MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
Artikel mastery learning
1. Bahrur Rosyidi Duraisy | MASTERY LEARNING 1
MASTERY LEARNING
(PEMBELAJARAN PENGUASAAN / PEMBELAJARAN TUNTAS)
Bahrur Rosyidi Duraisy
A. PENDAHULUAN
Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak
diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata
prestasi belajar, khususnya peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA). Masalah lain adalah
bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered).
Guru lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik.
Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai mata
pelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan
logis, belum memanfaatkan quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam
pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.
Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum
menerapkan pembelajaran sampai peserta didik menguasai materi pembelajaran secara tuntas.
Akibatnya, banyak peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah
dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah.
Penerapan Standar Isi yang berbasis pendekatan kompetensi sebagai upaya perbaikan
kondisi pendidikan di tanah air ini memiliki beberapa alasan, di antaranya:
1. potensi peserta didik berbeda-beda, dan potensi tersebut akan berkembang jika
stimulusnya tepat;
2. mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek-aspek moral, akhlak,
budi pekerti, seni & olah raga, serta kecakapan hidup (life skill);
3. persaingan global yang memungkinkan hanya mereka yang mampu akan berhasil;
4. persaingan kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) produk lembaga pendidikan;
5. persaingan yang terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu rumusan yang jelas
mengenai standar kompetensi lulusan.
Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi
meliputi: kewenangan pengembangan, pendekatan pembelajaran, penataan isi/konten, serta
model sosialisasi, lebih disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi serta era yang
terjadi saat ini. Pendekatan pembelajaran diarahkan pada upaya mengembangkan kemampuan
peserta didik dalam mengelola perolehan belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan kondisi
masing-masing. Dengan demikian proses pembelajaran lebih mengacu kepada bagaimana
peserta didik belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari.
Sesuai dengan cita-cita dari tujuan pendidikan nasional, guru perlu memiliki beberapa
prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan kemampuan internal peserta didik di dalam
merancang strategi dan melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya
dengan menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mampu
mencapai kompetensi secara penuh, utuh dan kontekstual.
Berbicara tentang rendahnya daya serap atau prestasi belajar, atau belum terwujudnya
keterampilan proses dan pembelajaran yang menekankan pada peran aktif peserta didik, inti
persoalannya adalah pada masalah “ketuntasan belajar” yakni pencapaian taraf penguasaan
minimal yang ditetapkan bagi setiap kompetensi secara perorangan. Masalah ketuntasan belajar
merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan peserta didik, terutama
mereka yang mengalami kesulitan belajar.
Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang
bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap
kompetensi tertentu. Dengan menempatkan pembelajaran tuntas (mastery learning) sebagai salah
2. Bahrur Rosyidi Duraisy | MASTERY LEARNING 2
satu prinsip utama dalam mendukung pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, berarti
pembelajaran tuntas merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya oleh seluruh warga sekolah. Untuk itu perlu adanya panduan yang memberikan arah serta
petunjuk bagi guru dan warga sekolah tentang bagaimana pembelajaran tuntas seharusnya
dilaksanakan.
B. ASUMSI DASAR
Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah peserta didik mencapai
kompetensi tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (dalam pemilihan metode mengajar) maupun
bagi peserta didik (dalam memilih strategi belajar). Dengan demikian makin baik metode, akan
makin efektif pula pencapaian tujuan belajar (Winarno Surahmad, 1982). Langkah metode
pembelajaran yang dipilih memainkan peranan utama, yang berakhir pada semakin meningkatnya
prestasi belajar peserta didik.
Salah satu sarana untuk menyesuaikan pengajaran pada kebutuhan siswa yang beragam
disebut pembelajaran penguasaan (Guskey, 1995). Gagasan dasar di balik pembelajaran
penguasaan (mastery leraning) ialah memastikan bahwa semua atau hampir semua siswa telah
mempelajari kemampuan tertentu hingga tingkat penguasaan yang telah ditentukan sebelum
beralih ke kemampuan berikut.
Pembelajaran penguasaan pertama kali diusulkan sebagai jalan keluar atas persoalan
perbedaan masing-masing orang oleh Benjamin Bloom (1967), yang mendasarkan
rekomendasinya sbagain pada hasil penelitian John Carroll (1963) sebelimnya. Sebagaimana
dibahas sebelumnya dalam bab ini, Corroll telah mengusulkan untuk mempelajari apa yang
sedang diajarkan dan jumlah waktu yang digunakan dalam pengajaran.
