UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
Peningkatan Produksi Pangan
1. Buletin AgroBio 4(2):56-61
perhatian terhadap aplikasi pupuk
Aplikasi Pupuk Hayati dan Pupuk hayati di Indonesia akhir-akhir ini,
yaitu krisis ekonomi yang terjadi
Kimia: Suatu Pendekatan Terpadu pada tahun 1997, pencabutan sub-
sidi pupuk oleh pemerintah pada
R.D.M. Simanungkalit tahun 1998, dan tumbuhnya kesa-
Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor daran terhadap potensi pencemar-
an lingkungan melalui penggunaan
ABSTRACT pupuk kimia yang berlebihan dan
Application of Biofertilizer and Chemical Fertilizer: An Integrated Approach. R.D.M. tidak efisien. Selama lebih dari 25
Simanungkalit. Biofertilizers are living microorganisms applied to soils in the form of inoculant tahun Pemerintah memberikan
to facilitate or provide a particular mineral nutrient required by crops through a mutual symbiotic
or non-symbiotic relationship. A legume inoculant containing root-nodule bacteria was the first subsidi pupuk, sehingga petani
biofertilizer in the world and has been commercialized since more than 100 years ago. Despite sanggup memenuhi kebutuhan pu-
this long history the global use of biofertilizers remain insignificant. The energy crisis in the puknya dengan biaya yang relatif
1970’s and the environmental problems caused by the application of chemical fertilizers have
aroused the public interest in applying biofertilizers. The success of food crop production lebih rendah. Terjadinya krisis eko-
intensifying program in Indonesia has been attributed among others to the increased use of nomi dan pencabutan subsidi pu-
chemical fertilizer from time to time. High-yielding varieties which are mostly grown by farmers puk menyebabkan naiknya harga
require high dosage fertilizer to achieve their potential yields. The removal of chemical fertilizers
subsidies by the government has affected the efforts to maintain and increase the current pupuk, sehingga petani terpaksa
production levels. If they want to maintain their production they must allocate more money, but if mengurangi penggunaan pupuk
they reduce the amount of chemical fertilizers they usually apply or do not apply at all, yield can un-tuk tanamannya yang
drop, meaning that their income will decrease and the national production target will not be
achieved. The increased interest in use of biofertilizer as complement fertilizers particularly after selanjutnya berdampak terhadap
the removal fertilizer subsidies has increased tremendously as shown by the flooding of various tingkat kon-sumsi pupuk nasional
kinds of the so-called biofertilizers in the market. However, not all these biofertilizers can be yang menu-run, pada tahun 1997
categorized as biofertilizers. The over-expectation on biofertilizer by considering it as a panacea
which can solve all crop nutritional problems and replace chemical fertilizers can really inflict
dari 5,781 juta ton menjadi 4,688
financial losses on farmers. The current research results show that biofertilizers can increase juta ton dan se-lanjutnya pada
the efficiency of fertilizer use. The use of biofertilizer alone can give the highest efficiency but tahun 1998 menjadi 3,664 juta ton
the low yield levels. To obtain higher yield levels the application of integrated fertilizer
management principles is the best by combining the application biofertilizer and chemical
(Tabel 1). Penurunan konsumsi
fertilizer in a way that the amount of applied chemical fertilizer does not suppress the growth pupuk ini di samping ter-jadinya El
and development of microorganisms in the biofertilizer. The responsive curves of either Nino pada tahun 1997 dan 1998
biofertilizer alone, or chemical fertilizer alone, or chemical fertilizer in combination with telah menyebabkan ter-jadinya
biofertilizer all follow the Mitscherlich’s law on diminishing returns due to increased fertilizer
dosages. penurunan produksi ber-bagai
tanaman pangan, sehingga
Key words: Chemical fertilizer, biofertilizer, integrated fertilizer management
memaksa Pemerintah mengimpor
beras sampai 5.000.000 t jagung
K eberhasilan peningkatan pro-
duksi berbagai tanaman pa-
ngan di Indonesia tidak terlepas da-
meningkat dari tahun ke ta-hun
seperti disajikan pada Tabel 1.
