SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 13
Gaya Kepemimpinan Perempuan Bagi Efektivitas Organisasi
Oleh: Sudarmo*
Abstract
It is argued that female leadership is more effective than male’s. This argument
exaggerates general belief on the female superiority to male. An effective leader does not depend
on femininity or masculinity but on the capacity of the leader to make collective actions and
networks with other stakeholders rather than directive and assertive actions. In addition to the
leader capacity, there are five main factors, including leader choice and placement, leadership
training, incentive provision for the leader and subordinate’s achievement, organizational
management for environment change, and technology that contribute to achieve organizational
effectiveness.
1. Pendahuluan
Kepemimpinan sering didefinisikan sebagai proses membuat orang lain terinspirasi
untuk bekerja keras dalam menyelenggarakan tugas-tugas penting (Schermerhorn, 1999).
Tetapi pengertian tersebut sering dikaitkan dengan dasar-dasar bagi kepemimpinan yang
efektif, yakni mendasarkannya pada cara seorang pemimpin atau manajer menggunakan
power untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Power merupakan kemampuan untuk
mempengaruhi orang-orang lain melakukan sesuatu seperti yang diinginkan oleh seseorang
yang menghendakinya (Kanter, 1979). Karena itulah seringkali kepemimpinan atau
leadership didefiniskan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kelompok untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu (Robbins, 1998). Dalam tulisan ini kepemimpinan lebih
difokuskan pada kepemimpinan manajerial dalam organisasi.
Tulisan ini bermaksud untuk menelaah kebenaran mengenai gaya kepemimpinan
perempuan yang diargumentasikan lebih efektif dibandingkan gaya kepemimpinan laki-
laki dalam menciptakan efektivitas organisasi. Untuk kepentingan ini penulis
memanfaatkan data dokumenter, terutama melalui tinjauan sejumlah literatur hasil
penelitian maupun dukungan teoritis yang berkenaaan dengan judul tulisan ini.
Argumen yang diajukan dalam tulisan ini adalah: memang ada kecenderungan
perbedaan dalam gaya kepemimpinan antara perempuan dan laki-laki karena sifatnya,
tetapi untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif sehubungan dengan tujuan organisasi
yang harus dicapainya, tidaklah cukup hanya karena sifat perempuan atau karakteristik
yang melekat pada dirinya, melainkan banyak faktor lainnya yang ikut mempengaruhinya.
Faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan bagi efektivitas organisasi mencakup:
*
Penulis adalah dosen pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi , Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , Universitas Sebelas Maret Surakarta.
1
pemilihan dan penempatan pemimpin, pendidikan kepemimpinan, pemberian imbalan pada
prestasi pemimpin dan bawahan, teknik pengelolaan organisasi untuk menghadapi
perubahan lingkungan, dan teknologi.
2. Faktor Biologis bagi Kepemimpinan
Tulisan Robbin (1998) melalui studi pustaka terhadap sejumlah literatur, pada
dasarnya masih mempertanyakan apakah perilaku seorang pemimpin dikarenakan adanya
hormon yang dikandung didalam tubuh dan otaknya. Akan tetapi, Ia mengakui bahwa studi
yang menunjukkan bukti-bukti bahwa kepemimpinan memiliki akar biologis, semakin
meningkat.
Dari tinjauan pustaka tersebut, para peneliti telah menemukan bahwa para
pemimpin yang efektif memiliki campuran biokimia yang unik antara hormon dan kimia
otak yang membantu mereka membangun aliansi sosial dan menangani stress. Dua jenis
kimia, yakni serontonin dan testosteron, mendapat perhatian serius oleh para peneliti
sehubungan dengan isu kepemimpinan yang efektif. Menurut para ahli, meningkatnya
tingkat serontonin dapat memperbaiki kemampuan melakukan sosialisasi dan mengontrol
agresi. Semakin tinggi tingkat testosteron semakin tinggi tingkat dorongan berkompetisi
(Robbins, 1998).
Dalam pada itu, Robbins (1998) juga mengemukakan bahwa studi-studi oleh
sejumlah peneliti terhadap primata menemukan dua hal. Pertama, primata-primata yang
dominan (jantan maupun betina), memiliki tingkat serotonin yang lebih tinggi ketimbang
para anak buahnya. Kedua, ketika para pemimpin tertusir dari kelompoknya, maka
pemimpin baru yang mengambil tanggung jawab kepemimpinannya memperlihatkan
peningkatan tingkat serotonin. Para peneliti yakin bahwa tingkat serotonin meningkatkan
kepemimpinan dengan mengontrol impuls-impuls agresi dan antisosial, maupun
mengurangi reaksi yang berlebihan terhadap stres-stres yang tidak relevan dan tidak
signifikan. Walaupun begitu penelitian ini masih belum jelas mengenai arah hubungan
sebab akibat dari kedua variabel tersebut. Masih dipertanyakan apakah tingginya tingkat
serotonin sebagai variabel yang menstimulasi kepemimpinan ataukah justru variabel
kepemimpinan itulah yang mengakibatkan meningkatnya serotonin.
Penelitian tersebut menemukan pula bahwa selain serotonin, testosteron juga
dipandang dapat meningkatkan peranannya dalam kepemimpinan. Penelitian terhadap para
primata menemukan bahwa para pemimpinnya mengalami peningkatan tingkat testosteron
2
secara tiba-tiba ketika ancaman terhadap legitimasinya muncul. Sedangkan dalam diri para
anak buahnya, tingkat testosteronnya menurun pada saat-saat krisis tersebut terjadi.
Tanpa bermaksud untuk menyamakan kera dengan manusia, dan memang primata
berbeda dengan manusia, studi tentang manusia sehubungan dengan isu kepemimpinan
memperlihatkan bahwa ada perubahan testosteron ataupun serotonin dalam diri manusia
seperti yang terjadi pada primata. Sebuah studi tentang tubuh manusia menemukan bahwa
laki-laki yang menduduki tingkat kepemimpinan yang paling tinggi memiliki tingkat
serotonin yang tertinggi (Robbins, 1998). Para peneliti juga menemukan bahwa tingkat
testosteron meningkat pada para pemain tenis papan atas sebelum pertdaningan dimulai.
Tingginya tingkat testosteron dipadang sebagai variabel yang membuat para pemain tenis
tersebut menjadi lebih percaya diri dan termotivasi untuk memenangkan pertandingan.
Ditemukan pula bahwa testosteron juga meningkat setelah mencapai peningkatan status
seperti ketika ia memperoleh promosi, meningkat rangkingnya atau memperoleh sebuah
gelar; demikian pula pada perempuan yang duduk di dalam pekerjaan-pekerjaan
profesional memiliki tingkat hormon tersebut lebih tinggi dibdaning mereka yang non-
profesional (Robbins, 1998).
Dari segi dasar biologis seperti diuraikan diatas, memperlihatkan bahwa laki-laki
maupun perempuan memiliki potensi untuk menjadi pemimpin yang efektif karena di
dalam dirinya masing-masing memiliki testosteron yang suatu saat dapat meningkat.
Ketika seseorang dihadapkan pada suatu kondisi lingkungan atau situasi yang mengancam
dan mengharuskan ia berjuang, berkompetisi atau beradaptasi dengan perubahan atau
kondisi yang dihadapinya agar memperoleh apa yang menjadi tujuannya, kadar testosteron
yang ada padanya akan meningkat. Meningkatnya testosteron pada perempuan atau pada
laki-laki ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan semangat seseorang untuk
memotivasi diri sebagai pemimpin guna mencapai tujuan.
3. Diskusi Tentang Perbedaan Kepemimpinan Laki-laki dan Perempuan
Kajian terhadap sejumlah literatur oleh Robbins (1998), sehubungan dengan isu
gender dan kepemimpinan mengemukakan dua kesimpulan. Pertama, menyamakan antara
laki-laki dan perempuan cenderung mengabaikan perbedaan diantara keduanya. Kedua,
bahwa apa yang menjadi perbedaan antara perempuan dan laki-laki adalah bahwa
perempuan memiliki gaya kepemimpinan yang lebih democratic, sedangkan laki-laki
merasa lebih nyaman dengan gaya yang bersifat directive (menekankan pada cara-cara
yang bersifat perintah).
3
3.1. Penjelasan Kesimpulam Pertama
Kesamaan antara kepemimpinan laki-laki dan perempuan tidak begitu
mengherankan. Hampir semua studi yang melihat pada isu tersebut menggunakan ‘jabatan
manajerial’ sebagai persamaan dari ‘kepemimpinan’. Dalam hal ini, perbedaan gender
yang nampak dalam populasi pada umumnya cenderung bukan merupakan bukti karena ini
merupakan pilihan karir pribadi dan seleksi organisasi. Sama seperti orang-orang yang
memilih karir di bidang penegakan hukum, kedokteran atau bidang-bidang lainnya
memiliki persamaa-persamaan. Jelasnya para individu, perempuan maupun laki-laki yang
memilih karir manajerial cenderung memiliki kesamaan. Para individu dengan sifat
kepribadian yang berkaitan dengan kepemimpinan, seperti kecerdasan, kepercayaan diri,
dan kemampuan bersosialisasi, kemungkinan lebih diterima sebagai para pemimpin dan
mendorong untuk mengejar karir dimana mereka dapat melaksanakan kepemimpinannya.
Apapun jenis gendernya, hal ini dibernarkan. Demikian juga, organisasi cenderung
merekrut dan dan mempromosikan orang-orang ke dalam jabatan kepemimpinan yang
memiliki unsur-unsur kepemimpinan tersebut. Akibatnya, tanpa memperhatikan
gendernya, orang yang mencapai posisi kepemimpinan formal, baik perempuan maupun
laki-laki, cenderung memperlihatkan kesamaanya ketimbang perbedaan-perbedaanya.
3.2. Penjelasan Kesimpulan Kedua
Berbeda dengan kesimpulan pertama, sejumlah studi lainnya memperlihatkan
bahwa terdapat perbedaan-perbedaan inheren antara laki-laki dan perempuan dalam hal
gaya kepemimpinannya. Perempuan cenderung mengadopsi gaya kepemimpinan yang
lebih demokrtatik. Mereka mendorong partisipasi, berbagi kekuasaan dan informasi, dan
mencoba untuk meningkatkan ‘kemanfaatan’ bagi pengikutnya. Mereka cenderung
memimpin melalui pelibatan atau pemberdayaan dan mendasarkan pada kharisma,
keahlian, kontak, dan keahlian interpersonal dalam mempengaruhi orang lain. Sebaliknya
laki-laki, cenderung lebih menggunakan gaya yang mendasarkan pada kontrol dan
perintah. Mereka lebih mendasarkan pada jabatan otoritas formal sebagai dasar baginya
untuk melakukan pengaruhnya.
Konsisten dengan kesimpulan yang pertama, guna membuktikan lebih akurat
bahwa tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki, maka penemuan ini oleh para
peneliti tersebut dikualifiasikan dengan cara memasukkan variabel kontrol. Ini
4
dimaksudkan agar dapat diketahui dengan benar apakah perbedaan gender benar-benar
mempengaruhi tingkat efektivitas seseorang dalam memimpin ataukah tidak. Dengan
memasukkan variabel kontrol yakni ‘jenis pekerjaan yang banyak didominasi kaum laki-
laki’, penelitian tersebut menemukan bahwa terdapat tingkat kecenderungan penurunan
bagi pemimpin perempuan yang semula lebih demokratik ketimbang laki-laki menjadi
kurang demokratik terutama ketika perempuan tersebut berada dalam pekerjaan yang
didominasi laki-laki. Disini nampak bahwa norma-norma kelompok dan stereotype
maskulin dari para pemimpin mengabaikan preferensi kepribadian perempuan sehingga
perempuan tersebut meninggalkan gaya keperempuanannya dalam pekerjaan dan bertindak
lebih otokratik (Robbins, 1998).
Sementara itu, anggapan yang didasarkan pada kenyataan lapangan bahwa laki-laki
