Dokumen tersebut membahas pentingnya peran ibu dalam mendidik anak, khususnya mendidik untuk menghadapi tantangan zaman seperti perang pemikiran (ghazwul fikr). Ibu harus mempelajari berbagai paham seperti liberalisme dan sekularisme untuk membentuk karakter anak yang kuat. Pembentukan akhlak harus dilakukan sejak dini oleh ibu sebagai madrasah pertama bagi anak.
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
MAJALAH HIDAYATULLAH 2014 - Rubrik Parenting
1.
2. MARET 2014/JUMADIL AWAL 1435 67
Jendela
Keluarga
celah
mengajakumatnyauntukberpikirdanmenyentuhjiwanya
melalui kisah-kisah dalam kitab suci-Nya. Kekuatan cerita
mampu masuk ke alam bawah sadar manusia, sehing-
ga terekam lebih kuat dalam memori. Cerita juga me-
mungkinkan seseorang mendapat hikmah tanpa merasa
digurui.
Para ahli pendidikan sangat meyakini bahwa bercerita
menguatkan hubungan antara anak-anak dengan orang-
tua. Terlebih jika yang diceritakan adalah kisah-kisah te-
ladan yang bersumber dari al-Qur`an dan Hadits yang
disampaikan dengan cara menarik.
Sebagian ulama terdahulu berpendapat bahwa cerita
merupakan salah satu senjata Allah yang dapat meneguh-
kan hati para wali-Nya. Cerita memiliki keindahan yang
mengandung kenikmatan tersendiri. Imam Abu Hanifah
berkata, “Kisah-kisah tentang para ulama dan perbuatan
baik mereka lebih saya sukai daripada ilmu fiqih. Sebab,
kisah itu merupakan adab suatu kaum yang mempunyai
pengaruh yang besar dalam menarik perhatian dan me-
ningkatkan kecerdasan berpikir seorang anak.”
Namun, mengapa lebih banyak orangtua khususnya
ayah yang memilih menghabiskan waktu di dunia peker-
jaannya. Banyak yang berpikir itulah yang akan mem-
bahagiakan dan lebih penting untuk diberikan kepada
anak-anaknya. Wahai para ayah, ketahuilah bahwa jiwa
anak-anak sesungguhnya haus akan sentuhan jiwa yang
disampaikan melalui kisah-kisah penghantar tidur.
Simak apa yang disampaikan Obama, “Surga kecil
yang saya nanti-nantikan ialah saat saya bisa duduk-duduk
dengan putri saya yang berusia enam dan tiga tahun,
lantas malamnya membacakan buku untuk mereka,
kemudian membaringkan mereka ke ranjang. (American
Libraries, Agustus 2005). Penulis buku Bahagia Mendidik,
Mendidik Bahagia.
OLEH IDA S. WIDAYANTI*
FOTO:MUHABDUSSYAKUR/SUARAHIDAYATULLAH
Kakak, tahu nggak, tadi tiba-tiba ada
bocah yang waktu itu ikut acara do-
ngengnyamperinaku,terusbilang,‘Kak,
kapan banjir lagi ya? Aku pengen dengar dongeng lagi nih’.”
Demikian sebuah pesan singkat yang diterima oleh
seorang pendongeng, yang beberapa waktu lalu aktif
memberikan hiburan edukatif pada anak-anak korban
banjir di pengungsian. Ia tidak menyangka hal kecil yang
dilakukannya sangat berkesan di hati anak-anak korban
banjir. Yang membuat ia takjub yaitu pernyataan anak
yang “berharap banjir lagi” hanya karena ingin mende-
ngarkan dongeng.
