1. Kasus Bank Century bermula dari kegagalan bank memenuhi kewajiban kliring di Bank Indonesia pada November 2008.
2. Bank Indonesia mengambil alih Bank Century dan menyerahkannya kepada LPS pada November 2008 untuk menjamin nasabah.
3. Dokumen ini membahas pandangan hukum terhadap kasus Bank Century dan ketentuan yang dapat diterapkan terhadap mantan direktur utama bank.
1. Tindak Pidana Perbankan dan Pertanggungjawabannya
ANALISIS HUKUM TERHADAP KASUS BANK CENTURY BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR10 TAHUN1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN
BAB I
KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM
A. Kasus Posisi
Kasus Bank Century berawal dari kegagalan bank tersebut dalam
memenuhi prefund kliring (transaksi antar bank) di Bank Indonesia pada 13
November 2008 (Kontan, 14/11/2008), seperti yang diakui oleh manajemen bank
tersebut. Dalam pengakuannya, Manajemen Bank Century menyampaikan bahwa
bank tersebut hanya terlambat 15 menit saat harus memenuhi dana prefund kliring
sebesar Rp. 5 miliar yang seharusnya ditransfer pada pukul 08.00 WIB. Sehingga
manajemen Bank Century mengumumkan bahwa pihaknya mengalami kalah
kliring karena tingginya intensitas transaksi dana masuk dan dana keluar nasabah
sehubungan dengan ketatnya likuiditas saat ini (Kompas, 13/11/2008).
Pada tanggal 21 November 2008, akhirnya Gubernur Bank Indonesia
Boediono mengumumkan bahwa BI melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan
(KKSK) memutuskan pengambilalihan Bank Century oleh Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS), terhitung sejak tanggal tersebut. Boediono menyatakan bahwa
pengambilalihan ini untuk lebih meningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan
bagi para nasabah (Kompas, 21 November 2008). Keputusan pemerintah untuk
mengambil alih Bank Century ternyata juga menuai kontroversi yang salah
satunya adalah dari ICW (Indonesian Corruption Watch). LSM ini mengajukan
beberapa pertanyaan kepada Gubernur BI terkait pengambilalihan itu, diantaranya
adalah apakah Bank Indonesia telah melakukan penyelidikan secara seksama
terhadap kondisi keuangan Bank Century. Padahal, menurut ICW, berdasarkan
laporan keuangan Bank Century yang sudah dipublikasi pada 30 September 2008,
29,7% aktiva bank tersebut diinvestasikan dalam bentuk surat berharga, valuta
2. asing dan rupiah. ICW menilai bahwa sebagian asset Bank Century tidak bisa
dijual (non-tradable) dan kemungkinan bodong (Detik News, 26 November 2008).
Kedua, ICW berpendapat seharusnya BI juga mempertimbangkan larinya salah
seorang pemilih saham pengendali Bank Century Robert Tantular ke luar negeri.
ICW merujuk kepada pengalaman kasus BLBI, pemilik yang telah melarikan diri
dari Indonesia membuat penyelesaian kasusnya berlarut-larut dan sebagai
konsekuensinya negara harus menanggung beban kerugian. Ketiga, dari segi asset
dan operasionalnya, ICW menilai bahwa kolapsnya Bank Century tidak akan
mempengaruhi perekonomian Indonesia dengan significan. Oleh sebab itu, ICW
menganggap pengambilalihan Bank Century sebagai perlindungan dan subsidi
kepada segelintir orang kaya di Indonesia.
Meskipun Bank Indonesia menyadari bahwa kondisi kesehatan Bank
Century dalam keadaan buruk, LPS meminta nasabah tak perlu panic karena
lembaga tersebut akan menjamin seluruh kebutuhan likuiditas Bank Century
dengan alokasi dana sebesar Rp. 1 trilliun. Kondisi kesehatan Bank Century yang
buruk terlihat dari rasio kecukupan modal alias capital adequacy ratio (CAR) yang
sudah minus 2.3%, saat diambil alih oleh LPS. Angka tersebut jauh dari
persyaratan BI yaitu 8%, dan jauh dari angka CAR Bank Century pada September
2008 yaitu 14.76%. Siti Fadjriah, Deputi Gubernur BI, mengakui bahwa koleksi
surat berharga valuta asing Bank Century adalah penyebab anjloknya angka CAR
bank itu. Menurutnya, surat berharga itu tidak masuk dalam kategori layak
investasi (Kontan, 23 November 2008). Nilai surat utang berkualitas rendah
tersebut berjumlah US$. 140 juta, dan per November 2008 sejumlah US$. 56 juta
telah gagal bayar.
