2. 1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-Nya dan Kemurahan-
Nya saya dapat menyelesaikan tugas kinerja ilmiah ini dengan baik dan semampunya.
Tujuan saya membuat tugas kinerja ini agar saya dapat memiliki nilai kinerja ilmiah mengetahui
tentang Terjadinya Disintegrasi Bangsa di Indonesia dalam mata pelajaran Sejarah. Selain itu
juga tujuan saya yang lain adalah agar saya dapat mengetahui penyebab dan perjuangan
terjadinya pemberontakan (DI/TII,) serta cara pemerintah pada saat itu untuk menanggulanginya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua teman – teman yang membacanya untuk
mengetahui pemberontakan yang pernah terjadi di Indonesia. Maka dari itu saya berharap bagi
pembaca/teman – teman yang membacanya dapat memberi saran dan kritik bagi saya. Maaf
apabila ada kata atau pun ada kalimat yang salah digunakan dalam pengetikannya.
Kendari ,September 2013
4. 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI) yang
artinya adalah "Rumah Islam" adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus1949
(ditulis sebagai 12 Syawal 1368 dalam kalender Hijriyah) oleh Sekarmadji Maridjan
Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya,
Jawa Barat. Diproklamirkan saat Negara Pasundan buatan belanda mengangkat Raden Aria
Adipati Wiranatakoesoema sebagai presiden.
Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan
kemerdekaannya dan ada pada masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda sebagai negara
teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang
berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam undang-
undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan "Hukum yang tertinggi adalah Al
Quran dan Hadits". Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban
negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari'at Islam, dan penolakan yang
keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan "hukum
kafir", sesuai dalam Qur'aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50.
Dalam perkembangannya, DI menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat
(berikut dengan daerah yang berbatasan di Jawa Tengah), Sulawesi Selatan, Aceh dan
Kalimantan . Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini
menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dianggap sebagai organisasi
ilegal oleh pemerintah Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu gerakan DI/TII?
2. Siapa yang mempelopori berdirinya gerakan tersebut?
3. Apa upaya Pemerintah dalam menertibkan gerakan DI/TII?
5. 4
4. Kapan masa berakhirnya gerakan DI/TII
C. TUJUAN PENULISAN
Menjelaskan hal-hal mengenai gerakan DI/TII yang terjadi pada pasca kemerdekaan
Republik Indonesia, dan para tokoh pelopornya.
D. METODE PENULISAN
Makalah ini ditulis dengan melakukan kajian pustaka pada sumber-sumber bacaan yang ada.
6. 5
BAB II
PEMBAHASAN
A. GERAKAN DI/TII
Kata Darul Islam yang sering disingkat DI berasal dari bahasa arab Dar al-Islam
yang secara harfiah berarti “rumah” atau “keluarga” Islam. Dengan begitu Darul Islam
dapat diartikan sebagai dunia atau wilayah Islam. Dimana keyakinan Islam dan
peraturan-peraturan berdasarkan syariat Islam merupakan sebuah kewajiban yang harus
dilaksanakan. Dimana lawan dari Darul Islam itu sendiri adalah Darul Harb yang berarti
wilayah perang, atau dunia kaum kafir, yang berangsur-angsur ingin dimasukan ke dalam
Darul Islam.
Di Indonesia sendiri kata Darul Islam digunakan untuk gerakan-gerakan sesudah
tahun 1945 yang berusaha merealisasikan cita-cita mereka untuk mendirikan sebuah
Negara Islam. Meski sebenarnya pada awalnya sempat beredar kabar, bahwa sebenarnya
DI itu adalah singkatan dari Daerah I, dan artinya tidak dipahami secara umum. Menurut
Alers, kata itu seakan-akan “Negara kesatuan”. Namun, berbeda dengan Alers, Pinardi
mengemukakan bahwa latar belakangnya adalah suatu pembedaan terhadap daerah dalam
negara Islam. “Daerah I” adalah daerah pusat negara, yang sepenuhnya dikuasai Oleh
suatu pemerintahan Islam dan diatur sesuai dengan hukum Islam. “Daerah II” terdiri dari
daerah-daerah di Jawa Barat yang hanya sebagian saja dikuasai oleh Negara Islam,
sedangkan dalam “Daerah III” untuk daerah yang belum dikuasai oleh Negara Islam.