Peningkatan ini terutama sekali ter-
dan kedelai masing-masing lebih
dari 500.000 t (FADINAP, 1999).
ri penggunaan pupuk kimia (buat- jadi pada periode 1975-1980 de-
an). Varietas unggul yang ngan laju pertumbuhan rata-rata SEJARAH PERKEMBANGAN
dihasilkan oleh para pemulia 15,6% per tahun. Selanjutnya pada PUPUK HAYATI
dalam revolusi hijau merupakan periode 1980-1985, 1985-1990, dan Bakteri penambat nitrogen rhi-
jenis tanaman yang membutuhkan 1990-1996 laju pertumbuhan ini zobia merupakan pupuk hayati per-
masukan pu-puk yang tinggi, di me-nurun masing-masing menjadi tama di dunia yang dikenal dan te-
samping masuk-an lain seperti 10,2; 3,9; dan 1,5% per tahun. lah dimanfaatkan lebih dari 100 ta-
pengairan dan pes-tisida, agar Pupuk hayati merupakan mik- hun sejak pertama kali digunakan
dapat mencapai potensi hasil yang roorganisme hidup yang diberikan untuk menginokulasi benih
optimal dari tanaman tersebut. ke dalam tanah sebagai inokulan kacang-kacangan. Hermann Riegel
Akibat dari penggunaan untuk membantu tanaman memfa- dan Hermann Wilfarth, dua orang
varietas unggul disertai dengan silitasi atau menyediakan unsur ha- pene-liti Jerman yang pertama kali
makin inten-sifnya pengelolaan ra tertentu bagi tanaman. Oleh ka- men-demonstrasikan adanya
tanaman dan perluasan areal rena itu, pupuk hayati sering juga proses pe-nambatan nitrogen
tanaman, konsumsi pupuk disebut sebagai pupuk mikrobe. secara simbio-sis pada tanaman
Setidak-tidaknya ada tiga faktor kacang-kacangan yang termasuk
yang mendorong meningkatnya Papilionaceae me-lalui publikasi
Hak Cipta 2001, Balitbio
2. 2001 R.D.M. SIMANUNGKALIT: Aplikasi Pupuk Hayati dan Pupuk Kimia 57
Tabel 1. Jumlah dan pertumbuhan konsumsi pupuk di Indonesia tahun akar telah digunakan untuk meng-
1975-1998
inokulasi kedelai dalam skala besar
Tahun Urea TSP/SP-36 AS KCl Total pada tahun 1981 di daerah-daerah
x1000 t
transmigrasi (Jutono, 1982). Pada-
1975 676 235 94 34 1035 hal pembuatan inokulan skala
1980 1776 494 330 123 2723 labo-ratorium telah dimulai pada
1985 2607 1048 475 290 4420 tahun 1938 di Plantkundige Institut
1989 2911 1217 596 460 5184
1990 2983 1261 605 510 5359 dan Laboratorium Treub di Bogor.
1991 3097 1256 606 444 5403 Jamur mikoriza adalah seke-
1992 3410 1290 608 482 5790
1993 3095 1173 639 366 5273 lompok jamur tanah yang diketahui
1994 3288 1125 615 302 5330 dapat berfungsi sebagai pupuk ha-
1995 3710 1070 653 404 5837 yati. Sekalipun keberadaan jamur
1996 3918 900 588 375 5781
1997 3324 663 351 350 4688
mikoriza sudah diketahui lebih dari
1998* 2871 361 158 274 3664 100 tahun yang lalu, namun peng-
Laju pertumbuhan per tahun (%) gunaannya sebagai pupuk hayati
1975/1980 14,5 16,1 17,6 23,9 15,6 mungkin baru mulai sejak Mosse
1980/1985 8,0 16,2 7,6 18,7 10,2 (1957) mengetahui peran jamur
1985/1990 2,7 3,8 4,7 12,0 3,9
1990/1996 5,6 0,9 0,1 0,9 1,5 mikoriza dalam penyerapan fosfor
oleh tanaman.
* Periode Januari-September
Sumber: FADINAP (1999)
MIKROORGANISME SEBAGAI
pada tahun 1888 (Schilling, 1988). tanaman tetapi pada bintil ini juga PUPUK HAYATI
Mereka mengada-kan percobaan terjadi hubungan kausal antara ke- Tabel 2 menunjukkan berbagai
pada oat, buck-wheat, rape, pea, beradaan bakteri dan penambatan kelompok pupuk hayati baik yang
serradella, dan lupin dengan nitrogen. Pada tanggal 20 Septem- bersifat simbiotik maupun yang
menggunakan pasir murni yang ber 1886, Hellriegel memberikan nonsimbiotik serta mikroorganisme
sama sekali tidak me-ngandung presentasi tentang hasil penelitian yang tergolong ke dalam tiap ke-
nitrogen sebagai me-dium tumbuh. mereka pada pertemuan ke-59 lompok tersebut.
