Makalah ini membahas hubungan antara ilmu dan kebudayaan serta peran ilmu dalam pengembangan kebudayaan nasional. Ilmu dan kebudayaan saling mempengaruhi dan tergantung, di mana perkembangan ilmu dipengaruhi oleh kondisi kebudayaan sebuah masyarakat, sementara kebudayaan juga dipengaruhi oleh pengembangan ilmu. Ilmu berperan sebagai cara berpikir, asas moral, dan memiliki nilai-nilai ilmiah yang dap
Menentukan Sumber Data Penelitian (Populasi dan Sampel)
Ilmu dan kebudayaan
1. ILMU DAN KEBUDAYAAN
Disusun Oleh:
1. Ayu Kusumaningrum Siregar (111714007)
2. Rizqy Ayu Pramita (111714017)
3. Adi Setyo Rochmadi (111714026)
4. Rayhana Ayuninnisa (111714040)
5. Ady Setiawan (111714043)
Kelas :
MP A/2011
Dosen:
DR. Erny Roesminingsih, M.Si
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN
TAHUN 2011
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayahNya kami selaku kelompok 1 dapat menyelesaikan tugas makalah Filsafat Ilmu
mengenai “ilmu dan kebudayaan” ini dengan baik dan lancar.
Fitrah kehidupan manusia adalah menjalani kehidupan ini sesuai dengan aturan-
aturan kehidupan yang telah ditetapkan oleh penciptanya, yaitu Allah Swt karena Dia yang
paling mengetahui segalanya tentang makhluk ciptaan-Nya.
Kami menyadari akan adanya kekeliruan dari segi struktur kata, bahkan pembahasan
yang kurang koheren untuk dijadikan sebagai Makalah. Untuk itu, kami mengharapkan
sebuah kritikan dan saran yang mendukung demi kesempurnaan makalah kami yang
selanjutnya. Terimakasih.
Surabaya, 26 November 2011
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULAN
A. Latar Belakang
BAB II. PEMBAHASAN
A. Manusia dan Kebudayaan
a. kebudayaan dan pendidikan
B. Ilmu dan Pengembangan Kebudayaan Nasional
a. Ilmu sebagai suatu cara berpikir
b. Ilmu sebagai asas moral
c. Nilai-nilai ilmiah dan pengembangan kebudayaan nasional
d. Kearah peningkatan peranan keilmuan
C. Dua Pola Kebudayaan
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu adalah seperangakat pengetahuan yang merupakan buah pemikiran manusia yang
memiliki metode tertentu yang berguna untuk umat manusia agar manusia dapat senantiasa
eksis dalam kehidupannya.
Ilmu yang menjadi alat bagi manusia agar dapat menyesuaikan diri dan merubah
lingkungan, memiliki kaitan erat dengan kebudayaan. Talcot Parsons (Suriasumantri,
1990:272) menyatakan bahwa “Ilmu dan kebudayaan saling mendukung satu sama lain:
dalam beberapa tipe masyarakat ilmu dapat berkembang dengan pesat, demikian pula
sebaliknya, masyarakat tersebut tak dapat berfungsi dengan wajar tanpa di dukung
perkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapan”. Ilmu dan kebudayaan berada dalam
posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi. Pada satu pihak perkembangan ilmu
dalam suatu masyarakat tergantung dari kondisi kebudayaan. Sedangkan di pihak lain,
pengembangan ilmu akan mempengrauhi jalannya kebudayaan.
5. BAB II
PEMBAHASAN
A. Manusia dan Kebudayaan
a. Pengertian
Definisi kebudayaan selalu mengalami perkembangan seiring bergulirnya
waktu, namun definisi-definisi yang timbul tersebut secara keseluruhan dapat diambil
garis merah bahwa tidak memiliki perbedaan signifikan yang bersifat prinsip jika
harus berpatokkan pada definisi pertama yang berhasil dicetuskan oleh E. B. Taylor
(1871), yakni sebagai suatu keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
seni, moral, hokum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnyayang diperoleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
Kemudian, kuntjaraningrat (1974) secara lebih terperinci membagi
kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari system religi dan upacara
keagamaan, system pengetahuan, bahasa, kesenian, system mata pencaharian serta
sitem teknologi dan peralatan.
