1. BAB I
PENDAHULUAN
Proses kehamilan dan persalinan ibaratnya seperti akan melakukan suatu
perjalanan. Banyak hal yang harus dipersiapkan, terutama oleh calon ibu. Seorang
calon ibu tentunya akan mengharapkan suatu keadaan optimal supaya dirinya dan
bayi yang di kandungannya dapat melalui proses persalinan dengan aman dan
selamat. Menurut WHO, tujuan pelayanan kebidanan adalah menjamin, agar
setiap wanita hamil dan wanita yang menyusui bayinya dapat memelihara
kesehatannya sesempurna-sempurnanya agar wanita hamil melahirkan bayi sehat
tanpa gangguan apapun dan kemudian dapat merawat bayinya dengan baik. Oleh
karena itu, para tenaga medis dituntut untuk mampu mengenali dengan cepat serta
menangani keadaan-keadaan yang dinilai dapat membahayakan ibu maupun
janin.1
Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik-buruknya suatu
pelayanan obstetri dalam suatu negara atau daerah adalah kematian maternal,
namun sekarang kematian bayi dianggap sebagai ukuran yang lebih baik serta
lebih peka untuk menilai kualitas pelayanan kebidanan. Berdasarkan hasil Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka Kematian
Neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup.2
Gawat janin (fetal distress) merupakan salah satu kegawat daruratan dalam
kehamilan yang harus bisa segera ditangani untuk menghindari kematian pada
janin terdapat hipoksia pada janin ( kadar oksigen yang rendah dalam darah). 1,3
Dan Oligohiroamnion merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
fetal distress dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc.
Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas wanita
hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab
oligohydramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya
kantung/ membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar
7% bayi dari wanita yang mengalami oligohydramnion mengalami cacat bawaan,
seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi
1
2. janin berkurang. Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin
buruk prognosisnya. Jika terjadi pada trimester II, 80-90% akan mengakibatkan
mortalitas.4
2
3. BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Gawat Janin (Fetal Distress)
2.1.1. Definisi
Gawat janin (fetal distress) adalah suatu keadaan dimana terdapat hipoksia
pada janin ( kadar oksigen yang rendah dalam darah). Keadaan tersebut dapat
terjadi baik pada antepartum maupun intrapartum.1,3
2.1.2. Etiologi3,4,5
Gawat janin dapat disebabkan oleh bermacam-macam hal. Beberapa
penyebab yang umum dan sering terjadi:
- Kontraksi
Pengencangan otot uterus secara involunter untuk melahirkan bayi.
Kontraksi secara langsung mengurangi aliran darah ke plasenta dan dapat
mengkompresi tali pusat sehingga penyaluran nutrisi terganggu. Hal ini
dapat terjadi pada keadaan:
o persalinan yang lama ( kala II lama)
o penggunaan oksitosin
o uterus yang hipertonik ( otot-otot menjadi terlalu tegang dan tidak
dapat berkontraksi ritmis dengan benar)
- Infeksi
- Perdarahan
- Abrupsi plasenta
Plasenta terlalu dini memisahkan diri dari fetus
- Tali pusat prolaps
- Hipotensi
Bila tekanan darah ibu menurun selama persalinan, jumlah aliran darah ke
fetus akan berkurang. Hipotensi dapat disebabkan oleh:
o anestesi epidural
3
4. o posisi supine
Hal tersebut terjadi karena adanya pengurangan jumlah aliran darah dari
vena cava ke jantung
- Masalah pernafasan janin
- Posisi dan presentasi abnormal dari fetus
- Kelahiran multipel
- Kehamilan prematur atau postmatur
- Distosia bahu
Penyebab yang paling utama dari gawat janin dalam masa antepartum adalah
insufisiensi uteroplasental. Faktor yang menyebabkan gawat janin dalam
persalinan/ intrapartum adalah kompleks, contohnya seperti: penyakit vaskular
uteroplasental, perfusi uterus yang berkurang, sepsis pada janin, pengurangan
cadangan janin, dan kompresi tali pusat. Pengurangan jumlah cairan ketuban,
hipovolemia ibu dan pertumbuhan janin terhambat diketahui mempunyai peranan.
2.1.3. Patofisiologi3,4,5
Ada beberapa patofisiologi yang mendasari gawat janin:
1. Dahulu janin dianggap mempunyai tegangan oksigen yang lebih rendah
karena janin dianggap hidup di lingkungan hipoksia dan asidosis yang
kronik, tetapi sebenarnya janin hidup dalam lingkungan yang sesuai dan
konsumsi oksigen per gram berat badan sama dengan orang dewasa,
kecuali bila janin mengalami stress.
2. Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin, dan kapasitas angkut
oksigen pada janin lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa.
Demikian juga halnya dengan curah jantung dan kecepatan arus darah
lebih besar daripada orang dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen
melalui plasenta kepada janin dan jaringan perifer dapat terselenggara
dengan relatif baik. Sebagai hasil metabolisme oksigen akan terbentuk
asam piruvat, sementara CO2 dan air diekskresi melalui plasenta. Bila
plasenta mengalami penurunan fungsi akibat dari perfusi ruang intervilli
yang berkurang, maka penyaluran oksigen dan ekskresi CO2 akan
4
5. terganggu yang berakibat penurunan pH atau timbulnya asidosis. Hipoksia
yang berlangsung lama menyebabkan janin harus mengolah glukosa
menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang tidak efisien, bahkan
menimbulkan asam organik yang menambah asidosis metabolik. Pada
umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arus darah uterus atau
arus darah tali pusat.
