2. Identitas
• Tidak bebas dari kepentingan: Setiap identitas yang kita
bawa memiliki muatan dan kepentingan baik yang
dilekatkan dari luar maupun yang dibawa oleh si pemilik
identitas
• Tidak tunggal: Setiap orang membawa identitas lebih dari
satu, baik yang bersifat bawaan lahir (etnis, ras, jenis
kelamin) maupun yang pilihan dan atau bentukan sosial
(agama, budaya, aliansi politik, pendidikan, status sosial-
ekonomi, status dalam keluarga, dst)
• Identitas sangat cair: Setiap hari kita berpindah dari
identitas yang satu ke identitas yang lain secara sadar,
maupun tidak sadar demi agar fitting untuk kondisi
tertentu, posisi tertentu, kepentingan tertentu.
3. Identitas ...
Contoh bahwa identitas adalah cair: Seorang perempuan
di tempat kerjanya memakai identitasnya sebagai
direktur perusahaan, ketika di rumah dia berpindah
identitas sebagai istri dan ibu, dengan peran yang
diharapkan darinya, dan jika suaminya adalah PNS,
maka di kantor suami tiba-tiba menjadi assesories
suami dengan label darma wanita.
Dalam perpindahan identitas tsb, dia jg melakukan
perpindahan peran dan perilaku seperti yang
‘diharapkan’ darinya. Misal: dikantor, peran pemimpin
yang menonjol, di rumah, peran merawat yang
menonjol, di kantor suami, tergantung posisi jabatan
suami.
4. Identitas...
• Orang secara selektif memperkenalkan diri
dengan satu atau dua identitas tertentu karena
ada tujuan & kepentingan tertentu.
• Identitas kita dibentuk dalam konteks ketegangan
relasi kekuasan antara kita dengan aspek dan
elemen sosial di luar kita, dan ketegangan relasi
kekuasan antar aspek sosial itu sendiri.
• Seluruh aspek sosial tersebut berada dalam
struktur piramida: hierarkhis, power over, ada
yang mendominasi dan ada yang didominasi.
5. Identitas & multikulturalisme-
pluralisme
• Kenyataan bahwa dalam diri seseorang tidak
membawa identitas tunggal, melainkan multi, dan
bahwa identitas seseorang bersifat cair, maka
pluralisme dan multikuluturalisme bukanlah sebuah
pilihan melainkan konsekuensi.
• Di dalam konteks Indonesia dimana ada lebih dari 100
suku dan sub-suku dengan lebih dari 300 bahasa
daerah aktif, 6 agama resmi dan puluhan agama suku
dan kepercayaan yang masih hidup, maka
multikulturalisme dan pluralisme sekali lagi bukanlah
pilihan melainkan SYARAT MUTLAK untuk kehidupan
bersama, berbangsa & bernegara!
6. Identitas & politik identitas
• Karena identitas tidak pernah bebas dari
kepentingan, identitas sangat rentan untuk
dipolitisir
• Identitas sektarian & primordialisme menguat:
berbasis agama, etnis, suku, afiliasi politik
rentan politisir
• Politik identitas: bias gender, patriarkhis, bias
mayoritas & dominan (agama, suku, budaya),
heteronormatif.
7. Otoritas & kekuasaan
• Otoritas, legitimasi kewenangan untuk membuat keputusan dan bertindak
atas sesuatu, seseorang dan atau diri sendiri.
• Bisa bersifat inherent, misalnya bahwa setiap orang memiliki otoritas atas
tubuh & dirinya sendiri.
• Otoritas atas tubuh dan diri kita TIDAK diberikan oleh institusi tertentu
yang dipahami sebagai institusi pemilik atau pemberi otoritas seperti
institusi negara, institusi agama, institusi hukum, dst, melainkan kita bawa
dari lahir, sifatnya hakiki.
• Sebaliknya, institusi negara, institusi agama, dll itu melalui produk-produk
hukum, aturan, ajaran, dogma, MERAMPAS otoritas kita atas tubuh & diri
kita.
• Otoritas atas tubuh dan diri—selalu dalam proses dialektika dengan
berbagai otoritas di luar kita.
• Proses tawar-menawar dg otoritas di luar sana hanya bisa terjadi jika kita
terlebih dulu meyakini bahwa kita adalah pemiliki otoritas atas tubuh dan
diri sendiri.
8. Otoritas & kekuasaan
• Kekuasaan, dalam presentasi ini, didefinisikan sebagai
otoritas yang diberikan dari luar: anggota organisasi
kepada ketua atau sekretaris ekskutifnya, rakyat
kepada anggota DPR atau kepala pemerintahnya, umat
kepada pemimpinnya, atau pimpinan kepada wakilnya.
• Mengandung unsur delegasi kewenangan dan
pemberian hak dari si pemberi kuasa.