Kisah di atas sepertinya sebuah lelucon. Namun itu
nyata terjadi. Sebuah fakta yang sulit dipungkiri bahwa se-
mua anak suka cerita, dongeng atau kisah. Sejak dahulu
kala, di seluruh dunia, anak-anak bahkan orang dewasa
sekalipun menyukai cerita. Di Inggris suatu kali pernah di-
adakan jajak pendapat pada orang-orang dewasa. Perta-
nyaannya mengenai saat apakah mereka merasa bahagia
di masa kecilnya dulu. Jawaban terbanyak mereka, “Pada
saat orangtua mereka membacakan buku atau cerita.”
Mendiang Steve Jobs, pendiri Apple, pernah membo-
corkan rahasia kehebatannya dalam membuat materi
presentasinya yang sangat menarik. Ia menyebutkan tips
pertamanya adalah ‘buatlah kisah yang menarik hati dan
pikiran’. Alasannya menurut Jobs: “Human have been
telling stories for thousands of years.” Ya, manusia sudah
bercerita sejak ribuan tahun lalu. Terlihat ukiran di gua-
gua atau candi-candi yang menunjukkan bahwa mereka
sesungguhnya sedang mengungkapkan kisah melalui
gambar.
Cerita, diyakini merupakan metode komunikasi
universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa manusia.
Al-Qur`an pun banyak berisi kisah atau cerita. Allah Ta’ala
Saatnya
Ayah Berkisah
3. SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com68
Peran ibudalam Ghazwul Fikr
mar’ah
Sangatlah penting setiap
ibu mempelajari paham-
paham ghazwul fikr
beserta bahayanya seperti
liberalisme, sekularisme,
pluralisme dan lain-lain.
“
Ngapain repot-repot sekolah
tinggi-tinggi, toh nanti
tetap di dapur alias jadi ibu
rumah tangga.” Kalimat
tersebut tidak asing lagi bagi
perempuan, sebab memang
ditujukan kepadanya. Ada anggapan
yang keliru bahwa seorang wanita
tugasnya hanya di dapur. Padahal,
aktifitas memasak dan tataboga
kerumahtanggaan lainnya pun
membutuhkan ilmu.
Dari banyak kasus dan literatur,
sejatinya menjadi seorang ibu itu
tidaklah mudah. Sebab, perempuan
tak hanya menjadi istri, tapi juga
menjadi pendamping setia sekaligus
pendidik bagi anak-anaknya. Terutama
harus selalu tangkas dan benar
dalam menjawab dan menanggapi
pertanyaan-pertanyaan kritis sang
anak. Maka itu, seorang ibu haruslah
sosok pembelajar yang selalu ingin
tahu.
Sebagai wanita, kita dituntut tak
kenal lelah dalam belajar, kepada
siapa dan di mana pun. Namun harus
disadari, status akademik bukanlah
jembatan untuk mendapatkan
kedudukan bergengsi di mata manusia.
Esensi ilmu adalah sebagai bekal dalam
mengarungi bahtera rumah tangga
yang akan melahirkan jiwa-jiwa terbaik
kelak.
Tantangan Zaman
Demikian pula terhadap anak,
pilihan hidupnya akan terbentuk sesuai
pendidikan yang telah didapatkannya,
terutama pendidikan dari guru
pertamanya yaitu ibu. Karena itu, jika
seorang ibu tidak mempersiapkan
anaknya untuk menghadapi berbagai
problem pada zaman ini, maka mereka
akan linglung dalam menentukan jalan
hidupnya.
Karakter anak ditumbuhkan oleh
seorang ibu agar kelak ia memiliki
frame yang benar tentang hidup ini,
ke mana akan menuju, dan bagaimana
menjalaninya. Terutama kasadaran
sang belia terhadap perang gaya hidup
yang berlangsung massif saat ini yaitu
perang pemikiran (ghazwul fikr).
Sejak dulu hingga kini, perang
terhadap Islam tidak saja berlangsung
secara fisik sebagaimana kita saksikan
di Suriah, Rohingya, atau Palestina.
