SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 15
BAB I
KONSEP DASAR DEMAM TIFOID

1.1 Definisi Demam Tifoid
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
Salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, (Syaifullah Noer,
1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
(Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.
penularan terjadi secara fekal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut,
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan
dan minuman yang terkontaminasi.

1.2 Etiologi Demam Tifoid
Ashkenazi et al. (2002) menyebutkan bahwa demam tifoid disebabkan oleh
jenis Salmonella tertentu yaitu Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, dan
Salmonella paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang
disebabkan oleh Salmonella typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada

bentuk infeksi Salmonella yang lain.

1
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil,
tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Sebagian besar strain meragikan
glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak
meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme Salmonella tumbuh secara aerob
dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Sebagian besar spesies resisten
terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C
selama 1 jam atau 60 º C selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada
suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan
hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan
bahan tinja.
Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O
adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan
antigen H adalah protein yang bersifat termolabil, dan Antigen K (selaput).

1.3 Patofisiologi Demam Tifoid
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita
typhoid dapat menularkan kuman salmonella Thypi kepada orang lain. Kuman
tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap
dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella Thypi masuk
ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam
lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan
limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk
ke

aliran

darah

dan

mencapai

sel-sel

retikuloendotelial.

Sel-sel

retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah
dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental

2
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam
pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena
membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena
salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Masuknya kuman Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia terjadi
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Penularan kuman ini dapat
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, feces, lalat yang
membawa kuman tersebut, dan muntahan dari penderita Typhoid. Sebagian
kuman dimusnahkan di lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan
selanjutnya berkembang biak (Soegijanto, 2002).
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kuman tersebut
mengeluarkan endotoksin yang selanjutnya kuman masuk ke dalam sirkulasi
darah (mengakibatkan bakteriemia pertama yang asimtomatik) dan menyebar
ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa yang
selanjutnya akan dilakukan fagositosis. Pada proses fagosit ini, kuman yang
dapat difagosit akan mati, sedangkan yang tidak difagosit akan tetap hidup dan
menyebabkan bakteriemia kedua.
Kuman yang masuk ke aliran darah akan menyebabkan roseola pada kulit
dan lidah hiperemia. Selanjutnya kuman masuk ke dalam usus halus dan
menyebabkan peradangan sehingga menimbulkan nausea dan vomitus serta
adanya anoreksia masalah tersebut akan menyebabkan intake klien yang tidak
adekuat dan kebutuhan nutrisi yang kurang dari tubuh yang bisa menyebabkan
diare sehingga diperlukan bedrest untuk mencegah kondisi klien akan menjadi
bertambah buruk. Selanjutnya kuman masuk ke dalam hepar yang selanjutnya
mengeluarkan endotoksin yang akan merusak hepar sehingga terjadi
hepatomegali dan juga mengakibatkan splenomegali yang disertai dengan
meningkatnya SGOT/SGPT. Selain itu, kuman dapat menyebar ke
hipotalamus yang menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam
remiten dan hipertermi sehingga klien akan mengalami malaise dan akhirnya
mengganggu aktivitasnya (Muttaqin, 2011).

3
1.4 Manifestasi Klinis Demam Tifoid
Keluhan dan gejala demam tifoid pada anak tidak khas, dan bervariasi
dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang
mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit demam tifoid
berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan
saraf pusat (Darmowandowo, 2006). Gejala-gejala tersebut meliputi:
a. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin

hari makin meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus
menerus terutama pada malam hari.
b. Gejala gastrointestinal dapat berupa diare, mual, muntah, dan

kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.
c. Gejala saraf sentral berupa delirium, apatis, sopor, bahkan sampai

koma.
1.5 WOC/Pathway Demam Tifoid

4
1.6 Pemeriksaan Penunjang Demam Tifoid
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis
demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
1. Pemeriksaan darah tepi
Penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit
normal,

bisa

menurun

atau

meningkat,

mungkin

didapatkan

trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke
kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama
pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa
hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai
nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk
dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan,
akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat
diagnosis demam tifoid (Hoffman, 2002).
Penelitian oleh Darmowandowo (1998) di RSU Dr.Soetomo Surabaya
mendapatkan hasil pemeriksaan darah penderita demam tifoid berupa
anemia (31%), leukositosis (12.5%) dan leukosit normal (65.9%)
(Darmowandowo, 1998).
2. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri
salmonella Typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang,
cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri
akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal
penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urin dan feses
(Hardi, et.al, 2002).
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi
hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin
disebabkan beberapa hal seperti telah mendapat terapi antibiotik, volume
darah yang kurang, riwayat vaksinasi dan saat pengambilan darah setelah
minggu pertama, pada saat agglutinin semakin meningkat (Sudoyo et al,
2007).
3. Uji serologis

5
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen
antigen s.Typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah
yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 ml yang diinokulasikan
ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat
digunakan pada demam tifoid ini meliputi ujia widal, tes tubex, dan
ELISA.
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
c. Aglutinin K, yang dibuat karena rangsangan antigen K (berasal dari
selaput kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.
4. Pemeriksaan kuman secara molekuler.
Metode lain untuk identifikasi bakteri s.Typhi yang akurat adalah
mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri s.Typhi dalam darah
dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara
polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen K yang spesifik
untuk s.Typhi.