Lepas dari apa yang diungkapkan oleh Alers maupun Pinardi sendiri, Darul Islam
telah dicatat dalam sejarah sebagai sebuah gerakan pemberontakan yang berusaha
mendirikan Negara Islam, sementara saat itu Indonesia telah berdiri dan merdeka sejak
tanggal 17 Agustus 1945.
B. BERDIRINYA DI/TII
Dibalik kemunculan dari Darul Islam itu sendiri sebenarnya ada dua tokoh yang
tercatat berperan dalam membentuk gerakan ini. Tokoh pertama adalah Kiai Jusuf
Tauziri, ia sebutkan sebagai pendiri gerakan Darul Islam pada tahap pertama, sebagai
gerakan Islam yang damai. Yang kemudian ia menarik dukungannya dari Kartosuwirjo
dikarenakan memberontak terhadap pemerintah Republik Indonesia.
7. 6
Namun, tokoh yang benar-benar identik dengan gerakan Darul Islam ini adalah
Kartosuwirjo, sosok yang bernama lengkap Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo ini adalah
keturunan Jawa. Meski hampir seluruh karirnya banyak terjadi di Jawa Barat. Ia bukanlah
pribumi Jawa Barat. Ia lahir di Cepu ( Jawa Tengah), antara Blora dan Bojonegoro, di
perbatasan dewasa ini antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, pada 7 Februari 1905.
Ia mendapat pendidikan Barat pada sekolah dasar dan sekolah menengah yang
menggunakan bahasa Belanda. Jadi, ia bukan seorang santri dari sebuah pesantren.
Bahkan diceritakan ia tidak pernah mempunyai pengetahuan yang benar tentang Bahasa
Arab dan Agama Islam. Dari tahun 1923 sampai tahun 1926 ia mengikuti kursus
persiapan pada Nederlands Indische Artsen School (NIAS), yaitu Sekolah Ketabiban
Hindia Belanda di Surabaya. Di Kota itu kemudian ia bertemu dengan H. Oemar Said
Tjokroaminoto, yang kemudian menjadi ketua PSII, serta menjadi bapak angkatnya.
Menurut Pinardi, Kartosuwirjo berhasil memulai studinya dalam ilmu kedokteran
dalam tahun 1926, tetapi setahun kemudian ia dikeluarkan dikarenakan kegiatan politik
yang dilakukannya. Dari tahun 1927 sampai tahun 1929 menjadi sekretaris pribadi
Tjokroaminoto. Dan disebutkan dari pengalaman yang didapatkan dari pemimpin PSII
inilah, terbesit niat Kartosuwirjo untuk mendirikan negara Indonesia yang berdasarkan
Islam.
Tahun 1929 Kartosuwirjo pindah ke daerahMalangbong dekat Garut, bagian timur
Jawa Barat, daerah asal istrinya. Ia kemudian bekerja pada PSII di daerah tersebut. Dan
sewaktu berusia 26 tahun ia terpilih sebagai sekretaris jenderal PSII pada tahun 1931.
Dan kemudian setelah meninggalnya Tjokroaminoto (1934), Wondoamiseno terpilih
menjadi ketua PSII, dan Kartosuwirjo sebagai wakilnya pada tahun 1936.
Kemudian pada tahun-tahun berikutnya terjadi pertentangan ditubuh PSII sendiri,
berkaitan dengan kerjasama dengan pemerintah kolonial. Kartosuwirjo berada pada pihak
nonkooperasi, ia kemudian dianggap radikal dan dikeluarkan dari PSII.
Namun Kartosuwirjo tidak berhenti sampai disitu, ia kemudian membentuk PSII
tandingan pada tanggal 24 April 1940 di Malangbong bersama Kamran, yang kemudian
menjadi komandan Darul Islam. Pada saat itu Kartosuwirjo juga mendirikan pesantren di
daerah Malangbong. Bernama institute Supah atau Institut Suffah. Semula institute ini
dimaksudkan sebagai latihan kepemimpinan dalam bidang politik-keagamaan. Namun
8. 7
kemudian berubah menjadi suatu pusat latihan untuk pasukan gerilya dimasa mendatang
(seperti Hizbullah dan Sabilillah) dikarenakan pada masa pendudukan Jepang, semua
kegiatan partai politik dibekukan. Dimana hal ini sebenarnya merupakan bentuk
penyebaran propaganda dari Kartosuwirjo untuk membentuk “Negara Islam”
Berkaitan dengan Darul Islam Kartosuwirjo dikatakan sempat memproklamirkan
Negara Islam Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1945, karena gagasan mendirikan
Negara Islam Indonesia itu sendiri sebenarnya telah dicanangkan oleh Kartosuwirjo sejak
tahun 1942. Namun ia dan gerakannya kemudian kembali ke Republik, saat Indonesia
diproklamirkan. Ia juga kemudian menjadi anggota pengurus besar partai Masyumi. Ia
merangkap sebagai Komisaris Jawa barat, dan sekretaris I partai tersebut. Selain itu pada
masa jabatan cabinet Amir Sjarifuddin tanggal 3 Juli 1947, Kartosuwirjo sempat ditawari
sebagai menteri muda pertahanan kedua, yang kemudian ditolak oleh sosok itu.