Salah satu implikasi model Carroll tersebut ialah bahwa, kalau waktu yang di gunakan
ternyata sama untuk semua siswa dan semua siswa menerima jenis pengajaran yang sama,
perbedaan pencapaian siswa terutama akan mencermikan perbedaan kecenderungan siswa.
Namun, pada tahun 1968, Bloom mengusulkan agar, alih-alih memberikan jumlah waktu
pengajaran yang sama kepada semua siswa dan membolehkan pengajaran berbeda.
Maksudnya, Bloom mengusulkan agar kita memberi waktu dan pengajaran kepada siswa
sebanyak yang mereka butuhkan untuk mengantarkan mereka semua pada tingkat pembelajaran
yang pantas. Apabila beberapa siswa tampak berada pada bahaya tidak belajar, mereka
seharusnya diberi pengajaran tambahan hingga mereka benar-benar belajar.
Asumsi yang mendasari pembelajaran penguasaan ialah bahwa hampir setiap siswa dapat
mempelajari kemampuan yang peting dalam kurikulum. Asumsi ini disampaikan kepada siswa
maupun dilaksanakan oleh guru,yang tugasnya ialah memberikan pengajaran yang diperlukan
untuk menjadikan harapan menjadi kennyataan.
Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi
dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik
menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran
tertentu. Dalam model yang paling sederhana, dikemukakan bahwa jika setiap peserta didik
diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan
jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan peserta didik akan
mencapai tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika peserta didik tidak diberi cukup waktu atau
dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkat penguasaan
kompetensi peserta didik tersebut belum optimal.
Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning)
ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk
belajar dibagi dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai kompetensi tertentu.
Dalam pembelajaran konvensional, bakat (aptitude) peserta didik tersebar secara normal.
Jika kepada mereka diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu
3. Bahrur Rosyidi Duraisy | MASTERY LEARNING 3
yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat penguasaan adalah
tinggi.
Sebaliknya, apabila bakat peserta didik tersebar secara normal, dan kepada mereka
diberi kesempatan belajar yang sama untuk setiap peserta didik, tetapi diberikan perlakuan yang
berbeda dalam kualitas pembelajarannya, maka besar kemungkinan bahwa peserta didik yang
dapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal ini hubungan antara bakat
dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil.
Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan dari proses pembelajaran
dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi peserta didik
dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta
perhatian khusus bagi peserta didik yang lambat agar menguasai standar kompetensi atau
kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelalaran
tuntas adalah:
1. Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan urutan yang hirarkis,
2. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus
diberikan feedback,
3. Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan yang diperlukan,
4. Pemberian program pengayaan bagi peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar lebih
awal. (Gentile & Lalley: 2003)
C. PENDEKATAN PEMBELAJARAN TUNTAS
Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah satu usaha dalam pendidikan yang
bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap
kompetensi tertentu. Dengan menempatkan pembelajaran tuntas (mastery learning) sebagai salah
satu prinsip utama dalam mendukung pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, berarti
pembelajaran tuntas merupakan sesuatu yang harus dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya oleh seluruh warga sekolah. Untuk itu perlu adanya panduan yang memberikan arah serta
petunjuk bagi guru dan warga sekolah tentang bagaimana pembelajaran tuntas seharusnya
dilaksanakan.
John B. Carol pada tahun (1963) berdasarkan penemuannya mengenai model belajar
yaitu “model of school learning”. Model ini menguraikan faktor-faktor yang memepengaruhi
4. Bahrur Rosyidi Duraisy | MASTERY LEARNING 4
keberhasilan belajar siswa. Ia menyatakan bahwa bakat siswa untuk suatu pelajaran tertentu
dapat diramalkan dari waktu yang disediakan untuk mempelajari pelajaran tersebut dan atau waktu
yang dibutuhkan untuk belajar dan untuk mencapai tingkat penguasaan tertentu.
Selain itu John B. Carol (1953) juga berpendapat bahwa peserta didik yang berbakat
tinggi memerlukan waktu yang relatif sedikit untuk mencapai taraf penguasaan bahan
dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki bakat rendah.
Virgil word menjelaskan tentang anak yang berbakat dengan mengajukan proposisi dalam
bukunya yang berjudul Differential Education for the giffed bahwa pendidikan anak berbakat
intelektual berbeda dari anak lainnya dan seyogianya amat menekankan aktifitas intelektual.