b. Perbedaan
Berbagai sepak terjang manusia yang beraneka ragam merupakan buah bukti
atas kolaborasi kebutuhan yang dimiliki manusia itu sendiri sehingga memotivasi
untuk memenuhi segala kebutuhan mereka tersebut. Dalam hal ini, menurut Ashley
Montagu, kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar
hidupnya. Berbagai kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan fisiologi, rasa aman,
afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi inilah yang menjadikan suatu ciri khas
tersendiri bagi manusia, jika dibandingkan dengan binatang yang tidak memiliki
kebutuhan sedetail itu. Akan tetapi, kebutuhan binatang lebih terpusat pada
kebutuhan fisiologi dan rasa aman serta pemenuhan kebutuhan secara instinktif.
Sebaliknya, jika binatang tidak memiliki kebutuhan sekonkret manusia, namun
binatang memiliki satu kebutuhan yang tidak manusia miliki, yakni kebutuhan secara
instinktif tersebut. Hal inilah yang mendorong manusia untuk berbelok pada konsep
kebudayaan yang lebih mengajarkan tentang bagaimana cara hidup, guna
membangun dinding sekat antara manusia dan binatang.
Kelemahan manusia dengan ketidakmampuan untuk bertindak instinktif ini
telah diimbangi dengan suatu kemampuan lain berupa kemampuan untuk belajar,
berkomunikasi dan menguasai objek-objek yang bersifat fisik, hal ini tentunya tidak
dimiliki oleh binatang apapun. Selain itu, kemampuan lain yang berbentuk budi juga
memberikan corak berbeda pada manusia yang mana didalamnya terkandung
berbagai hal mengenai dorongan-dorongan hidup yang dasar, insting, perasaan,
berfikir, kemauan dan fantasi. Budi inilah yang menyebabkan manusia
mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitar melalui
pemberian penilaian terhadap objek dan kejadian, dan penilaian inilah yang menjadi
tujuan dan isi serta inti dari kebudayaan tersebut.
6. Kebudayaan dalam hal ini diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya
dalam bentuk penilaian kebudayaan dan tata hidup yang mencerminkan nilai
kebudayaan yang dikandungnya serta dapat berbentuk sarana kebudayaan yang
merupakan perwujudan bersifat fisik sebagai produk dari kebudayaan atau alat yang
memudahkan kehidupan manusia.
Keseluruhan fase kebudayaan diatas sangatlah erat hubungannya dengan
pendidikan sebab secara tidak langsung proses kebudayaan ini didapat oleh manusia
melalui pintu gerbang pendidikan. Adat kebudayaan diwariskan pada generasi
selanjutnya pasti melewati proses belajar, dengan demikian kebudayaan selalu
diteruskan dari waktu ke waktu. Maka pada sub bab selanjutnya akan kita kupas
mengenai hubungan antara kebudayaan dan pendidikan secara lebih terperinci,
sekaligus akan dikaji beberapa masalah pokok yang perlu diperhatikan terkait
kemajuan proses pendidikan yang dikaitkan dengan kebudayaan.
c. Kebudayaan dan pendidikan
Sebelum kita menyelami lebih dalam mengenai kebudayaan, kaitannya degan
pendidikan. Maka tidak ada salahnya jika terlebih dahulu kita mengenal beberapa nilai
dasar dalam kebudayaan, diantaranya:
a) Nilai teori; hakikat penemuan kebenaran melalui berbagai metode seperti
nasionalisme, empirisme dan metode ilmiah,
b) Nilai ekonomi; mencakup dengan kegunaan berbagai benda dalam memenuhi
kebutuhan manusia,
c) Nilai estetika; nilai yang berhubungan dengan keindahan dan segi-segi artistic yang
menyangkut bentuk, harmoni dan wujud kesenian lainnya yang memberikan
kenikmatan pada manusia,
d) Nilai social; nilai yang berorientasi pada hubungan antat manusia dan penekanan segi-
segi kemanusiaan yang luhur,
e) Nilai politik; nilai yang berpusat pada kekuasaan dan pengaruh baik dalam kehidupan
masyarakat maupun di dunia politik, dan
f) Nilai agama; nilai yang beorientasi pada penghayatan yang bersifat mistik dan
transedental dalam usaha manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya
di muka bumi.