Pada saat agresi militer pertama Belanda, Kartosuwirjo bersama gerakan DI-nya
bergerak mendukung Republik untuk menghancurkan kekuatan Belanda. Tapi kemudian
saat dilakukan persetujuan perjanjian Renville, 8 Desember 1947. Pasukan TNI harus
meninggalkan wilayah Jawa Barat, namun, Kartosuwirjo yang memimpin Hizbullah dan
Sabilillah tidak hijrah, dan bertahan di Jawa Barat. Sehingga kemudian ia membentuk
Darul Islam dan mengganti tentaranya menjadi TII (Tentara Islam Indonesia), yang
bermarkas di Gunung Cepu. Pada akhirnya ini berujung pada sebuah proklamasi
pembentukan Negara Islam Indonesia, dengan Kartosuwirjo sebagai Imamnya.
Menurut C.A.O. Van Nieuwenhuijze menyebutkan bahwa seorang Kiai bernama
Jusuf Tauziri sebagai pemimpin kerohanian gerakan DI (Darul Islam) selama tahap
pertama. Kemudian seperti yang dikatakan oleh Hiroko Horikoshi, Kiai Jusuf Tauziri
menarik dukungannya ketika Kartosuwirjo memberontak terhadap Republik 1949.
Setelah memutuskan hubungan dengan Kartosuwirjo, dia menjadi pemimpin Darul Islam,
Dunia Perdamaian, suatu gerakan untuk mendirikan negara Islam dengan cara damai.
Namun, banyak literatur sejarah mengungkapkan bahwa Kartosuwiryo-lah
pemimpin atau pendiri dari Darul Islam. Ia jugalah yang memproklamirkan Negara Islam
Indonesia pada hari-hari sekitar menyerahnya Jepang.
Pembentukan Darul Islam dan TII (tentara Islam Indonesia) sendiri disebutkan sebagai
respon negative yang diberikan oleh pihak Kartosuwirjo atas adanya perjanjian Renville,
9. 8
antara pemerintah dan pihak Belanda. Kesepakatan yang mengharuskan TNI menarik diri
dari Jawa Barat, hal ini ditolak oleh Kartosuwirjo, dan Pasukannya, yang kemudian
membentuk gerakan Darul Islam dengan pasukan yang berganti nama menjadi TII
(tentara Islam Indonesia)
C. PEMBERONTAKAN DI/TII
Menurut Alers, sebenarnya pada tanggal 14 Agustus 1945, Kartosuwirjo sudah
memproklamirkan suatu negara Darul Islam yang merdeka. Tetapi setelah tanggal 17
Agustus 1945 ia memihak Republik Indonesia yang diproklamasikan oleh Soekarno-
Hatta. Kemudian pada saat Belanda melancarkan agresi militer I terhadap Republik
Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947, Kartosuwirjo menyerukan Perang suci menentang
Belanda pada tanggal 14 Agustus.
Kartosuwirjo beserta gerakan DI-nya sebenarnya mendukung Republik dalam
perjuangan melawan Belanda, seperti juga yang dilakukan oleh pasukan Hizbullah dan
Sabilillah yang ada di Jawa Barat, di bawah pimpinan Kamran dan Oni. Namun masalah
kemudian muncul ketika Indonesia melakukan perjanjian Renville dengan pihak belanda.
Darul Islam kembali bergejolak, hal itu sendiri disebutkan sebagai reaksi negative
dari adanya persetujuan akan perjanjian Renville pada bulan Januari 1948. Menurut
perjanjian tersebut pasukan TNI harus ditarik dari dari daerah Jawa Barat yang terletak
dibelakang garis demarkasi Van Mook. Dan ketentuan itu harus dilaksanakan pada bulan
Februari. Namun sekitar 4000 pasukan Hisbullah dibawah pimpinan Kartosuwirjo, bekas
anggota PSII sebelum perang dan bekas anggota Masyumi menolak untuk berhijrah.