Sungguh banyak jiwa yang mengalami
kematian lewat perang fisik ini. Namun,
kita harus menyadari, saat ini telah
berlangsung pula perang yang boleh
jadi sama hebatnya dengan perang fisik,
yaitu ghazwul fikr.
Walau tidak menimbulkan
kematian secara fisik, namun
perang pemikiran dapat memorak-
morandakan pondasi ideologi
seseorang, bahkan merusak tatanan
moral sebuah komunitas dan
mematikan mentalnya. Sebut saja
misalnya gencarnya budaya pacaran,
pesta pora, musik, fashion, dan lain
sebagainya. Pelan tapi pasti telah
mereduksi sikap remaja dan anak anak
bangsa ini menjadi permisif.
Setiap rumah di negeri ini, bahkan
dunia, mendapatkan gempuran
ghazwul fikr setiap hari. Yang
baik diputarbalik menjadi sebuah
keburukan dan ketinggalan zaman.
Sebaliknya, kemunkaran dipersepsi
sebagai sesuatu yang maju, hebat,
keren, asyik, dan modern. Mereka
mengkampanyekan kebebasan untuk
melakukan apa pun (liberalisme).
Intelektual Muslim Adian Husaini
mengatakan, virus-virus liberal yang
bergentayangan di masyarakat saat
ini tak ubahnya seperti hama yang
menggerogoti tanaman. Jika dibiarkan
dan tidak ditanggulangi tentu akan
semakin menyebar dan menebarkan
penyakit keraguan serta kebingungan
dalam memahami Islam.
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com
Oleh Sahlah al Ghumaisha*
4. MARET 2014/JUMADIL AWAL 1435 69
Jendela keluarga
menanamkan adab dan perilaku
terpuji. Ia mengatakan, seorang bayi
dilahirkan dengan membawa fitrah
murni dan lembaran tabiat putih.
Apabila jiwanya yang masih kosong itu
ditemukan dengan perilaku tertentu,
maka itu akan terlukis dan terpahat
dilembaran putih tersebut.
“Kemudian hasil pahatan itu
akan tetap ada, bahkan bertambah
sedikit demi sedikit sampai memenuhi
setiap sudut dan menjadi sifat utama
yang menolak segala sesuatu yang
berseberangan dengannya,” demikian
nasihat mantan Rektor Universitas Al-
Azhar, Mesir ini.
Pemeran utama dalam melawan
ghazwul fikr yang merusak akhlak anak
adalah ibu. Selain mendidik untuk
pembentukan akhlak, seorang ibu
pun harus mempelajari paham-paham
yang telah menjadi asupan empuk
dari ghazwul fikr seperti liberalisme,
sekularisme, pluralisme dan isme-isme
sesat lainnya.
Sangat penting bagi seorang ibu
menjaga antibody anaknya dalam
menghadapi ghazwul fikr. Di sinilah
pentingnya memahami bahwa tugas
seorang ibu tidak melulu identik
dengan kata sumur, kasur, dan dapur.
Seorang ibu, calon ibu, dan juga calon
istri, harus tetap belajar, belajar, dan
belajar sebagai bekal untuk menjaga
kefitrahan diri dan anaknya.
Sebagai penutup, ada baiknya kita
renungkan nasihat ulama masyhur,
Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, yang
mengatakan bahwa barang siapa yang
dengan sengaja tidak mengajarkan apa
yang bermanfaat bagi anaknya dan
meninggalkannya begitu saja, berarti
dia telah melakukan suatu kejahatan
yang sangat besar. Kerusakan pada diri
anak kebanyakan dari sisi orangtua
yang meninggalkan mereka dan tidak
mengajarkan kewajiban-kewajiban
dalam agama berikut sunnah-
sunnahnya. Alumni STIS Hidayatullah
Balikpapan, kini mahasiswa
Pascasarjana Pemikiran Islam,
Universitas Muhamadiyah Surakarta &
Santriwati Padepokan Lir Ilir
foto:muhabdussyakur/suarahidayatullah
69
Dampaknya dari “hama’ ini dapat
dilihat pada sekitar 10-20 tahun
mendatang. Kita akan melihat,
bagaimana akhir pertarungan
pemikiran ini pada masa-masa itu. Apa
yang akan terjadi, dan apakah upaya
dekonstruksi bangunan Islam ini akan
berhasil.