Kemudian medium tadi ditambah ilmuwan pengetahuan alam dan
unsur lain yang perlu. Semua dokter Jerman di Berlin. Rhizobia merupakan kelompok
tanaman tumbuh sampai nitrogen penambat nitrogen yang bersimbio-
Pada tahun 1930-an dan 1940- sis dengan tanaman kacang-ka-
yang ada di biji habis. Kemudian ke an berjuta-juta hektar lahan yang
setiap pot ditambah-kan sedikit cangan. Penggunaan teknik mole-
di-tanami berbagai tanaman di Uni kuler pada penelitian taksonomi
ekstrak tanah permuka-an yang Soviet diberi inokulan Azotobacter
keruh, yang mengandung 0,3-0,7 rhizobia telah menyebabkan ber-
(Macdonald, 1989). Inokulan difor- tambahnya jumlah genus, dari dua
mg nitrogen. Penambahan ekstrak mulasikan dengan berbagai cara
tanah tidak berpengaruh terhadap (Rhizobium dan Bradyrhizobium)
dan disebut sebagai pupuk bakteri menjadi enam genus, yaitu Rhizo-
oat, buckwheat maupun rape, Azobakterin. Pupuk bakteri lain
tetapi tanaman tetap pada kondisi bium, Bradyrhizobium, Azorhizo-
yang disebut sebagai fosfobakterin bium, Sinorhizobium, Mesorhizo-
“kelaparan nitrogen”. Seba-liknya, mengandung Bacillus megatherium
ketiga kacang-kacangan (pea, bium, dan satu genus baru yang
dan telah digunakan secara luas di saat ini hanya memiliki satu spe-
serradella, dan lupin) pulih dari Eropa Timur. Bakteri ini diduga me-
“kelaparan nitrogen”, tiba-tiba sies, Rhizobium galegae. Paku air
nyediakan fosfat yang terlarut dari Azolla bersimbiosis dengan Ana-
menjadi hijau tua dan selanjutnya pool tanah ke tanaman. Tetapi
tumbuh luar biasa baiknya. Mereka baena azollae. Simbiosis ini me-
penggunaan kedua pupuk ini ke- nyebabkan Azolla dapat menambat
membuat kesimpulan bahwa ta- mudian terhenti. Terjadinya krisis
naman kacang-kacangan menggu- nitrogen dari atmosfir, dan selanjut-
energi pada tahun 1970-an telah nya dapat digunakan sebagai
nakan nitrogen atmosfir sebagai
mendorong kembali perhatian pupuk organik. Frankia me-
sumber nitrogen. Bintil terbentuk
dunia kepada penggunaan pupuk rupakan aktinomiset yang mampu
pada tanaman kacang-kacangan
hayati. menambat nitrogen melalui
setelah terjadi infeksi oleh mikro-
organisme tertentu. Bintil ini tidak Di Indonesia, pupuk hayati da- simbio-sis dengan tanaman
hanya menjadi cadangan protein lam bentuk inokulan bakteri bintil nonlegum, mi-salnya Alnus dari
3. 58 BULETIN AGROBIO VOL 4, NO. 2
famili Betulaceae (Akkermans, (Aspergillus, Penicillium), dan akti- sama atau berbeda seperti
1978). nomiset (Streptomyces). Berbagai ditunjukkan pada inokulan yang
Penambat nitrogen nonsimbio- kelompok mikroorganisme pupuk ada pada Tabel 3. Inokulan yang
tik merupakan kelompok bakteri hayati disajikan pada Tabel 2. mengandung dua atau lebih
hidup bebas dan asosiatif, ada yang Tabel 3 memperlihatkan berba- spesies pupuk hayati dengan fungsi
aerob, anaerob, dan anaerob fakul- gai inokulan pupuk hayati yang di- yang berbeda dise-but pupuk
tatif tergantung pada pertumbuhan komersialkan di Indonesia. Secara hayati majemuk (Sima-nungkalit
dan kemampuan hidup organisme tradisional dikenal dua tipe inoku- dan Saraswati, 1999). Se-bagai
tersebut pada kondisi tanpa dan lan rhizobia, yaitu inokulan yang contoh dari pupuk semacam ini
dengan oksigen. Mikroorganisme mengandung satu strain (strain adalah Rhizo-plus yang mengan-
yang tergolong kelompok ini antara tunggal) dan yang multistrain dung bakteri penambat nitrogen
lain Azotobacter, Azospirillum, (strain ganda). Inokulan multistrain (Bradyrhizobium dan Sinorhizo-
Clos-tridium, Klebsiella, dan alga mengandung strain-strain dari dua bium) dan bakteri pelarut fosfat
biru-hijau. kelompok inokulan seperti strain (Bacillus dan Micrococcus).