1.7 Penatalaksanaan Demam Tifoid
Pengobatan memakai prinsip trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
6
A. Pemberian antibiotic
Terapi ini dimasudkan untuk membunuh kuman penyebab demam
tifoid. Obat yang sering dipergunakan adalah:
1. Kloramfenikol 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14 hari.
2. Amoksilin 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali.
3. Kotrimoksazol 480 mf, 2 x 2 tablet selama 14 hari.
4. Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 6
hari: ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari: ceftriaxone 4 gram/hari
selama 3 hari).
B. Istirahat dan perawatan
Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Penderita sebaiknya beristirahat total ditempat tidur selam 1 minggu
setelah bebas dari demam. Mobilisasi dilakukan secra bertahap, sesuai
dengan keadaan penderita. Mengingat mekanisme penularan penyakit
ini, kebersihan perorangan perlu dijaga karena ketidakberdayaan pasien
untuk buang air besar dan air kecil.
C. Terapi penunjang secara simptomatis dan suportif serta diet
Agar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal mpenderita
diberi makanan berupa bubur saring. Selanjutnya penderita dapat diberi
makanan yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan
kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi dan mineral perlu
dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita.

7
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DEMAM TIFOID

2.1 Pengkajian
1. Identitas
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin,
umur, alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan,
tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien typhoid biasanya mengeluh
adanya demam.
3. Riwayat penyakit sekarang
Umumnya yang dirasakan pada klien dengan typhoid adalah demam, perut
terasa mual, adanya anorexia, diare atau konstipasi,dan bahkan
menurunnya kesadaran.
4. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien sebelumnya pernah mengalami typhoid atau
penyakit menular yang lain.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ditanyakan apakah keluarga pernah menderita penyakit yang sama atau
penyakit yang lainnya.
6. Pola-Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan
perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.
b. Pola nutrisi dan metabolic
Adanya nausea dan vomitus serta anorexia akan mempengaruhi status
gizi.

Pengukuran

TB

dan

BB

jika

memungkinkan

akan

memperlihatkan adanya penurunan atau peningkatan status gizi klien.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu akibat adanya malaise serta
keterbatasan latihan yang mewajibkan klien untuk bed rest.

8
d. Pola istirahat dan tidur
Frekuensi dan kebiasaan tidur klien akan terganggu karena adanya
proses peningkatan suhu tubuh.
e. Pola eliminasi
Klien dengan typhoid mengalami masalah pada pola eliminasi karena
kurangnya intake asupan nutrisi dan kondisi yang mewajibkan untuk
bedrest, maka klien akan beresiko besar untuk terkena konstipasi.
f. Pola hubungan
Akibat

dari

proses

infeksi

tersebut

secara

langsung

akan

mempengaruhi hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Akan terjadi perubahan jika klien tidak memahami cara yang efektif
untuk mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri.
h. Pola mekanisme koping
Masalah timbul jika klien tidak efektif dalam mengatasi masalah
kesehatannya.
i. Pola nilai dan kepercayaan.
Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah
yang baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan
akan mengganggu kebiasaan ibadahnya.
7. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breathing)
Biasanya tidak ada masalah, tetapi pada kasus berat bisa didapatkan
komplikasi yaitu adanya pneumonia.
b. B2 (Blood)
TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit pucat,
akral dingin, penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi,
kadang terjadi anemia, leukopeni pada minggu awal, nyeri dada, dan
kelemahan fisik.
c. B3 (Brain)

9
Pada klien dengan typhoid biasanya terjadi delirium dan diikuti
penurunan kesadaran dari composmentis keapatis,somnolen hingga
koma pada pemeriksaan GCS.
d. B4 (Bladder)
Pada kondisi berat akan terjadi penurunan output respon dari curah
jantung.
e. B5 (Bowel)
1) Inspeksi: lidah kotor, terdapat selaput putih, lidah hiperemis,
stomatitis, muntah,kembung, adanya distensi abdomen dan nyeri
abdomen, diare atau konstipasi.
2) Auskultasi: penurunan bising usus kurang dari 5x/menit pada
minggu pertama dan selanjutnya meningkat akibat adanya diare.
3) Perkusi: didapatkan suara tympani abdomen akibat adanya
kembung.
4) Palpasi: adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi
adanya infeksi pada minggu kedua. Adanya nyeri tekan pada
abdomen.
f. B6 (Bone) : adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise.
Kelemahan umum. Integumen : timbulnya roseola (emboli dari
kuman

dimana

didalamnya

mengandung kuman

Salmonella

Ttyphosa , yang timbul diperut, dada, dan bagian bokong), turgor
kulit menurun, kulit kering (Muttaqin, 2011).

2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhosa.
2. Resiko/aktual: Defisit volume cairan berhubungan dengan intake dan
output yang tidak seimbang.
3. Resiko/aktual: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat akibat mual,muntah dan
anoreksia.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi pada usus
halus.

10
5. Gangguan pola eliminasi: diare berhubungan dengan proses peradangan
pada usus halus.
6. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan proses
peradangan pada usus halus.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

2.3 Perencanaan

No
1.

Diagnosa

Tujuan dan

keperwatan

kriteria hasil

Hipertermi b/d Setelah
proses

Intervensi

Rasional

dilakukan 1. Monitor TTV klien Untuk

infeksi tindakan

sesering mungkin.

mengetahui

tanda-tanda

kenaikan

salmonella

keperawatan selama

suhu yang mungkin

typhosa

2x24

terjadi infeksi

jam

makan

diharapkan
tubuh

suhu 2. Anjurkan klien
normal,

Supaya klien merasa

berpakaian tipis dari

nyaman, karena bahan

dengan kriteria hasil:

bahan yang

pakaian

yang

1. Suhu normal

menyerap keringat

akan

mengurangi

2. Nadi

dan

RR

normal
3. Tidak ada pusing

tipis

evaporasi tubuh.
3. Monitor intake da Untuk
output klien

mengamati

perbaikan

dan

perburukan dari klien.
4. Anjurkan

klien Sebagai rehidrasi dari

untuk meningkatkan cairan yang hilang dari
intake

cairan

2-3 penguapan tubuh,

liter/hari.

mual, muntah dan
diare.

