban
decline dan urban regeneration dan pembelajarannya terhadap perkembangan kota-kota yang
ada di Indonesia.
B. TUJUAN
Tujuan melakukan review artikel “Insight the British Debate about Urban Decline and
Urban Regeneration” karya Thilo Lang (2005) antara sebagai berikut.
1. Melakukan analisis terhadap proses transformasi dan kemunduran perkotaan.
2. Melakukan analisis konsep regenerasi perkotaan.
3. Melakukan analisis dan tinjauan kritis mengenai konsep urban decline dan urban
regeneration dan pembelajarannya terhadap perkembangan kota-kota yang ada di
Indonesia.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pembahasan dalam review artikel “Insight The British Debate about
Urban Decline and Urban Regeneration“ adalah sebagai berikut.
1. Identifikasi sebab dan faktor yang mempengaruhi munculnya Urban Decline dan Urban
Regeneration
2. Kajian teoritis dan tinjauan umum terhadap teori perencanaan dan pembangunan dan
pembangunan yang berkaitan urban Regeneration.
3. Tinjauan kritis terhadap implementasi urban regeneration di Indonesia
7
D. SISTEMATIKA KAJIAN
Sistematika tinjauan dalam review artikel “Insight The British Debate about Urban
Decline and Urban Regeneration“ adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Sistematika Tinjauan Artikel
Latar Belakang Review
Pemahaman Materi Artikel
Sintesa ArtikelFokus Pembahasan Artikel
Pembelajaran Bagi Indonesia
Kesimpulan
8
II. PEMAHAMAN MATERI ARTIKEL
A. FOKUS PEMBAHASAN ARTIKEL
Setiap kota dipengaruhi oleh proses transformasi struktural perkotaan sebagai akibat
dinamika kota. Beberapa kota dapat beradaptasi tanpa menghadapi permasalahan, namun
beberapa kota lain dapat mengalami krisis internal bahkan mengalami kesulitan dalam
beradaptasi dan mengalami dampak negatif yang dramatis dikarenakan berkurangnya jumlah
populasi yang signifikan. Banyak permasalahan sosial seperti disparitas sosial, penurunan
pendapatan, konflik sosial, dan degradasi lingkungan terkait langsung dengan kemunduran
ekonomi. Sejak tahun 1960-an, banyak kota di Eropa mengalami kemunduran jangka panjang,
yang dicirikan dari menurunnya jumlah populasi dan lapangan kerja (banyak terjadi migrasi
keluar) yang memicu meningkatkan permasalahan fisik dan sosial kota sehingga menyebabkan
kemunduran perkotaan (urban decline). Kondisi ini terjadi sejak jatuhnya Uni Soviet pada
Perang Dunia II. Beberapa negara industri berat dan padat karya di Eropa memiliki potensi
risiko yang lebih besar terhadap kemunduran ekonomi yang di picu adanya siklus produk dalam
mengejar keuntungan maksimal dan globalisasi.
Beberapa wilayah dan kota di Eropa Barat semakin menjadi terpinggir sementara yang
lain ada yang sukses dalam mengejar wilayah-wilayah lain di Eropa yang terus maju. Wilayah
mundur ini kehilangan SDM berkualitas tinggi karena berkurangnya lapangan pekerjaan atau
lingkungan kota yang dianggap kurang layak untuk menjadi tempat tinggal, sementara wilayah
lain menjadi magnet yang menarik migrasi nasional dan internasional, yang menawarkan
kesempatan kerja yang lebih baik.
Salah satu upaya untuk mengatasi kemunduran perkotaan beberapa negara di Eropa
adalah peremajaan kota (urban regenation). Konsep ini secara normatif dan berakar dari
kebijakan perkotaan Britania Raya. Urban regeneration awalnya difokuskan pada rehabilitasi
fungsi wilayah kota dari kerusakan akibat perang yang terjadi sebelumnya, kemudian
berkembang pada pelibatan investor dalam perbaikan dan penggunaan kembali aset fisik kota
yang rusak untuk penggunaan komersil, yang kemudian berkembang lebih lanjut pada strategi
yang lebih komprehensif melalui pengembangan fasilitas kesehatan, perawatan anak,
keamanan, pendidikan, kualitas lingkungan, seni dan budaya, dan isu – isu kualitas hidup
sehari-hari. Dilihat dari sisi kelembagaan, kegiatan awalnya dilakukan oleh pemerintah,
kemudian swasta bergabung, dan dalam perkembangan lanjutnya melibatkan kerjasama antar
sektor dan antar pemangku kepentingan.
9
Peremajaan perkotaan dilakukan dalam perencanaan penataan ruang yang merubah dari
perencanaan fisik penggunaan lahan menuju perencanaan yang terintegratif mengenai isu
sosial, ekonomi, lingkungan dan politik. Tantangan yang ada adalah, bagaimana
mengintegrasikan isu yang bermacam-macam tersebut ke dalam perencanaan kota yang
komprehensif. Analisis mengenai kemunduran kota yang dilakukan di Jerman Timur jelas
menunjukkan bahwa perubahan ruang dan kemunduran kota sangat kompleks dan berdampak
ke sektor ekonomi, sosial dan lingkungan. Ini yang menjadi dasar mengapa Urban
Regeneration harus bersifat strategis dan terintegrasi. Pada saat yang bersamaan, penelitian di
Eropa juga menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi tidak
mampu menghadirkan keuntungan sosial dan lingkungan sebagaimana diharapkan. Di beberapa
kasus pembangunan ini justru memperlebar dan memperdalam permasalahan sosial dan
lingkungan.
Perubahan kehidupan perkotaan di beberapa negara Eropa telah terjadi seiring dengan
penerapan konsep peremajaan perkotaan. Di Jerman dan Inggris, elemen baru regeneration
(kerjasama dan kooperasi) diperkenalkan dalam sistim tata kelola pemerintahan. Bentuk
tradisional pengelolaan kota dari tata kelola pemerintahan yang terpusat dan sentralistik mulai
bergeser ke pendekatan multi aktor. Bentuk tata kelola yang berbeda dapat memberikan bentuk
relasi yang berbeda antara aktor publik dan swasta. Di Inggris, pola kerjasama sudah
dipromosikan oleh pemerintah pusat sejak lama, dan sangat terkait dengan urban regeneration.
Di Jerman, pendekatan kerjasama ini tidak mempunyai sejarah sepanjang Inggris, namun dalam
tahun-tahun terakhir ini mulai terimplementasi dalam kebijakan perkotaan di Jerman (dalam
bentuk persetujuan kontrak kegiatan, pengenalan instrumen perencanaan informal). Terlebih,
saat ini Uni Eropa juga memberlakukan kebijakan kerjasama ini, seperti misalnya dalam
program pengembangan antar wilayah perdesaan. Kerja sama dalam konsep peremajaan kota
terkadang tidak berjalan efektif dan memiliki risiko penciptaan kebijakan yang kurang
akuntabel dan menghilangkan legitimasi demokratis lokal. Keberhasilan kerja sama ini sangat
dipengaruhi oleh turbulensi politik suatu negara.
Fokus pembahasan pada tinjauan kritis terhadap artikel berjudul “Insight the British
Debate about Urban Decline and Urban Regeneration” karya Thilo Lang (2005) ini adalah
pada beberapa point pembahasan sebagai berikut.
1. Konsep Kemunduran Kota
Pembahasan mengenai proses transformasi dan kemunduran perkotaan, penyebab
kemunduran perkotaan serta globalisasi dan disparitas yang semakin lebar.
10
2. Regenerasi Perkotaan
Pembahasan mengenai konsep regenerasi kota dari aspek sosial ekonomi dalam
regenerasi perkotaan.
3. Konsep Tata Kelola Kota
Pembahasan mengenai pengelolaan perkotaan dengan kondisi yang berubah melalui
kerjsama antar stakeholder dalam regenerasi perkotaan.
B. SINTESA ARTIKEL
1. Konsep Kemunduran Kota (Urban Decline)
Istilah kemunduran (decline) dalam konteks pembangunan kota digunakan untuk
mendeskripsikan perubahan negatif, seperti misalnya meningkatnya angka pengangguran,
eksklusi sosial, kekumuhan bangunan, dan lingkungan hidup yang menurun kualitasnya. Urban
Decline (kemunduran kota) merupakan permasalahan sosial, yang terkait dengan layak dan
tidak layaknya kondisi kota untuk ditinggali. Intensitasnya berbeda-beda untuk setiap
kota/wilayah. Beauregard (1993) menyatakan bahwa suatu kota dikatakan mengalami
kemunduran bukan karena ditinggali penduduk dalam jumlah sedikit dan sedikit ragam
pekerjaan yang tersedia, permasalahannya terletak pada bagaimana komposisi perubahannya,
kecepatan perubahannya, dan distribusi keseluruhan dari keuntungan dan kerugian/cost
benefits. Namun jika kemunduran partisipasi angkatan kerja dan kemunduran populasi
penduduk terjadi pada periode tahunan maka dapat menyebabkan kemunduran kota. Urban
Decline dapat dipersepsikan sebagai berkurangnya ketersediaan lapangan kerja yang disertai
dengan berkurangnya jumlah penduduk sehingga menyebabkan meningkatnya permasalahan
fisik dan sosial. Secara umum terdapat tiga penyebab kemunduran suatu kota, antara lain
sebagai berikut.
1. Restrukturisasi aktivitas industri internasional dalam memburu keuntungan maksimal,
termasuk disini deindustrialisasi
2. Globalisasi dan konsentrasi aktivitas ekonomi sebagai kekuatan pendorong perubahan
struktural aktivitas ekonomi
3. Permasalahan adaptasi terhadap munculnya permintaan baru dari aktivitas ekonomi dan
keterbatasan untuk memenuhinya (misalnya ketersediaan lahan dan bangunan).
Cara kota dan wilayah dalam menyikapi perubahan struktural berbeda satu sama
lainnya. Jika ekonomi lokal didominasi oleh industri besar, maka perubahan struktural akan
bergantung pada seberapa maju tingkat produksinya. Jika produksi masih baru pada tahap awal,
inovasi memegang peranan penting dan pekerjaan tergantung pada keterampilan (skill). Industri
berat dan padat karya memiliki potensi risiko yang lebih besar terhadap kemunduran ekonomi
11
sebagai konsekuensi deindustrialisasi. Selain itu, proses globalisasi memperbesar tekanan
terhadap produk industri dengan cara memperpendek siklus usia produk dan memperketat
kompetisi global.
Sesuai dengan teori usia produk, terdapat rangkaian umum dari suatu produk yaitu
Inisiasi – pengembangan – pertumbuhan – pendewasaan – kemunduran - usang. Tahap awal
pengembangan produk (tahap inisiasi – pengembangan - pertumbuhan), terkait dengan wilayah
maju. Hal ini dikarenakan inovasi pengembangan produk memerlukan pekerja kreatif dan
berkualifikasi tinggi. Dan kebutuhan tersebut akan lebih mudah ditemui di wilayah aglomerasi.
Sedangkan pada tahap akhir (produksi massal dan kompetisi luas), produksi cenderung
berpindah ke wilayah yang kurang berkembang dalam rangka menarik keuntungan maksimal
melalui ketersediaan tenaga kerja dan modal yang murah.
Suatu perusahaan semakin mudah memindahkan bagian dari unit produksi baik dari
inisiasi awal, penelitian dan pengembangan, hingga tahap produksi massal yang memerlukan
tenaga kerja banyak ke negara dengan upah tenaga kerja yang lebih murah. Kondisi ini
menyebabkan rasionalisasi di negara asal dan menyebabkan menurunnya ketersediaan lapangan
pekerjaan. Lebih umum lagi, pada saat ini telah terjadi pergeseran dari ekonomi berbasis
industri ke ekonomi berbasis pelayanan. Transformasi ekonomi sangat berperan dan
berpengaruh terhadap penurunan ekonomi dan penurunan ketersediaan lapangan pekerjaan.
Disparitas antar wilayah yang semakin melebar, merupakan efek utama dari globalisasi.
Kapasitas sistem wilayah atau tata kelola kawasan perkotaan untuk memperbaiki situasi dan
mengurangi permasalahan sulit dikembangkan karena bergantung pada kemampuan adaptif
dari struktur sosial ekonomi dari kota/wilayah. Kota kecil dan medium diluar aglomerasi sulit
berkompetisi dengan kota besar yang memiliki kemampuan penelitian dan pengembangan,
tingkat pendidikan, ketersediaan tenaga kerja, infrastruktur dasar, dan sistem transportasi
karena kurang diminati investor.
2. Peremajaan Kota (Urban Regeneration)
Kebijakan dan strategi lokal yang didesain untuk mengatasi kemunduran kota disebut
peremajaan kota (urban regeneration). Urban Regeneration berimplikasi pada perspektif
integratif dari permasalahan, potensi, strategi dan proyeksi di dalam ruang sosial, lingkungan,
kultural dan ekonomi. Secara konseptual, Urban Regeneration dapat didefiniskan sebagai visi
dan aksi komprehensif integratif yang menuntun pada resolusi masalah perkotaan dan mencari
perbaikan kondisi ekonomi, fisik, sosial dan lingkungan secara berkelanjutan seperti
ditunjukkan pada Gambar 2. Komitmen urban regeneration adalah pada keberlanjutan
12
perkotaan, dan pada saat yang sama juga menunjukkan komitmen pada pengentasan
permasalahan dan sekaligus pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan.
Gambar 2. Konsep Peremajaan Kota (Urban Regeneration)
Urban Regeneration berorientasi pada pengembangan umum / urban revitalization
berbeda dengan Urban Renewal yang berorientasi pada peningkatan fisik semata. Urban
regeneration mengimplikasikan bahwa, semua pendekatan harus dikonstruksikan pada jangka
panjang dan lebih berorientasi strategis. Sementara Urban Renewal mendeskripsikan aksi
peremajaan pada tingkatan permukiman dan blok permukiman, regeneration berfokus pada
bagian dalam atau pusat kota, area yang mengalami ketidakseimbangan atau penurunan fungsi,
dan sekaligus juga areal perdesaan. Upaya-upaya yang dilakukan diharapkan dapat menarik
minat investor untuk berinvestasi dalam upaya peningkatan kembali sebagian fungsi ruang
kota. Mengingat regeneration juga membidik kawasan perdesaan, maka terdapat dua istilah
yang batasan operasionalnya mirip, hanya fokus wilayahnya yang berbeda, yaitu Urban
Regeneration dan Rural Regeneration. Secara umum, prinsip-prinsip urban regeneration harus
didasarkan pada hal-hal berikut.
1. Berbasis analisis mendetail mengenai kondisi kawasan perkotaan.
2. Ditujukan pada adaptasi simultan terhadap kondisi fisik kota, struktur sosial, basis
ekonomi, dan kondisi lingkungan dari kawasan perkotaan.
3. Mencoba mencapai dua tujuan di atas melalui strategi komprehensif dan integratif,
dengan visi yang jelas, dalam implementasi yang seimbang, terstruktur dan positif.
4. Memastikan bahwa strategi dan hasil program yang dikembangkan selaras dengan
prinsip pembangunan berkelanjutan.
5. Tujuan dan sasaran harus terukur dan obyektif (kuantitatif).
6. Memaksimalkan dan mengoptimalkan penggunaan sumberdaya alam, ekonomi,
manusia dan sumberdaya lainnya, termasuk disini lahan dan bangunan eksisting yang
ada di lingkungan terbangun.
Regenerasi
Fisik
Regenerasi
Sosial
Regenerasi
Lingkungan
Regenerasi
Ekonomi
Regenerasi
Perkotaan
13
7. Mengutamakan konsensus/penyepakatan melalui partisipasi dan kerjasama sejauh
mungkin.
8. Melakukan monitoring progres implementasi strategi dan memantau perubahan dan
pengaruh dari faktor internal dan eksternal terhadap upaya peremajaan kota.
Terdapat lima kelompok model urban regeneration, yaitu: (1) strategi lingkungan; (2)
pembangunan ekonomi; (3) pendidikan dan pelatihan; (4) perbaikan dan peningkatan fisik; (5)
aksi lingkungan. Agenda strategi urban regeneration sendiri minimal harus meliputi hal-hal
berikut.
1. Mempunyai kejelasan mengenai keluaran yang diharapkan
2. Menyediakan framework untuk rencana dan proyek spesifik
3. Menciptakan dan mempertahankan konektivitas antar sistem kebijakan yang terlibat
4. Mengidentifikasi peran dan tanggung jawab actor-aktor yang terlibat
5. Menumbuhkan tujuan dan kerjasama bersama.
Urban regeneration diharapkan dapat memperbaiki permasalahan penataan ruang yang
fokus pada perencanaan fisik menjadi perencanaan yang mengintegrasikan isu ekonomi, sosial
dan lingkungan. Untuk itu, regeneration harus dilihat sebagai proses yang multidimensional
dan multifacet, yang ditujukan untuk memberbaiki kualitas kota dan lingkungannya, sekaligus
merekonstruksi ekonomi lokal. Kebanyakan perilaku individu di dalam perusahaan atau
pembangunan ekonomi, atau perencanaan kota terikat dengan hubungan interpersonal dan
interaksi sosial. Ada dua alasan mengapa struktur sosial berpengaruh terhadap keluaran
ekonomi, yaitu :
1. Perusahaan dan aktivitas ekonomi dibentuk dari keputusan manusia.
2. Perubahan dan transformasi ekonomi tidak hanya merupakan proses teknis, keuntungan,
atau produk, tetapi juga mempunyai efek sosial.
Regenerasi Sosial Ekonomi dapat dikonsepsikan sebagai upaya ekonomi dan
pembangunan sosial yang berkelanjutan, untuk mempertahankan struktur ekonomi lokal,
membentuk stabilitas sosial, mengurangi disparitas sosial dan ekonomi seperti yang
ditunjukkan pada gambar berikut.
14
Gambar 3. Hirarki Regenerasi SosioEkonomi pada Peremajaan Perkotaan
3. Konsepsi Tentang Tata Kelola Perkotaan (Urban Governance)
Bentuk tradisional pengelolaan kota dari tata kelola pemerintahan yang terpusat dan
sentralistik mulai bergeser ke pendekatan multi actor yang dikenal dengan urban
governance/tata kelola perkotaan modern yang dibentuk dari konsensus yang diputuskan secara
kolektif oleh seluruh aktor yang berkepentingan. Pemerintah menjadi tidak terlalu berkuasa
penuh dan membuka peluang bagi stakeholder lain untuk turut berkonstribusi. Lembaga swasta
dan masyarakat mulai terlibat dalam pengambilan keputusan mengenai kebijakan perkotaan,
meskipun penentunya masih ditangan pemerintah. Ada empat jenis agenda yang membentuk
konfigurasi dan prosedur lokal dari urban governance, yaitu:
Regenerasi Sosio
ekonomi
Ekonomi Sosial
Perusahaan/
Wirausaha
Sosial
Inisiatif
Komunitas
Ekonomi Arus Utama
Industri Kecil
/ Menengah
Wirausaha
Lokal/Kreatif
Regenerasi Sosial Regenerasi Ekonomi
Masukan
Keluaran Pembangunan Ekonomi Lokal
Integrasi/
Kualifikasi
Jaringan
Ekonomi Lokal
Kerja yang berguna
secara sosial
Barang dan
Jasa Lokal
Budaya Lokal Masyarakat
Lokal
Arti Keuangan Kebutuhan yang
tidak tercapai
Jaringan Lokal
15
1. Pro Growth agenda (mendukung pembangunan infrastruktur publik dan investasi
swasta)
2. Social Reform agenda (redistribusi sumberdaya, misalnya perumahan MBR,
pelatihan kerja, dan pelayanan masyarakat)
3. Caretaker Agenda (penyediaan pelayanan dasar kota, seperti polisi, pemadam
kebakaran, fasilitas kesehatan)
4. Manajemen Pertumbuhan
Tipologi governance berdasarkan tujuan pembangunan dan struktur tata kelola
dibedakan menjadi empat, yaitu Manajerial, Korporalis, Pro Growth dan Kesejahteraan seperti
yang ditunjukkan pada tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1. Tipologi Governance Berdasarkan Tujuan Pembangunan dan Struktur Tata
Kelola
Manajerial Korporasi Pro Growth Kesejahteraan
Tujuan Meningkatkan
efisiensi
pelayanan
Distribusi
(layanan dan
kebijakan
publik)
Pertumbuhan
Ekonomi
Redistribusi dan
pembiayaan
Negara
Instrumen Kontrak Negosiasi Kerjasama Jaringan
Aktor Kunci Manajer dari
organisasi
pelayanan
publik
Pemimpin kota,
politisi
Pelaku ekonomi
elit, pegawai
senior kota
Pemerintah dan
birokrat
Sifat
pertukaran
KPS
Kompetitif kebersamaan Interaktif Restriktif
Hubungan
Pemerintah-
Masyarakat
Ekslusif Inklusif Eksklusif Inklusif
Kriteria
evaluasi kunci
Efisiensi Partisipasi Pertumbuhan Keadilan
Kerjasama dalam urban regeneration dapat dilihat sebagai mobilisasi dari sebuah
koalisi kepentingan yang diwujudkan dalam sebuah skema, dan diimplementasikan ke lebih
dari satu sektor, dalam rangka menyiapkan strategi yang disetujui bersama, untuk
melaksanakan regenerasi di sebuah area yang disepakati. Mobilisasi ini dicirikan oleh tiga
karakteristik, yaitu:
1. Struktur organisasi formal untuk perumusan kebijakan dan implementasinya
2. Mobilisasi koalisi kepentingan dan komitmen dari berbagai aktor berbeda yang terlibat.
3. Agenda bersama dan multidimensional program aksi.
16
Kerjasama juga dapat didefinisikan sebagai koalisi kepentingan yang terorganisasi
secara formal, yang terdiri dari aktor yang berasal dari sektor yang berbeda-beda, yang
bergabung dalam strategi perumusan kebijakan dan implementasinya, dengan agenda dan
program aksi bersama. Kelebihan dari kerjasama bagi setiap aktor antara lain:
1. Potensi untuk mengkreasikan efek sinergis bagi setiap aktor
2. Potensi untuk mendistribusikan risiko proyek bagi setiap aktor
3. Potensi untuk beberapa aktor dapat mempengaruhi pandangan dunia dan cara aksi dari
partner yang lain.
4. Potensi untuk memperoleh sumber pendanaan tambahan
5. Potensi untuk mengurangi konflik terbuka terhadap keuntungan iklim kebijakan