Setiap kebudayaan memiliki skala hirarki yang begitu terformat mengenai
beberapa nilai di atas, mulai tingkatan yang kurang penting hingga nilai terpenting dari
nilai-nilai di atas. Juga memiliki penilaian tersendiri dari tiap-tiap kategori tersebut.
Berdasarkan penggolongan tersebut di atas maka masalah pertama yang dihadapi oleh
pendidikan ialah menetapkan nilai-nilai budaya apa saja yang harus dikembangkan
dalam diri anak bangsa.
Memahami pengertian pendidikan yang dapat dimaknai secara luas sebagai
usaha yang sadar dan sistematis dalam membantu anak didik untuk mengembangkan
fikiran, kepribadian dan kemampuan fisiknya, mengharuskan kita untuk selalu up to
date dalam pengkajian masalah tersebut. hal ini harus dilakukan disebabkan oleh
beberapa hal, yakni:
Pertama; nilai-nilai budaya yang akan dikembangkan harus sesuai dengan
tuntutan zaman, kelak di masa anak bangsa hidup. Kedua; usaha pendidikan yang
7. sadar dan sistematis mengharuskan kita untuk lebih eksplisit dan definitive tentang
hakikat nilai-nilai budaya tersebut. keharusan ini disebabkan karena gejala
kebudayaan yang lebih banyak bersifat tersembunyi daripada terungkap, bahkan
hakekat kebudayaan tersebut justru yang tersembunyi bagi masyarakat umum. Hal ini
tidaklah lain disebabkan karena sikap kita sendiri yang menelan begitu saja tanpa
menyaring dan mengenal lebih dalam terlebih dahulu segala kebudayaan baru yang
datang.
Masalah ini lebih serius lagi jika diperhatiakn bahwa dalam faktanya, nilai
kebudayaan yang diajarkan dalam pendidikan tidaklah sesuai dengan keperluan anak
bangsa kelak di masa mendatang. hal ini diperkuat dengan kesimpulan penelitian
Sheldon Shaeffer di kecamatan Turen, Malang. Menyatakan bahwa kegiatan
pendidikan dasar di tempat tersebut tidak memberikan pengetahuan, nilai, sikap yang
diperlukan anak kelak sebagai bekal hidup pada abad XXI. Maka, sebagai solusi
untuk menjawab salah satu permasalahan di atas, haruslah ditentukan terlebih dahulu
alur perkiraan scenario kihidupan masyarakat mendatang. tentunya harus berpacu
pada perkembangan dan keadaan masyarakat Indonesia saat ini, sebagai barometer
tersendiri untuk menentukan keadaan mendatang. langkah pertama yang bisa kita
lakukan dengan memusatkan perhatian pada nilai-nilai masyarakat modern yang
sedang berkembang, sebelum memprediksikan perkembangan akan datang. Selain itu,
selayaknya kita memahami secara mendalam criteria masyarakat modern, baik dari
segi kehidupan, ekonomi, budaya, dll. Kemudian, dibandingkan dengan criteria dan
cirri-ciri masyarakat tradisional yang mestinya terdapat sisi kekurangan diantara
keduanya. Setelah barulah kita merancang pengembangan kreativitas kebudayaan
yang diselipkan dalam proses pendidikan, agar kebudayaan selalu up to date tanpa
meninggalkan nilai-nilai suci budaya yang diwariskan dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat mendatang. sehingga, tidak mengurangi rasa peduli dan antusias
masyarakat dalam mempelajari, mengamalkan dan mengajarkan kebudayaan tersebut
secara turun menurun.
