4. Awal mula disebut SIV
Lalu mutasi SIV HIV
SIV Simian Immunodeficiency
Virus
Diduga tahun 1950 ada sampel
darah yang mengandung HIV
Sejarah HIV-AIDS
5. Simian adalah monyet yang tinggal
di Afrika
ketika terinfeksi HIV tidak sakit
HIV menular kepada simian Asia
sakit
SIV (Simian Immunodeficiency Virus)
A Simian Virus Jumped to Humans - But How??
6.
7. Kasus Dr. Gottlib
Ditemukan di Los Angeles info dari
MMWR (Morbidity Mortality Weekly
Report)
Tahun 1981:
5 Remaja
Homoseks (gay men)
Aktif seksual
Timbul pneumonia karena bakteri
Pneumocystis carinii
Kasus Pertama di Dunia
8. Pada tahun 1983 ditemukan virus:
LAV Lymph Adenopaty Virus
HTLV Human Cell T Lymphosit
Virus
ARC AIDS Related Complex
Perkembangannya…
9. Penemuan di Indonesia
pertama kali di Bali Tahun
1987
Yang menemukan: dr.
Parwati di RS Sanglah
Turis Belanda
Gejala yang timbul:
demam terus-menerus
dan ruam pada kulit
Meninggal di RS < 72
jam
Sejarah HIV-AIDS di Indonesia
Dr. Toha M.
Dr. Parwati
11. Kematian tinggi (CFR)
Belum ada obat penyembuhan
Hanya ARV ditemukan tahun 1996
Ada di semua negara
Belum ditemukan vaksin sampai saat ini
Global Health Crisis
12. Laporan Kasus di Indonesia
• Adanya kecenderungan peningkatan jumlah kasus HIV dari tahun ke tahun
sejak pertama kali dilaporkan (tahun 1987)
• Sebaliknya Jumlah kasus mulai meningkat lambat bahkan sejak 2012
jumlah kasus AIDS mulai turun.
• Jumlah kumulatif penderita HIV sampai September 2014 150.296 orang
• Sedangkan total kumulatif kasus AIDS 55.799 orang
13. Jumlah HIV menurut Umur
Pola penularan HIV berdasarkan kelompok umur dalam 5
tahun terakhir tidak banyak berubah.
Infeksi HIV paling banyak terjadi pada kelompok usia
produktif 25-49 tahun, diikuti kelompok usia 20-24 tahun
14. Persentase HIV menurut jenis kelamin
Kasus AIDS di Indonesia berdasarkan jenis kelamin sejak 1987
sampai September 2014, lebih banyak terjadi pada kelompok laki-laki
(54%) atau hampir 2x lipat dibandingkan kelompok perempuan (29%)
15. Jumlah AIDS menurut Jenis Pekerjaan
Menurut jenis pekerjaan, penderita AIDS di Indonesia paling banyak
berasal dari kelompok ibu rumah tangga diikuti wiraswasta dan
tenaga non profesional (karyawan)
16. Persentase AIDS menurut Faktor Risiko
Kasus AIDS di Indonesia paling banyak terjadi pada kelompok
heteroseksual (61,5%), Diikuti pengguna narkoba injeksi (IDU)
sebesar 15,2%, dan homoseksual (2,4%).
19. Grafik Case Fatality Rate AIDS Indonesia
Case Fatality Rate (CFR) adalah jumlah kematian (dalam persen)
dibandingkan jumlah kasus dalam suatu penyakit tertentu. Grafik dari tahun
2000 sampai 2014 menunjukkan cenderung menurun. Hal ini membuktikan
bahwa upaya pengobatan yang dilakukan telah berhasil guna menurunkan
angka kematian akibat AIDS
26. Fungsi masing-masing bentuk
3 enzim yang berperan:
• Enzim reverse
transcriptase : membalik
dan merubah struktur
RNA
• Enzim Endonuklease
(terintegrasi) : enzim
yang menyatukan RNA
virus dengan DNA
manusia
• Enzim protease : enzim
yang strukturnya protein
fungsinya adalah
membantu mengikat dan
membentuk virus baru
27.
28.
29.
30. 1. ENTRY: (a) attachment, (b) binding, (c) fusion.
2. REVERSE TRANSCRIPTION: uses HIV enzyme
called reverse transcriptase.
3. INTEGRATION: uses HIV enzyme called integrase.
4. TRANSCRIPTION: uses HIV enzyme called protease.
5. MATURATION: (a) assembly, (b) budding, (c)
maturation.