3. Bradikardi janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan jaringan
akibat hipoksia, karena janin mempunyai kemampuan redistribusi darah
bila terjadi hipoksia, sehingga jaringan vital ( otak dan jantung) akan
menerima penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan jaringan
perifer. Bradikardia mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar
jantung bekerja lebih efisien sebagai akibat hipoksia.
2.1.4. Faktor Resiko3,5
Ada beberapa faktor resiko yang diduga berhubungan dengan kejadian
gawat janin:
- Wanita hamil usia > 35 tahun
- Wanita dengan riwayat:
o Bayi lahir mati
o Pertumbuhan janin terhambat
o Oligohidramnion atau polihidramnion
o Kehamilan ganda/ gemelli
o Sensitasi rhesus
o Hipertensi
o Diabetes dan penyakit-penyakit kronis lainnya
o Berkurangnya gerakan janin
o Kehamilan serotinus
5
6. 2.1.5. Tanda dan Gejala3,5
Gejala yang dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan janin. Ibu
dapat melakukan deteksi dini dari gawat janin ini, dengan cara menghitung jumlah
tendangan janin/ ’kick count’. Janin harus bergerak minimal 10 gerakan dari saat
makan pagi sampai dengan makan siang. Bila jumlah minimal sebanyak 10
gerakan janin sudah tercapai, ibu tidak harus menghitung lagi sampai hari
berikutnya. Hal ini dapat dilakukan oleh semua ibu hamil, tapi penghitungan
gerakan ini terutama diminta untuk dilakukan oleh ibu yang beresiko terhadap
gawat janin atau ibu yang mengeluh terdapat pengurangan gerakan janin. Bila
ternyata tidak tercapai jumlah minimal sebanyak 10 gerakan maka ibu akan
diminta untuk segera datang ke RS atau pusat kesehatan terdekat untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
Tanda-tanda gawat janin:
• Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak
kepala
• Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janin
Untuk mengetahui adanya tanda-tanda seperti di atas dilakukan pemantauan
menggunakan kardiotokografi
• Asidosis janin
Diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin.
2.1.6. Penegakan Diagnosa3,5
Untuk menegakkan suatu diagnosa fetal distress, dapat ditegakkan dari
beberapa kriteris berikut:
2.1.6.1. Mekonium
Adanya mekonium saja tidak mampu untuk menegakkan suatu diagnosis
gawat janin. Mekonium adalah cairan berwarna hijau tua yang secara normal
dikeluarkan oleh bayi baru lahir mengandung mukus, empedu, dan sel-sel epitel.
Bagaimanapun, dalam beberapa hal, mekonium dikeluarkan dalam uterus
mewarnai cairan ketuban. Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering
6
7. terlihat saat janin mencapai maturitas dan dengan sendirinya bukan merupakan
tanda-tanda gawat janin. Mekonium dapat mewarnai cairan ketuban dalam
beberapa tingkat, mulai dari mewarnai ringan sampai dengan berat. Adanya
mekonium dianggap signifikan bila berwarna hijau tua kehitaman dan kental.
Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium pada cairan amnion
yang berkurang dan merupakan indikasi perlunya persalinan yang lebih cepat dan
penanganan mekonium pada saluran napas atau neonatus untuk mencegah aspirasi
mekonium.
Terdapat 3 teori yang telah diajukan untuk menjelaskan tentang keluarnya
mekonium:
- Janin mengeluarkan mekonium sebagai respons terhadap hipoksia, dan
mekonium merupakan hasil dari suatu usaha janin untuk mengkompensasi.
- Mekonium merupakan tanda maturasi yang normal dari traktus
gastrointestinal di bawah pengaruh persarafan yang mempersarafinya
- Mekonium dapat keluar sebagai stimulasi vagal dari terjepitnya tali pusat
dan gerakan peristalsis yang meningkat
2.1.6.2. Kardiotokografi6,7
Kardiotokografi adalah alat elektronik yang digunakan untuk tujuan
memantau atau mendeteksi adanya gangguan yang berkaitan dengan hipoksia
janin dalam rahim, seberapa jauh gangguan tersebut dan menetukan tindak lanjut
dari hasil pemantauan tersebut. Pemantauan dilakukan melalui penilaian pola
denyut jantung janin dalam hubungan dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas
janin dalam rahim
Kardiotokografi merupakan suatu metode pemeriksaan yang telah ditetapkan
sebagai suatu pemeriksaan standar rutin untuk menentukan kesejahteraan janin.
Meskipun pemeriksaan kardiotokografi menunjukkan hasil dengan tingkat positif
palsu yang tinggi, yaitu sekitar 64 % dan evaluasinya juga sangat subyektif, tetapi
saat ini tetap menjadi metode penapisan diagnosis hipoksia akut pada janin,
karena tidak ada cara pemeriksaan lain yang lebih obyektif dan non invasif.6,7
7
8. A. Non Stress Test ( NST) 6,7
NST adalah pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan
kardiotokografi pada umur kehamilan ≥ 32 minggu. Menurut American
Pregnancy Association, NST dilakukan pada umur kehamilan lebih atau sama
dengan 28 minggu. Sebelum usia 28 minggu, janin belum cukup berkembang
untuk memberikan respons terhadap tes. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
maksud menilai kesehatan janin melalui hubungan perubahan denyut jantung
janin dengan gerakan janin yang dirasakan oleh ibu.
