Dokumen tersebut membahas proses produksi asetilen dengan empat metode yaitu: 1) reaksi kalsium karbida-air, 2) proses BASF, 3) sebagai produk samping steam cracking, dan 4) dari batubara. Metode produksi asetilen dapat digolongkan ke dalam proses kimia reaksi pada temperatur normal dan proses pemanasan tinggi. Masing-masing metode memiliki keunggulan dan keterbatasan tertentu.
1. Nama : Axl Maya Manopo
NIM : 0807134897
Kelas : Pra rancangan Pabrik dan Analisa Ekonomi –A
Jurusan Teknik Kimia
Universitas Riau
PROSES PRODUKSI ASETILEN
Asetilen adalah hidrokarbon sederhana yang memiliki sebuah ikatan rangkap tiga.
Sebelum minyak ditemukan dan dipergunakan secara meluas sebagai bahan baku untuk industri
kimia, asetilen merupakan blok bangunan utama untuk industri kimia organik. Pada tahun 1800-
an, asetilen mulai diproduksi dalam jumlah banyak dengan proses kalsium karbida, yakni dengan
mereaksikan kalsium karbida dengan air. Metode ini terus dipergunakan hingga tahun 1940,
proses thermal cracking menggunakan methane dan hidrokarbon lainnya mulai diperkenalkan.
Awalnya, proses thermal cracking menggunakan pancaran bunga api listrik, kemudian pada
tahun 1950-an mulai dikembangkan proses dengan metode oksidasi parsial dan regenerasi.
Saat ini, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa barat adalah produsen asetilen dari
hidrokarbon terbesar, yakni lebih dari 80%. Negara lainnya, khususnya Eropa timur dan Jepang
masih memproduksi asetilen dari kalsium karbida.
Kegunaan asetilen sendiri sangat luas. Asetilen dapat digunakan dalam proses pembuatan
logam dan sebagai bahan baku untuk berbagai macam produksi bahan kimia.
Sampai saat ini asetilen memerankan peranan penting dalam industri kimia. Oleh sebab
itu, berbagai macam penemuan proses produksi asetilen telah banyak dilakukan dan
dikembangkan dari tahun ke tahun. Secara umum metode produksi asetilen dapat digolongkan ke
dalam chemical reaction process (bekerja pada temperatur normal) dan thermal cracking process
(berkerja pada temperatur tinggi). Proses produksi asetilen yang akan dibahas ada empat proses,
yakni produksi dari reaksi kalsium karbida-air, proses BASF (partial combustion), produksi
asetilen sebagai produk samping steam cracking, dan produksi asetilen dari batubara.
2. 1. Asetilen dari Reaksi Kalsium Karbida-Air
Gambar 1. Diagram Blok Proses Produksi Asetilen dari Kalsium Karbida
Deskripsi proses:
Dua buah reaktor disusun dimana air dan kalsium karbida dicampur dan dialirkan. Reaksi
berlangsung dalam fasa liquid dengan residence time dan reaksi berjalan 60%-90% saat di
reaktor pertama. Aliran produk reaksi dan material umpan yang tak bereaksi yang terdiri dari
fasa padat menuju reaktor ke dua dengan tipe laminar plug-flow. Kalsium hidroksida yang
dihasilkan diendapkan dan dipisahkan dari bagian bawah reaktor. Air yang tak bereaksi
dipisahkan dari kalsium hidroksida dan kemudian di-recycled menuju reaktor pertama.
Namun ada beberapa masalah yang timbul dalam operasi ini, yakni:
1. Kontak antara karbida dengan air tidak terkendali. Jika tekanan asetilen lebih tinggi dari
27 lb/inch2 absolut, akan terjadi reaksi detonasi atau deflagarasi dalam asetilen yang
menyebabkan peningkatan tekanan yang semakin besar, pecahnya bejana, dan isi yang
bisa saja tumpah. Kondisi ini bisa menimbulkan api yang besar dan membahayakan.
Karena itu proses hanya bisa dilakukan dengan tekanan rendah.
2. Bejana didesain berpengaduk, baik CSTR ataupun plug-flow reaktor, yang bersifat
kurang mendukung karena bejana yang digunakan besar, menghasilkan rate control yang
lemah dan unsteady operation. Oleh karena itu dibutuhkan desain bejana yang sangat
tepat untuk proses.
3. Produk samping berupa kalsium hidroksida berkualitas rendah dan tidak memiliki nilai
jual. Masalah ini bisa diatasai dengan menambah unit neutralizer dimana kalsium
3. hidroksida akan bereaksi dengan hidrogen klorida membentuk kalsium klorida yang
memiliki nilai jual.
