Dokumen tersebut membahas tentang landasan filosofis kurikulum. Beberapa poin utama yang diangkat antara lain tentang pengaruh filsafat terhadap penyusunan kurikulum, peranan kurikulum berdasarkan aliran filsafat seperti konservatif, kreatif, dan kritis, serta aliran-aliran filsafat pendidikan seperti perenialisme, esensialisme, progresivisme, dan rekonstruksionisme.
2. Teknik Elektro
Teknologi Pendidikan
S1 KKT Teknik Informatika
PHILOSOPHOCAL FOUNDATIONS OF
CURICULUM ( LANDASAN
FILOSOFIS KURIKULUM)
A. Pendahuluan
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh
kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan
manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dipandang sembarangan. Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan – landasan yang kuat, yang didasarkan kepada hasil – hasil
pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan kepada
landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan
sendirinya akan berakibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
B. Filsafat dan Kurikulum
Filsafat membantu orang orang yang berhubungan dengan kurikulum yang didasarkan pada
bagaimana sekolah dan kelas diorganisir. Pentingnya filsafat itu menentukan keputusan –
keputusn dalam sebuah kurikulum, seperti menurut L. Thomas Hopkins, ketika pejabat
dipendidikan menyarankan akan skedul yang berpihak kepada gurudan siswa, pasti berdasarkan
kepada filsafat yang dianutnya. Selanjutnya Hopkins menyatakan bahwa filsafat itu penting
untuk semua aspek kurikulum. Apakah filsafat itu dinyatakan secara jelas atau tidak. Jhon
Goodlad menyatakan bahwa filsafat adalah titik awal dalam memutuskan suatu kurikulum dan
menjadi basis untuk semua bagian kurikulum. Filsafat menjadi kriteria untuk menentukan tujuan,
alat dan hasil dari kurikulum.
Smiths, Stanlay dan Shores juga berpendapat bahwa peranan filsafat dalam mengembangkan
kurikulum adalah sebagai berikut :
1. Merumuskan tujuan pendidikan
2. Menyeleksi dan mengorganisasikan pengetahuan
3. Memformulasi aktifitas dan proses dasar
Menjawab masalah ketimpangan antara apa yang dilihat dengan yang sebenarnya.
C. Filsafat dan Peranan Kurikulum
Filsafat mempengaruhi pandangan kurikulum yang mana kurikulum sebagai suatu program
pendidikan yang telah direncanakan, dan mengembangkan peran sebagai berikut:
3. 1. Peranan Konseruatif
Menekankan bahwa kurikulum itu dapat dijadikan sebagai sarana mantransnusikan nilai – nilai
budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda.
1. Peranan Kreatif
Menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan
pertimbangan yang terjadi dan kebutuhan – kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan yang
akan datang.
1. Peranan Kritis dan Evaluatif
Peranan imi dilatar belakangi oleh adanya budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa
mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai – nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu
disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang.
D. Filsafat Sebagai Sumber Kurikulum
Sumber kurikulum ada dua, yaitu :
1. Titik awal dari pengembangan kurikulum
2. Sebagai interpedensi ( menghubungkan antara yang satu dengan yang lainnya)
Jhon Dewey menyakan bahwa bagian dari filsafat adalah menyediakan kerangka kerja atau
acuan bagi tujuan, metode dari sekolah( menyediakan pengetian umum tentang kehidupan dan
cara berfikir). Selanjutnya Jhon Dewey menyakan bahwa filsafat itu tidak hanya sebagai titik
awal tetapi juga penting bagi segala aktifitas kurikulum dan sekolah yang merupakan
laboratorium pendidikan, dimana perbedaan filsafat terlihat dengan jelas.
Sementara itu menurut Tyler’s filsafat adalah suatu kriteria untuk menyusun pendidikan,
selanjutnya tyler’s juga berpendapat bahwa filsafat sosial dan pendidikan yang dianut oleh suatu
sekolah dapat berfungsi sebagai lapissan pertama untuk mengembangkan program – program
sekolah, karena itu filsafat pendidikan dalam masyarakat demokrasi secara tegas juga
menekankan niai – nilai demokrasi disekolah.
E. Aliran – Aliran Filsafat Utama
Ada beberapa aliran filsafat yang mempunyai pengaruh besar terhadap pendidikan di Amerika,
diantaranya ialah Idealisme, realisme, Pragmatisme, dan eksistensialisme. Untuk lebih jelasnya,
bentuk ini akan diuraikan secara ringkat keempat aliran tersebut :
1.
Idealisme
Tokoh – tokoh yang menganut faham idealisme adalah Plato, yang berpengruh besar terhadap
faham – faham pendidikan. Idealisme menekankan kepada moral dan kenyataan spritual sebagai
4. ide utama dalam dunia. Kebenaran dan nilai – nilai yang sifatnya absolut tak terbatas waktu dan
universal. Pikiran dan ide sifatnya permanen terus menerus dan tersusun pada susunan yang
sempurna.
Mengetahui adalah memikirkan kembali ide terakhir yang pernah muncul dalam pikiran. Tugas
guru adalah membangkitkan pengetahuan yang dimilikikepada kesadaran. Oleh karenya, belajar
melibatkan ingatandan belajar dengan ide, kemudian pendidikan sangat konsen terhadap konsep
– konsep materi pendidikan yang idealis lebih menyukai susunan dan poloa dari ilmu
pengetahuan dalam kurikulum yang berhubungan dengan ide-ide dan konsep satu sama lain.
2.
Realisme
Tokoh aliran realisme adalah Aristoteles, Thomas Aquinas, Harry Broudy dan John wild, mereka
melihat dunia dari segi objek dan materi. Kaum realisme menekankan kurikulum berisikan mata
pelajaran yang diorganisasikan secara terpisah, yang sangat penting adalah membaca, menulis,
aritmatik Bbagi kaum realisme ini. Dan bagi kaum idealisme pengetahuan berasal dari
mempelajari ide – ide nasional dan kebenaran – kebenaran universal dalam kontek seni, sastra
bahasa ( Art ), akan tetapi bagi penganut paham realisme kebenaran dan kenyataan berasal dari
saiins dan seni.
3.
Pragmatisme
Tokoh pragmatisme adalah John Dewey. Pragmatisme menganggap bahwa pengetahuan adalah
proses dimana realita selalu berubah. Karena itu belajar terjadi jika seseorang terlibat dalam
pemecahan masalah ( Problem Solving ).