5. Memberikan

Agar lebih mudah

kompres dengan air untuk memindahkan
biasa (suhu normal).

panas dari klien ke
handuk kompres

6. Kolaborasi

dengan Antibiotic

untuk

11
dokter

untuk mengurangi

pemberian

terapi infeksi dan antipiretik

antibiotic

dan untuk

antipiretik
2.

Resiko/aktual
defisit

Setelah dilakukan

volume tindakan

1. Monitor

status mengetahui adanya
tanda-tanda perbaikan

keperawatan selama

berhubungan

2x24 jam makan

dengan

intake diharapkan intake

dan perburukan dari
klien.
2. Anjurkan

dan output yang dan output
tidak seimbang.

klien Untuk

untuk
minum

seimbang, dengan
12riteria hasil:
1. Defisit

menurunkan

panas tubuh

nutrisi klien

cairan

proses

banyak cairan

mengganti
yang

hilang

akibat diare.

3. Monitor intake dan Sebagai dasar tindakan
cairan

output klien.

banyaknya rehidrasi

dapat teratasi

yang dibutuhkan klien.

2. Tidak ada tanda- 4. Kolaborasi
tanda dehidrasi.
3. Turgor baik.
4. Membrane
mukosa baik.

dengan membantu mengganti

pemberian

cairan cairan

melalui IV
5. Kolaborasi
dokter
terjadi

intravaskuler

yang berkurang
dengan Sebagai terapi lanjutan
apabila apabila terjadi tanda-

tanda-tanda tanda shock.

shock.
3.

Resiko/aktual
nutrisi

Setelah dilakukan

kurang tindakan

1. Monitor

status Sebagai dasar awal

nutrisi klien

tindakan keperawatan.

dari kebutuhan keperawatan selama 2. Jelaskan pada klien meningkatkan
tubuh b/d intake 2x24 jam makan

tentang

yang

makanan

untuk tentang manfaat nutrisi

membantu

proses sehingga

adekuat

tidak diharapkan nutrisi
akibat klien dapat

mual, muntah.

terpenuhi, BB tetap
atau bertambah,
tidak ada anorexia
dan mual muntah,
dengan kriteria hasil:

pentingnya pengetahuan

penyembuhan.
3. Tawarkan

klien

memotivasi

klien agar mau makan.
klien Untuk menambah

snack yang disukai.

nafsu makan klien.

4. Jaga kebersihan oral Dapat memberi rasa
pasien.

nyaman pada mulut

12
1. Tidak ada tanda-

sehingga dapat

tanda mal nutrisi.

menambah nafsu

2. Adanya

makan.

peningkatan BB

5. Berikan

makanan Menghindari rasa mual

sesuai dengan

dalam

tujuan

tapi sering.

porsi

kecil dan keinginan untuk
muntah

3. Mual dan muntah
berkurang, tidak
ada anoreksia.

6. Berikan

asupan Supaya memudahkan

nutrisi sesuai dengan klien untuk menelan
diet (diet lembek, makanan dan tidak
rendah

serat,

dan menyebabkan mual.

bumbu yang tidak
merangsang).
4.

Gangguan rasa

Setelah dilakukan

nyaman : nyeri

tindakan

(faktor

b/d inflamasi

keperawatan selama

kualitas,

pada usus halus

2x24 jam makan

skala,durasi).

diharapkan rasa

1. Kaji intensitas nyeri untuk

2. Kaji

mengetahui

presipitasi, intensitas nyeri klien.
lokasi,

respon

klien mengetahui

nyaman klien

terhadap nyeri yang sejauhmana nyeri

terpenuhi. dengan

dialami.

mempengaruhi

kriteria hasil:
1.

aktivitas klien.

Nyeri berkurang 3. Ajarkan klien untuk untuk membantu
atau

hilang,

relaksasi

dan mengurangi nyeri

ekspresi wajah

distraksi

secara non

rileks
2.

tanda-tanda

farmakologi
4. untuk

membantu untuk menambah

vital normal
3.

mengurangi

skala nyeri 1-0.

secara

nyeri kenyamanan klien.
non

farmakologi
5. Kolaborasi

dengan untuk mengurangi rasa

pemberian

nyeri secara

analgesik.

farmakologis

13
5.

Gangguan pola

Setelah dilakukan

1. Identifikasi

faktor Sebagai awal tindakan

eliminasi: diare

tindakan

b/d proses

keperawatan selama 2. Monitor

peradangan

2x24 jam makan

(warna,

pada usus halus.

diharapkan pola

frekuensi,

dan

eliminasi klien

konsistensi

dari

kembali normal.

feces).

penyebab diare.

pengobatan
BAB Mengetahui pola BAB

jumlah, klien

dengan kriteria hasil: 3. Monitor TTV dan Mengetahui
1. BAB

normal,

KU klien.

adanya

tanda dan gejala shock

Feses

pada klien.

(konsistensi

dan 4. Anjurkan

klien Untuk

frekuensi)

untuk minum 2-3 cairan

normal.

liter setiap hari.

yang

keluar

akibat diare

2. mencegah daerah 5. Kolaborasi
rectal agar tidak

merehidrasi

Mengganti cairan pada

pemberian cairan IV

iritasi.

intravakuler

dan

intrerstitial

3. turgor

kulit 6. Kolaborasi

normal

dengan Anti diare membantu

Dokter untuk terapy mengurangi diar
anti diare

6.