Samiawan (1997) menyebbutkan beberapa proposisi dalam bukunya persfektif
Pendidikan Anak Berbakat, diantaranya proposisi Carol (dalam Ward,1980) menyebutkan bahwa
perilaku intelektual, aspek teoritis, dan tingkat abstraksi mereka menunjukkan karakteristik mental
yang berbeda dalam kecepatan melihat hubungan yang bermakna, tanggapan mengaitkan
asosiasi logis, mudah mengadaptasikan prinsip abstrak ke situasi konkret dengan mengkaji
komponen situasi yang identik, serta mampu menggeneralisasikan.
Belajar tuntas menciptakan anak didik dapat mencapai tujuan pembelajaran, sehingga
didalam kelas tidak terjadi anak cerdas akan mencapai semua tujuan pembelajaran, sedangkan
anak didik yang kurang cerdas mencapai sebagian tujuan pembelajaran atau tidak mencapai sama
sekali tujuan pembelajaran.
D. BENTUK-BENTUK PEMBELAJARAN MASTERY LEARNING
Persoalan yang melekat dalam setiap strategi pembelajaran penguasaan ialah
bagaimana menyediakan waktu pengajaran tambahan kapada siswa yang membutuhkannya.
Dalam beberapa riset tentang pembelajaran penguasaan,pengajaran tambahan ini diberikan di
luar waktu pelajaran biasa, seperti seusai sekolah atau selama istirahat. Siswa yang tidak berhasil
memenuhi kriteria penguasaan (mastery criterion) yang sudah ditentukan sebelumnya (seperti
90 persen benar dalam ujian) setelah pelajaran diberi pengajaran perbaikan (corrective instruction)
tambahan ini hingga mereka dapat memperoleh nilai 90 persen untuk ujian serupa. Riset tentang
program pembelajaran penguasaan yang memberikan pengajaran perbaikan selin waktu pelajaran
biasa pada umumnya menemukan peningkatan pencapaian, khususnya bagi siswa yang
berpencapaian rendah (Bloom, 1984; Kulik, Kulik & Bengert-Drowns,1990;Slavin,1987 c ).
Betuk-betuk pembelajaran penguasaan yang memerlukan waktu pengajaran tambahan
tidak mudah diterapkan pada pendidikan dasar dan menengah, di mana jumlah diterapkan pada
pendidikan dasar dan menengah, di mana jumlah waktu yang tersedia relatif sudah tetap.
Misalnya, ada kemungkinan meminta siswa tetap tinggal seusai sekolah untk menerima
pengajaran perbaikan selama beberapa minggu, tetapi hal ini akan sulit direncanakan dalam
jangka panjang. Juga, ada pertanyaan apakah waktu tambahan yang diperlukan untuk pengajaran
perbaikan pada pembelajaran penguasaan tidak lebih baik digunakan untuk membahas lebih
banyak bahan.
Salah satu bentuk pembelajaran penguasaan membadakan waktu pengajaran yang
diberikan kepada siswa yang mempunyai kebutuhan yang berbeda dengan memberikan
pengajaran perbaikan kepada siswa yang membutuhkannya sambil membiarkan siswa yang
tidak membutuhkannya melakukan pekerjaan pengayaan. Misalnya,guru ilmu bumi SMA mungkin
memberikan pelajaranten tang gunung api dan gempa bumi. Pada akhir pelajaran tersebut, siswa
akan diberi ujian singkat. Siswa yang memperoleh nilai kurang dari 80 persen akan menerima
pengajaran perbaikan tentang konsep-konsep yang merupakan masalah bagi mereka, sedangkan
siswa lainnya akan melakukan kegiata pengayaan (enrichment activities), seperti mencari tahu
tentang gampa bumi San Francisco baru-baru ini atau sejarah letusan Gunung Vesuvius yang
mengubur kota kuno Pempeii.
5. Bahrur Rosyidi Duraisy | MASTERY LEARNING 5
E. CARA PEMBELAJARAN MASTERY LEARNING
Pembelajaran menguasai( mastery learning) adalah kerangkaberpikir dalam
merencanakan rangkaian instruksional, yang dirumuskan oleh John B.Carrol (1971) dan Benjamin
Bloom (1971). Pembelajaran dengan model pengasaan merupakan metode yang menarik dalam
meningkatkan kemungkinan siswa untuk mampu mencapai level performa yang memuaskan.
