2. Assalamu’alaikum wr.wb
Salam Maiyah…
Alhamdulillahirobbil’alamin, dari semakin banyaknya anggota KKC maka
tercetuslah keinginan utk mengumpulkan catatan di FB KKC ini dalam
bentuk yang praktis, akhirnya e-book “CATATAN KOMUNITAS
KENDURI CINTA I” ini berhasil disusun & bisa dinikmati oleh Anda.
Terimakasih kepada segenap Kawan2 anggota & pengelola Fan Page
Facebook Komunitas Kenduri Cinta & seluruh jaringan maiyah nusantara
atas materi tulisannya, khususnya atas ilmu2 dari guru kita semua Cak
Nun, Cak Pudji, dan semuanya yang telah menulis di catatan komunitas
kenduri cinta..
Semoga e-book sederhana ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin..
Wassalamu’alaikum wr. Wb
Cilacap, 5 Februari 2011
Mukhammad Zainuri (“Jay”)
Email: mukhammad.zainuri@gmail.com
FB: blues_jay2004@yahoo.com
Ini adalah Ebook gratis, silahkan dibagikan utk orang2 sekitar yg anda
sayangi ....
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 2
3. SEKILAS TENTANG KOMUNITAS KENDURI CINTA
Komunitas Kenduri Cinta merupakan wadah silaturahmi yang tidak
hanya berisikan kesenian namun juga mengedepankan pencerahan
pada segi pendidikan politik, kebudayaan dan kemanusiaan yang
multikultur. Gerakan Cinta dalam forum Maiyah Kenduri Cinta
menjembatani kebaikan antar manusia, kemesraan dan cinta kasih
agar nila-nilai cinta yang hakiki tidak diabaikan apalagi
ditinggalkan.
Kenduri Cinta memberikan suasana iklim yang sehat. Panggung
dalam forum KenduriCinta bukan suatu pementasan tetapi suatu
gerak bersama sehingga pada akhirnya tdak ada penonton dan
yang ditonton, bukan wadah 'show of force' perorangan atau
golongan, melainkan sebuah forum yang mengedepankan interaksi
dan komunikasi yang jernih, pikiran obyektif dan hati nurani yang
diliputi kasih.
Komunitas KenduriCinta terbentuk sejak pertengahan tahun 2000.
Komunitas KenduriCinta adalah bagian dari komunitas Maiyah
Nusantara yang telah lama dirintis oleh komunitas maiyah secara
rutin bersama pada kota-kota besar di Indonesia, antara lain:
Jombang (Padhang Mbulan), Surabaya (BangBang Wetan),
Semarang (Gambang Syafaat), Jogjakarta (Mocopat Syafaat),
Malang (Obor Ilahi) dan Makassar (Paparandang Ate).
Gambaran:
"lnna ma'ya Robbi", tutur Musa, Nabi alaihissalaam, untuk
meyakinkan ummatnya bahwa Allah ada bersamanya. Muhammad
Rasulullah saw, juga menggunakan kata sama -di gua Tsur- tatkala
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 3
4. dikejar-kejar oleh pasukan musuh untuk menghibur dan
memelihara iman Abu Bakar, sahabat beliau, Sayyid kita
Rodhlialloohu'anhu: "La takhof wa la tahzan, innalloha ma'anaa".
Jangan takut jangan sedih, Allah ada menyertai kita.
Bahasa kenegaraan Maiyah itu: Nasionalisme. Bahasa mondialnya:
Universalisme. Bahasa peradabannya: Pluralisme. Bahasa
kebudayaannya: Heterogenisme, atau kemajemukan yang
direlakan, dipahami dan dikelola. Metode atau manejemen
pengelolaan itu namanya: Demokrasi.
Di dalam teori Maiyah Nasionalisme, selalu ditemukan adanya
banyak pihak, ada banyak wajah, ada banyak warna, ada banyak
kecenderungan dan pilihan. Masing-masing pilihan itu menggunakan
wamanya sendiri-sendiri, wajahnya sendiri-sendiri dan
kecenderungan sendiri-sendiri.
Setiap mereka menghidupi dan menampilkan dirinya masing-
masing. Sehingga pada semuanya tampak sebagai bhinneka.
Berbagai perbedaan itu tidak membuat mereka berperang satu
sama lain, karena diikat dan prinsip ke-ika-an, yakni komitmen
kolektif untuk saling menyelamatkan dan mensejahterakan.
Demikianlah berita gembira berdirinya Republik lndonesia dulu.
Sikap Maiyah di antara berbagai pilihan itu adalah kesepakatan
untuk saling menyetorkan kebaikan dan kemashlahatan untuk
semua.
Yang Budha, berpakaianlah Buddha. Yang Katholik, Katholiklah.
Yang lslam, lslamlah. Omswastiatu tak usah diganti Padamu Negeri.
Haleluya tak usah diganti Tanah Tumpah Darahku. Shalaatullaah
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 4
5. salaamullaah tak usah diganti lbu Kita Kartini. Heterogenitas itu
cukup dijaga oleh satu prinsip: saling memperuntukkan dirinya bagi
kebersamaan. ltulah Maiyah.
Website: http://www.kenduricinta.com
Facebook: http://www.facebook.com/#!/pages/Komunitas-
Kenduri-Cinta/34798057138?v=info
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 5
6. Panggillah “Mbah Nun...!”
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 22 Februari 2010 jam 9:54
Catatan: Münzir Màdjid
TIBA-TIBA, plak-plak, pukulan mendarat ke mulut seorang anak muda. “Tidak
sopan, jangan panggil Cak Nun, panggillah dengan hormat, Mbah Nun...!”
SATU:
Pernah dengar nama KH Muslim Rifa’i Imam Puro? Nama lengkap ini tidaklah
begitu populer. Namun jika disebut “Mbah Lim” banyak kalangan yang
mengenalnya, paling tidak sering mendengar.
Apalagi bagi kalangan nahdliyyin, mereka sangat mengenal sosok Mbah Lim.
Bahkan kiai-kiai NU sangat takzim terhadap beliau, termasuk Gus Dur (Allah
yarham). Karena Mbah Lim sangat rajin menghadiri helatan-helatan yang yang
diselenggarakan NU, terutama Muktamar. Kecenderungan pilihan Mbah Lim
terhadap sosok yang kelak memimpin NU biasanya itulah suara Nahdliyyin.
Jika pertama kali berjumpa pasti tak akan mempercayai bahwa orang ini sangat
disegani dari berbagai kalangan. Sangat nyentrik. Berpakaian dengan padu padan
sangat tidak pas. Bertutup kepala topi (bukan peci) dipadu dengan sorban. Yang
tak pernah ketinggalan, mencangklong tas kain lusuh. Nama pesantrennya aneh,
tidak biasa: Pondok Pesantren Al Muttaqin Pancasila Sakti, Desa Karang Anom,
Klaten. Dengan penampilan yang “mboys” ini, tidak aneh, jika banyak yang
beranggapan bahwa Mbah Lim adalah seorang wali.
Cara berbicaranya tidak jelas, cedal (cadel). Sukar dipamahami. Maka sering
didampingi oleh santri atau keluarganya sebagai juru bicara.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 6
7. Suatu hari, pesantrennya mengadakan acara dengan mengundang Emha Ainun
Nadjib untuk memberikan ceramah. Tibalah saatnya, Emha harus naik ke atas
podium. Seorang santri yang bertindak sebagai MC memanggil Emha.
"Kami persilakan Cak Nun dari..."
Belum juga MC selesai berbicara, Mbah Lim berlari-lari sambil teriak-teriak ke
arah MC. Tiba-tiba, plak-plak, tangan Mbah Lim mendarat di mulut MC, sambil
tetap berteriak-teriak, "Bukan Cak Nun, Mbah Nun. Ingat itu Mbah Nun!"
“Iya Mbah.”
Jawab santri agak gemetar. Bukan sakitnya ditampar kiainya. Tapi kaget dan sama
sekali tak terduga. Tamparannya tidak keras, karena sesungguhnya Mbah Lim
sangat menyayangi semua santrinya.
Jamaah geger. Tapi tidak lama. Berganti dengan gelak tawa karena Emha sangat
pandai merubah suasana.
Mbah Lim sendiri tetap mendampingi MC sampai usai acara, berjaga-jaga agar
kesalahan ucap tak terulang lagi.
DUA:
Pernah menyaksikan bapak dan anak saling ejek, sindir menyindir? Itulah jika
Emha Ainun Nadjib satu panggung dengan Sabrang Mowo Damar Panuluh,
anaknya.
“Pergaulan yang aneh,” begitu komentar Dik Doank suatu saat.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 7
8. Jangan anggap mereka ada konflik. Emha sangat mencintai Sabrang, sebaliknya
Sabrang juga sangat menghormatinya. Mereka saling share tentang berbagai hal.
Banyak pengetahuan-pengetahuan baru, atau penemuan-penemuan ilmiah (baru)
yang disampaikan Sabrang kepada Emha. Sebaliknya Emha-pun sering memberi
arahan-arahan --jelas bapaknya lebih berpengalaman, ditularkan kepada Sabrang.
Jaman SMA, setahu saya, Sabrang tidak mengenal rokok. Emha sendiri, siapapun
tahu, adalah penikmat rokok.
“Jika sakit jangan merokok!” kata Emha.
“Rokok hanya untuk orang sehat,” lanjutnya. Lho?
Logika ini mungkin saja ditentang oleh aktivis anti rokok. Jika ingin sehat jauhilah
rokok, slogannya.
Tamat SMA, saya juga tidak melihat Sabrang menyentuh rokok. Kalau pegang
rokok sangat wagu, hanya diamin-mainkan, diisap tanpa api. Baguslah itu,
batinku.
Usai kuliah dari Kanada, berkumpul lagi dengan kawan-kawan SMA-nya,
belakangan membentuk Grup Band Letto. Saat itulah, mungkin saja, sering
belajaran merokok.
“Liiiil....!”
“Iya Mas,” jawab Kholil.
Kholil, pemuda tanggung yang bertahun-tahun ikut di rumah Emha-Novia. Racikan
kopinya enak. Kental tak terlalu manis.
Bersijingkat Kholil masuk ke dalam rumah mengambil sesuatu dan diserahkan
kepada Sabrang. Entah “persengkokolan” apa antara Sabrang dan Kholil. Jika
dipanggil oleh Sabrang mafhumlah apa tugas Kholil.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 8
9. Sampai suatu hari, entah bagaimana ceritanya, Emha mengetahui sesuatu yang
tidak beres.
“Lil,” panggil Emha.
“Nggih Pak...”
“Apa itu?”
“Rokok, Mas Sabrang....”
Bungkusan rokok berwarna kuning ada di gegamannya.
“Oh, mulai kapan?”
“Lami Pak, wonten setahunan.”
(Sudah lama Pak, sekitar setahun).
Emha, biasanya punya simpanan rokok agak banyak. Beli sendiri atau pemberian
dari beberapa kalangan yang berbaik hati. Sesungguhnya, telah lama, tanpa
sepengetahuannya Sabrang meminta tolong Kholil mengambilkan rokok milik
bapaknya secara diam-diam. Kali ini ‘tertangkap basah.’
Maka dalam suatu acara di Kenduri Cinta, beberapa tahun lalu, Emha menagih
Sabrang.
“Coba kalikan hutangmu itu, satu bungkus dikalikan setahun!”
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 9
10. Jamaah-pun tertawa.
“Dicicil saja, tiap pentas Letto, potong 10%....”
Sabrang yang sudah dikenal sebagai vokalis Letto, hanya menanggapi dengan
senyum-senyum.
TIGA:
Surabaya. Emha dan Kiai Kanjeng siap-siap acara. Hari yang sama, Sabrang dan
Letto juga pentas di kota yang sama, Kota Bonek.
Meskipun bapak dan anak masih satu rumah, jarang sekali ketemu. Emha dan Kiai
Kanjeng keliling memenuhi banyak undangan, Sabrang dan Letto-pun padat acara.
Bapak dan anak saling kangen dan janjian bertemu di warung sate, makanan
favorit mereka. Emha yang sudah dulu tiba langsung memesan beberapa porsi
sate. Tak lama kemudian Sabrang datang.
“Ayo Brang, dimakan...!”
“Ntar Pa,” jawab Sabrang sembari buka-buka HP.
Berceritalah mereka dengan asyiknya. Lalu Emha tersadar, hidangannya belum
juga dijamah.
“Lho, kok tidak dimakan, tadi sudah makan ya.”
Sabrang menjawab dengan enteng, “Belum Pa, aku puasa.”
“Asu kowe Brang, lha ngapain saya janjian di sini kalau puasa!”
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 10
11. EMPAT:
Saya ingin mengatakan bahwa Sabrang sudah terlatih rialat. Sebuah ‘lelaku’ yang
pada umumnya anak semuda dia belum merasa perlu menjalani. Pasti banyak
yang mengira bahwa bapaknyalah yang mengajari. Atau minimal memberi contoh
dalam keseharian. Saya berani bilang, bahwa secara langsung kayaknya tidak.
Emha tidak pernah mengajarkan sebagaimana orang tua lain mendidik anaknya.
“Le, kowe puasa ya, rajin shalat!”
Tampaknya tidak pernah seperti itu.
Sampai kemudian saya mendengar bahwa Sabrang punya “guru spiritual.” Keren
ya istilahnya. Maksud saya, guru ngaji. Seorang ustadz atau kiai. Sosoknya jarang
yang kenal, seorang kiai sederhana dan kini bertempat tinggal di Lampung.