Dalam proses pewarisan budaya di atas, perlu dipondasikan terlebih dahulu dengan
menggunakan nilai agama. Karena nilai agama berfungsi sebagai sumber moral bagi
segenap kegiatan. Hakikat segala usaha manusia dalam lingkup kebudayaan haruslah
ditujukan untuk meningkatkan martabat manusia, bukan sebaliknya. Sebab jika tidak
demikian, maka hal ini bukanlah suatu proses pembudayaan melainkan dekadensi,
proses peruntuhan peradaban.dalam hal ini, agama memang memberikan kompas dan
tujuan serta arti tersendiri bagi manusia yang berbeda dengan makhluk apapun itu
yang ada di jagad raya ini. Kemajuan pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
dinilai ternyata tidak memberikan nilai kebahagiaan yang hakiki, hal ini menyebabkan
manusia kembali pada nilai-nilai agama yang dinilai memang sebagai pondasi dan
pedoman dalam mencapai kejayaan peradaban dan kebudayaan. Kita ingat bahwa
“ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh”.
Jadi, memang kebuyaan sesungguhnya yang perlu kita wariskan pada anak bangsa
ialah menjadikan mereka manusia yang bertaqwa, terdidik, bermoral tinggi, brakhlak
mulia dan makhluk yang berusaha maju dengan kerja keras dan usaha sendiri
(mandiri).
B. Ilmu dan Pengembangan Kebudayaan Nasional
8. Talcot Parsons (Suriasumantri, 1990:272) menyatakan bahwa “Ilmu dan kebudayaan saling
mendukung satu sama lain: dalam beberapa tipe masyarakat ilmu dapat berkembang dengan
pesat, demikian pula sebaliknya, masyarakat tersebut tak dapat berfungsi dengan wajar tanpa
di dukung perkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapan”. Ilmu dan kebudayaan berada
dalam posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi. Pada satu pihak
perkembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung dari kondisi kebudayaan. Sedangkan
di pihak lain, pengembangan ilmu akan mempengrauhi jalannya kebudayaan.
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsur dari
kebudayaan. Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang mencerminkan aspirasi dan
cita-cita suatu bangsa yang diwujudkan dengan kehidupan bernegara.
Dalam kerangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu mempunyai peranan ganda
(Suriasumantri, 1990:272)
a. Ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya pengembangan
kebudayaan nasional.
b. Ilmu merupakan sumber nilai yang meengisi pembentukan watak suatu bangsa.
Dalam perkembangan zaman yang begitu cepat, terkadang ilmu dikaitkan dengan teknologi.
Kebudayaan kita tak terlepas dari teknologi. Namun sayangnya yang memiliki pengaruh yang
dominan pada kebudayaan adalah teknologi, padahal teknologi adalah buah/produk kegiatan
ilmiah. Sedangkan ilmu sendiri yang merupakan sumber nilai yang konstruktif memiliki
ruang yang sempit dalam pengembangan kebudayaan nasional. Maka dari itu, pemahaman
terhadap hakikat ilmu perlu dijadikan fokus pembicaraan dalam rangka untuk
mengembangkan kebudayaan nasional, setelah itu baru dibahas mengenai langkah-langkah
apa yang akan ditempuh untuk meningkatkan peranan keilmuan dalam pengembangan
kebudayaan nasional.
a. Ilmu sebagai suatu cara berpikir
Ilmu merupakan suatu cara berpikir dalam menghasilkan sesuatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan yang dapat diandalkan. Berpikir bukan satu-satunya cara dalam mendapatkan
pengetahuan, demikian juga ilmu bukan satu-satunya produk dari kegiatan berpikir. Ilmu
merupakan produk dari hasil proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara
umum dapat disebut sebagai berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah merupakan proses berpikir/
pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan-
pengetahuan ilmiah yang sudah ada.
b. Ilmu sebagai asas moral
Dari awal perkembangan ilmu selalu dikaitkan dengan masalah moral. Copernicus (1473-
1543) yang menyatakan bumi berputar mengelilingi matahari, yang kemudian diperkuat oleh
Galileo (1564-1642) yang menyatakan bumi bukan merupakan pusat tata surya yang akhirnya
harus berakhir di pengadilan inkuisisi. Kondisi ini selama 2 abad mempengaruhi proses
perkembangan berpikir di Eropa. Moral reasioning adalah proses dimana tingkah laku
manusia, institusi atau kebijakan dinilai apakah sesuai atau menyalahi standar moral.