secara historis telah memegang mayoritas kepemimpinan dalam organisasi, cenderung
mengasumsikan bahwa perbedaaan yang ada antara laki-laki dan perempuan justru
memberikan kelebihan pada laki-laki. Asumsi ini perlu mendapat klarifikasi secara
memadai sejalan dengan perubahan lingkungan atau situasi yang terjadi terutama
berkenaan dengan keberadaan organisasi pada masa sekarang ini. Dalam organisasi-
organisasi saat ini, mereka hampir setiap saat dihadapkan dengan lingkungan yang selalu
berubah, sulit diprediksi dan bahkan penuh dengan ketidakpastian. Untuk menghadapi
ketidakpastian lingkungan ini, maka organisasi dituntut untuk menjaga fleksibilitas,
kerjasama tim, kepercayaan, dan kemauan berbagi informasi. Variabel-variabel tersebut
sering diyakini sebagai variabel yang dapat meningkatkan efektivitas kepemimpinan.
Bahkan variabel-variabel tersebut sudah mulai diadopsi untuk menggantikan struktur
organisasi yang kaku, competitisi individu yang menimbulkan konflik disfungsional,
kontrol yang ketat dan kaku, dan kerahasiaan yang mengabaikan transparansi. Manajer
yang efektif tentunya adalah mereka yang mau mendengarkan, memotivasi, dan
memberikan dukungan bagi anak buahnya. Sementara itu nampaknya banyak perempuan
melakukan hal-hal demikian yang lebih baik dari laki-laki (Robbin, 1998). Penggunaan
tim-tim atau kerjasama antara bidang, misalnya, yang mengharuskan dipekerjakannya
berbagai keahlian yang sifatnya lintas sektoral yang luas di dalam organisasi, maka
menuntut agar para manajer yang efektif harus menjadi negosiator yang penuh keahlian.
Ada kecenderungan, gaya kepemimpinan perempuan terutama menggunakan negosiasi
yang lebih baik karea mereka cenderung kurang memfokuskan pada kemenangan untuk
dirinya, kekalahan bagi kelompok lain, dan kompetisi seperti yang terjadi pada laki-laki.
Perempauan cenderung menggunakan negosiasi dalam konteks hubungan yang
5
berkesinambungan, yakni berusaha sedemikian rupa untuk membuat pihak lain merasa
menjadi pemenang untuk dirinya sendiri dan merasa menjadi pemenang pula dimata orang
lain (Robbins, 1998).
Pendapat yang mengatakan bahwa perempuan memiliki perbedaan dalam gaya
kepemimpinan didukung pula oleh hasil penelitian lainnya. Tannen (1991; 1995), tidak
secara khusus mengkaji isu kepemimpinan perempuan, melainkan menekankan pada cara
perempuan dan laki-laki berkomunikasi, tetapi penjelasannya dapat dipandanag sebagi
dukungan terhadap isu tersebut dengan membedakan antara kepemimpinan perempuan dan
laki-laki. Menurutnya, laki-laki lebih menekankan pada status, sedangkan perempuan
menekannkan pada penciptaan hubungan. Tannen (1995) menyatakan bahwa komunikasi
merupakan tindakan penyeimbang secara berkelanjutan, mengurangi kebutuhan konflik
untuk menjaga kerekatan hubungan dan kemdanirian. Kerekatan hubungan menekankan
pada kedekatan dan kebersamaan. Kemdanirian menekankan pada pemisahan dan
perbedaan. Perbedaan perempuan dan laki-laki dalam berkomunikasi adalah bahwa
perempuan menekankan pada hubungan dan keakraban, sedangkan laki-laki berbicara dan
menekankan status dan kemdirian.
Hal yang perlu disimak dari penelitian Tannen adalah bahwa pemimpin yang
menekankan pada hubungan dan keakraban yang cenderung dimiliki oleh perempuan,
memungkinkan seorang pemimpin tersebut bersikap egalitarian, memberdayakan segenap
anggotanya, serta menekankan struktur organis. Sedangkan pemimpin yang menekankan
pada status dan kemdanirian, yang cenderung dimiliki oleh laki-laki memungkinkan
pemimpin tersebut mengadopsi struktur hirarkis, spesialisasi, dan perintah. Padahal
organisasi sekarang yang sering dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
dan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, dituntut untuk
memiliki sturuktur yang organis dan memberdayakan seluruh anggota baik atasan maupun
bawahan secara nyata dalam rangka mewujudkan pelayanan yang berkualitas secara total.
Penelitian tentang hubungan gender dan kepemimpinan juga dikemukakan oleh
Sara Levinson, seorang Presiden Properti NFL, Inc di New York. Ia mengungkapkan
pertanyaan secara langsung dalam sebuah tanya jawab dengan seluruh anggota laki-laki
yang ada di timnya. Ia bertanya kepada mereka: “Apakah kepemimpinan saya berbeda
dengan laki-laki?” Jawab mereka: “ya” (dikutip dalam Schermerhorn, 1999: 276). Jawaban
ini cukup memberikan dukungan bahwa ada perbedaan gaya kepemimpinan antara
perempuan dan laki-laki. Mereka juga menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan
menekankan pada komunikasi dan pengumpulan ide-ide serta opini-opini dari orang lain.
6
Ketika Sara Levinson (dikutip dalam Schermerhorn, 1999: 276) ingin mendapatkan
komentar dan pendapat para anggota tim tersebut lebih jauh tentang kepemimpinannya,
dengan menanyakan “apakah ini merupakan ciri khas kepemimpinan perempuan?”, mereka
menjawab “ya”.
Bukti-bukti tersebut di muka mendukung argumen bahwa perempuan memiliki
potensi dasar untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif. Antara perempuan dan laki-
laki cenderung memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda. Perempuan cenderung lebih
memiliki perilaku yang demokratis dan partisipatif, seperti hormat pada orang lain,
perhatian pada orang lain, dan berbagi kekuasaan dan informasi terhadap orang lain. Gaya
seperti ini mengacu pada kepemimpinan interaktif, yakni gaya kepemimpoinan yang
memfokuskan pada upaya membangun konsensus dan hubungan antara pribadi yang baik
melalui komunikasi dan keterlibatan (partisipasi) (Schermerhorn, 1999). Demikian pula,
gaya seperti ini sampai dengan tingkat tertentu memiliki unsur-unsur kepemimpinan yang
transformasional, yakni kepemimpinan yang inspirasional yang dapat memberikan
inspirasi kepada orang-orang untuk bekerja lebih giat dalam mencapai kinerja yang tinggi.
Berbeda dengan laki-laki yang cenderung lebih transaksional, yakni gaya kemimpinan
yang cenderung lebih mengarah pada perilaku yang directive (cenderung mendasarkan
pada instruksi) dan assertive (cenderung agresif dan dogmatik), dan menggunakan otoritas
yang baiasanya ia miliki untuk melakukan “kontrol dan komdano” (Schermerhorn, 1999).
Dari diskusi tersebut di atas, hasil-hasil penelitian dari sejumlah pihak cenderung
memberikan kesimpulan bahwa perempuan memiliki sejumlah kelebihan-kelebihan sifat
sebagai pemimpin yang efektif dibandingkan laki-laki. Namun demikian hasil-hasil
tersebut masih perlu ditelaah lebih dalam. Hal ini penting karena seandainya kelebihan itu
memang melekat pada perempuan maka kelebihan-kelebihan tersebut hanyalah merupakan
sebagian kecil dari instrumen untuk mencapai tujuan yang lebih besar yaitu efektivitas
organisasi. Sementara itu instrumen-instrumen lain yang lebih besar perlu diperhitungkan
seperti kemampuan beradaptasi dalam lingkungan global, kemampuan menyusun struktur
organisasi yang adaptif dalam proses organisasi, dan kemampuan untuk menciptakan atau
memilih teknogi yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan.
4. Meningkatkan Efektivitas Kepemimpinan dan Organisasi
Dengan menekankan pada karakter yang diyakini sebagai ciri perempuan seperti
sifat suka berbagi kekuasaan, komunikatif, kerjasama, dan partisipatif dalam organisasi
saat ini, hasil-hasil penelitian oleh sejumlah pihak cenderung terlalu membesar-besarkan.
7
Isu gender dan gaya kepemimpinan dari penelitian tersebut di muka seakan-akan hanya
menekankan pada sifat keperemuanan yang dipdanang sebagai faktor penentu efektivitas
seseorang dalam memimpin. Ciri-ciri yang melekat pada perempuan tersebut tidak
mustahil terdapat pula pada diri laki-laki. Ini berarti bahwa perempuan maupun laki-laki
sama-sama memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif. Oleh
karena itu, penemuan-penemuan tersebut di atas sampai dengan tingkat tertentu
seyogyanya tidak diterima begitu saja sebelum ditemukan bukti yang benar-benar
signifikan.
Tidak dapat disangkal bahwa untuk menghadapi ketakterdugaan lingkungan
organisasi, mengingat lingkungan selalu mengalami perubahan, gaya kepemimpinan yang
interaktif nampaknya menjadi gaya yang amat cocok dengan permintaan tenaga kerja yang
sangat bervariasi dan cocok untuk tempat kerja baru. Dengan demikian, apakah perilaku
yang relevan bagi lingkungan yanga selalu berubah-ubah atau situasi tertentu harus
dimiliki oleh perempuan atau laki-laki adalah tidak penting. Justru yang paling penting
adalah bahwa keberhasilan kepemimpinan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
efektivitas organisasi adalah berada pada kapasitas seseorang, laki-laki atau perempuan.
Yakni kapasitas untuk memimpin melalui hubungan yang positif dan memberdayakan
sumberdaya yang ada (terutama sumberdaya manusia), kolaboratif dan menjalin jaringan
dengan sejumlah pihak atau stakeholders yang kemungkinan akan dipengaruhi dan
mempengaruhi organisasi yang dipimpinnya ketimbang hanya melalui cara-cara yang
bersifat directive dan asserive, dan menekankan otoritas formal seperti yang biasa
diterapkan pada organisasi-organisasi birokrasi yang berstrtuktur mekanistik yang
cenderung tal mampu bertahan dalam lingungan yang penuh dengan perubahan, terlebih di
era gobalisasi. Tindakan kolaborasi sangat diperlukan mengingat tidak semua organisasi
mampu memberikan pelayanan atau melakukan tugas dan fungsingya berdasarkan
kemampuan sumberdaya yang dimilikinya. Ketika sumberdaya yang diperlukan tidak
memadai untuk mendukung semua tugas dan fungsinya, maka untuk menjamin efektivitas,
organisasi perlu melakukan kerjasama dengan pihak lain, termasuk di dalamnya adalah
melakukan kolaborasi dalam melakukan tindakan kolektif dan menjalin networks dengan
pihak-pihak lain untuk membangun social capital (Sudarmo, 2006; 2008).
Jelasnya, untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif bagi organisasi, bukan
karena maskulinitas atau femininitasmya, melainkan kapasitasnya untuk memimpin.
Efektivitas pemimpin untuk mampu mencapai efektivitas organisasi dapat dipengaruhi
oleh sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi: (1) pemilihan dan penempatan
8
pemimpin, (2) pendidikan kepemimpinan, (3) pemberian imbalan pada prestasi pemimpin
dan bawahan, dan (4) teknik pengelolaan organisasi untuk mengahadpi perubahan
lingkungan, dan (5) teknologi (Lihat Steers, 1985; Jones, 1995).
4.1. Pemilihan dan Penempatan Pemimpin
Sampai dengan tingkat tertentu efektivitas pemimpin dapat ditingkatkan melalui
kualifikasi pemimpin, yang dibutuhkan untuk mempengaruhi dan memberdayakan segenap
anggotanya sehubuingan dengan tugas–tugas organisasi yang harus dijalankan. Potensi
dasar yang dimiliki pemimpin yang diperlukan bagi organisasi perlu dikenali. Menurut
Ghiselli (dalam Steers, 1985), potensi dasar yang harus dipenuhi pemimpin yang efektif
yang dapat membawa pada pencapaian efektivitas organisasi adalah pemimpin memiliki
ciri-ciri pribadi tertentu. Ciri-ciri tersebut menurutnya meliputi: kecerdasan yang tinggi,
kepekaan pada variasi situasi, inisiatif, kepercayaan diri, dan kepribadian.