Untuk itu, sangatlah penting
setiap ibu mengetahui perkembangan
informasi dan ilmu pengetahuan di era
global, terutama ikut serta mempelajari
paham-paham ghazwul fikr beserta
bahayanya seperti liberalisme,
sekularisme, pluralisme dan lain-lain.
Karena ibu adalah madrasah pertama
bagi anak-anaknya.
Waspada dini
Siapa cepat dia dapat. Kalimat
tersebut jika ditarik ke dalam kerangka
pembentukan akhlak, tidak berlebihan
kita memaknainya bahwa apabila
seorang ibu sedini mungkin telah
mendidik dan berhasil mengarahkan
anaknya, maka ia akan tetap berada
dalam lingkup fitrahnya hingga dewasa.
Sekiranya tidak ada kepedulian
terhadap pembentukan akhlak anak
sejak dini, lambat laun mereka bisa
saja terjerembab mengikuti arus
ghazwul fikr yang dikendalikan oleh
korporasi media Islamophobia. Jika
seorang ibu tidak membina anaknya
sejak dini, maka akan ada pihak lain
yang akan membina mereka. Televisi
dan media elektronik lainnya akan
menjadi penuntunnya, menggantikan
peran orangtua yang super sibuk di luar
rumah.
Pembentukan akhlak anak sangat
dibutuhkan agar hubungan sosial
kemasyarakatannya menjadi tepat dan
terarah. Bukan waktu yang singkat
untuk melakukan semua itu, bahkan
seumur hidup.
Ibnu Qayyim mengatakan, ”Sesuatu
yang sangat dibutuhkan oleh anak-
anak adalah perhatian besar terhadap
perilakunya. Karena seorang anak
tumbuh sesuai dengan kebiasaan yang
ditanamkan oleh pembimbingnya
pada masa kecil. Karena itu, kita
melihat begitu banyak orang yang
perilakunya menyimpang disebabkan
pendidikannya pada waktu kecil.”
Selain itu, Asy Syaikh Muhammad
al-Khidhr Husain mengingatkan
kepada orangtua tentang pentingnya
memanfaatkan masa kecil untuk
foto:muhabdussyakur/suarahidayatullah
5. SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com70
Mendidik Ala
Ibunda Para Ulama
tarbiyah
Ibu adalah sebaik-baik
madrasah (sekolah) dan
pengasuh bagi anak-
anaknya.
T
idak seorang pun dari
ulama terlahir dan
dibesarkan dengan hati
yang dengki, keburukan
dan hal-hal buruk lainnya.
Mereka semua dibesarkan dari kasih
sayang, cinta, ilmu, kebaikan dan
pemberian yang tanpa batas.
Salah satu di antaranya ialah Hasan
al-Bashri; ulama dan cendikiawan
Muslim yang namanya tidak asing
lagi di kalangan para penuntut ilmu.
Ia seorang alim yang luas dan tinggi
ilmunya, terpercaya, ahli ibadah dan
juga fasih dalam berbicara. Kata-kata
yang keluar dari bibirnya mampu
membuat orang-orang yang mende
ngarkannya mengucurkan air mata.
Ia hidup di masa awal kekhalifahan
Umayyah. Ia ulama ternama di era
tabi’in dan murid para Sahabat. Salah
satu gurunya adalah Amirul Mukminin
Umar bin Khaththab.
