SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 21
Pengalaman Ketubuhan & Tubuh Sebagai Media
Transformasi
Oleh Anna Marsiana
Young Queer Faith & Sexuality Camp
Tubuh, titik berangkat diskursus
sosial
 Berbicara mengenai seksualitas, tidak mungkin tidak
berbicara mengenai tubuh, karena seks dan
seksualitas tidak ada tanpa tubuh.
 Isu tubuh melampaui isu gender dan seksualitas...
 Tubuh & pengalaman ketubuhan adalah sumber
material yang sahih untuk menjadi titik berangkat
diskursus sosial
Pertanyaan awal...
 Seberapa sering Anda mendengarkan tubuh Anda?
 Seberapa jauh Anda memaksimalkan potensi tubuh
penyampai komunikasi yang paling jujur?
Tubuh, pengantar komunikasi yang
paling jujur
a. Pesan untuk dunia luar:
 Bahasa pertama yang kita kenal dalam berkomunikasi dengan
dunia luar.
Contoh: ketika kita belum belajar bahasa verbal (bayi), maka kita
hanya berkomunikasi dengan tubuh kita.
Contoh: waktu kita sedang periksa gigi, dimana kita tidak bisa
berkomunikasi secara verbal, ternyata dokter gigi tahu kapan
kita kesakitan, dst, karena tubuh kita (ekspresi wajah, gerakan
mata, gerakan tangan, dst) mengirim sinyal.
 Cenderung universal, lintas bangsa, budaya, dan agama.
 Seiring dengan bertambahnya usia, bahasa verbal menggantikan
bahasa tubuh dilupakan/ tidak diberdayakana secara
maksimal
Tubuh, pengantar komunikasi yang
paling jujur
b. Pesan untuk diri kita sendiri:
Cenderung spesifik, berbeda untuk setiap individu,
sehingga harus dikenali dengan baik oleh individu itu
sendiri.
Cenderung kita abaikan, dan ketika kita
mendengarkannya, biasanya sudah terlambat (kita
sudah sakit parah, atau sudah burn-out)
Tubuh, bahasa universal yang
dilupakan...
 AI G. Manning, salah seorang penulis buku terkemuka
yang juga pendiri ESP Lab di Texas
(www.esplabs.com), dalam salah satu bukunya
menuliskan hasil penelitiannya. tabel penyakit mental
dan gejala umumnya
Tubuh Vs pikiran/mental (buku E.S.P (Extra Sensory
Perception) Indera Keenam, Mengasah Kecerdasan Spiritual oleh AI G. Manning, D. D)
Kondisi/Persoalan Mental
Gejala fisik yang sering
muncul
1. Kemarahan, kepahitan,
kebencian
2. Kebingungan, frustasi dan
kemarahan
3. Kecemasan, ketidaksabaran,
dan ketamakan
4. Perubahan perasaan yang
mendadak, ketakutan,
perasaan bersalah
5. Antagonis, perasaan rendah
diri, tertutup
1. Ruam pada kulit, bisul, alergi,
masalah jantung, kaku pada tulang
sendi, gangguan pada darah.
2. Flu, pneunomia, TBC, gangguan
pernafasan, mata, hidung,
kerongkongan, dan asma
3. Tekanan darah tinggi, migren, bisul,
rabun ayam, kurang pendengaran,
serangan jantung
4. Kecelakaan, kanker, kegagalan,
kemiskinan, seks yang buruk, “darah
kotor”
5. Alergi, sakit kepala, kurang teman,
kecelakaan, deg-degan
8 Reaksi tubuh atas stress &
depresi
1. Sakit kepala
Sakit kepala menjadi gejala paling umum dari depresi. Jika sebelumnya
telah menderita migren, kondisi ini akan semakin menjadi saat
mengalami depresi.
2. Nyeri otot
 Depresi dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Daya tahan tubuh
yang menurun dapat menyebabkan berbagai reaksi termasuk nyeri
otot.
3. Nyeri dada
 Nyeri dada umumnya identik dengan gejala penyakit jantung. Namun,
depresi juga bisa menyebabkan dada terasa nyeri atau sakit.
4. Nyeri punggung
 Depresi bisa menyebabkan nyeri punggung. Jadi jika punggung terasa
nyeri, mungkin ini berhubungan dengan depresi.
Reaksi tubuh...(lanjutan)
5. Perubahan nafsu makan
