Dokumen tersebut membahas tentang filsafat nilai dan penilaian (aksiologi) yang membahas mengenai etika, estetika, dan berbagai teori terkait. Beberapa poin utama yang diangkat antara lain perbedaan antara etika dan moral, konsep dan teori etika, serta masalah estetika filsafati dan prinsip-prinsipnya.
2. Filsafat Nilai dan Penilaian
Secara formal baru muncul pada abad ke-19, meski
sejak yunani kuno sudah dibicarakan orang tapi
belum bicara mengenai prinsip-prinsip aksiologi.
Aksiologi mempunyai kaitan dengan axia yang berarti
nilai atau yang berharga. Jadi bisa diartikan sebagai
wacana filsofis yang membicarakan nilai dan
penilaian.
Terdapat banyak pendapat menyangkut isi aksiologi,
apakah nilai dan penilaian itu? Pertanyaan ini
tentusaja merupakan masalah utama filsafat ini.
3. Dalam filsafat lama, termasuk yunani kuno, tema lebih
banyak bertautan dengan masalah-masalah yang konkrit,
substansi material.
Diperlukan kajian khusus membahas nilai ini berdasar
dua hal, ialah ada (being) dan nilai (value). Pada masa lalu
nilai berada dibawah masalah ada, dan menggunakan
bahasan dengan tolok ukur yang sama, sehingga menjadi
tidak selaras.
Sebagian orang mengartikan nilai dengan menggunakan
berbagai reduksi dengan hasil terdapatnya tiga sektor
besar realitas, yaitu benda, esensi dan keadaan psikologis.
4. Nilai yang diberikan orang pada sesuatu akan
dikaitkan antara lain dengan apa yang diinginkannya,
apa yang menyenangkannya, dan apa yang
membuatnya senang atau nikmat.
Teori-teori lainnya, seperi pendapat Nicolai
Hartmann, bahwa nilai adalah esensi dan ide
platonik. Nilai selalu berhubungan dengan benda
yang menjadi pendukungnya, misalnya indah dengan
kain, baik untuk perilaku, artinya bahwa nilai tidak
nyata.
5. Pada kenyataan banyak tingkatan dalam kualitas,
yaitu kualitas primer, sekunder dan tersier. Yang
primer bersangkutan dengan adanya benda itu, jika
tidak ada nilai tidak mungkin terbentuk.Kualitas
sekunder, adalah kualitas yang timbul sebagai suatu
yang dapat ditangkap oleh indra kita, seperti warna,
rasa, dan bau. Adapun kualitas tersier, terjadi ketika
penilaian berbeda berdasar dua kualitas terdahulu.
Jelas bahwa kualitas ini tidak nyata, tetapi suatu sifat,
sui generis, ialah bahwa nilai itu tidak mandiri kata
Husserl.
6. Aksiologi adalah Masalah Sehari-
Hari
De gustibus non disputandum, artinya selera tidak bisa
diperdebatkan. Masalah ini adalah penting, karena dengan
nilai orang dapat bersikap subyektif sehingga dapat
menimbulkan masalah besar dan esensial.
Masalah ini merupakan masalah serius yang timbul dalam
penggunaan nilai dalam kehidupan sehari-hari, seolah
nilai identik dengan selera.
Timbul pertanyaan, seberapa jauh perbedaan dalam
penilaian itu benar-benar subyektif, dan tertutup untuk
pemikiran yang sifatnya kolektif? Misalnya dalam
kesenian, tata boga, atau pakaian, juga dalam perilaku dan
sikap pada umumnya, atau perilaku khusus dalam sebuah
pesta pada kalangan tertentu.
7. Timbul lagi pertanyaan, seberapa jauh suatu penilaian
menjadi obyektif, seperti nilai suatu ilmu pengetahuan
atau hal-hal nyata dan konkrit, seperti selera makan asam
atau pedas. Menurut biolog selera dapat dibentuk.
Masalah-masalah demikian, dalam arti lebih luas boleh
jadi menjadi sumber konflik antar orang atau antar ras,
pertanyaan berikutnya, apakah nilai itu subyektif atau
obyekyif?
Masalah yang paling banyak dibicarakan antara lain
mengenai kebaikan perilaku, keindahan karya seni, atau
kesucian religius.
8. Pendapat Langeveld
Aksiologi terdiri dari dua hal utama, yaitu etika dan
estetika, keduanya merupakan masalah yang paling
banyak ditemukan dan dianggap penting dalam
kehidupan sehari-hari.
