Dokumen tersebut membahas tentang pengertian filsafat, filsafat sistematis, dan epistemologi. Filsafat didefinisikan sebagai cinta akan kebijaksanaan, sedangkan filsafat sistematis merupakan susunan aturan tentang filsafat. Epistemologi membahas asal, sifat, dan jenis pengetahuan, dengan sumber pengetahuan meliputi wahyu, akal, pengalaman, dan intuisi.
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak sekali orang yang tidak mengetahui apa itu filsafat, baik
orang yang hidupnya dilingkungan pendidikan, maupun yang jauh dari
pendidikan. Padahal dapat disadari bahwasanya kita dekat dengan filsafat
dan pernah berfilsafat. Tetapi terkadag kita tidak menyaari bahwa yang
kita lakukan merupakan sebuah filsafat. Kita sering merenung, berfikir apa
yang hendak kita capai dan raih nanti. Dari gambaran sederhana tersebut
dapat kita ketahui bahwa Istilah filsafat berasal dari dua suku kata dalam
bahasa Yunani kuno, yaitu phile atau philos yang berarti cinta atau
sahabat, dan sophia atau sophos yang berarti kebijaksanaan. Kedua suku
kata tersebut membentuk kata majemuk philosophia. Dengan demikian,
berdasarkan asal usul philosophia (filsafat) berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau sahabat kebijaksanaan. Karena istilah philosophia
dalam bahasa Indonesia identik dengan istilah filsafat, maka untuk
orangnya, yaitu orang yang mencintai kebijaksanaan disebut filsuf. Bahkan
tidak hanya filsafat saja dalam kajian tersebut melainkan berbagai filsafat
lainnnya, yang merupakan filsafat, filsafat sistematis dan sistem filsafat,
filsafat historis, dan hubungan filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian Filsafat?
2. Apa yang dimaksud dengan Filsafat Sistematis?
3. Apa yang dimaksud dengan Filsafat Historis?
4. Bagaimana hubungan Filsafat Pendidikan dengan Teori Pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Filsafat.
2. Untuk mengetahui Filsafat Sistematis.
3. Untuk mengetahui Filsafat Historis.
4. Untuk mengetahui hubungan Filsafat Pendidikann dengan Teori
Pendidikan.
2. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dari dua suku kata dalam bahasa Yunani
kuno, yaitu phile atau philos yang berarti cinta atau sahabat, dan sophia
atau sophos yang berarti kebijaksanaan. Kedua suku kata tersebut
membentuk kata majemuk philosophia. Dengan demikian, berdasarkan
asal usul philosophia (filsafat) berarti cinta kepada kebijaksanaan atau
sahabat kebijaksanaan. Karena istilah philosophia dalam bahasa Indonesia
identik dengan istilah filsafat, maka untuk orangnya, yaitu orang yang
mencintai kebijaksanaan disebut filsuf.
Harun Hadiwijono berpendapat bahwa filsafat diambil dari bahasa
Yunani, filosofia. Struktur katanya berasal dari kata filosofien yang berarti
mencintai kebijaksanaan. Dalam arti itu, menurut Hadiwijono filsafat
mengandung arti sejumlah gagasan yang penuh kebijaksanaan. Artinya,
seseorang dapat disebut berfilsafat ketika ia aktif memperoleh
kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian ini lebih memperoleh
kebijaksanaan. Kata filsafat dalam pengertian ini lebih berarti sebagai
“Himbauan kepada kebijaksanaan”.
Di zaman Yunani, filsafat bukan merupakan suatu disiplin teoritis
dan spesial, akan tetapi suatu cara hidup yang kongkret, suatu pandangan
hidup yang total tentang manusia dan tentang alam yang menyinari seluruh
kehidupan seseorang. Selanjutnya, dengan kehidupan atau perkembangan
peradaban manusia dan problema yang di hadapinya, pengertian yang
bersifat teoritis seperti yang di lahirkan filsafat Yunani itu kehilangan
kemampuan untuk memberi jawaban yang layak tentang kebenaran
peradaban itu telah menyebabkan manusian melakukan loncatan besar
dalam bidang sains, teknologi, kedokteran dan pendidikan.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi
manusiawi peserta didik, baik potensi fisik, potensi cipta, rasa maupun
karsanya agar dasar kependidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal.