Indikasi:
Semua kondisi yang dapat menyebabkan janin lahir dalam keadaan buruk,
antara lain:
Kondisi ibu:
• Hipertensi kronis
• Diabetes mellitus
• Anemia berat ( Hb < 8 gr % atau Ht < 26 %)
• Penyakit vaskuler kolagen
• Gangguan fungsi ginjal
• Penyakit jantung
• Pneumonia dan penyakit paru-paru berat
• Penyakit dengan kejang
Kondisi janin:
• Pertumbuhan janin terhambat
• Kelainan kongenital minor
• Aritmia jantung
• Isoimunisasi
• Infeksi janin
• Pernah mengalami kematian janin dalam rahim yang tidak
diketahui penyebabnya
8
9. Kondisi yang berhubungan dengan kehamilan:
• Kehamilan multipel
• Ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan
• Polihidramnion
• Oligohidramnion
• Plasentasi abnormal
• Solusio plasenta
• Kehamilan lewat waktu
Hasil reaktif, bila:
• Denyut jantung janin basal antara 120-160 kali permenit
• Variabilitas denyut jantung janin 6 -25 permenit
• Ada gerakan janin, terutama gerakan multipel dan berjumlah 5
gerakan atau lebih dalam pemantauan 20 menit, dengan kenaikan
minimal 15 dpm selama minimal 15 detik
Hasil tidak reaktif, bila:
• Denyut jantung janin basal antara 120-160 kali permenit
• Variabilitas kurang dari 6 denyut/ menit
• Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit
• Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan
rangsang dari luar.
B. Contraction Stress Test/ CST6,7
CST/ OCT adalah pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan
kardiotokografi yang menilai perubahan denyut jantung janin pada saat kontraksi
rahim. Tujuan dilakukannya tes ini adalah untuk memantau kondisi janin pada
kehamilan usia lanjut sebelum janin dilahirkan, menilai apakah janin sanggup
mentolerir beban persalinan normal serta menilai fungsi plasenta.
Indikasi:
9
10. Bila terdapat dugaan insufisiensi plasenta:
• Uji beban yang tidak reaktif
• Diabetes mellitus
• Preeklamsia
• Hipertensi kronis
• Pertumbuhan Janin Terhambat
• Kehamilan lewat waktu
• Pernah mengalami lahir mati
• Ketagihan narkotika
• Hemoglobinopati akibat sel sickle
• Penyakit paru kronis
• Gangguan fungsi ginjal
Kontraindikasi:
• Luka parut pada rahim
• Kehamilan ganda sebelum 37 minggu
• Ketuban pecah sebelum 37 minggu
• Risiko tinggi untuk persalinan kurang bulan
• Perdarahan antepartum
• Serviks inkompeten atau paska operasi serviks
• Kelainan bawaan atau cacat janin berat
• Indikasi untuk seksio sesarea
Interpretasi hasil:
Negatif
• Tidak terjadi deselerasi lambat atau deselerasi variabel yang nyata
• Denyut jantung janin normal, variabilitas 6-25 dpm
Bila hasil OCT negatif, maka kehamilan dapat diteruskan sampai 7 hari lagi,
selanjutnya dilakukan OCT ulangan, atau diartikan bahwa janin dapat mentolerir
beban persalinan normal.
10
11. Positif
• Terjadi deselerasi lambat yang menetap pada sebagian besar kontraksi
rahim, meskipun tidak selalu disertai dengan variabilitas yang menurun
dan tidak ada akselerasi pada gerakan janin
OCT positif menunjukkan adanya insufisiensi uteroplasenta. Kehamilan harus
segera diakhiri, kecuali bila paru-paru belum matang
Mencurigakan
• Terjadi deselerasi lambat yang tidak menetap, atau deselerasi variabel
yang terus-menerus
• Deselerasi lambat terjadi hanya bila ada kontraksi rahim hipertonus
• Bila dalam 10 menit meragukan ke arah positif atau negatif
• Adanya takikardi
Bila hasilnya mencurigakan, maka harus dilakukan pemeriksaan ulang 1-2 hari
kemudian.
2.1.6.3. Pengambilan sampel darah janin8
Sesuai dengan American College Of Obstetricians and Gynecologists,
pengukuran pH pada darah kapiler kulit kepala dapat membantu untuk
mengidentifikasi keadaan gawat janin. Prosedur ini memang jarang dilakukan,
tetapi merupakan pemeriksaan penyerta untuk menegakkan diagnosis gawat janin
pada hasil NST yang meragukan.
Pengambilan darah janin harus dilakukan di luar his dan sebaiknya ibu
dalam posisi tidur miring.