Jamur mikoriza merupakan ke- dari clover dicampur dengan
lompok jamur tanah yang bersim- medic atau suatu campuran strain MANFAAT POTENSIAL
biosis dengan berbagai tanaman. yang berasal dari satu kelompok PUPUK HAYATI
Kelompok ini dapat dibagi menjadi (Roughley, 1988). Di samping itu,
Mikroorganisme pupuk hayati
dua kelompok besar, yaitu endomi- di-kenal juga inokulan yang
terutama berkaitan dengan unsur
koriza dan ektomikoriza. Jamur mi- mengan-dung campuran dua atau
hara N dan P yang merupakan dua
koriza arbuskular adalah salah satu lebih spesies dengan fungsi yang
unsur hara yang banyak
subkelompok dari endomikoriza
yang jauh lebih luas Tabel 2. Berbagai kelompok mikroorganisme pupuk hayati
penyebarannya dibandingkan
dengan ektomikoriza. Saat ini, ada Kelompok pupuk hayati Sistem Mikroorganisme
enam genus jamur mikoriza Penambat nitrogen a. Simbiosis dengan legum Rhizobium, Bradyrhizobium, Azorhi-
arbuskular yang bersimbio-sis simbiotik zobium, Sinorhizobium, Mesorhizo-
bium, dan satu genus baru
dengan tanaman, yaitu Acaulo- b. Simbiosis dengan Azolla Anabaena azollae
spora, Entrophospora, Gigaspora, c. Simbiosis dengan non- Frankia sp.
Glomus, Sclerocystis, dan Scutello- legum (a.l. Alnus, Myrica,
spora (Morton dan Benny, 1990), dan Casuarina)
Penambat nitrogen non- Hidup bebas/asosiatif a.l. Azotobacter, Azospirillum, Clos-
de-ngan jumlah spesies lebih dari simbiotik tridium, Klebsiella, alga biru-hijau
100. Kelompok jamur ektomikoriza Jamur mikoriza Simbiosis dengan berbagai Endomikoriza (mikoriza arbuskular:
me-miliki jumlah spesies yang jauh tanaman Acaulospora, Entrophospora, Giga-
spora, Glomus, Sclerocystis, dan
le-bih besar. Di Amerika Utara saja Scutellospora)
lebih dari 2100 spesies (National Ektomikoriza
Academy of Sciences, 1979). Jamur Mikroorganisme pelarut Hidup bebas Bakteri: a.l. Bacillus dan
ektomikoriza dapat bersimbiosis fosfat Pseudomonas
Jamur: a.l. Aspergillus dan
dengan sekurang-kurangnya 19 Penicillium
famili tanaman (Brundrett et al., Aktinomiset: Streptomyces
1996).
Mikroorganisme pelarut fosfat Tabel 3. Pupuk hayati komersial di Indonesia dan kandungan mikroorganismenya
merupakan kelompok mikroorga- Nama produk pupuk hayati Kandungan mikroorganisme
nisme yang dapat mengubah fosfat
Legin Rhizobia
tidak larut dalam tanah menjadi Rhizo-plus Bradyrhizobium, Sinorhizobium, Bacillus, Mikrococcus
bentuk yang dapat larut dengan ja- Emas Azospirillum lipoverum, Azotobacter, Beijerinckia, Aeromonas
lan mensekresikan asam organik punctata, Aspergillus niger
Ginon 100x Bradyrhizobium japonicum
seperti asam format, asetat, pro- Biofer 2000-K Jamur ektomikoriza
pionat, laktat, glikolat, fumarat, dan Biofer 2000-N Jamur endomikoriza
suksinat (Subba Rao, 1982). Mikro- E-2001 Azotobacter vinelandii, Clostridium pasterianum, Nitrosomonas,
organisme yang tergolong kelom- Nitrobacter, Ankia alni, Nostoc muscorum, Anabaena azollae
OST (organic soil treatment) Azotobacter, Rhizobium, Agrobacterium, Azospirillum,
pok ini dapat berupa bakteri (pupuk hayati rajawali) bakteri pelarut fosfat, protein, dan humus aktif
(Bacillus, Pseudomonas), jamur Biota Bacillus spp., Lactobacillus spp, Micrococcus sp.