Kriterianya: Logis, bukti nyata yang digunakan untuk mendukung penilaian haruslah tepat,
konsisten dengan lainnya (http://scribd.com.FilsafatIlmu_dan_MetodeRiset)
9. Dua karakteristik yang merupakan asas moral bagi ilmuan antara lain (Suriasumantri,
1990:274):
1. Meninggikan kebenaraan
Ilmu merupakan kegiatan berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, atau secara
lebih sederhana, ilmu bertujuan untuk mendapatkan kebenaran. Kriteria kebenaran ini pada
hakikatnya bersifat otonom dan terbebas dari struktur kekuasaan diluar bidang keilmuan. Ini
artinya, untuk mendapatkan suatu pernyataan benar atau salah seorang ilmuan harus terbebas
dari intervensi pihak lain diluar bidang keilmuan
2. Pengabdian secara universal
Seorang ilmuan tidak mengabdi pada golongan tertentu, penguasa, partai politik ataupun yang
lainnya. Akan tetapi seorang ilmuan harus mengabdi untuk kepentingan khalayak ramai.
Dari karakteristik ilmuan diatas, dapat kita ketahui bahwa ilmu yang merupakan kegiatan
untuk mendapatkan pengetahuan yang benar haruslah terlepas dari pengaruh asing diluar
bidang keilmuan (bebas nilai) dan harus memiliki manfaat yang dapat dirasakan oleh
masyarakat luas bukan golongan tertentu. Namun dalam hal ini para ilmuan dalam rangka
untuk melakukan penelitian tidak dapat terlepas dari nilai-nilai ilahiyah, norma yang berlaku
dalam masyarakat dan kondisi budaya agar hasil dari penelitian tersebut tidak mendatangkan
kerusakan yang berakibat fatal, baik bagi manusia itu sendiri maupun alam semesata.
c. Nilai-nilai ilmiah dan pengembangan kebudayaan nasional
Nilai yang terpancar dari hakikat keilmuan yakni, kritis, rasional, logis, obyektif, terbuka,
menjunjung kebenaran dan pengabdian universal (Suriasumantri, 1990:275).
Pada hakikatnya, perkembangan kebudayaan nasional adalah perubahan dari kebudayaan
yang sekarang bersifat konvensional kearah situasi kebudayaan yang lebih mencerminkan
asprasi dan tujuan nasional. Proses perkembangan kebudayaan ini pada dasarnya adalah
penafsiran kemabli nilai-nilai konvensional agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman serta
penumbuhan nilai-nilai bru yang fungsional. Untuk terlaksananya proses dalam
pengembangan kebudayaan nasional tersebut maka diperlukan sifat kritis, rasional, logis,
obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan pengabdian universal (Suriasumantri).
d. Kearah peningkatan peranan keilmuan
Berdasarkan pada penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa ilmu memiliki peran dalam
mendukung perkembangan kebudayaan nasional. Diperlukan langkah-langkah yang sistemik
dan sistematik untuk meningkatkan peranan dan kegiatan keilmuan dalam peerkembangan
kebudayaan nasional yang pada dasarnya mengandung beberapa pemikiran sebagaimana
tercakup di bawah ini (Suriasumantri, 1990:278)., antara lain:
1. Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu langkah-langkah ke arah
peningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus memperhatikan situasi kebudayaan
masyarakat kita.
10. 2. Ilmu merupakan salah satu cara menemukan kebenaran, disamping itu masih terdapat cara-
cara lain yang sah sesuai dengan lingkup pendekatan dan permasalahannya masing-masing.
Pendewaan terhadap akal sebagai satu-satunya sumber kebenaran harus dihindarkan.
3. Meninggikan integritas ilmuan dan lembaga. Dalam hal ini modus operandinya adalah
melaksanakan dengan konsekuen kaidah moral dari keilmuan.
4. Pendidikan keilmuan harus sekaligus dikaitkan denga pendidikan moral
5. Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan dalam bidang
filsafat terutama yang menyangkut keilmuan
6. Kegiatan ilmiah haruslah bersifat otonom yang terbebas dari kekangan struktur kekuasaan.
Namun ini bukan berarti kegiatan keilmuan harus bebas dari sistem kehidupan. Seorang
ilmuan tidak akan terlepas dari kehidupan sosial, ideology dan agama, walaupun tidak
mengikat namun seorang ilmuan harus memperhatikan norma-norma yang berlaku pada
masing daerah.