Menurut John Dewey, pendidikan adalah proses meningkatkan bukan menerima kondisi
manusia. Oleh karena itu penekanan pada problem solving menggunakan metode scientific tidak
mengumpulkan fakta – fakta atau pandangan – pandangan. Jadi mata pelajaran itu adalah
interdisipliner. Kaum pragmatisme menganggap proses pembelajaran adalah proses
merekonstruksi pengalaman sesuai dengan metode scientific, karena itu belajar harus secara
aktif, baik secara individu/kelompok dalam menyelesaikan masalah.
4.
Eksistensial
Pragmatisme itu berasal dari Amerika sedangkan Eksistensial itu berasal dari Eropa. Menurut
kaum Eksistensial ini manusia dihadapkan kepada berbagai pilihan dalam situasi yang
dihadapinya. Setiap manusia menciptakan defenisinya sendiri termasuk dalam melakukannya
sesuai dengan pilihannya.
Eksistensial lebih menyukai benda secara bebas untuk memilih apa yang ingin dipelajarinya dan
yang dianggapnya benar karena sasaran eksistensialisme sama dengan pragmatis yaitu
meningkatkan kehidupan umat manusia. Pembelajaran lebih banyak diskusi/dialog tentang apa
yang dianggapnya baik.
F. Filsafat Pendidikan
5. Filsafat pendidikan juga diwarnai dengan aliran-aliran, yaitu Perenialisme, Esensialisme,
Progresivisme dan Rekonstruksianisme, berikut penjabarannya :
1.
Perenialisme
Perenialisme, jawaban terhadap pertanyaan pendidikan merujuk pada satu pertanyaan yaitu
apakan hakikat manusia?. Perenialisme menganggap bahwa hakikat manusia adalah konstan atau
tetap. Manusia mempunyai kemampuan memahami dan mengerti kebenaran-kebenaran universal
dari alam. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan rasionalitas manusia dan membuka
kebenaran-kebenaran universal dengan cara melatih intelektual.
Kurikulum perenial adalah subjek center (berpusat pada subjek) berasal dari disiplin-disiplin
ilmu apa yang disebut dengan liberal dengan tekanan pada bahasa, sastra, matematika, arts dan
sains. Guru dipandang orang yang ahli dibidangnya, karena itu harus menguasai bidangnya atau
disiplin ilmunya, dan membimbing siswa untuk berdiskusi. Mengajar didasarkan terutama sekali
pada metode sokrates yaitu penjelasan secara lisan, perkuliahan. Minat siswa tidak relevan untuk
pengembangan kurikulum karena siswa belum m atang dan tidak punya pertimbangan untuk
menentukan apa pengetahuan dan nilai-nilai terbaik. Nilai-nilai terbaik yang akan dipelajarinya.
Oleh karena itu dalam kurikulum ini sangat sedikit yang sifatnya elektif (semua sudah
ditentukan/tidak ada pilihan).
2.
Essensialisme
Pencetus essensialisme adalah William Bagley. Essensialisme lebih konsen pada isu-isu
kontemporer. Menurut esensialis kurikulum sekolah harus diarahkan kepada sifatnya yang
esensial saja sains, sejarah, sastra, matematika dan art. Sedangkan untuk sekolah menengah
bahasa inggris, matematika, sains, sejarah dan bahasa bahasa asing.
Sebagaimana perenial, essensial yang menolak subjek-subjek yang lain seperti art, fisikal,
vokasional/ pendidikan kejuruan. Sebagaimana perenial esssensial juga menganggap setiap siswa
apapun kemampuannya harus mengikuti kurikulum yang sama, tetapi dalam tingkat dan jumlah
yang disesuaikan dengan kemampuannya. Peranan guru adalah sebgai model dan menguasai
bidang ilmunya secara maksimal. Guru memegang kendali penuh atas kelasnya.
Essensialis sekarang terefleksi dalam tuntutan untuk menaikkan standar akademis dan
kemampuan berpikir siswa. Sesuatu yang paling perlu dikuasai yang esensial mesti ditingkatkan,
sedangkan subjek-subjek yang lain diabaikan. Misalnya bagi siswa yang akademis tinggi itu
diberi kelas aksel.
3.
Progresifisme
Progresifisme dikembangkan dari pragmatisme. Menurut paham ini keterampilan dan alat untuk
belajar meliputi metode problem solving dan sientific inkuiri. Pengalaman belajar harus meliputi
perilaku kerjasama dan disiplin diri. Keduanya dianggap penting untuk kehidupan yang
demokratis. Bag paham progresif kurikulum interdisipliner buku dan disiplin keilmuan (materi
pelajaran) adalah bagian dari proses belajar bukan sumber ilmu pengetahuan. Peranan guru unik,
6. dia berfungsi sebagai pembimbing siswa dalam pemecahan masalah dan projek scientifik. Guru
dan siswa merencanakan aktifitas bersama-sama. Progresif sifatnya berpusat pada anak dan
pendidikan progresif berpusat kepada anak sebagai peserta didik tidak sebagai subjek didik.
Lebih menekankan aktifitas dan pengalaman dari pada verbal dan pembelajaran dengan cara
bekerja sama dari pada kompetisi.
Saat ini progresif terlihat dalam beberapa gerakan seperti relevan kurikulum; humanistik; dan
reformasi sekolah yang radikal. Relevan kurikulum maksudnya pesertaa didik harus dimotivasi
dan ditarik dalam belajar dalam bentuk tugas dan kelas harus diberi pengalaman-pengalaman
yang nyata. Humanistik kurikulum menekankan pada hasil belajar afektif yang berakar pada
Abraham Moslow dan Ragger bahwa tujuan utama adalah untuk menciptakan orang-orang yang
mampu beraktualisasi diri. Reformasi sekolah yang radikal, merubah suasana sekolah dari
suasana yang eksis saat ini dimana guru berperan sebagai penjaga penjara, sekolah sebagai
penjara, tidak ada kebebasan untuk berekspresi diubah ke situasi sekolah yang memiliki
kebebasan yang besar.
4.
Rekonstruksianisme
Rekonstruksinisme tokohnya adalah Teodore Branell. Rekonstruksionisme menganggap siswa
dan guru tidak hanya mengambil posisi tertentu tetapi juga mesti bertindak sebagai agen
perubahan untuk memperbaharui masyarakat. Netralitas dalam kelas tidak perlu untuk proses
demokrasi, tetapi guru dan siswa harus mengambil sikap untuk memberikan alasan-alasan
berpartisipasi dalam tanggungjawab sosial. Dalam kurikulum, dengan pendidikan harus sesuai
dengan ekonomi politik yang baru. Bagi rekonstruksionis analisis, interpretasi dan evaluasi dari
masalah tidak cukup, komitmen dan aksi dari siswa dan guru diperlukan karena masyarakat
selalu berubah maka kurikulum juga berubah. Siswa dan guru bertindak sebagai agen perubahan.