Di belakang seorang ulama seting
kat Hasan al-Basri inilah ada seorang
wanita yang bernama Khairah. Ia ibu
dari 2 ulama kelahiran Bashrah, salah
satunya ialah Hasan bin Yasar al-Bashri
atau lebih dikenal dengan nama Hasan
al-Bashri. Khairah adalah pembantu
salah seorang istri Nabi Muhammad
yang bernama Ummu Salamah.
Sebagaimana kita ketahui, Ummu
Salamah adalah salah satu wanita
yang banyak meriwayatkan Hadits
dari Rasulullah setelah Aisyah RA.
Ummu Salamah sangat menyayangi
Khairah yang dibuktikan dengan di
antarkannya Khairah menjadi wanita
mulia yang mencintai ilmu. Ibunda
Hasan al-Basri ini hafal al-Qur’an sejak
umur 12 tahun.
Iyyas bin Muawiyah, salah seorang
ulama berkata, “Saya tak menemukan
orang yang lebih saya hargai dari
Khairah. Bahkan saya menganggap ia
lebih pandai dari putranya, Hasan Al-
Bashri, dalam ilmu dan ibadah!”
Selain menjadi pembantu, ia ada
lah seorang ibu yang sama sekali tidak
melalaikan kewajibannya terhadap
anak dan suaminya. Ketika bekerja,
Hasan (al-Bashri) turut serta bersa
manya. Bahkan suatu ketika, Hasan
pernah disusui oleh Ummu Salamah
dikarenakan ibundanya sedang keluar
memenuhi tugas dari Ummu Salamah.
Ketika Hasan al-Bashri berusia 14
tahun, Khairah dan Yasar (ayah Hasan)
pindah ke Bashrah yang pada saat itu
dikenal sebagai pusat ilmu dan ulama,
seperti Abdullah bin Abbas RA. Tempat
ini dianggap sangat baik oleh kedua
orang tua Hasan untuk memperdalam
ilmu. Tempat ini pulalah kelak Hasan
al-Bashri sangat dikenal dan dijadikan
tujuan oleh para penuntut ilmu.
Julukan “Al-Bashri” itu merujuk kepada
kota tempat tinggalnya.
Karena ketinggian ilmunya
inilah Khairah menjadi panutan bagi
anak-anaknya. Hingga akhirnya dari
rahimnya dan dengan tangannya, ia
mampu mengantarkan anak-anaknya
menjadi seoarang ulama besar. Ia telah
membuktikan bahwa sosok ibu sangat
memberi peran pada sekolah pertama
dan utama bagi anak-anaknya. Sosok
ibu pulalah yang bisa memberikan
lingkungan terbaik bagi putra-
putrinya dalam menjalani masa-masa
perkembangan awal hidupnya.
Selain Khairah, salah satu ibu yang
sangat berperan dalam pendidikan
anaknya adalah ibunda Imam Asy-Syafi,
ulama pencetus ilmu Ushul Fiqh. Imam
As-syafi’i ditinggal wafat ayahnya sejak
kecil, tetapi Allah memberikan
karunia yang besar kepadanya berupa
ibu yang sangat paham pentingnya
ilmu. Imam Syafi’I membuktikan bahwa
kemiskinan dan keyatiman bukan
penghalang dalam menuntut ilmu.
Juga, kemauan ibundanya yang begitu
kuat membuat semangat Imam Syafi’i
menyala-nyala dalam menggapai ilmu.
Setelah tinggal beberapa lama
di Gaza, Asqalan, dan Yaman, Imam
Syafi’i kecil dibawa oleh ibunya ke
negeri Hijaz. Ia dimasukkan ke dalam
kaumnya (kabilah al-Azdi). Ibunda
Imam Syafi’i adalah keturunan kabilah
al-Azdi. Dan mulailah Syafi’i menghafal
al-Qur’an hingga berhasil menghafal
seluruhnya di usia 7 tahun.