Disamping hal-hal tersebut, kesadaran tentang situasi juga penting dalam pemilihan
pemimpin yang efektif (Fiedler dalam Steers 1985). Seorang pemimpin dengan gaya yang
otoriter dan berorientasi pada tugas mungkin lebih cocok untuk lingkungan kerja yang
mempunyai ciri-ciri struktur tugas yang tinggi, kewenangan tersentralisir, dan hubungan
atasan bawahan yang sangat formal dan kaku. Sebaliknya, seorang pemimpin yang
berorientasi pada pemberdayaan segenap anggota dengan menganggap seluruh komponen
merupakan bagian penting, mungkin lebih cocock untuk situasi yang bercirikan tidak kaku,
humanis, desentralistis dalam hal kekuasaan dan menekankan pengaruh ketimbang
paksaan, dan hubungan atasan bawahan yang erat (Morgan & Murgatroyd, 1994).
Dengan demikian, gaya yang kaku atau mekanistik lebih cocok untuk lingkungan
atau situasi yang stabil sedangkan gaya yang organis lebih cocok untuk situasi yang
fleksibel atau berubah-ubah. Tatapi dalam organisasi ada aktivitas-aktivitas atau prosedur
yang sifatnya rutin dan ada aktivitas-aktivitas yang sifatnya aksidental dan tak dapat
dirediksikan. Bagaimanapun pemimpin yang efektif, apapun jenis gendernya, dituntut
untuk bekerja dalam kedua macam situasi, karena gaya seperti dapat membawa pada
tercapainya efektivitas organisasi.
4.2. Pendidikan Kepemimpinan
Pengembangan potensi pemimpin organisasi dapat dilakukan melalui berbagai
ragam pendidikan. Pendidikan yang dimaksud biasanya dilakukan dengan melalui dua
cara. Pertama, seseorang dapat diubah sehingga ia menampilkan sifat-sifat yang
9
dikehendaki dalam kadar yang lebih tinggi. Misalnya pemimpin dirubah sikapnya menjadi
lebih percaya diri, tegas, mampu mengadakan hubungan antar pribadi dengan
menyenangkan. Kedua, kepada seseorang dapat ditunjukkan cara mengubah lingkungan
kerja sehingga lebih serasi dengan harapan atau kebutuhan orang tersebut pada
manajemen.
Menurut Campbell (dalam Steers, 1985) ada lima jenis program pendidikan untuk
meningkatkanan efektivitas kepemimpinan, mencakup (1) program manajemen umum,
yang berusaha mengembangkan keterampilan manajemen secara luas, (2) program
hubungan antara manusia, yang memperhatikan masalah antar pribadi (3) program
pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, (4) program pendidikan laboratorium, yang
menerapkan pendekatan eksperimental untuk memberi penerangan pada para manajer
mengenai perilaku mereka sendiri; dan (5) program khusus, yang meliputi berbagai ragam
topik penting yang relevan bagi organisnasi tertentu.
Walaupun belum ada konsesnsus mengenai macam program pendidikan yang tepat
untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan, tetapi diakui oleh sejumlah penulis bahwa
pemimpin yang efektif perlu mengenali variasi situasi (Robbin, 1998; Jones, 1997).
Dengan mengenali variasi situasi atu lingkungan akan membawa pada perilaku tertentu
untuk beradaptasi sejalan dengan lingkungan yang berubah.. Gaya kepemimpinan yang
cocok untuk satu situasi mungkin tidak cocok untuk situasi yang lainanya. Dengan
demikian, meskipun pendidikan tersebut penting, tetapi penting pula untuk
mengembangkan bakat keterampilan manajer maupun kemampuannya mendiagnosis
perbedaan situasi. Dengan kemampuan ini pemimpin dapat memiliki keterampilan yang
paling cocok dengan tuntutan situasinya.
4.3. Pemberian imbalan Prestasi Pemimpin dan Bawahan
Bagaimanapun pemimpin memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi seperti
kenaikan gaji, promosi untuk memuaskan kebutuhannya. Pemenuhan ini terutama
didasarkan pada kemampuan manajer dalam membawa para anggota pada kegiatan yang
diarahkan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, para manajer ini akan cenderung
menganggap perilaku pemimpinnya yang efektif sebagai sarana mendapataakan imbalan
yang diinginkan untuk memuaskan kebutuhannya (Steers, 1985). Dengan kata lain, dengan
pemenuhan kebutuhan ini, organisasi dapat membuat manajer menjadi sadar akan peranan
kepemimpinan dalam melaksanakan tugas dan berusaha menningkatkan kermasmpuan
untuk mencapai efektivitas organisasi.
10
Sementara itu pemberian imbalan prestasi bawahan juga penting. Pelayanan yang
diberikan oleh sebuah organisasi tetap membutuhkan dukungan sepenuhnya oleh para
bawahan atau segenap anggota betapapun efektifnya seorang pemimpin. Sistem imbalan
menjadi penting untuk mendorong bawahan berperilaku ke arah yang mendukung tindakan
pemimpin dalam proses pelayanan. Seorang pemimpin akan menjadi efektif sejauh ia
memberi imbalan pada bawahan dan sejauh imbalan-imbalan ini bergantung pada prestasi
bawahan dan mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diharapkan bawahan tersebut (Steers,
1985; Luthans, 1992).
Melalui integrasi tujuan pribadi dan tujuan organisasi, yang bererti kemungkinan
terjadi konflik dapat dikurangi, pemimpin dapat memperbesar kemungkinan meningkatnya
usaha ke arah pencapaian kedua tujuan tersebut secara bersama-sama. Untuk selanjutnya
efisiensi dan efektivitas organisasi dapat ditingkatkan (Steers, 1985; Robbins, 1998;
Robbins, 1990; Luthans, 1992).
4.4. Teknik Manajemen Organisasi untuk menghadapi perubahan lingkungan
Untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinani dapat pula dilakukan dengan perubahan
struktur organisasi. Sehingga pemimpin atau manajer dapat mengatur pekerjaan agar sesuai
dengan harapannya. Melalui modifikasi pekerjaan di sekitar individu annggota organisasi,
organisasi dapat mempertahaankan tingkat efisiensi tertentu, sementara tetap
memanfaatkan bakat individu itu tersebut (Steers, 1985).
Sementara itu, teknik manajemen organisasi ini juga perlu dikaitkan dengan
lingkungan eksternal organisasi. Lingkungan dimana organisasi menjalankan kegiatan-
kegiatannya justru dapat dipdanang sebagai sumber ketidakpastian bagi kesinambungan
hidup organisasi tersebut (Jones, 1995). Jika klien sebuah organisasi publik atau pelanggan
untuk organisasi bisnis menarik dukungannya, jika para pemasok menghentikan inputnya,
dan jika kelompok-kelompok stakeholder lainnya termasuk para kompetitor, distributor
dan pasar, ternaga kerja, maupun pemerintah mengancam keberadaan organisasi-
organisasi, maka yang terjadi adalah ketidakpastian. Dengan demikian, pemimpin harus
mendesain struktur organisasinya agar memadai dalam menangani hubungan-hubungannya
dengan stakeholder dalam lingkungan eksternal.
Kompetisi yang semakin kompleks dalam era global terutama bagi organisasi yang
bergarak dibidang pemberian pelayanan atau manufaktur, seringkali menuntut struktur
organisasi yang organik. Hal ini diperlukan karena struktur organisasi yang organik akan
memdorong perilaku yang inovatif melalui kerja tim dan self-management (yakni
11
mengatur, mengelola dan memberdayakan diri sendiri sesuai dengan yang di harapkan
klien atau pelanggan), untuk memperbaiki kualitas dan mengurangi waktu yang diperlukan
untuk meciptakan pelayanan atau produk baru bagi klien atau pelanggannya.
Dengan demikian, perubahan struktur organisasi, disamping dapat meningkatkan
ekfektivitas kepemimpinan, dapat pula meningkatkan kemampuan organisasi untuk
beradaptasi dengan lingungan yang berubah. Dengan kata lain melalui perubahan struktur
organisasi, efektivitas kepemimpinan dan organisasi dapat ditingkatkan.
4.5. Teknologi
Betapapun efektifnya seorang pemimpin, untuk mencapai efektivitas organisasi ia
tidak dapat terpisah dari keberadaan teknologi yang digunakannya (Jones, 1995; Steers,
1985). Teknologi “merupakan kombinasi keahlian, pengetahuan, kemampuan, teknik-
teknik, bahan-bahan, mesin, komputer, alat-alat dan perlengkapan lainnya yang
digunakan orang untuk merubah bahan-bahan mentah menjadi barang-barang dan
pelayanan yang bernilai” (diterjemahkan sendiri oleh penulis dari Jones, 1995: 348).
Organisasi menggunakan teknologi untuk menjadikan organisasi tersebut lebih efisien,
lebih efektif, lebih inovatif, dan lebih baik dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan-keinginan para internal stakeholder (pemimpin dan bawahannya serta para
pemegang saham) maupun exetrnal stakeholder (klien/pelanggan maupun). Masing-
masing bagian dari organisasi bertanggung jawab terhadap pengembangan dan
pemeliharaan teknologi yang memberikan kontribusi positif bagi kinerja organisasi. Ketika
organisasi memiliki teknologi yang memungkinkannya untuk menciptakan nilai, ia
memerlukan sebuah struktur yang memaksimumkan efektivitas teknologi.
Melalui teknologi, pemimpin organisasi dapat meningkatkan usahanya untuk
berinovasi; mengembangkan produk baru, pelayanan, dan proses; dan mengurangi waktu
yang diperlukan untuk mebawa produk-produk/pelayanan baru ke pasar lokal, nasional
maupun global. Demikian pula melalui teknologi, pemimpin organisasi dapat memperbaiki
efisiensi dan mengurangi biaya sambil meningkatkan kualitas dan reliabilitas produk-
produk atau pelayanan-pelayanannya.
5. Kesimpulan
Kepemimpinan perempuan diyakini lebih efektif dibanding kepemimpinan laki-
laki. Tetapi pendapat tersebut cenderung membesar-besarkan sifat yang melekat pada
perempuan. Untuk menjadi eketivitas seorang pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi
12
tidak semata-mata ditentukan oleh sifat keperempuanan yang melekat pada seseorang,
tetapi karena kapasitasnya dalam memimpin.
Disamping kapasitas, pemimpin yang efektif bagi efektivitas organisasi dapat juga
dipengaruhi oleh lima faktor penting mencakup pemilihan dan penempatan pemimpin,
pendidikan kepemimpinan, pemberian imbalan pada prestasi pemimpin dan bawahan,
teknik pengelolaan organisasi untuk menghadapi perubahan lingkungan, dan teknologi.
Daftar Pustaka
Jones, Gareth R., 1995, Organizational Theory: Tex dan Cases, Addison-Wesley
Publishing Company, California.
Luthans, Fred, 1992, Organizational Behavior, McGraw-Hill, Inc., San Fransisco.
Morgan, Colin & Murgatroyd, Stephen, 1994, Total Quality Management in the Public
Sector, Open University Press, Philadelphia.
Steers, Richard, 1985, Efektivitas Organisasi, diterjemahkan Magdalena Jamin, Erlangga,
Jakarta.
Schermerhorn, John R., Jr, 1999, Management, John Wiley & Sons, Inc., New York.
Robbins, Stephen P., 1998, Organizational Behavior: Concepts, Controversiess,
Application, 8th
ed, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.
Robbins, Stephen P., 1990, Organization Theory; Structure, Design, dan Application,
Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, NJ.
Kanter, Rosabeth Moss, 1979, ‘Power Failure in Mnagement Circuits’, Harvard Business
Review, Vol. 47 (July-August 1979): 65-75.
Sudarmo, 2006,”Perspective On Governance: Towards An Organizing Framework for
Collaboratition and Collective Actions”; Spirit Publik, Jurnal Ilmu Administrasi ,
Vol 2 No. 2, Oktober , pp.113-120.
Sudarmo, 2008, “Social Capital untuk Community Governance, Spirit Publik, Jurnal Ilmu
Administrasi, Vol 4 No. 2, Oktober, pp. 101-112
Tannen, Deborah, 1991, You Just Don’t Undersatnd: Women dan Men in Conversation,
Bulletine Books, New York.
Tannen, Deborah, 1995, Talking from 9 to 5, William Morrow, New York.
13