Berdasarkan data LPS, suntikan dana yang telah dikucurkan oleh lembaga
tersebut kepada Bank Century sebanyak empat kali yaitu: (i) Rp. 2,77 trillion (21
November 2008), (ii) Rp. 2,20 trillion (5 Desember 2008), (iii) Rp. 1,15 trillion (3
Februari 2009), (iv) Rp. 630 milliar. Sehingga total dana yang telah dikucurkan
adalah Rp. 6,77 trillion.
Sementara itu, Jusuf Kalla yang pada saat itu masih menjabat sebagai
Wakil Presiden secara tegas meminta setiap bank untuk serius menjamin dana
3. nasabah. Sehingga beban resiko terhadap dana nasabah, apalagi dalam krisis
financial seperti sekarang, tidak saja dipikul oleh pemerintah melainkan juga
kalangan perbankan swasta. Pernyataannya secara tidak langsung berkaitan
dengan kasus Bank Century yang berstatus bank swasta, namun Pemerintah harus
menanggung permasalahan yang dihadapi oleh bank itu. Lebih dari itu, awalnya
bantuan keuangan diberikan atas dasar niat baik untuk membantu perbankan, akan
tetapi dalam pelaksanaanya banyak terjadi penyimpangan. Oleh sebab itu, apabila
semua jaminan dana nasabah itu dibebankan pada pemerintah, maka risikonya
nanti dibayar lewat uang pajak, seperti yang terjadi pada kasus BLBI. Dilain
pihak, Pemerintah telah membantu untuk memperkuat kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan di tengah krisis dengan meningkatkan garansi deposito dari
Rp. 100 juta menjadi Rp. 2 milliar pada 2 Februari 2008 (Kontan, November 29,
2009).
Kasus Bank Century ternyata tidak hanya sekedar masalah internal,
ternyata dugaan atas lemahnya pengawasan dan koordinasi antara Bank Indonesia
(BI) dan Bapepam-LK terbukti dengan mencuatnya masalah penggelapan dana
investasi PT. Antaboga Sekuritas di Bank Century. Perusahaan yang berdiri sejak
tahun 1989 ini diadukan para nasabah ke Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Beberapa manajemen perusahaan itu diduga
menggelapkan uang milik investor. Kerugian sementara yang diderita para
investor adalah Rp. 233 miliar, terdiri atas nasabah dari Bali, dua orang (rugi)
Rp23 miliar. Tiga orang nasabah dari Medan Rp. 60 miliar dan 60 nasabah yang
di Kelapa Gading Rp. 150 miliar[1]).
Kisruh di Antaboga berawal dari kasus yang terjadi di PT. Bank Century
Tbk. Ketika operasional Bank Century diambil alih oleh Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS), ratusan nasabah Antaboga mendatangi kantor perusahaan
tersebut. Mereka ingin menarik dananya yang diinvestasikan di reksa dana.
Pasalnya, produk investasi yang diterbitkan Antaboga, dipasarkan oleh Bank
Century. Nasabah Antaboga kebanyakan adalah nasabah Bank Century. Mereka
diminta menandatangani sertifikat reksadana di kantor Bank Century. Rata-rata
nasabah ditawari tiga bulan dengan suku bunga (keuntungan) 10,5 – 13 persen.
4. Sebelum diambil alih (per September 2008) Antaboga merupakan pemilik 7,44
persen saham Bank Century, dimana Antaboga kabarnya juga masih terafiliasi
dengan Bank Century.
B. Permasalahan Hukum
Permasalahan yang penulis kaji dalam penulisan makalah ini yaitu mengenai
pandangan hukum terhadap kasus Bank Century serta ketentuan yang dapat
diterapkan terhadap mantan Direktur Utama Bank Century.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Perbankan
Industri perbankan di Indonesia yang semakin berkembang, masih banyak
menghadapi masalah-masalah yang apabila diamati penyebabnya adalah lemah
dan tidak diterapkannya tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance). Tentu saja hal ini menyebabkan industri perbankan tidak dapat
secara berhati-hati (prudent) dalam mengelola likuiditas keuangan dan resiko
kreditnya. Sementara itu tidak transparannya parktik dan pengelolaan suatu bank
mengakibatkan otoritas moneter sulit mendeteksi praktik kecurangan yang
dilakukan oleh pengurus dan pejabat bank.
Masalah lain adalah ketatnya persaingan, tidak hanya secara lokal, namun
juga semakin banyaknya pesaing-pesaing dari luar negeri. Di samping itu, pesaing
lain yang juga dihadapi pihak perbankan adalah lembaga-lembaga keuangan non
bank yang banyak menyediakan dana bagi perusahaan-perusahaan besar maupun
nasabah-nasabah individual.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
menentukan bahwa perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
5. bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.
Menurut Zulkarnain Sitompul, untuk menciptakan perbankan yang sehat
harus dilakukan pendekatan dengan tiga pilar utama, yaitu pengawasan, internal
governance, dan disiplin pasar. Pendekatan ini harus dilakuan karena badan
pengawasan tidak akan mampu berpacu dengan kecepatan liberalisasi, globalisasi
dan kemajuan teknologi pada instrumen keuangan. Dengan demikian pengawasan
yang dilakukan oleh otoritas harus dilengkapi pula dengan disiplin internal bank,
serta disiplin pasar[2]).