 Depresi bisa menghilangkan nafsu makan. Namun sebagian yang lain
hanya mau mengkonsums jenis makanan tertentu seperti karbohidrat.
Kelebihan karbohidrat ujungnya akan memicu kegemukan.
6. Kelelahan
 Depresi menyebkan fisik terasa lelah. Meski sudah tidur dengan
cukup, seringkali tubuh masih merasa kelelahan.
7. Sulit tidur
 Depresi bisa membuat orang suit tidur. Pun bisa tertidur, tidur tidak
nyenyak dan mudah terbangun di malam hari dan sulit kembali
tertidur.
8. Gangguan perut
 Orang yang mengalami depresilebih rentan terkena gangguan perut.
Gangguan ini termasuk mual, lebih sering sembelit atau menderita
diare.
Pertanyaan Mendasar:
 Apa makna tubuh bagi hidup Anda?
 Dimana tempat tubuh dalam hidup Anda?
 Seberapa dekat Anda dengan tubuh Anda?
 Bagaimana pendidikan keluarga, sekolah, masyarakat,
agama mengajari tentang apa dan dimana posisi tubuh
Anda bagi Anda?
 Bagaimana pengalaman Anda dengan tubuh Anda
telah membentuk Anda yang sekarang?
Jawaban yang muncul:
 Pendidikan keluarga, agama, adat-istidadat, budaya
melalui norma-norma dan peraturan yang ditetapkan
ternyata lebih banyak membentuk cara pandang kita atas
tubuh kita sendiri maupun tubuh orang lain.
 Aspek-aspek di atas (pendidikan, keluarga, agama, budaya)
seringkali disadari atau tidak merampas hak dan otoritas
kita atas tubuh kita sendiri.
 Kita menjadi tidak nyaman dengan tubuh dan diri sendiri,
kita dikonstruksikan dan “dipaksa” menjadi orang lain.
 Kita dipaksa menyangkali pengalaman ketubuhan kita
 Mendikusikan pengalaman ketubuhan adalah hal yang
membingungkan karena tidak terbiasakan
Agama,Filsafat Dualisme, Budaya Memandang
Tubuh
 Filsafat dualisme:
 Tubuh lebih rendah dari jiwa & roh.
 Jiwa & roh dilihat sebagai sesuatu yang positif, tubuh
dilihat sebagai sesuatu yang negatif.
 Agama - agama:
 Tubuh adalah gerbang dosa,
 Aktifitas ketubuhan adalah aktifitas “duniawi” artinya=
dosa
 Nirwana antara lain adalah ketika kita mampu
meninggalkan kelekatan pada hal yang bersifat ketubuhan
 Norma Sosial-Budaya: wilayah tabu
Bicara tubuh & seksualitas adalah tabu.
AKIBATNYA......
—muncul FENOMENA:
Seiring bertambahnya usia seseorang, semakin
dijauhkan dia dari tubuhnya sendiri
Semakin tinggi pendidikan formal seseorang, semakin
dijauhkan dia dari tubuhnya
Semakin religius/ taat agama seseorang semakin
dijauhkan dia dari tubuhnya
Masyarakat patriarkhis &
heterenormatif
 Konsep gender yang biner hanya mengenal gender laki
& perempuan;
 Tidak ada tempat bagi gender di luar laki &
perempuan
 Perempuan menjadi warga kelas dua, namun mereka
yang tidak termasuk dalam 2 kategori ini menjadi
warga kelas 3 atau bahkan tidak diberi tempat sama
sekali.
 Homofobia
 Heteronormatif: hetero menjadi norma, ukuran, dan
rujuan tatanan
Arena perebutan kekuasan sekaligus
instrumen politik
 Tubuh kita menjadi arena perang, dimana agama,
budaya, kapital, politik saling berebut pengaruh,
menancapkan tonggak2 kekuasannya.
 Contoh:
- Politik & Hukum: UU anti pornografi, perda-perda yang
membatasi ruang dan waktu gerak perempuan dg alasan
untuk melindungi perempuan, dst.
- Agama: yang mencoba mengatur bagaimana kita,
khususnya perempuan, harus berpakaian ataupun
berdandan & mengatur rambut (ada di semua agama);
membatasi orientasi seksual hanya pada hetero, mengatur
bagaimana perempuan harus bersikap di dalam rumah
ibadah, dst.
Arena perebutan kekuasan sekaligus
instrumen politik (lanjutan)
- Norma sosial: membuat kotak gender yang