HIV life cycle
34. Windows
periode
(stadium 1)
infeksi HIV
asimtomatik
dan tidak
dikategorikan
sebagai AIDS
Asimptomatic
periode
(stadium 2)
termasuk
manifestasi
membran
mukosa kecil
dan radang
saluran
pernapasan
atas yang
berulang
Symptomatic
Periode
(stadium 3)
termasuk diare
kronik yang
tidak dapat
dijelaskan
selama lebih
dari sebulan,
infeksi bakteri
parah, dan
tuberkulosis.
AIDS periode
(stadium 4)
termasuk
toksoplasmosis
otak,
kandidiasis
esofagus,
trakea, bronkus
atau paru-paru,
dan sarkoma
kaposi. Semua
penyakit ini
adalah
indikator AIDS.
Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO)
mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS yang diperbarui
pada bulan September tahun 2005.
35. Monitoring HIV disease: CD4 cells
• CD4 counts reflect the relative health of the immune system.
Keep as high as possible over time.
• CD4 diatas 500 masih bisa “seperti sehat”
• CD4 sudah < 200 mulai timbul gejala penyakit mulai
memberat infeksi oportunistik
36. Other factors in HIV disease may further
weaken the immune system:
Co-infections and other conditions.
STIs and others (hep B & C); diabetes, hypertension, kidney disease.
Lifestyle issues.
Street drugs, smoking, poor sleeping habits, lack of exercise, etc.
Stress.
Released chemicals work against immune system.
Poor nutrition.
Affects immune system, contributes to weight and bone loss and fatigue.
37. Conditions increase urgency to start
• CD4 count <200
• Loss of 100+ CD4s within past year
• Viral load >100,000
• AIDS-defining illness, certain OIs (crypto, TB, etc.)
• Pregnancy
• HIV-related kidney disease (HIVAN)
• Hepatitis B co-infection that requires treatment
• Hepatitis C co-infection
• Older age, >50 years
39. Darah (plasma dan serum) 10-50
Urin <1
Air liur/saliva <1
Air mani/semen 10-
50
Air susu ibu <1
Air mata <1
Keringat 0
Cairan otak 10-1000
Cairan/sekret vagina <1
Sekret telinga 5-10
HIV ada dalam tiap cairan tubuh
per ml2
40. Darah : 18,000/ul
Mani : 11,000/ul
Cairan vagina : 7,000/ul
Cairan amnion : 4,000/ul
ASI dan air liur : 1/ul
Komposisi HIV dalam Tubuh
41. Approximately 50,000 new HIV infections occur in the
Indonesia each year. In the Indonesia, HIV is spread mainly
by:
Having sex with someone who has HIV. In general:
Anal sex (penis in the anus of a man or woman) is the
highest-risk sexual behavior. Receptive anal sex
(“bottoming”) is riskier than insertive anal sex (“topping”).
Vaginal sex (penis in the vagina) is the second highest-
risk sexual behavior.
Having multiple sex partners or having sexually
transmitted infections can increase the risk of HIV
infection through sex.
Sharing needles, syringes, rinse water, or other equipment
(“works”) used to prepare injection drugs with someone
who has HIV.
Penularan PALING Berisiko
42. Being stuck with an HIV-contaminated needle or other
sharp object. This is a risk mainly for health care
workers.
Oral sex—using the mouth to stimulate the penis, vagina, or
anus (fellatio, cunnilingus, and rimming). Giving fellatio
(mouth to penis oral sex) and having the person ejaculate
(cum) in your mouth is riskier than other types of oral sex.
Contact between broken skin, wounds, or mucous
membranes and HIV-infected blood or blood-contaminated
body fluids. These reports have also been extremely rare.
Deep, open-mouth kissing if the person with HIV has sores
or bleeding gums and blood is exchanged. HIV is not spread
through saliva. Transmission through kissing alone is
extremely rare.
Penularan Berisiko.
43. Being born to an infected mother. HIV can be passed from
mother to child during pregnancy, birth, or breastfeeding.
Receiving blood transfusions, blood products, or organ/tissue
transplants that are contaminated with HIV. This risk is
extremely small because of rigorous testing of the US blood
supply and donated organs and tissues.
Eating food that has been pre-chewed by an HIV-infected
person. The contamination occurs when infected blood from a
caregiver’s mouth mixes with food while chewing, and is very
rare.
Being bitten by a person with HIV. Each of the very small
number of documented cases has involved severe trauma with
extensive tissue damage and the presence of blood. There is
no risk of transmission if the skin is not broken.