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Konsep dasar perilaku organisasi
Konsep dasar perilaku organisasiKonsep dasar perilaku organisasi
Konsep dasar perilaku organisasiFirmansyah Rohi
 
Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)
Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)
Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)Tri Widodo W. UTOMO
 
Makalah perilaku organisasi
Makalah perilaku organisasiMakalah perilaku organisasi
Makalah perilaku organisasimirakomalsari
 
Tugas kelompok keorganisasian
Tugas kelompok keorganisasianTugas kelompok keorganisasian
Tugas kelompok keorganisasianfitri citra
 
9f1fb964becf2e0e8469db437ba4fc7346f6b41b
9f1fb964becf2e0e8469db437ba4fc7346f6b41b9f1fb964becf2e0e8469db437ba4fc7346f6b41b
9f1fb964becf2e0e8469db437ba4fc7346f6b41bHalpen Siagian
 
Prilaku organisasi
Prilaku organisasiPrilaku organisasi
Prilaku organisasigiri saputra
 
Perilaku individu-dalam-organisasi
Perilaku individu-dalam-organisasiPerilaku individu-dalam-organisasi
Perilaku individu-dalam-organisasiKaris Yogya
 
Dasar perilaku individual
Dasar perilaku individualDasar perilaku individual
Dasar perilaku individualJoni Iswanto
 
Pio organizational theory indonesia kel 14
Pio organizational theory indonesia kel 14Pio organizational theory indonesia kel 14
Pio organizational theory indonesia kel 14NoviWulanRamanda
 
[Ob] fiedler's leadership model
[Ob] fiedler's leadership model[Ob] fiedler's leadership model
[Ob] fiedler's leadership modelAbdan Syakura
 
Motivasi Dalam Organisasi
Motivasi Dalam Organisasi Motivasi Dalam Organisasi
Motivasi Dalam Organisasi Adi Setiabudi
 
Perilaku organisasi
Perilaku  organisasiPerilaku  organisasi
Perilaku organisasiWirausaha
 

Was ist angesagt? (20)

Kepemimpinan
KepemimpinanKepemimpinan
Kepemimpinan
 
Bab 9
Bab 9Bab 9
Bab 9
 
Konsep dasar perilaku organisasi
Konsep dasar perilaku organisasiKonsep dasar perilaku organisasi
Konsep dasar perilaku organisasi
 
Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)
Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)
Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)
 
Bab 18
Bab 18Bab 18
Bab 18
 
teori kepemimpinan
teori kepemimpinanteori kepemimpinan
teori kepemimpinan
 
Makalah perilaku organisasi
Makalah perilaku organisasiMakalah perilaku organisasi
Makalah perilaku organisasi
 
Tugas kelompok keorganisasian
Tugas kelompok keorganisasianTugas kelompok keorganisasian
Tugas kelompok keorganisasian
 
9f1fb964becf2e0e8469db437ba4fc7346f6b41b
9f1fb964becf2e0e8469db437ba4fc7346f6b41b9f1fb964becf2e0e8469db437ba4fc7346f6b41b
9f1fb964becf2e0e8469db437ba4fc7346f6b41b
 
Bab 16
Bab 16Bab 16
Bab 16
 
Bab 4
Bab 4Bab 4
Bab 4
 
Bab 2
Bab 2Bab 2
Bab 2
 
Prilaku organisasi
Prilaku organisasiPrilaku organisasi
Prilaku organisasi
 
motivasi dalam organisasi
motivasi dalam organisasimotivasi dalam organisasi
motivasi dalam organisasi
 
Perilaku individu-dalam-organisasi
Perilaku individu-dalam-organisasiPerilaku individu-dalam-organisasi
Perilaku individu-dalam-organisasi
 
Dasar perilaku individual
Dasar perilaku individualDasar perilaku individual
Dasar perilaku individual
 
Pio organizational theory indonesia kel 14
Pio organizational theory indonesia kel 14Pio organizational theory indonesia kel 14
Pio organizational theory indonesia kel 14
 
[Ob] fiedler's leadership model
[Ob] fiedler's leadership model[Ob] fiedler's leadership model
[Ob] fiedler's leadership model
 
Motivasi Dalam Organisasi
Motivasi Dalam Organisasi Motivasi Dalam Organisasi
Motivasi Dalam Organisasi
 
Perilaku organisasi
Perilaku  organisasiPerilaku  organisasi
Perilaku organisasi
 

Andere mochten auch

Multi-data-types Interval Decision Diagrams for XACML Evaluation Engine
Multi-data-types Interval Decision Diagrams for XACML Evaluation EngineMulti-data-types Interval Decision Diagrams for XACML Evaluation Engine
Multi-data-types Interval Decision Diagrams for XACML Evaluation EngineCanh Ngo
 
Modernisasi dan globalisasi
Modernisasi dan globalisasiModernisasi dan globalisasi
Modernisasi dan globalisasiRegalian Emielda
 
Hooked on Finance - Creating habit-forming FinTech apps
Hooked on Finance - Creating habit-forming FinTech appsHooked on Finance - Creating habit-forming FinTech apps
Hooked on Finance - Creating habit-forming FinTech appsNathan Fulwood
 
Modermisasi dan Perubahan Sosial Budaya
Modermisasi dan Perubahan Sosial Budaya Modermisasi dan Perubahan Sosial Budaya
Modermisasi dan Perubahan Sosial Budaya Helena Nalle
 
Tugas pkn kls 9 - Pengertian dan Proses Globalisasi
Tugas pkn kls 9 - Pengertian dan Proses GlobalisasiTugas pkn kls 9 - Pengertian dan Proses Globalisasi
Tugas pkn kls 9 - Pengertian dan Proses GlobalisasiDebby Zalina
 
Modernisasi dan globalisasi : contoh nyata di segala bidang
Modernisasi dan globalisasi : contoh nyata di segala bidangModernisasi dan globalisasi : contoh nyata di segala bidang
Modernisasi dan globalisasi : contoh nyata di segala bidangDian Anisa Putri
 

Andere mochten auch (13)