Karya yang bar-baru ini muncul telah memperlukuat gagasan tersebut, dan teknologi instruksional
kontemporer telah menjadikan gagasan ini lebih mudah diaplikasikan.
F. KONSEP TINGKAT BAKAT
Gagasan teoretis yang paling inti dalam pembelajaran menguasai ini didasarkan pada
perspektif John Carroll yang cukup menarik mengenai makna bakat. Umumnya, bakat dianggap
sebagai karakteristik yang berhubungan erat dengan prestasi siswa (semakin banyak bakat yang
dimiliki seseorang, maka semakin sering ia belajar). Namun, Carrol memandang bakat sebagai
jumlah waktu yang dihabiskan seseorang untuk mempelajari materi tertentu, dan bukan
merupakan kapasitas seseorang dalam menguasai materi tersebut. Dalam pandangan
Carroll,siswa yang punya bakat rendah akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa
menguasai materi tertentu dibanding siswa yang memiliki bakat lebih tinggi.
G. STRATEGI PEMBELAJARAN TUNTAS (MASTERY LEARNING)
Strategi belajar tuntas adalah suatu strategi Pembelajaran yang di individualisasikan dengan
menggunakan pendekatan kelompok. Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari Pembelajaran
non belajar tuntas terutama dalam hal-hal berikut ini:
a. Pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh umpan balik terhadap bahan yang
diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan.
b. Peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar
menguasai bahan pelajaran sebelumny sesuai dengan patokan yang ditetapkan.
c. Pelayanan bimbingan dan penyuluhan terhadap anak didik gagal mencapai taraf
penguasaan penuh, melalui Pembelajaran korektif, yang menurut Morrison merupakan
Pembelajaran kembali, Pembelajaran tutorial, restrukturasi kegiatan belajar dan
Pembelajaran kembali kebiasaan-kebiasaan belajar peserta didik, sesuai dengan waktu
yang diperlukan masing-masing.
d. Apabila pembelajaran tuntas dilakukan dalam kondisi yang tepat maka semua peserta didik
mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi
yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil yang maksimal, pembelajaran
tuntas harus dilakukan dengan sistematis. Supaya pembelajaran terstruktur Winkel
menyarankan sebagai berikut :
a) Tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai ditetapkan secara tegas. Semua
tujuan dirangkaikan dan materi pelajaran dibagi-bagi atas unit-unit pelajaran yang
diurutkan, sesuai dengan rangkaian semua tujuan pembelajaran.
b) Siswa dituntut supaya mencapai tujuan pembelajaran lebih dahulu, sebelum siswa
diperbolehkan mempelajari unit pelajaran yang baru untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Jadi siswa dilarang untuk mempelajari pokok bahasan berikutnya
sebelum siswa tersebut mamahami pokok bahasan sebelumnya.
c) Ditingkatkan motifasi belajar siswa dan efektivitas usaha belajar siswa, dengan
memonitor proses belajar siswa melalui testing berkala dan kontinyu, serta
6. Bahrur Rosyidi Duraisy | MASTERY LEARNING 6
memberikan umpan balik kepada siswa mengenai keberhasilan atau kegagalannya
pada saat itu juga.
d) Memberikan bantuan atau pertolongan kepada siswa yang masih mengalami kesulitan.
Strategi belajar tuntas dapat diterapkan secara tuntas untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Banyamin. S. Bloom (1968) menyebutkan 3 strategi dalam belajar tuntas yaitu
mengidentifikasi prakondisi, mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar, selanjutnya
mengimplementasikan dalam pembelajaran kalsikal dengan memberikan “bumbu” untuk
menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi:
1. Corrective Technique. Pembelajaran remedial, yang dilakukan dengan memberikan
Pembelajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai oleh peserta didik, dengan prosedur dan
metode yang berbeda dari sebelumnya.
2. Memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (belum menguasai
bahan secara tuntas).
H. CIRI-CIRI PEMBELAJARAN DENGAN PRINSIP BELAJAR TUNTAS
Ciri-ciri Pembelajarandengan prinsip belajar tuntas adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran didasarkan atas tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan terlebih
dahulu. Tujuan dari strategi Pembelajaranadalah hampir semua siswa/ semua siswa dapat
mencapai tingkat penguasaan tujuan pendidikan.