Gangguan pola Setelah
eliminasi:
konstipasi

dilakukan 1. Identifikasi

tindakan

penyebab timbulnya awal

b/d keperawatan selama
jam

konstipasi

proses

2x24

peradangan

diharapkan

pola

pada usus halus

eliminasi

klien 3. Pertahankan

kembali

Menentukan

dasar
tindakan

keperawatan.

makan 2. Ganti posisi klien Ganti posisi klien tiap

normal.

dengan kriteria hasil:

tiap 2 jam sekali.

cairan

2-3

setiap hari

intake

2 jam sekali.
memenuhi cairan dan

liter memperbaiki
konsistensi feces.

14
1.

BAB normal.

2.

rasa

tidak

4. Kolaborasi
ahli

dengan Tinggi

gizi

serat

dengan memudahkan

nyaman

diet pengeluaran feces

berkurang
3.

pemberian
tinggi

dan

tidak ada massa.

rendah lemak

serat

5. Kolaborasi
dokter

dengan membantu
dalam mengeluarkan feces.

pemberian laksatif
7.

Intoleransi
aktivitas

Setelah

dilakukan 1. Kaji respon pasien untuk mengetahui

b/d tindakan

kelemahan fisik

terhadap aktivitas

perubahan-perubahan

keperawatan selama

aktivitas yang dialami

2x24

oleh klien.

jam

makan

diharapkan

klien 2. Anjurkan

dapat mandiri dan
aktivitas
kembali

untuk tetap istirahat

klien 3. Batasi
normal.

klien Untuk

aktivitas

proses penyembuhan

pengunjung agar klien tidak

yang datang

terganggu dalam

dengan kriteria hasil:
1.

mempercepat

beristirahat

klien 4. Bantu klien untuk memberikan

rasa

tetap normal.
2.

beraktivitas

kelemahan fisik

hari sesuai dengan kebutuhan klien dapat

berkurang

kebutuhan klien

sehari- nyaman,

karena

terpenuhi

dengan

dibantu oleh perawat
ataupun keluarga
5. Ajarkan

aktivitas Agar tidak

yang

dapat mengganggu bedrest

dilakukan

klien pada proses

secara bertahap

penyembuhan klien.

15

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

askep komunitas
askep komunitasaskep komunitas
askep komunitas
nandonovri
 
Pem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskulerPem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskuler
Jafar Nyan
 
PRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminataPRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminata
SK Sulistyaningrum
 
Pp sirosis hepatis
Pp sirosis hepatisPp sirosis hepatis
Pp sirosis hepatis
KANDA IZUL
 

Was ist angesagt? (20)

Mtbs
MtbsMtbs
Mtbs
 
askep komunitas
askep komunitasaskep komunitas
askep komunitas
 
Pem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskulerPem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskuler
 
Demam tifoid anak
Demam tifoid anakDemam tifoid anak
Demam tifoid anak
 
Askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
Askep ispa AKPER PEMKAB MUNAAskep ispa AKPER PEMKAB MUNA
Askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
 
PRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminataPRESENTATION kondiloma akuminata
PRESENTATION kondiloma akuminata
 
Skenario role play timbang terima
Skenario role play timbang terimaSkenario role play timbang terima
Skenario role play timbang terima
 
Pemeriksaan keadaan umum pasien
Pemeriksaan keadaan umum pasienPemeriksaan keadaan umum pasien
Pemeriksaan keadaan umum pasien
 
PEMERIKSAAN AUSKULTASI JANTUNG PADA ANAK
PEMERIKSAAN AUSKULTASI JANTUNG PADA ANAKPEMERIKSAAN AUSKULTASI JANTUNG PADA ANAK
PEMERIKSAAN AUSKULTASI JANTUNG PADA ANAK
 
Bagan MTBS
Bagan MTBSBagan MTBS
Bagan MTBS
 
Pembahasan Soal Ukom Keperawatan Gawat Darurat
Pembahasan Soal Ukom Keperawatan Gawat DaruratPembahasan Soal Ukom Keperawatan Gawat Darurat
Pembahasan Soal Ukom Keperawatan Gawat Darurat
 
Askep diare
Askep diareAskep diare
Askep diare
 
Kegawatdaruratan Neonatal
Kegawatdaruratan NeonatalKegawatdaruratan Neonatal
Kegawatdaruratan Neonatal
 
Pp sirosis hepatis
Pp sirosis hepatisPp sirosis hepatis
Pp sirosis hepatis
 
Kebutuhan aktivitas
Kebutuhan aktivitasKebutuhan aktivitas
Kebutuhan aktivitas
 
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra ReponibilisLaporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
Laporan Kasus Bedah Anak : Hernia Inguinalis Lateralis Dekstra Reponibilis
 
Soal kasus LEUKEMIA
Soal kasus LEUKEMIASoal kasus LEUKEMIA
Soal kasus LEUKEMIA
 
Askep febris AKPER PEMDA MUNA
Askep febris AKPER PEMDA MUNA Askep febris AKPER PEMDA MUNA
Askep febris AKPER PEMDA MUNA
 
Askpe hipertensi
Askpe hipertensiAskpe hipertensi
Askpe hipertensi
 
Askep pada anak dengan campak
Askep pada anak dengan campakAskep pada anak dengan campak
Askep pada anak dengan campak
 

Andere mochten auch

Makalah hepatitis
Makalah hepatitisMakalah hepatitis
Makalah hepatitis
andrayou
 
Ppt emfisema
Ppt emfisemaPpt emfisema
Ppt emfisema
yeliani
 

Andere mochten auch (20)

Asuhan Keperawatan IMA (Infark Miokardium Akut)
Asuhan Keperawatan IMA (Infark Miokardium Akut)Asuhan Keperawatan IMA (Infark Miokardium Akut)
Asuhan Keperawatan IMA (Infark Miokardium Akut)
 
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam tifoid
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam tifoidAsuhan keperawatan pada pasien dengan demam tifoid
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam tifoid
 