Etika adalah bagian dari filsafat nilai dan penilaian
yang membicarakan perilaku orang. Semua perilaku
memiliki nilai dan tidak bebas nilai, perilaku bisa
beretika baik dan tidak baik. Dalam banyak wacana
juga digunakan istilah baik dan jahat, karena
perbuatan yang jahat akan merusak, perbuatan baik
berarti membangun.
9. Estetika juga bagian dari filsafat nilai dan penilaian
yang memandang karya manusia dari sudut indah dan
jelek. Keduanya pasangan dikotomis, dalam arti
bahwa yang dimasalahkan secara esensial adalah
pengindraan atau persepsi yang menimbulkan rasa
senang dan nyaman pada suatu pihak, dan rasa tidak
senang dan tidak nyaman pada pihak lain, dan ini
mengisyaratkan bahwa ada baiknya bagi kita
menghargai pendapat orang lain atau pepatah “ de
gustibus non disputdum” mesti tidak untuk segala
hal.
10. Etika atau Moral
Terdapat dua perbedaan antara etika dan Moral
(kesusilaan). Pertama, moralitas bersangkutan dengan apa
yang seyogyanya dilakukan atau tidak dilakukan karena
berkaitan dengan prinsip moralitas yang ditegakkan,
sedang etika adalah wacana yang memperbincangkan
landasan-landasan moralitas.
Kedua, etika berkaitan dengan landasan filosofi norma
dan nilai dalam kehidupan kemasyarakatan atau budaya,
sedangkan kesusilaan atau moral, secara khusus berkaitan
dengan nilai perbuatan yang berhubungan dengan
kebaikan dan keburukan perilaku yang bersangkutan
dengan agama. Kesusilaan sering berkaitan dengan norma
agama berhubungan dengan dosa atau pahala.
11. Suatu perilaku dinyatakan “jahat” karena perbuatan buruk
manusia memberi akibat kerusakan pada manusia lain
atau umumnya.
Filsafat etis merupakan usaha untuk memberi landasan
terhadap penyelesaikan konflik-konflik secara rasional
jika respons otomatis kita dan aturan implisit tindakan
yang berbelit atau karena realitas respon dan aturan yang
bertentangan.
Craig (2005), dalam “The shorter routledge Encyclopedia
of Phylosophy” mengemukakan tiga permasalahan utama
dalam etika, yaitu masalah etika dan meta etika, masalah
konsep etis dan teori etis, serta masalah etika terapan.
12. Masalah etika dan meta etika
Etika pada dasarnya meliputi empat pengertian: Pertama,
sistem-sistem nilai kebiasaan yang penting dalam
kehidupan kelompok khusus manusia yang disebutnya
sebagai “etika kelompok”. Ini bagian tugas para
antropolog.
Kedua, digunakan untuk satu diantara sistem-sistem
khusus tersebut, yaitu “moralitas” yang melibatkan makna
kebenaran dan kesalahan, yang pertanyaan sentralnya
“apa yang terbaik untuk memberikan karakter pada sistem
ini? Apakah suatu moral mengemukakan fungsi tertentu,
seperti apa yang memungkinkan seseorang dapat bekerja
sama dengan orang lain? Haruskah dalam bekerjasama
dengan orang lain melibatkan perasaan tertentu atau
dengan hujatan?
13. Ketiga, dalam sistem moralitas itu sendiri mengacu
pada prinsip-prinsip moral aktual, misalnya “mengapa
anda mengembalikan buku pinjaman itu?” Hal seperti
itu hanyalah masalah etis dalam suatu lingkungan.
Keempat, etika adalah suatu daerah dalam filsafat
yang memperbincangkan telaahan etika dalam
pengertian-pengertian lain, dan penting diingat
bahwa etika filosofis tidak bebas dari area filsafati
lainnya. Jawaban terhadap masalah etika bergantung
pada jawaban terhadap banyaknya pertanyaan
metafisika dan area lain pemikiran manusia.
14. Konsep dan Teori Etika
Menurut Edward Craig ada beberapa etika falsafiah yang
bersifat luas dan umum, serta berupaya untuk
mendapatkan prinsip-prinsip umum atau keterangan
dasar mengenai moralitas, yang cenderung lebih
menfokuskan pada analisis atas masalah sentral pada
etika itu sendiri.