3. 3
Karenanya pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam
keseimbangan, kesatuan, organis, dinamis, guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan, melalui filsafat kependidikan. Filsafat pendidikan adalah
filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah
pendidikan.
B. Sistematika Filsafat
Secara bahasa kata sistematika filsafat berasal dari dua kata yaitu
sistematika dan filsafat. Sistematika atau struktur dalam bahasa inggris
Systematic adalah susunan dalam kamus bahasa indonesia sistematika
adalah susunan aturan; pengetahuan mengenai sesuatu sistem. Sistematika
filsafat adalah susunan aturan tentang filsafat yang telah disusun atau
ditulis. Hasil berpikir tentang segala sesuatu yang ada dan mungkin ada itu
taditelah banyak sekali terkumpul, di dalam buku-buku tebal dan
tipis.setelah disusun secara sistematis, ia dinamakan sistematika filsafat. 1
1. Ontologi
a) Pengertian
Richard west mengatakan dalam bukunya bahwa Ontologi
adalah Ilmu yang mempelajari tentang sesuatu yang ada atau yang
nyata dengan kata lain Ontologi membicarakan sesuatu yang nyata
atau realitas. Ontologi pertanyaan atau permasalahan yang harus
dibahas atau dikaji tersebut haruslah sesuatu yang nyata, realita,
atau benar-benar ada.
Pembahasan mengenai Ontologi pun berarti membahas
kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu. Ontologi
memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui
kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola
berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu
pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
(Richard, 2008: 55).
b) Objek kajian
1
Tafsir, Ahmad.. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung. PT.
Remaja Rosdakarya. (2005) hlm 22.
4. 4
Objek kajian ontologi dibagi menjadi dua bagian, yaitu
objek kajian material dan objek kajian formal. Objek formal
ontologi adalah hakikat seluruh realitas atau kenyataan.
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati
Ontologi dengan dua macam sudut pandang, kuantitatif dan
kualitatif.
Secara sederhana Ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang
mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Bagi
pendekatan kuantitatif, realitas tampil atau berupa dalam kuantitas
atau jumlah, tealaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan
tampil menjadi aliran-aliran materialisme atau, naturalisme, dan
spiritualisme atau idealisme.
c) Aliran Dalam Ontologi
1) Materialisme atau Naturalisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah
materi, bukan ruhani. Aliran ini sering juga disebut
dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta.2
Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu
Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah
air, karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander (585-528
SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara, dengan
alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan.
Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini
merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat
dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang merupakan
asal kejadian alam.3
2
Sunarto. Pemikiran tentang Kefilsafatan Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset. 1983. hlm
70.
3
Jujun S.Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.1996. hlm 64.
5. 5
2) Spiritualisme atau Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir
dalam jiwa. Menurut bakhtiar (2007:138), Aliran ini
menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang
tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak
dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi
aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya
sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan
rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran
sejati.4
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato
(428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang
ada di dalam mesti ada idenya yaitu konsep universal dari tiap
sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah
berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang
menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu. 5
d) Manfaat Mempelajari Ontologi
1) Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai
bangunan sistem pemikiran yang ada.
2) Membantu dalam memecahkan masalah pola relasi antar
berbagai eksisten dan eksistensi.
3) Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai
ranah keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika.
2. Epistemologi
a) Pengertian
Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan)
dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang
berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Topik
ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan
4
Cecep Sumarna. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung: Pustaka Bani
Quraisy. 2006. Hlm 48.
5
Harun Nasution. Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang. 1982. Hlm 53.
6. 6
dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu
pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta
hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
b) Sumber ilmu pengetahuan
Dalam hal ini, terdapat empat jenis sumber kebenaran ilmu
pengetahuan yang secara umum dikenal. Pertama bahwa sumber
asli seluruh pengetahuan adalah wahyu atau Al-Quran yang
mengandung kebenaran absolut. Wahyu sebagai sumber asli
seluruh pengetahuan memberi kekuatan yang sangat besar terhadap
bangunan pengetahuan bila mampu mentransformasikan kebentuk
ajaran normatif-doktriner sehingga menjadi teori-teori yang bisa
diandalkan. Selain itu wahyu bisa dijadikan sebagai sumber
pengetahuan baik pada saat seseorang menemui jalan buntu ketika
melakukan perenungan sacara radikal maupun dalam kondisi biasa,
artinya wahyu bisa dijadikan rujukan pencarian pengetahuan kapan
saja dibutuhkan, baik yang bersifat inspiratif maupun terkadang
ada juga yang bersifat eksplisit.