binerjudgemental, stigma negatif perempuan dan atau
transgender, dari cara berpakaian dan dandanan, atau pun
laki-laki dari cara dia membawakan tubuhnya (misal:
“melambai”)
- Media masa-berkolaborasi dengan pasar: hanya melihat
tubuh sebagai pasar yang harus diperebutkan, dengan
menciptakan image ttn: ttg gambaran perempuan & laki-
laki ideal menggiring perempuan dan laki-laki fitting ke
dalam gambaran tsb, dan memaksa mereka yang ada di
luar kategori untuk merasa bersalah dengan tubuh dan
kedirian mereka.
Arena perebutan kekuasan sekaligus
instrumen politik (lanjutan)
 Menjadi instrumen politik:
Contoh:
- alat teror dalam perang & konflik, misal para perempuan diperkosa untuk
menteror komunitas pihak lawan.
- alat penyemangat dalam perang, misal para prajurit disuply dengan gambar
dan video porno dan wanita penyedia seks (baik secara paksa maupun secara
bayaran)
- Komoditas & assesories bagi kampanye-kampanye politik
- Instrumen utk mencapai tujuan pembangunan, misal kebijakan KB membuat
negara berhak ngobok2 reproduksi perempuan
Sebaliknya, kita juga bisa mengambil balik otoritas atas tubuh kita, dan
menjadikannya sebagai instrumen politik untuk perjuangan hak dan
transformasi sosial.
Risiko: dihakimi sebagai “bukan orang baik-baik” (terutama jika dia perempuan
dan atau transgender), padahal kita menggunakan dengan otoritas kita sendiri.
(KONTRADIKSI MASYARAKAT)
Constructed Body—Constructed
Self
 Pengalaman ketubuhan kita mendefinisikan SELF
atau KEDIRIAN kita
 Seiring dengan perjalan waktu, tubuh kita makin
terkonstruksikan, begitu pula dengan SELF/ kedirian
kita.
 Kita menjadi the constructed SELF, self yang tidak
bebas, yang dalam bertindak lebih memakai
pertimbangan yang ada di luar kita daripada
pertimbangan merdeka kita.
Pengalaman ketubuhan
mengkonstruksikan tubuh & SELF...
 Broken body == broken Self: kedirian hancur
 Labeled body == labeled Self: tubuh dari diri kita dilabli macam-
macam
 Coded body == coded Self: kita membiarkan tubuh kita bergerak
semata-mata berdasar aturan-aturan yang ada, kita membatasi
wilayah gerak kita sendiri berdasarkan aturan-aturan yang kita
dengar, lihat, dan terima.
 Imprisoned body == imprisoned Self: tubuh kita ditawan oleh
berbagai aturan agama, normal sosial, sehingga menimbulkan
rasa takut untuk melangkah dan mengambil keputusan terhadap
tubuh dan diri sendiri.
 Split body == Split Self: kita mengalami keterbelahan, antara
keinginan hakiki menjadi diri sendiri, atau harus memenuhi
ekspetasi keluarga/masyarakat/agama.
Pengalaman
ketubuhan -- SELF
yang
terkonstruksikan
Otoritas atas tubuh kita
berhadap-hadapan dengan
tekanan-tekanan dari norma-
norma agama, sosiakl, budaya,
politik, hukum, pendidikan,
gender, dst---mengkonstruksikan
kedirian kita.
Untuk membebaskan diri
kembali, maka kita dituntut selalu
berada dalam kesadaran kritis dan
negosiasi2 dalam relasi kekuasaan
yang hieraskhis.
Dari Constructed Self ke LIBERATED
SELF
 Dengan mengklain kembali/ mendapatkan kembali
otoritas kita atas tubuh dan kedirian kita, diharapkan
kita membebaskan tubuh kita dari konstruksi-
konstruksi yang sudah terakumulasi dalam diri kita.
 Dengan pembebasan yang kita lakukan terhadap
tubuh kita, diharapkan kita juga berjalan menjadi
menuju pembebasan diri.
 Menjadi Diri (SELF) yang merdeka, yang memutuskan
batas-batas ruang mana yang dia ijinkan untuk
dimasuki oleh otoritas-otoritas yang ada di luar
dirinya.