2. Memeperhatikan perbedaan individu. Yang dimaksud perbedaan di sini adalah perbedaan
siswa dalam hal menerima rangsangan dari luar dan dari dalam dirinya serta laju
belajarnya.
3. Evaluasi yang dilakukan secara kontinyu dan didasarkan atas kriteria. Evaluasi dilakukan
secara kontinyu sangat penting dilakukan agar guru dapat menerima umpan balik yang
cepat, sering dan sistematis.
4. Menggunakan program perbaikan dan program pengayaan. Program perbaikan dan
pengayaan adalah sebagai akibat dari penggunaan evaluasi yang kontinyu dan
berdasarkan kriteria serta pandangan terhadap perbedaan kecepatan Pembelajaransiswa
dan administrasi sekolah.
5. Menggunakan prinsip siswa belajar aktif. Prinsif siswa belajar aktif memungkinkan siswa
mendapatkan pengetahuan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya sendiri.
6. Menggunakan satuan pelajaran yang kecil. Cara Pembelajarandengan menggunakan
prinsif belajar tuntas menuntut pembagian bahan Pembelajaran menjadi unit yang kecil-
kecil.
I. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BELAJAR TUNTAS
Seperti halnya dengan strategi pembelajaran yang lain, pembelajaran tuntas juga memiliki
kebaikan dan kelemahan diantaranya yaitu:
Kelebihan Belajar Tuntas
1. Strategi ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang berpegang pada
prinsif perbedaan individual, belajar kelompok.
2. Strategi ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif sebagaimana disarankan dalam konsep
CBSA yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri sendiri,
memecahkan masalah sendiri dengan menemukan dan bekerja sendiri.
3. Dalam strategi ini guru dan siswa diminta bekerja sama secara partisipatif dan persuasif,
baik dalam proses belajar maupun dalam proses bimbingan terhadap siswa lainnya.
4. Strategi ini berorientasi kepada peningkatan produktifitas hasil belajar.
7. Bahrur Rosyidi Duraisy | MASTERY LEARNING 7
5. Penilaian yang dilakukan terhadap kemajuan belajar siswa mengandung unsur objektivitas
yang tinggi.
Kelemahan Belajar Tuntas
1. Para guru umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan belajar
tuntas karena harus dibuat untuk jangka satu semester, disamping penyusunan satuan-
satuan pelajaran yang lengkap dan menyeluruh.
2. Strategi ini sulit dalam pelaksanaannya karena melibatkan berbagai kegiatan, yang berarti
menuntut macam-macam kemampuan yang memadai.
3. Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama akan mengalami hambatan untuk
menyelenggarakan strategi ini yang relatif lebih sulit dan masih baru.
4. Strategi ini membutuhkan berbagai fasilitas, perlengkapan, alat, dana. Dan waktu yang
cukup besar.
5. Untuk melaksanakan strategi ini mengacu kepada penguasaan materi belajar secara tuntas
sehingga menuntut para guru agar menguasai materi tersebut secara lebih luas,
menyeluruh, dan lebih lengkap. Sehingga para guru harus lebih banyak menggunakan
sumber-sumber yang lebih luas
J. PERENCANAAN BELAJAR TUNTAS
Perencanaan merupakan hal yang penting yang harus dilakukan oleh seorang guru sebelum
melakukan kegiatan Pembelajaranagar guru mampu mengajar dengan baik dan siswa akan
menerima pelajaran dari gurunya dengan baik pula. Perencanaan belajar tuntas disusun dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai, baik yang bersifat umum maupun
khusus.
2. Mempersiapkan alat evaluasi
3. Menjabarkan materi pelajaran menjadi suatu urutan unit-unit pelajaran yang dirangkaikan,
yang masing-masing dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih dua minggu.
4. Mengembangkan prosedur korelasi dan umpan balik bagi setiap unit pelajaran
5. Menyusun tes diagnosik kemampuan belajar untuk memperoleh informasi bagi guru dan
siswa tentang perubahan yang terjadi sebagai hasil Pembelajaran sebelumnya sesuai
dengan unit pelajaran.
6. Mengembangkan suatu himpunan materi Pembelajaran alternatif atau learning corrective
sebagai alat untuk mengoreksi hasil belajar, yang bersumber pada setiap pokok ujian
satuan tes.
7. Setiap siswa harus menemukan kesulitannya sendiri dalam mempelajari bahan
Pembelajaran.