Dulu, saat Sabrang masih SMP, memang saya pernah diutus bapaknya mengantar
seorang guru ngaji dari Jogja ke Lampung. Seorang guru ngaji privat selama tiga
bulan untuk mengajari “alif ba ta” dan pelajaran dasar-dasar agama.
Tapi bukan guru ngaji itu.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 11
12. Namanya KH Mustofa, saya pernah sekali bertemu di kantor, Jakarta. Sabrang
memanggilnya Pakde Mus. Kepada Pakde Mus inilah Sabrang banyak meminta
nasehat.
Saya sendiri kurang tahu sejak kapan Sabrang mengenal dan menjadikan Pakde
Mus sebagai tempat bertanya.
Belakangan juga saya mengetahui bahwa Pakde Mus adalah santrinya Mbah Lim.
Bisa jadi Pakde Mus, kala pertama, tidak menyadari bahwa Sabrang adalah
anaknya Emha, yang oleh Mbah Lim sendiri ditahbiskan sebagai “Mbah Nun.”
Ini agak muter-muter. Pakde Mus sangat takzim terhadap Emha, sebagaimana
santrinya Mbah Lim lain, memanggilnya juga: Mbah Nun.
Hujanpun semakin kerap. Tamu-tamu berlarian. Semua orang menduga bahwa
acara akan berantakan. Emha yang punya gawe berlari naik ke atas panggung.
“Allahu Akbar, Alaahu Akbar.”
“Allahu Akbar, Allahu Akbar,” azan digemakan sampai usai.
Resepsi pernikahan Sabrang dengan Uchi (26 Maret 2009) tetap berjalan dengan
lancar di Monjali, Jogja. Hujan mulai reda. Langitpun kembali dipenuhi bintang
gemintang. Di pojokan, entah di mana, Pakde Mus ngumpet sampai acara usai.
Berdoa dengan khusuk untuk “anak” kesayangannya, Sabrang.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 12
13. LIMA:
Selamat kepada Sabrang dan Uchi untuk kelahiran putri pertamanya, 8 Februari
2010: Rih Anawai Lu'lu' Bodronoyo. []
Jkt-Pwt, Des 2009, Jan, Feb 2010
Tulisan ini untuk bapakku. Semoga cepat sembuh. Anakmu, sungguh
menyayangimu.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 13
14. ABDURAHMAN WAHID-WAHID
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 18 Juni 2010 jam 11:01
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib
Lambat atau cepat hegemoni kekuatan persepakbolaan dunia akan bergeser ke
Afrika, meskipun kemudian akan bergilir ke wilayah lainnya. Sejak piala dunia
beberapa kali yang lalu Aljazair, Camerun, Nigeria, Marokko, sudah ngamping-
amping - tetapi memang masih ada semacam nuansa rasisme dalam mekanisme
politik persepakbolaan, yang tercermin pada psikologi wasit atau pengurus
organisasi persepakbolaan.
Sayang Mesir tak masuk, gara-gara Gus Dur di-impeach oleh MPR. Orang Mesir
cinta Indonesia, Sukarno dan merasa memiliki Gus Dur karena sejarah kakek
beliau serta karena pernah kuliah di Cairo. Gus Dur jatuh mengecewakan orang
Mesir, sehingga sampai hari ini belum tentu Megawati diterima di sana. Sampai-
sampai kesebelasan Mesir kacau hatinya dan tidak bisa menang lawan Aljazair.
Skor 1-1, padahal kalau 1-0, Mesir masuk Piala Dunia. Kalau Gus Dur waktu itu
tetap jadi presiden, skor pasti 1-0. 1 itu Wahid. Kalau 1-0 berarti Wahidnya satu.
Kalau skor 1-1 maka nama Gus Dur menjadi Abdurahman Wahid Wahid...Maka
Mesir gagal ke Piala Dunia.
Tapi toh sekarang Senegal memberi lampu kuning, meskipun tidak akan semulus
yang kita impikan. Bagi kita yang berpikiran standar, tentu kaget kok Perancis bisa
kalah oleh Senegal. Meskipun tak ada Zidane tapi ya jan gan lantas begitu loyo,
tidak kreatif, tidak punya daya menaklukkan, permainan individu kalah, tidak
punya aransemen dengan akselerasi gerak dan irama bermain.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 14
15. Tapi bagi yang sudah punya instink dan tahu bahwa Senegal akan unggul, hasil
pertandingan awal Piala Dunia tadi malam tidak mengejutkan. Namun demikian
saya sarankan sebaiknya kita memilih kaget saja menyaksikan setiap kejadian
selama Piala Dunia, sebab tujuan kita memang untuk terkaget-kaget, sehingga
asyik dan selalu ada dinamika, ada tegangan.
Kalau pada pertandingan perdana Perancis kalah tapi nantinya malah jadi juara,
sebaiknya kita kaget. Kalau ternyata Perancis tak bisa sampai ke final, marilah
tetap kaget. Kalau Senegal menang terus setelah yang awal ini, juga marilah
kaget. Kalau kalah dan tidak bisa masuk ke babak berikutnya, marilah terus kaget.
Kalau tidak kaget, apa gunanya nonton sepakbola.
Hari ini saya bertugas di tiga acara, dan pertandingan perdana Perancis-Senegal
berlangsung pada acara terakhir saya tadi malam. Saya nonton tidak intensif dan
tidak seluruhnya. Sambil kedinginan dalam acara - karena tempatnya dekat Kutub
Selatan - saya bertanya-tanya siapa yang menang, dan tiba-tiba ada SMS masuk
berbunyi :"Itali juara Cak!". Gendeng. Tapi memang nonton sepakbola adalah
peluang sangat indah untuk berkhayal, menciptakan lakon-lakon apa saja di
dalam benak kita, membayang-bayangkan, melampiaskan obsesi, bahkan bisa
nonton sepakbola untuk menerapkan ideology, sentimen-sentimen sejarah atau
selera pribadi. Teman saya yang memandang sepakbola secara professional-
estetik, tidak senang Perancis kalah, karena tidak cocok dengan teori baku
tentang mutu kesebelasan. Tapi bagi teman lain yang pikirannya dipenuhi oleh
romantisme perjuangan kaum tertindas, bersorak-sorak karena Senegal menang,
karena mengidentifikasi Perancis sebagai salah satu negara penjajah pada abad-
abad yang lalu.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 15
16. Semula dia mencita-citakan finalnya nanti Perancis vs. Kamerun dan akan
dimenangkan kesebelasan negara kaum hitam yang nenek moyangnya dulu
dijajah. Cuma ideologi teman saya ini menjadi agak tidak mantap kalau dia ingat
bahwa Zidan beragama Islam...
Ah, apa Anda pernah mendengar musik Senegal? Tidak ada musik yang asyiknya
melebihi asyiknya musik Senegal serta negara-negara Afrika agak Utara lainnya.
Kreativitas musik di wilayah ini menggabungkan 3 dimansi keindahan: dinamika
Afrika, romantisme Timur Tengah dan kecanggihan Eropa. Beruntung saya pernah
pentas bareng mereka di lapangan pinggir pantai Rotterdam......***
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 16
17. Akal dan Otak
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 23 April 2010 jam 11:01
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib
Akal tidak sama dengan Otak. Ayam dan kambing juga punya otak, tapi jangan
bilang kambing berakal. Otak itu hanya hardware-machine dari suatu fungsi
berfikir. Adapun akal itu suatu potensialitas rohaniah, kita harus menggalinya
sepanjang zaman, karena yang kita dapatkan darinya hanya gejala-gejalanya saja,
Anda kenal inspirasi, kretivitas, ilham, ide, gagasan. Serpihan-serpihan meloncat
dalam kandungan rahasia akal ke memori dan kesadaran kita. Akal itu bagaikan
ujung jari Tuhan yang menyentuh cintanya kepada kita untuk mentransfer cinta,
silaturahmi, janji kasih, dan berbagai anugrah. Kalau dikatakan ada orang
kehilangan akal, artinya ia mengalami keterputusan kontak dengan hidayah
Tuhan. Pikirannya buntu dan otaknya terbengkalai. Jadi, otak bisa tidak sehat,
cara berpikir bisa khilaf dan terpeleset, tapi akal selalu sehat dan benar. Yang tak
sehat biasanya adalah metode dan mekanisme berpikir.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 17
18. “Apa tho Nak, Emansipasi itu?”
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 21 April 2010 jam 9:06
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib
Ibu menjaga hasrat baik agar terus
memenuhi desa, berperang melawan
kelapukan akibat tumpahan hujan dari
kekuatan-kekuatan yang mengatasi
desa kita.
Mungkin sekedar ‘kelas’ rukuh, tapi
soalnya ialah kerajinan Ibu untuk
menerobos dan menelusup, di samping
rukuh memang menyediakan rasa tidak
aman bagi kemunafikan. Ibu juga maju
ke Pak Polisi, angkat tangan memotong
pidato Pak Pejabat di mimbar, melayani
segala kesulitan pekerjaan birokratis
yang bisanya ditangani oleh kaum
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 18
19. lelaki, menampung pertengkaran suami
istri-suami istri, membendungi gejala
saling benci di antara siapapun,
mempertanyakan sesuatu kepada Pak-
Pak Pamong, tanpa rasa sungkan atau
pakewuh seperti yang lazim diketahui
sebagai lenderteal pembungkus sikap
sosial orang Jawa. Meskipun toh
frekuensi ketidakberesan yang pada
umumnya tumpah dari atas selalu akan
bisa mengubur usaha-usaha hasrat baik
Ibu.
Pasti ada ribuan orang di negeri ini
yang melakukan seperti yang Ibu
lakukan. Ratusan kawan-kawan
anakmu juga mampu mengerjakan
berbagai hal yang penuh arti. Tapi
lihatlah, apa yang lebih bermutu dari
sepak terjang anakmu ini selain
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 19
20. merengek-rengek?
Banyak hal pada kegiatan kaum wanita di desa kita yang membuat segala
pembicaraan tentang masyarakat
patrimonial menjadi terasa aneh. Tetapi
toh Ibu juga tak bosan-bosan bertanya
kepada anak-anakmu atau kepada
kawan-kawan anak-anakmu yang
datang ke desa:“apa tho Nak
emansipasi wanita itu?”
(Sumber: “IBU, TAMPARLAH MULUT ANAKMU” Sekelumit Catatan Harian.
23.8.1985. foto oleh: Budhi Ipoeng)
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 20
21. Bakso Khalifatullah
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 12 Februari 2010 jam 9:36
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib
Setiap kali menerima uang dari orang yang membeli bakso darinya, Pak Patul
mendistribusikan uang itu ke tiga tempat: sebagian ke laci gerobagnya, sebagian
ke dompetnya, sisanya ke kaleng bekas tempat roti.
“Selalu begitu, Pak?”, saya bertanya, sesudah beramai-ramai menikmati bakso
beliau bersama anak-anak yang bermain di halaman rumahku sejak siang.
“Maksud Bapak?”, ia ganti bertanya.
“Uangnya selalu disimpan di tiga tempat itu?”
Ia tertawa. “Ia Pak. Sudah 17 tahun begini. Biar hanya sedikit duit saya, tapi kan
bukan semua hak saya”
“Maksud Pak Patul?”, ganti saya yang bertanya.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 21
22. “Dari pendapatan yang saya peroleh dari kerja saya terdapat uang yang
merupakan milik keluarga saya, milik orang lain dan milik Tuhan”.
Aduh gawat juga Pak Patul ini. “Maksudnya?”, saya mengejar lagi.
“Uang yang masuk dompet itu hak anak-anak dan istri saya, karena menurut
Tuhan itu kewajiban utama hidup saya. Uang yang di laci itu untuk zakat, infaq,
qurban dan yang sejenisnya. Sedangkan yang di kaleng itu untuk nyicil biaya naik
haji. Insyaallah sekitar dua tahun lagi bisa mencukupi untuk membayar ONH.
Mudah-mudahan ongkos haji naiknya tidak terlalu, sehingga saya masih bisa
menjangkaunya”.
Spontan saya menghampiri beliau. Hampir saya peluk, tapi dalam budaya kami
orang kecil jenis ekspressinya tak sampai tingkat peluk memeluk, seterharu
apapun, kecuali yang ekstrem misalnya famili yang disangka meninggal ternyata
masih hidup, atau anak yang digondhol Gendruwo balik lagi.
Bahunya saja yang saya pegang dan agak saya remas, tapi karena emosi saya
bilang belum cukup maka saya guncang-guncang tubuhnya. Hati saya
meneriakkan “Jazakumullah, masyaallah, wa yushlihu balakum!”, tetapi bibir saya
pemalu untuk mengucapkannya. Tuhan memberi ‘ijazah’ kepadanya dan selalu
memelihara kebaikan urusan-urusannya.
Saya juga menjaga diri untuk tidak mendramatisir hal itu. Tetapi pasti bahwa di
dalam diri saya tidak terdapat sesuatu yang saya kagumi sebagaimana kekaguman
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 22
23. yang saya temukan pada prinsip, managemen dan disiplin hidup Pak Patul.
Untung dia tidak menyadari keunggulannya atas saya: bahwa saya tidak mungkin
siap mental dan memiliki keberanian budaya maupun ekonomi untuk hidup
sebagai penjual bakso, sebagaimana ia menjalankannya dengan tenang dan
ikhlas.
Saya lebih berpendidikan dibanding dia, lebih luas pengalaman, pernah mencapai
sesuatu yang ia tak pernah menyentuhnya, bahkan mungkin bisa disebut kelas
sosial saya lebih tinggi darinya. Tetapi di sisi manapun dari realitas hidup saya,
tidak terdapat sikap dan kenyataan yang membuat saya tidak berbohong jika
mengucapkan kalimat seperti diucapkannya: “Di antara pendapatan saya ini
terdapat milik keluarga saya, milik orang lain dan milik Tuhan”.