Kurikulum yang didasarkan pada isu-isu sosial dan pelayanan sosial dianggap ideal. Masalahmasalah yang terjadi di masyarakat dimasukan ke dalam kurikulum, perubahan dalam
masyarakat dihendel oleh kurikulum termasuk kesempatan untuk mendapat pendidikan.
Share this:
Twitter
Facebook
Like this:
Tinggalkan Balasan
Cari
7. Tulisan Terkini
Materi Kuliah Pertemuan 1-3
Teori Memproses Informasi
Model-Model Sistem Pembelajaran
Resume Pengantar Jaringan Komputer “Media Transmisi Wire (Guide)”
Resume Pengantar Jaringan Komputer “Perangkat Jaringan (Network Device)”
Arsip
November 2012
Oktober 2012
Maret 2012
Januari 2012
Desember 2011
Kategori
Disain Kurikulum
Statistik
Teori Belajar & Pembelajaran
Uncategorized
Meta
Daftar
Masuk
RSS Entri
RSS Komentar
WordPress.com
Blog pada WordPress.com. | Tema: Babylog oleh Caroline Moore.
Ikuti
Follow “Teknologi Pendidikan”
8. Get every new post delivered to your Inbox.
Powered by WordPress.com
PENDIDIKAN KITA
Blog
2. PERENCANAAN
3. PELAKSANAAN
5. PENDIDIKAN
4. PENILAIAN
Landasan Hukum KTSP
LANDASAN HUKUM PENYUSUNAN KTSP
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Pasal 36 ayat (1) :’Pengembangan Kurikulum dilakukan dengan mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”
Pasal 36 ayat (2) :” Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi, sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah dan peserta didik.”
Pasal 38 ayat (2) :” Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan
sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan
Komite Sekolah/Madrasah di bawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan
atau kantor Departemen Agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar, dan
provinsi untuk pendidikan menenga
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
9. Pasal 1 ayat (15) ;” Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan.
Pasal 6 ayat (1) :” Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan
khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan akhlak mulia.
Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kelompok mata pelajaran estetika.
Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Pasal 6 ayat (4) :” Setiap kelompok mata pelajaran (KMP) dilaksanakan secara
holistik sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mata pelajaran
mempengaruhi pemahaman dan/atau penghayatan peserta didik.
Pasal 6 ayat (5) :” Semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam
menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan pada pendidikan
dasar dan menengah.
Pasal 6 ayat (6) :” Kurikullum dan silabus SD/MI/SDLB/PAKET A, atau bentuk
lain yang sederajat, menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran
membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan
berkomunikasi.
Pasal 8 ayat (1) :” Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan
pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingat dan/atau
semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. SK/KD
Pasal 13 dan 14 menekankan bahwa Kurikulum
SMP/MTs./SMPLB/SMA/MA/SMALB :
dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup.
Dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Pasal 16 ayat (1) :” Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan
jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang
disusun oleh BSNP.
Pasal 17 ayat (1) ;” Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan……. dikembangkan
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial
budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
10. Pasal 17 ayat (2) :” Sekolah dan komite Sekolah, atau madrasah dan komite
madrasah, mengembangkan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan dan
silabusnya berdasarkan Kerangka dasar kurikulum dan Standar kompetensi
lulusan, di bawah supervisi Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab di
bidang pendidikan untuk SD,SMP,SMA dan SMK ; dan departemen yang
menangani urusan pemerintah di bidang agama untuk MI,MTs., MA dan MAK.
Peraturan Mendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi.
Peraturan Mendiknas RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Kelulusan.
Peraturan Mendiknas RI Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Peraturan Mendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi, dan
Peraturan Mendiknas RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kelulusan
Tingkat Pendidikan Dasar dan Menengah
0 Tanggapan ke “Landasan Hukum KTSP”
Pengumpan untuk Entri ini Alamat Jejakbalik
Sekolah
Event
Tutorial
Teknologi
Features
Psikologi
Lifestyle
Repose
Follow us on Twitter
Follow us on Facebook
Subscribe To Rss Feed
Home » Seminar » Membedah Landasan Filosofis Kurikulum 2013, Manusia ialah Tujuan Akhir
Pendidikan
11. Posted By Nugroho Angkasa on Jun 16, 2013 | 0 comments
Selasa pagi (28/5/2013) matahari bersinar cerah. Jam tangan masih menunjuk pukul 09.30 WIB
tapi puluhan hadirin peserta diskusi telah memadati ruang Dinamika Edukasi Dasar (DED) di
Jalan Gejayan – Affandi, Gang. Kuwera 14 Mrican, Depok, Sleman, Yogyakarta. Sembari
menanti pengunjung bisa membaca buku-buku di perpustakaan dan menikmati jajanan pasar
serta teh hangat yang telah disediakan oleh panitia. Tepat pukul 10.00 WIB acara “Seri Diskusi
Pemikiran Pendidikan” pun dimulai. Acara yang digelar rutin setiap dua bulan sekali tersebut
hasil kerja sama DED dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Atma Jaya
Yogyakarta (UAJY). Kali ini tema yang diangkat masih hangat, yakni “Membedah Landasan
Filosofis Kurikulum 2013”.
Selaku narasumber ada dua praktisi pendidikan kota gudeg yang diundang, yakni Prof. Dr. M.
Amin Abdullah (Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta dan P.
Hardono Hadi, Ph.D (Dosen Pascasarjana Univeristas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. A.
Mardani, S.Sos, ketua divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) DED memberikan kata
pengantar, “Dunia pendidikan dewasa ini terpengaruh tegangan politik dan ekonomis. Oleh
sebab itu, tujuan diskusi kita kali ini untuk memberi landasan filosofis yang lebih mapan bagi
perubahan Kurikulum 2013 tersebut.”
“Pembicara pertama ialah dosen tamu saat saya masih kuliah S2 di Universitas Sanata Dharma
(USD) Yogyakarta beberapa waktu lalu. Beliau juga selama dua masa jabatan menjadi Rektor
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain itu, Prof. Amin banyak menulis buku dan opini di media
massa yang bertemakan pendidikan. Isinya sejalan dengan cita-cita mendiang Romo Mangun,
yakni agar siswa/mahasiswa dapat berpikir integral, kreatif, komunikatif, dan eksploratif,”
imbuhnya.
“Pembicara kedua ialah Pak Hardono. Beliau mengajar di UGM dan Institut Seni Indonesia (ISI)
Yogyakarta. Dulu Pak Hardono ini sekantor dengan saya di Yayasan Satu Nama. Latar belakang
kedua pembicara memang filsafat epistemologis. Lewat diskusi ini, kita hendak memberikan
landasan filosofis agar Kurikulum 2013 prosesnya kelak lebih manusiawi,” pungkasnya.