Pemeriksaan darah janin ini dilakukan bila terdapat indikasi sebagai berikut:
o Deselerasi lambat berulang
o Deselerasi variabel memanjang
o Mekonium pada presentasi kepala
o Hipertensi ibu
o Osilasi/ variabilitas yang menyempit
o
11
12. Kontraindikasi:
o Gangguan pembekuan darah janin
o Presentasi fetus yang tidak dapat dicapai
o Infeksi pada ibu
Syarat:
o Pembukaan lebih dari 2 cm
o Ketuban sudah pecah
o Kepala sudah turun hingga dasar pelvis
Tabel 1. Interpretasi dari sampel pH darah janin berdasarkan pedoman
RCOG dan NICE yang terbaru:
Hasil sampel pH darah janin Tindakan
≥ 7.25 Ulangi pengambilan sampel darah jika
abnormalitas denyut jantung janin
persisten
7.21 – 7.24 Ulangi pengambilan sampel darah
dalam 30 menit atau pertimbangkan
terminasi kehamilan jika terjadi
penurunan pH yang cepat dibandingkan
sampel yang terakhir
≤ 7.20 Indikasi terminasi kehamilan
2.1.7. Tatalaksana3,8
Tabel 3. Kriteria Tata Laksana Untuk Pola Denyut Jantung Janin yang
Meragukan
Tindakan berikut harus dicatat dalam rekam medis:
1. Reposisi pasien
2. Hentikan stimulansia uterus dan koreksi hiperstimulasi uterus
12
13. 3. Pemeriksaan vaginal
4. Koreksi hipotensi ibu yang berhubungan dengan anestesi regional
5. Pemberitahuan tenaga anestesi dan perawat untuk kebutuhan persalinan
darurat
6. Monitor denyut jantung janin – dengan monitor janin elektronik atau
auskultasi – di ruang operasi sebelum menyiapkan kelahiran per
abdominal
7. Adanya tenaga kompeten yang hadir untuk resusitasi dan penanganan
neonatus
8. Pemberian oksigen ke ibu
2.1.7.1. Tokolitik8
Injeksi subkutan atau intravena tunggal dari 0.25 mg terbutalin sulfat
diberikan untuk relaksasi uterus telah dijelaskan sebagai tindakan sementara dari
penanganan denyut jantung yang meragukan selama persalinan. Inhibisi kontraksi
uterus dapat meningkatkan oksigenasi janin, dan menghasilkan resusitasi
intrauterus.
2.1.7.2. Amnioinfusion3,4,8
Amnioinfusion transvaginal kini digunakan untuk:
• Penanganan deselerasi variabel atau deselerasi lama
• Profilaksis kaus-kasus oligohidroamnion, seperti ketuban pecah dini
• Usaha untuk mengencerkan atau ’mencuci’ mekonium yang kental.
Protokol pemberiannya sendiri masih belum ada ketentuan baku hingga
sekarang. 500 sampai 800 ml bolus cairan fisiologis hangat diikuti dengan infus
kontinyu 3 ml per menit. Pada penelitian lain, Rinehart dkk menyarankan cukup
hanya dengan pemberian 500 ml bolus cairan fisiologis dalam temperatur
ruangan, atau 500 ml bolus ditambah infus kontinyu 3 ml per menit.
Tata laksana umum untuk keadaan gawat janin:
• Reposisi pasien ke sisi kiri
13
14. • Hentikan pemberian oksitosin
• Identifikasi penyebab maternal ( demam ibu, obat-obatan), dan diterapi
sesuai dengan penyebab
• Jika penyebab ibu tidak ada tetapi denyut jantung tetap abnormal minimal
3 kontraksi, lakukan pemeriksaan vaginal
o Perdarahan dengan nyeri konstan atau intermiten, curigai solusio
plasenta
o Tanda infeksi ( demam, sekret vagina berbau), berikan antibiotik
sesuai dengan penatalaksanaan amnionitis
o Bila tali pusat di bawah bagian yang terendah, atau ada di vagina,
tangani sesuai dengan penanganan tali pusat prolaps
• Jika denyut jantung abnormal menetap atau ada tanda tambahan gawat
janin, rencanakan persalinan:
o Jika serviks terdilatasi penuh dan kepala janin tidak lebih dari 1/5
di atas simfisis pubis atau ujung tulang terendah dari kepala pada
stasion 0, lahirkan dengan ekstraksi vakum atau forsep.
o Jika serviks tidak terdilatasi penuh atau kepala janin lebih dari 1/5
di atas simfisi pubis atau ujung tulang terendah dari kepala di atas
stasion 0, lahirkan dengan seksio sesarea.
2.2. Oligohidramnion
2.2.1. Definisi4,9,10
Oligohidramnion adalah volume cairan amnion yang jauh berkurang di
bawah batas normal dan terkadang hanya tersisa beberapa milimeter. Umumnya,
oligohidramnion yang timbul pada awal kehamilan jarang terjadi dan seringnya
memiliki prognosis yang buruk. Sebaliknya, pada kehamilan yang berlanjur
hingga lebih bulan, mungkin sering ditemukan pengurangan volume cairan.
Oligohidramnion diartikan dengan AFI (Amino Fluid Index) 5 cm atau
kurang. Insufisiensi plasenta berat kronik yang menyebabkan penurunan volume
cairan amnion tidak berhubungan dengan berkurangnya produksi urin janin.
14
15. Resiko kompresi tali pusat, dan distres janin, meningkat dengan berkurangnya
cairan pada semua persalinan, tetapi khususnya pada kehamilan yang lebih bulan.