Peradaban saya masih peradaban “milik saya”. Peradaban Pak Patul sudah lebih
maju, lebih rasional, lebih dewasa, lebih bertanggungjawab, lebih mulia dan tidak
pengecut sebagaimana ‘kapitalisme subyektif posesif’ saya.
30 th silam saya pernah menuliskan kekaguman saya kepada Penjual cendhol
yang marah-marah dan menolak cendholnya diborong oleh Pak Kiai Hamam
Jakfar Pabelan karena “kalau semua Bapak beli, bagaimana nanti orang lain yang
memerlukannya?”
Ilmunya penjual jagung asal Madura di Malang tahun 1976 saya pakai sampai tua.
Saya butuh 40 batang jagung bakar untuk teman-teman seusai pentas teater, tapi
uang saya kurang, hanya cukup untuk bayar 25, sehingga harga perbatang saya
tawar. Dia bertahan dengan harganya, tapi tetap memberi saya 40 jagung.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 23
24. “Lho, uang saya tidak cukup, Pak”
“Bawa saja jagungnya, asal harganya tetap”
“Berarti saya hutang?”
“Ndaaak. Kekurangannya itu tabungan amal jariyah saya”.
Doooh adoooh…! Tompes ako tak’iye!
Di pasar Khan Khalili semacam Tenabang-nya Cairo saya masuk sebuah took
kemudian satu jam lebih pemiliknya hilang entah ke mana, jadi saya jaga tokonya.
Ketika dating saya protes: “Keeif Inta ya Akh…ke mane aje? Kalau saya ambilin
barang-barang Inta terus saya ngacir pigimane dong….”
Lelaki tua mancung itu senyum-senyum saja sambil nyeletuk: “Kalau mau curi
barang saya ya curi saja, bukan urusan saya, itu urusan Ente sama Tuhan….”
Sungguh manusia adalah ahsanu taqwim, sebaik-baik ciptaan Allah, master-piece.
Orang-orang besar bertebaran di seluruh muka bumi. Makhluk-makhluk agung
menghampar di jalan-jalan, pasar, gang-gang kampung, pelosok-pelosok dusun
dan di mana-manapun. Bakso Khlifatullah, bahasa Jawanya: bakso-nya Pak Patul,
terasa lebih sedap karena kandungan keagungan.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 24
25. Itu baru tukang bakso, belum anggota DPR. Itu baru penjual cendhol, belum
Menteri dan Dirjen Irjen Sekjen. Itu baru pemilik toko kelontong, belum Gubernur
Bupati Walikota tokoh-tokoh Parpol. Itu baru penjual jagung bakar, belum Kiai
dan Ulama. **
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 25
26. Bid'ah
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 07 April 2010 jam 9:54
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib
Bid’ah itu adalah sesuatu yang tidak dilakukan/dipakai oleh Rasulullah, terus kita
pakai. Bid’ah itu berlaku diwilayah mahdhah. Islam itu dibagi 2 berdasarkan
firman Allah, yang satu namanya ibadah mahdhah jumlah firmannya 3,5 %, yang
kedua namanya ibadah muamalah ayat-ayatnya menyeluruh sekitar 96,5%.
Ibadah mahdhah itu apa?, ibadah muamalah itu apa?. Pedomannnya ibadah
mahdhah adalah jangan lakukan apapun kecuali yang Aku perintahkan. Kalau
ibadah muamalah, lakukan apa saja semaumu asalkan tidak melanggar syariat Ku.
Contoh ibadah mahdhah itu: syahadat, sholat, puasa, zakat, dan haji, itu saja yang
tidak boleh ditambah dan tidak boleh dikurangi.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 26
27. BU CAMMANA KEKASIH
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 31 Maret 2010 jam 13:03
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib
Maiyahan terakhir Kiai Kanjeng dengan saya adalah di garis kaki dan 'pantat'
belakang Pulau Selawesi. Dari Makassar menuju utara lewat trans Sulawesi - di sisi
barat sesudah sisi lain ditakuti karena kasus Poso. 5 jam pertama menuju
Tinambung, salah satu titik sisa kerajaan di antara 7 kerajaan pantai dan 7
kerajaan pegunungan.
Serombongan 22 orang, berangkat awalnya enak karena naik pesawat, tapi dari
Makassar kami menyusuri jalanan ratusan kilometer untuk pekerjaan yang kami
beri judul "latihan tawakkal". Medan sangat berat, suhu sangat panas, tidak mesti
bisa mandi, keringatan terus menerus tanpa sempat mencuci atau menjemur
pakaian. Acara formalnya hanya enam kali, tapi yang non-formal - dan di sini letak
konteks maiyah kemasyarakatan kami - bertubi-tubi.
Ibunda Cammana, saat menerima penghargaan Satyalancana dari Presiden RI,
pada Minggu malam lalu, 28 Maret 2010
Maiyahan dengan ribuan masyarakat yang turun dari gunung-gunung dan sudah
tiba di tempat itu satu dua hari sebelumnya karena tidak mudahnya transportasi.
Maiyahan mengidentifikasi masalah-masalah mereka, merundingkannya,
membukakan wacana dan mencari solusi bersama-sama - dibungkus perjanjian
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 27
28. vertical dengan Allah melalui dzikir dan shalawat bersama yang diperindah oleh
musik Kiai Kanjeng.
Maiyahan dengan ribuan masyarakat di pertigaan tengah kota kecil Tinambung -
pusat asal usul Pasukan Balanipa - yang dua puluh tahun yang lalu hampir
menyerbu Majene dan kami hentikan di tengah jalan, kami cegat dan kami giring
pulang untuk berkumpul di Masjid. "Musuh Anda bukan orang lain golongan atau
lain suku" - demikian saya sempat omong waktu itu - "Musuh Anda akan masuk
lewat jembatan yang dua tahun lagi akan di bangun di Sungai Mandar ini. Truk-
truk dan fasilitas kekuasaan orang kota akan masuk kesini. Pertanyaan yang harus
Anda jawab adalah apakah jembatan itu akan memasukkan kesejahteraan ke
kampung-kampung Anda ataukah justru akan dipakai untuk menguras kekayaan
Anda ke Jakarta..."
Maiyahan di lapangan Majene, di depan pasar Polewali-Mamassa, di alun-alun
Mamuju. Jika lampu mati - karena PLN belum berpengalaman dengan
penggunaan sound-system yang butuh teknologi los stroom - rembulan
menaburkan cahaya dan keremangan di bawah langit sangat mengkhusyukkan
kehadiran Allah dan Rasulullah.
Di sekitar lapangan maiyah selalu tampak pebukitan yang subur, laut dan
cakrawala remang. Ketika siang hari kami melintasi daerah-daerah itu, tak bisa
menahan hati untuk mengatakan kepada ribuan jamaah maiyah bahwa "Anda
semua di wilayah yang subur ini sesungguhnya tidak butuh Indonesia. Negara ini
jelas lebih banyak mengganggu Anda dar ipada menyayangi dan membantu
kehidupan Anda...." Kemudian diskusi tentu saja menjadi berkepanjangan.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 28
29. Entah butuh berapa ratus halaman untuk mengisahkan indahnya pengalaman
maiyahan dengan saudara-saudara kita di pelosok itu. Tidak mungkin terucap oleh
rangkaian kata sepuitis apapun maiyahan kami di dusunnya Bu Cemmana - Ibu tua
yang vocalnya seperti terompet, powernya tidak bisa dilawan oleh Ian Gillan,
warna suaranya seperti perawan 14 tahun. Ibu asset bangsa yang bangsanya
sendiri tidak punya ilmu sama sekali untuk menghargainya....
Bangsa ini membiayai putauw dengan uang tak terbatas, membiayai kemaksiatan
tanpa hitungan, membiayai kekonyolan dengan malah membangga-banggakan,
membiayai fitnah dan berita-berita pembodohan dengan trliyunan rupiah. Bu
Cemmana.****
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 29
30. Bulan Purnama Rendra
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 23 Agustus 2009 jam 16:52
Sumber: GATRA
Tuhan memilihkan saat terbaik untuk memanggil kekasih-Nya, Rendra. Malam
Jumat, di bawah cahaya bulan purnama. Orang besar itu telah pergi dengan gagah
sebagaimana ajarannya: ''gagah dalam kemiskinan''. Istrinya, Ken Zuraida,
menyatakan ''ia sangat bahagia'', meskipun pasti bagi setiap yang terlibat
kematian selalu ada semacam ''derita manusiawi'' yang membungkusnya.
Ini adalah puncak tangis mengguguk-guguk seorang pecinta yang air matanya
tumpah di ufuk kesadaran tentang nyawiji. Selama sakit di pembaringan, Rendra
selalu spontan menyebut, ''Ya Lathif, wahai Yang Mahalembut." Di saat-saat
paling menderita oleh sakitnya, ia meneguhkan hatinya dengan ''Qul huwal-Lahu
Ahad, Allahus-Shamad....'' Setengah sadar, sambil saya genggam tangan kirinya,
saya minta ia menambahi, ''Mas, ucapkan juga Qul Huwal-Lahu Wahid....''
Ia berbisik, ''Apa bedanya Ahad dengan Wahid, Nun'', saya jawab, ''Mas, Ahad itu
Allah yang tunggal, yang satu, yang gagah perkasa dengan maha-eksistensi-Nya.
Wahid itu Allah yang manunggal, yang menyatu, yang integral, yang merendahkan
diri-Nya, mendekat ke hamba-Nya, nyawiji....'' Meledak tangis Rendra dalam rasa
dan kesadaran bahwa ia tak berjarak dengan-Nya dan Ia tak berjarak dengan
dirinya. Tatkala mereda gejolak hatinya, Rendra menorehkan puisi yang diakhiri
dengan kalimat, ''Tuhan, aku cinta pada-Mu."
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 30
31. Maka, Rendra tak pergi. Tak pernah pergi. Ia tidak perlu pergi menuju sesuatu
yang ia sudah menyatu dengannya. Mungkin Rendra memang telah pergi
meninggalkan kita, jauh sebelum detik kematiannya, karena kita meletakkan diri
semakin jauh dari titik nyawiji yang Rendra sudah lama menikmatinya.
***
Tapi sudah pasti kemudian terdengar suara dari seluruh penjuru: ''Kita sangat
kehilangan'', ''Bangsa kita ditinggalkan lagi oleh salah seorang putra terbaiknya'',
atau ''Tidak. Rendra tak pernah pergi. Orang besar tak pernah mati''.
Bisa jadi, pekikan-pekikan hati itu sebenarnya tidak terutama tentang Rendra,
melainkan lebih terkait dengan kandungan batin kita sendiri. Semua pernyataan
itu sangat memancarkan kedalaman cinta, semangat mempertahankan
optimisme ke depan. Mungkin juga diam-diam terdapat kandungan kecemasan
dan kebingungan dari dalam ego kita sendiri.
Terutama bagi orang yang semakin berangkat tua seperti saya: mengibarkan
kehidupan Rendra pada momentum kematiannya sesungguhnya diam-diam
sangat tajam mencerminkan kengerian terhadap kehidupan dan kematian saya
sendiri. Kita berduyun-duyun menghadiri pemakamannya, mungkin untuk
menyatakan kepada Tuhan betapa cintanya kita kepada kehidupan kita dan
betapa khawatirnya kita akan datangnya maut sewaktu-waktu atas kita.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 31
32. Mungkin terdapat semacam raungan di kandungan jiwa setiap pen-takziyah
pemakaman Rendra. Raungan panjang seperti puisi "Rick dari Corona'' atau
''Khotbah''. Tetapi mungkin berakhir sublim dan mengkristal menjadi Drama Mini
Kata Rendra: ''Bip Bop'', ''Rambate Rate Rata''....
Sementara bagi para pen-takziyah yang muda-muda, yang menyangka bahwa
maut ada kaitannya dengan muda dan tua, di kompleks Bengkel Teater
meneriakkan puisi-puisi perjuangan, mengibarkan kepercayaan di dalam diri
mereka bahwa kepergian Rendra bukanlah sirnanya perjuangan sosial,
progresivisme ideologi nasional dan martabat kemanusiaan. Mereka seolah
menghadirkan kembali panggung ''Mastodon dan Burung Kondor'', ''Sekda'',
bahkan ''Kasidah Barzanji'', hingga puisi ''Orang Miskin di Jalan'', ''Bersatulah
Pelacur-pelacur Ibukota'', ''Seonggok Jagung di Kamar''.
***
Wahai maut, siapakah engkau? ''Bukan kematian benar menusuk kalbu,'' kata
Chairil Anwar, penyair terbesar Indonesia di samping Rendra dan Sutardji Calzoum
Bachri. ''Keridaanmu menerima segala tiba. Tak kutahu setinggi itu atas debu. Dan
duka Maha Tuan bertahta...."
Tuhan tak sudi dipergoki. Takdir-Nya tak bisa dicegat. Kehendak-Nya tak mungkin
dibatasi. Hak-Nya atas misteri garis terang dan gelap kehidupan, serta atas
ketentuan detik maut dihadirkan, tak membuka diri sedikit pun untuk dirumuskan
oleh segala ilmu dan pengalaman. Kehidupan sangat mengaitkan sakit dengan
kematian, tetapi maut tidak bersedia dikaitkan dengan sakit.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 32
33. Orang bisa sakit berkepanjangan tanpa kunjung maut menjemputnya. Orang sehat
walafiat bisa mendadak dihadang oleh kematian. Rendra dipanggil Allah tidak
berdasar akselerasi logis dari sakit demi sakit yang dideritanya: pikiran yang
memberat, jantung bekerja terlalu keras, ginjal menanggung akibatnya, kemudian
tiba-tiba demam berdarah menelusup ke darahnya dan menganiaya jiwanya.