berbasis konsensus.
6. Potensi untuk mengurangi kelebihan permintaan pada pemerintah lokal.
Kerjasama lokal dapat berkonstribusi dalam menghadapi pengangguran dan ekslusi
social karena dapat memberikan kooordinasi kebijakan yang lebih baik, dan memfasilitasi
pendekatan multidimensional, menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan sumberdaya dari
berbagai aktor. Kerjasama dapat mendukung penciptaan lapangan pekerjaan, pelatihan,
perusahaan lokal, pelayanan sosial dan memfasilitasi komunitas lokal dan kelompok marginal.
Namun kerja sama lokal terkadang tidak bekerja efektif, terkait dengan pengembangan struktur
dan proses kerjasama yang efektif. Beberapa kerjasama memunculkan pertanyaan mengenai
akuntabilitas dan transparansi. Kerjasama juga membawa risiko penciptaan kebijakan yang
kurang akuntabel dan menghilangkan legitimasi demokratis lokal. Kerjasama secara internal
mempunyai risiko memproduksi sinergi negatif, jadi menghalangi tata kelola yang efektif dan
merongrong kapasitas tata kelola itu sendiri. Kemudian, kerjasama juga dapat memutus dan
menghambat produksi output yang optimal. Jadi, jika kerjasama menimbulkan konflik, maka
sumberdaya yang diperlukan untuk memperbaiki konflik tersebut bisa melebihi potensi
keuntungan dari kerjasama itu sendiri.
17
III. PEMBELAJARAN BAGI INDONESIA
A. KEMUNDURAN KAWASAN PERKOTAAN INDONESIA
Kawasan perkotaan di berbagai wilayah di Indonesia saat ini menunjukkan adanya
gejala kemunduran kota (urban decline). Kemunduran fungsi kawasan utamanya terjadi di
bagian – bagian kota yang pertama kali muncul dan berkembang. Kemunduran ini muncul
sebagai ekses dari intensifnya aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan tersebut di masa lampau,
yang kemudian ditinggalkan baik oleh sebab historis (peristiwa besar sejarah) maupun
perkembangan urban sprawl yang semakin intensif di berbagai kota besar metropolitan di
Indonesia dalam beberapa dekade terakhir.
1. Kota Besar Pusat Aktivitas Ekonomi Masa Lalu di Pulau Jawa
Salah satu contoh kota besar di Indonesia yang saat ini mengalami kemunduran kota
adalah Bandung. Di masa lalu ketika Indonesia masih bernama Hindia Belanda, aktivitas
ekonomi, hiburan, jasa dan perdagangan di Bandung dipusatkan di kawasan Braga (Gambar 4),
Alun-alun, kawasan Jalan Asia Afrika, dan kawasan di sekitar Stasiun Bandung. Ketika
Indonesia merdeka, situasi sosial ekonomi politik berubah drastis, sehingga aset gedung dan
bangunan pusat aktivitas di kota ini ditinggalkan oleh pemerintah Belanda dan terbengkalai.
Pusat aktivitas ekonomi kemudian berpindah ke kawasan Dago dan Cihampelas sampai saat
ini.
Gambar 4. Kawasan Braga di awal Abad ke 20 (Mirza, 2010)
Berdasarkan observasi Mirza (2010), Kawasan Pusat Kota Tua Bandung yang
terbengkalai ini tidak terurus dengan baik oleh pemerintah kota, sehingga semakin menurun
fungsinya dalam mendukung aktivitas ekonomi perkotaan. Berbagai gedung dan bangunan tua
yang tidak terurus semakin rusak dan kumuh. Selain itu, sejak tahun 1990-an, di kawasan ini
mulai muncul aktivitas ekonomi informal yang menggunakan trotoar dan badan jalan sebagai
lokasi transaksi ekonomi, sehingga menyebabkan kawasan menjadi semakin kumuh. Posisi
18
spasial kawasan yang berbada di pusat kota membuat jalan – jalan di kawasan ini ramai dilewati
kendaraan penduduk kota, dan seiring dengan terus meningkatnya jumlah kendaraan pribadi,
menyebabkan kemacetan parah di area kawasan, terutama di akhir pekan (Gambar 5).
Gambar 5. Kemacetan dan Aktivitas Ekonomi Informal di Kawasan Kota Tua Bandung
(Mirza, 2010)
Fenomena serupa dapat ditemui di berbagai kota di Indonesia, walaupun satu kota dan
kota lain terdapat beberapa perbedaan. Kota Semarang sebagai misal, kota ini memiliki
kawasan kota tua yang disebut Kawasan Kota Lama. Kawasan ini di masa Hindia Belanda juga
merupakan pusat aktivitas yang ditandai dengan adanya banyak bangunan klasik megah (yang
mungkin memiliki fungsi spesifik di masa lalu) (Gambar 6). Bangunan – bangunan ini
kebanyakan juga terbengkalai tidak dimanfaatkan dan kumuh. Berbeda dengan Bandung yang
posisi kawasan kota tua-nya berada di pusat kota, Kawasan Kota Lama Semarang berada di
pinggiran kota, sehingga bukan menjadi pusat lalu lintas penduduk kota, sehingga kemacetan
tidak ditemui di kawasan ini. Meskipun demikian, kondisi kemundurannya lebih parah daripada
Bandung (Gambar 7), selain karena kawasannya lebih luas, aset yang tidak dimanfaatkan dan
tidak terawat di Semarang lebih banyak daripada Bandung (Pratiwo, 2004).
Gambar 6. Kota Lama Semarang di awal Abad 20 (Tropenmuseum)
19
Gambar 7. Urban Decline di Kawasan Kota Lama Semarang
Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, sekaligus kota dengan latar
belakang historis yang panjang juga mengalami masalah yang sama. Kota ini memiliki sebuah
kawasan kota tua yang merupakan pusat awal pengembangan kota oleh Pemerintah Hindia
Belanda sejak abad ke 17. Jakarta yang dulunya bernama Batavia pada awalnya merupakan
sebuah waterfront city, yang kemudian mengalami kemunduran fungsi akibat wabah penyakit
dan kegagalan drainase di abad ke 18. Pusat kota kemudian dipindahkan ke Kawasan Gambir
yang terus eksis sampai sekarang. Walaupun sudah ditinggalkan sebagai pusat kota, kawasan
kota tua Jakarta terus bertahan walaupun fungsi dan kualitas lingkungan kotanya terus menurun
sampai sekarang (Gambar 8). Berbagai bangunan tua masih eksis walaupun terbengkalai tanpa
fungsi. Sebagian kawasan juga kini diisi oleh permukiman – permukiman penduduk non
permanen yang padat, tidak teratur, dan tidak memiliki sistem sanitasi dan drainase yang baik
(Brahmantyo et al. 2016).
Gambar 8. Kota Tua Jakarta di Awal Abad 20 (kiri) dan awal Abad 21 (kanan)
2. Kota Besar Pusat Aktivitas Pertambangan Masa Lalu di Pulau Sumatera
Selain di pulau jawa, urban decline juga terjadi di Pulau Sumatera, sebagai contoh
adalah Kota Sawahlunto. Kondisi yang terjadi mungkin tidak separah yang dialami oleh
20
beberapa kota besar di Pulau Jawa seperti di Semarang, Jakarta dan Surabaya. Kota Sawahlunto
di Sumatera termasuk kota kecil yang sempat mengalami kemunduran dan saat ini sedang
menapak untuk di regenerasi.
Gambar 9. Peta Wilayah Kota Sawahlunto Sumatera Barat
Sawahlunto adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Barat, Indonesia yang terletak
95 km sebelah timur laut kota Padang. Kota ini dikelilingi oleh 3 kabupaten di Sumatera Barat,
yaitu Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok dan Kabupaten Sijunjung. Kota Sawahlunto
memiliki luas 275,93 km² yang terdiri dari 4 kecamatan, dengan jumlah penduduk pada tahun
2014 lebih dari 59.821 jiwa (Gambar 9).
Pada masa pemerintah Hindia Belanda, kota Sawalunto dikenal sebagai kota tambang
batu bara. Beberapa waktu yang lalu kota ini sempat mati, setelah penambangan batu bara
semakin mnurun produktifitasnya dan akhirnya dihentikan. Saat ini Sawahlunto perlahan
sedang merangkak pulih, dengan strategi pembangunan kota yang baru. Kota Sawahlunto
dikembangkan menjadi kota wisata tua yang multi etnik, sehingga menjadi salah satu kota tua
terbaik di Indonesia. Kota yang didirikan pada tahun 1888 ini, banyak berdiri bangunan-
bangunan tua peninggalan Belanda, sebagian telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh
pemerintah setempat dalam rangka mendorong pariwisata dan mencanangkan Sawahlunto
menjadi "Kota Wisata Tambang yang Berbudaya" (Gambar 10).
21
Gambar : a. Kota Sawahlunto yang terletak di tangah lembah perbukitan
b. Salah satu bangunan peninggalan industri pertambangan jaman belanda
c. Salah satu peninggalan Industri Batu Bara yang menjadi Objek wisata
d. Stasiun kereta Batu bara Sawahlunto yang kini menjadi museum
Gambar 10. Kota Sawahlunto Sumatera Barat
Sejarah panjang Kota Sawahlunto dimulai, ketika para ahli Geologi Belanda
menemukan cadangan batubara dalam jumlah besar pada akhir abad 19. Investasi
pertambangan mulai dilakukan Pemerintah Belanda pada sejak tahun 1886, pada tahun 1887
Sawahlunto mulai telah berembang menjadi daearah permukiman pekerja tambang,
pertumbuhan kota kala itu dipercepat dengan adanya investasi Kolonial Belanda untuk
membangun fasilitas pengusahaan tambang batubara Ombilin. Tahun 1894 Sawahlunto telah
terhubung dengan kota Padang oleh jalur kereta api, sehingga hal ini juga turut mempercepat
perkembangan Sawahlunto. Penemuan dan penggalian tambang batubara telah mengantarkan
kota tersebut hingga masa puncak kejayaan pada tahun 1930an. Saat itu jumlah penduduk kota
yang terletak di daerah dataran tinggi (250-650 m dpl.) pada bagian tengah Bukit Barisan,
Sumatera Barat itu sudah melebihi angka 40.000, termasuk sekitar 550 populasi orang Belanda
(Gambar 11). Tidak mengherankan bila Sawahlunto, juga dikenal dengan sebutan kota Arang,
karena Sawahlunto telah tumbuh menjadi kota tambang batubara terbesar dan sekaligus tertua
di Indonesia (Martokusumo, 2016).
A. B.
C. D.
22
Gambar 11. Sebaran Permukiman dan Aktivitas Pertambangan di Sawahlunto Awal
Abad ke 20 (Kuswartojo, 2001 dalam Martokusumo, 2010)
Meskipun Sawahlunto tumbuh dan berkembang sebagai kota tambang satu-satunya di
Sumatera Barat dan pertambangan batubara yang terbesar di Indonesia, tetapi pemerintah
kolonial pada masa itu memperlakukan sama seperti kota-kota jajahan lain yaitu sebagai kota
kolonial. Kota Sawahlunto lebih berfungsi sebagai pusat eksploitasi komoditi daerah sekitarnya
dan sebaliknya juga dijadikan sebagai tempat pemasaran hasil industri Negeri Belanda atau
negara Eropa lainnya. Sehingga wajah kota Sawahlunto lebih bersifat parasitif, bukan generatif.
Menurut literatur yang diperoleh menyebutkan bahwa pada tahun 1891 telah dimulai usaha
pertambangan dan produksi perdana batu bara, hingga akhirnya pada tahun 1894 jaringan
transportasi antar kota berupa jalur kereta api yang menghubungkan Sawahlunto dengan kota
Padang dioperasionalkan. Dengan demikian distribusi batu bara Sawahlunto- pelabuhan Emma
Haven (sekarang Pelabuhan Teluk Bayur) menjadi lancar, Sawahlunto semakin berkembang
menjadi sebuah kota dan secara konstitusi telah diakui keberadaannya oleh pemerintah Hindia
Belanda. Pada bulan juli 1905 telah ditetapkan batas-batas administrasi kota Sawahlunto
sebagaimana dimuat Staatblad (Lembaran tertulis) No.396 Pemeritnah Hindia Belanda,
menambah geliat perkembangan Sawahlunto dan menjadikan kota ini sebagai salah satu pusat
perekonomian baru dan sangat berkembang pada masa itu (Martokusumo, 2010).
Geliat industri pertambangan batubara dalam tiga dekade terkahir semakin menurun.
Pesatnya pertumbuhan industri minyak bumi dan gas yang lebih mendominasi sumber energi
bagi industri saat ini, ditambah berbagai tudingan negatif akan dampak pertambangan batubara
yang kian melebar dimasyarakat, menjadikan pengembangan industri batubara sangat
dilematis. Fenomena inilah yang dialami Pemerintah Kabuapten Sawahlunto. Kota yang
23
notabene sejak awal didirikan dengan tambang batubara sebagai tulang punggung
perekonomian masyarakat semakin menurun dan tidak dapat diandalkan. Hingga pada titik
puncak kemunduran kota ini adalah berakhirnya operasional kegiatan tambang yang dikelola
oleh PTBA-UPO (Perusahaan Tambang Bukit Asam-Unit Produksi Ombilin) pada penghujung
tahun 2002. Dengan demikian berakhir pula gelar kota Sawahlunto sebagai kota tambang batu
bara. Melewati fase tersebut memang tidak mudah bagi Pemerintah Sawahlunto, kemunduran
ekonomi dan penurunan produktifitas masyarakat sangat dirasakan. Banyak warga yang semula
merupakan pekerja tambang kini harus berpindah profesi dan tidak sedikit yang harus
bermigrasi (Martokusumo, 2010).
Dalam upaya mengatasi persoalan perekonomian daerah Pemerintah Kota Sawahlunto
telah berupaya keras melakukan terobosan-terobosan untuk tetap bertahan dari romantisme
sosial-budaya, kerusakan ekologi, hambatan dan konflik ekonomi. Upaya tersebut secara
institusional dilakukan dengan cara pengalihan visi Kota Sawahlunto pada 24 Desember 2002
dari ekonomi dan usaha tambang menjadi usaha pariwisata (dituangkan kedalam Perda 6 tahun
2003). Dengan segala keterbatasan telah melakukan proses perubahan sedikit demi sedikit,
meskipun belum seluruhnya mencapai target yang telah ditentukan dalam visi kota 2020. Sejak
awal tahun 2000-an dilakukan berbagai proses penataan fisik yang cukup signifikan, paling
tidak dalam kegiatan pelestarian lingkungan tua dan artefak bersejarahnya. Proses penataan
lingkungan berbasis pelestarian/konservasi tersebut merupakan bagian dari upaya mendaur
ulang (revitalisasi) kota Sawahlunto yang hingga saat kini memiliki sisa-sisa peninggalan
kegiatan tambang.
3. Kronologis Kemunduran Kawasan Perkotaan Masa Lampau
Uraian Lang (2005) tentang kemunduran kawasan perkotaan di Eropa menyebutkan
adanya berbagai faktor yang menjadi penyebab kemunduran, utamanya adalah deindustrialisasi.
Namun untuk kasus Indonesia, deindustrialisasi bukan merupakan penyebab utama. Indonesia
merupakan negara dengan aktivitas industri yang masih tumbuh, sehingga keberadaan industri
masih dianggap sebagai faktor penarik urbanisasi. Penyebab kemunduran kawasan perkotaan tua
di Indonesia lebih disebabkan selain oleh alasan historis, juga oleh perkembangan sosial,
ekonomi, politik, dan lingkungan kawasan perkotaan.
Urbanisasi di Indonesia saat ini masih berlangsung masif. Badan Pusat Statistik
Indonesia memperkirakan pada tahun 2035, lebih dari 60% penduduk Pulau Jawa akan
terkonsentrasi di kawasan perkotaan. Urbanisasi masif di Indonesia ini utamanya disebabkan
24
oleh tumbuhnya aktivitas ekonomi industri di berbagai kota di Pulau Jawa dan Sumatera
(Kuncoro, 2013) yang menarik migrasi penduduk dari desa ke kota.
Aktivitas industri di kawasan perkotaan di Indonesia mengambil lokasi spasial di
pinggiran kawasan, bukan di pusat kota atau di bagian dari kawasan perkotaan yang pertama
kali berkembang. Aktivitas industri di pinggiran ini otomatis membuat arus migrasi dan
urbanisasi lebih terkonsentrasi ke arah pinggiran, sehingga menyebabkan perluasan kota (urban
sprawl) ke arah luar dari kawasan perkotaan yang terbentuk pada masa sebelumnya. Kawasan
pusat kota lama kemudian mulai ditinggalkan, selain karena terdapat berbagai aset dan
penggunaan lahan yang tidak sesuai untuk aktivitas ekonomi industri modern, kepemilikannya
pun kebanyakan tidak jelas dan masih dalam proses pendataan pemerintah.
Dalam waktu yang lama, pembiaran kawasan kota lama di berbagai kota di Indonesia
menyebabkan kawasan ini tidak terawat dan lepas dari pengawasan pemerintah. Kondisi
lingkungannya pun semakin buruk sebagai akibat dari tidak berfungsinya drainase dan sanitasi.
Selain itu, kawasan kota lama yang berada di kawasan pesisir juga saat ini banyak yang mulai
terancam banjir rob seperti di Semarang dan Jakarta.
Sawahlunto sebagai salah satu kota di Indonesia mempunyai latar belakang
perkembangan kota yang unik dan berbeda dengan kota lainnya. Kemunculan dan
perkembangan Sawahlunto bisa dikatakan mirip dengan berbagai kota pertambangan di
Amerika yang muncul pada abad ke 18 dan kemudian sebagian besar menghilang di awal abad
ke 20. Ketika aktivitas pertambangan sedang berjaya, kota tambang akan menarik minat
penduduk untuk melakukan urbanisasi dan mencari penghidupan yang lebih baik di kota
tersebut. Namun ketika cadangan tambang (minyak, gas, batubara) di sekitar kota habis
dieksploitasi, kota menjadi kehilangan identitas dan arti. Kota kemudian menjadi mundur akibat
ditinggalkan oleh penduduk. Apabila tidak dirumuskan strategi pembangunan baru, maka kota
akan menghilang dan mati.
B. IMPLEMENTASI KONSEP URBAN REGENERATION DI INDONESIA
Regenerasi perkotaan menurut Lang (2005) merupakan sebuah konsep yang jauh
melebihi konsep urban renewal atau upaya perawatan kembali suatu wilayah dengan mengganti
sebagian atau seluruh unsur-unsur lama dengan unsur-unsur baru dengan tujuan untuk
meningkatkan vitalitas dan kualitas lingkungan sehingga kawasan tersebut memberikan
konstribusi yang lebih baik bagi kota secara keseluruhan. Namun konsep regenerasi kota lebih
kepada urban development yang bermakna pembangunan kota secara umum dan dapat pula
merupakan urban revitalitation atau upaya untuk meningkatkan nilai lahan atau kawasan
melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan
25
sebelumnya. Meskipun demikian, Friesecke (2007) tetap menyatakan bahwa regenerasi
perkotaan merupakan sebuah konsep dengan upaya untuk memperbaiki kesejahteraan fisik,
ekonomi dan kehidupan sosial kota-kota masa kini. Selanjutnya Martokusumo (2008)
menjelasan esensi mekanisme penataan lingkungan dalan Gambar 12 berikut.
Gambar 12. Hubungan Substansial antara Peremajaan, Rehabilitasi, Revitalisasi, dan
Redevelopment
Dalam implementasi konsep regenerasi perkotaan, kerjasama antara sektor publik dan
sektor swasta menjadi sebuah instrumen yang sangat mendasar bagi pelaksanaan kegiatan
urban development dan urban revitalitation. Selain itu secara konseptual, Urban Regeneration
dapat didefiniskan sebagai visi dan aksi komprehensif integratif yang menuntun pada resolusi
masalah perkotaan dan mencari perbaikan kondisi ekonomi, fisik, sosial dan lingkungan secara
berkelanjutan.
Berdasarkan pemahaman terhadap artikel dan sumber lain yang terkait, dapat diketahui
bahwa implementasi konsep urban regeneration yang berlangsung di beberapa kota di
Indonesia sebagaimana yang diuraikan di atas dilakukan dalam kegiatan urban revitalisation.
Pelaksanaan urban revitalisation telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan. Dalam peraturan tersebut
dinyatakan bahwa revitalisasi kawasan merupakan upaya untuk menghidupkan kembali
kawasan yang mengalami penurunan kualitas fisik dan non fisik yang disebabkan antara lain
oleh penurunan produktivitas ekonomi, degradasi lingkungan atau karena kerusakan warisan
budaya. Tujuan dari revitalisasi kota sebagaimana disebutkan dalam Permen PU 18 tahun 2010
26
tersebut adalah untuk meningkatkan vitalitas kawasan terbangun melalui intervensi perkotaan
yang mampu menciptakan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, terintegrasi dengan
sistem kota, layak huni, berkeadilan sosial, berwawasan budaya dan lingkungan. Dengan
demikian konsep revitalisasi kawasan yang telah diatur dalam regulasi di Indonesia telah
sejalan dengan konsep urban regeneration sebagaimana yang disampaikan oleh Lang (2005).
Selain dari substansi konsep dan tujuan, dari segi sasaran kegiatan revitalisasi kawasan juga
telah sejalan dengan konsep urban regenration antara lain sebagai berikut.
1. Meningkatnya stabilitas ekonomi kawasan melalui intervensi untuk:
a) Meningkatkan kegiatan yang mampu mengembangkan penciptaan lapangan kerja,
peningkatan jumlah usaha dan variasi usaha serta produktivitas kawasan.
b) Menstimulasi faktor-faktor yang mendorong peningkatan produktivitas kawasan.
c) Mengurangi jumlah kapital bergerak keluar kawasan dan meningkatkan investasi
yang masuk ke dalam kawasan.
2. Mengembangkan penciptaan iklim yang kondusif bagi kontinuitas dan kepastian usaha
3. Meningkatnya nilai properti kawasan dengan mereduksi berbagai faktor eksternal yang
menghambat sebuah kawasan sehingga nilai properti kawasan sesuai dengan nilai pasar
dan kondusif bagi investasi jangka panjang.
4. Terintegrasinya kantong-kantong kawasan kumuh yang terisolir dengan sistem kota dari
segi spasial, prasarana, sarana serta kegiatan ekonomi, sosial dan budaya.
5. Meningkatnya kuantitas dan kualitas prasarana lingkungan seperti jalan dan jembatan,
