Dokumen tersebut membahas tentang pemahaman terhadap manusia dari berbagai perspektif. Manusia dijelaskan sebagai makhluk yang memiliki berbagai dimensi seperti kesosialan, kesejarahan, kesusilaan, keindividuan, dan keberagaman. Manusia juga memiliki sifat transendensi, bertubuh, bersifat sejarah, dan menciptakan kebudayaan untuk menjawab berbagai pertanyaan dalam kehidupannya.
1. Kelompok 1:
1. Diru Pangestu
115130117
2. Awal Rachmansyah
115130440
3. Pithaloka Yanu
Andrina 125130584
4. Raja Debby
115110533
5. Andrew yapvito
125140097
6. Febrian sena
115130080
2. Manusia adalah makhluk
yang berhadapan dengan
dirinya sendiri. Tidak
hanya berhadapan, tetapi
juga menghadapi, dalam
arti mirip dengan
menghadapi soal,
menghadapi kesukaran
dsb
Hidup manusia merupakan sumber gerak dan
dinamika kebudayaan. Maka mencermati
kebudayaan tidak bisa dilepaskan dari refleksi
terhadap eksistensi dan kehidupan manusia.
Hidup manusia harus menjadi pokok refleksi
tentang kebudayaan . Karena kebudayaan tidak
bisa dilepaskan dari manusia. Socretes
mengatakan, ‘hidup yang tidak pernah dikaji
adalah hidup yang tidak layak untuk dihidupi’.
Refleksi atau pemahaman terhadap hidup
mulai dari bertanya: mengapa aku hidup? Apa
arti hidup ini ? dan bagaimana hidup yang
bernilai ?. Kebudayaan lahir sebagai usaha
manusia dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan dalam hidupnya.
3. “man can be either more
or less an animal, but
never an animal” - Max
Sheller
Perlunya pemahaman terhadap manusia
Bahwa
manusia
mempunyai
kemampuan
dan potensi
untuk
berkembang
Memiliki rasa ingin tahu akan apa
yang ada di sekitarnya
Bahwa
manusia
mempunyai
keyakinan
akan adanya
sesuatu yang
absolut
Tiap tindakan atau aktivitas yang
manusia lakukan dapat
menghasilkan kebudayaan
4. Dimensi dalam kehidupan manusia
Dimensi kesosialan
•Hanya dalam berinteraksi dengan sesamanya, manusia saling menerima dan
memberi seseorang menyadari dan menghayati kemanusiaannya.
Dimensi kesejarahan
•manusia adalah makhluk historis, makhluk yang mampu menghayati hidup di masa
lampau, masa kini, dan mampu membuat rencana-rencana kegiatan-kegiatan di
masa yang akan datang.
Dimensi kesusilaan
•bahwa dalam diri manusia ada kemampuan untuk berbuat kebaikan dalam arti
susila atau moral, seperti bersikap jujur, dan bersikap/berlaku adil.
Dimensi keindividuan
•Setiap anak manusia sebagai individu ketika dilahirkan telah dikaruniai potensi
untuk menjadi diri sendiri yang berbeda dari yang lain. Karena adanya
individualitas ini maka setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita,
kecenderungan, semangat, daya tahan yang berbeda
Dimensi keberagaman
•sebagai orang yang beragama, manusia meyakini bahwa Tuhan telah mewahyukan
kepada manusia pilihan yang disebut rasul yang dengan wahyu Tuhan tersebut,
manusia dibimbing ke arah yang lebih baik, lebih sempurna dan lebih bertaqwa.
5. Titik tolak pemahaman terhadap manusia
Aristoteles, manusia adalah anime rationale
manusia
Ia (manusia) adalah makhluk yang terbuka pada dunia (openness to the world), makhluk yang
bebas dan rasional . Ia adalah makhluk yang dapat mengobjektivisikan diri, ia mampu mengambil
jarak terhadap lingkungan dan dirinya sendiri. Ia adalah makhluk dengan struktut dan organ
tubuh kompleks, fungsional, dan sempura. Tetapi dinamika tanpa henti pada manusia
menunjukkan bahwa ia adalah makhluk yang ‘belum’ sempurna. Ia tidak pernah merupakan
makhluk yang ‘sudah selesai’. Ia harus menyempurnakan diri. Penyempurnaan diri manusia tidak
hanya dengan beradaptasi dengan lingkungan alam melainkan juga dengan menciptakan dan
menyerap kebudayaan.
F. Hegel, manusia adalah makhluk
yang memiliki kebutuhan tak
terbatas
F. Nietzsche, manusia ‘dapat membuat janji
masa depan’
E. Cassirer, manusia sebagai
makhluk simbolik
6. Gambaran paradoksal tentang manusia
Heidegger memahami manusia sebagai makhluk yang “mengada dalam dunia” (being in the world).