Keadaannya justru membaik, sehingga diperkenankan keluar dari rumah sakit,
kemudian menempuh jalan yang ia menyebutnya: ''Aku pengin membersihkan
tubuhku dari racun kimia. Aku ingin kembali kepada jalan alam. Aku ingin
meningkatkan pengabdian kepada Allah. Tuhan, aku cinta pada-Mu'' (31 Juli
2009).
Rasulullah Muhammad SAW menderita panas badan yang sangat luar biasa
melebihi kebanyakan orang. Beliau menjawab pertanyaan salah seorang
sahabatnya tentang panas yang ekstra itu: bahwa beliau dibebani Allah tanggung
jawab sangat besar melampaui semua yang lain, sehingga Tuhan
menganugerahkan juga kemuliaan yang sangat tinggi melebihi siapa pun, tetapi
harus juga beliau tanggung panas yang amat tinggi dan dahsyat yang orang lain
tak menanggungnya.
Demikianlah juga kadar derita sakit yang dialami Rendra, takaran jenis
kesengsaraan yang menimpanya, yang khalayak ramai tidak perlu mengetahui
atau turut menghayatinya. Rendra bahagia di dalam anugerah kemuliaan yang
diterimanya dalam rahasia. Bahkan lautan kebahagiaan dan kemuliaan Rendra
tidak perlu ''digarami'' oleh pernyataan pers Presiden Republik Indonesia
sebagaimana Mbah Surip dianggap memerlukannya.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 33
34. Pada hari wafatnya Rendra, di samping menikmati pemandangan indahnya
kemuliaan rahasia Rendra itu, saya mendapat cipratan anugerah yang lain:
menyaksikan seseorang menginfakkan Rp 6,1 trilyun --dengan Allah merebut
seluruh kemuliaan hamba-Nya itu-- dengan cara membiarkan sesama manusia
justru memperhinakannya. Alangkah anehnya metode cinta Tuhan.
Di hadapan akal sehat, presiden berpidato untuk wafatnya Mbah Surip tapi tidak
untuk wafatnya Rendra adalah kehancuran logika dan kebangkrutan parameter
nilai budaya. Tapi, di hadapan karamah Allah, itu justru keindahan yang spesifik.
SBY bikin stempel tegas atas dirinya sendiri.
Ini sama sekali bukan polarisasi antara Rendra dan Mbah Surip. Tiga tahun lebih
saya ikut mengawal dan menjunjung Mbah Surip dan ''Tiga Gorilla''-nya --bersama
Bertha dan almarhum Ndang: melalui forum rakyat rutin bulanan di Jakarta,
Jombang, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta.
Sehingga Tak Gendong dan Tidur Lagi sudah sangat dihafal oleh komunitas lima
kota itu dan terus-menerus diulang karena sangat dicintai sebagai ''lagu
kebangsaan'' komunitas kami. Kami ''I love you full'' kepada Mbah Surip,
meskipun dua bulan terakhir menjelang beliau wafat, kami kehilangan diri kami di
penggalan akhir sejarah Mbah Surip, tanpa Mbah Surip pernah hilang dari hati
kami.
***
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 34
35. Rendra dipanggil Allah justru di puncak optimisme keluarganya atas
kesembuhannya. Candle light phenomenon, kata orang. Fenomena lilin yang
apinya membesar dan memancarkan cahaya sangat benderang, sebelum akhirnya
padam. Tapi Tuhan berhak juga bikin lilin membenderang apinya, kemudian tidak
padam. Atau lilin tidak pernah membenderang dan lantas padam.
Tuhan berhak memaparkan suatu gejala yang pada repetisi kesekian
dihipotesiskan oleh manusia sebagai jenis "perilaku" Tuhan atas nasib manusia.
Tapi Tuhan juga berhak kapan saja melanggar rumusan apa pun yang pernah Ia
berikan. Bahkan Tuhan seratus persen tidak berkewajiban untuk berbuat adil
kepada siapa pun, karena Ia tidak terikat atau bergantung pada pola hubungan
apa pun dengan siapa pun, yang secara logis membuat-Nya wajib bertindak adil.
Namun Ia selalu sangat adil kepada siapa pun, dan tindakan adil-Nya itu bukan
karena Ia wajib adil, melainkan karena Ia sangat sayang kepada makhluk-Nya.
Termasuk bagaimana cara maut ditimpakan kepada seseorang, Tuhan menolak
untuk kita rumuskan. Ada bandit mati ketika bersujud. Ada orang sangat alim
saleh pergi ke masjid di tengah malam diserempet motor, kemudian ia dipukuli
pengendara motor itu sampai meninggal. Ada pendosa besar mati ketika
bertawaf, ada true believer pengkhusyuk ibadah mati kecelakaan secara sangat
mengenaskan.
Semua fenomena itu tidak menggambarkan apa-apa kecuali kemutlakan kuasa
Tuhan. Posisi manusia hanya pada dinamika doa: selalu cemas dan memohon
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 35
36. kepada-Nya agar diperkenankan untuk tidak tampak hina di hadapan sesama
manusia.
Pun tak usah merumuskan sebab-akibat antara baik-buruknya manusia dan
jumlah pelayat, volume pemberitaan media, tayangan langsung atau tunda,
tatkala meninggal. Ada ratu lalim diantarkan ke pemakaman oleh puluhan ribu
orang, ada nabi dikuburkan hanya oleh enam orang. Jadi, Rendra tidak bisa kita
ukur kualitas mautnya, tak juga bisa kita takar mutu hidupnya. Tidak ada jenis dan
wilayah ilmu manusia apa pun yang bisa dipakai untuk merumuskan hidup dan
matinya Rendra. Sirrul-asror. Itu misteri seserpih rahasia di antara jagat raya tak
terhingga rahasia iradah-Nya.
Yang mungkin, dan harus, kita lakukan adalah meneliti dan menghitung ulang
karya-karya Rendra, menghormatinya dengan ilmu, merayakannya terus-menerus
dengan cinta, menjunjungnya dengan semangat tanpa henti untuk memelihara
keindahan hidup, serta menghidupkan kembali kandungan karya-karyanya itu di
dalam berbagai modus kreatif kebudayaan kita.
Rendra telah diterima Allah untuk bergabung dalam keabadian. Kelabakanlah kita,
sebab yang kita punyai pada saat ini adalah budaya instan, pola berpikir
sepenggal, perhatian terlalu rendah terhadap sejarah, serta kefakiran yang luar
biasa terhadap kualitas hidup. ''Kami cuma tulang-tulang berserakan,'' kata
Chairil, ''Tapi adalah kepunyaanmu." Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang
berserakan. Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan, dan
harapan....''
Emha Ainun Nadjib
Budayawan
[Obituari, Gatra Edisi Khusus Beredar Kamis, 13 Agustus 2009]
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 36
37. Bulan Tidak Suci
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 25 Agustus 2009 jam 13:27
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib
Kita menghormati ramadhan dengan selalu menyebutnya sebagai bulan suci
ramadhan. Mungkin karena ramadhan ini memang khas. Ramadhan mengandung
malam seribu bulan. Bulan penuh kekhususan. Padanya al-quran diturunkan, dan
Allah sendiri begitu posesif terhadap ibadah puasa dengan mengemukakan bahwa
ibadah yang satu ini khusus untukNya. Apakah bulan yang selain ramadhan boleh
kita sebut bulan tidak suci? Apakah syawal bukan bulan suci, padahal padanya
justru para pelaku puasa yg sukses mencapai kesucian atau kefitriannya kembali?
Apakah ada bulan yang tidak suci? Apakah ada tahun, hari, jam, menit, detik,
second atau waktu ciptaan Allah yang tidak suci? Apa sesungguhnya konsep dan
pengertian tentang kesucian?. (Dikutip dari hikmah puasa)
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 37
38. Dia mati; Alhamdulillah…………
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 25 Januari 2010 jam 9:01
Petani Pugra berkata, “besok saya akan ke Solo dan mungkin akan tinggal lama
sekali, karena saya akan belajar untuk bisa bertemu dengan aku saya yang sejati”
– dan besoknya ia mati. Ia ketemu aku-nya yang sejati. Ini terjadi tahun 1974, jadi
di kurun kita dimana orang haus akan dunia ini jua. Jadi, Wisanggeni yang lenyap
ke telingan Sang Hyang Tunggal mungkin khayalan, tapi esensinya riil. Para Sufi, di
Arab atau Jawa, yang bercinta terus menerus untuk bertemu dengan Tuhan
kekasihnya, bukan impian atau omong besar belaka. Terkadang oleh keterbatasan
manusiawinya, mereka ingin cepat sampai ke kaki Tuhan (baca dengan ‘bahasa
kita’: ingin cepat mati). Namun inti sikapnya jelas: dunia ini fana belaka, dan tidak
terlalu penting dan sangat naif untuk membikin manusia berduyun jadi binatang
serakah. Ini bukan igauan. Maka sufi itu menguburkan badan rekanya sambil
berkata, “Dia mati; Alhamdulillah………….” [Emha Ainun Nadjib, Indonesia bagian
dari desa saya, hal 208].
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 38
39. Dimaafkan, Memaafkan, dan Tidak Memaafkan
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 09 September 2010 jam 10:47
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib
Dimaafkan adalah kelegaan memperoleh rizqi, tapi Memaafkan adalah perjuangan
yang sering tidak ringan dan membuat kita penasaran kepada diri sendiri. Tidak
Memaafkan adalah suatu situasi psikologis dimana hati kita menggumpal, alias
menjadi gumpalan, atau terdapat gumpalan di wilayah ruhani- Nya. Gumpalan itu
benda padat, sedangkan gumpalan daging yang kita sebut dengan hati diantara
dada dan perut itu bukanlah hati, melainkan indikator fisik dari suatu pengertian
ruhani tentang gaib. Jika hati hanyalan gumpalan daging; ia tak bisa dimuati oleh
iman atau cinta. Maka gumpalan daging itu sekedar tanda syari’at hati, sedangkan
hakikatnya adalah watak ruhani.
Didalam kehidupan manusia, yang biasanya berupa gumpalan dalam hati,
misalnya, adalah watak dendam. Dendam bersumber dari mitos tentang harga
diri dan kelemahan jiwa. Manusia terlalu ‘GR’ atas dirinya sendiri, dan tidak begitu
percaya bahwa ia ‘faqir indallah’: ’musnah dan menguap’ dihadapan Allah.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 39
40. Kemudian cemburu. Ini watak yang juga mejadi ‘suku cadang’ dari hakikat cinta
dan keindahan. Namun syari’atnya ia harus diletakkan pada konteks yang tepat.
Hanya karena punya sepeda, saya tidak lantas jengkel dan cemburu kepada setiap
orang yang memiliki mobil. Sambil makan di warung pinggir jalan tak usah kita
hardik mereka yang duduk di kursi mengkilap sebuah restoran.?
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 40
41. Gelar Karya Para Rajawali
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 09 Agustus 2010 jam 9:02
Oleh: Emha Ainun Nadjib
Sebagai penggembira Gelar Karya Para Maestro Yogya, saya ingin turut
merayakan kegembiraan dan optimisme peristiwa ini dengan sebuah wacana
klasik tentang Burung Rajawali.
Pada awalnya saya ingin bersegera mensyukuri dua hal. Pertama, telah lahirny
satu Genre Baru Masyarakat budaya yang otentik dan orisinal, satu dua tahun
terahir ini di Yogyakarta, melalui berbagai peristiwa kreativitas di sejumlah
laboratorium kebudayaan, termasuk Taman Budaya Yogyakarta.
Akan tetapi saya menekan diri saya sendiri untuk bersabar dengan terlebih dahulu
bercerita tentang Rajawali, sebab ada kemungkinan Sang Rajawali itu terdapat
pada Genre baru itu.
Alkisah, burung Rajawali itu oleh Tuhan dikasih rangsum usia relative sama
dengan umumnya makhluk manusia, yakni 60-80an tahun, naik turun. Kalau
manusia Yogyakarta menggunakan wacana “katuranggan” dan menemukan
dirinya adalah Rajawali, bukan mprit atau Cipret, atau sekurang-kurangnya ia
menemukan potensi Rajawali di dalam dirinya : maka ia tinggal bercermin pada
burung itu, karena hidup pada irama dan skala waktu yang relative sama.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 41
42. Manusia Yogya memiliki potensial untuk “hamengku” alias sikap memangku
berbagai formulasi peradaban. Semua hasil “ijtihad” kosmologi diakomodasikan
olehnya. Berbagai satuan tahun – dari Yunani, Mesir Kuno, Sanskrit, Jawi, Java—
satuan bulan, siklus hari, bahkan weton dan neptu, dielus-elus oleh manusia
Yogya dari pangkuanya.
Sudah pasti itu disebabkan oleh keistimewaan manusia Yogya, sehingga daerah ini
tidak perlu dilegarisir oleh otoritas apapun untuk menjadi istimewa, karena
keistimewaan Yogya sudah lama ‘niscaya’ oleh dirinya sendiri, ada atau tidak ada
NKRI, dengan atau tanpa Indonesia.
Keistimewaan itu akan memuat dan menerbitkan kepantasan kepemimpinan
nasional secara politik dan internasional secara kebudayaan. Hal itu akan
mewujud atau tidak, Yogya tidak pusing, sebab de facto ia tetap istimewa dan
pemimpin. Kalau sejarah tidak menerimanya, maka kehancuran sejarah tidak
akan mengurangi keistimewaan dan kepemimpinan kultural Yogya.