air bersih, drainase, sanitasi dan persampahan, serta sarana kawasan seperti pasar, ruang
untuk industri, ruang ekonomi informal dan formal, fasilitas sosial dan budaya, dan
sarana transportasi.
6. Meningkatnya kelengkapan fasilitas kenyamanan (amenity) kawasan guna mencegah
proses kerusakan ekologi lingkungan.
7. Terciptanya pelestarian aset warisan budaya perkotaan dengan mencegah terjadinya
"perusakan diri-sendiri" (self- destruction) dan "perusakan akibat kreasi baru" (creative-
destruction), melestarikan tipe dan bentuk kawasan, serta mendorong kesinambungan
dan tumbuhnya tradisi sosial dan budaya lokal.
8. Penguatan kelembagaan yang mampu mengelola, memelihara dan merawat kawasan
revitalisasi.
9. Penguatan kelembagaan yang meliputi pengembangan SDM, kelembagaan dan
peraturan / ketentuan perundang-undangan.
10. Membangun kesadaran dan meningkatkan kompetensi pemda agar tidak hanya fokus
membangun kawasan baru.
27
Adapun tipe kawasan yang perlu dilakukan kegiatan revitalisasi kawasan di Indonesia
sebagaimana Permen PU 18 Tahun 2010 dapat dijelaskan melalui Gambar 13 berikut.
Gambar 13. Tipe Kawasan yang Perlu Revitalisasi
Beberapa kota di Indonesia yang mengalami urban decline seperti uraian di atas, yaitu
Kawasan Kota Tua Bandung, Kawasan Kota Lama Semarang, Kawasan Kota Tua Jakarta dan
Kota Sawahlunto, termasuk dalam tipe kawasan heritage town, old town dan juga merupakan
kawasan strategis berpotensi ekonomi karena mampu dikembangkan sebagai destinasi wisata
sehingga mampu mendukung pengembangan ekonomi lokal. Dengan demikian, konsep
regenerasi kota perlu dilakukan pada kawasan perkotaan tersebut melalui pendekatan dan
kebijakan revitalisasi kawasan sebagaimana kebijakan pemerintah dalam Permen PU 18 Tahun
2010 sebagai berikut.
1. Revitalisasi kawasan dilakukan pada kawasan-kawasan strategis / potensial yang
menurun produktivitas ekonominya dan terdegradasi lingkungan fisiknya dan karena
terjadi penurunan kerusakan warisan budaya perkotaan (urban heritage).
2. Peningkatan kualitas penataan bangunan dan lingkungan yang mampu memberdayakan
aktivitas ekonomi, sosial dan budaya kawasan, dengan strategi menciptakan kualitas
28
lingkungan yang kreatif dan inovatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi;
meningkatkan aksesibilitas, keterkaitan serta fasilitas kawasan untuk mengintegrasikan
kawasan dengan sistem kota; memenuhi standar minimal pelayanan prasarana sarana
kawasan; melestarikan tipe ruang dan bentuk bangunan yang signifikan secara kultural
dan sejarah; dan memperbesar deliniasi (batas) luas kawasan agar dampak revitalisasi
lebih optimal.
3. Pengelolaan kawasan revitalisasi yang berkelanjutan, dilakukan dengan strategi
memfasilitasi dan memberdayakan berbagai pemangku kepentingan untuk
merevitalisasi ekonomi, sosial dan budaya; mendorong konsistensi pemda dalam
merencanakan, memprogramkan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi, serta
mempromosikan dan memasarkan revitalisasi; menciptakan skema kerjasama
pemerintah, swasta dan masyarakat yang menguntungkan setiap pihak (public private
community partnership); menciptakan regulasi/deregulasi yang memberdayakan
investor dan masyarakat dalam melakukan investasi; menggali sumber-sumber
pembiayaan swadaya bekerjasama dengan swasta, dana bantuan/hibah, trust fund dan
anggaran pemerintah; dan mengembangkan kapasitas pemda (local government
capacity) untuk mengelola kawasan revitalisasi dan pemda sebagai pengembang (local
government as public developer).
Konsep kerjasama dalam tata kota urban regeneration didefiniskan oleh Lang (2005),
yaitu sebagai koalisi kepentingan yang terorganisasi secara formal dan terdiri dari aktor yang
berasal dari sektor yang berbeda-beda, yang bergabung dalam strategi perumusan kebijakan
dan implementasinya dengan agenda dan program aksi bersama. Konsep ini dalam Permen PU
Nomor 18 tahun 2010 merupakan konsep public private community partnership sebagai salah
strategi dalam kebijakan pengelolaan kawasan revitalisasi berkelanjutan di Indonesia. Skema
kerjasama yang diatur dalam revitalisasi kawasan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu
memetakan peran stakeholder yang dalam hal ini adalah pemerintah, swasta dan masyarakat
sebagaimana Gambar 14 berikut.
29
Gambar 14. Peran Pemangku Kepentingan dalam Revitalisasi Kawasan
Pelaksanaan kegiatan revitalisasi kawasan yang saat ini telah dan sedang berlangsung
di beberapa kota tersebut di atas dapat disampaikan pada uraian berikut.
1. Kawasan Kota Tua Bandung
Pelaksanaan revitalisasi kawasan Kota Tua Bandung yang dilakukan oleh Pemerintah
Kota Bandung pada Kawasan Jalan Braga Bandung pada tahun 2004 dengan
pembangunan Braga City Walk (BCW). Selanjutnya revitalisasi Jalan Braga pun
kembali digencarkan di tahun 2014 hal ini dikarenakan Jalan Braga akan menjadi bagian
dari acara Konferensi Asia Afrika pada tahun 2015. Oleh karena itu, selain melakukan
perbaikan di Jalan Asia Afrika, Jalan Braga pun kembali dibenahi. Perbaikan yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung adalah dengan memperbaiki saluran air
dengan pemasangan blok cluvert, pengantian trotoar dengan menggunakan batu granit
bakar, selain itu juga dilakukan pemasangan bangku, pengecetan seluruh bangunan,
pemasangan bunga hias, penggantian lampu hias dan pemasangan batu hias di sepanjang
jalan Braga. Pemerintah Kota Bandung juga melaksanakan suatu event yang digelar
setiap 2 minggu sekali yaitu Braga Culinary Night (BCN).
Pengelolaan kawasan Kota Tua Bandung sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Pemerintah Kota Bandung. Dengan demikian belum banyak keterlibatan sektor swasta
dan partisipasi masyarakat ataupun komunitas masyarakat dalam pelaksanaan konsep
tata kelola urban regeneration di kawasan Kota Tua Bandung.
Fungsi, Tugas dan Wewenang
Pemerintah Masyarakat / Swasta
a. Rencana dan pedoman revitalisasi kawasan
b. Konservasi kota / kawasan bila diperlukan
c. Perbaikan / peningkatan infrastruktur
d. Manajemen revitalisasi kota / kawasan (promosi,
insentif, leveraging the private sector/partnership,
land security, percontohan, relokasi kantor-kantor
pemerintah)
e. Pengembangan perumahan pemerintah
f. Menetapkan kawasan revitalisasi sebagai kawasan
strategis
g. Regulasi rencana pembangunan kawasan
h. Pemantauan dan evaluasi
a. Manajemen revitalisasi kota /
kawasan (promosi, adaptive /
reuse perbaikan dan
perawatan)
b. Lingkungan, bangunan dan
perumahan (menciptakan
lapangan kerja / usaha,
pembangunan perumahan dan
sarana, peningkatan kualitas
lingkungan)
30
2. Kawasan Kota Lama Semarang
Pemerintah Kota Semarang telah melakukan berbagai upaya untuk pelestarian dalam
rangka revitalisasi kawasan Kota Lama Semarang mulai dari pengumpulan berkas
hingga dalam renovasi dan perombakan bangunan-bangunan yang ada. Upaya
konservasi dilakukan dengan mempertahankan seluruh bangunan yang ada,
pemanfaatan bangunan sesuai dengan fungsinya pada jaman dahulu dan penambahan
fungsi baru pada beberapa bangunan.
Sebagai suatu upaya pelestarian kawasan, maka harus tau siapa yang bertanggung jawab
untuk mengelola dan melestarikan kawasan Kota Lama Semarang. Melalui Peraturan
Walikota No.12 Tahun 2007 dikukuhkanlah bahwa kelembagaan yang bertanggung
jawab tersebut adalah Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L). BPK2L adalah
lembaga non struktural yang tidak termasuk dalam Perangkat Daerah Kota Semarang,
dan mempunyai tugas mengelola, memgembangkan dan mengoptimalisasikan potensi
kawasan Kota Lama yang meliputi perencanaan, pengawasan dan pengendalian
kawasan. Ada pun BPK2L mempunyai kewenangan melaksanakan sebagian konservasi
dan revitalisasi Kawasan Kota Lama serta berada dan bertanggungjawab kepada
Walikota. Secara fungsional BPK2L melakukan tugas sebagai berikut.
a) Perencanaan pengelolaan, pengembangan dan optimalisasi potensi kawasan Kota
Lama.
b) Pengorganisasian pengelolaan, pengembangan dan optimalisasi potensi kawasan
Kota Lama.
c) Pelaksanaan pengelolaan, pengembangan dan optimalisasi potensi kawasan Kota
Lama.
d) Pengawasan dan pengendalian pengelolaan, pengembangan dan optimalisasi
potensi kawasan Kota Lama.
e) Pelaksanaan pelayanan administrasi kepada masyarakat.
f) Pelaksanaan kesekretariatan Badan Pengelola.
Kerangka program pada periode pertama (lembaga tersebut bertugas secara periodik
empat tahun sekali) difokuskan kepada pemahaman tentang pengelolaan sebuah
kawasan bersejarah dengan segala seluk beluknya. Pengurus yang berasal dari berbagai
latar belakang membutuhkan penyesuaian dalam memahami tugas; mengingat ciri dari
tugas yang amat spesifik maka dalam perjalanan kepengurusan ini banyak mengalami
berbagai hambatan terutama pemahaman tentang manajemen sumberdaya budaya. Hal
ini dialami baik oleh lembaga tersebut maupun pemerintah, sehingga sampai saat ini
belum secara keseluruhan kawasan Kota Lama ditangani dengan baik.
31
3. Kawasan Kota Tua Jakarta
Revitalisasi kawasan Kota Tua sudah dilakukan sejak tahun 2006, dilakukan dengan
membagi kawasan menjadi lima zona yaitu.
a) Zonasi 1: Sundakelapa, yang batasnya ke arah utara dari bentangan rel kereta api.
Karakter zona ini adalah bahari yang didominasi dengan perkampungan etnik dan
pergudangan, langgam merespon iklim laut. Visi pengembangannya adalah
menyemarakkan aktivitas kebaharian.
b) Zonasi 2: Fatahillah, yang batasnya adalah sekitar Taman Fatahillah, Kalibesar dan
Taman Beos. Karakter asal zona ini adalah kota lama dengan populasi bangunan
tua terbanyak. Visi pengembangannya adalah memori masa lalu, yang memberi
fungsi baru sebagai museum, industri kreatif dan fungsi campuran. Pada zonasi ini
dikenakan retriksi yang ketat demi pelestarian kawasan.
c) Zonasi 3: Pecinan, yang batasnya adalah sekitar Glodok Pancoran. Karakter zona
budaya etnik Cina baik kehidupannya maupun lingkungan arsitekturnya, sedangkan
visi pengembangannya adalah pelestarian bangunannya dan tetap mempertahankan
kehidupan.
d) Zonasi 4: Pakojan, yang batasnya adalah sekitar Pakojan, Jembatan Lima dan
Bandengan. Karakter zonanya adalah budaya religius karena pada zona ini terdapat
beberapa masjid tua. Visi pengembangannya adalah kampung multi etnis.
e) Zonasi 5: Kawasan Peremajaan, yang batasnya adalah dari Pancoran ke arah Jalan
Gajah Mada (Gedung Arsip). Visi pengembangan zonasi ini adalah sebagai pusat
bisnis Kota tua.
Pembagian kedalam lima zona tersebut sesuai dengan visi kebijakan revitalisasi
Kawasan Kota Tua Jakarta yaitu terciptanya sebuah kawasan bersejarah Kota Tua
Jakarta sebagai daerah tujuan wisata yang mengangkat nilai pelestarian dan memiliki
manfaat ekonomi yang tinggi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencanangkan
bagaimana cara mempertemukan kepentingan pelestarian dan kepentingan dalam
pengembangan Kawasan Kota Tua Jakarta. Sebagai sebuah peninggalan sejarah sudah
selayaknya bangunan-bangunan yang terletak di Kawasan Kota Tua Jakarta dipelihara
dan dikelola dengan baik serta berkesinambungan sehingga dapat memberi nilai lebih
baik bagi pemerintah daerah setempat maupun bagi masyarakat pada umumnya.
Pendapatan yang diperoleh dari hasil pengelolaan kawasan tersebut tentunya akan
memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah. Selain itu tentunya akan membuka
banyak lapangan kerja bagi masyarakat. Kawasan Cagar Budaya Kota Tua Jakarta
32
direncanakan sebagai sebuah Living Heritage dan sebagai Kawasan Revitalisasi.
Kawasan revitalisasi adalah kawasan yang diproyeksikan menjadi salah satu tempat
kegiatan utama skala kota bagi warga DKI Jakarta untuk berekreasi, berbudaya,
bertempat tinggal dan bekerja dengan tetap menjaga kelestarian kawasan sebagai
kawasan cagar budaya.
Adapun pengelolaan kawasan Kota Tua Jakarta dilaksanakan oleh Unit Pengelola
Kawasan Kota Tua Jakarta. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 321 Tahun 2016 sebagai unit pengelola
yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta. Bentuk partisipasi masyarakat dalam kegiatan revitalisasi kawasan tersebut
adalah bantuan pencipataan kondusifitas dalam proses revitalisasi. Komunitas
masyarakat yang terlibat aktif dalam proses terebut yaitu Jakarta Oldtown Kotaku
(JOK) dan Paguyuban Kota Tua. Keduanya adalah kelompok yang sebagian besar
anggotanya adalah pemilik bangunan tua ataupun masyarakat yang berdomisili di Kota
Tua Jakarta.
4. Kawasan Kota Sawahlunto
Pada tahapan intervensi fisik, kegiatan revitalisasi kawasan yang diselenggarakan oleh
Departemen Pekerjaan Umum dengan dana APBN telah mendorong Pemerintah Kota
Bukittinggi untuk melanjutkan kegiatan tersebut melalui kegiatan revitalisasi beberapa
sarana prasarana publik antara lain.
a) Kawasan benteng Fort de Kock dan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan pada
tahun 2002- 2004, menghabiskan dana Rp. 10 Milyar.
b) Revitalisasi Taman Panorama dan Lubang Jepang pada tahun 2004,
menganggarkan dana Rp. 9 Milyar namun baru terealisasi Rp. 4,49 Milyar.
c) Relokasi Kantor Walikota ke Kawasan Bukit Gulai Bancah pada tahun 2002
mengahabiskan dana Rp. 35,75 Milyar.
d) Pembangunan Monumen Bung Hatta di Kawasan Istana Bung Hatta pada tahun
2003 menghabiskan dana APBN Rp. 5 Milyar.
e) Pembangunan Perpustakaan Proklamator Bung Hatta pada tahun 2003,
menganggarakan dana Rp 30 Milyar namun baru terealisasi Rp. 5,2 Milyar.
f) Revitalisasi Lapangan Sudirman (di Jl. Jendral Sudirman, Belakang Balok)
menghabiskan dana Rp 675 Juta.
g) Revitalisasi Pasar banto pada tahun 2004 dengan rencana biaya sebesar Rp. 131
Milyar.
33
h) Revitalisasi kawasan terminal Aur Kuning ke Kawasan Tambuo dengan rencana
biaya Rp. 300 Milyar.
i) Rencana Pembangunan Gedung Kesenian dengan rencana biaya Rp. 14 Milyar.
j) Bantuan Teknis Perencanaan Penataan dan Revitalisasi Kawasan Pasar Atas
Bukittinggi yang berlangsung pada tahun 2005 dan kegiatan pembangunan fisiknya
pada tahun 2006.
Tahap pengelolaan pada revitalisasi Kawasan Kota Sawahlunto menggunakan strategi
Cultural Quarter. Merupakan suatu strategi bagi kota untuk melakukan suatu intervensi yang
proaktif, yang melibatkan proses regenerasi kawasan perkotaan. Tidak semua bagian atau area
perkotaan dapat diubah menjadi cultural quarter. Hanya daerah yang memiliki karakter dan
image yang unik terutama di sektor kultural, yang berpotensi menjadi cultural quarter. Untuk
mengembangkan suatu area menjadi cultural quarter, kota membutuhkan flagship project yang
melibatkan regenerasi kawasan tidak bernilai menjadi area yang lebih dinamis dan bernilai
ekonomis. Cultural quarter juga melibatkan orang-orang yang bekerja di bidang seni dengan
menyediakan tempat bekerja (working space) di dalam kawasan tersebut. Strategi
pengembangan cultural quarter ini diharapkan mampu menarik investor luar bagi
pengembangan area tersebut pada khususnya dan bagi kota pada umumnya.
Adapun pengelolaan kawasan Kota Sawahlunto pasca revitalisasi masih menjadi
tanggungjawab Pemerintah Kota Bukittingi. Dengan demikian belum ada keterlibatan sektor
swasta dan partisipasi aktif masyarakat dalam penerapan konsep tata kelola urban regeneration
pada kegiatan revitalisasi kawasan Kota Sawahlunto.
34
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemahaman terhadap materi artikel dan tinjauan pembelajaran konsep
yang terdapat dalam artikel berjudul “Insight the British Debate about Urban Decline and
Urban Regeneration” karya Thilo Lang (2005) terhadap kondisi kota-kota yang ada di
Indonesia, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut.
a. Kemunduran kota (urban decline) merupakan sebuah proses transformasi struktural
perkotaan dalam konteks perubahan negatif sehingga sebuah kota mengalami kondisi
kemunduran dalam segala aspek yang disebabkan oleh hal-hal berikut.
1) Restrukturisasi aktivitas industri internasional dalam memburu keuntungan
maksimal, termasuk disini deindustrialisasi
2) Globalisasi dan konsentrasi aktivitas ekonomi sebagai kekuatan pendorong
perubahan struktural aktivitas ekonomi
3) Permasalahan adaptasi terhadap munculnya permintaan baru dari aktivitas ekonomi
dan keterbatasan untuk memenuhinya (misalnya ketersediaan lahan dan bangunan).
b. Regenerasi Kota (urban regeneration) merupakan visi dan aksi komprehensif integratif
yang menuntun pada resolusi masalah perkotaan dan mencari perbaikan kondisi
ekonomi, fisik, sosial dan lingkungan secara berkelanjutan, sehingga semua pendekatan
harus dikonstruksikan pada jangka panjang dan lebih berorientasi strategis. Sedangkan
revitalisasi kota / kawasan merupakan bagian dari konsep regenerasi kota sebagai upaya
untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital
hidup akan tetapi mengalami kemunduran dan degradasi.
c. Kerjasama dalam urban regeneration dapat dilihat sebagai mobilisasi dari sebuah
koalisi kepentingan yang diwujudkan dalam sebuah skema, dan diimplementasikan ke
lebih dari satu sektor, dalam rangka menyiapkan strategi yang disetujui bersama, untuk
melaksanakan regenerasi di sebuah area yang disepakati. Dalam pelaksanaan tata kelola
urban regeneration, perlu peran aktif seluruh pemangku kepentingan sehingga tercapai
tujuan regenerasi kota secara berkelanjutan.
d. Berdasarkan observasi di beberapa kawasan perkotaan tua di Jawa dan Sumatera,
aktivitas Urban Regeneration di Indonesia masih cenderung berkutat pada revitalisasi
fisik, dan belum mempertimbangkan secara komprehensif revitalisasi sosial, ekonomi
dan lingkungan, sebagaimana telah dilaksanakan di Eropa.
35
DAFTAR PUSTAKA
Brahmantyo, H., Baiquni, M., Fandeli, C., & Widodo, T. (2016). Impact of Tourism Destination
Based on The Stakeholder’s Perception: A Cases Study in Jakarta Old Town, Indonesia.
IOSR Journal of Business and Management, 18 (10), 10-18.
Friesecke, F. (2007). The Role of Partnerships in Urban Regeneration – Similarities and
Differences between Germany and United Kingdom. FIG Working Week 2007 (Hong
Kong SAR, China, 13-17 May 2007), 1–18.
Kuncoro, M. (2013). Economic Geography of Indonesia: Can MP3EI Reduce Inter-Regional
Inequality?. South East Asia Journal of Contemporary Business, Economics and Law, 2
(2), 17-33.
Lang, T. (2005). Insight in the British Debate about Urban Decline and Urban Regeneration.
Erkner, Leibniz-Institute for Regional Development and Structural Planning, 25, 1-25.
Martokusumo, W. (2008). Revitalisasi, Sebuah Pendekatan Dalam Peremajaan Kawasan.
Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota.
Martokusumo, W. (2010). The Ex-Coal Mining City of Sawahlunto Revisited: Notion of
Revitalization, Conservation and Urban Development. Nakhara Journal of
Environmental Design and Planning, 6, 107-118.
Martokusumo, W. (2016). The Rise and fall of Former Mining Town Sawahlunto: Reflections
on Authenticity and Architectural Conservation. Proceedings of the Society of
Architectural Historians, Australia and New Zealand, 33, 418-428.
Mirza, S. (2010). Strategic Urban Planning and Design Tools for Inner City Regeneration.
Towards a Strategic Approach of Sustainable Urban Form Future. The Case of Bandung
City, Indonesia. Makalah dipresentasikan di ISOCARP Congress 2010.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Revitalisasi
Kawasan.
Pratiwo. (2004). The City Planning of Semarang 1900-1970. Makalah dipresentasikan di The
1st
International Urban Conference, Surabaya.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Development from below (riska)
Development from below (riska)Development from below (riska)
Development from below (riska)
Rischa Ristiyana
 