King of my castle
King of my castleKing of my castle
King of my castle
 
Active ageing
Active ageingActive ageing
Active ageing
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Mathematicomix
MathematicomixMathematicomix
Mathematicomix
 
Multi-data-types Interval Decision Diagrams for XACML Evaluation Engine
Multi-data-types Interval Decision Diagrams for XACML Evaluation EngineMulti-data-types Interval Decision Diagrams for XACML Evaluation Engine
Multi-data-types Interval Decision Diagrams for XACML Evaluation Engine
 
Modernisasi dan globalisasi
Modernisasi dan globalisasiModernisasi dan globalisasi
Modernisasi dan globalisasi
 
Right about
Right aboutRight about
Right about
 
Hooked on Finance - Creating habit-forming FinTech apps
Hooked on Finance - Creating habit-forming FinTech appsHooked on Finance - Creating habit-forming FinTech apps
Hooked on Finance - Creating habit-forming FinTech apps
 
Modermisasi dan Perubahan Sosial Budaya
Modermisasi dan Perubahan Sosial Budaya Modermisasi dan Perubahan Sosial Budaya
Modermisasi dan Perubahan Sosial Budaya
 
Kelas ix bab 3 globalisasi
Kelas ix bab 3 globalisasiKelas ix bab 3 globalisasi
Kelas ix bab 3 globalisasi
 
Tugas pkn kls 9 - Pengertian dan Proses Globalisasi
Tugas pkn kls 9 - Pengertian dan Proses GlobalisasiTugas pkn kls 9 - Pengertian dan Proses Globalisasi
Tugas pkn kls 9 - Pengertian dan Proses Globalisasi
 
Modernisasi dan globalisasi : contoh nyata di segala bidang
Modernisasi dan globalisasi : contoh nyata di segala bidangModernisasi dan globalisasi : contoh nyata di segala bidang
Modernisasi dan globalisasi : contoh nyata di segala bidang
 
Street Level Innovation
Street Level InnovationStreet Level Innovation
Street Level Innovation
 

Ähnlich wie Gaya Kepemimpinan

baguss pengertian.pdf
baguss pengertian.pdfbaguss pengertian.pdf
baguss pengertian.pdfAtikahAbay1
 
DASAR-DASAR KEPEMIMPINAN.ppt
DASAR-DASAR KEPEMIMPINAN.pptDASAR-DASAR KEPEMIMPINAN.ppt
DASAR-DASAR KEPEMIMPINAN.pptsaepul23
 
Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Rian Okecoy
 
ARNIT VENTIS DAELI (makalah).doc
ARNIT VENTIS DAELI (makalah).docARNIT VENTIS DAELI (makalah).doc
ARNIT VENTIS DAELI (makalah).docElvinaRosa4
 
Kepemimpinan dalam perilaku organisasi
Kepemimpinan dalam perilaku organisasiKepemimpinan dalam perilaku organisasi
Kepemimpinan dalam perilaku organisasiSintaYuliyana
 
Pertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.ppt
Pertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.pptPertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.ppt
Pertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.pptAjengGrandis1
 
Pertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.ppt
Pertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.pptPertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.ppt
Pertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.pptBotimCctv1
 
Teori Kepemimpinan dan Karakteristik Pemimpin yang Efektif
Teori Kepemimpinan dan Karakteristik Pemimpin yang EfektifTeori Kepemimpinan dan Karakteristik Pemimpin yang Efektif
Teori Kepemimpinan dan Karakteristik Pemimpin yang EfektifUniversitas Pendidikan Indonesia
 
Kepemimpinan Presentasi
Kepemimpinan PresentasiKepemimpinan Presentasi
Kepemimpinan Presentasiyoulhee82
 
Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Egy Sandro
 
Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Gondar Kids
 
Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Rian Okecoy
 
Siti Shoimah - Kepemimpinan Kelompok dan Organisasi.pdf
Siti Shoimah - Kepemimpinan Kelompok dan Organisasi.pdfSiti Shoimah - Kepemimpinan Kelompok dan Organisasi.pdf
Siti Shoimah - Kepemimpinan Kelompok dan Organisasi.pdfSitiShoimah2
 
Dasar - Dasar ilmu Organisasi
Dasar - Dasar ilmu OrganisasiDasar - Dasar ilmu Organisasi
Dasar - Dasar ilmu OrganisasiYudha Wibowo
 
Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3yogaanggoro
 
Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 366354837
 

Ähnlich wie Gaya Kepemimpinan (20)

baguss pengertian.pdf
baguss pengertian.pdfbaguss pengertian.pdf
baguss pengertian.pdf
 
DASAR-DASAR KEPEMIMPINAN.ppt
DASAR-DASAR KEPEMIMPINAN.pptDASAR-DASAR KEPEMIMPINAN.ppt
DASAR-DASAR KEPEMIMPINAN.ppt
 
Resume kelompok 2
Resume kelompok 2Resume kelompok 2
Resume kelompok 2
 
Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3
 
2.teori dan model kepemipinan
2.teori dan model kepemipinan2.teori dan model kepemipinan
2.teori dan model kepemipinan
 
ARNIT VENTIS DAELI (makalah).doc
ARNIT VENTIS DAELI (makalah).docARNIT VENTIS DAELI (makalah).doc
ARNIT VENTIS DAELI (makalah).doc
 
Kepemimpinan dalam perilaku organisasi
Kepemimpinan dalam perilaku organisasiKepemimpinan dalam perilaku organisasi
Kepemimpinan dalam perilaku organisasi
 
Pertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.ppt
Pertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.pptPertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.ppt
Pertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.ppt
 
Pertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.ppt
Pertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.pptPertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.ppt
Pertemuan 7 dan 8 Kepemimpinan.ppt
 
Teori Kepemimpinan dan Karakteristik Pemimpin yang Efektif
Teori Kepemimpinan dan Karakteristik Pemimpin yang EfektifTeori Kepemimpinan dan Karakteristik Pemimpin yang Efektif
Teori Kepemimpinan dan Karakteristik Pemimpin yang Efektif
 
Kepemimpinan Presentasi
Kepemimpinan PresentasiKepemimpinan Presentasi
Kepemimpinan Presentasi
 
Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3
 
Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3
 
Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3
 
Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3
 
Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3
 
Siti Shoimah - Kepemimpinan Kelompok dan Organisasi.pdf
Siti Shoimah - Kepemimpinan Kelompok dan Organisasi.pdfSiti Shoimah - Kepemimpinan Kelompok dan Organisasi.pdf
Siti Shoimah - Kepemimpinan Kelompok dan Organisasi.pdf
 
Dasar - Dasar ilmu Organisasi
Dasar - Dasar ilmu OrganisasiDasar - Dasar ilmu Organisasi
Dasar - Dasar ilmu Organisasi
 
Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3
 
Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3Sofskill kelompok 3
Sofskill kelompok 3
 

Kürzlich hochgeladen

2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...Kanaidi ken
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMIGustiBagusGending
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...asepsaefudin2009
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfsdn3jatiblora
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...Kanaidi ken
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptAgusRahmat39
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)PUNGKYBUDIPANGESTU1
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxssuser8905b3
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaafarmasipejatentimur
 

Kürzlich hochgeladen (20)