Pada usia 40 tahun, burung Rajawali terbang ke gunung jauh, mencari batu
karang, memilih yang paling baja dari bebatuan itu, mematuknya, menggigitnya,
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 42
43. sekeras-kerasnya, sekuat-kuatnya, dan takkan dilepaskanya sampai
paruhnyatanggal dari mulut dan kepalanya.
Demikian juga cakar-cakar kedua kakinya. Ia cengkeramkan ke batu paling karang,
dengan daya cengkeram sekali seumur hidup, dan takkan dibatalkanya sampai
lepas tanggal kuku-kukunya dari jari-jemari kedua kakinya.
Kemudian dia akan kesakitan, tergeletak, terbang dengan lemah, hinggap di
seberang tempat tanpa kekuatan untuk berpegang. Rajawali mengambil
keputusan untuk menderita, untuk mereguk sakit dan kesengsaraan, sampai
akhirnya hari demi hari paruh dan kuku-kukunya tumbuh kembali.
Nanti setelah sempurna pertumbuhan paruh dan kuku-kuku barunya, maka
barulah itu yang sejati bernama bernama paruh dan kuku-kuku Rajawali, yang
membuatnya pantas disebut Garuda.
Tariklah garis pengandaian: Rajawali itu adalah Anda. Sesungguhnya yang anda
lakukan adalah, pertama : keberanian mental, ketahanan jasad, ketangguhan hati
dan keikhlasan rohani untuk menyelenggarakan perubahan yang bukan hanya
mendasar dan mengakar, melainkan ekstra-eksistensial, kegagahan untuk
merelakan segala perolehan sejarah untuk di-nol-kan kembali, dan itu
probabilitasnya benar-benar terletak diantara hidup dan mati.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 43
44. Kedua, pengambilan keputusan Anda sang Rajawali itu tidak mempersyaratkan
sekedar keputusan hati, tapi juga keputusan akal dan nalar dengan pengetahuan
yang sempurna tentang alur waktu ke depan. Keputusan itu bukan sekedar
tindakan mental, tapi juga intelektual dan rohaniah. Rajawali diakui dan digelari
Sang Garuda karena mengerti dan berani betapa beratnya menyangga kalimat
sehari-hari yang sederhana dari Bapak Mbok dan para tetangganya di desa : yakni
“mati sakjroning urip”.
Garuda Rajawali atau Rajawali Garuda itu pastilah Anda semua yang kini ada
dihadapan saya. Sebab nyuwun sewu saya tidak menjumpai potensi dan
kecenderungan itu di wilayah pemerintahan, di hamparan keummatan dan
gerombolan-gerombolan kemasyarakatan. Termasuk di kalangan yang disebut
Kaum Intelektual atau Kelas Menengah. Apalagi kaum Selebritis, meskipun gebyar
beiau-beliau sangat penuh dengan kata ‘dahsyat’, ‘super’, ‘luar biasa’ dan banyak
lagi ungapan-ungkapan yang penuh ketidakpercayaan diri.
Kita sedang mengalami hukuman dari suatu Negri yang terlanjur mengalami
kesalahan-kesalahan sangat substansial pada filosofi kebangsaan dan kostitusi
kenegaraanya. Kita sedang berada di dalam berbagai cengkeraman global dan
reaksi kita adalah berjuang untuk siapa tahu bisa menjadi bagian dari
pencengkeram, atau minimal sanggup membangun kenikmatan di dalam
cengkeraman.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 44
45. Hukuman sejarah itu berupa kehancuran logika, kemusnahan nalar sosial,
ketidakmengertian tentang apa yang layak dikagumi dan apa yang
menghancurkan martabat kemanusiaan, kebutaan untuk menentukan tokoh,
pemimpin, idola, dan panutan. Kita dihukum dengan mengalami Negara yang
hampir selalu gagal sebagai Negara, dengan Pemerintah yang benar-benar tidak
mengerti pada tingkat elementer pun di mana sebenarnya letak Pemerintah,
peranya, fungsinya, hak, dan kewajiban.
Kita dihukum dengan memiliki kekayaan alam yang melimpah dan harus membeli
sangat mahal hasil kekayaan kita sendiri itu, setelah kita sewa para tetangga
mancanegara untuk mengolah kekayaan itu dengan bayaran yang harus kita
tanggung dengan menelan kenyataan bahwa kekayaan itu ternyata akhirnya
menjadi milik mereka.
Bangsa ini sungguh-sungguh memerlukan “pengambilan keputusan paruh dan
kuku Rajawali”. Namun lihatlah, potensi untuk itu betapa rendahnya, kecuali pada
Anda semua yang kini berada di depan saya.
Maka di Yogya kita menggelar karya para Rajawali : Umar Kayam yang memelihara
dan menjaga karakter bangsanya, Kuntowijoyo yang sungguh- sungguh berilmu
Rajawali, Nasyah Djamin yang allround sanggup terbang sanggup pula melata,
Muhammad Diponegoro yang mampu memasak nasi sastra di atas kompor budaya
Agama lingkunganya yang hampir tanpa sumbu dan api, Linus Suryadi AG yang
menyelam di latan kemesraan dan estika ‘Jawi’ gen-nya,
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 45
46. Suryanto Sastro atmojo penjaga simpul tali sejarah dari Astinapura, Lemoria
Atlantis, Anglingdharma Batik madrim hingga Kemusu, Romo YB Mangun Wijaya
yang mewasiti manusia dan masyarakat kemanusiaan, Rendra yang tidak sedia
membiarkan anak-anak bangsanya merunduk rendah diri, yang senantiasa gagah
karena menjaga pertanda manusia adalah kreativitasnya, serta Pak Besut yang
dengan suaranyamembangun kegembiraan hidup menjadi kebesaran sehingga
mengatasi segala yang bukan kegembiraan.
Siapakah yang belajar kepada Rajawali, selain Rajawali? Siapakah Rajawali itu,
selain anda yang berkumpul di sini belajar kepada Gelar Karya Para Rajawali?
Itulah yang diawal tulisan ini saya sebut Genre Baru Masyarakat Kebudayaan di
Yogya.
Terhisap oleh hidungku bau darah dari kandungan jiwa Rajawali-Rajawali,
berhembus dari kaum muda yang dating berduyun-duyun, yang hadir dan belajar
dengan otentisitas dan orisinalitasnya, yang melangkahkan kaki mereka dan
mengerubungi medan pembelajaran Rajawali dengan sukses mentransendensikan
dirinya dari arus pusaran sejarah yang terlalu penuh sampah sepuluh tahun
terahir ini.Kadipiro 6 Agustus 2010
*) (Dibacakan untuk membuka acara ‘Repertoar Maestro Sastra Yogya 2010’ di
Gedung Kesenian Sositet Taman Budaya Yogyakarta, jum’at 6 Agustus 2010).
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 46
47. Gunung Jangan Pula Meletus?
by Komunitas Kenduri Cinta
Ditulis oleh: Emha Ainun Nadjib,
Sumber: Kiai Bejo Kiai Untung Kiai Hoki, Gramedia Pustaka Utama, 2007
Khusus untuk bencana Aceh, saya terpaksa menemui Kiai Sudrun. Apakah kata
mampu mengucapkan kedahsyatannya? Apakah sastra mampu menuturkan
kedalaman dukanya? Apakah ilmu sanggup menemukan dan menghitung nilai-
nilai kandungannya?
Wajah Sudrun yang buruk dengan air liur yang selalu mengalir pelan dari salah
satu sudut bibirnya hampir membuatku marah. Karena tak bisa kubedakan
apakah ia sedang berduka atau tidak. Sebab, barang siapa tidak berduka oleh
ngerinya bencana itu dan oleh kesengsaraan para korban yang jiwanya luluh
lantak terkeping- keping, akan kubunuh.
“Jakarta jauh lebih pantas mendapat bencana itu dibanding Aceh!” aku
menyerbu.
“Kamu juga tak kalah pantas memperoleh kehancuran,” Sudrun menyambut
dengan kata-kata, yang seperti biasa, menyakitkan hati.
“Jadi, kenapa Aceh, bukan aku dan Jakarta?”
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 47
48. “Karena kalian berjodoh dengan kebusukan dunia, sedang rakyat Aceh dinikahkan
dengan surga.”
“Orang Aceh-lah yang selama bertahun-tahun terakhir amat dan paling menderita
dibanding kita senegara, kenapa masih ditenggelamkan ke kubangan
kesengsaraan sedalam itu?”
“Penderitaan adalah setoran termahal dari manusia kepada Tuhannya sehingga
derajat orang Aceh ditinggikan, sementara kalian ditinggalkan untuk terus
menjalani kerendahan.”
“Termasuk Kiai….”
Cuh! Ludahnya melompat menciprati mukaku. Sudah biasa begini. Sejak dahulu
kala. Kuusap dengan kesabaran.
“Kalau itu hukuman, apa salah mereka? Kalau itu peringatan, kenapa tidak kepada
gerombolan maling dan koruptor di Jakarta? Kalau itu ujian, apa Tuhan masih
kurang kenyang melihat kebingungan dan ketakutan rakyat Aceh selama ini, di
tengah perang politik dan militer tak berkesudahan?”
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 48
49. Sudrun tertawa terkekeh-kekeh. Tidak kumengerti apa yang lucu dari kata-kataku.
Badannya terguncang-guncang.
“Kamu mempersoalkan Tuhan? Mempertanyakan tindakan Tuhan?
Mempersalahkan ketidakadilan Tuhan?” katanya.
Aku menjawab tegas, “Ya”
“Kalau Tuhan diam saja bagaimana?”
“Akan terus kupertanyakan. Dan aku tahu seluruh bangsa Indonesia akan terus
mempertanyakan.”
“Sampai kapan?”
“Sampai kapan pun!”
“Sampai mati?”
“Ya!”
“Kapan kamu mati?”
“Gila!”
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 49
50. “Kamu yang gila. Kurang waras akalmu. Lebih baik kamu mempertanyakan kenapa
ilmumu sampai tidak mengetahui akan ada gempa di Aceh. Kamu bahkan tidak
tahu apa yang akan kamu katakan sendiri lima menit mendatang. Kamu juga tidak
tahu berapa jumlah bulu ketiakmu. Kamu pengecut. Untuk apa mempertanyakan
tindakan Tuhan. Kenapa kamu tidak melawanNya. Kenapa kamu memberontak
secara tegas kepada Tuhan. Kami menyingkir dari bumiNya, pindah dari alam
semestaNya, kemudian kamu tabuh genderang perang menantangNya!”
“Aku ini, Kiai!” teriakku, “datang kemari, untuk merundingkan hal- hal yang bisa
menghindarkanku dari tindakan menuduh Tuhan adalah diktator dan otoriter….”
Sudrun malah melompat- lompat. Yang tertawa sekarang seluruh tubuhnya.
Bibirnya melebar-lebar ke kiri-kanan mengejekku.
“Kamu jahat,” katanya, “karena ingin menghindar dari kewajiban.”
“Kewajiban apa?”
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 50
51. “Kewajiban ilmiah untuk mengakui bahwa Tuhan itu diktator dan otoriter.
Kewajiban untuk mengakuinya, menemukan logikanya, lalu belajar menerimanya,
dan akhirnya memperoleh kenikmatan mengikhlaskannya. Tuhan-lah satu-
satunya yang ada, yang berhak bersikap diktator dan otoriter, sebagaimana
pelukis berhak menyayang lukisannya atau merobek-robek dan
mencampakkannya ke tempat sampah.
Tuhan tidak berkewajiban apa- apa karena ia tidak berutang kepada siapa-siapa,
dan keberadaanNya tidak atas saham dan andil siapa pun. Tuhan tidak terikat
oleh baik buruk karena justru Dialah yang menciptakan baik buruk. Tuhan tidak
harus patuh kepada benar atau salah, karena benar dan salah yang harus taat
kepadaNya."
"Ainun, Ainun, apa yang kamu lakukan ini? Sini, sini…” -ia meraih lengan saya dan
menyeret ke tembok- “Kupinjamkan dinding ini kepadamu….”
“Apa maksud Kiai?” aku tidak paham.
“Pakailah sesukamu”
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 51
52. “Emang untuk apa?”
“Misalnya untuk membenturkan kepalamu….”
“Sinting!”
“Membenturkan kepala ke tembok adalah tahap awal pembelajaran yang terbaik
untuk cara berpikir yang kau tempuh.”
Ia membawaku duduk kembali.
“Atau kamu saja yang jadi Tuhan, dan kamu atur nasib terbaik untuk manusia
menurut pertimbanganmu?” ia pegang bagian atas bajuku.
“Kamu tahu Muhammad?” ia meneruskan, “Tahu? Muhammad Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, tahu? Ia manusia mutiara yang memilih hidup
sebagai orang jelata. Tidak pernah makan kenyang lebih dari tiga hari, karena
sesudah hari kedua ia tak punya makanan lagi. Ia menjahit bajunya sendiri dan
menambal sandalnya sendiri. Panjang rumahnya 4,80 m, lebar 4,62 m. Ia manusia
yang paling dicintai Tuhan dan paling mencintai Tuhan, tetapi oleh Tuhan orang
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 52
53. kampung Thaif diizinkan melemparinya dengan batu yang membuat jidatnya
berdarah. Ia bahkan dibiarkan oleh Tuhan sakit sangat panas badan oleh racun
Zaenab wanita Yahudi. Cucunya yang pertama diizinkan Tuhan mati diracun
istrinya sendiri. Dan cucunya yang kedua dibiarkan oleh Tuhan dipenggal
kepalanya kemudian kepala itu diseret dengan kuda sejauh ratusan kilometer
sehingga ada dua kuburannya. Muhammad dijamin surganya, tetapi ia selalu
takut kepada Tuhan sehingga menangis di setiap sujudnya. Sedangkan kalian yang
pekerjaannya mencuri, kelakuannya penuh kerendahan budaya, yang politik
kalian busuk, perhatian kalian kepada Tuhan setengah-setengah, menginginkan
nasib lebih enak dibanding Muhammad? Dan kalau kalian ditimpa bencana, Tuhan
yang kalian salahkan?”