Tugas kebutuhan lahan individu
Tugas kebutuhan lahan individu Tugas kebutuhan lahan individu
Tugas kebutuhan lahan individu
Handayani Hutapea
 
Analisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasi
Analisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasiAnalisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasi
Analisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasi
Chintosa Into
 

Was ist angesagt? (20)

Proposal pembangunan kawasan agropolitan panggungharjo
Proposal pembangunan kawasan agropolitan panggungharjoProposal pembangunan kawasan agropolitan panggungharjo
Proposal pembangunan kawasan agropolitan panggungharjo
 
Analisis satuan kemampuan lahan
Analisis satuan kemampuan lahanAnalisis satuan kemampuan lahan
Analisis satuan kemampuan lahan
 
Development from below (riska)
Development from below (riska)Development from below (riska)
Development from below (riska)
 
Morfologi wilayah kota
Morfologi wilayah kotaMorfologi wilayah kota
Morfologi wilayah kota
 
Zonasi destinasi pariwisata
Zonasi destinasi pariwisataZonasi destinasi pariwisata
Zonasi destinasi pariwisata
 
Teori figure ground
Teori figure groundTeori figure ground
Teori figure ground
 
Tugas kebutuhan lahan individu
Tugas kebutuhan lahan individu Tugas kebutuhan lahan individu
Tugas kebutuhan lahan individu
 
Review RTRW kota semarang
Review RTRW kota semarangReview RTRW kota semarang
Review RTRW kota semarang
 
SIstem Kota dan Pembangunan
SIstem Kota dan Pembangunan SIstem Kota dan Pembangunan
SIstem Kota dan Pembangunan
 
Analisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasi
Analisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasiAnalisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasi
Analisis daya-dukung-dan-analisis-pembagian-lokasi
 
Laporan praktikum analisis trendline (peramalan jumlah wisatawan yang datang ...
Laporan praktikum analisis trendline (peramalan jumlah wisatawan yang datang ...Laporan praktikum analisis trendline (peramalan jumlah wisatawan yang datang ...
Laporan praktikum analisis trendline (peramalan jumlah wisatawan yang datang ...
 
Perencanaan partisipatif
Perencanaan partisipatifPerencanaan partisipatif
Perencanaan partisipatif
 
[SMAN 1 JEMBER-XI IPS 1] Ketahanan pangan
[SMAN 1 JEMBER-XI IPS 1] Ketahanan pangan[SMAN 1 JEMBER-XI IPS 1] Ketahanan pangan
[SMAN 1 JEMBER-XI IPS 1] Ketahanan pangan
 
Arsitektur Kota
Arsitektur KotaArsitektur Kota
Arsitektur Kota
 
Isu pengembangan wilayah
Isu pengembangan wilayah  Isu pengembangan wilayah
Isu pengembangan wilayah
 
Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031
Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031
Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031
 
Prospek dan Tantangan Smart City Di Indonesia
Prospek dan Tantangan Smart City Di IndonesiaProspek dan Tantangan Smart City Di Indonesia
Prospek dan Tantangan Smart City Di Indonesia
 
Tata Ruang Kota Geografi Kelas XII
Tata Ruang Kota Geografi Kelas XIITata Ruang Kota Geografi Kelas XII
Tata Ruang Kota Geografi Kelas XII
 
Bab 1 LAPORAN AKHIR STUDIO PROSES PERENCANAAN
Bab 1 LAPORAN AKHIR STUDIO PROSES PERENCANAANBab 1 LAPORAN AKHIR STUDIO PROSES PERENCANAAN
Bab 1 LAPORAN AKHIR STUDIO PROSES PERENCANAAN
 
morfologi Konsep citra kota
morfologi Konsep citra kotamorfologi Konsep citra kota
morfologi Konsep citra kota
 

Ähnlich wie Critical review insights debate about urban decline urban regeneration

BAGAS ADY PANGESTU_41218120029_TB 1_TEORI ARSITEKTUR.doc
BAGAS ADY PANGESTU_41218120029_TB 1_TEORI ARSITEKTUR.docBAGAS ADY PANGESTU_41218120029_TB 1_TEORI ARSITEKTUR.doc
BAGAS ADY PANGESTU_41218120029_TB 1_TEORI ARSITEKTUR.doc
BagasAdy1
 
2 catharina depari_transformasi-ruang
2 catharina depari_transformasi-ruang2 catharina depari_transformasi-ruang
2 catharina depari_transformasi-ruang
AriDjatmiko1
 
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptxAKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
nurrahmanHakim2
 
Men seminar050601 reformasiperkotaan
Men seminar050601 reformasiperkotaanMen seminar050601 reformasiperkotaan
Men seminar050601 reformasiperkotaan
Sari Faizah
 
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAANMANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
Himpunan Mahasiswa Planologi ITS
 

Ähnlich wie Critical review insights debate about urban decline urban regeneration (20)

BAGAS ADY PANGESTU_41218120029_TB 1_TEORI ARSITEKTUR.doc
BAGAS ADY PANGESTU_41218120029_TB 1_TEORI ARSITEKTUR.docBAGAS ADY PANGESTU_41218120029_TB 1_TEORI ARSITEKTUR.doc
BAGAS ADY PANGESTU_41218120029_TB 1_TEORI ARSITEKTUR.doc
 
COLLAGE CITY KAWASAN PUSAT KOTA TONDANO
COLLAGE CITY KAWASAN PUSAT KOTA TONDANOCOLLAGE CITY KAWASAN PUSAT KOTA TONDANO
COLLAGE CITY KAWASAN PUSAT KOTA TONDANO
 
~Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan (vix 1
~Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan (vix 1~Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan (vix 1
~Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan (vix 1
 
Arsitektur Kota 1
Arsitektur Kota  1Arsitektur Kota  1
Arsitektur Kota 1
 
2 bahan ajar sejarah perencanaan kota DI DUNIA
2 bahan ajar sejarah perencanaan kota DI DUNIA 2 bahan ajar sejarah perencanaan kota DI DUNIA
2 bahan ajar sejarah perencanaan kota DI DUNIA
 
2 bahan ajar sejarah perencanaan kota unimal
2 bahan ajar sejarah perencanaan kota unimal2 bahan ajar sejarah perencanaan kota unimal
2 bahan ajar sejarah perencanaan kota unimal
 
3637 5191-1-sm
3637 5191-1-sm3637 5191-1-sm
3637 5191-1-sm
 
Kampung kota power point
Kampung kota power pointKampung kota power point
Kampung kota power point
 
2 catharina depari_transformasi-ruang
2 catharina depari_transformasi-ruang2 catharina depari_transformasi-ruang
2 catharina depari_transformasi-ruang
 
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptxAKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
AKDP.PKP.UTS.Muhammadhisyam.05072020 (1).pptx
 
20 30-1-pb jurnal
20 30-1-pb jurnal20 30-1-pb jurnal
20 30-1-pb jurnal
 
makalah P3 KOTA RONALD.docx
makalah P3 KOTA RONALD.docxmakalah P3 KOTA RONALD.docx
makalah P3 KOTA RONALD.docx
 
makalah P3 KOTA.docx
makalah P3 KOTA.docxmakalah P3 KOTA.docx
makalah P3 KOTA.docx
 
Men seminar050601 reformasiperkotaan
Men seminar050601 reformasiperkotaanMen seminar050601 reformasiperkotaan
Men seminar050601 reformasiperkotaan
 
Tugas akhir joni harisandi
Tugas akhir joni harisandiTugas akhir joni harisandi
Tugas akhir joni harisandi
 
inofasi Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan
inofasi Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan inofasi Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan
inofasi Desain model gang pemukiman kota ramah anak dan lingkungan
 
Teori pertumbuhan kota
Teori pertumbuhan kotaTeori pertumbuhan kota
Teori pertumbuhan kota
 
Sejarah dan konservasi perkotaan sebagai dasar perancangan kota
Sejarah dan konservasi perkotaan sebagai dasar perancangan kotaSejarah dan konservasi perkotaan sebagai dasar perancangan kota
Sejarah dan konservasi perkotaan sebagai dasar perancangan kota
 
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAANMANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
MANAJEMEN LAHAN DALAM PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
 
D300050006
D300050006D300050006
D300050006
 

Mehr von bramantiyo marjuki

Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
bramantiyo marjuki
 

Mehr von bramantiyo marjuki (20)

Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintPemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
 
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingHow to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
 
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography PracticesCrowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
 
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
 
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
 
Mapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR ImageryMapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR Imagery
 
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
 
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
 
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan UtaraFGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
 
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALILaporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
 
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
Wonogiri Development, Reduce Disparity, Reduce Inequity (Final Report Plannin...
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
 
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus DistrictJenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
 
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in IndonesiaPlanning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
 
Planning theory in Waster Management
Planning theory in Waster ManagementPlanning theory in Waster Management
Planning theory in Waster Management
 
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
 
A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata,
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
 
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 TahunPerkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
 
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan YogyakartaPembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
 

Kürzlich hochgeladen

ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptxppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
Arisatrianingsih
 
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get CytotecAbortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion pills in Riyadh +966572737505 get cytotec
 
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptxPresentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
yoodika046
 
Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...
Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...
Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...
rororasiputra
 
Jual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan KonsultasiJual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
ssupi412
 
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufakturBahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
AhmadAffandi36
 
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
VinaAmelia23
 

Kürzlich hochgeladen (19)

PPT AHLI MADYA BANGUNAN GEDUNGggggg.pptx
PPT AHLI MADYA BANGUNAN GEDUNGggggg.pptxPPT AHLI MADYA BANGUNAN GEDUNGggggg.pptx
PPT AHLI MADYA BANGUNAN GEDUNGggggg.pptx
 
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptxppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
 
Kalor dan Perpindahan Kalor presentasi.ppt
Kalor dan Perpindahan Kalor presentasi.pptKalor dan Perpindahan Kalor presentasi.ppt
Kalor dan Perpindahan Kalor presentasi.ppt
 
perbedaan jalan raya dan rel bahasa Indonesia.pptx
perbedaan jalan raya dan rel bahasa Indonesia.pptxperbedaan jalan raya dan rel bahasa Indonesia.pptx
perbedaan jalan raya dan rel bahasa Indonesia.pptx
 
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get CytotecAbortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
 
Contoh PPT Pelaksanaan Pekerjaan Gedung Konstruksi
Contoh PPT Pelaksanaan Pekerjaan Gedung KonstruksiContoh PPT Pelaksanaan Pekerjaan Gedung Konstruksi
Contoh PPT Pelaksanaan Pekerjaan Gedung Konstruksi
 
PPT PELAKSANA LAPANGAN PERPIPAAN MADYA - IWAN SYAHRONI.pptx
PPT PELAKSANA LAPANGAN PERPIPAAN MADYA - IWAN SYAHRONI.pptxPPT PELAKSANA LAPANGAN PERPIPAAN MADYA - IWAN SYAHRONI.pptx
PPT PELAKSANA LAPANGAN PERPIPAAN MADYA - IWAN SYAHRONI.pptx
 
Gambar Rencana TOYOMARTO KETINDAN Malang jawa timur.pdf
Gambar Rencana TOYOMARTO KETINDAN Malang jawa timur.pdfGambar Rencana TOYOMARTO KETINDAN Malang jawa timur.pdf
Gambar Rencana TOYOMARTO KETINDAN Malang jawa timur.pdf
 
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Bangun air Limbah Permukiman Madya
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Bangun air Limbah Permukiman MadyaPelaksana Lapangan Pekerjaan Bangun air Limbah Permukiman Madya
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Bangun air Limbah Permukiman Madya
 
UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptx
UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptxUTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptx
UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptx
 
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptxPresentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
 
Pengeloaan Limbah NonB3 KLHK-Upik-090921.pdf
Pengeloaan Limbah NonB3 KLHK-Upik-090921.pdfPengeloaan Limbah NonB3 KLHK-Upik-090921.pdf
Pengeloaan Limbah NonB3 KLHK-Upik-090921.pdf
 
Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...
Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...
Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...
 