4. 2001 R.D.M. SIMANUNGKALIT: Aplikasi Pupuk Hayati dan Pupuk Kimia 59
dibutuhkan tanaman. Tabel 4 fasilitator pe-nyerapan hara, jamur berlendir sehingga menyebabkan
menyajikan perki-raan nitrogen mikoriza juga berpotensi sebagai partikel-partikel tanah melekat satu
yang ditambat oleh berbagai sistem pengendali ha-yati. Pada umumnya sama lain (Tisdall dan Oades, 1979).
fiksasi N2. Kisaran jumlah nitrogen tanaman ber-mikoriza mengalami Dengan demikian, stabilitas tanah
yang ditambat oleh berbagai sistem kerusakan le-bih sedikit meningkat.
fiksasi N2 sangat besar, mungkin dibandingkan dengan tanaman
karena adanya va-riasi pada tidak bermikoriza dan serangan APLIKASI TERPADU
kondisi tanah, iklim, sis-tem penyakit berkurang atau PUPUK HAYATI DAN PUPUK KIMIA
pengelolaan, makrosimbion dan perkembangan patogen dihambat
mikrosimbionnya. (Dehne, 1982). Menurut Linderman Dewasa ini orang sering berbi-
(1996) pengendalian hayati berba- cara tentang pupuk alternatif sete-
Informasi tentang penelitian fik-
gai penyakit oleh mikoriza dapat di- lah harga pupuk kimia makin ma-
sasi N2 di Indonesia sangat terbatas.
pengaruhi oleh satu atau lebih me- hal. Pupuk alternatif sering diiden-
Hasil penelitian yang dilaporkan
kanisme, yaitu (1) perbaikan gizi ta- tikkan dengan pupuk hayati dan
oleh Sisworo et al. (1990) menun-
naman, (2) kompetisi untuk pu-puk organik. Penggunaan kata
jukkan bahwa jumlah nitrogen
fotosin-tat dan tempat infeksi pada “alternatif” sebenarnya tidak tepat
yang difiksasi pada tanaman
tanam-an inang, (3) perbaikan karena dapat memberikan penger-
kedelai 33% dari N total tanaman
morfologi dan jaringan tanaman, tian yang keliru. Kata ini berarti me-
yang setara dengan 26-33
(4) perubah-an susunan kimia milih salah satu dari dua atau lebih
kg/N/h/musim, se-dangkan pada
jaringan tanam-an, (5) reduksi stres pilihan. Dengan penafsiran seperti
cowpea 12-33% yang setara dengan
abiotik, dan (6) perubahan itu tidak heran kalau akhir-akhir ini
12-22 kg/N/ha/musim. Pada
mikrobial pada mikori-zosfir. kita sering mendengar pernyataan
penelitian lain dilaporkan jumlah
Beberapa hasil penelitian me- seakan-akan pupuk hayati dapat
nitrogen yang difiksasi pada kedelai
nunjukkan bahwa mikoriza dapat menggantikan pupuk kimia,
42 HST yang dinyatakan se-bagai
meningkatkan toleransi tanaman sehing-ga tidak perlu lagi
persentase N-ureida pada N total
terhadap kekeringan. Perbaikan to- menggunakan pupuk kimia kalau
yang terkandung pada cairan sel
berjumlah 50,2% (Simanungka-lit, leransi tanaman bermikoriza terha- memang terlalu mahal untuk
1995). Estimasi nitrogen yang di- dap stres air dapat disebabkan oleh dibeli, cukup membeli pupuk
tambat oleh berbagai sistem fiksasi peningkatan konduktivitas hidrau- hayati yang dianggap murah.
N2 disajikan pada Tabel 4. lik, laju transpirasi yang lebih kecil Berdasarkan berbagai hasil
per satuan luas, adanya ekstraksi peneliti-an yang ada, suatu
Berdasarkan hasil penelitian pendekatan ter-padu dengan
yang ada sampai sekarang, jamur air dari tanah ke potensi yang lebih
rendah, pemulihan tanaman yang menggunakan kom-binasi pupuk
mikoriza berpotensi memfasilitasi hayati dan pupuk kimia merupakan
penyediaan berbagai unsur hara lebih cepat dari stres air, dan ada-
nya nutrisi P tanaman yang lebih pendekatan yang terbaik.
ba-gi tanaman terutama P.