2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 

Gaya Kepemimpinan

  • 1. Gaya Kepemimpinan Perempuan Bagi Efektivitas Organisasi Oleh: Sudarmo* Abstract It is argued that female leadership is more effective than male’s. This argument exaggerates general belief on the female superiority to male. An effective leader does not depend on femininity or masculinity but on the capacity of the leader to make collective actions and networks with other stakeholders rather than directive and assertive actions. In addition to the leader capacity, there are five main factors, including leader choice and placement, leadership training, incentive provision for the leader and subordinate’s achievement, organizational management for environment change, and technology that contribute to achieve organizational effectiveness. 1. Pendahuluan Kepemimpinan sering didefinisikan sebagai proses membuat orang lain terinspirasi untuk bekerja keras dalam menyelenggarakan tugas-tugas penting (Schermerhorn, 1999). Tetapi pengertian tersebut sering dikaitkan dengan dasar-dasar bagi kepemimpinan yang efektif, yakni mendasarkannya pada cara seorang pemimpin atau manajer menggunakan power untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Power merupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang-orang lain melakukan sesuatu seperti yang diinginkan oleh seseorang yang menghendakinya (Kanter, 1979). Karena itulah seringkali kepemimpinan atau leadership didefiniskan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (Robbins, 1998). Dalam tulisan ini kepemimpinan lebih difokuskan pada kepemimpinan manajerial dalam organisasi. Tulisan ini bermaksud untuk menelaah kebenaran mengenai gaya kepemimpinan perempuan yang diargumentasikan lebih efektif dibandingkan gaya kepemimpinan laki- laki dalam menciptakan efektivitas organisasi. Untuk kepentingan ini penulis memanfaatkan data dokumenter, terutama melalui tinjauan sejumlah literatur hasil penelitian maupun dukungan teoritis yang berkenaaan dengan judul tulisan ini. Argumen yang diajukan dalam tulisan ini adalah: memang ada kecenderungan perbedaan dalam gaya kepemimpinan antara perempuan dan laki-laki karena sifatnya, tetapi untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif sehubungan dengan tujuan organisasi yang harus dicapainya, tidaklah cukup hanya karena sifat perempuan atau karakteristik yang melekat pada dirinya, melainkan banyak faktor lainnya yang ikut mempengaruhinya. Faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan bagi efektivitas organisasi mencakup: * Penulis adalah dosen pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi , Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , Universitas Sebelas Maret Surakarta. 1
  • 2. pemilihan dan penempatan pemimpin, pendidikan kepemimpinan, pemberian imbalan pada prestasi pemimpin dan bawahan, teknik pengelolaan organisasi untuk menghadapi perubahan lingkungan, dan teknologi. 2. Faktor Biologis bagi Kepemimpinan Tulisan Robbin (1998) melalui studi pustaka terhadap sejumlah literatur, pada dasarnya masih mempertanyakan apakah perilaku seorang pemimpin dikarenakan adanya hormon yang dikandung didalam tubuh dan otaknya. Akan tetapi, Ia mengakui bahwa studi yang menunjukkan bukti-bukti bahwa kepemimpinan memiliki akar biologis, semakin meningkat. Dari tinjauan pustaka tersebut, para peneliti telah menemukan bahwa para pemimpin yang efektif memiliki campuran biokimia yang unik antara hormon dan kimia otak yang membantu mereka membangun aliansi sosial dan menangani stress. Dua jenis kimia, yakni serontonin dan testosteron, mendapat perhatian serius oleh para peneliti sehubungan dengan isu kepemimpinan yang efektif. Menurut para ahli, meningkatnya tingkat serontonin dapat memperbaiki kemampuan melakukan sosialisasi dan mengontrol agresi. Semakin tinggi tingkat testosteron semakin tinggi tingkat dorongan berkompetisi (Robbins, 1998). Dalam pada itu, Robbins (1998) juga mengemukakan bahwa studi-studi oleh sejumlah peneliti terhadap primata menemukan dua hal. Pertama, primata-primata yang dominan (jantan maupun betina), memiliki tingkat serotonin yang lebih tinggi ketimbang para anak buahnya. Kedua, ketika para pemimpin tertusir dari kelompoknya, maka pemimpin baru yang mengambil tanggung jawab kepemimpinannya memperlihatkan peningkatan tingkat serotonin. Para peneliti yakin bahwa tingkat serotonin meningkatkan kepemimpinan dengan mengontrol impuls-impuls agresi dan antisosial, maupun mengurangi reaksi yang berlebihan terhadap stres-stres yang tidak relevan dan tidak signifikan. Walaupun begitu penelitian ini masih belum jelas mengenai arah hubungan sebab akibat dari kedua variabel tersebut. Masih dipertanyakan apakah tingginya tingkat serotonin sebagai variabel yang menstimulasi kepemimpinan ataukah justru variabel kepemimpinan itulah yang mengakibatkan meningkatnya serotonin. Penelitian tersebut menemukan pula bahwa selain serotonin, testosteron juga dipandang dapat meningkatkan peranannya dalam kepemimpinan. Penelitian terhadap para primata menemukan bahwa para pemimpinnya mengalami peningkatan tingkat testosteron 2
  • 3. secara tiba-tiba ketika ancaman terhadap legitimasinya muncul. Sedangkan dalam diri para anak buahnya, tingkat testosteronnya menurun pada saat-saat krisis tersebut terjadi. Tanpa bermaksud untuk menyamakan kera dengan manusia, dan memang primata berbeda dengan manusia, studi tentang manusia sehubungan dengan isu kepemimpinan memperlihatkan bahwa ada perubahan testosteron ataupun serotonin dalam diri manusia seperti yang terjadi pada primata. Sebuah studi tentang tubuh manusia menemukan bahwa laki-laki yang menduduki tingkat kepemimpinan yang paling tinggi memiliki tingkat serotonin yang tertinggi (Robbins, 1998). Para peneliti juga menemukan bahwa tingkat testosteron meningkat pada para pemain tenis papan atas sebelum pertdaningan dimulai. Tingginya tingkat testosteron dipadang sebagai variabel yang membuat para pemain tenis tersebut menjadi lebih percaya diri dan termotivasi untuk memenangkan pertandingan. Ditemukan pula bahwa testosteron juga meningkat setelah mencapai peningkatan status seperti ketika ia memperoleh promosi, meningkat rangkingnya atau memperoleh sebuah gelar; demikian pula pada perempuan yang duduk di dalam pekerjaan-pekerjaan profesional memiliki tingkat hormon tersebut lebih tinggi dibdaning mereka yang non- profesional (Robbins, 1998). Dari segi dasar biologis seperti diuraikan diatas, memperlihatkan bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki potensi untuk menjadi pemimpin yang efektif karena di dalam dirinya masing-masing memiliki testosteron yang suatu saat dapat meningkat. Ketika seseorang dihadapkan pada suatu kondisi lingkungan atau situasi yang mengancam dan mengharuskan ia berjuang, berkompetisi atau beradaptasi dengan perubahan atau kondisi yang dihadapinya agar memperoleh apa yang menjadi tujuannya, kadar testosteron yang ada padanya akan meningkat. Meningkatnya testosteron pada perempuan atau pada laki-laki ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan semangat seseorang untuk memotivasi diri sebagai pemimpin guna mencapai tujuan. 3. Diskusi Tentang Perbedaan Kepemimpinan Laki-laki dan Perempuan Kajian terhadap sejumlah literatur oleh Robbins (1998), sehubungan dengan isu gender dan kepemimpinan mengemukakan dua kesimpulan. Pertama, menyamakan antara laki-laki dan perempuan cenderung mengabaikan perbedaan diantara keduanya. Kedua, bahwa apa yang menjadi perbedaan antara perempuan dan laki-laki adalah bahwa perempuan memiliki gaya kepemimpinan yang lebih democratic, sedangkan laki-laki merasa lebih nyaman dengan gaya yang bersifat directive (menekankan pada cara-cara yang bersifat perintah). 3
  • 4. 3.1. Penjelasan Kesimpulam Pertama Kesamaan antara kepemimpinan laki-laki dan perempuan tidak begitu mengherankan. Hampir semua studi yang melihat pada isu tersebut menggunakan ‘jabatan manajerial’ sebagai persamaan dari ‘kepemimpinan’. Dalam hal ini, perbedaan gender yang nampak dalam populasi pada umumnya cenderung bukan merupakan bukti karena ini merupakan pilihan karir pribadi dan seleksi organisasi. Sama seperti orang-orang yang memilih karir di bidang penegakan hukum, kedokteran atau bidang-bidang lainnya memiliki persamaa-persamaan. Jelasnya para individu, perempuan maupun laki-laki yang memilih karir manajerial cenderung memiliki kesamaan. Para individu dengan sifat kepribadian yang berkaitan dengan kepemimpinan, seperti kecerdasan, kepercayaan diri, dan kemampuan bersosialisasi, kemungkinan lebih diterima sebagai para pemimpin dan mendorong untuk mengejar karir dimana mereka dapat melaksanakan kepemimpinannya. Apapun jenis gendernya, hal ini dibernarkan. Demikian juga, organisasi cenderung merekrut dan dan mempromosikan orang-orang ke dalam jabatan kepemimpinan yang memiliki unsur-unsur kepemimpinan tersebut. Akibatnya, tanpa memperhatikan gendernya, orang yang mencapai posisi kepemimpinan formal, baik perempuan maupun laki-laki, cenderung memperlihatkan kesamaanya ketimbang perbedaan-perbedaanya. 3.2. Penjelasan Kesimpulan Kedua Berbeda dengan kesimpulan pertama, sejumlah studi lainnya memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan-perbedaan inheren antara laki-laki dan perempuan dalam hal gaya kepemimpinannya. Perempuan cenderung mengadopsi gaya kepemimpinan yang lebih demokrtatik. Mereka mendorong partisipasi, berbagi kekuasaan dan informasi, dan mencoba untuk meningkatkan ‘kemanfaatan’ bagi pengikutnya. Mereka cenderung memimpin melalui pelibatan atau pemberdayaan dan mendasarkan pada kharisma, keahlian, kontak, dan keahlian interpersonal dalam mempengaruhi orang lain. Sebaliknya laki-laki, cenderung lebih menggunakan gaya yang mendasarkan pada kontrol dan perintah. Mereka lebih mendasarkan pada jabatan otoritas formal sebagai dasar baginya untuk melakukan pengaruhnya. Konsisten dengan kesimpulan yang pertama, guna membuktikan lebih akurat bahwa tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki, maka penemuan ini oleh para peneliti tersebut dikualifiasikan dengan cara memasukkan variabel kontrol. Ini 4