Jual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan KonsultasiJual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Di Batam Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
 
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufakturBahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
 
Pengujian (hipotesis) pak aulia ikhsan dalam ilmu statistika
Pengujian (hipotesis) pak aulia ikhsan dalam ilmu statistikaPengujian (hipotesis) pak aulia ikhsan dalam ilmu statistika
Pengujian (hipotesis) pak aulia ikhsan dalam ilmu statistika
 
Pengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdf
Pengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdfPengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdf
Pengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdf
 
Gambar kerja TUREN KETAWANG malang jawa timur.pdf
Gambar kerja TUREN KETAWANG malang jawa timur.pdfGambar kerja TUREN KETAWANG malang jawa timur.pdf
Gambar kerja TUREN KETAWANG malang jawa timur.pdf
 
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
 

Critical review insights debate about urban decline urban regeneration

  • 1. SINTESA DAN TINJAUAN KRITIS TERHADAP ARTIKEL “INSIGHT THE BRITISH DEBATE ABOUT URBAN DECLINE AND URBAN REGENERATION” (THILO LANG, 2005) TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH : TEORI PERENCANAAN DOSEN : Dr. Ir. NANY YULIASTUTI, MSP OLEH : AMALIA AZIMAH NIM. 21040116410027 BRAMANTIYO MARJUKI NIM. 21040116410036 H. KHAIRI FAHRIZAL NIM. 21040116410018 MISI HARIYANTI WIJAYA NIM. 21040116410015 PUJIATI SRI REJEKI NIM. 21040116410031 SIGIT RIYANTO NIM. 21040116410020 FAKULTAS TEKNIK MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS DIPONEGORO TAHUN 2017
  • 2. 2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 2 DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................. 3 DAFTAR TABEL.................................................................................................................................. 4 I. PENDAHULUAN.......................................................................................................................... 5 A. LATAR BELAKANG............................................................................................................... 5 B. TUJUAN..................................................................................................................................... 6 C. RUANG LINGKUP................................................................................................................... 6 D. SISTEMATIKA KAJIAN ........................................................................................................ 7 II. PEMAHAMAN MATERI ARTIKEL..................................................................................... 8 A. FOKUS PEMBAHASAN ARTIKEL ...................................................................................... 8 B. SINTESA ARTIKEL .............................................................................................................. 10 1. Konsep Kemunduran Kota (Urban Decline)......................................................................... 10 2. Peremajaan Kota (Urban Regeneration)............................................................................... 11 3. Konsepsi Tentang Tata Kelola Perkotaan (Urban Governance)........................................... 14 III. PEMBELAJARAN BAGI INDONESIA............................................................................... 17 A. KEMUNDURAN KAWASAN PERKOTAAN INDONESIA ............................................. 17 1. Kota Besar Pusat Aktivitas Ekonomi Masa Lalu di Pulau Jawa........................................... 17 2. Kota Besar Pusat Aktivitas Pertambangan Masa Lalu di Pulau Sumatera............................ 19 3. Kronologis Kemunduran Kawasan Perkotaan Masa Lampau............................................... 23 B. IMPLEMENTASI KONSEP URBAN REGENERATION DI INDONESIA...................... 24 IV. KESIMPULAN........................................................................................................................ 34 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................... 35
  • 3. 3 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Sistematika Tinjauan Artikel ........................................................................................... 7 Gambar 2. Konsep Peremajaan Kota (Urban Regeneration)......................................................... 12 Gambar 3. Hirarki Regenerasi SosioEkonomi pada Peremajaan Perkotaan ............................... 14 Gambar 4. Kawasan Braga di awal Abad ke 20 (Mirza, 2010)....................................................... 17 Gambar 5. Kemacetan dan Aktivitas Ekonomi Informal di Kawasan Kota Tua Bandung......... 18 Gambar 6. Kota Lama Semarang di awal Abad 20 (Tropenmuseum) .......................................... 18 Gambar 7. Urban Decline di Kawasan Kota Lama Semarang....................................................... 19 Gambar 8. Kota Tua Jakarta di Awal Abad 20 (kiri) dan awal Abad 21 (kanan) ....................... 19 Gambar 9. Peta Wilayah Kota Sawahlunto Sumatera Barat.......................................................... 20 Gambar 10. Kota Sawahlunto Sumatera Barat ............................................................................... 21 Gambar 11. Sebaran Permukiman dan Aktivitas Pertambangan di Sawahlunto Awal Abad ke 20 (Kuswartojo, 2001 dalam Martokusumo, 2010).......................................................................... 22 Gambar 12. Hubungan Substansial antara Peremajaan, Rehabilitasi, Revitalisasi, dan Redevelopment .................................................................................................................................... 25 Gambar 13. Tipe Kawasan yang Perlu Revitalisasi......................................................................... 27 Gambar 14. Peran Pemangku Kepentingan dalam Revitalisasi Kawasan .................................... 29
  • 4. 4 DAFTAR TABEL Tabel 1. Tipologi Governance Berdasarkan Tujuan Pembangunan dan Struktur Tata Kelola.. 15
  • 5. 5 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teori perencanaan mempunyai dua aliran yaitu teori perencanaan yang bersifat substantif (theories in planning) yang berarti teori perencanaan mengenai apa yang dilakukan dalam hal ini terkait dengan penggunaan lahan, sosial, ekonomi dan institusi atau secara umum disebut descriptive theories. Aliran describers, yang sangat terikat oleh hal-hal yang ada, dan sangat memperhatikan pengalaman yang lalu (past-present philosophy). Descriptive theory lebih mengarah pada teori evolusi kota dan pemukiman serta konsep tata ruang klasik yang akan berkembang pada fenomena dan perkembangan kota serta teori-teori yang terkait lahan dan pengaruhnya terhadap ekonomi, sosial masyarakat seperti teori tempat pusat, teori struktur ruang dan teori pola ruang. Aliran yang lain adalah prosedural (theories of planning) yang berupa kesepakatan terhadap bagaimana melakukan atau membangun dalam hal ini dapat dikatakan sebagai pendekatan normative term / positive term dan biasa disebut dengan prescriptive theory. Prescriptive theory terkait dengan pendekatan normatif maka akan mengarah pada pemikiran reformis dan utopian. Para prescribers yang berwawasan sangat idealistik, melihat jauh ke depan dengan mencoba menemukan konsep-konsep baru bahkan yang belum pernah dimunculkan sebelumnya (present-future philosophy). Kedua aliran ini sama-sama menuju kepada keinginan untuk mengembangkan teori perencanaan dan teori dalam perencanaan, tetapi yang pertama bertitik tolak dari konsep klasik organisasi tata ruang dan evolusi lingkungan permukiman dan kota, sedangkan yang kedua bertitik tolak dari berbagai pemikiran. Urban regeneration merupakan turunan dari aliran pemikiran prescriptive theory dimana kota pada suatu titik tertentu akan mengalami suatu kemunduran akibat terjadinya degradasi yang terjadi di berbagai bidang kehidupan sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh adanya revolusi industri sehingga menimbulkan berbagai upaya pemikiran yang mengarah pada keinginan untuk memperbaiki keadaan. Urban regeneration timbul karena adalanya urban decline. Permasalahan kemunduran kota dapat disebabkan oleh restrukturisasi aktivitas industri internasional, globalisasi dan konsentrasi aktivitas ekonomi yang mengakibatkan perubahan struktur aktivitas ekonomi serta permasalahan adaptasi terhadap munculnya permintaan baru dari aktivitas ekonomi dan keterbatasan untuk dapat memenuhinya. Artikel berjudul “Insight the British Debate about Urban Decline and Urban Regeneration” karya Thilo Lang (2005) berupaya untuk menjabarkan mengenai proses transformasi struktural perkotaan sebagai akibat dari dinamika kota itu sendiri. Pembahasan
  • 6. 6 dalam artikel adalah mengenai proses kemunduran kota dan regenerasi kota yang terjadi di Eropa Barat pada umumnya dan di Inggris pada khususnya. Urban decline juga dapat dialami oleh kota-kota di Indonesia. Kemunduran kota memungkinkan kota tersebut membuat perencanaan untuk memulihkan kembali kondisi kota pada kondisi semula tidak hanya terkait kondisi fisik namun konsep regenerasinya mencakup seluruh aspek kota yang ada baik secara ekonomi, sosial, lingkungan dan juga secara ekologis. Dengan demikian komitmen dari konsep urban regeneration terletak pada keberlanjutan dari kota tersebut yang terfokus pada penyelesaian permasalahan sekaligus membangun kembali struktur ekonomi, sosial dan lingkungan. Oleh karenanya, artikel berjudul “Insight the British Debate about Urban Decline and Urban Regeneration” karya Thilo Lang (2005) ini sangat menarik untuk dianalisis lebih mendalam karena berhubungan erat dengan perkembangan wilayah perkotaan yang tentunya terjadi dan dialami di Indonesia. Dengan mendasarkan pada hasil review dan analisis terhadap artikel tersebut, selanjutnya dapat dilakukan tinjauan secara kritis mengenai konsep urban decline dan urban regeneration dan pembelajarannya terhadap perkembangan kota-kota yang ada di Indonesia. B. TUJUAN Tujuan melakukan review artikel “Insight the British Debate about Urban Decline and Urban Regeneration” karya Thilo Lang (2005) antara sebagai berikut. 1. Melakukan analisis terhadap proses transformasi dan kemunduran perkotaan. 2. Melakukan analisis konsep regenerasi perkotaan. 3. Melakukan analisis dan tinjauan kritis mengenai konsep urban decline dan urban regeneration dan pembelajarannya terhadap perkembangan kota-kota yang ada di Indonesia. C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup pembahasan dalam review artikel “Insight The British Debate about Urban Decline and Urban Regeneration“ adalah sebagai berikut. 1. Identifikasi sebab dan faktor yang mempengaruhi munculnya Urban Decline dan Urban Regeneration 2. Kajian teoritis dan tinjauan umum terhadap teori perencanaan dan pembangunan dan pembangunan yang berkaitan urban Regeneration. 3. Tinjauan kritis terhadap implementasi urban regeneration di Indonesia
  • 7. 7 D. SISTEMATIKA KAJIAN Sistematika tinjauan dalam review artikel “Insight The British Debate about Urban Decline and Urban Regeneration“ adalah sebagai berikut : Gambar 1. Sistematika Tinjauan Artikel Latar Belakang Review Pemahaman Materi Artikel Sintesa ArtikelFokus Pembahasan Artikel Pembelajaran Bagi Indonesia Kesimpulan
  • 8. 8 II. PEMAHAMAN MATERI ARTIKEL A. FOKUS PEMBAHASAN ARTIKEL Setiap kota dipengaruhi oleh proses transformasi struktural perkotaan sebagai akibat dinamika kota. Beberapa kota dapat beradaptasi tanpa menghadapi permasalahan, namun beberapa kota lain dapat mengalami krisis internal bahkan mengalami kesulitan dalam beradaptasi dan mengalami dampak negatif yang dramatis dikarenakan berkurangnya jumlah populasi yang signifikan. Banyak permasalahan sosial seperti disparitas sosial, penurunan pendapatan, konflik sosial, dan degradasi lingkungan terkait langsung dengan kemunduran ekonomi. Sejak tahun 1960-an, banyak kota di Eropa mengalami kemunduran jangka panjang, yang dicirikan dari menurunnya jumlah populasi dan lapangan kerja (banyak terjadi migrasi keluar) yang memicu meningkatkan permasalahan fisik dan sosial kota sehingga menyebabkan kemunduran perkotaan (urban decline). Kondisi ini terjadi sejak jatuhnya Uni Soviet pada Perang Dunia II. Beberapa negara industri berat dan padat karya di Eropa memiliki potensi risiko yang lebih besar terhadap kemunduran ekonomi yang di picu adanya siklus produk dalam mengejar keuntungan maksimal dan globalisasi. Beberapa wilayah dan kota di Eropa Barat semakin menjadi terpinggir sementara yang lain ada yang sukses dalam mengejar wilayah-wilayah lain di Eropa yang terus maju. Wilayah mundur ini kehilangan SDM berkualitas tinggi karena berkurangnya lapangan pekerjaan atau lingkungan kota yang dianggap kurang layak untuk menjadi tempat tinggal, sementara wilayah lain menjadi magnet yang menarik migrasi nasional dan internasional, yang menawarkan kesempatan kerja yang lebih baik. Salah satu upaya untuk mengatasi kemunduran perkotaan beberapa negara di Eropa adalah peremajaan kota (urban regenation). Konsep ini secara normatif dan berakar dari kebijakan perkotaan Britania Raya. Urban regeneration awalnya difokuskan pada rehabilitasi fungsi wilayah kota dari kerusakan akibat perang yang terjadi sebelumnya, kemudian berkembang pada pelibatan investor dalam perbaikan dan penggunaan kembali aset fisik kota yang rusak untuk penggunaan komersil, yang kemudian berkembang lebih lanjut pada strategi yang lebih komprehensif melalui pengembangan fasilitas kesehatan, perawatan anak, keamanan, pendidikan, kualitas lingkungan, seni dan budaya, dan isu – isu kualitas hidup sehari-hari. Dilihat dari sisi kelembagaan, kegiatan awalnya dilakukan oleh pemerintah, kemudian swasta bergabung, dan dalam perkembangan lanjutnya melibatkan kerjasama antar sektor dan antar pemangku kepentingan.
  • 9. 9 Peremajaan perkotaan dilakukan dalam perencanaan penataan ruang yang merubah dari perencanaan fisik penggunaan lahan menuju perencanaan yang terintegratif mengenai isu sosial, ekonomi, lingkungan dan politik. Tantangan yang ada adalah, bagaimana mengintegrasikan isu yang bermacam-macam tersebut ke dalam perencanaan kota yang komprehensif. Analisis mengenai kemunduran kota yang dilakukan di Jerman Timur jelas menunjukkan bahwa perubahan ruang dan kemunduran kota sangat kompleks dan berdampak ke sektor ekonomi, sosial dan lingkungan. Ini yang menjadi dasar mengapa Urban Regeneration harus bersifat strategis dan terintegrasi. Pada saat yang bersamaan, penelitian di Eropa juga menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi tidak mampu menghadirkan keuntungan sosial dan lingkungan sebagaimana diharapkan. Di beberapa kasus pembangunan ini justru memperlebar dan memperdalam permasalahan sosial dan lingkungan. Perubahan kehidupan perkotaan di beberapa negara Eropa telah terjadi seiring dengan penerapan konsep peremajaan perkotaan. Di Jerman dan Inggris, elemen baru regeneration (kerjasama dan kooperasi) diperkenalkan dalam sistim tata kelola pemerintahan. Bentuk tradisional pengelolaan kota dari tata kelola pemerintahan yang terpusat dan sentralistik mulai bergeser ke pendekatan multi aktor. Bentuk tata kelola yang berbeda dapat memberikan bentuk relasi yang berbeda antara aktor publik dan swasta. Di Inggris, pola kerjasama sudah dipromosikan oleh pemerintah pusat sejak lama, dan sangat terkait dengan urban regeneration. Di Jerman, pendekatan kerjasama ini tidak mempunyai sejarah sepanjang Inggris, namun dalam tahun-tahun terakhir ini mulai terimplementasi dalam kebijakan perkotaan di Jerman (dalam bentuk persetujuan kontrak kegiatan, pengenalan instrumen perencanaan informal). Terlebih, saat ini Uni Eropa juga memberlakukan kebijakan kerjasama ini, seperti misalnya dalam program pengembangan antar wilayah perdesaan. Kerja sama dalam konsep peremajaan kota terkadang tidak berjalan efektif dan memiliki risiko penciptaan kebijakan yang kurang akuntabel dan menghilangkan legitimasi demokratis lokal. Keberhasilan kerja sama ini sangat dipengaruhi oleh turbulensi politik suatu negara. Fokus pembahasan pada tinjauan kritis terhadap artikel berjudul “Insight the British Debate about Urban Decline and Urban Regeneration” karya Thilo Lang (2005) ini adalah pada beberapa point pembahasan sebagai berikut. 1. Konsep Kemunduran Kota Pembahasan mengenai proses transformasi dan kemunduran perkotaan, penyebab kemunduran perkotaan serta globalisasi dan disparitas yang semakin lebar.