Tangan Sudrun mendorong badan saya keras-keras sehingga saya jatuh ke
belakang.
“Kiai .. ” kata saya agak pelan, “Aku ingin mempertahankan keyakinan bahwa icon
utama eksistensi Tuhan adalah sifat Rahman dan Rahim….”
“Sangat benar demikian,” jawabnya, “Apa yang membuatmu tidak yakin?”
“Ya Aceh itu, Kiai, Aceh…. Untuk Aceh-lah aku bersedia Kiai ludahi.”
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 53
54. “Aku tidak meludahimu. Yang terjadi bukan aku meludahimu. Yang terjadi adalah
bahwa kamu pantas diludahi.”
“Terserah Kiai, asal Rahman Rahim itu….”
“Rahman cinta meluas, Rahim cinta mendalam. Rahman cinta sosial, Rahim cinta
lubuk hati. Kenapa?”
“Aceh, Kiai, Aceh.”
“Rahman menjilat Aceh dari lautan, Rahim mengisap Aceh dari bawah bumi.
Manusia yang mulia dan paling beruntung adalah yang segera dipisahkan oleh
Tuhan dari dunia. Ribuan malaikat mengangkut mereka langsung ke surga dengan
rumah-rumah cahaya yang telah tersedia. Kepada saudara- saudara mereka yang
ditinggalkan, porak poranda kampung dan kota mereka adalah medan
pendadaran total bagi kebesaran kepribadian manusia Aceh, karena sesudah ini
Tuhan menolong mereka untuk bangkit dan menemukan kembali kependekaran
mereka. Kejadian tersebut dibikin sedahsyat itu sehingga mengatasi segala tema
Aceh Indonesia yang menyengsarakan mereka selama ini. Rakyat Aceh dan
Indonesia kini terbebas dari blok-blok psikologis yang memenjarakan mereka
selama ini, karena air mata dan duka mereka menyatu, sehingga akan lahir
keputusan dan perubahan sejarah yang melapangkan kedua pihak”
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 54
55. “Tetapi terlalu mengerikan, Kiai, dan kesengsaraan para korban sukar
dibayangkan akan mampu tertanggungkan.”
“Dunia bukan tempat utama pementasan manusia. Kalau bagimu orang yang
tidak mati adalah selamat sehingga yang mati kamu sebut tidak selamat, buang
dulu Tuhan dan akhirat dari konsep nilai hidupmu. Kalau bagimu rumah tidak
ambruk, harta tidak sirna, dan nyawa tidak melayang, itulah kebaikan; sementara
yang sebaliknya adalah keburukan? berhentilah memprotes Tuhan, karena toh
Tuhan tak berlaku di dalam skala berpikirmu, karena bagimu kehidupan berhenti
ketika kamu mati.”
“Tetapi kenapa Tuhan mengambil hamba-hambaNya yang tak berdosa,
sementara membiarkan para penjahat negara dan pencoleng masyarakat hidup
nikmat sejahtera?”
“Mungkin Tuhan tidak puas kalau keberadaan para pencoleng itu di neraka kelak
tidak terlalu lama. Jadi dibiarkan dulu mereka memperbanyak dosa dan
kebodohannya. Bukankah cukup banyak tokoh negerimu yang baik yang justru
Tuhan bersegera mengambilnya, sementara yang kamu doakan agar cepat mati
karena luar biasa jahatnya kepada rakyatnya malah panjang umurnya?”
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 55
56. “Gusti Gung Binathoro!” saya mengeluh, “Kami semua dan saya sendiri, Kiai,
tidaklah memiliki kecanggihan dan ketajaman berpikir setakaran dengan yang
disuguhkan oleh perilaku Tuhan.”
“Kamu jangan tiba-tiba seperti tidak pernah tahu bagaimana pola perilaku Tuhan.
Kalau hati manusia berpenyakit, dan ia membiarkan terus penyakit itu sehingga
politiknya memuakkan, ekonominya nggraras dan kebudayaannya penuh
penghinaan atas martabat diri manusia sendiri- maka Tuhan justru menambahi
penyakit itu, sambil menunggu mereka dengan bencana yang sejati yang jauh
lebih dahsyat. Yang di Aceh bukan bencana pada pandangan Tuhan. Itu adalah
pemuliaan bagi mereka yang nyawanya diambil malaikat, serta pencerahan dan
pembangkitan bagi yang masih dibiarkan hidup.”
“Bagi kami yang awam, semua itu tetap tampak sebagai ketidakadilan….”
“Alangkah dungunya kamu!” Sudrun membentak, “Sedangkan ayam menjadi riang
hatinya dan bersyukur jika ia disembelih untuk kenikmatan manusia meski ayam
tidak memiliki kesadaran untuk mengetahui, ia sedang riang dan bersyukur”
“Jadi, para koruptor dan penindas rakyat tetap aman sejahtera hidupnya?”
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 56
57. “Sampai siang ini, ya. Sebenarnya Tuhan masih sayang kepada mereka sehingga
selama satu dua bulan terakhir ini diberi peringatan berturut-turut, baik berupa
bencana alam, teknologi dan manusia, dengan frekuensi jauh lebih tinggi
dibanding bulan-bulan sebelumnya. Tetapi, karena itu semua tidak menjadi
pelajaran, mungkin itu menjadikan Tuhan mengambil keputusan untuk memberi
peringatan dalam bentuk lebih dahsyat. Kalau kedahsyatan Aceh belum
mengguncangkan jiwa Jakarta untuk mulai belajar menundukkan muka, ada
kemungkinan….”
“Jangan pula gunung akan meletus, Kiai!” aku memotong, karena ngeri
membayangkan lanjutan kalimat Sudrun.
“Bilang sendiri sana sama gunung!” ujar Sudrun sambil berdiri dan ngeloyor
meninggalkan saya.
“Kiai!” aku meloncat mendekatinya, “Tolong katakan kepada Tuhan agar
beristirahat sebentar dari menakdirkan bencana-bencana alam….”
“Kenapa kau sebut bencana alam? Kalau yang kau salahkan adalah Tuhan, kenapa
tak kau pakai istilah bencana Tuhan?”
Sudrun benar-benar tak bisa kutahan. Lari menghilang.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 57
58. Gusti, Kok Pas Sih....!
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 28 Januari 2010 jam 8:51
Catatan: Munzir Madjid
NAMANYA “Muhammad Ainun Nadjib,” diutak-atik sendiri menjadi “Emha Ainun
Nadjib.” Sejak tahun 1970-an namanya mulai dikenal sebagai penyair dari Jogja.
Wilayah jelajah berikutnya sebenarnya tidak melulu di dunia kepenyairan.
Bahkan pertengahan 1960-an, kala masih tercatat sebagai pelajar SMA, sudah
dipercaya mengasuh rubrik “Sastra-Budaya” di sebuah harian lokal Jogjakarta.
Tahun 1980-an mulai melanglang dunia; ke Amerika Serikat, Filipina, Jerman,
Belanda dan lorong-lorong Negara Eropa yang lain. Di tahun 80-an pula, tulisan-
tulisannya mulai memenuhi berbagai majalah dan harian nasional. Undangan-pun
berdatangan dari berbagai kalangan untuk dijadikan nara sumber lintas disiplin
keilmuan.
Orang-orang terbiasa memanggilnya “Cak Nun.” Panggilan khas jawatimuran
karena Emha berasal dari Jombang, Jawa Timur. Yang memanggil “Emha” juga
tidak sedikit, terutama dari pergaulan dengan kalangan di luar Jogja dan Jawa
Timur. Emha sendiri tidak terlalu peduli dengan berbagai panggilan itu, bahkan
ada yang menjuluki “Kiai Mbeling.” Barangkali karena dalam berbagai
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 58
59. kesempatan, baik dalam tulisan atau ucapan-ucapannya, Emha sangat fasih
menyitir ayat-ayat Al Qur’an. Mungkin pula orang mau memanggil “Kiai” tanpa
embel-embel “Mbeling” masih agak diragukan, kurang rela dan tidak pantas.
Beda lagi orang Makassar. Emha selalu dipanggil dengan “Cak Nung.” Saya tidak
tahu kenapa lidah orang Makassar susah mengucapkan “Nun,” sebab bila nama
Anda “Agung” akan dipanggil “Mas Agun.” Yang ini kebalik ‘kan, susah melafalkan
“Mas Agung.”
Maka jangan heran jika di suatu tempat Emha dipanggil “Bapak Cak Nun,”
sebagaimana orang keliru memanggil Bung Karno dengan “Bapak Bung Karno”
atau Gus Dur dipanggil “Bapak Gus Dur.” Atau malah dikelira-kelirukan dengan
“Cak Nur” (Nurcholish Madjid, Allah yarham).
<“Cak Nur kan?” seseorang menodong di Bandara Soekarno Hatta.
Emha kebingungan menjawabnya, jika dijawab tidak, kasihan juga.
“Cak Nur kan?”
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 59
60. Emha hanya tersenyum.
“Iya, Nurcholish Ainun Nadjib kan?”
Saya sebenarnya bingung mau menulis apa tentang Emha, memulai dari mana
dan menuju kemana. Banyak sekali memori saya tentang Emha, selama bertahun-
tahun bergaul sampai sekarang. Beberapa kawan menyarankan saya menulis lagi
sebagaimana tulisan-tulisan berseri yang pernah saya tuturkan. Saya bukan orang
yang cerdas menyerap ilmu lalu saya deskripsikan dalam sebuah tulisan dengan
berbagai analisa. Jadi mohon maaf, kalau tulisan ini hanya “wadag,” dan bukan
“ruh.” Terlebih memohon maaf kepada Emha, jika ternyata tuturan saya tidak pas
atau malah berlebihan.
Dalam suatu acara, seorang MC memanggil, “Kami persilakan Bapak KH Emha
Ainun Nadjib, yang kita kenal sebagai Cak Nun...”
Sejak kapan Emha menjadi haji, saya membatin. Memang pada saat itu Emha
belum berangkat haji, bahkan ke Makkah-pun belum pernah. Dan ‘haji’ dalam
pemahaman kita juga bukan titel sebagaimana rukun Islam lain.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 60
61. Beberapa kali sahabat-sahabatnya ‘memaksa’ Emha untuk berangkat haji, dengan
fasilitas ONH Plus-nya. Dengan cara halus Emha selalu menolaknya. Seorang
pejabat penting mengirim ajudannya dengan membawa amplop berisi ribuan US
Dollar untuk ongkos naik haji. Setelah amplop diterima dan dibuka isinya lalu
Emha menyerahkan kembali kepada sang ajudan. Entahlah, apakah amplop
diserahkan kembali kepada sang pejabat, atau diam-diam tidak diserahkan
dengan alasan jika dikembalikan mendapat resiko dimarahi. Nilai nominalnya
banyak lho, taruhlah misalnya USD 10.000 dikalikan kurs sekarang. Wallahu a’lam.
Barangkali pejabat tadi, yang sangat akrab dengan Emha, melihat Emha belum
juga mau berangkat haji, meminta lagi kepada Emha untuk kesekian kalinya. Kali
ini Emha mau menerima ongkos naik haji, tapi bukan untuk dirinya melainkan
untuk beberapa orang miskin di kampungnya. Kalau Anda bertanya kapan
kejadiannya, saat musim haji berbarengan dengan musibah terowongan Mina.
Lagi, di Bandara Soekarno Hatta. Seseorang wanita paruh baya mendatangi Emha.
Emha sendiri merasa tidak mengenalnya. Emha berencana menuju Surabaya lalu
ke Jombang. Saat sedang beracara di Jakarta dikabari bahwa salah satu kakaknya
mendapat musibah kecelakaan mobil dan di rawat di RSUD Jombang.
“Mas Emha kan?” wanita berwajah oriental itu menyapa.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 61
62. “Iya bu,” Emha dengan santun menjawabnya.
“Saya ada titipan, mohon diterima,” wanita itu memohon.
“Terima kasih bu,” Emha menerima amplop dengan ucapan terima kasih.
Aneh. Mereka tidak saling kenal dan tidak saling memperkenalkan diri.
Kejadiannya sangat cepat. Emha tersadar, kok tidak bertanya namanya siapa, dan
ini amplop apa.
Sampailah Emha di RSUD Jombang dan menjenguk sang kakak. Lalu seseorang
menyerahkan kwitansi pembiayaan pengobatan. Buru-buru Emha menuju toilet
dan membuka isi amplop. Amplop berisi uang itu dihitung dan disesuaikan dengan
tagihan biaya rumah sakit. Emha terkejut, nominalnya sangat pas.
“Gusti, syukur Alhamdulillah, tapi mbok yao dilebihin barang limapuluh ribu-
lah...!” Emha mengucap dalam batin. []
Jkt, 26.01.2010. 11:41
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 62
63. Hijrah dan Kultus Individu
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 26 Februari 2010 jam 9:44
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib
Tidak ada satu peristiwa apa pun dalam kehidupan yang dihuni oleh manusia ini
yang tidak bersifat hijrah. Seandainya pun ada benda yang beku, diam dan seolah
sunyi abadi: ia tetap berhijrah dari jengkal waktu ke jengkal waktu berikutnya.