44. Air or water
Insects, including mosquitoes or
ticks
Saliva, tears, or sweat
Casual contact, like shaking hands,
hugging or sharing dishes/drinking
glasses
Drinking fountains
Toilet seats
HIV is NOT spread by:
45. PMS sebagai co-factor
Ulcerative (sifilis
dan chancroid) 3-
9 kali
Herpes Simplex 2
kali
Inflamasi(Go, chlamidia,
Trichomoniasis) 3-5 kali
Bacterial Vaginosis
1,5-2 kali
51. Penanganan Pasien Hamil Dengan HIV
Penanganan pasien hamil dengan HIV dapat
dilakukan dengan penatalaksanaan program PMTCT
(Prevention of Mother To Child Transmission of HIV).
PMTCT adalah suatu program intervensi untuk
mencegah penularan dari ibu penderita HIV/AIDS
kepada bayinya dan mencegah infeksi HIV pada
perempuan.
52. Penatalaksanaan obtetrik
Perinatal HIV Guidelines Working Group di Amerika
Serikat mengajukan rekomendasi penatalaksanaan
obstetrik untuk mengurangi transmisi HIV vertikal.
Rekomendasi yang dianjurkan adalah :
1. Cara Persalinan : Wanita hamil yang terinfeksi HIV-
AIDS yang datang pada kehamilan di atas 36
minggu, belum mendapat antiretrovirus, dan
sedang menunggu hasil pemeriksaan kadar HIV
dan CD4 yang diperkirakan ada sebelum
persalinan.
Rekomendasi : Ada beberapa regimen yang harus
didiskusikan dengan jelas.
53. 2. Cara Persalinan : Wanita hamil yang terinfeksi HIV-
AIDS yang datang pada kehamilan awal, sedang
mendapat kombinasi antiretrovirus, dan kadar HIV
tetap di atas 1000 kopi/mL pada minggu ke 36
kehamilan.
Rekomendasi : Regimen antiretrovirus yang digunakan
tetap diteruskan.
3. Cara Persalinan : Wanita hamil yang terinfeksi HIV-
AIDS yang sedang mendapat kombinasi antiretrovirus,
dan kadar HIV tidak terdeteksi pada minggu ke 36
kehamilan.
Rekomendasi : Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS
diberikan konseling
54. 4. Cara Persalinan : Wanita hamil yang terinfeksi
HIV-AIDS yang sudah direncanakan seksio
sesarea elektif, namun datang pada awal
persalinan atau setelah ketuban pecah.
Rekomendasi : Zidovudin intravena segera
diberikan. Jika kemajuan persalinan cepat,
wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS ditawarkan
untuk menjalani persalinan pervaginam.
55. Penatalaksanaan Pasca Persalinan
Pemberian Air Susu Ibu
Penularan HIV melalui air susu ibu diketahui
merupakan faktor penting transmisi pasca
persalinan dan meningkatkan resiko transmisi dua
kali lipat. (Miotti, dkk)
Pada penelitian di Malawi membuktikan air susu ibu
meningkatkan insidens transmisi HIV:
0,7% per bulan pada usia 0 sampai 5 bulan;
0,6% pada usia 6-11 bulan;
0,3% per bulan pada usia 12-17 bulan.
56. Penggunaan obat Antiretroviral
(ARV)
Antiretrovirus direkomendasikan untuk semua
wanita yang terinfeksi HIV-AIDS yang sedang
hamil untuk mengurangi resiko transmisi
perinatal.
Tujuan utama pemberian antiretrovirus pada
kehamilan adalah:
menekan perkembangan virus,
memperbaiki fungsi imunologis,
memperbaiki kualitas hidup,
mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit
yang menyertai HIV.
57. 1. Monoterapi Zidovudine
Antepartum : Zidovudine oral dari kehamilan 14-34
minggu 5x100mg/hari
Intrapartum : Zidovudine intravena, dosis awal
2mg/kgBB/jam, dilanjutkan infus 1mg/kgBB sampai 1
hari setelahmelahirkan
Postpartum : Zidovudine sirup, 2 mg/kgBB, dimulai 8-
12 jam postpartum dan diteruskan sampai 6 minggu
2. Nevirapin
Dapat diberikan dosis tunggal 200 mg bagi ibu pada
saat melahirkan disertai pemberian nevirapin 2
mg/kgBB dosis tunggal bagi bayi pada usia 2 atau 3
hari.
58. Syarat Pemberian ARV menurut
PMTCT 2010
Stadium
Klinik WHO
Tidak Tersedia
Tes CD4
Tersedia Tes CD4
1 Tidak diobati
Diobati jika jumlah sel CD4
<200/mm32 Tidak diobati
3 Diobati Diobati jika jumlah sel CD4 <
350/mm3
4 Diobati Diobati tanpa memandang jumlah
sel CD4