C. Dua Pola Kebudayaan
C.P. Snow adalah seorang ilmuwan sekaligus pengarang buku yang mengingatkan
negara-negara Barat akan adanya dua pola kebudayaan yakni : masyarakat ilmuwan dan non-
ilmuwan,yang menghambat kemajuan di bidang ilmu dan teknologi.
Di negara Indonesia juga telah diterapkan dalam bidang keilmuwan itu sendiri,
dengan adanya polarisasi dan membentuk kebudayaan sendiri. Polarisasi ini cenderung
kepada beberapa kalangan tertentu untuk mrmisahkan ilmu ke dalam dua golongan yakni
ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Kedua golongan ini dianggap memiliki perbedaan yang
sangat segnifikan,di mana keduanya seakan membentuk diri sendiri yang masing-masing
terpisah sehingga terdapat dua kebudayaan dalam bidang keilmuwan yakni ilmu-ilmu alam
dan ilmu-ilmu sosial. Namun perbedaaan itu hanyalah bersifat teknis yang tidak menjurus
kepada perbedaan yang fundamental karena dasar ontologis,epistemologis,dan aksiologi dari
kedua ilmu terssebut adalah sama. Metode yang digunakan di dalam keduanya adalah metope
ilmiah yang sama pula,tak terdapat alasan yang bersifat metodologis yang membedakan
antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam.
Ilmu-ilmu alam mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan mudah untuk dikontrol.
Objek-objek penelaahan ilmu-ilmu alam dapat dikatakan tidak pernah mengalami perubahan
baik dalam perspektif waktu maupun tempat.
Ilmu bukan bermaksud mengumpulkan berbagai fakta tetapi ilmu bertujuan untuk
mencari penjelasan dari gejala-gejala yang kita temukandan memungkinkan kita dapat
mengetahui sepenuhnya hakikat objek yang kita hadapi,sehingga pengetahuan dapat memberi
kita alat untuk menguasai masalah tersebut. Hal ini berlaku baik bagi ilmu-ilmu alamiah
maupun ilmu-ilmu sosial. Dimensi perubahannya hanyalah merupakan satu variabel dalam
sistem pengkajian begitu juga tingkat generalisasinya, ilmu-ilmu alamiah dengan ilmu-ilmu
sosial bedanya hanya terletak dalam soal gradasi,dimana tingkat keumumannya suatu teori
ilmu sosial harus lebih jauh diperinci dengan memperhitungkan faktor-faktor yang bervariasi.
Ilmu-ilmu sosial mengalami masalah dalam menganalisis kuantitatif yakni :
11. a. Sukarnya melakukan pengukuran karena mengukur aspirasi atau emosi seseorang
manusia.
b. Banyaknya variabel yang mempengaruhi tingkah laku manusia.
Sehingga menyebabkan ilmu-ilmu alam menjadi relatif maju karena ilmu-ilmu alam dapat
menganalisis data secara kuantitatif dengan mengisolasikan dalam kegiatan laboratoris.
Sedangkan teori ilmu-ilmu sosial merupakan alat bagi manusia untuk memecahkan masalah
yang dihadapi,seperti ilmu-ilmu alam sehingga ilmu-ilmu sosial harus cermat dan tepat. Maka
hukum penawaran dan permintaan yang bersifat kualitatif tidak lagi memenuhi syarat karena
tidak memungkinkan jika kita harus menghitung derajat kenaikan inflansi secara kuantitatif.
Ilmuwan dalam bidang sosial haruslah berusaha lebih sungguh-sunggguh untuk
pengukuran yang rumit dan variabel yang relatif banyak membutuhkan pengetahuan
matematika dan statistika yang lebih maju dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam. Namun
adanya kesukaran dalam pengukuran ini malah dijadikan ilmu-ilmu sosial bertindak regresif
dan membentuk dunianya sendiri yang menjauh dari matematika serta statistika,sehingga
yang memperkuat matematika dan statistika adalah ilmu-ilmu alam. Oleh karena itu
berkembanglah dua kebudayaan yang jurang perbedaannya makin melebar dengan sendirinya
tanpa kita sadari adanya.