2.2.2. Etiologi9,10
Sebab yang pasti tidak begitu diketahui. Primer: mungkin disebabkan oleh
karena amnion kurang baik tumbuhnya, dan sekunder: misalnya pada ketuban
pecah dini (premature rupture of the membrane = PROM).
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah
kelainan kongenital, PJT, ketuban pecah, kehamilan postterm, insufisiensi
plasenta, dan obat-obatan (misalnya dari golongan antiprostaglandin). Kelainan
kongenital yang paling sering menimbulkan oligohidramnion adalah kelainan
sistem saluran kemih (kelainan ginjal bilateral dan obstruksi utetra), dan kelainan
kromosom (triploidi, trisomi 18 dan 13). Insufisiensi plasenta oleh sebab apa pun
dapat menyebabkan hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronis akan
memicu mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi
penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi
oligohidramnion.
2.2.3. Gambaran Klinis4,9
1. Perut ibu kelihatan kurang membuncit
2. Ibu merasa nyeri di perut pada tiap pergerakan anak
3. Persalinan lebih lama dari biasanya
4. Sewaktu his akan sakit sekali
5. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali, bahkan tidak ada yang
keluar
Bila terjadi pada permulaan kehamilan janin akan menderita cacat
bawaaan, pertumbuhan terhambat, bahkan bisa terjadi foetus papyreceous, yaitu
picak seperti kertas karena tekanan-tekanan. Bila terjadi pada kehamilan yang
lebih lanjut akan terjadi cacat bawaan seperti club-foot, cacat karena tekanan, atau
kulit menjadi tebal dan kering (leathery appearance).
2.2.4. Oligohidramnion Onset Dini4
15
16. Beberapa kondisi telah dikaitkan dengan berkurangnya cairan amnion.
Oligohidramnion hampir selalu didapatkan jika ada obstruksi pada traktus
urinarius janin atau agenesis ginjal. Dengan demikian, anuria hampir merupakan
etiologi pada kasus tersebut. Kebocoran kronik akibat defek pada membran janin
dapat mengurangi volume cairan dalam jumlah yang cukup besar, namun
sebagian besar diikuti dengan terjadinya persalinan. Pajanan terhadap inhibitor
angiotensin-converting enzym inhibitor telah dikaitkan dengan oligohidramnion.
Dari 15-25% kasus, dikaitkan dengan kelainan fetus seperti yang ditampilkan
dalam tabel 1.
Tabel 1. Keadaan yang dikaitkan dengan oligohidramnion
Fetus Maternal
Kelainan kromosom Insufisiensi uteroplasental
Kelainan kongenital Hipertensi
Hambatan pertumbuhan Preeklamsia
Kematian Diabetes
Kehamilan post term Obat-obatan
Ruptur membran Prostaglandin synthase inhibitor
Plasenta Angiotensin converting enzim inhibitor
Abrutio Idiopatik
Twin to twin transfusion
2.2.5. Oligohidramnion Onset Lanjut4
Volume cairan amnion berkurang setelah kehamilan 35 minggu. Evaluasi
terhadap kelainan fetus dan gangguan pertumbuhan adalah sangat penting. Pada
kehamilan yang terkomplikasi dengan oligohidramnion dan gangguan
pertumbuhan janin, diharuskan observasi ketat karena berkaitan dengan
morbiditas dan melahirkan bayi merupakan rekomendasi dengan indikasi pada
bayi atau ibunya. Walaupun usia kehamilan merupakan pertimbangan pada
keputusan ini, namun bukti-bukti pengendalian pada faktor ibu atau bayi
umumnya akan mengatasi peluang terjadinya komplikasi dari kelahiran preterm.
2.2.6. Penatalaksanaan
Oligohidramnion pada kehamilan aterm mungkin dilakukan penanganan
16
17. aktif dan cara induksi persalinan atau penanganan ekspektatif dengan cara hidrasi
dan pemantauan janin, dan atau USG reguler untuk menilai volume cairan
amnion. Ketika kedua pilihan tersedia, penanganan aktif adalah pendekatan yang
umum dilakukan pada wanita hamil aterm dengan atau tanpa faktor resiko pada
ibu atau fetus.4,9
Aminoinfusion merupakan suatu prosedur melakukan infus larutan NaCl
fisiologis atau Ringer Laktat ke dalam kavum uteri untuk menambah volume
cairan amnion. Tindakan ini dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul
akibat berkurangnya volume cairan amnion, seperti deselerasi variabel berat dan
sindroma aspirasi mekonium dalam persalinan. Tindakan aminoinfusion cukup
efektif, aman, mudah dikerjakan, dan biaya murah.4,10
Aminoinfusion dapat dilakukan dengan cara transabdominal atau
transservikal (transvaginal). Pada cara transabdominal, aminoinfusion dilakukan
dengan bimbingan USG. Cairan NaCl fisiologis atau Ringer Laktat dimasukkan
melalui jarum spinal yang ditusukkan ke dalam kantong amnion dengan tuntunan
ultrasonografi. Pada cara transservikal, cairan dimasukkan melalui kateter yang
dipasang ke dalam kavum uteri melalui serviks uteri. Selama tindakan
aminoinfusion, denyut jantung janin dimonitor terus dengan alat kardiotokografi
(KTG) untuk melihan perubahan denyut jantung janin. Mula-mula dimasukkan
250 ml bolus cairan NaCl atau Ringer Laktat selama 20-30 menit. Kemudian,