12. Menurut Prof. Amin, ini forum diskusi yang bagus sekali. “Kita sharing saja menyikapi tema
besar Kurikulum 2013. Kabarnya pada Juli 2013 akan mulai diterapkan di seluruh Indonesia.
Kegelisahan terhadap dunia pendidikan nasional memang dirasakan oleh semua orang. “Lalu
bagaimana jalan keluarnya?” tanyanya kepada para hadirin.
Prof. Amin mau berangkat dari pengalamannya sendiri beberapa waktu lalu sebagai rektor. Saat
itu, IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Sunan Kalijaga akan berubah menjadi UIN (Universitas
Islam Negeri) Sunan Kalijaga. “Saya sebagai pelaku saat perubahan IAIN ke UIN juga
mengalami pergumulan serupa. Tapi menurut saya yang paling pokok ialah merumuskan
paradigma keilmuannya dulu. Itu saya lakukan terus-menerus sepanjang tahun 2003-2004,”
ujarnya.
“Pergumulan epistemilogis dan filosofis itu ternyata tidak mudah. Kadang-kadang saya juga
merasa hopeless, tapi kita sebagai pemikir, pemandu, aktivis jangan mudah menyerah begitu
saja. Harus terus maju!” ujarnya dengan penuh semangat.
“Saya mencermati debat di media massa terkait Kurikulum 2013: Tematik-Integratif. Dulu pada
tahun 2002 sampai 2006 saya menyebutnya integrative dan interconnected. Karena ada istilah
“inter” jadi di situ yang paling aktif ialah dosen/guru. Dosen/guru merupakan ujung tombak.
Tapi kenapa para dosen dan guru malah belum di-training?” tanyanya. Masih menurut Prof.
Amin, seharusnya ada naskah akademik yang memuat proses active learning, KTSP, dll. Itu
semua belum ada tapi Kurikulum 2013 sudah keburu segera di-launching, the show must go on.
Integratif
13. Selanjutnya secara teoritis, Prof Amin memaparkan empat tingkatan integratif dari aspek
keilmuan, yakni intradisiplin, multidisiplin, interdisiplin, transdisiplin. “Banyak buku yang bisa
teman-teman baca untuk memahaminya lebih lanjut,” ujarnya.
“Pertanyaan kritisnya ialah apa yang hendak diintegrasikan dalam Kurikulum 2013? Kenapa
tak dibuka secara transparan kepada publik naskah akademiknya? Dalam pengamatan saya dan
berdasarkan pengalaman saya di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Diknas sekarang baru
berada pada level 1 dan 2, tapi belum masuk ke tahap 3-4,” imbuhnya lagi.
Selain itu menurut Prof. Amin, saat ini masih ada dikotomi mata pelajaran/kuliah. “Dosen/guru
hanya ahli di satu bidang tertentu. Tapi ia tidak aware pada bidang lainnya. Itu bisa menjadi
tema seri diskusi pemikiran pendidikan selanjutnya,” ujarnya.
“Intinya, para dosen dan juga harus disentuh. Lha sekarang mereka sama sekali belum ditraining. Itu bisa menjadi problem besar dalam penerapan Kurikulum 2013. Bahkan kalau pun
kelak ada pelatihan, tapi pola pelatihannya masih menggunakan paradigma lama hasilnya
niscaya lebih parah lagi,” katanya mengingatkan.
Kotak-kotak pemisah antara aspek kehidupan dan mata pelajaran/kuliah tersebut sebenarnya
sudah hendak dijebol oleh Umar Kayam dan Kuntowijoyo. Lalu, Prof. Amin mengutip tesis
Umar Kayam, “Kita ini mendidik mahasiswa/siswa dalam kotak-kotak ilmu yang saling
terpisah.”
“Bisa jadi hubungan sosial mengalami kebuntuan – misalnya relasi anak dan orang tua, relasi
guru dan murid, dst – karena model pembelajaran yang terkotak-kotak semacam itu. Jadi
memang perlu kita perbaiki bersama, supaya bisa keluar dari pemisahan kotak-kotak ilmu
tersebut. Tapi kenapa begitu tergesa-gesa Diknas-nya? Debat publiknya masih kurang
memuaskan dan belum tuntas,” pungkasnya.
Tamasya Peradaban
14. Narasumber kedua Pak Hardono mengajak peserta diskusi bertamasya ke sejarah peradaban
umat manusia. “Pada zaman Yunani kuno yang mendominasi ialah cara berpikir mitologi.
Alhasil, siapa saja yang menentang mitos pasti disingkirkan oleh penguasa,” paparnya.
“Lalu, lahirlah generasi Socrates, Plato, dll. Mereka itu rasional sekali. Oleh sebab itu, hidup
yang tak direfleksikan tak layak dijalani. Mereka juga bertanya terus, sedangkan yang
menjawab ialah pihak-pihak lain. Itulah cikal-bakal ilmu filsafat,“ imbuhnya lagi. Menurut Pak
Hardono, proses dialektika itu terus berlanjut sampai pada satu titik yang tak tertanyakan lagi,
yakni hakikat segala sesuatu. Tapi cara berpikir seperti ini membuat mereka meremehkan
mitologi. Kenapa? Karena mitologi itu tidak rasional sehingga tak pantas dijadikan pegangan.
Akhirnya, Socrates dibunuh karena mengajari orang muda berpikir kritis.
“Selanjutnya, muncul agama Kristen yang menafikan filsafat. Tapi ada yang berpikir lain, mari
kita tundukkan filsafat dengan teologi. Tokoh seperti Galileo pun sampai dibunuh karena teori
“Matahari sebagai Pusat Tata Surya” dianggap tidak teologis oleh gereja,” ujarnya.
“Lalu ada lagi yang mengkritisi teologi karena bahasanya seragam, konon terus. Nah saat itulah
natural science dan teknologi mulai berkembang. Para ahli bahkan beranggapan bahwa dengan
ilmu sains dan teknologi segala persoalan manusia bisa diselesaikan. Alhasil, pada tahun 1990an perkembangan kapitalisme tak terbendung lagi,“ imbuhnya lagi.
“Pertanyaan kritisnya, dalam bidang medis misalnya, kenapa penelitian tentang penyakit panu
tidak berkembang? Sedangkan penelitian penyakit jantung, kanker justru berkembang
sedemikian pesat? Ternyata kaum pidak pedarakan tak diperhatikan karena patokannya benefit
semata. Manusia sekadar menjadi homo economicus,” ujarnya.