Asuhan keperawatan pada klien dengan demam thypoid
Asuhan keperawatan pada klien dengan demam thypoidAsuhan keperawatan pada klien dengan demam thypoid
Asuhan keperawatan pada klien dengan demam thypoid
 
Buku saku artritis reumatoid
Buku saku artritis reumatoidBuku saku artritis reumatoid
Buku saku artritis reumatoid
 
demam tifoid amee
demam tifoid ameedemam tifoid amee
demam tifoid amee
 
Asuhan Keperawatan Emfisema
Asuhan Keperawatan EmfisemaAsuhan Keperawatan Emfisema
Asuhan Keperawatan Emfisema
 
Makalah hepatitis
Makalah hepatitisMakalah hepatitis
Makalah hepatitis
 
Definisi hepatitis
Definisi hepatitisDefinisi hepatitis
Definisi hepatitis
 
Laporan observasi lapangan kepatuhan penggunaan apd terhadap penyebaran penya...
Laporan observasi lapangan kepatuhan penggunaan apd terhadap penyebaran penya...Laporan observasi lapangan kepatuhan penggunaan apd terhadap penyebaran penya...
Laporan observasi lapangan kepatuhan penggunaan apd terhadap penyebaran penya...
 
Ppt emfisema
Ppt emfisemaPpt emfisema
Ppt emfisema
 
Fisiologi sistem respirasi
Fisiologi sistem respirasiFisiologi sistem respirasi
Fisiologi sistem respirasi
 
sirosis hepatis
sirosis hepatissirosis hepatis
sirosis hepatis
 
Hepatitis
HepatitisHepatitis
Hepatitis
 
Hepar hepatitis & cirrhosis hepatis
Hepar hepatitis & cirrhosis hepatisHepar hepatitis & cirrhosis hepatis
Hepar hepatitis & cirrhosis hepatis
 
Hepatitis
HepatitisHepatitis
Hepatitis
 
Askep Demam Thypoid
Askep Demam ThypoidAskep Demam Thypoid
Askep Demam Thypoid
 
Gastritis dan Gastroeteritis (Amee)
Gastritis dan Gastroeteritis (Amee)Gastritis dan Gastroeteritis (Amee)
Gastritis dan Gastroeteritis (Amee)
 
Asuhan Keperawatan Infeksi
Asuhan Keperawatan InfeksiAsuhan Keperawatan Infeksi
Asuhan Keperawatan Infeksi
 
Hepatitis
HepatitisHepatitis
Hepatitis
 
Hepatitis
HepatitisHepatitis
Hepatitis
 

Ähnlich wie Hasil laporan seven jump demam tifoid amee

Makalah demam tyfoid
Makalah demam tyfoidMakalah demam tyfoid
Makalah demam tyfoid
Nova Ci Necis
 
194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid
FELIXDEO
 
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptxAsuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
dyahuntari1
 
Tyfoid presentation
Tyfoid presentationTyfoid presentation
Tyfoid presentation
Yuliana
 
PPT TYPUS ABDOMINALIS (1).pptx ghsjskowndn
PPT TYPUS ABDOMINALIS (1).pptx ghsjskowndnPPT TYPUS ABDOMINALIS (1).pptx ghsjskowndn
PPT TYPUS ABDOMINALIS (1).pptx ghsjskowndn
ShakilaNatasya1
 
Demam Typhoid, disentri, difteri
Demam Typhoid, disentri, difteriDemam Typhoid, disentri, difteri
Demam Typhoid, disentri, difteri
AndiMardiyani
 

Ähnlich wie Hasil laporan seven jump demam tifoid amee (20)

Demam tifoid
Demam tifoidDemam tifoid
Demam tifoid
 
Mikrobiologi dan parasitologi
Mikrobiologi dan parasitologiMikrobiologi dan parasitologi
Mikrobiologi dan parasitologi
 
Makalah demam tyfoid
Makalah demam tyfoidMakalah demam tyfoid
Makalah demam tyfoid
 
194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid194982607 demam-tifoid
194982607 demam-tifoid
 
128114958 lp-febris
128114958 lp-febris128114958 lp-febris
128114958 lp-febris
 
demam typoid presentasi di kampus poltekkes.pptx
demam typoid presentasi di kampus poltekkes.pptxdemam typoid presentasi di kampus poltekkes.pptx
demam typoid presentasi di kampus poltekkes.pptx
 
Tifoid
TifoidTifoid
Tifoid
 
Belibis a17 demam_tifoid
Belibis a17 demam_tifoidBelibis a17 demam_tifoid
Belibis a17 demam_tifoid
 
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptxAsuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
 
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptxAsuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
Asuhan keperawatan pada pasien dengan demam typoid.pptx
 
Makalah salmonela
Makalah salmonelaMakalah salmonela
Makalah salmonela
 
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Typoid
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan TypoidAsuhan Keperawatan pada pasien dengan Typoid
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Typoid
 
Tyfoid presentation
Tyfoid presentationTyfoid presentation
Tyfoid presentation
 
PPT TYPUS ABDOMINALIS (1).pptx ghsjskowndn
PPT TYPUS ABDOMINALIS (1).pptx ghsjskowndnPPT TYPUS ABDOMINALIS (1).pptx ghsjskowndn
PPT TYPUS ABDOMINALIS (1).pptx ghsjskowndn
 
Askep thipoid
Askep  thipoidAskep  thipoid
Askep thipoid
 
Salmonella sp.pptx
Salmonella sp.pptxSalmonella sp.pptx
Salmonella sp.pptx
 
Konsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalis
Konsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalisKonsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalis
Konsep asuhan keperawatan Thypoid abdominalis
 