Secara sosiologis terdapat kelompok-kelompok yang memberi nafas baru kepada
ilmu-ilmu sosial dengan mengembangakan ilmu-imu perilaku manusia yang bertumpu kepada
ilmu-ilmu sosial dimana perbedaan yang utama antara keduanya hanya terletak dalam
keinginan untuk menjadikan ilmu-ilmu tentang manusia menjadi sesuatu yang lebih dapat
diandalkan dan kuantitatif. Ilmu-ilmu perilaku lebih mengkaji penyusunan teori secara
deduktif sebagaimana yang biasanya ada dalam ilmu-ilmu sosial namun penalaran deduktif
digabungkan dengan proses pengujian induktif. Dan ilmu ekonomi yang paling pertama
memasuki tahap kuantitatif sebelum ilmu-ilmu peri laku.
Adanya dua kebudayaan yang terbagi ke dalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial
masih terdapat di Indonesia. Dapat dicerminkan adanya jurusan Pasti-Alam dan Sosial-
Budaya dalam sistem pendidikan kita. Jika kita menginginkan bidang keilmuan mencakup
ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial maka dualisme harus segera dibongkar karena dapat
menghambat psikologis dan Intelektual bagi pengembangan keimuan di negara kita.
Meskipun terdapat argumen asumsi dalam pembagian jurusan tersebut,yaitu :
a. Asumsi pertama mengemukakan bahwa manusia mempunyai bakat yang berbeda
dalam mendidikan matematika sehingga harus dikembangkan pola pendidikan yang
berbeda pula.
b. Asumsi yang kedua menganggap ilmu-ilmu sosial kurang memerlukan pengetahuan
matematika sehingga dapat menjuruskan keahliannya dibidang keilmuan ini.
Kita harus menganalisis dahulu tujuan pendidikan agar tidak salah pengasumsian.
Pendidikan bertujuan :
a. Pendidikan analitik maka yang penting adalah penguasaan berpikir matematika yang
memungkinkan adanya suatu analisis hingga terbentuknya suatu rumusan statistik.
12. b. Pendidikan simbolik yang penting adalah pengetahuan mengenai kegunaan rumus
tersebut serta penalaran deduktif dalam penyusunan meskipun tidak seluruhnya
merupakan analisis matematika
Jadi adanya pendekatan dikotom dalam pendekatan pendidikan matematika ini tidak akan
bisa memecahkan semua persoalan ,namun paling tidak terdapat suatu jalan luar yang
pragmatis dari dilema yang dihadapi sistem pendidikan kita dan harus adanya sikap
kehati-hatian. Karena manusia adalah produk dari suatu proses belajar dimana tercakup
karakter cara berpikir yang berkembang sesuai tahapannya.
Suatu usaha yang fundamental dan sistematis dalam menghadapi masalah ini harus
adanya usaha. Adanya dua pola kebudayaan dalam bidang keilmuan kita bukan hanya
merupakan suatu yang regresif melainkan juga destruktif,bukan saja bagi kemajuan ilmu
itu sendiri tetapi juga bagi pengengembangan peradaban secara keseluruhan. Sehingga
tidak ada pemisah diantara keduanya.
13. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasar dengan pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ilmu
merupakan bagian terpenting dalam membangun dan mengembangkan kebudayaan
nasional. Ilmu dan kebudayaan saling memiliki ketergantungan. Kebudayaan yang
merupakan seperangkat nilai yang berlaku dalam masyarakat harus di dasari oleh
ilmu, agar kebudayaan tersebut dapat selalu berkembang sesuai dengan jalurnya.
Sementara ilmu tidak dapat berkembang jika tidak di iringi oleh kebudayaan, dalam
hal ini adalah kebudayaan ilmiah. Agar kebudayaan tersebut senantiasa berdiri
diatas ilmu dan nilai-nilai normative yang bermuara pada nilai-nilai ilahiyah maka
dibutuhkan pendidikan untuk melestarikan kebudayaan tersebut agar tetap berada
pada jalurnya