Orang jualan bakso menghijrahkan bakso ke pembelinya, dan si pembeli
menghijrahkan uang ke penjual bakso. Orang buang ingus, buang air besar,
melakukan transaksi, banking, ekspor impor, suksesi politik, revolusi, apapun saja,
adalah hijrah.
Tidak ada satu peristiwa apa pun dalam kehidupan yang dihuni oleh manusia ini
yang tidak bersifat hijrah. Seandainya pun ada benda yang beku, diam dan seolah
sunyi abadi: ia tetap berhijrah dari jengkal waktu ke jengkal waktu berikutnya.
Orang jualan bakso menghijrahkan bakso ke pembelinya, dan si pembeli
menghijrahkan uang ke penjual bakso. Orang buang ingus, buang air besar,
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 63
64. melakukan transaksi, banking, ekspor impor, suksesi politik, revolusi, apapun saja,
adalah hijrah.
Inti ajaran Islam adalah hijrah. Icon Islam bukan Muhammad, melainkan hijrah.
Muhammad hanya utusan, dan Allah dulu bisa memutuskan utusan itu Darsono
atau Winnetou, tanpa ummat manusia men-demo Tuhan kenapa bukan
Muhammad. Oleh karena itu hari lahirnya Muhammad saw. Tidak wajib
diperingati. Juga tidak diletakkan sebagai peristiwa nilai Islam. Hari lahir
Muhammad kita ingat dan selenggarakan peringatannya semata-mata sebagai
peristiwa cinta dan ucapan terima kasih atas jasa-jasanya melaksanakan perintah
Tuhan.
12 Rabiul Awal bukan hari besar Islam sebagaimana Natal bagi ummat Kristiani.
Sekali lagi, itu karena Islam sangat menghindarkan ummatnya dari kultus individu.
Wajah Muhammad tak boleh digambar. Muhammad bukan founding father of
islam. Muhammad bukan pencipta ajaran, melainkan pembawa titipan. Tahun
Masehi berdasarkan kelahiran Yesus Kristus, sementara Tahun Hijriyah
berdasarkan peristiwa hijrah Nabi, yang merupakan momentum terpenting dari
peta perjuangan nilainya. Kesadaran hijriyah menghindarkan ummat dari
penyembahan individu, membawanya menyelam ke dalam substansi ajaran --
siapa pun dulu yang diutus oleh Tuhan untuk membawanya.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 64
65. Hijrah adalah pusat jaring nilai dan ilmu. Dari gerak dalam fisika dan kosmologi
hingga perubahan dan transformasi dalam kehidupan sosial manusia. Manusia
Muslim tinggal bersyukur bahwa wacana dasar hijrah sedemikian bersahaja, bisa
langsung dipakai untuk mempermatang cara memasak makanan, cara menangani
pendidikan anak-anak, cara mengurus organisasi dan negara.
Hijrah Muhammad saw. dan kaum Anshor ke Madinah, di samping merupakan
pelajaran tentang pluralisme politik dan budaya, juga bermakna lebih esoterik
dari itu.
Peristiwa Isra' Mi'raj misalnya, bisa dirumuskan sebagai peristiwa hijrah,
perpindahan, atau lebih tepatnya transformasi, semacam proses perubahan atau
'penjelmaan' dari materi ke (menjadi) energi dan ke (menjadi) cahaya.
Sebenarnya sederhana saja. Kalau dalam ekonomi: uang itu materi, kalau diputar
atau digerakkan atau 'dilemparkan' maka menjadi enerji. Itu kejadian isro'
namanya. Tinggal kemudian enerji ekonomi itu akan digunakan (dimi'rajkan)
untuk keputusan budaya apa. Kalau sudah didagangkan dan labanya untuk beli
motor: motornya dipakai untuk membantu anak sekolah atau sesekali dipakai ke
tempat pelacuran.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 65
66. Di dalam teknologi, tanah itu materi. Ia bisa ditransformasikan menjadi genting
atau batu-bata. Logam menjadi handphone, besi menjadi tiang listrik, atau
apapun. Tinggal untuk apa atau ke mana mi'rajnya.
Peristiwa isro' bergaris horisontal. Negara-negara berteknologi tinggi adalah
pelopor isro' dalam pengertian ini. Pertanyaannya terletak pada garis vertikal
tahap mi'raj sesudahnya. Kalau vertikal ke atas, berarti transform ke atau menjadi
cahaya. Artinya produk-produk teknologi didayagunakan untuk budaya kehidupan
manusia dan masyarakat yang menyehatkan jiwa raga mereka dunia akhirat.
Kalau garis vertikalnya ke bawah, berati transform ke atau menjadi kegelapan.
Mesiu Cina diimport ke Eropa menjadi peluru, meriam dan bom. Kita bisa dengan
gampang menghitung beribu macam produk teknologi isro' pemusnah manusia,
perusak mental dan moral masyarakat.
Dalam pengertian umum dan baku selama ini, Isra' Mi'raj selain merupakan
peristiwa besar dalam sejarah, namun pada umumnya berhenti sebagai wacana
dongeng, dan belum digali simbol-simbol berharganya atas idealitas etos
tranformatif.
Dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan rumus di atas, segala sesuatu yang
menyangkut kehidupan manusia-baik di bidang ekonomi, politik, sosial budaya
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 66
67. dan sebagainya-terjadi secara berputar membentuk bulatan. Yang sehari-hari
sajapun: badan kita (materi), tentu, jika tidak diolah-ragakan (dienergikan),
mengakibatkan tidak sehat. Tidak sehat adalah kegelapan.
Setelah badan kita sehat dan menyehatkan, lantas dipergunakan untuk kegiatan
yang baik, yang memproduk cahaya bagi batin kehidupan kita, serta bermanfaat
seoptimal mungkin bagi sesama manusia dan alam-lingkungan.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 67
68. Humor
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 26 Juli 2010 jam 11:43
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib
Humor orisinal dari kehidupan sehari-hari adalah bahasa atau ungkapan budaya
yang paling canggih dalam penggambaran inti realitas zaman. Kalau tulisan atau
buku-buku ilmiah, harus berputar-putar dulu kalau hendak membawa kita ke
realitas. Mesti melalui jalan metodologi dan terminologi yang ruwet, yang hanya
bisa dijangkau oleh hanya sebagian orang yang punya uang untuk sekolah.
Sementara sepotong humor langsung saja membenturkan kita ke inti kenyataan.
Humor adalah sinar laser yang amat tajam, yang mengirimkan kita secara sangat
pragmatis untuk mengerti terhadap sesuatu hal.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 68
69. Indonesia Maafkan Aku
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 17 Agustus 2010 jam 11:08
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib
Indonesia
maafkan aku
tak ada yang bisa kuperbuat untukmu
karena engkau terlalu besar untukku
dan aku terlalu kecil untukmu
Indonesia
maafkan aku tak bisa menolongmu
karena engkau terlalu kuat bagiku
dan aku terlalu lemah bagimu
Indonesia
maafkan tak ada peran yang bisa kupersembahkan kepadamu
karena engkau terlalu agung untuk kupahami
dan aku terlalu kerdil dan tak berarti
bahkan memalukan untuk menjadi bagian darimu
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 69
70. Indonesia
maafkan kakiku tak sanggup melangkah untukmu
tanganku tak mampu bergerak buatmu
engkau semesta gaib yang tak mampu kujangkau
dan aku daun kering layu, mengotori tanah sucimu
Indonesia
maafkan aku tak sanggup mengikuti jalanmu
karena langkahmu langkah cakrawala
sedangkan aku cacing melata
Indonesia
maafkan aku berpaling
karena wajahmu terlalu berkilause
hingga tak sanggup aku menatapmu
Indonesia
karena tak ada satupun dari perilakumu
yang sanggup kumengerti
maafkan aku abstain...
aku abstain...
*) diambil dari pementasan Jangan Cintai Ibu Pertiwi GKJ 2-3 April 2009
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 70
71. Industri dan Sportivitas Sepakbola
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 29 Juni 2010 jam 10:53
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib
Lucunya, kalau sportivitas nomer satu, industri sepakbola tidak jalan. Sportivitas
hanya aktual di wilayah-wilayah romantik. Masing-masing kita menjagokan
kesebelasan sendiri-sendiri. Pertimbangan kita bukan sportivitas, melainkan
selera pribadi.
Sedangkan orang yang mengerti ilmu sejati, berkata: “Engkau menjadi lemah dan
kelak bisa menjadi celaka kalau menjalankan hidup bersadarkan senang dan tidak
senang, mengandalkan selera pribadi dan kemauan sendiri. Manusia yang kuat
dan akan menemukan hakekat hidup adalah yang melangkahkan kaki berdasarkan
pilihan yang benar, baik dan indah, serta meninggalkan yang salah, buruk, dan
konyol".
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 71
72. ”Islamic Valentine Day”
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 14 Februari 2010 jam 8:08
Ditulis Oleh: Muhammad Ainun Nadjib
JUDUL ini harus dikasih tanda petik di awal dan akhir, karena sesungguhnya itu
istilah ngawur dari sudut apapun kecuali dari sisi iktikad baik tentang cinta
kemanusiaan.
Islam bukan kostum drama, sinetron atau tayangan-tayangan teve Ramadan.
Islam itu substansi nilai, juga metodologi.Ia bisa memiliki kesamaan atau
perjumpaan dengan berbagai macam substansi nilai dan metodologi lain, baik
yang berasal dari ”agama” lain, dari ilmu-ilmu sosial modern atau khasanah
tradisi. Namun sebagai sebuah keseluruhan entiti, Islam hanya sama dengan
Islam.
Bahkan Islam tidak sama dengan tafsir Islam.Tidak sama dengan pandangan
pemeluknya yang berbagai-bagai tentang Islam. Islam tidak sama dengan Sunni,
Syi’i, Muhammadiyah, NU, Hizbut Tahrir dan apapun saja aplikasi atas tafsir
terhadap Islam. Islam yang sebenar-benarnya Islam adalah dan hanyalah Islam
yang sejatinya dimaksudkan oleh Allah.
Semua pemeluk Islam berjuang dengan pandangan-pandangannya masingmasing
mendekati sejatinya Islam. Sehingga tidak ada satu kelompok pun yang legal dan
logis untuk mengklaim bahwa Islam yang benar adalah Islamnya kelompok ini
atau itu. Kalau ada teman melakukan perjuangan ”islamisasi”, ”dakwah Islam”,
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 72
73. ”syiar Islam”, bahkan perintisan pembentukan ”Negara Islam Indonesia” – yang
sesungguhnya mereka perjuangkan adalah Islamnya mereka masingmasing.
Dan Islamnya si A si B si C tidak bisa diklaim sebagai sama dengan Islamnya Allah
sejatinya Islam. Demikianlah memang hakekat penciptaan Allah atas kehidupan.
Sehingga Islam bertamu ke rumahmu tidak untuk memaksamu menerimanya. La
ikroha fid-din.Tak ada paksaan dalam Agama, juga tak ada paksaan dalam
menafsirkannya. Tafsir populer atas Islam bahkan bisa menggejala sampai ke
tingkat pelecehan atas Islam itu sendiri.
Islam bisa hanya disobek-sobek, diambil salah satu sobekannya yang menarik bagi
seseorang karena enak dan sesuai dengan seleranya. Islam bisa diperlakukan
hanya dengan diambil salah satu unsurnya, demi mengamankan psikologi
subyektif seseorang sesudah hidupnya ia penuhi dengan pelanggaran-
pelanggaran terhadap Islam.
Islam bisa hanya diambil sebagai ikon untuk mengkamuflase kekufuran,
kemunafikan, kemalasan pengabdian,korupsi atau keculasan. Islam bisa dipakai
untuk menipu diri, diambil satu faktor pragmatisnya saja: yang penting saya sudah
tampak tidak kafir, sudah merasa diri bergabung dengan training shalat, sudah
kelihatan di mata orang lain bahwa saya bagian dari orang yang mencari sorga,
berdzikir ingat keserakahan diri dan keserakahan itu bisa dihapus dengan
beberapa titik air mata di tengah ribuan jamaah yang berpakaian putih-putih
bagaikan pasukan Malaikat Jibril.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 73
74. Sedemikian rupa sehingga kita selenggarakan dan lakukan berbagai formula dunia
modern, industri liberal, mode show, pembuatan film, diskusi pengajian, yang
penting dikasih kostum Islam.Tentu saja tidak usah kita teruskan sampai tingkat
menyelenggarakan tayangan ”Gosip Islami”, ”Lokalisasi Pelacuran Islami”,
”Peragaan Busana Renang Wanita Muslimah” atau pertandingan volley ball
wanita muslimah berkostum mukena putih-putih. Sampai kemudian dengan tolol
dan ahistoris kita resmikan salah satu hari ganjil di tengah sepuluh hari terakhir
Ramadan sebagai Hari Valentine Islami.
Tapi sesungguhnya saya serius dengan makna Hari Kasih Sayang Islam versi
Rasulullah Muhammad SAW. Fathu Makkah, yang diabadikan dalam Al Qur’an
sebagai Fathan Mubiiina, kemenangan yang nyata, terjadi pada Bulan Ramadan,
tepatnya pada tanggal 10 Ramadan tahun ke-8 Hijriyah. Pasukan Islam dari
Madinah merebut kembali kota Makkah. Diizinkan Allah memperoleh
kemenangan besar. Ribuan tawanan musuh diberi amnesti massal.
Rasulullah berpidato kepada ribuan tawanan perang: ”...hadza laisa yaumil
malhamah, walakinna hadza yaumul marhamah,wa antumut thulaqa....”.Wahai
manusia, hari ini bukan hari pembantaian, melainkan hari ini adalah hari kasih
sayang, dan kalian semua merdeka kembali ke keluarga kalian masing-masing.