Salah satu bukti perhatian ibunda
Imam Syafi’i terhadap ilmu, ia tidak
membukakan pintu untuk Syafi’i ke
tika pulang dari majelis salah seorang
ulama. Dengan itu ibundanya ber
maksud, agar Syafi’i kembali ke majelis
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com
Oleh Miftahul Jannah*
6. MARET 2014/JUMADIL AWAL 1435 71
Jendela keluarga
pada masa-masa tersebut. Pada
saat itu, otak seorang anak mampu
menyimpan informasi dengan luar
biasa. Kemudian seiring bertambahnya
usia, kemampuan itupun semakin
berkurang. Di sinilah peran seorang
ibu sangat dibutuhkan semenjak anak
lahir hingga masa taman kanak-kanak
yang merupakan masa keemasan
baginya. Namun, banyak orang yang
tak menyadarinya. Para ibu sibuk
dengan karir dan tak ada waktu untuk
memperhatikan anaknya, sehingga
pendidikan mereka terabaikan.
Hasan al-Basri pernah ditanya se
orang sahabatnya tentang bagaimana
cara ia mendidik anaknya hingga men
jadi berhasil. Imam Hasan Basri men
jawab, “Aku mulai mendidik anakku
semenjak aku belum menikah.”
“Bagaimana mungkin Anda
mendidik anak Anda sebelum
menikah?“ tanya sahabatnya lagi
dengan penuh keheranan.
“Ya, aku mendidik anakku sebelum
aku menikah, dengan cara aku memilih
calon istri yang baik yang bakal menjadi
ibu dari anak-anakku. Dengan istri yang
baik kelak akan menjadi ibu yang akan
melahirkan dan mendidik anak-anakku
dengan baik.”
Hasan al-Basri, Imam As Syafi’i, dan
Imam Ahmad hanyalah contoh kecil
bahwa bakat dan kemampuan tidaklah
datang secara kebetulan. Melainkan
harus dibangun dan direkayasa sejak
dini. Jika Imam Syafi’i, Imam Ahmad,
dan Hasan al-Basri menjadi ulama
dan imam besar di kemudian hari, itu
adalah jasa dari ibunya.
Ini merupakan suatu gambaran
bahwa kehadiran ibu menjadi penting
dalam mendidik anak-anak. Kemajuan
suatu negara bisa ditentukan oleh
seberapa besar kepedulian seorang ibu
dalam mendidik anak-anaknya. Karena
anak-anak itulah yang kemudian
kelak menjadi pengganti pemimpin-
pemimpin bangsa saat ini. wallahu
a’lam bishshowab. Alumni STIS
Hidayatullah Balikpapan, sekarang
kuliah di Magister Pemikiran Islam
Universitas. Muhammadiyah Surakarta.
71
Imam Ahmad anak tunggal, demi
kian pula Imam Syafi’i. Masing-masing
ibu mereka memberikan perhatian
secara penuh untuk putra-putrinya.
Dan buah dari perhatian yang besar
itu tampak jelas hasilnya. Kedua putra
itu menjadi ulama terkemuka di jagad
raya ini.
Pentingnya Peran Ibu
Jelaslah, peran ibu sangatlah
penting dalam membentuk, mendidik
juga sebagai uswah bagi putra-putrinya.
Terutama pada awal-awal kehidupan
anak. Masa itu merupakan saat yang
paling efektif dalam pembelajaran
anak dan amat menentukan masa
depannya, karena kapasitas intelektual
anak berkembang dengan pesat
foto:muhabdussyakur/suarahidayatullah
tersebut hingga mendapatkan ilmu.
Imam Nawawi menceritakan bagai
mana peran ibu di belakang pengua
saan Imam Syafi’i terhadap fiqh. Ibu
Imam Syafi’i memiliki kecerdasan ting
gi, tapi miskin. Namun bisa dikatakan,
kesetiaannya berada di belakang sang
anak, itulah menjadikan Imam Syafi’i
menjadi ulama sejati hingga saat ini.