Reaksi keras dari Pihak Kartosuwirjo yang menentang hasil perjanjian Renville
inilah yang dianggap sebagai sebuah pemberontakan bagi para sejarawan. Dikarenakan
sebagai warga negara, Kartosuwirjo beserta pasukannya bisa menerima dan menjalankan
hasil dari perjanjian Renville sendiri. Bukan malah melakukan perlawanan dengan pihak
pemerintah.
Apalagi pada akhirnya Darul Islam sendiri memproklamasikan kemerdekaannya
sebagai Negara Islam Indonesia, sementara saat itu, Indonesia sudah merdeka. Itu sama
saja berarti Darul Islam ingin mendirikan negara di dalam sebuah negara. Jelas saja itu
dianggap sebagai bentuk dari sebuah gerakan pemberontakan.
10. 9
Meski sebenarnya diungkapkan bahwa Negara Islam Indonesia tidak
diproklamirkan pada negara Indonesia melainkan diproklamirkan di daerah yang dikuasai
oleh Tentara Belanda, yaitu daerah Jawa Barat yang ditinggalkan oleh TNI (Tentara
Nasional Indonesia) ke Jogya. Sebab daerah de-facto R.I. pada saat itu hanya terdiri dari
Yogyakarta dan kurang lebih 7 Kabupaten saja ( menurut fakta-fakta
perundingan/kompromis dengan Kerajaan Belanda; perjanjian Linggarjati tahun 1947
hasilnya de-facto R.I. tinggal pulau Jawa dan Madura, sedang perjanjian Renville pada
tahun 1948, de-facto R.I. adalah hanya terdiri dari Yogyakarta).
Seluruh kepulauan Indonesia termasuk Jawa Barat kesemuanya masih dikuasai
oleh Kerajaan Belanda. Jadi tidaklah benar kalau ada yang mengatakan bahwa Negara
Islam Indonesia didirikan dan diproklamirkan didalam negara Republik Indonesia.
Negara Islam Indonesia didirikan di daerah yang masih dikuasai oleh Kerajaan Belanda.
Jadi itu berarti gerakan Darul Islam tidak bisa dikatakan sebagai suatu gerakan
pemberontakan.
Sementara bagi pemerintah Indonesia itu sendiri tampaknya tidak berkeinginan
memandang aksi dari Kartosuwirjo ini sebagai suatu pemberontakan terhadap Republik
Indonesia, tetapi hanya dianggap sekedar sebagai suatu gerakan-gerakan tingkat daerah
terhadap “Negara Pasundan” buatan Belanda. Karena perlu dijelaskan bahwa pada bulan
Maret 1948 kebijakan pembentukan negara federal yang dianut oleh Belanda telah
menghasilkan terbentuknya negara Pasundan di daerah-daerah yang diduduki Belanda di
Jawa Barat. Artinya Jawa Barat menjadi salah satu dari negara boneka Belanda. Meski
sebagian besar dari daerah Jawa Barat itu sendiri telah dikuasai oleh pihak Darul Islam,
dengan Tentara Islam Indonesianya.
Ini menjadi pembantahan bahwa Darul Islam bukanlah sebuah pemberontakan,
dikarenakan lebih mengarah pada sebuah gerakan untuk mengambil alih negara
Pasundan, bukan membentuk negara dalam negara, yaitu Indonesia.
Namun, tidak sepenuhnya alasan di atas bisa diterima, meski Darul Islam
membentuk negara Islam di negara boneka Belanda, seorang tokoh bernama Kahin
mencatat bahwa baru pada akhir bulan Desember 1948 Darul Islam bersikap anti-
Republik secara terang-terangan
11. 10
Kemudian pada saat Belanda melancarkan agresi militer ke II (19 September
1948) Kartosuwirjo mengulangi seruannya untuk melakukan perang suci terhadap pihak
Belanda. Dengan begitu, pihak Darul Islam sudah secara terang-terangan tidak terikat
dengan Perjanjian Renville lagi.