Pasukan Islam mendengar pidato itu merasa shock juga. Berjuang hidup
mati,diperhinakan dilecehkan sekian lama, ketika kemenangan sudah di
genggaman: malah musuh dibebaskan. Itu pun belum cukup. Rasulullah
memerintahkan papasan perang, berbagai harta benda dan ribuan onta,
dibagikan kepada para tawanan.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 74
75. Sementara pasukan Islam tidak memperoleh apa-apa. Sehingga mengeluh dan
memproteslah sebagian pasukan Islam kepada Rasulullah. Mereka dikumpulkan
dan Muhammad SAW bertanya: ”Sudah berapa lama kalian bersahabat
denganku?” Mereka menjawab: sekian tahun, sekian tahun... ”Selama kalian
bersahabat denganku, apakah menurut hati kalian aku ini mencintai kalian atau
tidak mencintai kalian?”
Tentu saja sangat mencintai. Rasulullah mengakhiri pertanyaannya: ”Kalian
memilih mendapatkan onta ataukah memilih cintaku kepada kalian?”
Menangislah mereka karena cinta Rasulullah kepada mereka tidak bisa
dibandingkan bahkan dengan bumi dan langit. Tentu saja, andai kita berada di situ
sebagai bagian dari pasukan Islam, kelihatannya kita menjawab agak berbeda:
”Sudah pasti kami memilih cinta Rasulullah... tapi kelau boleh mbok ya juga diberi
onta dan emas barang segram dua gram...” (Sindo, 21/09/2007)
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 75
76. Kangen
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 20 Januari 2010 jam 13:09
Ditulis Oleh: Emha Ainun Nadjib
Kangen itu baik. Kangen itu mahluk ciptaan Allah yang tergolong paling indah. Ia
mutiara batin, atau api yang menghidupkan jiwa. Karena kangen yang menggebu,
dulu Ibrahim mengembarai bumi dan langit bertahun-tahun, untuk akhirnya
menemukan apa yang paling dibutuhkan oleh hidupnya: Allah.
Oleh kangen yang tak tertahan pula, Musa bermaksud membelah kodrat,
menerobos maqom dan ingin memergoki Allah yang amat dicintainya. Tentu saja
gagal, sebab ketika itu ia masih manusia, masih darah daging.
Kangen membuat seorang istri paham arti kehidupan. Kangen membikin
suaminya, yang pergi nun jauh, membatalkan penyelewengannya sebagai lelaki.
Kangen mendorong seorang gadis menancapkan cintanya lebih dalam. Kangen
membuat pemuda kekasihnya mengerjakan kesibukan-kesibukan baik untuk
memelihara kebersihan rindu yang dinikmatinya. [...]
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 76
77. Kawah Api: “Universitas Patangpuluhan” - I
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 19 Mei 2010 jam 11:23
Catatan: Kang Munzir
Yasinan
Seorang berteriak lantang, mengagetkan semua orang. “Api, api....!” Matanya
melotot ke atas seolah melihat hal yang menakjubkan. Kedua tangannya
digerakkan mengikuti irama teriakan bak seorang pembaca puisi. “Lihatlah, aku
melihat api...!”
Orang-orang berdatangan usai magrib. Tikar dan karpet telah tertata rapi di ruang
tamu dan ruang tengah. Sebagian mahasiswa, seniman dan pengangguran.
Beberapa wajahnya tidak terlalu asing karena rutin datang ke Patangpuluhan,
rumah kontrakan Emha Ainun Nadjib.
Entah sejak kapan, tiap Kamis (malam Jumat) diselenggarakan Yasinan, membaca
QS Yasin. “Santri-santri” mahasiswa mengaji, yang lain, mungkin kurang tartil atau
berbeda agama, duduk santun di teras mendengarkan. Salah satu mahasiswa
memimpin dan berdoa. Emha tentu saja ikut di lingkaran, mengaji dan menyimak.
Usai ngaji, orang-orang tidak beranjak. Biasanya ngobrol ngalor ngidul membahas
berita yang menjadi issu nasional. Diskusi. Dari pintu belakang terlihat teh manis
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 77
78. dan nasi kuning mulai dikeluarkan. Sejak sore, seksi dapur yang ditangani Mbak
Roh, Dik In dan Mbak Wik (almarhumah) sudah sibuk belanja dan memasak.
Di tengah pembicaraan yang kadang panas, tiba-tiba Agus Supriyatna, seorang
mahasiswa dari Karawang berteriak seperti orang trance. Mata hampa seolah
melihat sesuatu, entah apa. “Api, api, lihatlah....!” Mulut terus berbunyi. Bagai
melafal bait-bait puisi. Jika hal semacam terjadi, biasanya Emha mendekat,
mengelus punggungnya dan seolah membacakan sesuatu di telinga dan ubun-
ubun. Lalu berangsur tenang.
Tema-tema obrolan muncul begitu saja. Pelontar umumnya berawal dari
pertanyaan-pertanyaan mahasiswa yang diajukan kepada Emha. Karena
pesertanya berbeda latar belakang, maka diantara mereka sering saling ngotot
mempertahankan argumen masing-masing. Kalangan mahasiswa dengan bahasa-
bahasa “planet” yang bagi kalangan awam susah dipahami, nukilan-nukilan text
book dengan istilah-itilah asing. Sementara yang seniman berpuitis dan berbahasa
“nyufi.”
Jika malam makin larut, secara perlahan satu persatu berpamit. Pasti mereka tidak
terbiasa “melek malam.” Yang lain tetap bertahan, bisa jadi dilanjut dengan
permainan gaple. Main gaple seolah menebak nasib, meramal takdir. Kita tidak
sanggup menghitung “balak” apa yang akan muncul. Meski jumlah kartu bisa
dihitung, probabilitasnya agak susah untuk memastikan. Bahkan Emha sering agak
ekstrim mengemukakan bahwa pasti “Tangan Tuhan” ikut berperan. Kartu
dikocok sekian kali, kartu dibagi, masing-masing pemain tidak bisa memilih kartu
terbaik. Seorang pemain ahli-pun bisa kalah jika tandem sisi kiri atau kanan
ngawur cara membuang kartu. Permainan gaple (atau kartu) hampir mirip sopir
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 78
79. taxi atau tukang ojek. Tuhan-lah yang mengatur detik demi detik jalannya rejeki.
Kita tidak bisa memperkirakan seberapa cepat melajukan kendaraan tatkala tiba
di pojok jalan seseorang muncul dan menyetop kendaraan kita. Laju cepat sedikit
orang itu belum keluar dari rumah, diperlambat, kendaraan lainlah yang distop.
Pertemuan di titik antara sopir taxi dan calon penumpang adalah pertemuan
agung yang diatur Tuhan.
Seorang kawan aktifis kebudayaan dari Banten yang berdiam lama di Solo, adalah
lawan ulet Emha. Mereka saling mengalahkan. Saling ejek. Untuk membuktikan
bahwa Tuhan juga ikut “bermain gaple,” Emha berani taruhan dengan receh lima
puluh rupiah (Rp 50,- --mungkin kurs sekarang setara dengan Rp 500,-). Kali ini
Emha menang bagai bandar. Ih, berjudi ya? Jangan khawatir, siapa yang menang
uang receh dikumpulkan untuk makan bersama. Jelas saja kurang, pasti harus ada
yang nombokin kekurangannya. Makan di waktu malam di Jogja sangat
mengasyikkan. Banyak tempat bisa dikunjungi, semuanya serba murah. Mau pilih
menu apa? Oseng-oseng mercon, gudeg Permata, warung “gua hira,” nasi kucing
Mbah Wongso atau sayur brongkos Pojok Beteng?
Kapan sejarah ini berlangsung? Untuk mengingat bulan dan tahun, apalagi
tanggal, saya agak sulit. Tampaknya akhir tahun 1980-an, 1988-1989 atau awal
1990-an. Beberapa orang yang sering muncul adalah Agung Waskito, Seteng Agus
Yuniawan, Jebeng Slamet Jamaluddin, Wahyudi Nasution, Godor, Muhammad
Hadiwiyono, Imam Syuhada, Hamim Ahmad, Irfan Mukhlis, Goetheng Iku Ahkin,
Moh Zainuri, Joko Kamto, Novi Budiyanto, Jemek, Toro, Toto Rahardjo, beberapa
aktifis mahasiswa dan LSM.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 79
80. Saya tidak berani mengklaim atau men-justifikasi bahwa kelak pengajian Padhang
Bulan ber-embrio dari sini, Yasinan di Patangpuluhan. Lalu gerakan shalawat
menyebar dari Jakarta, yang berawal dari idenya Cak Dil (Adil Amrullah) membuat
wadah HAMAS (Himpunan Masyarakat Shalawat), setelah Emha merasa
“gamang” dengan gagalnya reformasi 1).
Itulah proses. Yasinan di Patangpuluhan, Pengajian Padhang Bulan, HAMAS
Jakarta, Mocopat Syafaat 17 Agustus 1999 di Jogjakarta, Kenduri Cinta dan
seterusnya, yang kemudian menjadi Jamaah Maiyah.
Catatan judul. Kawah Api “Universitas Patangpuluhan” istilah ini yang pertama
kali melontarkan Emha sendiri. Universitas Patangpuluhan, harus dengan tanda
petik. Patangpuluhan, bukan Patang Puluhan.
Jkt.09.05.2010, 13:06
Bersambung.
1). Emha sangat aktif ikut membidani jalannya reformasi melalui pertemuan demi
pertemuan dengan berbagai pihak dan mengawal prosesi 21 Mei 1998, sampai
kemudian Pak Harto secara suka rela meletakkan jabatan. Namun reformasi yang
diharapkan benar-benar sebagai momentum perubahan, justru tidak sesuai
harapan. Habibie, wakil presiden, naik menggantikan Pak Harto sebagai presiden
dengan menteri-menteri yang tidak jauh berbeda dengan Orde Baru. Lebih
lengkap tercatat dalam buku kecil “Ikrar Khusnul Khatimah.” Atau “Satu Setengah
Jam Bersama Pak Harto.”
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 80
81. Kawah Api: “Universitas Patangpuluhan” - II
oleh Komunitas Kenduri Cinta pada 26 Mei 2010 jam 9:31
Catatan: Kang Munzir
Guk Nuki
Di Jawa Timur panggilan yang paling populer adalah “Cak,” mengalahkan
panggilan “Mas” untuk Jawa (Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jogjakarta). Orang
Sunda terbiasa dengan “Aa.” Panggilan “Cak” lebih egaliter, tidak memandang
strata sosial. Cak Ruslan, Cak Markeso (bukan Markesot), Cak Kandar, Cak Kartolo
atau Cak Nur.
Ternyata ada panggilan yang lebih “ndeso” lagi, kurang populer, mungkin orang
Jawa Timur-pun banyak yang sudah lupa, yaitu “Guk.” Panggilan “Guk” lebih
banyak digunakan di desa-desa untuk petani, pangon, tukang ngarit dst. Saya
sendiri bukan dari Jawa Timur, jika ternyata kurang pas mohon diberi
pembenaran.
Markesot Sang Legenda
Tersebutlah nama Guk Nuki sebagai kawan main Emha sejak kecil. Bukan teman
sekolah, karena Guk Nuki sendiri tidak tamat sekolah tingkat dasar. Bisa jadi
semacam teman “nakal.” Teman mencuri mangga milik tetangga, memindahkan
sandal ke tempat tersembunyi sesama kawan di langgar. Atau, mengikat sebutir
garam dengan benang lalu dimasukkan ke mulut kawannya yang sedang tidur, jika
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 81
82. garam dikecap secara perlahan benang diangkat. Kenakalan yang sungguh
mengasyikkan. Sampai kini Guk Nuki dan Guk Nun masih berkawan akrab.
Nama aslinya, saya kurang begitu paham, Nuchin siapa gitu. Di usia remaja
merantau ke pedalaman Kalimantan. Ia bergaul dengan alam yang ganas dan
lingkungan dari berbagai suku. Ia bisa masuk ke suku melayu, dayak dan madura.
Keahliannya merakit ulang mesin yang rusak, dari berbagai jenis. Dari kipas angin,
diesel, motor, mobil dan kapal yang teronggok. Dengan kreatifitasnya ia bisa
menghidupkan kembali mesin tanpa dengan spare part baru. Bisa dengan cara
kanibal atau rekayasa ketrampilan tangannya.
Konon, kala tidur di bawah pohon tua di hutan pedalaman Kalimantan pernah
mengalahkan para jin yang tiba-tiba mengeroyoknya. Ia “preman” juga rupanya.
Dialek bicaranya sangat kental jawatimuran dan kasar. Raut mukanya dihiasi
kumis dan jenggot tak teratur.
Guk Nuki ini menginspirasi Emha untuk mengangkat menjadi tulisan berseri di
Surabaya Post, akhir 1980-an sampai awal 1990-an: “Markesot Bertutur.” Guk
Nuki ini ya Markesot itu.
Dari cara berpikirnya yang sederhana, menjadi buah-buah pikiran yang sangat
filosofis. Emha seolah menemukan “sumur ilham” untuk menjadikan “Markesot
Bertutur” tulisan yang hidup, jujur, polos dan sangat bernas. Berkat tulisan berseri
ini, fasilitas sekolah dan lembaga pendidikan “Al Muhammady” di Menturo,
Jombang; diperbaiki. Karena Emha menghibahkan hasil honor seluruhnya untuk
kelangsungan pembangunan lembaga pendidikan milik keluarga tsb.
Jkt,12.05.2010, 07:35
Bersambung.
Catatan Komunitas Kenduri Cinta I
Page 82