Ada kesamaan antara ibunya
Imam Syafi’i dan ibunya Imam Ahmad
bin Hambal. Ibunda Imam Ahmad
juga menjadi janda saat berumur 30
tahun. Ia lebih memilih menyendiri
agar dapat memberikan perhatian dan
kasih sayangnya kepada Ahmad secara
penuh. Ibu Imam Ahmad memilih
ilmu sebagai jalan hidup bagi putranya,
sebagaimana Ibunda Imam Syafi’i.
7. SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com72 SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com72 SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com72
Diasuh oleh : Ustadz Hamim Thohari
konsultasi keluarga
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com72
Hukum Bertato
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Akhir-akhir ini tradisi mentato tubuh semakin
marak. Ada jenis tato yang bisa dihapus, tetapi ada
juga yang permanen. Yang pasti kedua jenis tato ter
sebut sama-sama berbiaya mahal. Pertanyaan saya,
bagaimana hukum bertato menurut pandangan sya
riat? Bagaimana status hukum shalatnya orang yang
bertato, baik yang mengenai bagian tubuh yang wajib
wudlu maupun bagian tubuh yang lain. Bukankah
ketika mandi jinabat tetap harus ter
kena air?
Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.
M. H
Lamongan, Jawa Timur
Jawab:
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Kaum Muslim tidak sepatutnya meniru atau me
ngikuti peradaban Barat yang materialistik, memuja
fisik dan nafsu. Para pengikut budaya ini, baik pria
maupun wanita tak segan menghamburkan uang
nya, ratusan ribu hingga jutaan rupiah hanya untuk
mengubah hidung atau membesarkan payudaranya.
Mereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk
berhias diri di salon kecantikan. Bahkan tak sedikit
di antara mereka yang rela menjalani operasi kecan
tikan demi tampil lebih menawan, meskipun tak se
dikit di antaranya justru menjadi korban.
Segala bentuk operasi kecantikan, kecuali yang
dengan alasan syar’i adalah haram. Allah dan
rasul-Nya melaknat mereka yang bersikap berlebi
han dalam memperhatikan penampilan lahir dan
fisik, sementara dalam urusan batin dan ruhani
yang merupakan hakikat kemanusiaannya malah
diabaikan.
Dalam urusan tato-mentato, tidak ada alasan
syar’i sedikit pun yang membolehkannya. Per
tama, mentato itu dapat menyakiti diri sendiri,
menimbulkan rasa sakit, dan membahayakan
kesehatan tubuh. Bayangkan, bagian-bagian ter
tentu yang ditato harus ditusuk dengan jarum dan
diberi warna-warna tertentu.
Kedua, gambar yang dipilihnya seringkali
menyeramkan dan memberi kesan garang. Ada
pula yang menggambarkan pemujaan setan atau
gangster tertentu. Semuanya sangat tidak indah.
Akal sehat kita tidak membenarkan nilai artistis
dengan mentato tubuh.
Ketiga, mentato tubuh merupakan budaya
jahiliyah yang dilakukan orang-orang terdahulu
dalam pemujaan setan. Tak sedikit mereka yang
menggambarkan sesembahan atau dewa-dewi
mereka. Perbuatan tersebut juga diikuti orang se
karang dengan membuat gambar bintang tertentu,
seperti taurus atau cancer.
Keempat, meniru gaya dan model orang-orang
kafir. Yang menjadi anutan mereka adalah para
selebriti, bintang kesohor, dan artis yang tidak
mencerminkan akhlak islami.
Kelima, mentato tubuh bahkan bisa menghi
langkan identitas diri dengan mengubah ciptaan
Allah SWT. Perbuatan tersebut dikategorikan se
bagai perbuatan setan sebagai inspiratornya.