Flu burung
Flu burungFlu burung
Flu burung
 
4. bab 2
4. bab 24. bab 2
4. bab 2
 
Demam Typhoid, disentri, difteri
Demam Typhoid, disentri, difteriDemam Typhoid, disentri, difteri
Demam Typhoid, disentri, difteri
 

Hasil laporan seven jump demam tifoid amee

  • 1. BAB I KONSEP DASAR DEMAM TIFOID 1.1 Definisi Demam Tifoid Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ). Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella thypi ( Arief Maeyer, 1999 ). Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, (Syaifullah Noer, 1996 ). Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman, 1996). Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara fekal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan dan minuman yang terkontaminasi. 1.2 Etiologi Demam Tifoid Ashkenazi et al. (2002) menyebutkan bahwa demam tifoid disebabkan oleh jenis Salmonella tertentu yaitu Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, dan Salmonella paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh Salmonella typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi Salmonella yang lain. 1
  • 2. Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Sebagian besar strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme Salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Sebagian besar spesies resisten terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C selama 1 jam atau 60 º C selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan bahan tinja. Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein yang bersifat termolabil, dan Antigen K (selaput). 1.3 Patofisiologi Demam Tifoid Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella Thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella Thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental 2
  • 3. disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Masuknya kuman Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Penularan kuman ini dapat melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, feces, lalat yang membawa kuman tersebut, dan muntahan dari penderita Typhoid. Sebagian kuman dimusnahkan di lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak (Soegijanto, 2002). Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kuman tersebut mengeluarkan endotoksin yang selanjutnya kuman masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteriemia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa yang selanjutnya akan dilakukan fagositosis. Pada proses fagosit ini, kuman yang dapat difagosit akan mati, sedangkan yang tidak difagosit akan tetap hidup dan menyebabkan bakteriemia kedua. Kuman yang masuk ke aliran darah akan menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hiperemia. Selanjutnya kuman masuk ke dalam usus halus dan menyebabkan peradangan sehingga menimbulkan nausea dan vomitus serta adanya anoreksia masalah tersebut akan menyebabkan intake klien yang tidak adekuat dan kebutuhan nutrisi yang kurang dari tubuh yang bisa menyebabkan diare sehingga diperlukan bedrest untuk mencegah kondisi klien akan menjadi bertambah buruk. Selanjutnya kuman masuk ke dalam hepar yang selanjutnya mengeluarkan endotoksin yang akan merusak hepar sehingga terjadi hepatomegali dan juga mengakibatkan splenomegali yang disertai dengan meningkatnya SGOT/SGPT. Selain itu, kuman dapat menyebar ke hipotalamus yang menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan hipertermi sehingga klien akan mengalami malaise dan akhirnya mengganggu aktivitasnya (Muttaqin, 2011). 3
  • 4. 1.4 Manifestasi Klinis Demam Tifoid Keluhan dan gejala demam tifoid pada anak tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit demam tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat (Darmowandowo, 2006). Gejala-gejala tersebut meliputi: a. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari. b. Gejala gastrointestinal dapat berupa diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi. c. Gejala saraf sentral berupa delirium, apatis, sopor, bahkan sampai koma. 1.5 WOC/Pathway Demam Tifoid 4
  • 5. 1.6 Pemeriksaan Penunjang Demam Tifoid Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu: 1. Pemeriksaan darah tepi Penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid (Hoffman, 2002). Penelitian oleh Darmowandowo (1998) di RSU Dr.Soetomo Surabaya mendapatkan hasil pemeriksaan darah penderita demam tifoid berupa anemia (31%), leukositosis (12.5%) dan leukosit normal (65.9%) (Darmowandowo, 1998). 2. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri salmonella Typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urin dan feses (Hardi, et.al, 2002). Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal seperti telah mendapat terapi antibiotik, volume darah yang kurang, riwayat vaksinasi dan saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin meningkat (Sudoyo et al, 2007). 3. Uji serologis 5
  • 6. Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen s.Typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 ml yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi ujia widal, tes tubex, dan ELISA. Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu: a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman). b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman). c. Aglutinin K, yang dibuat karena rangsangan antigen K (berasal dari selaput kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. 4. Pemeriksaan kuman secara molekuler. Metode lain untuk identifikasi bakteri s.Typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri s.Typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen K yang spesifik untuk s.Typhi. 1.7 Penatalaksanaan Demam Tifoid Pengobatan memakai prinsip trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu: 6