15. “Dalam konteks zaman modern ini, nilai-nilai keutamaan seperti religiusitas, moral, kultural
juga tergadaikan. Manusia jadi satu dimensi, yakni ekonomi saja. Hal itulah yang membuat
kaum post modernis merasa gelisah. Sejatinya, Kurikulum 2013 merupakan tanggapan atas
situasi makro tersebut,” katanya.
Tapi menurut Pak Hardono, masyarakat itu kompleks sekali, tapi kenapa mau disikat semua?
“Oleh sebab itu, seyogianya buat pilot project dulu, kalau berhasil baru diterapkan secara
nasional” tukasnya. Selain itu masih menurut Pak Hardono, “Apakah ada riset sungguhsungguh meneliti kelemahan Kurikulum 2006 silam? Tolong ditunjukkan evaluasinya seperti
apa? Jadi kita bisa lebih mudeng. Selama ini kita selalu mendapat kejutan-kejutan yang
membuat shock dan merepotkan,” pungkasnya.
Broad Minded
Pada sesi tanya jawab, Bu Dini dari SD Sang Timur bertanya bagaimana implementasi
Kurikulum 2013 bagi para guru? Menurut Prof Amin, guru-guru se-Indonesia memang mau tak
mau harus menghadapi Kurikulum 2013 ini. “Tapi kurikulum kok dianggap suci amat.
Kurikulum hanya guide line, bagaimana menyampaikannya semua tergantung pada para
gurunya. Kalau gurunya dangkal ya penyampaiannya juga dangkal,” ujarnya.
“Sifat materi pelajaran/kuliah memang begitu, Bu. Sebagai sesama praktisi pendidikan, saya
berpendapat bahwa metode tak tergantung kurikulum, tapi justru tergantung wawasan guru.
Sesuai keyakinan guru dan the way to teach alias gaya berinteraksi kita dengan
siswa/mahasiswa,“ imbuhnya lagi.
“Ironisnya, approach, the way to think itu jarang disentuh. Padahal siswa/mahasiswa bisa
punya broad minded atau narrow minded tergantung pada guru/dosennya. Sejak tahun 1972
saya sudah mengajar, sempat break saat kuliah di luar negeri. Saya mengajar dari jam 8 pagi
sampai jam 6 sore. Tapi tetap bersemangat karena fully engaged. Agar bisa mengajar dengan
menarik kita juga harus terus belajar dan mengikuti perkembangan ilmu terkini Bu,” imbuhnya
lagi.
16. Menurut Prof. Amin salah satu akar masalah dunia pendidikan ialah sistem monokulturnya.
Padahal begitu lulus sekolah/kuliah, siswa/mahasiswa bertemu dengan masyarakat multikultural.
“Oleh sebab itu, saya juga membuka diri pada mutlicutural studies, conflict resolution, dll,”
pungkasnya.
Selanjutnya, Pak Gunawan guru Bahasa Indonesia bertanya tentang model berpikir yang
integratif. Ia pernah mencoba model pembelajaran lintas disiplin ilmu. Dalam tema puisi
”Panggilan Minggu Pagi” ia melibatkan guru Fisika untuk menjelaskan mekanisme suara dari
lonceng hingga sampai ke telinga manusia. Ia juga melibatkan guru Agama untuk menjelaskan
pentingnya ibadah. Sedangkan ia sendiri menjelaskan dari aspek Tata Bahasa. “Apakah yang
telah saya lakukan tersebut sudah Tematik-Integratif Prof?” tanyanya.
Menurut Prof. Amin, Pak Gunawan inilah contoh seorang guru yang dapat memberi inspirasi.
Alangkah lebih baik, jika ditambahi lagi dengan nilai budaya saat mengajar puisi “Panggilan
Minggu Pagi” tersebut sehingga lebih inklusif dan multikultural.
Penanggap selanjutnya Ninik seorang penyandang disabilitas. Ia mengapresiasi UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta yang telah menjadi universitas inklusif pertama di Indonesia. Karena UIN
Sunan Kalijaga mengakomodir kaum disabilitas. Selain itu, UIN Sunan Kalijaga juga memberi
perhatian pada pendidikan karakter dan menghargai pluralisme.
Menurut Prof Amin, kehidupan seperti sesi tanya jawab kita ini, “Ya, memang sangat kompleks.
Kalau guru/dosen tak bisa bicara tentang isu-isu kemanusiaan baru, keberpihakan pada
penyandang difabel, dll bagaimana dengan siswa/mahasiswanya? Di Indonesia ada sekian
persen kaum disabilitas, itu menjadi inner calling untuk membuka Center of Difabel di UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Stafnya saya kuliahkan dulu di luar negeri. Itu keterpanggilan
kami untuk menjadi problem solver dengan wawasan broad minded,”ujarnya.
Sebagai penutup tepat pada pukul 12.00 WIB Pak Hardono Hadi pun menandaskan, “Perguruan
Tinggi (PT) sekarang cenderung mengikuti perkembangan zaman, lalu yang mengembangkan
zaman siapa? Seyogianya, PT mengambil peran untuk mengarahkan perkembangan zaman.
Kalau tak sampai ke sana, itu PT yang belum tuntas.”
“Dulu istilah ekonomi sampai masuk ke dunia pendidikan, universitas harus link and match
dengan industri, yakni dalam rangka menyediakan buruh dan tenaga kerja murah. Itu kan melas
(kasihan) sekali. Ekonomi seharusnya untuk manusia, bukan justru sebaliknya. Manusia adalah
tujuan terakhir pendidikan,“ pungkasnya.
Artikel Terkait
17. Ketua Dewan Pendidikan DIY: Kurikulum 2013 Terkesan Buru-buru
Hari Gini Mendidik Siswa dengan Hati dan Empati? Memang Tak
Mudah, Tapi Tetap Bisa!
Detik-Detik Menjelang Penerapan Kurikulum 2013
Sekilas Catatan Akhir Tahun Dunia Pendidikan Indonesia
Author: Nugroho Angkasa
Share This Post On
Google
Facebook
18. Twitter
Submit a Comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *
You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title="">
<acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime="">
<em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>
Berlangganan dan dapatkan artikel terbaru kami langsung terkirim ke e-mail Anda
19. Recent
Popular
Random
Mehrdad Ahsani Iravani, Single Fighter asal Iran di DNA Kingston Training Oct 4, 2013
Menambah Foto dan Gravatar Dalam Profil WordPress Oct 3, 2013
LESSON STUDY PADA KURIKULUM 2013 Oct 2, 2013
SMA Cendana Pekanbaru Oct 1, 2013
21. TAP
We Also on Facebook!
Article Submission
About Us
Contact Us
22. Managed by MJE.CO.ID
Pengembangan Kurikulum
PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI DI UNISBA
Oleh : Prof.Dr.Hj.Mulyani Sumantri, M.Sc.