Dan pada akhirnya pada tanggal 7 Agustus 1949, Kartosuwirjo sebagai Imam dari
DI mendeklarasikan berdirinya negara Islam Indonesia. Sekali lagi ia secara resmi
mendeklarasikan berdirinya Negara Islam Indonesia, yang kali ini sebagai pengganti
terhadap Republik Indonesia (“Yogya”). Inilah yang kemudian menjadi catatan terbesar
untuk menyatakan Darul Islam sebagai sebuah gerakan pemberontakan. Dimana bunyi
dari proklamasi itu yaitu sebagai berikut :
PROKLAMASI
Berdirinya
Negara Islam Indonesia
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih
Ashhadu alla ilaha illallah, wa ashhadu anna Muhammadarrasulullah
Kami, Ummat Islam Bangsa Indonesia
MENYATAKAN :
BERDIRINYA
NEGARA ISLAM INDONESIA
Maka Hukum yang berlaku atas Negara Islam Indonesia itu, ialah : HUKUM ISLAM.
Allahu Akbar ! Allahu Akbar ! Allahu Akbar !
Atas nama Ummat Islam Bangsa Indonesia
IMAM NEGARA ISLAM INDONESIA
ttd
S.M. KARTOSOEWIRJO
Madinah - Indonesia,
12 Syawal 1368 / 7 Agustus 1949
12. 11
Proklamasi kemudian menjadi awal bagi Darul Islam sendiri untuk mempertahankan
keberadaannya. Namun bagaimana juga tetap saja pembentukan Negara Islam Indonesia
didalam sebuah Negara, tetap saja tidak bisa dibenarkan. Apalagi banyak korban dalam
peristiwa ini. Selain itu keberadaan gerakan yang lengkap dengan tatanan atau jajaran
dari sebuah negara ini, tentu menjadi alasan bahwa gerakan ini bisa dikatakan sebagai
gerakan pemberontakan terhadap kedaulatan negara Republik Indonesia.
D. DI/TII DI WILAYAH-WILAYAH.
Gerakan DI/TII Daud Beureueh
Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai dengan "Proklamasi" Daud Beureueh
bahwa Aceh merupakan bagian "Negara Islam Indonesia" di bawah pimpinan Imam
Kartosuwirjo pada tanggal 20 September1953.
Daued Beureueh pernah memegang jabatan sebagai "Gubernur Militer Daerah
Istimewa Aceh" sewaktu agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947.
Sebagai Gubernur Militer ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai
13. 12
seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun militer. Sebagai seorang tokoh ulama dan
bekas Gubernur Militer, Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut. Daud Beureuh
juga berhasil memengaruhi pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie.
Untuk beberapa waktu lamanya Daud Beureuh dan pengikut-pengikutnya dapat mengusai
sebagian besar daerah Aceh termasuk sejumlah kota.
Sesudah bantuan datang dari Sumatera Utara dan Sumatera Tengah, operasi
pemulihan keamanan ABRI ( TNI-POLRI ) segera dimulai. Setelah didesak dari kota-
kota besar, Daud Beureuh meneruskan perlawanannya di hutan-hutan. Penyelesaian
terakhir Pemberontakan Daud Beureuh ini dilakukan dengan suatu " Musyawarah
Kerukunan Rakyat Aceh" pada bulan Desember 1962 atas prakarsa Panglima Kodam
I/Iskandar Muda, Kolonel Jendral Makarawong.
Gerakan DI/TII Ibnu Hadjar
Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII juga tercatat melakukan pemberontakan di
Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Para pemberontak melakukan
pengacauan dengan menyerang pos-pos kesatuan ABRI (TNI-POLRI). Dalam
menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan
pendekatan kepada Ibnu Hadjar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan
diterima menjadi anggota ABRI. Ibnu Hadjar sempat menyerah, akan tetapi setelah
menyerah dia kembali melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi sehingga
pemerintah akhirnya menugaskan pasukan ABRI (TNI-POLRI) untuk menangkap Ibnu
Hadjar. Pada akhir tahun 1959 Ibnu Hadjar beserta seluruh anggota gerombolannya
tertangkap dan dihukum mati.
Gerakan DI/TII Amir Fatah
Amir Fatah merupakan tokoh yang membidani lahirnya DI/TII Jawa Tengah.