  • 5. dimaksudkan agar dapat diketahui dengan benar apakah perbedaan gender benar-benar mempengaruhi tingkat efektivitas seseorang dalam memimpin ataukah tidak. Dengan memasukkan variabel kontrol yakni ‘jenis pekerjaan yang banyak didominasi kaum laki- laki’, penelitian tersebut menemukan bahwa terdapat tingkat kecenderungan penurunan bagi pemimpin perempuan yang semula lebih demokratik ketimbang laki-laki menjadi kurang demokratik terutama ketika perempuan tersebut berada dalam pekerjaan yang didominasi laki-laki. Disini nampak bahwa norma-norma kelompok dan stereotype maskulin dari para pemimpin mengabaikan preferensi kepribadian perempuan sehingga perempuan tersebut meninggalkan gaya keperempuanannya dalam pekerjaan dan bertindak lebih otokratik (Robbins, 1998). Sementara itu, anggapan yang didasarkan pada kenyataan lapangan bahwa laki-laki secara historis telah memegang mayoritas kepemimpinan dalam organisasi, cenderung mengasumsikan bahwa perbedaaan yang ada antara laki-laki dan perempuan justru memberikan kelebihan pada laki-laki. Asumsi ini perlu mendapat klarifikasi secara memadai sejalan dengan perubahan lingkungan atau situasi yang terjadi terutama berkenaan dengan keberadaan organisasi pada masa sekarang ini. Dalam organisasi- organisasi saat ini, mereka hampir setiap saat dihadapkan dengan lingkungan yang selalu berubah, sulit diprediksi dan bahkan penuh dengan ketidakpastian. Untuk menghadapi ketidakpastian lingkungan ini, maka organisasi dituntut untuk menjaga fleksibilitas, kerjasama tim, kepercayaan, dan kemauan berbagi informasi. Variabel-variabel tersebut sering diyakini sebagai variabel yang dapat meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Bahkan variabel-variabel tersebut sudah mulai diadopsi untuk menggantikan struktur organisasi yang kaku, competitisi individu yang menimbulkan konflik disfungsional, kontrol yang ketat dan kaku, dan kerahasiaan yang mengabaikan transparansi. Manajer yang efektif tentunya adalah mereka yang mau mendengarkan, memotivasi, dan memberikan dukungan bagi anak buahnya. Sementara itu nampaknya banyak perempuan melakukan hal-hal demikian yang lebih baik dari laki-laki (Robbin, 1998). Penggunaan tim-tim atau kerjasama antara bidang, misalnya, yang mengharuskan dipekerjakannya berbagai keahlian yang sifatnya lintas sektoral yang luas di dalam organisasi, maka menuntut agar para manajer yang efektif harus menjadi negosiator yang penuh keahlian. Ada kecenderungan, gaya kepemimpinan perempuan terutama menggunakan negosiasi yang lebih baik karea mereka cenderung kurang memfokuskan pada kemenangan untuk dirinya, kekalahan bagi kelompok lain, dan kompetisi seperti yang terjadi pada laki-laki. Perempauan cenderung menggunakan negosiasi dalam konteks hubungan yang 5
  • 6. berkesinambungan, yakni berusaha sedemikian rupa untuk membuat pihak lain merasa menjadi pemenang untuk dirinya sendiri dan merasa menjadi pemenang pula dimata orang lain (Robbins, 1998). Pendapat yang mengatakan bahwa perempuan memiliki perbedaan dalam gaya kepemimpinan didukung pula oleh hasil penelitian lainnya. Tannen (1991; 1995), tidak secara khusus mengkaji isu kepemimpinan perempuan, melainkan menekankan pada cara perempuan dan laki-laki berkomunikasi, tetapi penjelasannya dapat dipandanag sebagi dukungan terhadap isu tersebut dengan membedakan antara kepemimpinan perempuan dan laki-laki. Menurutnya, laki-laki lebih menekankan pada status, sedangkan perempuan menekannkan pada penciptaan hubungan. Tannen (1995) menyatakan bahwa komunikasi merupakan tindakan penyeimbang secara berkelanjutan, mengurangi kebutuhan konflik untuk menjaga kerekatan hubungan dan kemdanirian. Kerekatan hubungan menekankan pada kedekatan dan kebersamaan. Kemdanirian menekankan pada pemisahan dan perbedaan. Perbedaan perempuan dan laki-laki dalam berkomunikasi adalah bahwa perempuan menekankan pada hubungan dan keakraban, sedangkan laki-laki berbicara dan menekankan status dan kemdirian. Hal yang perlu disimak dari penelitian Tannen adalah bahwa pemimpin yang menekankan pada hubungan dan keakraban yang cenderung dimiliki oleh perempuan, memungkinkan seorang pemimpin tersebut bersikap egalitarian, memberdayakan segenap anggotanya, serta menekankan struktur organis. Sedangkan pemimpin yang menekankan pada status dan kemdanirian, yang cenderung dimiliki oleh laki-laki memungkinkan pemimpin tersebut mengadopsi struktur hirarkis, spesialisasi, dan perintah. Padahal organisasi sekarang yang sering dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, dituntut untuk memiliki sturuktur yang organis dan memberdayakan seluruh anggota baik atasan maupun bawahan secara nyata dalam rangka mewujudkan pelayanan yang berkualitas secara total. Penelitian tentang hubungan gender dan kepemimpinan juga dikemukakan oleh Sara Levinson, seorang Presiden Properti NFL, Inc di New York. Ia mengungkapkan pertanyaan secara langsung dalam sebuah tanya jawab dengan seluruh anggota laki-laki yang ada di timnya. Ia bertanya kepada mereka: “Apakah kepemimpinan saya berbeda dengan laki-laki?” Jawab mereka: “ya” (dikutip dalam Schermerhorn, 1999: 276). Jawaban ini cukup memberikan dukungan bahwa ada perbedaan gaya kepemimpinan antara perempuan dan laki-laki. Mereka juga menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan menekankan pada komunikasi dan pengumpulan ide-ide serta opini-opini dari orang lain. 6
  • 7. Ketika Sara Levinson (dikutip dalam Schermerhorn, 1999: 276) ingin mendapatkan komentar dan pendapat para anggota tim tersebut lebih jauh tentang kepemimpinannya, dengan menanyakan “apakah ini merupakan ciri khas kepemimpinan perempuan?”, mereka menjawab “ya”. Bukti-bukti tersebut di muka mendukung argumen bahwa perempuan memiliki potensi dasar untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif. Antara perempuan dan laki- laki cenderung memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda. Perempuan cenderung lebih memiliki perilaku yang demokratis dan partisipatif, seperti hormat pada orang lain, perhatian pada orang lain, dan berbagi kekuasaan dan informasi terhadap orang lain. Gaya seperti ini mengacu pada kepemimpinan interaktif, yakni gaya kepemimpoinan yang memfokuskan pada upaya membangun konsensus dan hubungan antara pribadi yang baik melalui komunikasi dan keterlibatan (partisipasi) (Schermerhorn, 1999). Demikian pula, gaya seperti ini sampai dengan tingkat tertentu memiliki unsur-unsur kepemimpinan yang transformasional, yakni kepemimpinan yang inspirasional yang dapat memberikan inspirasi kepada orang-orang untuk bekerja lebih giat dalam mencapai kinerja yang tinggi. Berbeda dengan laki-laki yang cenderung lebih transaksional, yakni gaya kemimpinan yang cenderung lebih mengarah pada perilaku yang directive (cenderung mendasarkan pada instruksi) dan assertive (cenderung agresif dan dogmatik), dan menggunakan otoritas yang baiasanya ia miliki untuk melakukan “kontrol dan komdano” (Schermerhorn, 1999). Dari diskusi tersebut di atas, hasil-hasil penelitian dari sejumlah pihak cenderung memberikan kesimpulan bahwa perempuan memiliki sejumlah kelebihan-kelebihan sifat sebagai pemimpin yang efektif dibandingkan laki-laki. Namun demikian hasil-hasil tersebut masih perlu ditelaah lebih dalam. Hal ini penting karena seandainya kelebihan itu memang melekat pada perempuan maka kelebihan-kelebihan tersebut hanyalah merupakan sebagian kecil dari instrumen untuk mencapai tujuan yang lebih besar yaitu efektivitas organisasi. Sementara itu instrumen-instrumen lain yang lebih besar perlu diperhitungkan seperti kemampuan beradaptasi dalam lingkungan global, kemampuan menyusun struktur organisasi yang adaptif dalam proses organisasi, dan kemampuan untuk menciptakan atau memilih teknogi yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan. 4. Meningkatkan Efektivitas Kepemimpinan dan Organisasi Dengan menekankan pada karakter yang diyakini sebagai ciri perempuan seperti sifat suka berbagi kekuasaan, komunikatif, kerjasama, dan partisipatif dalam organisasi saat ini, hasil-hasil penelitian oleh sejumlah pihak cenderung terlalu membesar-besarkan. 7
  • 8. Isu gender dan gaya kepemimpinan dari penelitian tersebut di muka seakan-akan hanya menekankan pada sifat keperemuanan yang dipdanang sebagai faktor penentu efektivitas seseorang dalam memimpin. Ciri-ciri yang melekat pada perempuan tersebut tidak mustahil terdapat pula pada diri laki-laki. Ini berarti bahwa perempuan maupun laki-laki sama-sama memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif. Oleh karena itu, penemuan-penemuan tersebut di atas sampai dengan tingkat tertentu seyogyanya tidak diterima begitu saja sebelum ditemukan bukti yang benar-benar signifikan. Tidak dapat disangkal bahwa untuk menghadapi ketakterdugaan lingkungan organisasi, mengingat lingkungan selalu mengalami perubahan, gaya kepemimpinan yang interaktif nampaknya menjadi gaya yang amat cocok dengan permintaan tenaga kerja yang sangat bervariasi dan cocok untuk tempat kerja baru. Dengan demikian, apakah perilaku yang relevan bagi lingkungan yanga selalu berubah-ubah atau situasi tertentu harus dimiliki oleh perempuan atau laki-laki adalah tidak penting. Justru yang paling penting adalah bahwa keberhasilan kepemimpinan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap efektivitas organisasi adalah berada pada kapasitas seseorang, laki-laki atau perempuan. Yakni kapasitas untuk memimpin melalui hubungan yang positif dan memberdayakan sumberdaya yang ada (terutama sumberdaya manusia), kolaboratif dan menjalin jaringan dengan sejumlah pihak atau stakeholders yang kemungkinan akan dipengaruhi dan mempengaruhi organisasi yang dipimpinnya ketimbang hanya melalui cara-cara yang bersifat directive dan asserive, dan menekankan otoritas formal seperti yang biasa diterapkan pada organisasi-organisasi birokrasi yang berstrtuktur mekanistik yang cenderung tal mampu bertahan dalam lingungan yang penuh dengan perubahan, terlebih di era gobalisasi. Tindakan kolaborasi sangat diperlukan mengingat tidak semua organisasi mampu memberikan pelayanan atau melakukan tugas dan fungsingya berdasarkan kemampuan sumberdaya yang dimilikinya. Ketika sumberdaya yang diperlukan tidak memadai untuk mendukung semua tugas dan fungsinya, maka untuk menjamin efektivitas, organisasi perlu melakukan kerjasama dengan pihak lain, termasuk di dalamnya adalah melakukan kolaborasi dalam melakukan tindakan kolektif dan menjalin networks dengan pihak-pihak lain untuk membangun social capital (Sudarmo, 2006; 2008). Jelasnya, untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif bagi organisasi, bukan karena maskulinitas atau femininitasmya, melainkan kapasitasnya untuk memimpin. Efektivitas pemimpin untuk mampu mencapai efektivitas organisasi dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi: (1) pemilihan dan penempatan 8