Weitere ähnliche Inhalte

Ähnlich wie Tubuh - the power battle field-- by anna marsiana

KESPRO BAGI CATIN KAK SARI.pptx
KESPRO BAGI CATIN KAK SARI.pptxKESPRO BAGI CATIN KAK SARI.pptx
KESPRO BAGI CATIN KAK SARI.pptxrisma978776
 
Manusia dan Kebudayaan
Manusia dan KebudayaanManusia dan Kebudayaan
Manusia dan KebudayaanValentinusAdr
 
MANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptx
MANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptxMANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptx
MANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptxsrianggriani2
 
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR ( ISBD ).pptx
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR ( ISBD ).pptxILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR ( ISBD ).pptx
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR ( ISBD ).pptxDitaKhanifah
 
Psikologi Kepribadian
Psikologi KepribadianPsikologi Kepribadian
Psikologi KepribadianJoko Setiawan
 
Transgender manusia keragaman-dan-kesetaraannya-_
Transgender manusia keragaman-dan-kesetaraannya-_Transgender manusia keragaman-dan-kesetaraannya-_
Transgender manusia keragaman-dan-kesetaraannya-_njuhan
 
Psikologi maslow
Psikologi maslowPsikologi maslow
Psikologi maslowelmakrufi
 
Toleransi antar umat beragama
Toleransi antar umat beragamaToleransi antar umat beragama
Toleransi antar umat beragamaHehePangibulan2
 
Sosiologi - Kebudayaan dan kepribadian
Sosiologi - Kebudayaan dan kepribadianSosiologi - Kebudayaan dan kepribadian
Sosiologi - Kebudayaan dan kepribadianAthia Nabila Faqiha
 
Bagaimana cara kebudayaan mempengaruhi konsep diri
Bagaimana cara kebudayaan mempengaruhi konsep diriBagaimana cara kebudayaan mempengaruhi konsep diri
Bagaimana cara kebudayaan mempengaruhi konsep diriRaffy Mundung
 
teori psikoanalisa sigmund freud uin suska riau
teori psikoanalisa sigmund freud uin suska riauteori psikoanalisa sigmund freud uin suska riau
teori psikoanalisa sigmund freud uin suska riauRiniHidayati8
 
Aspek seksualitas dalam keperawatan
Aspek seksualitas dalam keperawatanAspek seksualitas dalam keperawatan
Aspek seksualitas dalam keperawatanCahya
 
Keberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatanKeberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatanImmawan Awaluddin
 
Keberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatanKeberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatanImmawan Awaluddin
 
Dasar dasar perilaku individu
Dasar dasar perilaku individuDasar dasar perilaku individu
Dasar dasar perilaku individuSiti Sahati
 

Ähnlich wie Tubuh - the power battle field-- by anna marsiana (20)

KESPRO BAGI CATIN KAK SARI.pptx
KESPRO BAGI CATIN KAK SARI.pptxKESPRO BAGI CATIN KAK SARI.pptx
KESPRO BAGI CATIN KAK SARI.pptx
 
Manusia dan Kebudayaan
Manusia dan KebudayaanManusia dan Kebudayaan
Manusia dan Kebudayaan
 
MANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptx
MANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptxMANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptx
MANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptx
 
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR ( ISBD ).pptx
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR ( ISBD ).pptxILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR ( ISBD ).pptx
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR ( ISBD ).pptx
 
Psikologi Kepribadian
Psikologi KepribadianPsikologi Kepribadian
Psikologi Kepribadian
 
Transgender manusia keragaman-dan-kesetaraannya-_
Transgender manusia keragaman-dan-kesetaraannya-_Transgender manusia keragaman-dan-kesetaraannya-_
Transgender manusia keragaman-dan-kesetaraannya-_
 