2. BASF proses
Gambar 2. Flow Diagram Proses Produksi Asetilen dengan Metode BASF
Deskripsi proses:
Pertama-tama umpan berupa natural gas (1) dan oksigen (2) dipanaskan terlebih dahulu di fire
preheaters secara terpisah (3). Kemudian keluaran dari fire preheaters (3), masuk dan dicampur
ke dalam zona pencampuran (4) kemudian reaksi pembakaran terjadi di dalam ruang
pembakaran (5). Kemudian pembakaran dipadamkan dari bawah ruang pembakaran dengan
menyemprotkan air proses (6). Gas yang dihasilkan (7) yakni asetilen dan pengotor masuk ke
kolom pendingin (8) kira-kira pada temperatur kolom pendingin yang terbatas dan uap jenih. Gas
yang masuk (7) didinginkan dengan tambahan air dingin proses (9) dan sebagian besar dari
steam dikondensasikan. (10) api dibutuhkan untuk proses startup dan rundown. Gas keluaran
kolom bagian atas (11) kemudian didinginkan pada suhu sekitar 40 oC.(45000 m3 (S.T.P)/h dry),
yang kemudian dikompresikan dengan stwo-stage screw compressor (12). Pertama-tama dari 1.1
ke 4.2 dan kemudian ke 11 bar (abs), pengotor kemudian diendapkan. 7.5 m3/h air proses (13)
disemprotkan ke tiap stage komprosor. Untuk mengunci dari atmosfer, air demineralisasi (14)
yang disebut dengan sealing liquid, ditambah nitrogen, dengan hasil 4m3/h masuk ke sirkulasi air
4. proses. Keluaran dari stage pertama (15), bersuhu 85oC dan pengotor yang terkandung dalam air
sebesar 0.22% berat. Setelah dikompres di tiap stage kompresi, gas keluaran didinginkan ke suhu
40oC oleh air dingin proses (16) dari kolom pendingin (17). Setelah dikompresi, gas keluaran
dipisahkan menjadi unsur-unsurnya. Air yang dikondensasikan selama kompresi dan
pendinginan berikutnya dan air dari proses demineralisasi disirkulasikan dan kemudian
dikeluarkan (19).
Jelaga yang dihasilkan merupakan suatu masalah utama dalam proses ini karena dapat
mengurangi efektifitas proses, oleh karena itu harus dipisahkan terlebih dari gas keluaran kolom.
Selain itu, jelaga juga bisa merusak kinerja kompresor, oleh karena itu gas yang masuk
kompresor harus setidaknya bebas dari jelaga.
Normalnya, burner proses dapat menghasilkan 25 ton asetilen per hari dari natural gas.
3. Produksi asetilen sebagai produk samping steam cracking
Deskripsi Proses:
Berdasarkan Gambar 3. Di dalam steam cracking hidrokarbon jenuh dikonversi menjadi
produk olefin seperti ethylene dan propylene. Selain itu masih banyak produk yang dihasilkan
seperti asetilena sebagai produk samping. Konsentrasi asetilena tergantung pada jenis umpan,
waktu tinggal, dan temperature. .Konsentrasi acetylene dalam gas keluaran dari furnace antara
0,25 dan 1,2% wt. Pabrik etilen yang memproduksi 400 000 t / a etilena menghasilkan 4500-11
000 t / a asetilena. Pada produksi etilen, asetilen yang dihasilkan dipisahkan dengan hidrogenasi
katalitik yang selektif atau dengan ekstraksi.
Hidrogenasi asetilena.
Kebanyakan produksi etilen dilengkapi dengan unit hidrogenasi dengan bantuan katalis Pd.
Kondisi operasi meliputi suhu sekitar 40oC-120oC, tekanan 15 bar-40 bar, dan kecepatan 1000-
120000 kg/L.h. kondisi ini bergantung pada jenis umpan yang digunakan.
Acetylene recovery
Asetilen diekstrak dari fraksi C2 steam cracker dengan bantuan solven. Solven yang paling
sesuai untuk proes yaitu DMF.
Deskripsi proses :
5. Campuran gas C2 yang terdiri dari etilena, etana, dan asetilen, diumpankan ke absorber
acetylene, aliran gas dihubungkan dengan counterflowing DMF pada tekanan 0,8-3,0 MPa.
Seluruh asetilen dan beberapa etilena dan etana terlarut oleh pelarut. Fraksi C2 yang telah
dimurnikan, mengandung <1 ppm asetilen, diumpankan ke C2 splitter. Aliran yang kaya akan
pelarut dikirim ke stripper ethylene, yang beroperasi sedikit di atas tekanan atmosfer. Etilena dan
etana yang terpisah didaur ulang menuju kompresor tahap pertama untuk cracked gas. Asetilen
keluaran kemudian dicuci dengan pelarut dingin di bagian atas splitter. Dalam stripper asetilen,
asetilena murni terisolasi dari bagian atas kolom. Setelah pendinginan dan heat recovery,
asetilena bebas pelarut didaur ulang ke absorber dan etilen stripper. Produk asetilena memiliki
kemurnian> 99,8% dan kandungan DMF kurang dari 50 ppm dan tersedia pada tekanan 10 kPa
dan suhu ambien. Evaluasi ekonomi menunjukkan bahwa asetilena petrokimia tetap menarik
bahkan meskipun harga etilena dua kali lipat. Hal ini ekonomis untuk retrofit penyerapan
asetilena di pabrik olefin yang ada dilengkapi dengan hidrogenasi katalitik.