  • 7. A. Pemberian antibiotic Terapi ini dimasudkan untuk membunuh kuman penyebab demam tifoid. Obat yang sering dipergunakan adalah: 1. Kloramfenikol 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14 hari. 2. Amoksilin 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali. 3. Kotrimoksazol 480 mf, 2 x 2 tablet selama 14 hari. 4. Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 6 hari: ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari: ceftriaxone 4 gram/hari selama 3 hari). B. Istirahat dan perawatan Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita sebaiknya beristirahat total ditempat tidur selam 1 minggu setelah bebas dari demam. Mobilisasi dilakukan secra bertahap, sesuai dengan keadaan penderita. Mengingat mekanisme penularan penyakit ini, kebersihan perorangan perlu dijaga karena ketidakberdayaan pasien untuk buang air besar dan air kecil. C. Terapi penunjang secara simptomatis dan suportif serta diet Agar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal mpenderita diberi makanan berupa bubur saring. Selanjutnya penderita dapat diberi makanan yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi dan mineral perlu dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita. 7
  • 8. BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DEMAM TIFOID 2.1 Pengkajian 1. Identitas Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit. 2. Keluhan utama Keluhan utama yang dirasakan oleh klien typhoid biasanya mengeluh adanya demam. 3. Riwayat penyakit sekarang Umumnya yang dirasakan pada klien dengan typhoid adalah demam, perut terasa mual, adanya anorexia, diare atau konstipasi,dan bahkan menurunnya kesadaran. 4. Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan apakah klien sebelumnya pernah mengalami typhoid atau penyakit menular yang lain. 5. Riwayat penyakit keluarga Ditanyakan apakah keluarga pernah menderita penyakit yang sama atau penyakit yang lainnya. 6. Pola-Pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan. b. Pola nutrisi dan metabolic Adanya nausea dan vomitus serta anorexia akan mempengaruhi status gizi. Pengukuran TB dan BB jika memungkinkan akan memperlihatkan adanya penurunan atau peningkatan status gizi klien. c. Pola aktivitas dan latihan Aktivitas klien akan terganggu akibat adanya malaise serta keterbatasan latihan yang mewajibkan klien untuk bed rest. 8
  • 9. d. Pola istirahat dan tidur Frekuensi dan kebiasaan tidur klien akan terganggu karena adanya proses peningkatan suhu tubuh. e. Pola eliminasi Klien dengan typhoid mengalami masalah pada pola eliminasi karena kurangnya intake asupan nutrisi dan kondisi yang mewajibkan untuk bedrest, maka klien akan beresiko besar untuk terkena konstipasi. f. Pola hubungan Akibat dari proses infeksi tersebut secara langsung akan mempengaruhi hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal. g. Pola persepsi dan konsep diri Akan terjadi perubahan jika klien tidak memahami cara yang efektif untuk mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri. h. Pola mekanisme koping Masalah timbul jika klien tidak efektif dalam mengatasi masalah kesehatannya. i. Pola nilai dan kepercayaan. Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu kebiasaan ibadahnya. 7. Pemeriksaan fisik a. B1 (Breathing) Biasanya tidak ada masalah, tetapi pada kasus berat bisa didapatkan komplikasi yaitu adanya pneumonia. b. B2 (Blood) TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit pucat, akral dingin, penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi, kadang terjadi anemia, leukopeni pada minggu awal, nyeri dada, dan kelemahan fisik. c. B3 (Brain) 9
  • 10. Pada klien dengan typhoid biasanya terjadi delirium dan diikuti penurunan kesadaran dari composmentis keapatis,somnolen hingga koma pada pemeriksaan GCS. d. B4 (Bladder) Pada kondisi berat akan terjadi penurunan output respon dari curah jantung. e. B5 (Bowel) 1) Inspeksi: lidah kotor, terdapat selaput putih, lidah hiperemis, stomatitis, muntah,kembung, adanya distensi abdomen dan nyeri abdomen, diare atau konstipasi. 2) Auskultasi: penurunan bising usus kurang dari 5x/menit pada minggu pertama dan selanjutnya meningkat akibat adanya diare. 3) Perkusi: didapatkan suara tympani abdomen akibat adanya kembung. 4) Palpasi: adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi adanya infeksi pada minggu kedua. Adanya nyeri tekan pada abdomen. f. B6 (Bone) : adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise. Kelemahan umum. Integumen : timbulnya roseola (emboli dari kuman dimana didalamnya mengandung kuman Salmonella Ttyphosa , yang timbul diperut, dada, dan bagian bokong), turgor kulit menurun, kulit kering (Muttaqin, 2011). 2.2 Diagnosa Keperawatan 1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhosa. 2. Resiko/aktual: Defisit volume cairan berhubungan dengan intake dan output yang tidak seimbang. 3. Resiko/aktual: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat akibat mual,muntah dan anoreksia. 4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi pada usus halus. 10
  • 11. 5. Gangguan pola eliminasi: diare berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus. 6. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus. 7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. 2.3 Perencanaan No 1. Diagnosa Tujuan dan keperwatan kriteria hasil Hipertermi b/d Setelah proses Intervensi Rasional dilakukan 1. Monitor TTV klien Untuk infeksi tindakan sesering mungkin. mengetahui tanda-tanda kenaikan salmonella keperawatan selama suhu yang mungkin typhosa 2x24 terjadi infeksi jam makan diharapkan tubuh suhu 2. Anjurkan klien normal, Supaya klien merasa berpakaian tipis dari nyaman, karena bahan dengan kriteria hasil: bahan yang pakaian yang 1. Suhu normal menyerap keringat akan mengurangi 2. Nadi dan RR normal 3. Tidak ada pusing tipis evaporasi tubuh. 3. Monitor intake da Untuk output klien mengamati perbaikan dan perburukan dari klien. 4. Anjurkan klien Sebagai rehidrasi dari untuk meningkatkan cairan yang hilang dari intake cairan 2-3 penguapan tubuh, liter/hari. mual, muntah dan diare. 5. Memberikan Agar lebih mudah kompres dengan air untuk memindahkan biasa (suhu normal). panas dari klien ke handuk kompres 6. Kolaborasi dengan Antibiotic untuk 11