  • 10. 10 2. Regenerasi Perkotaan Pembahasan mengenai konsep regenerasi kota dari aspek sosial ekonomi dalam regenerasi perkotaan. 3. Konsep Tata Kelola Kota Pembahasan mengenai pengelolaan perkotaan dengan kondisi yang berubah melalui kerjsama antar stakeholder dalam regenerasi perkotaan. B. SINTESA ARTIKEL 1. Konsep Kemunduran Kota (Urban Decline) Istilah kemunduran (decline) dalam konteks pembangunan kota digunakan untuk mendeskripsikan perubahan negatif, seperti misalnya meningkatnya angka pengangguran, eksklusi sosial, kekumuhan bangunan, dan lingkungan hidup yang menurun kualitasnya. Urban Decline (kemunduran kota) merupakan permasalahan sosial, yang terkait dengan layak dan tidak layaknya kondisi kota untuk ditinggali. Intensitasnya berbeda-beda untuk setiap kota/wilayah. Beauregard (1993) menyatakan bahwa suatu kota dikatakan mengalami kemunduran bukan karena ditinggali penduduk dalam jumlah sedikit dan sedikit ragam pekerjaan yang tersedia, permasalahannya terletak pada bagaimana komposisi perubahannya, kecepatan perubahannya, dan distribusi keseluruhan dari keuntungan dan kerugian/cost benefits. Namun jika kemunduran partisipasi angkatan kerja dan kemunduran populasi penduduk terjadi pada periode tahunan maka dapat menyebabkan kemunduran kota. Urban Decline dapat dipersepsikan sebagai berkurangnya ketersediaan lapangan kerja yang disertai dengan berkurangnya jumlah penduduk sehingga menyebabkan meningkatnya permasalahan fisik dan sosial. Secara umum terdapat tiga penyebab kemunduran suatu kota, antara lain sebagai berikut. 1. Restrukturisasi aktivitas industri internasional dalam memburu keuntungan maksimal, termasuk disini deindustrialisasi 2. Globalisasi dan konsentrasi aktivitas ekonomi sebagai kekuatan pendorong perubahan struktural aktivitas ekonomi 3. Permasalahan adaptasi terhadap munculnya permintaan baru dari aktivitas ekonomi dan keterbatasan untuk memenuhinya (misalnya ketersediaan lahan dan bangunan). Cara kota dan wilayah dalam menyikapi perubahan struktural berbeda satu sama lainnya. Jika ekonomi lokal didominasi oleh industri besar, maka perubahan struktural akan bergantung pada seberapa maju tingkat produksinya. Jika produksi masih baru pada tahap awal, inovasi memegang peranan penting dan pekerjaan tergantung pada keterampilan (skill). Industri berat dan padat karya memiliki potensi risiko yang lebih besar terhadap kemunduran ekonomi
  • 11. 11 sebagai konsekuensi deindustrialisasi. Selain itu, proses globalisasi memperbesar tekanan terhadap produk industri dengan cara memperpendek siklus usia produk dan memperketat kompetisi global. Sesuai dengan teori usia produk, terdapat rangkaian umum dari suatu produk yaitu Inisiasi – pengembangan – pertumbuhan – pendewasaan – kemunduran - usang. Tahap awal pengembangan produk (tahap inisiasi – pengembangan - pertumbuhan), terkait dengan wilayah maju. Hal ini dikarenakan inovasi pengembangan produk memerlukan pekerja kreatif dan berkualifikasi tinggi. Dan kebutuhan tersebut akan lebih mudah ditemui di wilayah aglomerasi. Sedangkan pada tahap akhir (produksi massal dan kompetisi luas), produksi cenderung berpindah ke wilayah yang kurang berkembang dalam rangka menarik keuntungan maksimal melalui ketersediaan tenaga kerja dan modal yang murah. Suatu perusahaan semakin mudah memindahkan bagian dari unit produksi baik dari inisiasi awal, penelitian dan pengembangan, hingga tahap produksi massal yang memerlukan tenaga kerja banyak ke negara dengan upah tenaga kerja yang lebih murah. Kondisi ini menyebabkan rasionalisasi di negara asal dan menyebabkan menurunnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Lebih umum lagi, pada saat ini telah terjadi pergeseran dari ekonomi berbasis industri ke ekonomi berbasis pelayanan. Transformasi ekonomi sangat berperan dan berpengaruh terhadap penurunan ekonomi dan penurunan ketersediaan lapangan pekerjaan. Disparitas antar wilayah yang semakin melebar, merupakan efek utama dari globalisasi. Kapasitas sistem wilayah atau tata kelola kawasan perkotaan untuk memperbaiki situasi dan mengurangi permasalahan sulit dikembangkan karena bergantung pada kemampuan adaptif dari struktur sosial ekonomi dari kota/wilayah. Kota kecil dan medium diluar aglomerasi sulit berkompetisi dengan kota besar yang memiliki kemampuan penelitian dan pengembangan, tingkat pendidikan, ketersediaan tenaga kerja, infrastruktur dasar, dan sistem transportasi karena kurang diminati investor. 2. Peremajaan Kota (Urban Regeneration) Kebijakan dan strategi lokal yang didesain untuk mengatasi kemunduran kota disebut peremajaan kota (urban regeneration). Urban Regeneration berimplikasi pada perspektif integratif dari permasalahan, potensi, strategi dan proyeksi di dalam ruang sosial, lingkungan, kultural dan ekonomi. Secara konseptual, Urban Regeneration dapat didefiniskan sebagai visi dan aksi komprehensif integratif yang menuntun pada resolusi masalah perkotaan dan mencari perbaikan kondisi ekonomi, fisik, sosial dan lingkungan secara berkelanjutan seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Komitmen urban regeneration adalah pada keberlanjutan
  • 12. 12 perkotaan, dan pada saat yang sama juga menunjukkan komitmen pada pengentasan permasalahan dan sekaligus pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan. Gambar 2. Konsep Peremajaan Kota (Urban Regeneration) Urban Regeneration berorientasi pada pengembangan umum / urban revitalization berbeda dengan Urban Renewal yang berorientasi pada peningkatan fisik semata. Urban regeneration mengimplikasikan bahwa, semua pendekatan harus dikonstruksikan pada jangka panjang dan lebih berorientasi strategis. Sementara Urban Renewal mendeskripsikan aksi peremajaan pada tingkatan permukiman dan blok permukiman, regeneration berfokus pada bagian dalam atau pusat kota, area yang mengalami ketidakseimbangan atau penurunan fungsi, dan sekaligus juga areal perdesaan. Upaya-upaya yang dilakukan diharapkan dapat menarik minat investor untuk berinvestasi dalam upaya peningkatan kembali sebagian fungsi ruang kota. Mengingat regeneration juga membidik kawasan perdesaan, maka terdapat dua istilah yang batasan operasionalnya mirip, hanya fokus wilayahnya yang berbeda, yaitu Urban Regeneration dan Rural Regeneration. Secara umum, prinsip-prinsip urban regeneration harus didasarkan pada hal-hal berikut. 1. Berbasis analisis mendetail mengenai kondisi kawasan perkotaan. 2. Ditujukan pada adaptasi simultan terhadap kondisi fisik kota, struktur sosial, basis ekonomi, dan kondisi lingkungan dari kawasan perkotaan. 3. Mencoba mencapai dua tujuan di atas melalui strategi komprehensif dan integratif, dengan visi yang jelas, dalam implementasi yang seimbang, terstruktur dan positif. 4. Memastikan bahwa strategi dan hasil program yang dikembangkan selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. 5. Tujuan dan sasaran harus terukur dan obyektif (kuantitatif). 6. Memaksimalkan dan mengoptimalkan penggunaan sumberdaya alam, ekonomi, manusia dan sumberdaya lainnya, termasuk disini lahan dan bangunan eksisting yang ada di lingkungan terbangun. Regenerasi Fisik Regenerasi Sosial Regenerasi Lingkungan Regenerasi Ekonomi Regenerasi Perkotaan
  • 13. 13 7. Mengutamakan konsensus/penyepakatan melalui partisipasi dan kerjasama sejauh mungkin. 8. Melakukan monitoring progres implementasi strategi dan memantau perubahan dan pengaruh dari faktor internal dan eksternal terhadap upaya peremajaan kota. Terdapat lima kelompok model urban regeneration, yaitu: (1) strategi lingkungan; (2) pembangunan ekonomi; (3) pendidikan dan pelatihan; (4) perbaikan dan peningkatan fisik; (5) aksi lingkungan. Agenda strategi urban regeneration sendiri minimal harus meliputi hal-hal berikut. 1. Mempunyai kejelasan mengenai keluaran yang diharapkan 2. Menyediakan framework untuk rencana dan proyek spesifik 3. Menciptakan dan mempertahankan konektivitas antar sistem kebijakan yang terlibat 4. Mengidentifikasi peran dan tanggung jawab actor-aktor yang terlibat 5. Menumbuhkan tujuan dan kerjasama bersama. Urban regeneration diharapkan dapat memperbaiki permasalahan penataan ruang yang fokus pada perencanaan fisik menjadi perencanaan yang mengintegrasikan isu ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk itu, regeneration harus dilihat sebagai proses yang multidimensional dan multifacet, yang ditujukan untuk memberbaiki kualitas kota dan lingkungannya, sekaligus merekonstruksi ekonomi lokal. Kebanyakan perilaku individu di dalam perusahaan atau pembangunan ekonomi, atau perencanaan kota terikat dengan hubungan interpersonal dan interaksi sosial. Ada dua alasan mengapa struktur sosial berpengaruh terhadap keluaran ekonomi, yaitu : 1. Perusahaan dan aktivitas ekonomi dibentuk dari keputusan manusia. 2. Perubahan dan transformasi ekonomi tidak hanya merupakan proses teknis, keuntungan, atau produk, tetapi juga mempunyai efek sosial. Regenerasi Sosial Ekonomi dapat dikonsepsikan sebagai upaya ekonomi dan pembangunan sosial yang berkelanjutan, untuk mempertahankan struktur ekonomi lokal, membentuk stabilitas sosial, mengurangi disparitas sosial dan ekonomi seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut.
  • 14. 14 Gambar 3. Hirarki Regenerasi SosioEkonomi pada Peremajaan Perkotaan 3. Konsepsi Tentang Tata Kelola Perkotaan (Urban Governance) Bentuk tradisional pengelolaan kota dari tata kelola pemerintahan yang terpusat dan sentralistik mulai bergeser ke pendekatan multi actor yang dikenal dengan urban governance/tata kelola perkotaan modern yang dibentuk dari konsensus yang diputuskan secara kolektif oleh seluruh aktor yang berkepentingan. Pemerintah menjadi tidak terlalu berkuasa penuh dan membuka peluang bagi stakeholder lain untuk turut berkonstribusi. Lembaga swasta dan masyarakat mulai terlibat dalam pengambilan keputusan mengenai kebijakan perkotaan, meskipun penentunya masih ditangan pemerintah. Ada empat jenis agenda yang membentuk konfigurasi dan prosedur lokal dari urban governance, yaitu: Regenerasi Sosio ekonomi Ekonomi Sosial Perusahaan/ Wirausaha Sosial Inisiatif Komunitas Ekonomi Arus Utama Industri Kecil / Menengah Wirausaha Lokal/Kreatif Regenerasi Sosial Regenerasi Ekonomi Masukan Keluaran Pembangunan Ekonomi Lokal Integrasi/ Kualifikasi Jaringan Ekonomi Lokal Kerja yang berguna secara sosial Barang dan Jasa Lokal Budaya Lokal Masyarakat Lokal Arti Keuangan Kebutuhan yang tidak tercapai Jaringan Lokal
  • 15. 15 1. Pro Growth agenda (mendukung pembangunan infrastruktur publik dan investasi swasta) 2. Social Reform agenda (redistribusi sumberdaya, misalnya perumahan MBR, pelatihan kerja, dan pelayanan masyarakat) 3. Caretaker Agenda (penyediaan pelayanan dasar kota, seperti polisi, pemadam kebakaran, fasilitas kesehatan) 4. Manajemen Pertumbuhan Tipologi governance berdasarkan tujuan pembangunan dan struktur tata kelola dibedakan menjadi empat, yaitu Manajerial, Korporalis, Pro Growth dan Kesejahteraan seperti yang ditunjukkan pada tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1. Tipologi Governance Berdasarkan Tujuan Pembangunan dan Struktur Tata Kelola Manajerial Korporasi Pro Growth Kesejahteraan Tujuan Meningkatkan efisiensi pelayanan Distribusi (layanan dan kebijakan publik) Pertumbuhan Ekonomi Redistribusi dan pembiayaan Negara Instrumen Kontrak Negosiasi Kerjasama Jaringan Aktor Kunci Manajer dari organisasi pelayanan publik Pemimpin kota, politisi Pelaku ekonomi elit, pegawai senior kota Pemerintah dan birokrat Sifat pertukaran KPS Kompetitif kebersamaan Interaktif Restriktif Hubungan Pemerintah- Masyarakat Ekslusif Inklusif Eksklusif Inklusif Kriteria evaluasi kunci Efisiensi Partisipasi Pertumbuhan Keadilan Kerjasama dalam urban regeneration dapat dilihat sebagai mobilisasi dari sebuah koalisi kepentingan yang diwujudkan dalam sebuah skema, dan diimplementasikan ke lebih dari satu sektor, dalam rangka menyiapkan strategi yang disetujui bersama, untuk melaksanakan regenerasi di sebuah area yang disepakati. Mobilisasi ini dicirikan oleh tiga karakteristik, yaitu: 1. Struktur organisasi formal untuk perumusan kebijakan dan implementasinya 2. Mobilisasi koalisi kepentingan dan komitmen dari berbagai aktor berbeda yang terlibat. 3. Agenda bersama dan multidimensional program aksi.
  • 16. 16 Kerjasama juga dapat didefinisikan sebagai koalisi kepentingan yang terorganisasi secara formal, yang terdiri dari aktor yang berasal dari sektor yang berbeda-beda, yang bergabung dalam strategi perumusan kebijakan dan implementasinya, dengan agenda dan program aksi bersama. Kelebihan dari kerjasama bagi setiap aktor antara lain: 1. Potensi untuk mengkreasikan efek sinergis bagi setiap aktor 2. Potensi untuk mendistribusikan risiko proyek bagi setiap aktor 3. Potensi untuk beberapa aktor dapat mempengaruhi pandangan dunia dan cara aksi dari partner yang lain. 4. Potensi untuk memperoleh sumber pendanaan tambahan 5. Potensi untuk mengurangi konflik terbuka terhadap keuntungan iklim kebijakan berbasis konsensus. 6. Potensi untuk mengurangi kelebihan permintaan pada pemerintah lokal. Kerjasama lokal dapat berkonstribusi dalam menghadapi pengangguran dan ekslusi social karena dapat memberikan kooordinasi kebijakan yang lebih baik, dan memfasilitasi pendekatan multidimensional, menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan sumberdaya dari berbagai aktor. Kerjasama dapat mendukung penciptaan lapangan pekerjaan, pelatihan, perusahaan lokal, pelayanan sosial dan memfasilitasi komunitas lokal dan kelompok marginal. Namun kerja sama lokal terkadang tidak bekerja efektif, terkait dengan pengembangan struktur dan proses kerjasama yang efektif. Beberapa kerjasama memunculkan pertanyaan mengenai akuntabilitas dan transparansi. Kerjasama juga membawa risiko penciptaan kebijakan yang kurang akuntabel dan menghilangkan legitimasi demokratis lokal. Kerjasama secara internal mempunyai risiko memproduksi sinergi negatif, jadi menghalangi tata kelola yang efektif dan merongrong kapasitas tata kelola itu sendiri. Kemudian, kerjasama juga dapat memutus dan menghambat produksi output yang optimal. Jadi, jika kerjasama menimbulkan konflik, maka sumberdaya yang diperlukan untuk memperbaiki konflik tersebut bisa melebihi potensi keuntungan dari kerjasama itu sendiri.
  • 17. 17 III. PEMBELAJARAN BAGI INDONESIA A. KEMUNDURAN KAWASAN PERKOTAAN INDONESIA Kawasan perkotaan di berbagai wilayah di Indonesia saat ini menunjukkan adanya gejala kemunduran kota (urban decline). Kemunduran fungsi kawasan utamanya terjadi di bagian – bagian kota yang pertama kali muncul dan berkembang. Kemunduran ini muncul sebagai ekses dari intensifnya aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan tersebut di masa lampau, yang kemudian ditinggalkan baik oleh sebab historis (peristiwa besar sejarah) maupun perkembangan urban sprawl yang semakin intensif di berbagai kota besar metropolitan di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir. 1. Kota Besar Pusat Aktivitas Ekonomi Masa Lalu di Pulau Jawa Salah satu contoh kota besar di Indonesia yang saat ini mengalami kemunduran kota adalah Bandung. Di masa lalu ketika Indonesia masih bernama Hindia Belanda, aktivitas ekonomi, hiburan, jasa dan perdagangan di Bandung dipusatkan di kawasan Braga (Gambar 4), Alun-alun, kawasan Jalan Asia Afrika, dan kawasan di sekitar Stasiun Bandung. Ketika Indonesia merdeka, situasi sosial ekonomi politik berubah drastis, sehingga aset gedung dan bangunan pusat aktivitas di kota ini ditinggalkan oleh pemerintah Belanda dan terbengkalai. Pusat aktivitas ekonomi kemudian berpindah ke kawasan Dago dan Cihampelas sampai saat ini. Gambar 4. Kawasan Braga di awal Abad ke 20 (Mirza, 2010) Berdasarkan observasi Mirza (2010), Kawasan Pusat Kota Tua Bandung yang terbengkalai ini tidak terurus dengan baik oleh pemerintah kota, sehingga semakin menurun fungsinya dalam mendukung aktivitas ekonomi perkotaan. Berbagai gedung dan bangunan tua yang tidak terurus semakin rusak dan kumuh. Selain itu, sejak tahun 1990-an, di kawasan ini mulai muncul aktivitas ekonomi informal yang menggunakan trotoar dan badan jalan sebagai lokasi transaksi ekonomi, sehingga menyebabkan kawasan menjadi semakin kumuh. Posisi
  • 18. 18 spasial kawasan yang berbada di pusat kota membuat jalan – jalan di kawasan ini ramai dilewati kendaraan penduduk kota, dan seiring dengan terus meningkatnya jumlah kendaraan pribadi, menyebabkan kemacetan parah di area kawasan, terutama di akhir pekan (Gambar 5). Gambar 5. Kemacetan dan Aktivitas Ekonomi Informal di Kawasan Kota Tua Bandung (Mirza, 2010) Fenomena serupa dapat ditemui di berbagai kota di Indonesia, walaupun satu kota dan kota lain terdapat beberapa perbedaan. Kota Semarang sebagai misal, kota ini memiliki kawasan kota tua yang disebut Kawasan Kota Lama. Kawasan ini di masa Hindia Belanda juga merupakan pusat aktivitas yang ditandai dengan adanya banyak bangunan klasik megah (yang mungkin memiliki fungsi spesifik di masa lalu) (Gambar 6). Bangunan – bangunan ini kebanyakan juga terbengkalai tidak dimanfaatkan dan kumuh. Berbeda dengan Bandung yang posisi kawasan kota tua-nya berada di pusat kota, Kawasan Kota Lama Semarang berada di pinggiran kota, sehingga bukan menjadi pusat lalu lintas penduduk kota, sehingga kemacetan tidak ditemui di kawasan ini. Meskipun demikian, kondisi kemundurannya lebih parah daripada Bandung (Gambar 7), selain karena kawasannya lebih luas, aset yang tidak dimanfaatkan dan tidak terawat di Semarang lebih banyak daripada Bandung (Pratiwo, 2004). Gambar 6. Kota Lama Semarang di awal Abad 20 (Tropenmuseum)