Psikologi maslow
Psikologi maslowPsikologi maslow
Psikologi maslow
 
Toleransi antar umat beragama
Toleransi antar umat beragamaToleransi antar umat beragama
Toleransi antar umat beragama
 
Sosiologi - Kebudayaan dan kepribadian
Sosiologi - Kebudayaan dan kepribadianSosiologi - Kebudayaan dan kepribadian
Sosiologi - Kebudayaan dan kepribadian
 
1.manusia, masyarakat dan budaya
1.manusia,  masyarakat dan budaya1.manusia,  masyarakat dan budaya
1.manusia, masyarakat dan budaya
 
Doktrinasi satu
Doktrinasi satuDoktrinasi satu
Doktrinasi satu
 
Doktrinasi satu
Doktrinasi satuDoktrinasi satu
Doktrinasi satu
 
Bagaimana cara kebudayaan mempengaruhi konsep diri
Bagaimana cara kebudayaan mempengaruhi konsep diriBagaimana cara kebudayaan mempengaruhi konsep diri
Bagaimana cara kebudayaan mempengaruhi konsep diri
 
teori psikoanalisa sigmund freud uin suska riau
teori psikoanalisa sigmund freud uin suska riauteori psikoanalisa sigmund freud uin suska riau
teori psikoanalisa sigmund freud uin suska riau
 
Aspek seksualitas dalam keperawatan
Aspek seksualitas dalam keperawatanAspek seksualitas dalam keperawatan
Aspek seksualitas dalam keperawatan
 
Makalah isd dosen
Makalah isd dosenMakalah isd dosen
Makalah isd dosen
 
Keberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatanKeberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatan
 
Keberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatanKeberagaman dan kesederajatan
Keberagaman dan kesederajatan
 
Dasar dasar perilaku individu
Dasar dasar perilaku individuDasar dasar perilaku individu
Dasar dasar perilaku individu
 
Prinsip moral agama katolik 1 lia
Prinsip moral agama katolik 1 liaPrinsip moral agama katolik 1 lia
Prinsip moral agama katolik 1 lia
 

Mehr von Anna Marsiana

140820 identitas, otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsiana
140820 identitas,  otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsiana140820 identitas,  otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsiana
140820 identitas, otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsianaAnna Marsiana
 
2013 gmist ecotology-2
2013 gmist ecotology-22013 gmist ecotology-2
2013 gmist ecotology-2Anna Marsiana
 
2013 gmist-ecoteology
2013 gmist-ecoteology2013 gmist-ecoteology
2013 gmist-ecoteologyAnna Marsiana
 
Identitas, otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsiana
Identitas,  otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsianaIdentitas,  otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsiana
Identitas, otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsianaAnna Marsiana
 
Revitalisasi gerakan civil society & peran media
Revitalisasi gerakan civil society & peran mediaRevitalisasi gerakan civil society & peran media
Revitalisasi gerakan civil society & peran mediaAnna Marsiana
 
Socio political, cultural and religious implications
Socio political, cultural and religious implicationsSocio political, cultural and religious implications
Socio political, cultural and religious implicationsAnna Marsiana
 

Mehr von Anna Marsiana (6)

140820 identitas, otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsiana
140820 identitas,  otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsiana140820 identitas,  otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsiana
140820 identitas, otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsiana
 
2013 gmist ecotology-2
2013 gmist ecotology-22013 gmist ecotology-2
2013 gmist ecotology-2
 
2013 gmist-ecoteology
2013 gmist-ecoteology2013 gmist-ecoteology
2013 gmist-ecoteology
 
Identitas, otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsiana
Identitas,  otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsianaIdentitas,  otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsiana
Identitas, otoritas, & relasi kekuasaan by anna marsiana
 
Revitalisasi gerakan civil society & peran media
Revitalisasi gerakan civil society & peran mediaRevitalisasi gerakan civil society & peran media
Revitalisasi gerakan civil society & peran media
 
Socio political, cultural and religious implications
Socio political, cultural and religious implicationsSocio political, cultural and religious implications
Socio political, cultural and religious implications
 

Tubuh - the power battle field-- by anna marsiana

  • 1. Pengalaman Ketubuhan & Tubuh Sebagai Media Transformasi Oleh Anna Marsiana Young Queer Faith & Sexuality Camp
  • 2. Tubuh, titik berangkat diskursus sosial  Berbicara mengenai seksualitas, tidak mungkin tidak berbicara mengenai tubuh, karena seks dan seksualitas tidak ada tanpa tubuh.  Isu tubuh melampaui isu gender dan seksualitas...  Tubuh & pengalaman ketubuhan adalah sumber material yang sahih untuk menjadi titik berangkat diskursus sosial
  • 3. Pertanyaan awal...  Seberapa sering Anda mendengarkan tubuh Anda?  Seberapa jauh Anda memaksimalkan potensi tubuh penyampai komunikasi yang paling jujur?
  • 4. Tubuh, pengantar komunikasi yang paling jujur a. Pesan untuk dunia luar:  Bahasa pertama yang kita kenal dalam berkomunikasi dengan dunia luar. Contoh: ketika kita belum belajar bahasa verbal (bayi), maka kita hanya berkomunikasi dengan tubuh kita. Contoh: waktu kita sedang periksa gigi, dimana kita tidak bisa berkomunikasi secara verbal, ternyata dokter gigi tahu kapan kita kesakitan, dst, karena tubuh kita (ekspresi wajah, gerakan mata, gerakan tangan, dst) mengirim sinyal.  Cenderung universal, lintas bangsa, budaya, dan agama.  Seiring dengan bertambahnya usia, bahasa verbal menggantikan bahasa tubuh dilupakan/ tidak diberdayakana secara maksimal
  • 5. Tubuh, pengantar komunikasi yang paling jujur b. Pesan untuk diri kita sendiri: Cenderung spesifik, berbeda untuk setiap individu, sehingga harus dikenali dengan baik oleh individu itu sendiri. Cenderung kita abaikan, dan ketika kita mendengarkannya, biasanya sudah terlambat (kita sudah sakit parah, atau sudah burn-out)
  • 6. Tubuh, bahasa universal yang dilupakan...  AI G. Manning, salah seorang penulis buku terkemuka yang juga pendiri ESP Lab di Texas (www.esplabs.com), dalam salah satu bukunya menuliskan hasil penelitiannya. tabel penyakit mental dan gejala umumnya
  • 7. Tubuh Vs pikiran/mental (buku E.S.P (Extra Sensory Perception) Indera Keenam, Mengasah Kecerdasan Spiritual oleh AI G. Manning, D. D) Kondisi/Persoalan Mental Gejala fisik yang sering muncul 1. Kemarahan, kepahitan, kebencian 2. Kebingungan, frustasi dan kemarahan 3. Kecemasan, ketidaksabaran, dan ketamakan 4. Perubahan perasaan yang mendadak, ketakutan, perasaan bersalah 5. Antagonis, perasaan rendah diri, tertutup 1. Ruam pada kulit, bisul, alergi, masalah jantung, kaku pada tulang sendi, gangguan pada darah. 2. Flu, pneunomia, TBC, gangguan pernafasan, mata, hidung, kerongkongan, dan asma 3. Tekanan darah tinggi, migren, bisul, rabun ayam, kurang pendengaran, serangan jantung 4. Kecelakaan, kanker, kegagalan, kemiskinan, seks yang buruk, “darah kotor” 5. Alergi, sakit kepala, kurang teman, kecelakaan, deg-degan
  • 8. 8 Reaksi tubuh atas stress & depresi 1. Sakit kepala Sakit kepala menjadi gejala paling umum dari depresi. Jika sebelumnya telah menderita migren, kondisi ini akan semakin menjadi saat mengalami depresi. 2. Nyeri otot  Depresi dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Daya tahan tubuh yang menurun dapat menyebabkan berbagai reaksi termasuk nyeri otot. 3. Nyeri dada  Nyeri dada umumnya identik dengan gejala penyakit jantung. Namun, depresi juga bisa menyebabkan dada terasa nyeri atau sakit. 4. Nyeri punggung  Depresi bisa menyebabkan nyeri punggung. Jadi jika punggung terasa nyeri, mungkin ini berhubungan dengan depresi.
  • 9. Reaksi tubuh...(lanjutan) 5. Perubahan nafsu makan  Depresi bisa menghilangkan nafsu makan. Namun sebagian yang lain hanya mau mengkonsums jenis makanan tertentu seperti karbohidrat. Kelebihan karbohidrat ujungnya akan memicu kegemukan. 6. Kelelahan  Depresi menyebkan fisik terasa lelah. Meski sudah tidur dengan cukup, seringkali tubuh masih merasa kelelahan. 7. Sulit tidur  Depresi bisa membuat orang suit tidur. Pun bisa tertidur, tidur tidak nyenyak dan mudah terbangun di malam hari dan sulit kembali tertidur. 8. Gangguan perut  Orang yang mengalami depresilebih rentan terkena gangguan perut. Gangguan ini termasuk mual, lebih sering sembelit atau menderita diare.
  • 10. Pertanyaan Mendasar:  Apa makna tubuh bagi hidup Anda?  Dimana tempat tubuh dalam hidup Anda?  Seberapa dekat Anda dengan tubuh Anda?  Bagaimana pendidikan keluarga, sekolah, masyarakat, agama mengajari tentang apa dan dimana posisi tubuh Anda bagi Anda?  Bagaimana pengalaman Anda dengan tubuh Anda telah membentuk Anda yang sekarang?
  • 11. Jawaban yang muncul:  Pendidikan keluarga, agama, adat-istidadat, budaya melalui norma-norma dan peraturan yang ditetapkan ternyata lebih banyak membentuk cara pandang kita atas tubuh kita sendiri maupun tubuh orang lain.  Aspek-aspek di atas (pendidikan, keluarga, agama, budaya) seringkali disadari atau tidak merampas hak dan otoritas kita atas tubuh kita sendiri.  Kita menjadi tidak nyaman dengan tubuh dan diri sendiri, kita dikonstruksikan dan “dipaksa” menjadi orang lain.  Kita dipaksa menyangkali pengalaman ketubuhan kita  Mendikusikan pengalaman ketubuhan adalah hal yang membingungkan karena tidak terbiasakan
  • 12. Agama,Filsafat Dualisme, Budaya Memandang Tubuh  Filsafat dualisme:  Tubuh lebih rendah dari jiwa & roh.  Jiwa & roh dilihat sebagai sesuatu yang positif, tubuh dilihat sebagai sesuatu yang negatif.  Agama - agama:  Tubuh adalah gerbang dosa,  Aktifitas ketubuhan adalah aktifitas “duniawi” artinya= dosa  Nirwana antara lain adalah ketika kita mampu meninggalkan kelekatan pada hal yang bersifat ketubuhan  Norma Sosial-Budaya: wilayah tabu Bicara tubuh & seksualitas adalah tabu.
  • 13. AKIBATNYA...... —muncul FENOMENA: Seiring bertambahnya usia seseorang, semakin dijauhkan dia dari tubuhnya sendiri Semakin tinggi pendidikan formal seseorang, semakin dijauhkan dia dari tubuhnya Semakin religius/ taat agama seseorang semakin dijauhkan dia dari tubuhnya
  • 14. Masyarakat patriarkhis & heterenormatif  Konsep gender yang biner hanya mengenal gender laki & perempuan;  Tidak ada tempat bagi gender di luar laki & perempuan  Perempuan menjadi warga kelas dua, namun mereka yang tidak termasuk dalam 2 kategori ini menjadi warga kelas 3 atau bahkan tidak diberi tempat sama sekali.  Homofobia  Heteronormatif: hetero menjadi norma, ukuran, dan rujuan tatanan
  • 15. Arena perebutan kekuasan sekaligus instrumen politik  Tubuh kita menjadi arena perang, dimana agama, budaya, kapital, politik saling berebut pengaruh, menancapkan tonggak2 kekuasannya.  Contoh: - Politik & Hukum: UU anti pornografi, perda-perda yang membatasi ruang dan waktu gerak perempuan dg alasan untuk melindungi perempuan, dst. - Agama: yang mencoba mengatur bagaimana kita, khususnya perempuan, harus berpakaian ataupun berdandan & mengatur rambut (ada di semua agama); membatasi orientasi seksual hanya pada hetero, mengatur bagaimana perempuan harus bersikap di dalam rumah ibadah, dst.
  • 16. Arena perebutan kekuasan sekaligus instrumen politik (lanjutan) - Norma sosial: membuat kotak gender yang binerjudgemental, stigma negatif perempuan dan atau transgender, dari cara berpakaian dan dandanan, atau pun laki-laki dari cara dia membawakan tubuhnya (misal: “melambai”) - Media masa-berkolaborasi dengan pasar: hanya melihat tubuh sebagai pasar yang harus diperebutkan, dengan menciptakan image ttn: ttg gambaran perempuan & laki- laki ideal menggiring perempuan dan laki-laki fitting ke dalam gambaran tsb, dan memaksa mereka yang ada di luar kategori untuk merasa bersalah dengan tubuh dan kedirian mereka.
  • 17. Arena perebutan kekuasan sekaligus instrumen politik (lanjutan)  Menjadi instrumen politik: Contoh: - alat teror dalam perang & konflik, misal para perempuan diperkosa untuk menteror komunitas pihak lawan. - alat penyemangat dalam perang, misal para prajurit disuply dengan gambar dan video porno dan wanita penyedia seks (baik secara paksa maupun secara bayaran) - Komoditas & assesories bagi kampanye-kampanye politik - Instrumen utk mencapai tujuan pembangunan, misal kebijakan KB membuat negara berhak ngobok2 reproduksi perempuan Sebaliknya, kita juga bisa mengambil balik otoritas atas tubuh kita, dan menjadikannya sebagai instrumen politik untuk perjuangan hak dan transformasi sosial. Risiko: dihakimi sebagai “bukan orang baik-baik” (terutama jika dia perempuan dan atau transgender), padahal kita menggunakan dengan otoritas kita sendiri. (KONTRADIKSI MASYARAKAT)
  • 18. Constructed Body—Constructed Self  Pengalaman ketubuhan kita mendefinisikan SELF atau KEDIRIAN kita  Seiring dengan perjalan waktu, tubuh kita makin terkonstruksikan, begitu pula dengan SELF/ kedirian kita.  Kita menjadi the constructed SELF, self yang tidak bebas, yang dalam bertindak lebih memakai pertimbangan yang ada di luar kita daripada pertimbangan merdeka kita.
  • 19. Pengalaman ketubuhan mengkonstruksikan tubuh & SELF...  Broken body == broken Self: kedirian hancur  Labeled body == labeled Self: tubuh dari diri kita dilabli macam- macam  Coded body == coded Self: kita membiarkan tubuh kita bergerak semata-mata berdasar aturan-aturan yang ada, kita membatasi wilayah gerak kita sendiri berdasarkan aturan-aturan yang kita dengar, lihat, dan terima.  Imprisoned body == imprisoned Self: tubuh kita ditawan oleh berbagai aturan agama, normal sosial, sehingga menimbulkan rasa takut untuk melangkah dan mengambil keputusan terhadap tubuh dan diri sendiri.  Split body == Split Self: kita mengalami keterbelahan, antara keinginan hakiki menjadi diri sendiri, atau harus memenuhi ekspetasi keluarga/masyarakat/agama.
  • 20. Pengalaman ketubuhan -- SELF yang terkonstruksikan Otoritas atas tubuh kita berhadap-hadapan dengan tekanan-tekanan dari norma- norma agama, sosiakl, budaya, politik, hukum, pendidikan, gender, dst---mengkonstruksikan kedirian kita. Untuk membebaskan diri kembali, maka kita dituntut selalu berada dalam kesadaran kritis dan negosiasi2 dalam relasi kekuasaan yang hieraskhis.
  • 21. Dari Constructed Self ke LIBERATED SELF  Dengan mengklain kembali/ mendapatkan kembali otoritas kita atas tubuh dan kedirian kita, diharapkan kita membebaskan tubuh kita dari konstruksi- konstruksi yang sudah terakumulasi dalam diri kita.  Dengan pembebasan yang kita lakukan terhadap tubuh kita, diharapkan kita juga berjalan menjadi menuju pembebasan diri.  Menjadi Diri (SELF) yang merdeka, yang memutuskan batas-batas ruang mana yang dia ijinkan untuk dimasuki oleh otoritas-otoritas yang ada di luar dirinya.