Semula ia bersikap setia pada RI, namun kemudian sikapnya berubah dengan mendukung
Gerakan DI/TII. Perubahan sikap tersebut disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama,
terdapat persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan S.M. Kartosuwirjo, yaitu
keduanya menjadi pendukung setia Ideologi Islam. Kedua, Amir Fatah dan para
pendukungnya menganggap bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di
daerah Tegal-Brebes telah terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan mengganggu
perjuangan umat Islam. Ketiga, adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah
14. 13
RI dan TNI tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu
di daerah Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer
II, harus diserahkan kepda TNI di bawah Wongsoatmojo. Keempat, adanya perintah
penangkapan dirinya oleh Mayor Wongsoatmojo. Hingga kini Amir Fatah dinilai sebagai
pembelot baik oleh negara RI maupun umat muslim Indonesia.
Gerakan DI/TII Kahar Muzakkar
Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS)
dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakkar menuntut agar
Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan dalam satu
brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak
karena banyak di antara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer.
Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps
Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara
dan Tetorium VII, Kahar Muzakkar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan
dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakkar
mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai
bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus1953. Tanggal 3 Februari1965,
Kahar Muzakkar tertembak mati oleh pasukan ABRI (TNI-POLRI) dalam sebuah baku
tembak.
E. PENANGKAPAN DI/TII PUSAT
Sebelumnya perlu diketahui bahwa penumpasan DI dilakukan oleh TNI dari
Divisi Siliwangi. Sebenarnya berkaitan dengan Gerakan Darul Islam yang
kemunculannya bersamaan dengan agresi Militer II, TNI sendiri memiliki rencana
tertentu untuk menghadapi agresi militer Belanda II. Dimana TNI menyusun rencana
umum yang terkenal dengan nama Perintah Siasat No.1 atau instruksi Panglima Besar
pada November 1948 yang telah mendapat pengesahan dari Pemerintah RI. Rencana ini
didasarkan atas peraturan pemerintah No. 33 tahun 1948 dan peraturan pemerintahan No
70 tahun 1948. Gerakan TNI atas perintah ini lebih dikenal dengan sebutan Wingate TNI.
Berkaitan dengan hal itu, Divisi Siliwangi juga memulai gerakan Wingate-nya,
pada tanggal 19 Desember 1948, setelah mendengar Perintah kilat dari Panglima Besar
Sudirman yang merupakan perintah bergerak menyusun Wehrkreise-wehkreise di tempat-
15. 14
tempat dalam perintah Siasat No.1, seperti telah disinggung di muka yang antara lain,
mengatur :
1. Cara perlawanan, ialah bahwa kita tidak lagi akan melakukan pertahanan liniar
2. Melakukan siasat /politik bumihangus
3. Melakukan pengungsian atas dasar politik non-kooperasi.
4. Pembentukan Wehkreise-wehkreise.
Perintah kilat ini disambut dengan gembira oleh anak-anak Siliwangi yang
bagaimanapun juga sudah sangat merindukan kampung halaman mereka di Jawa Barat.
Letnan Kolonial Daan Yahya, Kepala Staf Divisi segera pergi ke Istana untuk
melaporkan, bahwa Siliwangi akan memulai gerakan kembali ke Jawa Barat sebagaimana
yang telah ditentukan dalam perintah siasat No.1.
Kemudian, TNI, Divisi Siliwangi, memulai long march-nya berpindah dari Jawa
Tengah ke Jawa Barat. Hal ini kemudian dianggap oleh pihak Kartosuwirjo sebagai
ancaman bagi kelangsungan dan cita-cita Kartosuwirjo untuk membentuk Negara Islam.
Maka dari itu Pasukan tersebut harus dihancurkan agar tidak memasuki daerah Jawa
Barat.
Pada tanggal 25 Januari 1949 terjadi kontak senjata utuk pertama kalinya antara
pihak TNI, Divisi Siliwangi dan Tentara Islam Indonesia. Bahkan pada akhirnya terjadi
perang segitiga antara DI/TII-TNI-Tentara Belanda.
Pemimpin Masyumi sendiri Moh. Natsir, yang menjadi menteri penerangan dalam
Kabinet Hatta pada tanggal 29 Januari sampai awal agustus 1949, berusaha menghubungi
Kartosuwirjo melalui sepucuk surat pada tanggal 5 Agustus 1949. Hal ini dilakukan
sebagai upaya untuk mencegah timbulnya keadaan yang semakin buruk. Dikarenakan
kemelut ini mengakibatkan penderitaan bagi rakyat Jawa Barat. Bahkan banyak orang-
orang tak berdosa tewas pada pertikaian ini. Moh. Natsir juga kemudian membentuk
sebuah komite yang dipimpin oleh dirinya sendiri di bulan September 1949, sebagai
upaya kedua untuk mengatasi hal ini. Namus sekali lagi ia gagal.