Dengan akal dan logika, Al-ghazali bisa menemukan Tuhan
dengan teori kosmologi, tetapi rasionalismenya akhirnya
menghadapi fakta adanya sebagian masalah metafisi yang padanya
prinsip-prinsip dan persyaratan logika tak mungkin dapat
diaplikasikan sepenuhnya. Misalnya esensi zat, sifat, dan perbuatan
Tuhan, yang untuk mengetahuinya hanya dengan mengakui
adanya hal-hal yang transendental, yang harus dibedakan dengan
hal-hal yang irasional. Dalam konteks ini, akal tetap memerlukan
bantuan wahyu, dan akal semata tak dapat mengetahui manfaat
dan khasiat dari apa yang ada seluruhnya.
Yang ketiga, pengetahuan lewat indera disebut juga
pengalaman, sifatnya empiris dan terukur. Kecenderungan yang
berlebih kepada alat indera sebagai sumber pengetahuan yang
utama, atau bahkan satu-satunya sumber pengetahuan,
menghasilkan aliran yang disebut empirisisme, dengan pelopornya
7. 7
John Locke (1632-1714) dan David Hume dari Inggris. Seorang
empirisis sejati akan mengatakan indera adalah satu-satunya
sumber pengetahuan yang dapat dipercaya, dan pengetahuan
inderawi adalah satu-satunya pengetahuan yang benar.
Dan yang terakhir sumber ilmu intuisi adalah suatu
pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan
yang nisbi. Intuisi ini bersifat personal atau pribadi. Intuisi tidak
dapat diandalkan untuk penyusunan pengetahuan secara teratur.
Intuisi hanya dapat diperguanakan untuk menyusun hipotesis untuk
melakukan analisis berikutnya dalam menentukan benar atau
tidaknya pernyataan yang dikemukakan.
c) Sumber ilmu pengetahuan saling melengkapi cara memperoleh
pengetahuan
Dalam mengenai ilmu pengetahuan karakter ilmu dalam
islam yang kedua adalah didasarkan hubungan yang melengkapi
antara wahyu dan akal. Keduanya tidak dapat dipertentangkan
karena terdapat titik temu. Akal berusaha bekerja maksimal untuk
menemukan dan mengembangkan ilmu, sedang wahyu datang
memberikan bimbingan serta petunjuk yang harus dilalui akal.Hal
ini dijelaskan oleh Al-biruni, wahyu sebenarnya tidak bercanggah
dengan akal.
Intuisi adalah pengetahuan yang diperoleh manusia diluar
kemampuan akalnya. Akal memiliki keterbatasan-keterbatasan
penalaran yang kemudian disempurnakan oleh intuisi yang sifatnya
pemberian atau bantuan, sedangkan pemberian dari intuisi masih
belum tersusun rapi, sehingga dibutuhkan bantuan nalar untuk
mensistematiskan pengetahuan-pengetahuan yang bersifat
pemberitahuan. Serta ketika seseorang sudah memaksimalkan daya
pikirnya dan mengalami kemacetan, lalu ia mengistirahatkan
pikirannya dengan tidur atau bersantai, pada saat itulah intuisi
berkemungkinan muncul. Oleh karena itu intuisi sering disebut
8. 8
supra-rasional atau suatu kemampuan yang berada di atas rasio,
dan hanya berfungsi jika rasio sudah digunakan secara maksimal
namun menemui jalan buntu.
d) Manfaat mempelajari epistemologi
Manfaat epistemologi oleh Murtadha Muthahhari,
terjadinya perbedaan ideology dan pandangan dunia disebabkan
oleh perbedaan dalam tataran epistemologi. Sepanjang sejarah
pemikiran manusia telah terjadi perdebatan panjang para filosof
mengenai point-point pembahasan epistemologi. Perdebatan
tersebut telah menghasilkan berbagai aliran filsafat dan
ideologyyang memiliki pandangan yang berbeda terhadap
permasalahan mengenai pengetahuan dan kehidupan manusia.
Epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis secara
kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan dalam
membentuk dirinya. Tetapi, ilmu pengetahuan harus ditangkap
dalam pertumbuhannya, sebab ilmu pengetahuan yang berhenti,
akan kehilangan kekhasannya. Ilmu pengetahuan harus
berkembang terus, sehingga tidak jarang temuan ilmu pengetahuan
yang lebih dulu ditentang atau disempurnakan oleh temuan ilmu
pengetahuan yang kemudian. Perkembangan ilmu pengetahuan
dengan demikian membuktikan, bahwa kebenaran ilmu
pengetahuan itu bersifat tentatif. Epistemologi bisa menentukan
cara kerja ilmiah yang paling efektif dalam memperoleh ilmu
pengetahuan yang kebenarannya terandalkan.
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap
peradaban manusia. Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh
teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua aspek studi
manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial.
Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi.
Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena
didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan
epistemologi. Tidak ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena
9. 9
alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh
kemajuan epistemologi.
Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis
dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi
sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi
sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata
teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan
epistemologi. Berdasarkan pada manfaat epistemologi dalam
mempengaruhi kemajuan ilmiah maupun peradaban tersebut, maka
epistemologi bukan hanya mungkin mutlak perlu dikuasai.
Sehingga epistemologi membekali seseorang yang menguasainya
untuk menjasi produsen, baik dalam bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, ekonomi, bisnis, maupun secara umum, peradaban.
3. Aksiologi
a. Pengertian
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang
mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios
yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu.
Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri
mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.6
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan
kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan
yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus
seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan
6
Jujun S.Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan. 1996. hlm 234.
10. 10
dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah
kebaikan, dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.7
Secara etimologi, estetika diambil dari bahasa Yunani,
aisthetike yang berarti segala sesuatu yang dapat dicerna oleh
indra. Estetika membahas refleksi kritis yang dirasakan oleh indera
dan memberi penilaian terhadap sesuatu, indah atau tidak indah,
beauty or ugly. Estetika disebut juga dengan istilah filsafat
keindahan. Estetika merupakan bidang studi manusia yang
mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung
arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang
tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan
yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah
bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan
harus juga mempunyai kepribadian.
Lepas dari semua pandangan cara penilaian tentang
keutuhan nilai seni diatas terdapat hal pasti yakni seni dan
keindahan termasuk pada hal yang akan dikaji dalam fisafat.
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan
tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa
didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara
tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh
menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan
semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus
juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas
objek, melainkan sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan
perasaan. Misalnya kita bangun pagi, matahari memancarkan
sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan
kenikmatan. Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah
tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini
orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek
7
Kattsoff , Louis O. Pengantar Filsafat. Terjemahan. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
1992.
11. 11
itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita
serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan perasaan.
b. Kegunaan aksiologi bagi pengembangan ilmu pengetahuan
1) Aksiologi Sains
Teori mempunyai tiga fungsi dilihat dari kegunaan teori
tersebut dalam menyelesaikan masalah, antara lain:
a) Teori sebagai alat Eksplanasi. Dalam fungsi ini teori
berusaha menjelaskan melalui gejala-gejala yang timbul
dalam satu permasalahan.
b) Teori sebagai alat Peramal. Dalam fungsi ini teori
memberikan benuk prediksi-prediksi yang dilakukan oleh
para ilmuwan dalam menyelesaikan suatu masalah.
dilakukan oleh para ilmuwan yang menggambakan tentang
keseimbangan alam yang rusak oleh perilaku manusia itu
sendiri.
c) Teori sebagai Alat pengontrol. Dalam fungsi ini ilmuwan
selain mampu membuat ramalan berdasarkan eksplanasi
gejala, juga dapat membuat kontrol terhadap masalah yang
terjadi.8
2) Aksiologi pengetahuan filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu phillos yang
berarti cinta dan shopia yang berarti kebijaksanaan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan objek
kerja kefilsafatan. Apabila dilihat dari segi bahasa maka yang
dimaksud dengan filsafat adalah proses kerja, tingkah laku dan
sikap pandang yang menjunjung tinggi kebijaksanaan.
Pengertian filsafat yang seperti ini dapat diketahui manfaatnya
dengan mengetahui kegunaan aksiologi dalam pengetahuan
filsafat.
Untuk mengetahui kegunaan filsafat itu sendiri kita dapat
memulainya dengan melihat filsafat dari sudut pandang pertama
8
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung. PT.
Remaja Rosdakarya. (2005). hlm 80.