Terkait dengan masalah tato ini, Hadits sahih
menjelaskan, “Rasulullah melaknat orang
yang mentato, yang minta ditato, yang memangur
gigi dan yang minta dipangur giginya.” (Riwayat
Muslim)
Ala kulli hal, Islam menolak sikap melampaui
batas dalam berhias. Lalu bagaimana dengan sha
latnya? Sebagian ulama berpendapat, shalatnya
tidak sah karena salah satu syarat shalat itu adalah
suci dari najis, sedangkan orang yang mentato saat
menyuntikkan jarum ke anggota tubuh dapat me
ngakibatkan pendarahan. Dalam keadaan tersebut
mereka mencampurkan zat pewarna. Keadaan
najis tersebut permanen, kecuali dihilangkan.
Wallahu a‘lam.*
8. SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com62
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Dokter yang dirahmati Allah SWT, sejak lama
saya cepat masuk angin ketika berada di suhu di
ngin, seperti di ruangan ber-AC atau daerah dingin.
Seringkalijugadisertaipanasdalam,baumulut,serta
kepala terasa pusing. Kata dokter, saya kekurangan
vitamin C. Namun, sesudah mengonsumsi vitamin
C, keluhan tidak kunjung berubah. Mohon saran
Dokter, herbal apa yang harus saya konsumsi dan
langkah apa yang bisa saya lakukan?
Aby
Manado, Sulawesi Utara
Jawab
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
Terimakasih atas pertanyaan yang Bapak aju
kan. Bapak yang saya hormati, sesungguhnya alam
semesta dan tubuh manusia ini dalam satu kondisi
keseimbangan yang dinamis dan harmonis. Sehing
ga, tidak ada kaitan antara cuaca dengan penyakit
dan manusia. Pasalnya, manusia sendiri sudah di
bekali Allah SWT dengan kekebalan tubuh yang
mampu menghalau serangan dari luar, termasuk
cuaca dingin sekalipun.
Dari pertanyaan Bapak tersebut, yang terjadi
sesungguhnya masalah ketidakseimbangan tu
buh yang tidak baik. Pada
kondisi seperti ini, panas
tubuh tidak keluar akibat
kurang olahraga atau ku
rang menggerakkan tu
buh. Sehingga ketika ada
cuaca yang ekstrim, tu
buh mengalami ketidak
seimbangan. Oleh karena
itu, sebaiknya pada musim
penghujan kita harus tetap
menguatkan kondisi tubuh.
Pertama, dengan melakukan
olahraga, agar tubuh mengeluarkan keringat untuk
menjaga tubuh kuat dari cuaca dingin.
Kedua, saya menyarankan untuk berpuasa, seba
gai salah satu metode untuk membuat satu kondisi
panas dalam tubuh manusia. Dengan itu, apapun
kondisi cuaca tetap bisa harmonis dengan suhu
tubuh.
Ketiga, disarankan untuk mengonsumsi herbal-
herbal yang mempunyai sifat panas, seperti jahe,
cengkeh, kayumanis, pala, sereh, dan lainnya. Herbal
ini sebaiknya rutin diminum terutama pada kondisi
cuaca dingin. Herbal lain yang juga bisa dikonsumsi,
habatussauda, madu, serta minyak zaitun untuk
memberikan panas pada tubuh.
Mudah-mudahan bermanfaat. Semoga Allah
SWT menjaga kita semua dari segala macam penya
kit dan ujian lainnya.*
Cepat Masuk Angin
di Cuaca Dingin
Rubrik ini berisi tanya-jawab seputar pengobatan ala Nabi (thibun nabawi) yang diasuh oleh
dr Zaidul Akbar, konsultan dan praktisi thibun nabawi dan herba. Kirimkan pertanyaan Anda
melalui surat ke alamat redaksi atau email: konsultasi.syifa@hidayatullah.com
Diasuh oleh :
dr Zaidul Akbar
Praktisi dan Konsultan Thibbun Nabawi dan Herba
SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com62
foto:muhabdussyakur/suarahidayatullah