  • 19. 19 Gambar 7. Urban Decline di Kawasan Kota Lama Semarang Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, sekaligus kota dengan latar belakang historis yang panjang juga mengalami masalah yang sama. Kota ini memiliki sebuah kawasan kota tua yang merupakan pusat awal pengembangan kota oleh Pemerintah Hindia Belanda sejak abad ke 17. Jakarta yang dulunya bernama Batavia pada awalnya merupakan sebuah waterfront city, yang kemudian mengalami kemunduran fungsi akibat wabah penyakit dan kegagalan drainase di abad ke 18. Pusat kota kemudian dipindahkan ke Kawasan Gambir yang terus eksis sampai sekarang. Walaupun sudah ditinggalkan sebagai pusat kota, kawasan kota tua Jakarta terus bertahan walaupun fungsi dan kualitas lingkungan kotanya terus menurun sampai sekarang (Gambar 8). Berbagai bangunan tua masih eksis walaupun terbengkalai tanpa fungsi. Sebagian kawasan juga kini diisi oleh permukiman – permukiman penduduk non permanen yang padat, tidak teratur, dan tidak memiliki sistem sanitasi dan drainase yang baik (Brahmantyo et al. 2016). Gambar 8. Kota Tua Jakarta di Awal Abad 20 (kiri) dan awal Abad 21 (kanan) 2. Kota Besar Pusat Aktivitas Pertambangan Masa Lalu di Pulau Sumatera Selain di pulau jawa, urban decline juga terjadi di Pulau Sumatera, sebagai contoh adalah Kota Sawahlunto. Kondisi yang terjadi mungkin tidak separah yang dialami oleh
  • 20. 20 beberapa kota besar di Pulau Jawa seperti di Semarang, Jakarta dan Surabaya. Kota Sawahlunto di Sumatera termasuk kota kecil yang sempat mengalami kemunduran dan saat ini sedang menapak untuk di regenerasi. Gambar 9. Peta Wilayah Kota Sawahlunto Sumatera Barat Sawahlunto adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Barat, Indonesia yang terletak 95 km sebelah timur laut kota Padang. Kota ini dikelilingi oleh 3 kabupaten di Sumatera Barat, yaitu Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok dan Kabupaten Sijunjung. Kota Sawahlunto memiliki luas 275,93 km² yang terdiri dari 4 kecamatan, dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 lebih dari 59.821 jiwa (Gambar 9). Pada masa pemerintah Hindia Belanda, kota Sawalunto dikenal sebagai kota tambang batu bara. Beberapa waktu yang lalu kota ini sempat mati, setelah penambangan batu bara semakin mnurun produktifitasnya dan akhirnya dihentikan. Saat ini Sawahlunto perlahan sedang merangkak pulih, dengan strategi pembangunan kota yang baru. Kota Sawahlunto dikembangkan menjadi kota wisata tua yang multi etnik, sehingga menjadi salah satu kota tua terbaik di Indonesia. Kota yang didirikan pada tahun 1888 ini, banyak berdiri bangunan- bangunan tua peninggalan Belanda, sebagian telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat dalam rangka mendorong pariwisata dan mencanangkan Sawahlunto menjadi "Kota Wisata Tambang yang Berbudaya" (Gambar 10).
  • 21. 21 Gambar : a. Kota Sawahlunto yang terletak di tangah lembah perbukitan b. Salah satu bangunan peninggalan industri pertambangan jaman belanda c. Salah satu peninggalan Industri Batu Bara yang menjadi Objek wisata d. Stasiun kereta Batu bara Sawahlunto yang kini menjadi museum Gambar 10. Kota Sawahlunto Sumatera Barat Sejarah panjang Kota Sawahlunto dimulai, ketika para ahli Geologi Belanda menemukan cadangan batubara dalam jumlah besar pada akhir abad 19. Investasi pertambangan mulai dilakukan Pemerintah Belanda pada sejak tahun 1886, pada tahun 1887 Sawahlunto mulai telah berembang menjadi daearah permukiman pekerja tambang, pertumbuhan kota kala itu dipercepat dengan adanya investasi Kolonial Belanda untuk membangun fasilitas pengusahaan tambang batubara Ombilin. Tahun 1894 Sawahlunto telah terhubung dengan kota Padang oleh jalur kereta api, sehingga hal ini juga turut mempercepat perkembangan Sawahlunto. Penemuan dan penggalian tambang batubara telah mengantarkan kota tersebut hingga masa puncak kejayaan pada tahun 1930an. Saat itu jumlah penduduk kota yang terletak di daerah dataran tinggi (250-650 m dpl.) pada bagian tengah Bukit Barisan, Sumatera Barat itu sudah melebihi angka 40.000, termasuk sekitar 550 populasi orang Belanda (Gambar 11). Tidak mengherankan bila Sawahlunto, juga dikenal dengan sebutan kota Arang, karena Sawahlunto telah tumbuh menjadi kota tambang batubara terbesar dan sekaligus tertua di Indonesia (Martokusumo, 2016). A. B. C. D.
  • 22. 22 Gambar 11. Sebaran Permukiman dan Aktivitas Pertambangan di Sawahlunto Awal Abad ke 20 (Kuswartojo, 2001 dalam Martokusumo, 2010) Meskipun Sawahlunto tumbuh dan berkembang sebagai kota tambang satu-satunya di Sumatera Barat dan pertambangan batubara yang terbesar di Indonesia, tetapi pemerintah kolonial pada masa itu memperlakukan sama seperti kota-kota jajahan lain yaitu sebagai kota kolonial. Kota Sawahlunto lebih berfungsi sebagai pusat eksploitasi komoditi daerah sekitarnya dan sebaliknya juga dijadikan sebagai tempat pemasaran hasil industri Negeri Belanda atau negara Eropa lainnya. Sehingga wajah kota Sawahlunto lebih bersifat parasitif, bukan generatif. Menurut literatur yang diperoleh menyebutkan bahwa pada tahun 1891 telah dimulai usaha pertambangan dan produksi perdana batu bara, hingga akhirnya pada tahun 1894 jaringan transportasi antar kota berupa jalur kereta api yang menghubungkan Sawahlunto dengan kota Padang dioperasionalkan. Dengan demikian distribusi batu bara Sawahlunto- pelabuhan Emma Haven (sekarang Pelabuhan Teluk Bayur) menjadi lancar, Sawahlunto semakin berkembang menjadi sebuah kota dan secara konstitusi telah diakui keberadaannya oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada bulan juli 1905 telah ditetapkan batas-batas administrasi kota Sawahlunto sebagaimana dimuat Staatblad (Lembaran tertulis) No.396 Pemeritnah Hindia Belanda, menambah geliat perkembangan Sawahlunto dan menjadikan kota ini sebagai salah satu pusat perekonomian baru dan sangat berkembang pada masa itu (Martokusumo, 2010). Geliat industri pertambangan batubara dalam tiga dekade terkahir semakin menurun. Pesatnya pertumbuhan industri minyak bumi dan gas yang lebih mendominasi sumber energi bagi industri saat ini, ditambah berbagai tudingan negatif akan dampak pertambangan batubara yang kian melebar dimasyarakat, menjadikan pengembangan industri batubara sangat dilematis. Fenomena inilah yang dialami Pemerintah Kabuapten Sawahlunto. Kota yang
  • 23. 23 notabene sejak awal didirikan dengan tambang batubara sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat semakin menurun dan tidak dapat diandalkan. Hingga pada titik puncak kemunduran kota ini adalah berakhirnya operasional kegiatan tambang yang dikelola oleh PTBA-UPO (Perusahaan Tambang Bukit Asam-Unit Produksi Ombilin) pada penghujung tahun 2002. Dengan demikian berakhir pula gelar kota Sawahlunto sebagai kota tambang batu bara. Melewati fase tersebut memang tidak mudah bagi Pemerintah Sawahlunto, kemunduran ekonomi dan penurunan produktifitas masyarakat sangat dirasakan. Banyak warga yang semula merupakan pekerja tambang kini harus berpindah profesi dan tidak sedikit yang harus bermigrasi (Martokusumo, 2010). Dalam upaya mengatasi persoalan perekonomian daerah Pemerintah Kota Sawahlunto telah berupaya keras melakukan terobosan-terobosan untuk tetap bertahan dari romantisme sosial-budaya, kerusakan ekologi, hambatan dan konflik ekonomi. Upaya tersebut secara institusional dilakukan dengan cara pengalihan visi Kota Sawahlunto pada 24 Desember 2002 dari ekonomi dan usaha tambang menjadi usaha pariwisata (dituangkan kedalam Perda 6 tahun 2003). Dengan segala keterbatasan telah melakukan proses perubahan sedikit demi sedikit, meskipun belum seluruhnya mencapai target yang telah ditentukan dalam visi kota 2020. Sejak awal tahun 2000-an dilakukan berbagai proses penataan fisik yang cukup signifikan, paling tidak dalam kegiatan pelestarian lingkungan tua dan artefak bersejarahnya. Proses penataan lingkungan berbasis pelestarian/konservasi tersebut merupakan bagian dari upaya mendaur ulang (revitalisasi) kota Sawahlunto yang hingga saat kini memiliki sisa-sisa peninggalan kegiatan tambang. 3. Kronologis Kemunduran Kawasan Perkotaan Masa Lampau Uraian Lang (2005) tentang kemunduran kawasan perkotaan di Eropa menyebutkan adanya berbagai faktor yang menjadi penyebab kemunduran, utamanya adalah deindustrialisasi. Namun untuk kasus Indonesia, deindustrialisasi bukan merupakan penyebab utama. Indonesia merupakan negara dengan aktivitas industri yang masih tumbuh, sehingga keberadaan industri masih dianggap sebagai faktor penarik urbanisasi. Penyebab kemunduran kawasan perkotaan tua di Indonesia lebih disebabkan selain oleh alasan historis, juga oleh perkembangan sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan kawasan perkotaan. Urbanisasi di Indonesia saat ini masih berlangsung masif. Badan Pusat Statistik Indonesia memperkirakan pada tahun 2035, lebih dari 60% penduduk Pulau Jawa akan terkonsentrasi di kawasan perkotaan. Urbanisasi masif di Indonesia ini utamanya disebabkan
  • 24. 24 oleh tumbuhnya aktivitas ekonomi industri di berbagai kota di Pulau Jawa dan Sumatera (Kuncoro, 2013) yang menarik migrasi penduduk dari desa ke kota. Aktivitas industri di kawasan perkotaan di Indonesia mengambil lokasi spasial di pinggiran kawasan, bukan di pusat kota atau di bagian dari kawasan perkotaan yang pertama kali berkembang. Aktivitas industri di pinggiran ini otomatis membuat arus migrasi dan urbanisasi lebih terkonsentrasi ke arah pinggiran, sehingga menyebabkan perluasan kota (urban sprawl) ke arah luar dari kawasan perkotaan yang terbentuk pada masa sebelumnya. Kawasan pusat kota lama kemudian mulai ditinggalkan, selain karena terdapat berbagai aset dan penggunaan lahan yang tidak sesuai untuk aktivitas ekonomi industri modern, kepemilikannya pun kebanyakan tidak jelas dan masih dalam proses pendataan pemerintah. Dalam waktu yang lama, pembiaran kawasan kota lama di berbagai kota di Indonesia menyebabkan kawasan ini tidak terawat dan lepas dari pengawasan pemerintah. Kondisi lingkungannya pun semakin buruk sebagai akibat dari tidak berfungsinya drainase dan sanitasi. Selain itu, kawasan kota lama yang berada di kawasan pesisir juga saat ini banyak yang mulai terancam banjir rob seperti di Semarang dan Jakarta. Sawahlunto sebagai salah satu kota di Indonesia mempunyai latar belakang perkembangan kota yang unik dan berbeda dengan kota lainnya. Kemunculan dan perkembangan Sawahlunto bisa dikatakan mirip dengan berbagai kota pertambangan di Amerika yang muncul pada abad ke 18 dan kemudian sebagian besar menghilang di awal abad ke 20. Ketika aktivitas pertambangan sedang berjaya, kota tambang akan menarik minat penduduk untuk melakukan urbanisasi dan mencari penghidupan yang lebih baik di kota tersebut. Namun ketika cadangan tambang (minyak, gas, batubara) di sekitar kota habis dieksploitasi, kota menjadi kehilangan identitas dan arti. Kota kemudian menjadi mundur akibat ditinggalkan oleh penduduk. Apabila tidak dirumuskan strategi pembangunan baru, maka kota akan menghilang dan mati. B. IMPLEMENTASI KONSEP URBAN REGENERATION DI INDONESIA Regenerasi perkotaan menurut Lang (2005) merupakan sebuah konsep yang jauh melebihi konsep urban renewal atau upaya perawatan kembali suatu wilayah dengan mengganti sebagian atau seluruh unsur-unsur lama dengan unsur-unsur baru dengan tujuan untuk meningkatkan vitalitas dan kualitas lingkungan sehingga kawasan tersebut memberikan konstribusi yang lebih baik bagi kota secara keseluruhan. Namun konsep regenerasi kota lebih kepada urban development yang bermakna pembangunan kota secara umum dan dapat pula merupakan urban revitalitation atau upaya untuk meningkatkan nilai lahan atau kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan
  • 25. 25 sebelumnya. Meskipun demikian, Friesecke (2007) tetap menyatakan bahwa regenerasi perkotaan merupakan sebuah konsep dengan upaya untuk memperbaiki kesejahteraan fisik, ekonomi dan kehidupan sosial kota-kota masa kini. Selanjutnya Martokusumo (2008) menjelasan esensi mekanisme penataan lingkungan dalan Gambar 12 berikut. Gambar 12. Hubungan Substansial antara Peremajaan, Rehabilitasi, Revitalisasi, dan Redevelopment Dalam implementasi konsep regenerasi perkotaan, kerjasama antara sektor publik dan sektor swasta menjadi sebuah instrumen yang sangat mendasar bagi pelaksanaan kegiatan urban development dan urban revitalitation. Selain itu secara konseptual, Urban Regeneration dapat didefiniskan sebagai visi dan aksi komprehensif integratif yang menuntun pada resolusi masalah perkotaan dan mencari perbaikan kondisi ekonomi, fisik, sosial dan lingkungan secara berkelanjutan. Berdasarkan pemahaman terhadap artikel dan sumber lain yang terkait, dapat diketahui bahwa implementasi konsep urban regeneration yang berlangsung di beberapa kota di Indonesia sebagaimana yang diuraikan di atas dilakukan dalam kegiatan urban revitalisation. Pelaksanaan urban revitalisation telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa revitalisasi kawasan merupakan upaya untuk menghidupkan kembali kawasan yang mengalami penurunan kualitas fisik dan non fisik yang disebabkan antara lain oleh penurunan produktivitas ekonomi, degradasi lingkungan atau karena kerusakan warisan budaya. Tujuan dari revitalisasi kota sebagaimana disebutkan dalam Permen PU 18 tahun 2010
  • 26. 26 tersebut adalah untuk meningkatkan vitalitas kawasan terbangun melalui intervensi perkotaan yang mampu menciptakan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, terintegrasi dengan sistem kota, layak huni, berkeadilan sosial, berwawasan budaya dan lingkungan. Dengan demikian konsep revitalisasi kawasan yang telah diatur dalam regulasi di Indonesia telah sejalan dengan konsep urban regeneration sebagaimana yang disampaikan oleh Lang (2005). Selain dari substansi konsep dan tujuan, dari segi sasaran kegiatan revitalisasi kawasan juga telah sejalan dengan konsep urban regenration antara lain sebagai berikut. 1. Meningkatnya stabilitas ekonomi kawasan melalui intervensi untuk: a) Meningkatkan kegiatan yang mampu mengembangkan penciptaan lapangan kerja, peningkatan jumlah usaha dan variasi usaha serta produktivitas kawasan. b) Menstimulasi faktor-faktor yang mendorong peningkatan produktivitas kawasan. c) Mengurangi jumlah kapital bergerak keluar kawasan dan meningkatkan investasi yang masuk ke dalam kawasan. 2. Mengembangkan penciptaan iklim yang kondusif bagi kontinuitas dan kepastian usaha 3. Meningkatnya nilai properti kawasan dengan mereduksi berbagai faktor eksternal yang menghambat sebuah kawasan sehingga nilai properti kawasan sesuai dengan nilai pasar dan kondusif bagi investasi jangka panjang. 4. Terintegrasinya kantong-kantong kawasan kumuh yang terisolir dengan sistem kota dari segi spasial, prasarana, sarana serta kegiatan ekonomi, sosial dan budaya. 5. Meningkatnya kuantitas dan kualitas prasarana lingkungan seperti jalan dan jembatan, air bersih, drainase, sanitasi dan persampahan, serta sarana kawasan seperti pasar, ruang untuk industri, ruang ekonomi informal dan formal, fasilitas sosial dan budaya, dan sarana transportasi. 6. Meningkatnya kelengkapan fasilitas kenyamanan (amenity) kawasan guna mencegah proses kerusakan ekologi lingkungan. 7. Terciptanya pelestarian aset warisan budaya perkotaan dengan mencegah terjadinya "perusakan diri-sendiri" (self- destruction) dan "perusakan akibat kreasi baru" (creative- destruction), melestarikan tipe dan bentuk kawasan, serta mendorong kesinambungan dan tumbuhnya tradisi sosial dan budaya lokal. 8. Penguatan kelembagaan yang mampu mengelola, memelihara dan merawat kawasan revitalisasi. 9. Penguatan kelembagaan yang meliputi pengembangan SDM, kelembagaan dan peraturan / ketentuan perundang-undangan. 10. Membangun kesadaran dan meningkatkan kompetensi pemda agar tidak hanya fokus membangun kawasan baru.
  • 27. 27 Adapun tipe kawasan yang perlu dilakukan kegiatan revitalisasi kawasan di Indonesia sebagaimana Permen PU 18 Tahun 2010 dapat dijelaskan melalui Gambar 13 berikut. Gambar 13. Tipe Kawasan yang Perlu Revitalisasi Beberapa kota di Indonesia yang mengalami urban decline seperti uraian di atas, yaitu Kawasan Kota Tua Bandung, Kawasan Kota Lama Semarang, Kawasan Kota Tua Jakarta dan Kota Sawahlunto, termasuk dalam tipe kawasan heritage town, old town dan juga merupakan kawasan strategis berpotensi ekonomi karena mampu dikembangkan sebagai destinasi wisata sehingga mampu mendukung pengembangan ekonomi lokal. Dengan demikian, konsep regenerasi kota perlu dilakukan pada kawasan perkotaan tersebut melalui pendekatan dan kebijakan revitalisasi kawasan sebagaimana kebijakan pemerintah dalam Permen PU 18 Tahun 2010 sebagai berikut. 1. Revitalisasi kawasan dilakukan pada kawasan-kawasan strategis / potensial yang menurun produktivitas ekonominya dan terdegradasi lingkungan fisiknya dan karena terjadi penurunan kerusakan warisan budaya perkotaan (urban heritage). 2. Peningkatan kualitas penataan bangunan dan lingkungan yang mampu memberdayakan aktivitas ekonomi, sosial dan budaya kawasan, dengan strategi menciptakan kualitas