Perbaikan pertumbuhan dan baik. Hasil percobaan inokulasi
kenaikan hasil berbagai tanaman Jamur mikoriza berpengaruh kede-lai dengan pupuk hayati
berkaitan de-ngan perbaikan nutrisi terhadap agregasi tanah melalui Bradyrhi-zobium japonicum pada
P tanaman. Di samping sebagai miselia jamur yang dilapisi oleh zat tanah Pod-solik Merah Kuning di
Tamanbogo (Lampung Tengah)
Tabel 4. Estimasi nitrogen yang ditambat oleh berbagai sistem fiksasi N2
menunjukkan bahwa tanpa pupuk
N (urea) ting-kat hasil kedelai lebih
-1
Sistem fiksasi N2 N2 yang difiksasi (kg N ha ) rendah di-bandingkan dengan yang
Hidup bebas/asosiatif diberi N (Tabel 5), tapi tingkat
-1
Padi-alga biru-hijau 10-80 musim
-1
efisiensinya lebih tinggi
Asosiasi padi-bakteri 10-30 musim
Asosiasi tebu-bakteri 20-160 musim
-1 (Simanungkalit et al., 1996).
Simbiotik Besarnya kenaikan hasil yang
Padi-Azolla 20-100 musim
-1
diperoleh dengan inokulasi tanpa
Legum-rhizobia
-1
pupuk N rata-rata 20%. Sebaliknya
Leucaena leucocephala 100-300 musim
Glycine max 0-237 musim
-1 bila diinokulasikan di-tambah
Trifolium repens 13-280 musim
-1
dengan 25 kg N tingkat ha-sil lebih
-1
Sesbania rostrata 320-360 musim
-1
tinggi tetapi persentase ke-naikan
Non-legum (Casuarina sp.)-Frankia 40-60 tahun
hasil karena inokulasi men-jadi
Sumber: Bohlool et al. (1992)
5. 60 BULETIN AGROBIO VOL 4, NO. 2
lebih rendah (7%). Dalam rang-ka mikori-za arbuskular (MA) tingkat ngandung mikroorganisme pelarut
kepentingan produksi pangan hasil op-timal diperoleh pada fosfat dan Azospirillum di Seputih
nasional tingkat hasil yang lebih kombinasi pu-puk hayati dan 45 Banyak (Lampung) menunjukkan
tinggi diutamakan. Ini berarti pem- ppm P2O5 (Sima-nungkalit, 1993). bahwa pemberian pupuk P tanpa
berian pupuk kimia masih diperlu- Tanpa pemberian pupuk P (hanya Bio-fosfat meningkatkan hasil
kan di samping inokulan sampai pupuk hayati saja) tingkat hasil kede-lai dan mencapai maksimum
batas di mana pemberian ini tidak rendah, tetapi efisiensi-nya paling pada pemberian 125 kg SP-36 ha-1,
menekan perkembangan mikro- tinggi. Penurunan hasil pada se-dangkan bila pupuk
organisme pupuk hayati kedelai yang diberi pupuk hayati dikombinasi-kan dengan Bio-fosfat
bradyrhizo-bia, yaitu sebanyak 25 dan pupuk P lebih awal di- hasil maksi-mal dicapai pada
kg N/ha. Pada dosis yang lebih bandingkan dengan hanya diberi pemberian 53 kg SP-36 ha-1
tinggi (50 kg N/ha) peranan pupuk pupuk P tanpa pupuk hayati (Gam- (Saraswati et al., 1999). Seperti
hayati menu-run seperti bar 1). Kurva ini mengikuti hukum pada inokulasi dengan ja-mur MA,
diindikasikan oleh penu-runan kenaikan hasil yang menurun me- kurva respon terhadap Bio-fosfat
bobot kering bintil (Tabel 6). nurut Mitscherlih. juga mengikuti hukum kenaikan
Pada inokulasi tanaman Pada percobaan inokulasi de- hasil dari Mitscherlih (Gambar 2).