  • 9. pemimpin, (2) pendidikan kepemimpinan, (3) pemberian imbalan pada prestasi pemimpin dan bawahan, dan (4) teknik pengelolaan organisasi untuk mengahadpi perubahan lingkungan, dan (5) teknologi (Lihat Steers, 1985; Jones, 1995). 4.1. Pemilihan dan Penempatan Pemimpin Sampai dengan tingkat tertentu efektivitas pemimpin dapat ditingkatkan melalui kualifikasi pemimpin, yang dibutuhkan untuk mempengaruhi dan memberdayakan segenap anggotanya sehubuingan dengan tugas–tugas organisasi yang harus dijalankan. Potensi dasar yang dimiliki pemimpin yang diperlukan bagi organisasi perlu dikenali. Menurut Ghiselli (dalam Steers, 1985), potensi dasar yang harus dipenuhi pemimpin yang efektif yang dapat membawa pada pencapaian efektivitas organisasi adalah pemimpin memiliki ciri-ciri pribadi tertentu. Ciri-ciri tersebut menurutnya meliputi: kecerdasan yang tinggi, kepekaan pada variasi situasi, inisiatif, kepercayaan diri, dan kepribadian. Disamping hal-hal tersebut, kesadaran tentang situasi juga penting dalam pemilihan pemimpin yang efektif (Fiedler dalam Steers 1985). Seorang pemimpin dengan gaya yang otoriter dan berorientasi pada tugas mungkin lebih cocok untuk lingkungan kerja yang mempunyai ciri-ciri struktur tugas yang tinggi, kewenangan tersentralisir, dan hubungan atasan bawahan yang sangat formal dan kaku. Sebaliknya, seorang pemimpin yang berorientasi pada pemberdayaan segenap anggota dengan menganggap seluruh komponen merupakan bagian penting, mungkin lebih cocock untuk situasi yang bercirikan tidak kaku, humanis, desentralistis dalam hal kekuasaan dan menekankan pengaruh ketimbang paksaan, dan hubungan atasan bawahan yang erat (Morgan & Murgatroyd, 1994). Dengan demikian, gaya yang kaku atau mekanistik lebih cocok untuk lingkungan atau situasi yang stabil sedangkan gaya yang organis lebih cocok untuk situasi yang fleksibel atau berubah-ubah. Tatapi dalam organisasi ada aktivitas-aktivitas atau prosedur yang sifatnya rutin dan ada aktivitas-aktivitas yang sifatnya aksidental dan tak dapat dirediksikan. Bagaimanapun pemimpin yang efektif, apapun jenis gendernya, dituntut untuk bekerja dalam kedua macam situasi, karena gaya seperti dapat membawa pada tercapainya efektivitas organisasi. 4.2. Pendidikan Kepemimpinan Pengembangan potensi pemimpin organisasi dapat dilakukan melalui berbagai ragam pendidikan. Pendidikan yang dimaksud biasanya dilakukan dengan melalui dua cara. Pertama, seseorang dapat diubah sehingga ia menampilkan sifat-sifat yang 9
  • 10. dikehendaki dalam kadar yang lebih tinggi. Misalnya pemimpin dirubah sikapnya menjadi lebih percaya diri, tegas, mampu mengadakan hubungan antar pribadi dengan menyenangkan. Kedua, kepada seseorang dapat ditunjukkan cara mengubah lingkungan kerja sehingga lebih serasi dengan harapan atau kebutuhan orang tersebut pada manajemen. Menurut Campbell (dalam Steers, 1985) ada lima jenis program pendidikan untuk meningkatkanan efektivitas kepemimpinan, mencakup (1) program manajemen umum, yang berusaha mengembangkan keterampilan manajemen secara luas, (2) program hubungan antara manusia, yang memperhatikan masalah antar pribadi (3) program pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, (4) program pendidikan laboratorium, yang menerapkan pendekatan eksperimental untuk memberi penerangan pada para manajer mengenai perilaku mereka sendiri; dan (5) program khusus, yang meliputi berbagai ragam topik penting yang relevan bagi organisnasi tertentu. Walaupun belum ada konsesnsus mengenai macam program pendidikan yang tepat untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan, tetapi diakui oleh sejumlah penulis bahwa pemimpin yang efektif perlu mengenali variasi situasi (Robbin, 1998; Jones, 1997). Dengan mengenali variasi situasi atu lingkungan akan membawa pada perilaku tertentu untuk beradaptasi sejalan dengan lingkungan yang berubah.. Gaya kepemimpinan yang cocok untuk satu situasi mungkin tidak cocok untuk situasi yang lainanya. Dengan demikian, meskipun pendidikan tersebut penting, tetapi penting pula untuk mengembangkan bakat keterampilan manajer maupun kemampuannya mendiagnosis perbedaan situasi. Dengan kemampuan ini pemimpin dapat memiliki keterampilan yang paling cocok dengan tuntutan situasinya. 4.3. Pemberian imbalan Prestasi Pemimpin dan Bawahan Bagaimanapun pemimpin memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi seperti kenaikan gaji, promosi untuk memuaskan kebutuhannya. Pemenuhan ini terutama didasarkan pada kemampuan manajer dalam membawa para anggota pada kegiatan yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, para manajer ini akan cenderung menganggap perilaku pemimpinnya yang efektif sebagai sarana mendapataakan imbalan yang diinginkan untuk memuaskan kebutuhannya (Steers, 1985). Dengan kata lain, dengan pemenuhan kebutuhan ini, organisasi dapat membuat manajer menjadi sadar akan peranan kepemimpinan dalam melaksanakan tugas dan berusaha menningkatkan kermasmpuan untuk mencapai efektivitas organisasi. 10
  • 11. Sementara itu pemberian imbalan prestasi bawahan juga penting. Pelayanan yang diberikan oleh sebuah organisasi tetap membutuhkan dukungan sepenuhnya oleh para bawahan atau segenap anggota betapapun efektifnya seorang pemimpin. Sistem imbalan menjadi penting untuk mendorong bawahan berperilaku ke arah yang mendukung tindakan pemimpin dalam proses pelayanan. Seorang pemimpin akan menjadi efektif sejauh ia memberi imbalan pada bawahan dan sejauh imbalan-imbalan ini bergantung pada prestasi bawahan dan mencapai tujuan-tujuan tertentu yang diharapkan bawahan tersebut (Steers, 1985; Luthans, 1992). Melalui integrasi tujuan pribadi dan tujuan organisasi, yang bererti kemungkinan terjadi konflik dapat dikurangi, pemimpin dapat memperbesar kemungkinan meningkatnya usaha ke arah pencapaian kedua tujuan tersebut secara bersama-sama. Untuk selanjutnya efisiensi dan efektivitas organisasi dapat ditingkatkan (Steers, 1985; Robbins, 1998; Robbins, 1990; Luthans, 1992). 4.4. Teknik Manajemen Organisasi untuk menghadapi perubahan lingkungan Untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinani dapat pula dilakukan dengan perubahan struktur organisasi. Sehingga pemimpin atau manajer dapat mengatur pekerjaan agar sesuai dengan harapannya. Melalui modifikasi pekerjaan di sekitar individu annggota organisasi, organisasi dapat mempertahaankan tingkat efisiensi tertentu, sementara tetap memanfaatkan bakat individu itu tersebut (Steers, 1985). Sementara itu, teknik manajemen organisasi ini juga perlu dikaitkan dengan lingkungan eksternal organisasi. Lingkungan dimana organisasi menjalankan kegiatan- kegiatannya justru dapat dipdanang sebagai sumber ketidakpastian bagi kesinambungan hidup organisasi tersebut (Jones, 1995). Jika klien sebuah organisasi publik atau pelanggan untuk organisasi bisnis menarik dukungannya, jika para pemasok menghentikan inputnya, dan jika kelompok-kelompok stakeholder lainnya termasuk para kompetitor, distributor dan pasar, ternaga kerja, maupun pemerintah mengancam keberadaan organisasi- organisasi, maka yang terjadi adalah ketidakpastian. Dengan demikian, pemimpin harus mendesain struktur organisasinya agar memadai dalam menangani hubungan-hubungannya dengan stakeholder dalam lingkungan eksternal. Kompetisi yang semakin kompleks dalam era global terutama bagi organisasi yang bergarak dibidang pemberian pelayanan atau manufaktur, seringkali menuntut struktur organisasi yang organik. Hal ini diperlukan karena struktur organisasi yang organik akan memdorong perilaku yang inovatif melalui kerja tim dan self-management (yakni 11
  • 12. mengatur, mengelola dan memberdayakan diri sendiri sesuai dengan yang di harapkan klien atau pelanggan), untuk memperbaiki kualitas dan mengurangi waktu yang diperlukan untuk meciptakan pelayanan atau produk baru bagi klien atau pelanggannya. Dengan demikian, perubahan struktur organisasi, disamping dapat meningkatkan ekfektivitas kepemimpinan, dapat pula meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan lingungan yang berubah. Dengan kata lain melalui perubahan struktur organisasi, efektivitas kepemimpinan dan organisasi dapat ditingkatkan. 4.5. Teknologi Betapapun efektifnya seorang pemimpin, untuk mencapai efektivitas organisasi ia tidak dapat terpisah dari keberadaan teknologi yang digunakannya (Jones, 1995; Steers, 1985). Teknologi “merupakan kombinasi keahlian, pengetahuan, kemampuan, teknik- teknik, bahan-bahan, mesin, komputer, alat-alat dan perlengkapan lainnya yang digunakan orang untuk merubah bahan-bahan mentah menjadi barang-barang dan pelayanan yang bernilai” (diterjemahkan sendiri oleh penulis dari Jones, 1995: 348). Organisasi menggunakan teknologi untuk menjadikan organisasi tersebut lebih efisien, lebih efektif, lebih inovatif, dan lebih baik dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan para internal stakeholder (pemimpin dan bawahannya serta para pemegang saham) maupun exetrnal stakeholder (klien/pelanggan maupun). Masing- masing bagian dari organisasi bertanggung jawab terhadap pengembangan dan pemeliharaan teknologi yang memberikan kontribusi positif bagi kinerja organisasi. Ketika organisasi memiliki teknologi yang memungkinkannya untuk menciptakan nilai, ia memerlukan sebuah struktur yang memaksimumkan efektivitas teknologi. Melalui teknologi, pemimpin organisasi dapat meningkatkan usahanya untuk berinovasi; mengembangkan produk baru, pelayanan, dan proses; dan mengurangi waktu yang diperlukan untuk mebawa produk-produk/pelayanan baru ke pasar lokal, nasional maupun global. Demikian pula melalui teknologi, pemimpin organisasi dapat memperbaiki efisiensi dan mengurangi biaya sambil meningkatkan kualitas dan reliabilitas produk- produk atau pelayanan-pelayanannya. 5. Kesimpulan Kepemimpinan perempuan diyakini lebih efektif dibanding kepemimpinan laki- laki. Tetapi pendapat tersebut cenderung membesar-besarkan sifat yang melekat pada perempuan. Untuk menjadi eketivitas seorang pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi 12
  • 13. tidak semata-mata ditentukan oleh sifat keperempuanan yang melekat pada seseorang, tetapi karena kapasitasnya dalam memimpin. Disamping kapasitas, pemimpin yang efektif bagi efektivitas organisasi dapat juga dipengaruhi oleh lima faktor penting mencakup pemilihan dan penempatan pemimpin, pendidikan kepemimpinan, pemberian imbalan pada prestasi pemimpin dan bawahan, teknik pengelolaan organisasi untuk menghadapi perubahan lingkungan, dan teknologi. Daftar Pustaka Jones, Gareth R., 1995, Organizational Theory: Tex dan Cases, Addison-Wesley Publishing Company, California. Luthans, Fred, 1992, Organizational Behavior, McGraw-Hill, Inc., San Fransisco. Morgan, Colin & Murgatroyd, Stephen, 1994, Total Quality Management in the Public Sector, Open University Press, Philadelphia. Steers, Richard, 1985, Efektivitas Organisasi, diterjemahkan Magdalena Jamin, Erlangga, Jakarta. Schermerhorn, John R., Jr, 1999, Management, John Wiley & Sons, Inc., New York. Robbins, Stephen P., 1998, Organizational Behavior: Concepts, Controversiess, Application, 8th ed, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey. Robbins, Stephen P., 1990, Organization Theory; Structure, Design, dan Application, Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, NJ. Kanter, Rosabeth Moss, 1979, ‘Power Failure in Mnagement Circuits’, Harvard Business Review, Vol. 47 (July-August 1979): 65-75. Sudarmo, 2006,”Perspective On Governance: Towards An Organizing Framework for Collaboratition and Collective Actions”; Spirit Publik, Jurnal Ilmu Administrasi , Vol 2 No. 2, Oktober , pp.113-120. Sudarmo, 2008, “Social Capital untuk Community Governance, Spirit Publik, Jurnal Ilmu Administrasi, Vol 4 No. 2, Oktober, pp. 101-112 Tannen, Deborah, 1991, You Just Don’t Undersatnd: Women dan Men in Conversation, Bulletine Books, New York. Tannen, Deborah, 1995, Talking from 9 to 5, William Morrow, New York. 13