  • 12. dokter untuk mengurangi pemberian terapi infeksi dan antipiretik antibiotic dan untuk antipiretik 2. Resiko/aktual defisit Setelah dilakukan volume tindakan 1. Monitor status mengetahui adanya tanda-tanda perbaikan keperawatan selama berhubungan 2x24 jam makan dengan intake diharapkan intake dan perburukan dari klien. 2. Anjurkan dan output yang dan output tidak seimbang. klien Untuk untuk minum seimbang, dengan 12riteria hasil: 1. Defisit menurunkan panas tubuh nutrisi klien cairan proses banyak cairan mengganti yang hilang akibat diare. 3. Monitor intake dan Sebagai dasar tindakan cairan output klien. banyaknya rehidrasi dapat teratasi yang dibutuhkan klien. 2. Tidak ada tanda- 4. Kolaborasi tanda dehidrasi. 3. Turgor baik. 4. Membrane mukosa baik. dengan membantu mengganti pemberian cairan cairan melalui IV 5. Kolaborasi dokter terjadi intravaskuler yang berkurang dengan Sebagai terapi lanjutan apabila apabila terjadi tanda- tanda-tanda tanda shock. shock. 3. Resiko/aktual nutrisi Setelah dilakukan kurang tindakan 1. Monitor status Sebagai dasar awal nutrisi klien tindakan keperawatan. dari kebutuhan keperawatan selama 2. Jelaskan pada klien meningkatkan tubuh b/d intake 2x24 jam makan tentang yang makanan untuk tentang manfaat nutrisi membantu proses sehingga adekuat tidak diharapkan nutrisi akibat klien dapat mual, muntah. terpenuhi, BB tetap atau bertambah, tidak ada anorexia dan mual muntah, dengan kriteria hasil: pentingnya pengetahuan penyembuhan. 3. Tawarkan klien memotivasi klien agar mau makan. klien Untuk menambah snack yang disukai. nafsu makan klien. 4. Jaga kebersihan oral Dapat memberi rasa pasien. nyaman pada mulut 12
  • 13. 1. Tidak ada tanda- sehingga dapat tanda mal nutrisi. menambah nafsu 2. Adanya makan. peningkatan BB 5. Berikan makanan Menghindari rasa mual sesuai dengan dalam tujuan tapi sering. porsi kecil dan keinginan untuk muntah 3. Mual dan muntah berkurang, tidak ada anoreksia. 6. Berikan asupan Supaya memudahkan nutrisi sesuai dengan klien untuk menelan diet (diet lembek, makanan dan tidak rendah serat, dan menyebabkan mual. bumbu yang tidak merangsang). 4. Gangguan rasa Setelah dilakukan nyaman : nyeri tindakan (faktor b/d inflamasi keperawatan selama kualitas, pada usus halus 2x24 jam makan skala,durasi). diharapkan rasa 1. Kaji intensitas nyeri untuk 2. Kaji mengetahui presipitasi, intensitas nyeri klien. lokasi, respon klien mengetahui nyaman klien terhadap nyeri yang sejauhmana nyeri terpenuhi. dengan dialami. mempengaruhi kriteria hasil: 1. aktivitas klien. Nyeri berkurang 3. Ajarkan klien untuk untuk membantu atau hilang, relaksasi dan mengurangi nyeri ekspresi wajah distraksi secara non rileks 2. tanda-tanda farmakologi 4. untuk membantu untuk menambah vital normal 3. mengurangi skala nyeri 1-0. secara nyeri kenyamanan klien. non farmakologi 5. Kolaborasi dengan untuk mengurangi rasa pemberian nyeri secara analgesik. farmakologis 13
  • 14. 5. Gangguan pola Setelah dilakukan 1. Identifikasi faktor Sebagai awal tindakan eliminasi: diare tindakan b/d proses keperawatan selama 2. Monitor peradangan 2x24 jam makan (warna, pada usus halus. diharapkan pola frekuensi, dan eliminasi klien konsistensi dari kembali normal. feces). penyebab diare. pengobatan BAB Mengetahui pola BAB jumlah, klien dengan kriteria hasil: 3. Monitor TTV dan Mengetahui 1. BAB normal, KU klien. adanya tanda dan gejala shock Feses pada klien. (konsistensi dan 4. Anjurkan klien Untuk frekuensi) untuk minum 2-3 cairan normal. liter setiap hari. yang keluar akibat diare 2. mencegah daerah 5. Kolaborasi rectal agar tidak merehidrasi Mengganti cairan pada pemberian cairan IV iritasi. intravakuler dan intrerstitial 3. turgor kulit 6. Kolaborasi normal dengan Anti diare membantu Dokter untuk terapy mengurangi diar anti diare 6. Gangguan pola Setelah eliminasi: konstipasi dilakukan 1. Identifikasi tindakan penyebab timbulnya awal b/d keperawatan selama jam konstipasi proses 2x24 peradangan diharapkan pola pada usus halus eliminasi klien 3. Pertahankan kembali Menentukan dasar tindakan keperawatan. makan 2. Ganti posisi klien Ganti posisi klien tiap normal. dengan kriteria hasil: tiap 2 jam sekali. cairan 2-3 setiap hari intake 2 jam sekali. memenuhi cairan dan liter memperbaiki konsistensi feces. 14
  • 15. 1. BAB normal. 2. rasa tidak 4. Kolaborasi ahli dengan Tinggi gizi serat dengan memudahkan nyaman diet pengeluaran feces berkurang 3. pemberian tinggi dan tidak ada massa. rendah lemak serat 5. Kolaborasi dokter dengan membantu dalam mengeluarkan feces. pemberian laksatif 7. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Kaji respon pasien untuk mengetahui b/d tindakan kelemahan fisik terhadap aktivitas perubahan-perubahan keperawatan selama aktivitas yang dialami 2x24 oleh klien. jam makan diharapkan klien 2. Anjurkan dapat mandiri dan aktivitas kembali untuk tetap istirahat klien 3. Batasi normal. klien Untuk aktivitas proses penyembuhan pengunjung agar klien tidak yang datang terganggu dalam dengan kriteria hasil: 1. mempercepat beristirahat klien 4. Bantu klien untuk memberikan rasa tetap normal. 2. beraktivitas kelemahan fisik hari sesuai dengan kebutuhan klien dapat berkurang kebutuhan klien sehari- nyaman, karena terpenuhi dengan dibantu oleh perawat ataupun keluarga 5. Ajarkan aktivitas Agar tidak yang dapat mengganggu bedrest dilakukan klien pada proses secara bertahap penyembuhan klien. 15