kedelai dengan pupuk hayati jamur ngan inokulan Bio-fosfat yang me- Penurunan hasil kede-lai terjadi
lebih awal pada perlaku-an
Tabel 5. Pengaruh taraf pemberian N terhadap hasil biji kede-
kombinasi pupuk hayati dan pu-
lai yang diinokulasi dengan tiga strain Bradyrhizobium puk P saja dibandingkan dengan
japonicum hanya pupuk P saja tanpa pupuk
Inokulasi Taraf N (kg/ha) Hasil biji (kg/ha)
hayati (Bio-fosfat). Kecenderungan
f
yang sama ditunjukkan pula pada
Tanpa inokulasi 0 1287
cd percobaan inokulasi kacang hijau
25 1664
a
50 2134
e
FCB 152 0 1542 20 Kontrol
bc
25 1752 18 Inkubasi
a
50 2191 16 Y =8,718 + 0,04978X -
FCB 26 0 1513
e Hasil biji (g/pot)
b
14 0,0881212X2
25 1788 12
a
50 2110 10
de
CB 1809 0 1572 8
b
25 1796 6
d
50 1582 4 Y = 7,596 + 0,01614X -
Angka-angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf sama tidak 2 0,08801667X2
berbeda pada taraf nyata 5% menurut uji jarak berganda Duncan 0
Sumber: Simanungkalit et al. (1996) 0 25,5 45 67,5 90
Dosis pupuk P (ppm P 2O5)
Tabel 6. Pengaruh taraf pemberian N dan strain Bradyrhizo-
bium japonicum terhadap bobot kering bintil kedelai Gambar 1. Hubungan antara pupuk P dan
yang tumbuh di pot hasil kedelai tanpa dan dengan
inokulasi jamur MA
Bobot kering bintil Sumber: Simanungkalit (1993)
Perlakuan
(mg/tanaman)
Strain Bradyrhizobium japonicum 1600
ab
CB 1809 160
Hasil biji (kg/ha)
USDA 110 150
b 1200
a
FCB 26 170
Nitrogen (kg/ha) 800
a
0 170 Tanpa Bio-fosfat
25 164
a 400
50 159
a Dengan Bio-fosfat
100 141
b 0
Varietas 0 50 100
a
Wilis 170 Dosis pupuk P (kg SP-36/ha)
b
Sekayu 146
Gambar 2. Kurva respon hasil kedelai ter-
Angka-angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda pada hadap inokulasi Bio-fosfat
taraf nyata 5% menurut uji jarak berganda Duncan
Sumber: Saraswati et al. (1999)
Sumber: Simanungkalit et al. (1996)
6. 2001 R.D.M. SIMANUNGKALIT: Aplikasi Pupuk Hayati dan Pupuk Kimia 61
dengan pupuk hayati jamur MA University and The University of Schilling, G. 1988. Hellriegel and
(Djasmara dan Simanungkalit, Adelaide. p. 163-174. Wilfarth and their discovery of
nitrogen fixation at Bernburg. In
1999). FADINAP. 1999. Supply, marketing, Bothe, de Bruijn, and Newton (Eds.).
distribution, and use of fertilizer in Nitrogen Fixation: Hundred Year
Indonesia. ESCAP/FAO/UNIDO,
KESIMPULAN After. Gustav Fischer, Stuttgart.
Bangkok.
Dari hasil penelitian yang telah Jutono. 1982. The application of
dikemukakan dapat ditarik kesim- Rhizobium-inoculant on soybean in
pulan bahwa aplikasi pupuk hayati Indonesia. Ilmu Pert. (Agric. Sci.)
dan pupuk kimia terpadu mampu 3:215-222.
meningkatkan efisiensi Linderman, R.G. 1996. Role of VAM
penggunaan pupuk P dengan fungi in biocontrol. In Pfleger, F.L.
mengurangi dosis pupuk. and R.G. Linderman (Eds.).
Berkurangnya dosis ini akan Mycorrhizae and Plant Health. APS
membantu upaya menekan risiko Press, St. Paul. p. 1-25.
pencemaran lingkungan dan Macdonald, R.M. 1989. An overview of
menghemat sum-ber daya. crop inoculation. In Campbell, R.
and R.M. Macdonald (Eds.).
Microbial Inoculation of Crop Plants,
DAFTAR PUSTAKA IRL Press, Oxford. p. 1-9.
Akkermans, A.D.L. 1978. Root nodule Morton, J.B. and J.L. Benny. 1990.
symbiosis in non-leguminous N2- Revised classification of arbuscular
fixing plants. In Dommergues, Y.R. mycorrhizal fungi (Zygomycetes): A
and S.V. Kruva (Eds.). Interactions new order, Glomales, two new
between Non-pathogenic Soil Micro- suborders, Glomineae and Gigas-
organisms and Plants. Elsevier porineae, and two new families,
Scientific Publishing Company, Acaulosporaceae and Gigaspora-
Amsterdam. p. 335-372. ceae, with emendation of Gloma-
Bohlool, B.B., J.K. Ladha, D.P. ceae. Mycotaxon 37:471-491.