Misalnya masalah otonomi, perhatian terhadap
pemerintahan sejajar dengan masalah-masalah yang
menyangkut diri, hakekat moral, dan relasi etis masalah
lain.
Topik lain yang juga termasuk masalah ini adalah ideal
moral, makna pahala, dan responsibilitas moral.
15. Yang baik adalah yang membahagiakan manusia atau
yang memberi kenikmatan adalah jawaban
pertanyaan mengenai apa yang baik dilakukan
manusia pribadi dalam kehidupannya?
Filsafat moral atau etika sedikitnya membicarakan
advokasi cara-cara khusus hidup dan bertindak.
Bagaimana seharusnya cara orang hidup? Saah satu
tradisi modern adalah konsekuensialisme. Pandangan
ini mensyaratkan moralitas untuk membawa
kebaikan menyeluruh yang terbaik.
16. Yang baik adalah yang membahagiakan dan yang
mensejahterakan manusia, pandangan ini lebih
mementingkan kebaikan daripada kebenaran.
Teori-teori yang berdasar kebenaran dapat diperikan
sebagai deontologis. Puncaknya terjadi pada abad ke-
18 dalam filsafat jerman yaitu pendapat Immanuel
Kant.
Pada abad ke-20 terdapat reaksi perlawanan terhadap
ekses yang dipersepsi dari etika kaum
konsekuensionalis dan deontologis dengan kembali
pada pegangan masa kuno.
17. Masalah Etika Terapan
Etika filsafati selalu dikaitkan dengan taraf penerapan
tertentu pada kehidupan nyata sehari-hari. Bidang
kedokteran, karena menyangkut hidup mati manusia
merupakan bidang paling bersentuhan dengan masalah
etika dalam penerapannya. Bidang yang lain adalah bidang
ilmu dan teknologi, juga maslah-masalah kesenian yang
berhubungan dengan agama dan norma-norma, serta nilai
sosial, misalnya masalah pornograsi dan pornoaksi.
Juga dalam dunia politik menyangkut rebutan kekuasaan
juga merupakan sisi yang bersentuhan dengan etika
terkait dengan pemberian kesejahteraan dan keadilan
pada masyarakat.
18. ESTETIKA
Estetika merupakan bagian aksiologi yang membicarakan
permasalahan, pertanyaan dan issue mengenai keindahan,
menyangkut ruang lingkup: nilai, pangalaman, perilaku
dan pemikiran seniman, seni serta persoalan estetika dan
seni dalam kehidupan manusia.
Marcia Eaton menyatakan bahwa estetika merupakan
konsep yang berkaitan dengan deskripsi dan evaluasi
obyek serta kejadian artistik dan estetika.
Immanuel Kant menyatakan bahwa konsep estetika itu
subyektif, tapi pada tarap dasar manusia secara universal
memiliki perasaan yang sma terhadap apa yang membuat
mereka nyaman dan senang atau menyakitkan dan tidak
nyaman.
19. Estetika Filsafati
Estetika filsafati atau filsafat seni adalan kajian ilmiyah
yang mencari landasan dan asumsi tentang keindahan
atau uapaya membahas fenomena atau wujud kesenian
dari pada dasar-dasar wacana seni.
Adapun yang dimaksud teori lima seni (theory og five art)
adalah teori seni yang menyangkut permasalahan seni
lukis, seni pahat, arsitektur, sajak dan musik yang
dianggap pilar dari kesenian umumnya.
Kedudukan dan peran dalam sejarah pemikiran masa lalu,
menurut Bernard Bosanquet bahwa seni sajak dan seni
formatif hellenik merupakan panggung pertemuan antara
religi praktis populer dab refleksi kritis atau filosofis.
20. Prinsip Estetika
Bahwa pada antikuitas hellenistik telah ditemukan peinsip
estetika sebagai bahan pertimbangan, dalam arti bahwa
keindahan mengandung ekspresi imajinatif dan sensuous
mengenai kesatuan dalam kemajemukan.
Prinsip yang membangun kerangka kerja spikulasi
hellenistik mengenai alam dan nilai keindalahan adalah
prinsip kondisi ekspresi yang abstrak.
Obyek persepsi, umumnya dianggap sebagai standar seni.
Didalamnya terdapat suatu baris yang tidak mungkin
diatasi dalam menghadapi identifikasi keindahan dengan
ekspresi spiritual yang hanya dapat ditangkap oleh
persepsi tingkat tiggi.