  • 28. 28 lingkungan yang kreatif dan inovatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi; meningkatkan aksesibilitas, keterkaitan serta fasilitas kawasan untuk mengintegrasikan kawasan dengan sistem kota; memenuhi standar minimal pelayanan prasarana sarana kawasan; melestarikan tipe ruang dan bentuk bangunan yang signifikan secara kultural dan sejarah; dan memperbesar deliniasi (batas) luas kawasan agar dampak revitalisasi lebih optimal. 3. Pengelolaan kawasan revitalisasi yang berkelanjutan, dilakukan dengan strategi memfasilitasi dan memberdayakan berbagai pemangku kepentingan untuk merevitalisasi ekonomi, sosial dan budaya; mendorong konsistensi pemda dalam merencanakan, memprogramkan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi, serta mempromosikan dan memasarkan revitalisasi; menciptakan skema kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat yang menguntungkan setiap pihak (public private community partnership); menciptakan regulasi/deregulasi yang memberdayakan investor dan masyarakat dalam melakukan investasi; menggali sumber-sumber pembiayaan swadaya bekerjasama dengan swasta, dana bantuan/hibah, trust fund dan anggaran pemerintah; dan mengembangkan kapasitas pemda (local government capacity) untuk mengelola kawasan revitalisasi dan pemda sebagai pengembang (local government as public developer). Konsep kerjasama dalam tata kota urban regeneration didefiniskan oleh Lang (2005), yaitu sebagai koalisi kepentingan yang terorganisasi secara formal dan terdiri dari aktor yang berasal dari sektor yang berbeda-beda, yang bergabung dalam strategi perumusan kebijakan dan implementasinya dengan agenda dan program aksi bersama. Konsep ini dalam Permen PU Nomor 18 tahun 2010 merupakan konsep public private community partnership sebagai salah strategi dalam kebijakan pengelolaan kawasan revitalisasi berkelanjutan di Indonesia. Skema kerjasama yang diatur dalam revitalisasi kawasan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu memetakan peran stakeholder yang dalam hal ini adalah pemerintah, swasta dan masyarakat sebagaimana Gambar 14 berikut.
  • 29. 29 Gambar 14. Peran Pemangku Kepentingan dalam Revitalisasi Kawasan Pelaksanaan kegiatan revitalisasi kawasan yang saat ini telah dan sedang berlangsung di beberapa kota tersebut di atas dapat disampaikan pada uraian berikut. 1. Kawasan Kota Tua Bandung Pelaksanaan revitalisasi kawasan Kota Tua Bandung yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung pada Kawasan Jalan Braga Bandung pada tahun 2004 dengan pembangunan Braga City Walk (BCW). Selanjutnya revitalisasi Jalan Braga pun kembali digencarkan di tahun 2014 hal ini dikarenakan Jalan Braga akan menjadi bagian dari acara Konferensi Asia Afrika pada tahun 2015. Oleh karena itu, selain melakukan perbaikan di Jalan Asia Afrika, Jalan Braga pun kembali dibenahi. Perbaikan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung adalah dengan memperbaiki saluran air dengan pemasangan blok cluvert, pengantian trotoar dengan menggunakan batu granit bakar, selain itu juga dilakukan pemasangan bangku, pengecetan seluruh bangunan, pemasangan bunga hias, penggantian lampu hias dan pemasangan batu hias di sepanjang jalan Braga. Pemerintah Kota Bandung juga melaksanakan suatu event yang digelar setiap 2 minggu sekali yaitu Braga Culinary Night (BCN). Pengelolaan kawasan Kota Tua Bandung sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Bandung. Dengan demikian belum banyak keterlibatan sektor swasta dan partisipasi masyarakat ataupun komunitas masyarakat dalam pelaksanaan konsep tata kelola urban regeneration di kawasan Kota Tua Bandung. Fungsi, Tugas dan Wewenang Pemerintah Masyarakat / Swasta a. Rencana dan pedoman revitalisasi kawasan b. Konservasi kota / kawasan bila diperlukan c. Perbaikan / peningkatan infrastruktur d. Manajemen revitalisasi kota / kawasan (promosi, insentif, leveraging the private sector/partnership, land security, percontohan, relokasi kantor-kantor pemerintah) e. Pengembangan perumahan pemerintah f. Menetapkan kawasan revitalisasi sebagai kawasan strategis g. Regulasi rencana pembangunan kawasan h. Pemantauan dan evaluasi a. Manajemen revitalisasi kota / kawasan (promosi, adaptive / reuse perbaikan dan perawatan) b. Lingkungan, bangunan dan perumahan (menciptakan lapangan kerja / usaha, pembangunan perumahan dan sarana, peningkatan kualitas lingkungan)
  • 30. 30 2. Kawasan Kota Lama Semarang Pemerintah Kota Semarang telah melakukan berbagai upaya untuk pelestarian dalam rangka revitalisasi kawasan Kota Lama Semarang mulai dari pengumpulan berkas hingga dalam renovasi dan perombakan bangunan-bangunan yang ada. Upaya konservasi dilakukan dengan mempertahankan seluruh bangunan yang ada, pemanfaatan bangunan sesuai dengan fungsinya pada jaman dahulu dan penambahan fungsi baru pada beberapa bangunan. Sebagai suatu upaya pelestarian kawasan, maka harus tau siapa yang bertanggung jawab untuk mengelola dan melestarikan kawasan Kota Lama Semarang. Melalui Peraturan Walikota No.12 Tahun 2007 dikukuhkanlah bahwa kelembagaan yang bertanggung jawab tersebut adalah Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L). BPK2L adalah lembaga non struktural yang tidak termasuk dalam Perangkat Daerah Kota Semarang, dan mempunyai tugas mengelola, memgembangkan dan mengoptimalisasikan potensi kawasan Kota Lama yang meliputi perencanaan, pengawasan dan pengendalian kawasan. Ada pun BPK2L mempunyai kewenangan melaksanakan sebagian konservasi dan revitalisasi Kawasan Kota Lama serta berada dan bertanggungjawab kepada Walikota. Secara fungsional BPK2L melakukan tugas sebagai berikut. a) Perencanaan pengelolaan, pengembangan dan optimalisasi potensi kawasan Kota Lama. b) Pengorganisasian pengelolaan, pengembangan dan optimalisasi potensi kawasan Kota Lama. c) Pelaksanaan pengelolaan, pengembangan dan optimalisasi potensi kawasan Kota Lama. d) Pengawasan dan pengendalian pengelolaan, pengembangan dan optimalisasi potensi kawasan Kota Lama. e) Pelaksanaan pelayanan administrasi kepada masyarakat. f) Pelaksanaan kesekretariatan Badan Pengelola. Kerangka program pada periode pertama (lembaga tersebut bertugas secara periodik empat tahun sekali) difokuskan kepada pemahaman tentang pengelolaan sebuah kawasan bersejarah dengan segala seluk beluknya. Pengurus yang berasal dari berbagai latar belakang membutuhkan penyesuaian dalam memahami tugas; mengingat ciri dari tugas yang amat spesifik maka dalam perjalanan kepengurusan ini banyak mengalami berbagai hambatan terutama pemahaman tentang manajemen sumberdaya budaya. Hal ini dialami baik oleh lembaga tersebut maupun pemerintah, sehingga sampai saat ini belum secara keseluruhan kawasan Kota Lama ditangani dengan baik.
  • 31. 31 3. Kawasan Kota Tua Jakarta Revitalisasi kawasan Kota Tua sudah dilakukan sejak tahun 2006, dilakukan dengan membagi kawasan menjadi lima zona yaitu. a) Zonasi 1: Sundakelapa, yang batasnya ke arah utara dari bentangan rel kereta api. Karakter zona ini adalah bahari yang didominasi dengan perkampungan etnik dan pergudangan, langgam merespon iklim laut. Visi pengembangannya adalah menyemarakkan aktivitas kebaharian. b) Zonasi 2: Fatahillah, yang batasnya adalah sekitar Taman Fatahillah, Kalibesar dan Taman Beos. Karakter asal zona ini adalah kota lama dengan populasi bangunan tua terbanyak. Visi pengembangannya adalah memori masa lalu, yang memberi fungsi baru sebagai museum, industri kreatif dan fungsi campuran. Pada zonasi ini dikenakan retriksi yang ketat demi pelestarian kawasan. c) Zonasi 3: Pecinan, yang batasnya adalah sekitar Glodok Pancoran. Karakter zona budaya etnik Cina baik kehidupannya maupun lingkungan arsitekturnya, sedangkan visi pengembangannya adalah pelestarian bangunannya dan tetap mempertahankan kehidupan. d) Zonasi 4: Pakojan, yang batasnya adalah sekitar Pakojan, Jembatan Lima dan Bandengan. Karakter zonanya adalah budaya religius karena pada zona ini terdapat beberapa masjid tua. Visi pengembangannya adalah kampung multi etnis. e) Zonasi 5: Kawasan Peremajaan, yang batasnya adalah dari Pancoran ke arah Jalan Gajah Mada (Gedung Arsip). Visi pengembangan zonasi ini adalah sebagai pusat bisnis Kota tua. Pembagian kedalam lima zona tersebut sesuai dengan visi kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta yaitu terciptanya sebuah kawasan bersejarah Kota Tua Jakarta sebagai daerah tujuan wisata yang mengangkat nilai pelestarian dan memiliki manfaat ekonomi yang tinggi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencanangkan bagaimana cara mempertemukan kepentingan pelestarian dan kepentingan dalam pengembangan Kawasan Kota Tua Jakarta. Sebagai sebuah peninggalan sejarah sudah selayaknya bangunan-bangunan yang terletak di Kawasan Kota Tua Jakarta dipelihara dan dikelola dengan baik serta berkesinambungan sehingga dapat memberi nilai lebih baik bagi pemerintah daerah setempat maupun bagi masyarakat pada umumnya. Pendapatan yang diperoleh dari hasil pengelolaan kawasan tersebut tentunya akan memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah. Selain itu tentunya akan membuka banyak lapangan kerja bagi masyarakat. Kawasan Cagar Budaya Kota Tua Jakarta
  • 32. 32 direncanakan sebagai sebuah Living Heritage dan sebagai Kawasan Revitalisasi. Kawasan revitalisasi adalah kawasan yang diproyeksikan menjadi salah satu tempat kegiatan utama skala kota bagi warga DKI Jakarta untuk berekreasi, berbudaya, bertempat tinggal dan bekerja dengan tetap menjaga kelestarian kawasan sebagai kawasan cagar budaya. Adapun pengelolaan kawasan Kota Tua Jakarta dilaksanakan oleh Unit Pengelola Kawasan Kota Tua Jakarta. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 321 Tahun 2016 sebagai unit pengelola yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Bentuk partisipasi masyarakat dalam kegiatan revitalisasi kawasan tersebut adalah bantuan pencipataan kondusifitas dalam proses revitalisasi. Komunitas masyarakat yang terlibat aktif dalam proses terebut yaitu Jakarta Oldtown Kotaku (JOK) dan Paguyuban Kota Tua. Keduanya adalah kelompok yang sebagian besar anggotanya adalah pemilik bangunan tua ataupun masyarakat yang berdomisili di Kota Tua Jakarta. 4. Kawasan Kota Sawahlunto Pada tahapan intervensi fisik, kegiatan revitalisasi kawasan yang diselenggarakan oleh Departemen Pekerjaan Umum dengan dana APBN telah mendorong Pemerintah Kota Bukittinggi untuk melanjutkan kegiatan tersebut melalui kegiatan revitalisasi beberapa sarana prasarana publik antara lain. a) Kawasan benteng Fort de Kock dan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan pada tahun 2002- 2004, menghabiskan dana Rp. 10 Milyar. b) Revitalisasi Taman Panorama dan Lubang Jepang pada tahun 2004, menganggarkan dana Rp. 9 Milyar namun baru terealisasi Rp. 4,49 Milyar. c) Relokasi Kantor Walikota ke Kawasan Bukit Gulai Bancah pada tahun 2002 mengahabiskan dana Rp. 35,75 Milyar. d) Pembangunan Monumen Bung Hatta di Kawasan Istana Bung Hatta pada tahun 2003 menghabiskan dana APBN Rp. 5 Milyar. e) Pembangunan Perpustakaan Proklamator Bung Hatta pada tahun 2003, menganggarakan dana Rp 30 Milyar namun baru terealisasi Rp. 5,2 Milyar. f) Revitalisasi Lapangan Sudirman (di Jl. Jendral Sudirman, Belakang Balok) menghabiskan dana Rp 675 Juta. g) Revitalisasi Pasar banto pada tahun 2004 dengan rencana biaya sebesar Rp. 131 Milyar.
  • 33. 33 h) Revitalisasi kawasan terminal Aur Kuning ke Kawasan Tambuo dengan rencana biaya Rp. 300 Milyar. i) Rencana Pembangunan Gedung Kesenian dengan rencana biaya Rp. 14 Milyar. j) Bantuan Teknis Perencanaan Penataan dan Revitalisasi Kawasan Pasar Atas Bukittinggi yang berlangsung pada tahun 2005 dan kegiatan pembangunan fisiknya pada tahun 2006. Tahap pengelolaan pada revitalisasi Kawasan Kota Sawahlunto menggunakan strategi Cultural Quarter. Merupakan suatu strategi bagi kota untuk melakukan suatu intervensi yang proaktif, yang melibatkan proses regenerasi kawasan perkotaan. Tidak semua bagian atau area perkotaan dapat diubah menjadi cultural quarter. Hanya daerah yang memiliki karakter dan image yang unik terutama di sektor kultural, yang berpotensi menjadi cultural quarter. Untuk mengembangkan suatu area menjadi cultural quarter, kota membutuhkan flagship project yang melibatkan regenerasi kawasan tidak bernilai menjadi area yang lebih dinamis dan bernilai ekonomis. Cultural quarter juga melibatkan orang-orang yang bekerja di bidang seni dengan menyediakan tempat bekerja (working space) di dalam kawasan tersebut. Strategi pengembangan cultural quarter ini diharapkan mampu menarik investor luar bagi pengembangan area tersebut pada khususnya dan bagi kota pada umumnya. Adapun pengelolaan kawasan Kota Sawahlunto pasca revitalisasi masih menjadi tanggungjawab Pemerintah Kota Bukittingi. Dengan demikian belum ada keterlibatan sektor swasta dan partisipasi aktif masyarakat dalam penerapan konsep tata kelola urban regeneration pada kegiatan revitalisasi kawasan Kota Sawahlunto.
  • 34. 34 IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pemahaman terhadap materi artikel dan tinjauan pembelajaran konsep yang terdapat dalam artikel berjudul “Insight the British Debate about Urban Decline and Urban Regeneration” karya Thilo Lang (2005) terhadap kondisi kota-kota yang ada di Indonesia, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut. a. Kemunduran kota (urban decline) merupakan sebuah proses transformasi struktural perkotaan dalam konteks perubahan negatif sehingga sebuah kota mengalami kondisi kemunduran dalam segala aspek yang disebabkan oleh hal-hal berikut. 1) Restrukturisasi aktivitas industri internasional dalam memburu keuntungan maksimal, termasuk disini deindustrialisasi 2) Globalisasi dan konsentrasi aktivitas ekonomi sebagai kekuatan pendorong perubahan struktural aktivitas ekonomi 3) Permasalahan adaptasi terhadap munculnya permintaan baru dari aktivitas ekonomi dan keterbatasan untuk memenuhinya (misalnya ketersediaan lahan dan bangunan). b. Regenerasi Kota (urban regeneration) merupakan visi dan aksi komprehensif integratif yang menuntun pada resolusi masalah perkotaan dan mencari perbaikan kondisi ekonomi, fisik, sosial dan lingkungan secara berkelanjutan, sehingga semua pendekatan harus dikonstruksikan pada jangka panjang dan lebih berorientasi strategis. Sedangkan revitalisasi kota / kawasan merupakan bagian dari konsep regenerasi kota sebagai upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital hidup akan tetapi mengalami kemunduran dan degradasi. c. Kerjasama dalam urban regeneration dapat dilihat sebagai mobilisasi dari sebuah koalisi kepentingan yang diwujudkan dalam sebuah skema, dan diimplementasikan ke lebih dari satu sektor, dalam rangka menyiapkan strategi yang disetujui bersama, untuk melaksanakan regenerasi di sebuah area yang disepakati. Dalam pelaksanaan tata kelola urban regeneration, perlu peran aktif seluruh pemangku kepentingan sehingga tercapai tujuan regenerasi kota secara berkelanjutan. d. Berdasarkan observasi di beberapa kawasan perkotaan tua di Jawa dan Sumatera, aktivitas Urban Regeneration di Indonesia masih cenderung berkutat pada revitalisasi fisik, dan belum mempertimbangkan secara komprehensif revitalisasi sosial, ekonomi dan lingkungan, sebagaimana telah dilaksanakan di Eropa.
  • 35. 35 DAFTAR PUSTAKA Brahmantyo, H., Baiquni, M., Fandeli, C., & Widodo, T. (2016). Impact of Tourism Destination Based on The Stakeholder’s Perception: A Cases Study in Jakarta Old Town, Indonesia. IOSR Journal of Business and Management, 18 (10), 10-18. Friesecke, F. (2007). The Role of Partnerships in Urban Regeneration – Similarities and Differences between Germany and United Kingdom. FIG Working Week 2007 (Hong Kong SAR, China, 13-17 May 2007), 1–18. Kuncoro, M. (2013). Economic Geography of Indonesia: Can MP3EI Reduce Inter-Regional Inequality?. South East Asia Journal of Contemporary Business, Economics and Law, 2 (2), 17-33. Lang, T. (2005). Insight in the British Debate about Urban Decline and Urban Regeneration. Erkner, Leibniz-Institute for Regional Development and Structural Planning, 25, 1-25. Martokusumo, W. (2008). Revitalisasi, Sebuah Pendekatan Dalam Peremajaan Kawasan. Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota. Martokusumo, W. (2010). The Ex-Coal Mining City of Sawahlunto Revisited: Notion of Revitalization, Conservation and Urban Development. Nakhara Journal of Environmental Design and Planning, 6, 107-118. Martokusumo, W. (2016). The Rise and fall of Former Mining Town Sawahlunto: Reflections on Authenticity and Architectural Conservation. Proceedings of the Society of Architectural Historians, Australia and New Zealand, 33, 418-428. Mirza, S. (2010). Strategic Urban Planning and Design Tools for Inner City Regeneration. Towards a Strategic Approach of Sustainable Urban Form Future. The Case of Bandung City, Indonesia. Makalah dipresentasikan di ISOCARP Congress 2010. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18/PRT/M/2010 Tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan. Pratiwo. (2004). The City Planning of Semarang 1900-1970. Makalah dipresentasikan di The 1st International Urban Conference, Surabaya.