Garrity, and T. George. 1992. Mosse, B. 1957. Growth and chemical
Biological nitrogen fixation for sus- composition of mycorrhizal and non-
tainable agriculture: A perspective. mycorrhizal apples. Nature (London)
Plant Soil 141:1-11. 179:922-924.
Brundrett, M.N., Bougher, B. Dell, T. National Academy of Sciences. 1979.
Grove, and N. Malayczuk. 1996. Microbial processes: Promising
Working with mycorrhizas in forestry technologies for developing
and agriculture. ACIAR Monograph countries. National Academy of
32. Australian Centre for Internatio- Sciences, Washington DC.
nal Agricultural Research, Canberra.
Roughley, R.J. 1988. Commercial
Dehne, H.W. 1982. Interaction between applications of biological dinitrogen
vesicular-arbuscular mycorrhizal fixation. In Shamsuddin, Z.H.,
fungi and plant pathogens. Phytopa- W.M.H. Othman, M. Marziah, and J.
thology 72:1115-1119. Sundram (Eds.). Biotechnology of
Djasmara, S. and R.D.M. Simanung- Nitrogen Fixation in the Tropics.
kalit. 1999. Effects of arbuscular Universiti Pertanian Malaysia,
micorrhizal fungal and phosphate- Serdang, Malaysia. p. 147-154.
solubilizing bacterial inoculation on Saraswati, R., N. Sunarlim, S. Hutami,
growth and yield of mungbean R.D. Hastuti, R.D.M. Simanung-
(Vigna radiata L.) Wilczek in kalit, D.H. Goenadi, S. Indarto,
inceptisols. In Smith, F.A., K. Kra- dan D.S. Damardjati. 1999.
madibrata, R.D.M. Simanungkalit, N. Pengembangan Bio-fosfat untuk
Sukarno, and S.T. Nuhamara (Eds.). meningkatkan efisiensi pemupukan
Proc. International Confe-rence on P di lahan masam Al. Laporan Akhir
Mycorrhizas in Sustainable Tropical Hasil ARMP II-Kemitraan, Balai
Agriculture and Forest Ecosystems. Penelitian Bioteknologi Tanaman
Research Develop-ment Center for Pangan, Bogor.
Biology, Bogor Agricultural
7. 62 BULETIN AGROBIO VOL 4, NO. 2
Simanungkalit, R.D.M. 1993. Efficien-
cy of vesicular mycorrhizal (VAM)
fungi-soybean symbiosis at various
levels of P fertilizer. In Soerianega-
ra, I. and Supriyanto (Eds.). Proc.
Second Asian Conference on Myco-
rrhizae. BIOTROP Spec. Publ.
42:167-178.
Simanungkalit, R.D.M. 1995. Soybean
response on nodulation to starter
nitrogen and inoculation with Brady-
rhizobium japonicum. Indonesian J.
Crop. Sci.10:25-32.
Simanungkalit, R.D.M., R.J.
Roughley, R.D. Hastuti, E. Pratiwi,
and A. Indrasumunar. 1996.
Inoculation of soybean with selected
strains of Bradyrhizobium japonicum
can increase yield on acid soils in
Indonesia. Soil Biol. Biochem.
28:257-259.
Simanungkalit, R.D.M. and R. Saras-
wati. 1999. Application of biotech-
nology on biofertilizer production in
Indonesia. In Manuwoto, S., S.
Suharsono, and K. Syamsu (Eds.).
Proc. Seminar on Biotechnology:
Sustainable Agriculture, and Alter-
native Solution for Food Crisis. PAU-
Bioteknologi IPB, Bogor. p. 45-57.
Sisworo, W.H., M.M. Mitrosuhardjo,
H. Rasyid, and R.J.K. Myers. 1990.
The relative roles of N fixation,
fertilizer, crop residues and soil in
supplying N in multiple cropping
systems in a humid, tropical upland
cropping system. Plant Soil 121:73-
82.
Subba Rao, N.S. 1982. Biofertilizers in
agriculture. Oxford dan IBH
Publishing Co., New Delhi.
Tisdall, J.M. and J.M. Oades. 1979.
Stabilization of soil aggregates by
the root systems of ryegrass. Aust.
J. Soil Res. 17:429-441.