Dilibatkannya internal governance dalam melakukan pengawasan karena
bank merupakan tempat terbaik untuk mengatur dan memlihara praktik
manajemen bank yang sehat. Pengikutsertaan disiplin pasar mencerminkan fakta
bahwa tanpa pasar yang kompetitif dan punitive atas kegagalan bersain di pasar,
maka tidak cukup insentif bagi pemilik bank, pengurus dan nasabah untuk
melakukan keputusan keuangan yang tepat.
Stuart Verryn mengatakan bahwa bank adalah suatu badan yang bertujuan
untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik ,dengan aat-alat pembayarannya sendiri
atau uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dengan jalan meperedarkan
alat-alat penukar baru berupa uang giral[3]).
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
menentukan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
B. Fungsi Bank
Sebagai lembaga keuangan, fungsi dari bank dapat dikelompokan mejadi 3 (tiga)
kelompok diantaranya yaitu[4]) :
1. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana-dana masyarakat atau
penerima kredit. Dalam pengertian ini bank menerima dana-dana yang
6. berupa simpanan dalam bentuk tabungan, deposito berjangka dan rekening
giro. Dengan ini dapat dikatakan bahwa bank melaksanakan operasi
perkreditan secara pasif dengan menghimpun dana dari pihak ketiga;
2. Bank sebagai lembaga yang menyalurkan dana dari masyarakat dalam ben
tuk kredit atau sebagai lembaga pemberi kredit. Dengan ini dapat
dikatakan bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara aktif;
3. Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan
pembayaran uang.
C. Tugas Bank Indonesia Dalam Kaitannya Mengatur dan Mengawasi Bank
Pengaturan dan Pengawasan Bank merupakan salah satu tugas Bank
Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam rangka melaksanakan tugas ini, Bank
Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas
kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, melaksanakan pengawasan bank,
serta mengenakan sanksi terhadap bank (Pasal 24 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia). Selain itu, Bank Indonesia berwenang
menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehatihatian
(Pasal 25 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia).
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, Bank Indonesia :
1. Memberikan dan mencabut izin usaha bank;
2. Memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank;
3. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank;
4. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha
tertentu (pasal 26).
Pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi pengawasan
langsung dan tidak langsung (Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia). Bank Indonesia berwenang mewajibkan bank untuk
menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, dimana hal ini dapat dilakukan terhadap
perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank
7. apabila diperlukan (Pasal 28 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia).
Pemeriksaan terhadap bank dilakukan secara berkala maupun setiap waktu
apabila diperlukan dan dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan
anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank apabila diperlukan. Bank dan
pihak lain tersebut wajib memberikan kepada pemeriksa :
1. Keterangan dan data yang diminta;
2. Kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan saranafisik
yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;
3. Hal-hal lain yang diperlukan seperti salinan dokumen yang diperlukan dan
lain-lain.
Bank Indonesia dapat memerintahkan bank untuk menghentikan
sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut
penilaian Bank Indonesia transaksi tersebut diduga merupakan tindak pidana di
bidang perbankan (Pasal 31 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia). Dalam hal keadaan suatu bank menurut penilaian Bank Indonesia
membahayakan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan/atau
membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang
membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan
tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Perbankan yang
berlaku sebagaimana ditentukan dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
8. BAB III
PENDAPAT HUKUM
Dapat dikatakan bahwa Bank Century merupakan tragedi kebangkrutan
terbesar dalam ranah perbankan di Indonesia pada tahun 2009. Pemerintah
terpaksa melakukan bail out 6.7 triliun rupiah untuk menyelamatkan likuiditas
Bank Century. Dimana keputusan penyelamatan berasal dari permintaan Bank
Indonesia karena dapat berdampak sistemik dengan menyeret 23 bank lainnya.
Kasus bermula dari dugaan penyelewengan dana nasabah oleh Antaboga
Sekuritas sebagai pemegang 7.52% saham Bank Century dalam permainan
instrumen derivatif. Kasus penyelewengan dana tersebut berkembang ke arah
missmanagement yang dilakukan oleh pengelola DPK (dana pihak ketiga) Bank
Century. Mencuatnya kasus Bank Century sering dikaitkan dengan dampak krisis
global yang menerpa lembaga keuangan dunia dan berdampak sistemik pada
perbankan Indonesia. Namun olah data badan penyidik keuangan (BPK)
menemukan bahwa kasus Bank Century sudah terendus sebelum krisis global
terjadi. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya pengalihan isu, sehingga para
nasabah dan investor menjadi maklum dengan kasus likuiditas akibat efek krisis
global yang berdampak pada Bank Century. Terjadi force majeur krisis dalam
bentuk pembodohan opini publik. Hal ini dikuatkan oleh hasil penyidikan BPK
yang menyebutkan bahwa Bank Century sudah cacat dari lahir. Berdasar hal
tersebut, nampaknya Bank Century sejak dulu sampai diambil LPS selalu
melanggar aturan, dimana pelanggaran yang terjadi berupa tingkat minimum CAR
(Rasio kecukupan modal), batas maksimal pemberian kredit, dan FPJP (Fasilitas
Pinjaman Jangka Pendek).