Operasi militer untuk menumpas gerakan DI/TII dimulai pada tanggal 27 Agustus
1949. Operasi ini menggunakan taktik “Pagar Betis” yang dilakukan dengan
menggunakan tenaga rakyat berjumlah ratusan ribu untuk mengepung gunung tempat
gerombolan bersembunyi. Taktik ini bertujuan untuk mempersempit ruang gerak mereka.
16. 15
Selain itu, juga dilakukan operasi Tempur Bharatayudha dengan sasaran menuju basis
pertahanan mereka. Walaupun demikian, operasi penumpasan ini memakan waktu yang
cukup lama. Baru pada tanggal 4 Juni 1962, Kartosuwirjo terkurung dan berhasil
ditangkap di Gunung Geber di daerah Majalaya oleh pasukan Siliwangi. Yang kemudian
selanjutnya ia diberi hukuman mati.
F. PARA PEMIMPIN DI/TII
Ibnu Hadjar (Kalimantan Selatan)
Ibnu Hadjar alias Haderi bin Umar alias Angli adalah seorang bekas
Letnan Dua TNI yang kemudian memberontak dan menyatakan
gerakannya sebagai bagian DI/TII Kartosuwiryo. Dengan pasukan
yang dinamakannya Kesatuan Rakyat Yang Tertindas, Ibnu Hadjar
menyerang pos-pos kesatuan tentara di Kalimantan Selatan dan
melakukan tindakan-tindakan pengacauan pada bulan Oktober1950.
Untuk menumpas pemberontakan Ibnu Hajar ini pemerintah
menempuh upaya damai melalui berbagai musyawarah dan operasi
militer. Pada saat itu pemerintah Republik Indonesia masih
memberikan kesempatan kepada Ibnu Hadjar untuk menghentikan
petualangannya secara baik-baik, sehingga ia menyerahkan diri
dengan kekuatan pasukan beberapa peleton dan diterima kembali ke
dalam Angkatan Perang Republik Indonesia. Tetapi setelah
menerima perlengkapan Ibnu Hadjar melarikan diri lagi dan melanjutkan
pemberontakannya. Pada akhir tahun 1954, Ibnu Hajar membulatkan tekadnya untuk
masuk Negara Islam. Ibnu Hajar diangkat menjadi panglima TII wilayah Kalimantan.
Perbuatan ini dilakukan lebih dari satu kali sehingga akhirnya Pemerintah memutuskan
untuk mengambil tindakan tegas menggempur gerombolan Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun
1959 pasukan gerombolan Ibnu Hadjar dapat dimusnahkan dan lbnu Hadjar sendiri dapat
ditangkap. Gerakan perlawanan baru berakhir pada bulan Juli1963. Ibnu Hajar dan anak
buahnya menyerahkan diri secara resmi dan pada bulan Maret1965 Pengadilan Militer
menjatuhkan hukuman mati kepada Ibnu Hajar.
Daud Beureueh (Jawa Tengah)
Teungku Muhammad Daud Beureu'eh (lahir di Beureu'eh,
kabupatenPidie, Aceh, 17 September1899 – meninggal di
Aceh, 10 Juni1987 pada umur 87 tahun) atau yang nama
lengkapnya adalah Teungku Muhammad Daud Beureu'eh
adalah mantan Gubernur Aceh, pendiri NII di Aceh dan
pejuang kemerdekaan Indonesia. Ketika PUSA (Persatuan
Ulama Seluruh Aceh) didirikan untuk menentang
pendudukan Belanda, Daud Beureu'eh terpilih sebagai
ketuanya. Pada masa perang revolusi, Daud Beureu'eh menjabat sebagai Gubernur
17. 16
Militer Aceh. Sejak 21 September1953 sampai dengan 9 Mei1962, ia melakukan
pemberontakan kepada pemerintah dengan mendirikan NII akibat ketidakpuasannya atas
pemerintahan Soekarno. Namun akhirnya ia kembali ke pangkuan Republik Indonesia
setelah dibujuk kembali oleh Mohammad Natsir.