Pengantar
Pengembangan kurikulum PAI di Unisba perlu mempertimbangkan kaidah-kaidah yaitu
landasan-landasan yang kokoh dan komponen-komponen yang merupakan bagian dari
kurikulum.
A. LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pengembangan kurikulum memerlukan :
Landasan Filosofis
Landasan Psikologis
Landasan Sosiologis
Landasan IPTEKS
LANDASAN FILOSOFIS
Filsafat berupaya mengkaji berbagai permasalahan yang dihadapi manusia, termasuk masalah
pendidikan. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran
filosofis untuk memecahkan masalah – masalah pendidikan. Filsafat akan menentukan ke
arah mana perserta didik akan dibawa. Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi
dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan.
LANDASAN PSIKOLOGIS
Kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana
perilaku peserta didik itu harus dikembangkan. Karakteristik perilaku setiap individu
padaberbagai tingkatan perkembangan merupakan kajian dari ppsikologi perkembangan. Oleh
karena itu, dalam pengembangan kurikulum landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar .
Perkembagan-perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui
proses belajar.
LANDASAN SOSIOLOGIS
Pendidikan adalah proses buday untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan
adalah proses sosialisasi melalui 8interaksi insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam
konteks inilah mahasiswa dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan
23. sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia.
LANDASAN IPTEKS
Teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis.
Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan dan selalu berkembang dengan pesat seiring lajunya
perkembangan masyarakat. Pendidikan merupakan upaya menyiapkan mahasiswa
menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat, maka pengembangan kurikulum haruslah
berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seni merupakan hal yang penting yang dapat
memperhalus budi pekerti.
B. KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
Kurikulum merupakan suatu sistem yang memiliki komponen-komponen tertentu.
1. Komponen Tujuan.
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi berjenjang : Tujuan pendidikan nasional, tujuan
institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Menurut Bloom, ada tujuan afektif,
kognitif dan psikomotor.
2. Komponen Isi / Materi Pelajaran Isi kurikulum berhubungan dengan pengalaman belajar
yang harus dimiliki mahasiswa. Isi kurikulum menyangkut aspek pengetahuan atau materi
pelajaran, maupun kegiatan mahasiswa.
3. Komponen Metode / Strategi Komponen ini berhubungan dengan implementasi kurikulum
dan cara penyampaian materi. Mengingat kemampuan mahasiswa yang beragam, dosen
dituntut dapat menyampaikan materi dengan metode yang berfariasi
4. Komponen Evaluasi.Melalui evaluasi dapat ditentukan nilai dan arti kurikulum, apakah suatu
kurikulum dapat dipertahankan atau tidak. Dengan evaluasi dapat ditentukan pula apakah
tujuan yang direncanakan sudah tercapai atau belum.
TERIMA KASIH
Latestnews
TAFSIR AL-QURAN
Visi Misi LSI
Makna Hijrah
Shabar dan Ikhlas
Tujuh Perkara Mengalir
Popular
Makna Hijrah
Keutamaan Sifat Tawadhu
Wakaf Dan Islam
24. Pengembangan Kurikulum
Makna Kemuliaan Wanita
Sign In
Sign In
Explore
People
New post!
udinjuhrodinMar 16, 2013
Landasan-landasan Penyusunan Kurikulum
Sukmadinata dan Nasution mengemukakan bahwa secara komulatif landasan penyusunan
kurikulum adalah : (1) landasan filosofis, (2) landasan psikologis, (3) landasan sosiologis, (4)
landasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, (5) landasan organisatoris.
Landasan Filosofis
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti cinta akan kebijakan-kebijakan (love of wisdom)
orang-orang belajar berfilsafat agar agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat bijak,
untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara baik, ia harus tahu atau berpengetahuan.
Dalam kajian filsafat terdapat banyak aliran. Usaha-usaha pengembangan kurikulum tidak
dapat terlepas dari pengaruh aliran filsafat yang dianutnya. Aliran-aliran filsafat pendidikan yang
mendasari pendidikan termasuk dalam penyusunan kurikulum menurut Brameld, dapat
Diklasifikasikan menjadi empat aliran, yaitu: progresifisme, esensialisme, perenialisme dan
rekonstruksionisme.
Progresifisme berpendirian bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan
yang wajar untuk menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan
atau mengancam keberadaan manusia dalam usahanya untuk mengalami kemajuan atau
progres. Karena itu ilmu pengetahuan yang dapat menumbuhkan kemajuan atau progres
adalah bagian yang utama dari kebudayaan.
25. Sarana utama untuk memperoleh pengetahuan dan kebijakan adalah pengalaman.
Pengetahuan adalah pengalaman-pengalaman yang telah dipolakan, diatur dan
diorganisasikan sedemikian rupa. Pengetahuan bersifat rasional, empirik dan dapat
ditingkatkan menjadi kebenaran. Dengan demikian kurikulum pendidikan menurut
progresifme bersifat eksperimental, mempertinggi kecerdasan, dan mamandang peserta
didik sebagai kesatuan jasmani, rohani serta manifestasinya sebagai tingkah laku dan
perbuatan yang berada dalam pengalaman. Metode ini bukan suatu keharusan mutlak,
yang jelas metode harus fleksibel dan menimbulkan inisiatif kepada para siswa.
Esensialisme berpendirian bahwa pendidikan berfungsi sebagai pemelihara kebudayaan,
karena itu pendidikan harus didasarkan pada nilai-nilai esensial kebudayaan yang telah
ada sejak awal peradaban umat manusia. Kebudayaan itu bersumber dari ajaran para
filosuf, ahli ilmu pengetahuan yang memiliki nilai-nilai yang bersifat kekal dan
monumental yang telah teruji oleh sejarah.
Manusia dalam pandangan esensialisme adalah makhluk yang padanya berlaku hukum
mekinistik evolusionistik di samping merupakan refleksi dari Tuhan. Oleh karenanya
perbuatan manusia dapat dipahami sebagai konvergensi antara pembawa-pembawa
siologis dan pengaruhnya dari lingkungan.
Sedangkan parenialisme muncul sebagai reaksi terhadap kebudayaan manusia yang
sedang krisis. Aliran ini memberikan pemecahan dengan jalan kembali kepada prinsip
umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan zaman kuno dan abad
pertengahan. Dalam arti kepercayaan-kepercayaan aksiomatis mengenai pengetahuan,
realitas dan nilai dari zaman tersebut. Sikap ini bukan nostalgia, melainkan berkeyakinan
bahwa nilai-nilai asasi tersebut mempunyai kedudukan vital bagi pembangunan
kebudayaan abad sekarang.