dilanjutkan dengan infus 10-20 ml/jam sebanyak 600 ml. Jumlah tetesan infus
disesuaikan dengan perubahan pada gambaran KTG. Apabila deselerasi variabel
menghilang, infus dilanjutkan sampai 250 ml, kemudian tindakan dihentikan,
kecuali bila deselerasi variabel timbul kembali. Jumlah maksimal cairan yang
dimasukkan adalah 800-1000 ml. Apabila setelah 800-1000 ml cairan yang
dimasukkan tidak menghilangkan deselerasi variabel, maka tindakan dianggap
gagal.4,10
Terdapat beberapa kontraindikasi untuk tindakan aminoinfusion, antara
lain: amnionitis, hidramnion, uterus hipertonik, kehamilan kembar, kelainan
kongenital janin, kelainan uterus, gawat janin yang berat, malpresentasi janin,
plasenta previa atau solusio plasenta.4
17
18. 2.2.7. Komplikasi4,10
Adanya oligohidramnion sangat meningkatkan resiko janin terhadap
hiperplasia pulmonal. Insiden pada kelahiran sekitar 1 per 1000 bayi, tetapi jika
cairan amnion tidak adekuat, hipoplasia pulmonal sering terjadi. pada penelitian
kohort prospektif pada 163 kasus oligohidramnion yang terjadi setelah preterm
prematurely rupture of the membrane (PPROM) pada usia kehamilan 15 sampai
28 minggu. Hampir 13 persen janin mengalami hipoplasia pulmonal. Jika ruptur
terjadi pada usia lebih muda, hipoplasia lebih sering terjadi.
Terdapat tiga kemungkinan yang dapat menyebabkan hipoplasia pulmonal.
Pertama, kompresi toraks dapat mencegah pergerakan dinding dada dan ekspansi
paru. Kedua, kurangnya pergerakan nafas bayi menyebabkan aliran paru menurun.
Ketiga, cairan intrapulmoner atau peningkatan aliran dengan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan paru.
Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apa pun akan berpengaruh buruk
kepada janin. Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru,
deformitas pada wajah dan skelet, kompresi tali pusat dan aspirasi mekonium
pada masa intrapartum, dan kematian janin.
2.2.8. Prognosis4
Keluaran janin pada umumnya buruk pada oligohidramnion awitan dini.
Menurut penelitian, 80 kehamilan yang hanya setengah janinnya selamat, 34
kehamilan midtrimester yang di komplikasi dengan oligohidramnion yang
ditentukan dengan tidak adanya kantong cairan amnion yang lebih besar dari 1
cm. Sembilan janin seperempatnya memiliki anomali, dan 10 dari 25 janin yang
secara fenotipe normal, mengalami abortus spontan atau lahir mati karena
hipertensi berat pada ibu, hambatan pertumbuhan janin, atau solusio plasenta.
Dari 14 bayi yang lahir hidup, 8 adalah preterm dan 7 meninggal. Enam bayi yang
dilahirkan aterm juga mengalami hal yang sama. Pertumbuhan fetus yang
berkaitan dengan oligohidramnion yang telah ada sebelumnya sampai usia
kehamilan 37 minggu, dimana fetus akan mengalami peningkatan 3 kali lipat
untuk lahir preterm namun tidak mengalami hambatan pertumbuhan selanjutnya
18
19. atau kematian. Beberapa penelitian menjelaskan penemuan otopsi pada 89 bayi
dengan oligohidramnion. Hanya 3% yang memiliki saluran ginjal yang normal,
34% mengalami agenesis renal, 34% mengalami bilateral cystic dysplasia,9%
dengan agenesis unilateral dengan dysplasia dan 10% dengan kelainan
minorurinary. Sebaliknya, bayi normal kemungkinan mengalami akibat dari
kurangnya cairan amnion onset dini yang berat. Perlekatan antara amnion akan
menjebak bagian fetus dan menyebabkan deformitas yang serius, termasuk
amputasi. Lebih daripada itu, akan terjadi penekanan dari semua arah, deformitas
muskuloskeletal seperti clubfoot sangat sering dijumpai.
19
20. DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo Sarwono dan Wiknjosastro Hanifa. Kebidanan Dalam Masa
Lampau, Kini, Dan Kelak; Dalam : Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo,
Bab 1, Edisi 4, PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta; 2015: 4-10.
2. Kemenkes RI. Kesehatan Keluarga; Dalam: Profil Kesehatan Indonesia 2014,
Bab 5, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta; 2015: 106-7.
3. Wijayanegara Hidayat. Gawat Janin dalam Persalinan; Dalam: Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Bab 46, Edisi 4, PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta; 2015: 620-4.
4. Cuningham. Kelainan Volume Cairan Amnion; Dalam: Obstetri Williams,
Bab 21, Edisi 23, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 2013: 516-9.
5. Willacy H. Meconium-stained Liquor, Patient Platform Limited, London;
2015: 1-4.
6. Chuningham. Kelainan Antepartum; Dalam: Obstetri Williams, Bab 15, Edisi
23, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 2013: 351-9.
7. Abadi A. Kardiotokografi Janin dan Velosimetri; Dalam: Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo, Bab 19, Edisi 4, PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta; 2015: 221-34.
8. Cuningham et al.. Pemeriksaan Intrapartu; Dalam: Obstetri Williams, Bab 18,
Edisi 23, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 2013: 448-52.
9. Sofian A. Air Ketuban (Liquor Amnii/ Amniotic Fluid) dan Kelainannya;
Dalam: Sinopsis Obstetri, Bab 38, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
20
21. Jakarta; 2015: 175.
10. Karsono B. Ultrasonografi dalam Obstetri; Dalam: Ilmu kebidanan
Sarwono Prawirohardjo, Bab 20, Edisi 4, PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta; 2015: 168-9.
21
22. BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 ANAMNESA PRIBADI
Nama Donna
Umur 38 tahun
Pekerjaan Ibu rumah tangga
Agama Kristen Protestan
Alamat Jl. Sering Gg. Bandung No 4
Tanggal masuk 17 Februari 2017
Jam masuk 17:28
Tanggal keluar 20 Februari 2017
Paritas G8P5A2
3.2 ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama : keluar air-air dari kemaluan
Telaah : hal ini telah dialami OS sejak tanggal 16 Februari 2017
pukul 06.00 WIB. Volume air-air yang keluar kira-kira 1 sarung basah. Riwayat
mules-mules mau melahirkan (+) sesekali tetapi tidak semakin sering, sejak ± 1
minggu ini tanpa disertai lendir darah dari kemaluan. Keputihan disangkal OS.
Demam tidak dijumpai. OS mengaku tidak pernah terjatuh ataupun mengalami
benturan sebelumnya.. Riwayat keluar lendir darah (-). BAK (+) Normal, BAB
(+) Normal.
RPT : (-)
RPO : (-)
3.3 RIWAYAT HAID
HPHT : 14/05/2017 (reguler, siklus 28 hari)
TTP : 21/02/2017
ANC : bidan 6x, SpOG 1x
22
23. 3.4 RIWAYAT PERSALINAN
1. Abortus, kuretase tahun 2004.
2. Perempuan, aterm, 2600 gr, PSP, bidan, klinik, sehat, 12 tahun.
3. Kematian Janin Dalam Kandungan
4. Laki-laki, aterm, 3800 gr, PSP, bidan, klinik, sehat, 9 tahun.
5. Abortus.
6. Perempuan, aterm, 3700 gr, PSP, bidan, klinik, sehat, 6 tahun.
7. Perempuan, aterm, 3300 gr, PSP, bidan, klinik, sehat, 3 tahun.
8. Hamil ini.
3.5 PEMERIKSAAN FISIK
3.5.1 Status Presens
Sens : Compos mentis Anemis : -
TD : 130/90 mmHg Ikterik : -
HR : 78x/i Sianosis : -
RR : 18x/i Dyspnoe : -
T : 36.6 °C Oedema : -
3.5.2 Status Obstetrikus
Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 3 jari bpx (34cm)
Teregang : Kiri
HIS : (-)
DJJ : 172 x/i, reguler
Gerak : (+)
3.5.3 Pemeriksaan Dalam
VT : Tidak dilakukan pemeriksaan
23
24. 3.5.4 Inspekulo
Tampak air tergenang di fornix posterior. Kesan: mengalir aktif. Lakmus test (+).
Portio licin, massa (-).
3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
3.6.1 USG-TAS
• Janin tunggal,Presentase Kepaka, Anak hidup, Intra-uterine
• Gerakan janin (+), Denyut jantung janin (+) 172x/menit, regular
• FM (+) , FHR (+)
• BPD : 93.2 mm
• AC : 27.5 nm
• AFI : 3,4 cm
• Plasenta korpus anterior III
Kesan: KDR (38-39) minggu + PK + AH + Fetal Tachicardia +
Oligohidramnion
Gambar 3.6.1 Gambaran USG-TAS pada Ny.D
3.6.2 Pemeriksaan Laboratorium
Hb/Ht/Leu/Plt : 8,7/27,6/15.550/340.000
SGOT/SGPT : 22/16
24
25. Na/K/Cl : 134/3,2/120
KGD Adr : 74 mg/dL
Ur/Cr : 9/0,58
3.7 DIAGNOSA SEMENTARA
Fetal Distress + KPD + Oligohidramnion + GMG + KDR (38-39) minggu + PK +
AH
3.8 TERAPI
• IVFD RL 20 gtt/i
• Inj. Ceftriaxon 2 gr (skin test)
• Reposisi Pasien
• O2 2-4 L via nasal kanul
• SC cito dan sterilisasi Pomeroy
3.9 RENCANA
• Rawat perbaikan keadaan umum
• Persiapan SC Cito
3.10 LAPORAN OPERASI
Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang dengan
baik. Dibawah anastesi spinal, dilakukan tindakan septik dan antiseptik, ditutup
dengan doek steril kecuali lapangan operasi. Insisi pfannensteil, otot, fascia dan
peritonium dibuka lapis demi lapis. Tampak uterus gravidarum sesuai masa
kehamilan. Insisi uterus low cervical dengan meluksir kepala, lahir bayi laki-laki,
bb 3600 gram, PB 49 cm, Apgar score 6/7, anus (+). Pengan PTT, lahir plasenta
kesan lengkap. Dilakukan pembersihan pada cavum uteri dari sisa selaput
ketuban, lalu dijahit. Evakuasi ketua tuba falopi. Dilakukan tindakan sterilisasi
Pomeroy. Cavum abdomen dibersihkan dari sisa darah. Uterus dijahit continuous
interlocking. Dilakukan sterilisasi Pomeroy, peritoneum dijahit continuous. Otot
25
26. dilakukan aproksimasi. Fascia dijahit continuous. Subkutis dijahit interrupted. KU
ibu pasca operasi stabil.
Terapi : IVFD RL + Oxytocin 10 IU 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 jam
Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam
Inj. Ranitidin 50 gr/ 12 jam
Rencana : Awasi perdarahan, vital sign dan kontraksi uterus
3.11 FOLLOW UP
18/02/2017 19/02/2017
S: Nyeri luka operasi (+) S: Nyeri luka operasi (+)
Sens : compos mentis
TD : 130/80 mmHg
HR : 100x/i
RR : 22x/i
Anemis : -
Sianosis : -
Dyspnoe : -
Edema : -
Sens : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 86x/i
RR : 18x/i
Anemis : -
Sianosis : -
Dyspnoe : -
Edema : -
Abdomen : soepel,
peristaltic (+) normal
TFU : 2 jari bawah pusat
P/V : (-) , lokia (+) rubra
BAB/BAK: (+) normal
Abdomen : soepel, peristaltic
(+) normal
TFU : 2 jari bawah pusat
P/V : (-) , lokia (+) rubra
BAB/BAK: (+) normal
Post SC a/i Fetal Distress +
Oligohidramnion + NH1
Post SC a/i Fetal Distress +
Oligohidramnion + NH2
• IVFD RL 20 gtt/i
• Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 jam
• Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam
• Inj. Ranitidin 50 gr/ 12 jam
R/ Aff Cateter
• IVFD RL 20 gtt/i
• Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 jam
• Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam
• Inj. Ranitidin 50 gr/ 12 jam
26
27. Cek Darah Rutin Post Operasi
20/02/2017
S: Nyeri luka operasi (+)
Sens : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 76x/i
RR : 20x/i
Anemis : -
Sianosis : -
Dyspnoe : -
Edema : -
Abdomen : soepel, peristaltic
(+) normal
TFU : 2 jari bawah pusat
P/V : (-) , lokia (+) rubra
BAB/BAK: (+) normal
Post SC a/i Fetal Distress +
Oligohidramnion + NH3
• IVFD RL 20 gtt/i
• Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 jam
• Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam
• Inj. Ranitidin 50 gr/ 12 jam
R/ PBJ
BAB IV
27
28. ANALISA KASUS
Ny. D, 38 tahun datang ke IGD RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan
keluhan keluar air-air dari kemaluan, volume air-air yang keluar kira-kira 1 sarung
basah. Ketika dilakukan pemeriksaan, didapati denyut jantung janin 172 x/ menit.
Pada kasus ini, gawat janin / fetal distress disebabkan karena
berkurangnya cairan ketuban pada Os yang disebabkan oleh selaput ketuban yang
pecah sebelum waktunya. Pada pemeriksaan inspekulo tampak air tergenang di
fornix posterior. Pada pemeriksaan USG-TAS, dijumpai Amino Fluid Index 3,4
cm dan dapat di interpretasikan sebagai oligohidramnion.
Pada saat OS tiba di IGD, telah diberikan tatalaksana berupa reposisi pasien
dengan memiringkaran OS ke arah kiri, pemberian O2 2-4 l via nasal kanul
pemberian IVFD RL, pemantauan denyut jantung janin secara berkala dan
persiapan pasien untuk SC cito. Telah dilakukan SC, dan telah lahir bayi laki-laki
dengan BB 3600 gram, PB 49 cm, Apgar score 6/7, anus (+).
Pasien datang dengan ketuban pecah dini, hal ini ditandai dengan keluar air air
dari kemaluan yang tidak disertai dengan tanda- tanda inpartu. Faktor resiko yang
diduga menyebabkan ketuban pecah dini pada kasus ini adalah kehamilan grande
multipara. Ketika dilakukan pemeriksaan DJJ, didapati 172 x/i, artinya terjadi
fetal distress pada janin Ny.D, dikatakan fetal distress bila DJJ <120 x/i atau >160
x/i. Etiologi dari fetal distress diantaranya infeksi, perdarahan, prolapsus tali
pusat, oligohidramnion, dan lain-lain. Pada kasus ini, ketika dilakukan
pemeriksaan USG, didapati nilai AFI 3,4 cm. Nilai AFI yang < 5cm dapat
dikategorikan ke dalam oligohidramnion, sehingga etiologi dari fetal distress pada
kasus ini adalah oligohidramnion. Karena berkurangnya cairan di dalam ketuban
menyebabkan janin hipoksia, maka terjadilah fetal tacicardi sebagai kompensasi
janin untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Tatalaksana yang dilakukan pada fetal
distresss adalah sc cito.
28
29. BAB V
PERMASALAHAN KASUS
1. Kurangnya pemahaman Ny.D tentang KB dan resiko kehamilan usia lanjut,
oleh karena kurangnya penyuluhan tentang Antenatal Care oleh petugas
kesehatan.
2. Kompetensi kami sebagai dokter umum dalam menangani kasus fetal distress
dan oligohidramnion.
29