12. 12
filasafat sebagai kumpulan teori filsafat, misalnya tentang teori
komunisme maka terlebih dahulu harus mengetahui tentang teori
marxisme, karena teori filsafat tentang komunisme itu ada
didalam teori marxisme. Intinya teori-teori dalam filsafat itu
saling berkaitan satu dengan yang lainnya. kedua filsafat sebagai
metode pemecahan masalah, digunakan sebagai salah satu cara
atau model pemecahan masalah secara mendalam dan dengan
sudut pandang yang luas dan yang ketiga adalah filsafat sebagai
pandangan hidup semua teori ajarannya diterima kebenaranya
dan dilaksanakan dalam kehidupan.9
3) Aksiologi pengetahuan mistik
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum
maupun ilmu agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu
itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu
sesorang dapat mengubah wajah dunia.
C. Filsafat Historis
Filsafat historis adalah cara mempelajari filsafat berdasarkan
urutan waktu, perkembangan pemikiran filsafat yang telah terjadi, sejak
kelahirannya sampai saat ini, sepanjang dapat dicatat dan memenuhi
syarat-syarat pencatatan serta penulisan sejarah. Pendekatan ini dapat
dilakukan dengan membicarakan tokoh demi tokoh menurut
kedudukannya dalam sejarah, misalnya dimulai dari membicarakan filsafat
Thales, membicarakan riwayat hidupnya, pokok ajarannya, baik dalam
teoripengetahuan teori hakekat, maupun dalam teori nilai. Lantas
dilanjutkann dengan membicarakan Anaximandros. Misalnya, lalu
Socrates, lalu Rousseau, lantas Kant dan seterusnya sampai tokoh-tokoh
kontenporer. Tokoh dikenalkan , kemudian ajarannya. Mengenaklan
tokoh memang perlu karena ajarannya biasanya berkaitan erat dengann
lingkungan, pendidikan kepentingannya.
9
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung. PT.
Remaja Rosdakarya (2005).. hlm 89.
13. 13
Dalam menggunakan metode historis dapat pula ditempuh cara lain
yaitu dengan cara embagi babagan sejarah filsafat misalnya mula-mula
dipelajari filsafat kuno atau (Ancient philosophy. Ini biasanya sejak Thales
sampai menjelang plotinos, dibicarakan tokoh-tokohnya, ajaran masing-
masing ciri umum filsafat periode itu. Kemudian para pelajar menghadapi
filsafat abad pertengahan (Middle Philosophy), lalau filsafat abad modern
(modern philosophy). Variasi cara mempelajari filsafat dengan metode
historis cukup banyak. Yang pokok, mempelajari filsafat dengan
menggunalkan metode historis berarti mempelajari filsafat secara
kronologis.
D. Hubungan antara filsafat pendidikan dan teori pendidikan
1. Hubungan filsafat pendidikan dan teori pendidikan
Antara filsafat dan teori pendidikan memiliki hubungan yang erat.
Hubungan keduanya hanya dapat dibedakan tidak dapat dipisahkan.
Hubungan antara keduanya demikian erat sehingga kadang-kandang
filsafat pendidikan disebut teori pendidikan,demikian pula sebaliknya.
Misalnya di negara Amerika teori atau ilmu pendidikan disebut dengan
Filsafat Pendidikan atau “Philosophy of Educatian” (Daniel, 1985:36).
Secara singkat hubungan antara keduanya dapat dirumuskan sebagai
berikut:
a) Filsafat pendidikan memberikan pandangan-pandangan filsafiahnya
kepada teori pendidikan, khususnya pandangannya tentang
manusia, peserta didik, tujuan pendidikan, dan bagaimana
seharusnya belajar;
b) Teori pendidikan sebagai sebuah disiplin ilmu yang otonom, sering
menemui masalah-masalah yang membutuhkan bantuan filsafat
pendidikan. Kadang-kadang pandangan filsafat pendidikan dapat
mengubah teori pendidikan;
c) Jika suatu teori pendidikan tidak dapat dipertanggungjawabkan
secara filsafiah, khususnya yang berhubungan dengan hidup dan
14. 14
manusia maka akan mengakibatkan perlakuan yang tidak
bertanggungjawab;
d) Pelaksanaan teori pendidikan sering memberikan bahan-bahan baru
kepada filsafat pendidikan untuk direnungkan;
Teori pendidikan dapat meng-cover pandangan filsafat pendidikan
yang cocok baginya, meskipun pandangan-pandangan tersebut harus
diolah kembali (Daniel, 1995:100)
Menurut Ali Saepullah sebagaimana dikutip Jalaludin (1997:23),
filsafat pendidikan, dan teori pendidikan memiliki hubungan
suplementer sebagai berikut:
a) Kegiatan merumuskan dasar-dasar, tujuan-tujuan pendidikan,
konsep tentang hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi
pendidkan;
b) Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidkan yang meliputi
politik pendidikan, kepemimpinan pendidkan, metodologi
pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi
pendidikan dengan masyarakat.