• Karenanya, mengandung kewajiban yang harus
dipenuhi oleh si penerima delegasi (baca: penguasa)
• Kewenangan seorang penguasa dibatasi oleh kewajiban
yang harus dipenuhinya.
9. Bentuk-bentuk kekuasaan
• Coercive power/Kuasa paksaan: Penekanan kepada
hukuman bagi mereka yang tidak melakukan instruksi
• Reward Power: Kuasa lebih didasarkan kepada
reward/hadiah/bonus yang diberikan kepada mrk yg taat.
• Legitimative Power: Penguasa menuntut ketaatan dari
pengikutnya utk melegitimasi kekuasaannya.
• Expert Power: Penguasa yang memiliki kekuasaan karena
expertise/keahlian yang dimilikinya (memakai keahliannya)
• Referent Power: Ketika si penguasa memiliki karisma yang
luarbiasa sehingga para pengikutnya menjadikannya role
model.
10. Paradigma & praktek kekuasaan
• Power over: paradigma yang melihat dan
memakai kekuasaan untuk menguasai orang lain.
• Paradigma ini merupakan paradigma yang paling
umum –disadari atau tidak– dipakai dalam
praktek kekuasaan di dunia ini. Karenanya
kekuasaan menjadi perebutan.
• Paradigma ini rentan memunculkan praktek
otoritarianisme (otoriter), bersifat menjajah,
menindas, memarjinalisasikan bahkan
mendiskriminasikan kelompok tertentu.
11. Paradigma & praktek kekuasaan..
• Power within: kekuasaan dipahami sebagai
adanya timbal balik seimbang antara
kewenangan/hak dan kewajiban atas pemenuhan
hak yang didelegasikan kepadanya.
• Kekuasaan dipahami sebagai pengaruh yang
dimiliki agar si pemiliki kuasa itu mampu
membuat yang lain juga memiliki kuasa;
• Power to empower
• Merupakan perlawanan atas paradigma power
over. upaya mengembalikan kekuasaan sebagai
kendaraan untuk melakukan transformasi sosial.
12. Paradigma & praktek kekuasaan...
• Power sharing: suatu praktek kekuasaan dimana pemilik
kekuasaan percaya bahwa semakin absolut suatu
kekuasaan, maka semakin rentan dia terhadap
penyalahgunaan (abuse of power).
• Untuk meminimalkan kesempatan power
abuse/penyalahgunaan kekuasaan, maka dipraktekkanlah
kepemimpinan secara kolektif, dimana kekuasaan
didistribusikan.
• Contoh: sistem pemerintahan demokrasi, dimana
kekuasaan didistribusikan antara eksekutif, legislatif, dan
yudikatif.
• Contoh: dalam organisasi, dimana sistem kepemimpinan
secara kolektif dengan struktur yang flat .
13. Identitas & Relasi Kekuasaan
• Kenyataan bahwa dalam diri seseorang tidak membawa identitas
tunggal, melainkan multi, dan bahwa identitas itu dibentuk dalam
ketegangan relasi-relasi kekuasaan maka untuk bisa menjadi
identitas yang merdeka sekaligus memerdekan, dituntut kesadaran
kritis yang bersifat konstan atas relasi-relasi kekuasaan yang ada,
dan posisi kita masing di dalam setiap piramida kekukasaan tsb.
• Dengan kesadaran bahwa setiap individu memiliki posisinya masing-
masing yang berbeda-beda di setiap piramida, maka sesungguhnya
tidak ada orang yang sama sekali powerless.
• Menuntut kesadaran bahwa koalisi untuk transformasi relasi
kekuasaan bersifat kompleks, karena setiap orang memiliki lebih
dari 1 posisi, dan karenanya pasti lebih dari 1 kepentingan.
14. Power is Exercised
• Power is exercised: artinya kekuasaan itu tidak datang dari langit,
melainkan melalui proses yang bersifat relasional, antara si pemberi
kekuasaan dan si penerima kekuasaan. Seseorang tdk bisa
mengklaim berkuasa kalau masyarakat di sekitarnya/anggita
organisasi tdk mengakui kekuasaannya.
• Kekuasaan terakumulasi pd seseorang atau kelompok tertentu
karena ada proses timbal balik, tidak akan terjadi jika pihak
“pemberi” kuasa tidak mengijinkan hal itu terjadi.
• Namun pada saat yang sama, kekuasaan terakumulasi karena dalam
proses exercising atau pengasahan kekuasaan tsb, selalu bersifat
bias akses (hanya yang memiliki akses terhadap kekuasaan yang
mampu memberikan pengaruh dan kontribusi).
• Pengasahan kekuasaan melalui pembentukan dan pengembangan
diskursus (pemilihan material, penerjemahan & intepretasi,
distribusi) yang bersifat selektif dan tidak bebas kepentingan.
15. Power is exercised: bias perspektif
pemenang
Karena:
Hanya mereka yang punya akses ke kekuasaan bisa memberikan
suaranya. Semakin di bawah kecenderungan posisi seseorang dalam
multiple piramida, semakin dia tidak punya akses dalam
mempengaruhi kekuasaan
Contoh: seorang transgender, miskin, berpendidikan rendah, dari
kampung terpencil akan berada di dasar piramida dari minimal 4
piramida sosial, yang berarti dia termarginalkan secara 4 lapis.
Kondisi tsb membuat dia nyaris tdk mungkin punya akses untuk ikut
mempengaruhi kekuasaan; ada ketimpangan besar dalam relasi
kekuasaan dia dengan si penguasa.
Catatan: dalam masyarakat yang bias gender, maka seorang
transgender tdk diterima dlm masyarakat drop out sekolah
tdk ada lapangan kerja miskin di jalanan makin tdk punya
akses
16. Power is exercised: bias perspektif
pemenang (lanjutan)
• Setiap individu/kelompok memiliki
kepentingannya sendirisetiap suara yang
disuarakan mewakili kepentingan
individu/kelompok tsb.
• Jika hanya mereka yang memiliki akses ke
kekuasaan punya suara, mk hanya kepentingan
para pemilik akses inilah yang terwakili.
• “Power tends to corrupt”
• Definisi, deksripsi, isu sosial yang dibentuk
bias Cenderung menjaga status quo
17. Pembentukan diskursus sebagai bagian
dari pengasahan kekuasaan
• Kata kuncinya adalah: proses selektif
• Ada 3 langkah:
1. Pemilihan materi
2. Interpretasi/tafsir & pembentukan definisi
3. Distribusi
Semuanya bersifat selektif.
18. Kata kunci: SELEKTIF- Pemilihan
materi
- di sekitar kita ada banyak sekali isu & persoalan, seorang
penguasa akan secara selektif memilih isu mana yang akan
dilempar ke publik.
- Ingat!!!!Seleksi isu tidak pernah bebas dari kepentingan
Misal: dalam konteks Indonesia, ada isu mega korupsi oleh
tokoh politik dari partai berkuasa, kasus bayi mati karena
ditolak RS, ada kasus pembunuhan mutilasi di jalan tol.
Maka humas pemerintah akan memilih untuk mengangkat
kasus mutilasi dan blow up besar-besaran sehingga atensi
masyarakat terfokus pada kasus ini dan melupakan kasus
mega korupsi atau pun matinya bayi krn ditolak RS.
19. Kata kunci: SELEKTIF-interpretasi
• Tidak ada subyek atau teks yang memiliki interpretasi
tunggal.
• Teks tidak mati
• Dari banyak interpretasi, maka seorang penguasa akan
menentukan (Selektif) interpretasi yang mana yang
akan diambil atau akan membentuk interpretasinya
sendiri yang menguntungkan posisinya.
• Misal:
Jika blow up kasus mutilasi tdk berhasil, maka mereka
akan menyiapkan versi kasus korupsi dan memberikan
interpretasi mereka yang bias pembenaran di sana-sini.
20. Kata kunci: SELEKTIF-distribusi
• Dari banyak media untuk distribusi, maka
penguasa akan memilih saluran distribusi, media
massa, yang dianggap bisa diajak berkolaborasi,
atau memiliki kepentingan yang sama.
• Bayangkan jika semua saluran distribusi ternyata
ada di bawah hegemoni penguasa, atau jika
hanya ada satu saluran distribusi, atau jika
pemilik saluran distribusi ternyata adalah juga
bagian dari struktur & lingkarang penguasa.
21. Kita dalam peta relasi kekuasaan..
• Kita berada dalam ketegangan berbagai bentuk dan level relasi kekuasaan
yang bias gender, heteronormatif, hierarkhis, patriarkhis.
• Dituntut selalu dalam kesadaran kritis akan identitas & posisi multi kita.
• Dituntut untuk selalu dalam kesadaran kritis akan proses selektif yang
mengitari kekuasaan dengan selalu bertanya:
• - Apakah relasi kekuasaan tsb bersifat membebaskan atau sebaliknya
memenjarakan & meminggirkan buat saya dan masyarakat di luar saya.
• - Kalau tidak, siapa yang diuntungkan?
• - Kira-kira proses selektif seperti apa uang sudah terjadi dalam
membentuk relasi kekuasaan yang ada itu?
• - Bagaimana caranya untuk bisa mengubah peta relasi agar bersifat lebih
membebaskan/memerdakan, pertama-tama untuk saya, dan kemudian
untuk lingkungan yang lebih luas.
Posisi “SAYA” sbg subyek di sini sangat penting, karena tidak proses
perubahan sosial (pembebasan, pemerdekaan) tanpa adanya pembebasan
dan pemerdekaan diri sendiri.