Dilihat dari kronologis kasus Bank Century, hal yang perlu di garis bawahi
adalah praktik FPJP yang cenderung menetapkan bunga pinjaman di atas bunga
yang berlaku di pasar. Dengan suku bunga kredit yang tinggi, jumlah default
(gagal bayar) yang terjadi pun meningkat. Hal ini menjadikan NPL(non-
performing loan) bank Century berada di atas level normal NPL perbankan pada
umumnya. Jika kita menganalisis FPJP secara mendetail, hal ini sama dengan
9. skema subprime mortgage. Bank menetapkan bunga yang tinggi untuk
mendapatkan return yang tinggi tanpa memperdulikan kreditor yang belum tentu
dapat membayar pokok ditambah bunganya.
Selain faktor suku bunga dan pinjaman jangka pendek yang irrasional dan
beresiko tinggi, manajemen Bank Century juga terbukti bersalah karena
menggunakan dana nasabah untuk berinvestasi dalam instrumen derivatif, bukan
disalurkan ke pembiayaan sektor riil. Instrumen derivatif merupakan instrumen
yang penuh dengan permainan spekulasi. Setiap bank tentu mengharapkan return
yang tinggi, namun cara yang dilakukan Bank Century merugikan nasabah. Hal
tersebut sama saja menzalimi pihak nasabah karena tidak terdapat transparansi
dalam usaha yang dijalankan. Nasabah dijanjikan imbal hasil (return) yang tinggi
dan janji-janji yang terlalu menggiurkan dari pihak perbankan tanpa memberi
informasi yang jelas tentang aliran pemanfaatan dananya. Kasus Bank Century
juga digolongkan penipuan. Penipuan bermula dari sisi manajerial bank dengan
ditemukan adanya praktik moral hazard. Hal ini timbul karena kurangnya
pengawasan dari BI dan rendahnya etika serta moral para eksekutifnya.
Bukti ketidakberesan manajemen Bank Century dalam menjalankan
operasionalnya semakin terlihat ketika ditetapkannya status tersangka kepada
mantan Direktur Utama Bank Century, terhadapnya diduga telah melanggar Pasal
49 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan yang menentukan :
(1). Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
1. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan
atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan
usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
2. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak
dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun
dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau
rekening suatu bank;
1. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau
10. dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan
usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan
sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan,
menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut,
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan
paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2). Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
1. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima
suatu imbalan, komisi,uang tambahan, pelayanan, uang atau barang
berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan
keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi
orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas
kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh
bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau
bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan
bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas
kreditnya pada bank;
2. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan
ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama
8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah).
11. BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Dari penafsiran hukum pada bab sebelumnya maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa selain faktor suku bunga dan pinjaman jangka pendek yang
irrasional dan beresiko tinggi, manajemen Bank Century juga terbukti bersalah
karena menggunakan dana nasabah untuk berinvestasi dalam instrumen derivatif,
bukan disalurkan ke pembiayaan sektor riil. Instrumen derivatif merupakan
instrumen yang penuh dengan permainan spekulasi.
B. Rekomendasi
Sebagai rekomendasi maka penulis menyebutkan beberapa hal yang diharapkan
semoga saja dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak yang terkait,
diantaranya yaitu :
1. Penanganan yang serius terhadap permasalahan Bank Century yang sudah
merugikan uang negara sebesar Rp. 6,77 trillion.
2. Penjatuhan sanksi pidana yang tegas terhadap mantan Direktur Utama
Bank Century sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku.
12. DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Sinungan, Managemen Dana Bank, Rineka Cipta, Jakarta, 1990.
Suyatno Thomas, Kelembagaan Perbankan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1993.
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, BooksTerrace dan Library,
Bandung, 2006.
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
C. Sumber lain
Kompas, Edisi 13 November 2008.
www. hukum online. com
[1]). Kasus Bank Century, Hukum Online, diakses pada tanggal 11 Desember
2009
[2]). Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, BooksTerrace dan Library,
Bandung, 2006, hlm. 63.
[3]). Stuart Verryn daSuyatno Thomas, Kelembagaan Perbankan, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hlm. 1.
[4]). Sinungan, Managemen Dana Bank, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm. 3.