Kahar Muzakkar (Sulawesi Selatan)
Abdul Kahar Muzakkar (ada pula yang menuliskannya
dengan nama Abdul Qahhar Mudzakkar; lahir di Lanipa,
Kabupaten Luwu, 24 Maret1921 – meninggal 3
Februari1965 pada umur 43 tahun; nama kecilnya
Ladomeng) adalah seorang figur karismatik dan
legendaris dari tanah Luwu, yang merupakan pendiri
Tentara Islam Indonesia di Sulawesi. Ia adalah seorang
prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang terakhir
berpangkat Letnan Kolonel atau Overste pada masa itu. Ia
tidak menyetujui kebijaksanaan pemerintahan presiden
Soekarno pada masanya, sehingga balik menentang
pemerintah pusat dengan mengangkat senjata. Ia
dinyatakan pemerintah pusat sebagai pembangkan dan
pemberontak. Pada awal tahun 1950-an ia memimpin
para bekas gerilyawan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara mendirikan TII (Tentara
Islam Indonesia) kemudian bergabung dengan Darul Islam (DI), hingga di kemudian hari
dikenal dengan nama DI/TII di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Pada tanggal 3
Februari1960, melalui Operasi Tumpas, ia dinyatakan tertembak mati dalam pertempuran
antara pasukan TNI dari satuan Siliwangi 330 dan anggota pengawal Kahar Muzakkar di
Lasolo. Namun tidak pernah diperlihatkan pusaranya, mengakibatkan para bekas
pengikutnya mempertanyakan kebenaran berita kejadiannya. Menurut kisah, jenazahnya
dikuburkan di Kilometer 1 jalan raya Kendari,sulawesi tengara. Tapi sampai saat ini
banyak yang tidak percaya atas kepergiannya karena belum ada bukti nyata tentang
keberadaannya di sana.
Amir Fatah (Jawa Tengah)
Amir Fatah bernama lengkap Amir Fatah
Wijaya Kusumah, adalah salah satu pimpinan
Hizbullah Fisabilillah di daerah Besuki, Jawa
Timur sebelum bergolaknya pemberontakan
DI/TII di Jawa Tengah. Ketika Perjanjian
Renville ditanda tangani oleh pihak Belanda
dan Indonesia, maka semua kekuatan Republik
diharuskan hijrah ke Jawa Tengah, termasuk
kesatuan Hizbullah dan Fisabilillah yang
dipimpinnya. Pada tahun 1950, ia
18. 17
memproklamirkan wilayahnya merupakan bagian DI/TIIKartosuwiryo. Melalui operasi
yang dilakukan oleh TNI untuk sementara waktu kekuatan mereka melemah tetapi akibat
ada pembelot, kekuatan DI/TII Amir Fatah kembali kuat. Pada akhirnya pasukan Amir
Fatah dapat ditaklukkan di perbatasan Pekalongan - Banyumas .
Sekar Marijan Kartosuwiryo (Jawa Barat)
Sekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam (DI) dengan
tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi,
setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya
Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan
tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Upaya
penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi
Bharatayuda. Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962,
Kartosuwiryo berhasil ditanggap oleh pasukan Siliwangi di
Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo
dijatuhi hukuman mati 16 Agustus 1962.
19. 18
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pada awalnya gerakan DI/TII bukanlah gerakan pemberontakan, melainkan
menyerupai organisasi yang berlandaskan hokum Islam.
2. Gerakan DI/TII berdiri di Jawa Barat pada tahun 1945 oleh Kiai Jusuf Tauziri,
sedangkan dinyatakan sebagai Gerakan Pemberontak pada tahun 1949, setelah
adanya Proklamasi oleh Kartosuwiryo.
3. Awal mula gerakan DI/TII menjadi pemberontak adalah disetujuinya perjanjian
Renville, yang menyatakan secar de-facto wilayah Indonesia hanya meliputi
Yogyakarta.
4. Gerakan DI/TII pusat dihentikan oleh Divisi Siliwangi, dan Kartosuwiryo
dihukum mati.
20. 19
DAFTAR PUSTAKA
Habib.M Mustapa. 2006. Sejarah. Jakarta : Yudhistira
H.Nasution.A. 1979.Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia,Agresi Militer Belanda II. Bandung
:Angkasa.
Moedjanto.G. 1989.Indonesia Abad ke 20, dari Perang Kemerdekaan I sampai pelita III.
Yogyakarta : Kanisius
Van.C Dijk. 1993.Darul Islam, Sebuah Pemberontakan. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti
Wajan. I Badrika. 2004. Sejarah Nasional dan Umum. Jakarta : Bumi Aksara.
http://elrufhy.blogspot.com/2012/11/biografi-singkat-5-pemimpin-ditii_21.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Negara_Islam_Indonesia