Keberadaannya dicirikan sebagai “being there” (ada disana) karena meskipun mampu
bertransendensi dan bebas ia tetap mengalami keterbatasan seperti kelaparan,
penderitaan,penyakit, bahkan kematian yang sana sekali tak bisa dihindari. Ia adalah “ada” yang
“Mengada” (transendensi) tetapi sekaligus juga “mengada” yang “ada” (imanensi). Ia “berada
dalam dunia” dan menghadapi dunia sebagai realitas system instrumental yang membuat dunia
tidak hanya “ada begitu saja” melainkan siap untuk digunakan (“read to hand”).
7. Subyek dan antar subyektivitas
Manusia adalah subjek tetapi subjek yang selalu berada dalam relasi
dengan subjek-subjek lain (dimensi antar subjektif). Hubungannya dengan
orang lain merupakan sesuatu yang konstitutif bagi manusia.
Hubungan antar
subyektivitas
menurut
Levinas,
“orang
lain”
Heidegger,
“makhluk yang berada di dunia”
Buber,
“makhluk dialogal”
Sartre, “manusia berada yang bebas”
Gabriel Marcel,
“ada yang
menjelma”
8. Manusia itu makhluk bertubuh
Manusia tidak hanya subjek melainkan juga objek,objektivitas manusia tampak
pada unsur tubuh yang dimilikinya. Manusia adalah makhluk bertubuh. Sebagai
makhluk bertubuh manusia tidak berbeda dengan makhluk lain. Tetapi unsur
kebertubuhannya itu membuat manusia mampu menciptakan kebudayaannya.
Maka bagi manusia,tubuh memiliki beberapa makna hakiki seperti
(Satrapratedja 2010: 96-100) :
1. Tubuh sebagai kancah ekspresi manusia,
2. Tubuh sebagai kehadiran,
3. Tubuh sebagai bahasa,
4. Tubuh sebagai prinsip instrimentalitas,
5. Tubuh sebagai keterbatasan dan
6. Tubuh sebagai media kesadaran.
Namun manusia tidak identik dengan tubuh (Satrapratedja 2010:94-
95). Karena kita mampu menilai hidup dan berbagai ekspresi badani
kita (Marcel).
“Bahwa tubuh merupakan medium
yang memungkinkan manusia terlibat
dalam kegiatan sosial sehari-hari” –
Erwin Goffman
“Aku adalah tubuhku” –
Merleau Ponty
9. Transendensi (trans-scendere) berarti mengatasi batas,going beyond.istilah
itu menunjuk pada gerak dan selalu melewati batas yang mengelilingi
manusia : tempat,ruang,waktu ia adalah makhluk `roh` dan spiritual yakni
subjek yang dapat ada dan bertindak tanpa ketergantungan intrinsik pada
suatu organism atau hal-hal yang material
Pribadi/Person menunjuk pada status manusia sebagai `subjek` yakni
sebagai pelaku yang bebas dan rasional, yang tak dapat direduksi menjadi
objek dan juga menunjukkan sifat keutuhan,keunikan dan kerohanian
manusia`
Humanisasi, manusia bukan sekedar “ada” melainkan menentukan cara
mengadanya sendiri dengan menciptakan kebudayaan. Kebudayaan
merupakan cara humanisasi manusia. Dengan kebudayaan manusia
membudidayakan dirinya dengan membudidayakan alam atau dengan
menghumanisasikan alam,manusia menghumanisasikan dirinya. Dengan
demikian manusia menyempurnakan dirinya (kebudayaan subjektif) dan
alam (kebudayaan subjektif) melalui kebudayaan.
10. Manusia sebagai makhluk sejarah
Sejarahlah yang mengajarkan kepada manusia bagaimana manusia
harus hidup. “Manusia adalah pengada pedarah,emigran
substansial ia tidak memiliki batas mengenai apa yang dibuatnya.
Manusia tidak memiliki kodrat (natura) tetapi sejarah (historia).
Yang merupakan kodrat ada pada benda,yang merupakan sejarah
ada pada manusia. Manusia pun tidak memiliki kodrat lain,selain
yang dibuatnya
Kehidupan masa kini tak bisa dipisahkan dari
kehidupan antarpersonal. Karena kebertubuhan
dan temporalitas merupakan realitas yang
secara esensial antarpersonal dan social
11. Multidimensionalitas kebudayaan
Cultu
re
Kebudayaan hadir karena manusia terus menerus bertanya dalam perjungannya untuk
menjawab dan mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dalam mempertahankan dan
mengembangkan kehidupannya.
Kebutuhan akan memaksa manusia mengatur hubungan antar sesama atau antar pribadi
dengan melembagakannya sebagai organisasi sosial,merumuskan regulasi-regulasi
(misalnya hukum) dalam seluruh bidang kehidupannya.
Manusia merupakan bagian dari alam semesta tetapi berkat rasionalitas dan kehendak
bebas yang ia miliki,ia mampu mengubah dunianya dalam dan melalui kebudayaan.