K. PELAKSANAAN BELAJAR TUNTAS
Setelah guru melakukan proses perencanaan maka tahap selanjutnya yaitu proses
pelaksanaan belajar tuntas. Pelaksanaan belajar tuntas terdiri atas langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Kegiatan orientasi. Kegiatan ini mengorientasi siswa terhadap strategi belajar tuntas yang
berkenaan dengan orientasi tentang apa yang akan dipelajari oleh siswa dalam jangka satu
semester dan cara belajar yang harus dilakukan oleh siswa. Dalam hal ini guru
menjelaskan keseluruhan bahan yang telah direncanakan dalam tabel spesifikasi, lalu
dilanjutkan dengan prates yang isinya sama dengan isi tes sumatif.
8. Bahrur Rosyidi Duraisy | MASTERY LEARNING 8
2. Kegiatan Pembelajaran. Dalam kegiatan Pembelajaran ini yang harus dilakukan oleh
seorang guru yaitu (a) guru memperkenalkan TIK pada satuan pelajaran yang akan
dipelajari dengan cara memperkenalkan tabel spesifikasi tentang arti dan cara
mempergunakannya untuk kepentingan bimbingan belajar atau menunjukkan topik umum
atau konsep umum yang akan dipelajari. (b) penyajian rencana kegiatan
Pembelajaranbeardasarkan standar kelompok. Dengan cara ini para siswa akan terhindar
dari kebingungan dan menumbuhkan gagasan tentang strategi belajar yang perlu
dilakukan sendiri. (c) penyajian pelajaran dalam situasi kelompok berdasarkan satuan
pelajaran. (d) malaksanakan diagnostic progress test. (e) mengidentifikasi kemampuan
belajar siswa yang telah memuaskan dan yang belum memuaskan. (f) menetapkan siswa
yang hasil belajarnya telah memuaskan. (g) memberikan kegiatan korektif kepada siswa
yang hasil belajarnya “belum memuaskan”. Ada tiga teknik yang dapat dikembangkan
yaitu: bantuan tutor teman sekelas, guru mengajarkan kembali bahan yang berhubungan
dengan pokok ujian apabila sebagian besar siswa belum memuaskan. Siswa yang
bersangkutan memilih sendiri daftar korektif yang telah disediakan dan melakukannya
secara individual. (h) memonitor keefektifan kegiatan korektif. (i) menentapkan kembali
siswa yang hasil belajarnya memuaskan.
3. Menentukan tingkat penguasaan bahan. Setelah pelajaran selesai dilakukan maka guru
melakukan tes untuk mengetahui sejauh mana kemmapuan siswa.
4. Memberikan atau melaporkan kembali tingkat penguasaan setiap siswa. Kegiatan ini
bertujuan agar mengetahui tingkat penguasaan setiap siswa. Mereka diberi tabel
spesifikasi, bahan yang sudah dikuasai diberi tanda M (mastery) sedangkan yang belum
diberi tanda NM ( non mastery).
5. Pengecekan keefektifan keseluruhan program. Keefektifan strategi belajar tuntas ditandai
berdasarkan hasil yang dicapai oleh siswa. Untuk itu ada dua cara yang dapat ditempuh
oleh guru: (1) membandingkan hasil yang dicapai oleh kelas yang menggunakan strategi
belajar tuntas dengan kelas yang menggunakan strategi lain. (2) terlebih dahulu membuat
hipotesis tentang hasil belajar jika menggunakan strategi belajar tuntas lalu dibuktikan
berdasarkan hasil belajar kelas senyatanya. Dengan cara demikian maka dapat diketahui
keefektifan keseluruhan program yang telah dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Bruce Joyce, Marsha Weil, Emily Calhoun; Models of Teaching(model-model pengajaran)
Hamalik Oemar. 2001. Pendekatan Baru Strategi PembelajaranBerdasarkan CBSA. Bandung:
Sinar Baru.
Mulyasa. 2004. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Belajar KBK. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Robert E. Slavin, Psikologi Pendidika teori dan praktik
Semiawan Conny. 1997. Perspektif pendidikan anak Berbakat. Jakarta: Gramedia Widia Sarana
Indonesia.
Subroto Suryo. 1996. Proses Pembelajarandi sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Winkel, WS. 1996. Psikologi Belajar. Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia.
Yamin Martinis. 2006. Profesionalisasi Guru dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Jakarta: Gaung Persada Press.