4. Produksi Asetilen dari Batu bara (arc coal process).
Banyak tes laboratorium konversi batubara menjadi asetilen menggunakan proses arc atau
plasma telah dilakukan sejak awal 1960-an. Secara ringkas proses yang didapat yaitu:
1. Acetylene yang dihasilkan mencapai 30%.
2. Karena pemanasan batubara yang cepat di jet plasma, total yield gas yang dihasilkan
lebih tinggi dibandingkan yang ditunjukkan oleh pengukuran volatil batubara dalam
kondisi standar.
3. Hidrogen (bukan argon) gas plasma dapat meningkatkan hasil asetilena.
Baru-baru ini, Corp AVCO di Amerika Serikat dan Chemische Werke Hüls di Jerman
membangun pabrik percontohan di pinggir sungai untuk pengembangan teknis dari proses.
AVCO arc furnace terdiri dari air-cooled tungsten-tip katoda dan air-cooled anoda. katoda.
Batubara kering dan halus disuntikkan melalui aliran gas hidrogen di sekitar katoda. Gas
tambahan tanpa batubara dimasukkan sekitar katoda dan anoda sebagai selubung. Saat melewati
zona pembakaran, partikel batubara dipanaskan dengan cepat. Volatil dilepaskan dan terpecah-
pecah menjadi asetilena dan produk berbagai sampingan, meninggalkan residu coke halus yang
tertutup jelaga. Setelah waktu tinggal beberapa milidetik, campuran gas-coke dipadamkan
6. dengan cepat dengan air atau gas. Tekanan sistem dapat bervariasi antara 0,2 dan 1,0 bar (20 dan
100 kPa). Pilot plant Hüls menggunakan tungku plasma yang sama untuk perengkahan minyak
mentah, tetapi dengan 500 kW. Batubara kering disuntikkan ke dalam jet plasma, dan batubara
yang terengkah menjadi asetilen dan produk sampingan dalam reaktor. Limbah reaktor dapat di-
prequenched dengan hidrokarbon untuk produksi ethylene atau langsung dipadamkan dengan air
atau minyak. Char dan komponen didih lebih tinggi masing-masing dipisahkan oleh cyclones
dan scrubber. Masalah utama dalam desain reaktor adalah pencapaian menyeluruh dan cepat
pencampuran batubara dengan jet plasma dan menghindari pembentukan deposit karbon di
dinding reactor. sejumlah kecil deposit dapat diatasi dengan pencucian dengan air secara
periodic.
Percobaan yang dilakukan oleh Hüls dan AVCO menunjukkan bahwa waktu tinggal optimal,
energy density jet plasma, daya spesifik, dan tekanan sangat mempengaruhi hasil asetilen.
Parameter lain yang mempengaruhi hasil adalah jumlah volatil di batubara dan ukuran partikel.
Keuntungan dari proses ini adalah, dengan cara pirolisis batu bara, produksi asetilen jauh
lebih mudah sehingga membutuhkan biaiya investasi yang lebih rendah dibandingkan untuk
produksi utama etilen. Yield gas yang dihasilkan berkisar 33% sampai 50%. Artinya, 50% dari
batubara tetap sebagai char. Namun, char yang terbentuk bisa pula bernilai ekonomis. Char yang
dihasilkan bisa diaplikasikan ke industri karet, untuk gasifikasi, atau sebagai bahan bakar.
Diagram blok proses pembuatan asetilen dari batu bara bisa dilihat di Gambar 4.
Dari empat proses produksi asetilen di atas, semua proses memiliki keunggulan dan
kekurangan tersendiri. Untuk bahan baku, proses BASF lebih bagus karena menggunakan gas
alam yang banyak tersedia bebas di alam dan penggunaanya saat ini masih kurang meluas. Untuk
proses, proses produksi asetilen dari batu bara memperlihatkan singkatnya dan mudahnya proses
sehingga meminimalkan modal. Untuk kualitas produk, proses produksi asetilen sebagai produk
samping sangat bagus, karena menghasilkan kemurnian mencapai 99,8%. Untuk kemudahan
kondisi opersi, proses produksi dari kalsium karbida memiliki keunggulan karena operasi
berjalan pada temperature normal.
7. REFERENSI
Bunger et al, 1992, Apparatus and Process For the Production of Acetylene, United States Patent
5,062,644.
Bachtles et al, 2009, Method For Producing Acetylene, US Patent 0023970 A1.
Wiley Interscience, 2002, Ullman’s Encyclopedia of Industrial Chemistry, 3rd edition,
Anonim, Acetylene Plant, from http://industrialgasplants.com, 12 Maret 2011