2. Perbedaan antara Filsafat Pendidikan dengan Teori Pendidikan
Di samping memiliki hubungan, filsafat pendidikan dan teori
pendidikan juga memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut disebabkan
oleh karena filsafat pendidikan maupun teori pendidikan memiliki
objek, metode, dan sistematika yang berbeda. Perbedaan antara
keduanya antara lain sebagai berikut :
a) Filsafat pendidikan dan ilmu atau teori pendidikan merupakan dua
disiplin ilmu yang berbeda. Masing-masing memiliki objek,
metode, dan sistematika tersendiri yang berbeda;
b) Jika objek filsafat pendidikan adalah perenungan filosofis tentang
masalah-masalah pendidikan, maka objek teori pendidikan adalah
situasi pendidikan itu sendiri yang muncul secara jelas relasi antara
pendidik dengan peserta didik;
c) Jika filsafat pendiidkan menggunakan pendekatan filosofis
(sinopsis, normatif, induktif) dalam menelaah objeknya, maka teori
15. 15
pendidikan menggunakan pendekatan fenomenologis dalam
menelaah objeknya;
d) Filsafat pendidikan dapat menjadi tamu terhormat bagi teori
pendidikan, tetapi teori pendidikan dapat menjadi tuan rumah.
Sebagai tuan rumah, teori pendidikan dapat menolak filsafat
pendidikan yang tidak sesuai (Daniel, 1985:101-102).
Perbedaan-perbedaan di atas menunjukkan bahwa meskipun keduanya
memiliki hubungan juga memiliki perbedaan. Filsafat pendidikan
memiliki objek yang berbeda dengan objek teori pendidikan. Objek
filsafat pendidikan berupa perenungan folosofis atau hasil pemikiran.
Pemikiran yang berasal dari para filosof atau pemikir pendidikan
termasuk pendidikan Islam merupakan objek material dari filsafat
pendidikan. Teori atau ilmu pendidikan memiliki objek situasi
pendidikan ketika pendidikan itu berlangsung.
16. 16
BAB III
PENUTUP/KESIMPULAN
Istilah filsafat berasal dari dua suku kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu
phile atau philos yang berarti cinta atau sahabat, dan sophia atau sophos yang
berarti kebijaksanaan. Kemudian Sistematika filsafat adalah susunan aturan
tentang filsafat yang telah disusun atau ditulis dan Filsafat historis adalah cara
mempelajari filsafat berdasarkan urutan waktu, perkembangan pemikiran filsafat
yang telah terjadi, sejak kelahirannya sampai saat ini, sepanjang dapat dicatat dan
memenuhi syarat-syarat pencatatan serta penulisan sejarah. Sedangkan hubungan
filsafat pendidikan dengan teori pendidikan a) Filsafat pendidikan memberikan
pandangan-pandangan filsafiahnya kepada teori pendidikan, b) Teori pendidikan
sebagai sebuah disiplin ilmu yang otonom, c) Jika suatu teori pendidikan tidak
dapat dipertanggungjawabkan secara filsafiah, khususnya yang berhubungan
dengan hidup dan manusia maka akan mengakibatkan perlakuan yang tidak
bertanggungjawab; d) Pelaksanaan teori pendidikan sering memberikan bahan-
bahan baru kepada filsafat pendidikan untuk direnungkan.
17. 17
DAFTAR PUSTAKA
Cecep Sumarna. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung: Pustaka Bani
Quraisy. 2006.
Harun Nasution. Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang. 1982.
Jujun S.Suriasumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.1996.
Kattsoff , Louis O. Pengantar Filsafat. Terjemahan. Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya. 1992.
Sunarto. Pemikiran tentang Kefilsafatan Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset.
1983.
Tafsir, Ahmad.. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra.
Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. (2005)