Pengetahuan menurut parenialisme adalah hasil persatuan dunia luar dengan indera yang
telah diolah oleh budi manusia. Budi adalah kemamuan manusia yang tinggi yang
mempunyai cita-cita untuk menuju kepada kebenaran sejati yang bersumber pada Tuhan.
Sesuatu dikatakan memiliki kebenaran sejati manakala menunjukkan adanya persesuaian
antara pikir dengan benda-benda dalam arti esensi. Metode efektif untuk menuntun orang
sampai pada kebenaran hakiki adalah penalaran, baik itu bersifat induktif, deduktif
maupun perpaduan dari keduanya.
Landasan Psikologis
Merujuk pada taksonomi jiwa yang dikonsepsi oleh Blomm, perilaku dapat diidentifikasikan
menjadi tiga, yakni perilaku kognitif, perilaku efektif dan perilaku psikomotorik. Kondisi
psikologis setiap individu berbeda karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang
sosial budaya juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari lahir.
Perkembangan atau kemajuan-kemajuan yang dialami anak sebagian besar menjadi karena
usaha belajar, baik melalui proses imitasi, pengingatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan
maupun pemecahan masalah. Cara belajar mengajar mana yang dapat memberikan hasil secara
26. optimal serta bagaimana proses pelaksanaannya membutuhkan studi yang sistimatik dan
mendalam. Studi yang demikian merupakan bidang pengkajian dari psikologi belajar.
Jadi minimal ada dua bidang psikologis yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu
psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan baik di dalam
merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan metode
pembelajaran serta teknik-teknik penilaian.
a. Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu
masa pertemuan sperma dengan sel telur sampai dengan dewasa. Dalam pembahasan ini
dapat ditemukan prinsip-prinsip perkembangan anak, pola perkembangan anak serta
karakteristik individu pada tahap perkembangan tertentu.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menetapkan isi kurikulum yang
diberikan kepada siswa agar tingkat keluasaan dan kedalaman bahan pelajaran sesuai
dengan taraf perkembangan anak. Adanya jenjang atau tingkat pendidikan dalam sistem
persekolahan merupakan satu bukti bahwa psikologi perkembangan menjadi landasan
dalam pendidikan, khususnya kurikulum. Psikologi perkembangan bermanfaat bagi
penyesuaian isi kurikulum agar sesuai dengan taraf perkembangan anak.
b. Psikologi belajar
Secara tradisional, belajar dianggap sebagai menambah ilmu pengetahuan berarti lebih
mengutamakan aspek intelektual. Dan biasanya belajar ditempuh dengan jalan menghafal
pelajaran.
Pendapat lain mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi
melalui pengalaman. Segala perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif
maupun psikomotorik dan terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai
perilaku belajar. Pengalaman adalah suatu interaksi, yakni aksi, dan reaksi antara individu
dengan lingkungan.
c. Landasan Sosiologis
Kita tahu bahwa pendidikan mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke masyarakat.
Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi memberikan bekal pengetahuan,
ketrampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih
lanjut di masyarakat. Anak berasal dari masyarakat, mendapat pendidikan baik formal
maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan dalam
masyarakat pula. Oleh karena itu kehidupan masyarakat, dengan segala karateristik dan
kekayaan budayanya harus menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi penyusunan
kurikulum sebagai rancangan pendidikan. Artinya tujuan, isi, maupun proses pendidikan
harus disesuaikan dengan sistem sosial budaya, lingkungan alam, serta sarana dan
prasarana yang ada.
27. Al-Quran sebagai sumber inspirasi Islam telah menjelaskan tatanan nilai-nilai yang
Islami. Untuk mewujudkan masyarakat madani yang Islami, penyusunan kurikulum
Pendidikan Agama Islam harus melandaskan dan mengacu pada tatanan nilai yang
dijelaskan al-Quran tersebut. Dengan penelaahan ini akan diperoleh gambaran
representatif tentang masyarakat madani idaman al-Quran. Sehingga tujuan, isi dan
proses pendidikan Islam yang terangkum dalam kurikulum tidak menyimpang dari etika
tersebut.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung maupun tidak langsung
menuntut perkembangan pendidikan. Pengaruh langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah memberikan isi atau materi yang akan disampaikan dalam pendidikan dan
mempengaruhi proses pendidikan. Pengaruh tak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah menyebabkan perkembangan masyarakat, dan perkembangan masyarakat
menimbulkan problem-problem baru yang menuntut pemecahan dengan pengetahuan,
kemampuan dan ketrampilan baru yang dikembangkan dalam pendidikan.
Untuk penyusunan kurikulum, Hilda Taba menegaskan bahwa ada dua hal yang perlu
diperhatikan mengenai ilmu pengetahuan, yaitu the nature of knowledge dan the content of
dicipline.
Landasan Organisatoris
Landasan ini berkenaan dengan masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan pelajaran
akan disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan
adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, ataukah diusahakan adanya hubungan secara
lebih mendalam dengan menghapus segala batas-batas mata pelajaran, jadi dalam bentuk
kurikulum yang terpadu. Ilmu Jiwa Asosiasi yang berpendirian bahwa keseleruhan yang subject
centered, atau yang terpusat pada mata pelajaran yang dengan sendirinya akan terpisah-pisah.
Sebaliknya ilmu jiwa gestalt lebih mengutamakan keseluruhan, karena keseluruhan itu lebih
bermakna dan relevan dengan kebutuhan anak dan masyarakat. Aliran psikologi ini lebih
cenderung memilih kurikulum terpadu atau integrated curriculum.
Facebook Twitter Google+ LinkedIn
RepostCommentsRead Later
Views 250
Repost this publication
Or share it with your friends:
Facebook Twitter Google+ LinkedIn
View original source
Udin Juhrodin
0
29. HKA Education
Digital clock
Anda pengunjung ke
12117
Popular Posts
MAKALAH CARA MENCEGAH KEBAKARAN KARENA LISTRIK
Pertumbuhan Dan Perkembangan Peserta Didik
LANDASAN FILOSOFIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
PENYESUAIAN DIRI REMAJA
ROBOT LINE TRACER ANALOG / LINE FOLLOWER
LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DALAM
PENGEMBANGAN KURIKULUM
LANDASAN SOSIAL BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
MODEL KONSEP KURIKULUM
Makalah Teknik Antar Muka
TOTALITAS dan LOYALITAS
Blog Archive
► 2012 (7)
▼ 2013 (39)
o ► Januari (3)
o ► Februari (4)
o ▼ Maret (19)
ROBOT LINE TRACER ANALOG / LINE FOLLOWER
K3 Praktek Dasar Instalasi
modul rangkaian listrik lengkap
Gerbang Dasar Logika
KONSEP DASAR ELEKTRONIKA DIGITAL
SISTEM BILANGAN DIGITAL
Gerbang Gerbang Logika
Aritmatika Biner
Pengkodean Biner
30.
o
o
Buku Modul Sistem Digital
Ilmu Bahan Listrik
Dimmer atau AC Phase Control
LANDASAN FILOSOFIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
LANDASAN PSIKOLOGIS DALAM ENGEMBANGAN KURIKULUM
LANDASAN SOSIAL BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN
KURIKUL...
LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DALAM
PENG...
MODEL KONSEP KURIKULUM
ANATOMI DASAR KURIKULUM
karakteristik dioda
► Mei (12)
► September (1)
31. Selasa, 19 Maret 2013
LANDASAN FILOSOFIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
KURIKULUM
A. Latar Belakang
Pada proses pembelajaran, suatu ketika seorang guru pasti menemukan masalah-masalah
dan hal-hal yang dirasa kurang tepat dengan apa yang diajarkan dengan kurikulum yang
ditetapkan pemerintah dengan keadaan yang sebenarnya terjadi di sekolah tersebut. Misalnya,
berdasarkan kurikulum yang ada pada mata pelajaran TIK pada kelas XII SMA harus bisa
membuat email, sedangkan di sekolah tersebut belum terjangkau oleh internet. Timbul
pertanyaan guru mencari upaya untuk mengatasinya? Apa yang harus dilakukan guru? Apa
seorang guru tetap mengajar seperti biasanya dan masalah itu diabaikan? Tentunya tidak, guru
harus bisa memecahkan masalah tersebut, yaitu dengan mengembangkan kurikulum tersebut
dengan kondisi sekolah masing-masing.
Apa sebenarnya kurikulum tersebut dan landasan pengembangan kurikulum? Akan
dijelaskan lebih lanjut di makalah ini.
B. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami pengertian kurikulum.
2. Memahami landasan filosofis pengembangan kurikulum.
C. Kajian
32. 1.
Pengertian Kurikulum
Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam
bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut
berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar
yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak
yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka
waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah.
Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada
hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa
rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu
tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum
dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan
dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima
puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini
istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah
“rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.
Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
1. Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus
ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran
(subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau,
yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran
yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang
berguna baginya.
2.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang
disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai
kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai
dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan
bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun
sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah
mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan
33. siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar,
halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara
efektif. Semua kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan
dalam suatu kurikulum.
3.
Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak
berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum
merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung dari pengalaman ini
menyatakan sebagai berikut:
“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences
which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine,
1945,h. 14).”
Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang
kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tidak ada pemisahan yang
tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman
belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. (Undang-Undang No.20 TH. 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional).
Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi
maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. (Pasal 1 Butir
6 Kemendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).
Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yang mempunyai tujuan
tertentu, yang diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi. (Badan
Standardisasi Nasional SIN 19-7057-2004 tentang Kurikulum Pelatihan Hiperkes dan
Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan).
Dari berbagai macam pengertian kurikulum diatas kita dapat menarik garis besar
pengertian kurikulum yaitu:
34. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
2.
Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh
kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan
manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil
pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada
landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan
sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan
tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan
pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kesenian, sesuai
dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. (Bab IX, Ps.37). Pengebangan
kurikulum berlandaskan faktor-faktor sebagai berikut: (1) tujuan filsafat dan pendidikan nasional
yang dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya
menjadi landasan dalam merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan, (2) Sosial
budaya dan agama yang berlaku dalam masyarakat Indonesia,
1.
Perkembangan peserta didik, yang menunjuk pada karekteristik perkembangan peserta didik.
2.
Keadaan lingkungan, yang dalam arti luas meliputi lingkungan manusiawi (interpersonal),
lingkungan kebudayaan termasuk iptek (kultural), dan lingkungan hidup (bioekologi), serta
lingkungan alam (geoekologis).
3.
Kebutuhan pembangunan, yang mencakup kebutuhan pembangunan di bidang ekonomi,
kesejahteraan rakyat, hukum, hankam, dan sebagainya.
4.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sesuai dengan sistem nilai dan
kemanusiawian serta budaya bangsa.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam
pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis ; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu
35. pengetahuan dan tekhnologi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas
keempat landasan tersebut.
1. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti
dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme,
essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan
kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai
terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada
pemikiran Ella Yulaelawati (2003: hal), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masingmasing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
a.
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari
warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang
memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada
kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini
lebih berorientasi ke masa lalu.
b.
Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.
Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum
yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga
lebih berorientasi pada masa lalu.
c.
Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan
makna. Untuk memahamu kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini
mempertanyakan bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
d.
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada
peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi
pengembangan belajar peserta didik aktif.
e.
Rekonstruktivisme
merupakan
elaborasi
lanjut
dari
aliran
progresivisme.
Pada
rekonstruksivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Disamping menekankan
tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstuktivisme lebih jauh
menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan
36. mempertanyakan untuk apa berfikir kritis , memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu?
Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dan proses.
Aliran filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang
mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat
progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi.
Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam Pengembangan Model
Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh
karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung
dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai
kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara
dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan
kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2)
psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang
hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas
perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang
semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan
kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam
konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta
berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori
psikologis yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran
Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan
”karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi
kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi”.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu:
37. a. Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan
untuk melakukan suatu aksi.
b. Bawaan; yaitu karakteristik fisisk yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau
informasi.
c. Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.
d. Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang;
e. Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya
manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada
permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan
lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan
(pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan Pelatihan merupakan hal tepat
untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit
untuk dikenali dan dikembangkan.
3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan,
kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan
merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkungan masyarakat.
Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di
masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal
dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan
masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan
sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi
terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih
mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun
proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan
perkembangan yang ada di masyakarakat.
38. Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang
mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting
dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan
berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya,
politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga
turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan
penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui
pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan
membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan
sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosialbudaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih relatif
sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai
penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan
terus semakin berkembang.
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang
tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau
manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di
Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir
telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya.
Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan
keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada
konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan
keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan
39. kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan
belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai
pengetahuan, serta menngatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam bidang
transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu,
kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
D. KESIMPULAN
1. Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
2. Landasan Kurikulum
Dari pembahasan makalah ini kami mengambil garis besar dari beberapa landasan
kurikulum, yaitu meliputi:
1)
2)
3)
4)
Landasan Filosofis
Landasan Psikologis
Landasan Sosial-budaya
Landasan Ilmu pengetahuan dan teknologi
40. DAFTAR RUJUKAN
Hamalik, Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Nasution, M.A. 2006. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara.