SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 45
BAB I 
PENDAHULUAN 
A. LATAR BELAKANG 
Manusia merupakan makhluk unik, yang memiliki perilaku dan kepribadian 
yang berbeda-beda dalam kehidupannya, Perilaku dan kepribadian didasarkan dari 
berbagai macam faktor penyebab, salah satunya faktor lingkungan, yang berusaha 
beradaptasi untuk bertahan dalam kehidupannya. 
Begitu pula fisik manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan luar dalam 
beradaptasi menjaga kestabilan dan keseimbangan tubuh dengan cara selalui 
berespon bila terjadi tubuh terkena hal yang negatif dengan berusaha 
menyeimbangkannya kembali sehingga dapat bertahan atas serangan negatif, 
misal mata kena debu maka akan berusaha dengan mengeluarkan air mata. 
Keseimbangan juga terjadi dalam budaya daerah dimana manusia itu 
tinggal, seperti kita ketahui bahwa di Indonesia sangat beragam budaya dengan 
berbagai macam corak dan gaya, mulai dari logat bahasa yang digunakan, cara 
berpakaian, tradisi prilaku keyakinan dalam beragama, maupun merespon atas 
kejadian dalam kehidupan sehari-harinya seperti halnya dalam menangani rasa 
nyeri akibat terjadi perlukaan dalam tubuh dengan direspon oleh manusia dengan 
berbagai macam adaptasi, mulai dari suara meraung-raung, adajuga cukup dengan 
keluar air mata dan kadang dengan gelisah yang sangat. 
Atas dasar tersebut maka sebagai pemberi terapi medis harus mengetahui 
atas berbagai perilaku dan budaya yang ada di Indonesia sehingga dalam 
penanganan terhadap nyeri yang dirasakan oleh setiap orang dapat melakukan 
pengkajian dan tindakan pemberian terapi secara obyektif, maka untuk itu RSUD 
Kota Depok menyusun panduan dalam penanganan nyeri. 
B. TUJUAN 
Panduan Manajemen Nyeri ini disusun dengan tujuan adanya standarisasi 
dalam asesmen dan manajemen nyeri di RSUD Kota Depok sehingga kualitas 
pelayanan kesehatan khususnya penanganan nyeri di RSUD Kota Depok semakin 
baik. 
RSUD Kota Depok 1
C. DEFINISI 
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya 
kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik 
dan emosional yang merasakan seolah–olah terjadi kerusakan jaringan 
(interational association for the study of pain). 
2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, 
memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit. 
3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri 
kronik yang terus menerus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan 
sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti. 
RSUD Kota Depok 2
BAB II 
RUANG LINGKUP 
Ruang Lingkup pelayanan nyeri meliputi pelayanan bagi pasien-pasien di 
Unit Gawat Darurat, Unit Rawat Jalan, Unit Rawat Inap, dan Unit Kamar Operasi 
RSUD Kota Depok. 
RSUD Kota Depok 3
BAB II 
TATALAKSANA 
A. ASESMEN NYERI 
1. Anamnesis 
a. Riwayat Penyakit Sekarang 
1) Onset nyeri akut atau kronik, traumatik atau non- traumatik. 
2) Karakter dan derajat keparahan nyeri, nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa 
terbakar, tidak nyaman, kesemutan, neuralgia. 
3) Pola penjaaran / penyebaran nyeri 
4) Durasi dan lokasi nyeri 
5) Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan, 
mual/muntah, atau gangguan keseimbangan / kontrol motorik 
6) Faktor yang memperhambat dan memperingan 
7) Kronisitas 
8) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon 
terapi 
9) Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri / luka 
10) Penggunaan alat bantu 
11) Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup 
dasar (activity of daily living) 
12) Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti 
adanya faktur yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang 
berhubungan dengan sindrom kauda ekuina. 
b. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu 
c. Riwayat psiko- sosial 
a) Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika 
b) Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien 
c) Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yanga berpotensi menimbulkan 
eksaserbasi nyeri 
d) Pembatasan / restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang 
berpotensi menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan 
kooperasi pasien dengan program penanganan/ manajemen nyeri ke 
depannya. Pada pasien dengan masalah psikiatri, diperlukan dukungan 
psikoterapi / psikofarmaka 
RSUD Kota Depok 4
e) Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stres bagi 
pasien/keluarga. 
d. Riwayat pekerjaan 
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti 
mengangkat benda berat, membungkuk atau memutar merupakan 
pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri punggung. 
e. Obat-obat dan alergi 
1) Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri 
(suatu studi menunjuakan bahwa 14% populasi di Indonesia 
mengkonsumsi suplemen /herbal, dan 36% mengkonsumsi vitamin) 
2) Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, efektifitas, dan 
efek samping. 
3) Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan 
denga efek samping kognitif dan fisik. 
f. Riwayat keluarga 
Evaluasi riwayat medis terutama penyakit genetik. 
g. Asesmen sistem organ yang komprehensif 
1) Evaluasi gejala kardiovaskular psikiatri pulmoner, gastrointestial, 
neurolgi, reumatologi, genitourinaria, endokrin dan muskuloskeletal. 
2) Gejala kontitusional penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat 
malam, dan sebagainya. 
2. Asesmen Nyeri 
a. Asesmen nyeri menggunakan Numeric Rating Scale 
1) Indikasi digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 3 tahun yang 
dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang 
dirasakannya. 
2) Instruksi pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan 
dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10. 
 0 = tidak nyeri 
 1 – 3 = nyeri ringan (secara obyektif pasien dapat berkomunikasi 
dengan baik) 
 4 – 6 = nyeri sedang (secara obyektif pasien menyeringai, dapat 
menunjukan lokasi nyeri, atau mendeskripsikan, dapat mengikuti 
perintah dengan baik) 
RSUD Kota Depok 5
 7 – 9 = nyeri berat (secara objektif pesien terkadang tidak mengikuti 
perintah tapi masih respon terhadap tindakan dan menunjukan lokasi 
nyeri, tidak dapat mendiskripsikan dan tidak dapat diatasi dengan alih 
posisi nafas. distraksi ) 
 10 = nyeri yang sangat (pasien sudah tidak dapat mendiskripsikan 
lokasi nyeri, tidak dapat berkomunikasi, memukul) 
b. Asesmen Nyeri menggunakan Wong Baker FACES pain scale 
1) Indikasi : pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat 
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan asesmen 
2) Instruksi : pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang 
paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi 
nyeri 
 0 tidak merasa nyeri 
 1 sedikit rasa nyeri 
 2 nyeri ringan 
 3 nyeri sedang 
 4 nyeri berat 
 5 nyeri sangat berat 
Gambar 3.1 Wong Baker Faces Pain Rating Scale 
c. Asesmen Nyeri menggunakan COMFORT scale 
1) Indikasi: pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang kamar operasi atau 
ruang rawat inap yang tidak dapat menggunakan Numeric rating scale 
atau wong-baker FACES scale. 
2) Instruksi : terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki 1-5 dengan 
skor total antara 9 – 45. 
 Kewaspadaan 
 Ketengan 
 Distress pernapasan 
RSUD Kota Depok 6
 Menangis 
 Pergerakan 
 Tonus otot 
 Tegangan wajah 
 Tekanan darah basal 
 Denyut jantung basal 
Tabel 3.1 COMFORT Scale 
Kategori Skor Tanggal Waktu 
Kewapadaan 1- Tidur pulas / nyenyak 
2- Tidur kurang nyenyak 
3- Gelisah 
4- Sadar sepenuhnya dan waspada 
5- Hiper alert 
Ketenangan 1- Tenang 
2- Agak cemas 
3- Cemas 
4- Sangat cemas 
5- Panik 
Distress 
pernapasan 
1- tidak ada respirasi spontan dan tidak 
ada batuk 
2- respirasi spontan dengan sedikit / 
tidak ada respon terhadap ventilasi 
3- kadang-kadang batuk atau terdapat 
tahanan terhadap ventilasi 
4- seringa batuk, terdapat tahanan / 
perlawanan terhadap ventilator 
5- melawan secara aktif terhadap 
ventilator, batuk terus-menerus / 
tersedak 
Menangis 1- bernapas dengan tenang, tidak 
menangis 
2- terisak-isak 
3- meraung 
4- menangis 
5- berteriak 
Pergerakan 1- tidak ada pergerkan 
2- kadang-kadang bergerak perlahan 
3- sering bergerak perlahan 
4- pergerakan aktif / gelisah 
5- pergerakan aktif termasuk badan 
dan kepala 
RSUD Kota Depok 7
Tonus otot 1- otot relaks sepenuhnya tidak ada 
tonus otot 
2- penurunan tonus otot 
3- tonus otot normal 
4- peningkatan tonus otot dan rileks jari 
tangan dan kaki 
5- kekakuan otot ekstrim dan rileks jari 
tangan dan kaki 
Tegangan 
wajah 
1- otot wajah relaks sepenuhnya 
2- tonus otot wajah yang nyata 
3- tegangan beberapa otot wajah 
terlihat nyata 
4- tegangan hampir di seluruh otot 
wajah 
5- Seluruh otot wajah tegang meringis 
Tekanan 
darah basal 
1- Tekanan darah di bawah batas 
normal 
2- Tekanan darah berada di batas 
normal secara konsisten 
3- Pengingkatan tekanan sesekali ≥ 
15% di atas batas normal (>3 kali 
dalam observasi selama 2 menit) 
4- Seringnya peningkatan tekanan 
darah ≥ 15% di atas batas normal 
(>3 kali dalam observasi selama 2 
menit) 
5- Peningkatan tekanan darah terus-menerus 
≥ 15% 
Denyut 
jantung basal 
1- Denyut jantung di bawah batas 
normal 
2- Denyut jantung berada di batas 
normal secara konsisten 
3- Peningkatan denyut jantung sesekali 
≥ 15% di atas batas normal (1-3 kali 
dalam observasi selama 2 menit) 
4- Seringnya penigkatan denyut 
jantung ≥ 15% di atas batas normal 
(> 3 kali dalam observasi selama 2 
menit) 
5- Peningkatan denyut jantung terus-menerus 
≥ 15% 
Skor Total 
RSUD Kota Depok 8
d. Pada pasien pengaruh obat anastesi, asesmen dan penanganan nyeri 
dilakukan dengan cara pasien menunjukan respon berbagai ekspresi tubuh 
atau verbal akan rasa nyeri 
e. Asesmen ulang nyeri dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa 
jam dan menunjukan adanya rasa nyeri, sebagai berikut: 
1) Lakukan asesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan 
pemeriksaan fisik pada pasien 
2) Dilakukan pada pasien yang mengeluh nyeri 1 jam setelah tatalaksana 
nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien yang 
menjalani prosedur kedokteran yang menyakitkan, sebelum tranfer 
pasien dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit. 
3) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen 
ulang setiap 8 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obatan intravena. 
4) Pada nyeri akut/kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit -1jam 
setelah pemberian obat nyeri 
f. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai 
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis 
atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri 
neuropatik). 
3. Pemeriksaan fisik 
a. Pemeriksaan umum 
1) Tanda vital tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh 
2) Ukuran berat badan dan tinggi badan pasien 
3) Periksa apakah terdapat luka di kulit seperti jaringan paru akibat 
operasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik 
4) Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment) atrofi 
otot, fasikulasi, disklororasi, dan edema. 
b. Status mental 
1) Nilai orientasi pasien 
2) Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek dan segera. 
3) Nilai kemampuan kognitif 
4) Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi tidak ada 
harapan, atau cemas. 
RSUD Kota Depok 9
c. Pemeriksaan sendi 
1) Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan 
2) Nilai dan cacat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya 
keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau asimetris. 
3) Nilai dan cacat pergerakan pasif dari sendi yang terlibat abnormal / 
dikeluhkan oleh pasien ( saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya 
limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris. 
4) Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri 
5) Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera ligamen 
d. Pemeriksaan motorik 
Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan kriteria dibawah ini. 
Tabel 3.2 Derajat Kekuatan Motorik 
Derajat Definisi 
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat 
4 Mampu melawan tahanan ringan 
3 Mampu bergerak melawan gravitasi 
2 Mampu bergerak/bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu 
melawan gravitasi 
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi/palpasi), tidak menghasilkan 
pergerakan 
0 Tidak terapat kontraksi otot 
e. Pemerikasaan sensorik 
Lakukan pemeriksaan : sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum, pin prick), 
gerakan, dan suhu. 
f. Pemeriksaan neurologis lainnya 
1) Evaluasi nervus kranial I – XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah 
atau servikal dan sakit kepala 
2) Pemeriksaan refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk 
mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot 
3) Nilai adanya refleks Babinskin dan Hoflimen (hasil positif menunjukan lesi 
upper motor neuron). 
4) Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum dengan 
melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari-ke-hidung, pergerakan tumit-ke- 
RSUD Kota Depok 10
tibia), tes disdiadokokinesia, tes keseimbangan (Romberg dan Romberg 
modifikasi). 
Tabel 3.3 Pemeriksaan Refleks 
Refleks Segmen spinal 
Biseps C5 
Brakioradialis C6 
Triseps C7 
Tendon patella I4 
Hamstring medial I5 
Achilles S1 
g. Pemeriksaan khusus 
1) Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi 
tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan 
5 tanda ini ditemukan mengalami hipokondriasis, histeria, dan depresi. 
2) Kelima tanda ini adalah : 
 Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik 
 Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik 
 Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif) 
 Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes pemeriksaan nyeri. 
 Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindahan-pindah) saat 
gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang (distraksi) 
4. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG) 
a. Membantu mencari penyebab nyeri akut/ kronik pasien 
b. Mengidentifikasi area persarafan / cedera otot fokal atau difus yang terkena 
c. Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan berhubungan dengan 
rehabilitasi, injeksi, pembedahan atau obat. 
d. Membantu menegakkan diagnosis 
e. Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan respon 
terhadap terapi. 
f. Indikasi kecurigaan saraf terjepit, mono- / poli- neuropati, radikulopati. 
5. Pemeriksaan sensorik kuantitatif 
a. Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri); getaran 
b. Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri); tusukan jarum, tekanan 
RSUD Kota Depok 11
c. Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas) 
d. Pemeriksaan sensasi persepsi 
6. Pemeriksaan radiologi 
a. Indikasi 
1) Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang 
2) Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang, 
penyakit inflamatorik dan penyakit vascular. 
3) Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau 
ereksi. 
4) Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang 
5) Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu 
b. Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung pada lokasi dan karakteristik 
nyeri. 
1) Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur, 
ketidaksegarisan vertebra, spondilosis-spondilasis, neoplasma ) 
2) MRI gold standart 
3) CT-scan 
4) Radionuklida dalam mendeteksi perubahan metabolisme tulang 
7. Asesmen psikologi 
a. Nilai mood pasien, adakah ketakutan, despresi 
b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan 
c. Nilai adanya dukungan sisoal, interaksi sosial. 
B. FARMAKOLOGI OBAT ANALGESIK 
1. Lidokain tempel (Lidocaine patch) 5% 
a. Berisi lidokain 5% (700 mg) 
b. Mekanisme kerja memblok aktivitas abnormal di kanal natrium neuronal. 
c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa adanya 
efek anestesi (baal), bekerja secara perifer sehingga tidak ada efek samping 
sistemik 
d. Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misal : herpetik, neuropati, 
diabetik, neuralgia pasca- pembedahan), nyeri punggung bawah, nyeri 
miofasial. 
e. Efek samping iritasi kulit ringan pada tempat menempelkan lidokain 
RSUD Kota Depok 12
f. Dosis dan cara penggunaan: dapat menekan hingga 3 patches di lokasi 
yang paling nyeri (kulit harus bersih tidak boleh ada luka terbuka dan 
dipakai selama < 12 jam dalam periode 24 jam. 
2. Eutectic Mixture of Local Anesthesia 
a. Mengandung lidokain 2,5% dan prokain HCl 2,5% 
b. Indikasi : anestesi mukosa topical yang diaplikasikan pada kulit yang intak 
pada membrane mukosa genital untuk pembedahan minor dan sebagai 
pre-medikasi untuk anestesi umum 
c. Mekanisme kerja: efek anastesi (baal) dengan memblok total kanal natrium 
saraf sensorik 
d. Onset kerjanya bergantung pada jumlah krim yang diberikan. Efek anestesi 
lokal pada kulit bertahan selama 2-3 jam dengan ditutupi kassa oklusif dan 
menetap selama 1-2 jam setelah kassa dilepas 
e. Kontraindikasi: methemoglobinemia idiopatik atau kongenital. 
f. Dosis dan cara penggunaan: oleskan krim EMLA dengan tebal pada kulit 
dan tutuplah dengan kassa oklusif. 
3. Parasetamol 
a. Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan antipiretik. Dapat 
dikombinasikan dengan opioid untuk memperoleh efek analgesik yang lebih 
besar. 
b. Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk dewasa 
dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari. 
4. Obat Anti- Inflamasi Non-Steroid (OAINS) 
a. Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-sedang, 
anti-piretik 
b. Kontraindikasi: pasien dengan Triad Franklin (polip hidung, angioedema, 
dan urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid 
c. Efek samping: gastrointestinal (erosi/ulkus gaster), disfungsi venal, 
penigkatan enzim hari. 
d. Ketorolak: 
1) Merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral. Efektif 
untuk nyeri sedang-berat 
2) Bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan 
dengan opiod untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi efek 
RSUD Kota Depok 13
samping opioid (despresi pernapasan, sedasi, statis gastrointestinal). 
Sangat baik untuk terapi multi-analgesik. 
5. Efek analgesik pada antidepresan 
a. Mekanisme kerja: memblok pengambilan kembali norepinefrin dan serotonin 
sehingga meninggalkan efek neurotransmitter tersebut dan meningkatkan 
aktivitas neuron inhibisi nosiseptif. 
b. Indikasi: nyeri neuropatik ( neuropati DM, neuralgia pasca-herpetik cedera 
saraf perifer, nyeri sentral) 
c. Contoh obat yang sering dipakai amitriptilin, imipramine, despiramin, efek 
perifer. Dosis 50 – 300 mg, sekali sehari 
6. Anti – konvulsan 
a. Carbamazepine efektif untuk nyeri neuropatik. Efek samping somnolen, 
gangguan berjalan, pusing. Dosis : 400-1800 mg / hari (2-3 kali perhari). 
Mulai dengan dosis kecil (2 x 100 mg), ditingkatkan perminggu hingga dosis 
efektif. 
b. Gabapentin : merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri 
neuropatik. Efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis : 100- 
4800 mg/hari (3-4 kali sehari). 
7. Antagonis kanalnatrium 
a. Indikasi: nyeri neuropatik dan pasca-operasi 
b. Lidokain: dosis 2mg/kgBB selama 20 menit, lalu dilanjutkan dengan 1- 3 mg 
/ kgBB/jam titrasi. 
c. Prokain : 4-6,5 mg/kgBB/hari. 
8. Anatagonis kanal kalsiuml 
a. Ziconotide: merupakan anatagonis kanal kalsium yang paling efektif sebagai 
analgesik. Dosis: 1-3ug/hari. Efek samping : pusing, mual, nistagmus, 
ketidakseimbangan berjalan, kontipasi. Efek samping ini bergantung dosis 
dan reversibel jika dosis dikurangi atau obat dihentikan. 
b. Nimodipin, Verapamil: megobat migraine dan sakit kepala kronik. 
Menurunkan kebutuhan morfin pada pasien kanker yang menggunakan 
eskalasi dosis morfin. 
9. Tramadol 
a. Merupakan analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek 
samping yang lebih sedikit/ ringan. Bersifat sinergistik dengan medikasi 
OAINS. 
RSUD Kota Depok 14
b. Indikasi: efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri) kanker, 
osteoarthritis, nyeri punggung bawah neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia 
pasca- herpetik, nyeri pasca- operasi. 
c. Efek samping : pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi. 
d. Jalur pemberian: intravena, epidural, rektal dan per oral 
e. Dosis tramadol oral: 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis maksimal: 400mg 
dalam 24 jam. 
f. Titrasi terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi terutama 
digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk 
terdadap pengobatan atau memiliki risiko tinggi jatuh. 
Tabel 3.4 Jadwal Titrasi Tramadol 
Protokol 
Titrasi 
Dosis 
Inisial 
Jadwal Titrasi 
Direkomendasikan 
untuk 
Titrasi 
10 hari 
4 x 50 mg 
selama 3 
hari 
 2 x 50mg selama 3 hari 
 Naikkan menjadi 3 x 50mg 
selama 3 hari 
 Lanjutkan dengan 4 x 50mg 
 Dapat dinaikan sampai 
mencapai efek analgesik yang 
diinginkan 
 Lanjut usia 
 Risiko jatuh 
 Sensivitas 
medikasi 
Titrasi 
16 hari 
4 x 25mg 
selama 3 
hari 
 2 x 25mg selama 3 hari 
 Naikkan menjadi 3 x 25mg 
selama 3 hari 
 Naikkan menjadi 4 x 25mg 
selama 3 hari 
 Naikkan menjadi 2 x 50mg 
dan 2 x 25mg selama 3 hari 
 Naikkan menjadi 4 x 50mg 
 Dapat dinaikkan sampia 
tercapai efek analgesik yang 
diinginkan 
 Lanjut usia 
 Risiko jatuh 
 Sensivitas 
medikasi 
RSUD Kota Depok 15
10. Opioid 
a. Merupakan analgesik pasien (tergantung dosis) dan efeknya dapat 
ditiadakan oleh nalokson. 
b. Contoh opioid yang sering digunakan: morfin, sufetnanil, meperidin. 
c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi. 
d. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk 
penatalaksanaan nyeri akut. 
e. Efek samping 
1) Depresi pernapasan, dapat terjadi pada: 
 Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat 
pemberian secara infus. 
 Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepin, antihistamin, 
antiasmatik tertentu) 
 Adanya kondisi tertentu : gangguan elektrolit, hipovolemia, 
uremia, gangguan respirasi dan peningkatan tekanan 
intrakmustial. 
 Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas intermiten 
2) Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan 
menggunakan skor sedasi, yaitu: 
 0 = sadar penuh 
 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah 
dibangunkan 
 2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk, 
mudah dibangunkan 
 3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan 
 S = tidur normal 
3) Sistem Saraf pusat: 
 Euforia, halusinasi, miosis, kekakuan otot 
 Pemakaian MAOI: pemberian petidin dapat menimbulkan 
koma 
4) Toksisitas metabolit 
 Petidin (norpetidin) menimbulkan tremo, twitching, mioklonus, 
multifokal, kejang 
RSUD Kota Depok 16
 Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk 
penatalaksanaan nyeri pasca-bedah 
 Pemberian morfin kronik: menimbulkan gangguan fungsi ginjal 
terutama pada pasien usia > 70 tahun 
5) Efek kardiovaskular: 
 Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian : status volume 
intravascular, serta level aktivitas simpatetik 
 Morfin menimbulkan vasodilatasi 
 Petidin menimbulkan tadikardi 
6) Mual, muntah terapi untuk mual dan muntahdan pantau tekanan 
darah dengan adekuat, hindari pergerakan berlebihan pasca- bedah, 
atasi kecemasan pasien, obat antiemetik. 
f. Pemberian oral : 
1) Status efektifnya dengan pemberian parental pada dosis yang sesuai 
2) Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral. 
g. Injeksi intravascular 
1) Merupakan rute parenatal standar yang sering digunakan. 
2) Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektivitas penyerapannya 
tidak dapat diandalkan. 
3) Hindari pemberian via intravaskular sebisa mungkin. 
h. Injeksi subkutan 
i. Injeksi intravena: 
1) Pilihan parentaral utama setelah pembedahan major 
2) Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus – menerus 
(melalui infus) 
3) Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak 
sesuai dosis 
j. Injeksi mikro injeksi 
1) Lokasi mikroinjeksi tebaik : mesencephalic periaqueductal 
2) Mekanisme kerja: memblok respons nosiseptif di otak. 
3) Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri pada 
pasien kanker. 
k. Injeksi spinal (epidural, intratekal): 
1) Secara selektif keluanya neurotransmitter di neuron kornu dorsalis 
spinal. 
RSUD Kota Depok 17
2) Sangat efektif sebagai analgesik. 
3) Harus dipantau dengan ketat 
l. Injeksi Perifer 
1) Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek 
anastesi lokal(pada konsentrasi tinggi). 
2) Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi 
C. MANAJEMEN NYERI AKUT 
1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu : 
2. Lakukan asesmen nyeri : mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan penunjang. 
3. Tentukan mekanisme nyeri: 
a. Nyeri somatik: 
1) Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan pelepasan 
zat kimia dari sel yang cedera dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui 
nosiseptor kulit. 
2) Karakter onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat tajam, 
menusuk atau seperti ditikam. 
3) Contoh : nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi. 
b. Nyeri visceral: 
1) Nosiseptor visceral lebih sedikit dibandingkan somatic sehingga jika 
terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi, 
bersifat difus tumpul, seperti ditekan benda berat. 
2) Penyebab: iskemi/ nekrosis, inflamasi, peregangan ligament, spasm otot 
polos, distensi orgam berongga/ lumen. 
3) Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual. Muntah, 
hipotensi, bradikardia, berkeringat. 
c. Nyeri neuropatik: 
1) Berasal dari cedera jaringan saraf 
2) Sifat nyeri : rasa terbakar nyeri menjalar, kesemutan, (nyeri saat 
disentuh), hiperalgesia. 
3) Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal pada bagian cedera 
(sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya) 
4) Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple selerosis, 
herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi/ radioterapi. 
4. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya 
RSUD Kota Depok 18
a. Farmakologi: gunakan Step-Ladder WHO 
1) OAINS efekif untuk nyeri ringan – sedang, opioid efektif untuk 
nyeri sedang-berat. 
2) Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah (langkah 1 
dan 2 ) dengan pemberian intermiten (pro renata ) opioid yang 
disesuaikan dengan kebutuhan pasien. 
3) Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang – 
berat, dapat ditingkatkan menjadi 3 (ganti dengan opioid kuat dan 
analgesik dalam kurun waktu 24 jam setelah langkah 1 ) 
4) Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering 
digunakan adalah morfin, kodein 
5) Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat 
diberikan opioid ringan. 
6) Jika fase nyeri akut pasien telah terlewat, lakukan pengurangan 
dosis secara bertahap 
 Intravena: antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid 
 Oral: antikonvulsan, antidepresan, antihistamin, anxiolytie, 
kortikosteroid, anestesi lokal, OAINS, opioid, tramadol 
 Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin, opioid, fenotiazin, 
 Topical: lidokain patch, EMLA 
 Subkutan : opioid, anestesi lokal 
Gambar 3.2 WHO Analgesic Ladder 
RSUD Kota Depok 19
Tidak 
Apakah pasien nyeri sedang/berat ? Observasi rutin 
Ya 
Apakah diresepkan opioid IV ? 
Ya 
Siapkan NaCl 
Minta untuk diresepkan 
Tidak 
Ya 
Skor sedasi 0 atau 1 ? 
Ya 
Kecepatan pernapasan > 8 
kali/menit ? 
Ya 
Tekanan darah sistolik ≥ 100 
mmHg ? 
Ya 
Usia pasien < 70 tahun ? 
Ya 
Jika skor nyeri 7-10 berikan 3ml 
Jika skor nyeri 4 -6 berikan 2ml 
Nyeri 
Tunggu selama 5 
menit 
Gunakan spuit 10 ml 
Ambil 10mg morfin sulfat dan .... 
Dgn NaCl 0,9% hingga 10ml (1mg/ml) 
Berikan label pada spuit 
Atau 
Gunakan spuit 10 ml 
Ambil 100mg petidin dan campur dengan 
NaCl 0,9% hingga 10ml (10mlg/ml) 
Berikan label pada spuit 
Tidak Minta saran ke dokter senior 
Tunda dosis hingga skor sedasi < 2 & 
Kecepatan pernapasan > 8 kali/menit 
Pertimbangkan nalokson IV (100mg) 
Minta saran 
Jika skor nyeri 7-10 berikan 2 ml 
Jika sor nyeri 4-6 berikan 1 ml 
Gambar 3.3 Algoritma Pemberian Opioid Intermitten 
Algoritma di atas berlaku dengan syarat: 
 Hanya digunakan oleh staf yang telah mendapat intruksi 
 Tidak sesuai untuk pemberian analgesik secara rutin diruang rawat 
inap biasa 
 Efek samping dari dosis intravena dapat terjadi selama 15 menit 
sehingga semua pasien harus diobservasi ketat selama fase ini 
Manajemen efek samping: 
 Opioid 
- Mual dan muntah : antiemetik 
RSUD Kota Depok 20
- Konstipasi: berikan stimulant buang air besar, hindari laksatif 
yang mengandung serat karena dapat menyebabkan produksi 
gas-kembung-kram perut. 
- gatal : ertimbangkan untuk mengganti opioid jenis lain, dapat 
juga menggunakan antihistamin. 
- Mioklonus: pertimbangkan untuk mengganti opioid, atau berikan 
benzodiazepine untuk mengatasi mioklonus 
- Depresi pernapasan akibat opioid: berikan nalokson (campur 
0,4 mg nalakson dengan NaCl 0,95% sehingga total volume 
mencapi 10 ml). Berikan kecepatan pernapasan meningkat. 
Dapat diulang jika pasien mendapat terapi opioid jangka 
panjang. 
 OAINS: 
- Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (proton pump inhibitor) 
- Pendarahan akibat disfungsi platelet: pertimbangkan untuk 
mengganti OAINS yang tidak memiliki efek terhadap agregasi 
platelet. 
b. Pembedahan: injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi lokal di 
tempat nyeri. 
c. Non-farmakologi: 
1) Olah raga 
2) Imobilisasi 
3) Pijat 
4) Relaksasi 
5) Stimulasi saraf transkutan elektrik 
5. Follow-up (asesmen ulang) 
a. Asesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur. 
b. Panduan umum: 
1) Pemberian parenteral: 30 menit 
2) Pemberian oral: 60 menit 
3) Intervensi non- farmakologi: 30-60 menit. 
6. Pencegahan 
a. Edukasi pasien: 
1) Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta 
tatalaksanya. 
RSUD Kota Depok 21
2) Diskusikan tujuan manajemen nyeri dan manfaatnya untuk pasien. 
3) Beritahukan bahwa pasien dapat menghubungi tim medis jika memiliki 
pertanyan / ingin berkonsultasi mengenai kondisinya. 
4) Pasien dan kelurga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen nyeri 
(termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan analgesik, dan jadwal 
kontrol). 
b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik. 
7. Medikasi saat pasien pulang 
a. Pasien dipulangkan segera setalah nyeri dapat teratasi dan dapat 
beraktivitas seperti biasa / normal. 
b. Pemilihan medikasi analgesik bergantung pada pasien. 
Manajemen Asesmen Nyeri Akut 
Pasien Mengeluh Nyeri 
Anamnesa dan pemeriksaan fisik 
Asesmen nyeri 
Apakah etiologi nyeri bersifat 
reversible? 
Prioritas utama : identifikasi 
dan atasi etiologi nyeri 
Ya 
Tidak 
Apakah nyeri berlangsung > 6 minggu? 
 Lihat manajemen nyeri 
kronik 
 Pertimbangkan untuk 
merujuk ke spesialis yang 
sesua 
Tidak 
Tentukan mekanisme nyeri (pasien 
dapat mengalami > 1 jenis nyeri) 
Nyeri viseral 
Nyeri bersifat difus, seperti ditekan 
benda bera, nyeri tumpul 
Nyeri neuropati 
Nyeri bersifat bersifat, rasa 
terbakar, kesemutan, tidak 
spesifik 
Nyeri somastic 
Nyeri bersifat umum, 
menusuk, ( ) 
Gambar 3.4 Algoritma Asesmen Nyeri Akut 
RSUD Kota Depok 22
Algoritma Manajemen Nyeri Akut7 
Nyeri Somatic 
 Parasetamol 
 Cold pack 
 Kortokosteroid 
 Anestesi lokal (topical/infiltrasi) 
 OAINS 
 Opioid 
 Stimulasi taktil 
Nyeri viseral 
 Kortikosteroid 
 Anestesi lokal 
intraspinal 
 OAINS 
 Opioid 
Nyeri neuropatik 
 Antikonvulsan 
 Kortikasteroid 
 Blok neuron 
 OAINS 
 Opioid 
 Antidepresan trisiklik 
(antriptilin) 
Pencegahan 
 Edukasi pasien 
 Terapi farmakologi 
 Konsultasi (jika perlu) 
 Prosedur pembedahan 
 Non-farmakologi 
Alagesik adekuat? 
Efek samping 
pengobatan? 
Manajemen efek 
samping 
Ya 
Tidak 
Follow-up/ 
nilai ulang 
Pilih alternatif 
terapi yang 
lainnya 
Tidak 
Apakah 
nyeri > 6 
minggu? 
Mekanisme 
nyeri 
sesuai? 
Tidak 
Ya 
 Lihat 
manajemen 
nyeri kronik 
 Pertimbangkan 
untuk merujuk 
ke spesialis 
yang sesuai 
Ya 
Kembali ke kontak 
“tentukan 
mekanisme nyerri” Tidak 
Gambar 3.5 Algoritma Manajemen Nyeri Akut 
D. MANAJEMEN NYERI KRONIK 
1. Nyeri kronik: nyeri yang persisten/ berlangsung > 6 minggu 
2. Lakukan asesmen nyeri: 
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat manajemen 
nyeri sebelumnya ) 
b. Pemeriksaan penunjang: radiologi 
c. Asesmen fungsional: 
1) Nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan disabilitas 
2) Buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien 
3) Nilai efektivitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan 
3. Tentukan mekanisme nyeri: 
RSUD Kota Depok 23
a. Manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya. 
b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri. 
c. Terbagi menjadi 4 jenis: 
1) Nyeri neuropatik: 
 Disebabkan oleh kerusakan atau disfungsi sistem somatosensorik 
 Contoh: neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik. 
 Karkteristik: nyeri parsisten, rasa terbakar, terfapat penjalaran nyeri 
sesuai dengan persyarafannya, baal, kesemutan, alodinia. 
 Fibromyalgia: gatal, kaku, dan nyeri yang difus pada 
musculoskeletal (bahu, ekstremitas), nyeri berlangsung selama > 3 
bulan 
2) Nyeri otot: tersering adalah nyeri miofasial 
 Mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah, panggul dan 
ekstremitas bawah. 
 Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/ lebih jenis otot, berakibat 
kelemahan, keterbatasan gerak. 
 Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang repetitive 
 Tatalaksana: mengembalikan fungsi otot dengan fisioterapi, 
identifikasi dan manajemen faktor yang memperberat (postur, 
gerakan repetitve, faktor pekerjaan) 
3) Nyeri inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif): 
 Contoh: artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri pasca operasi 
 Karakteristik: pembengkakan, kemerahan, panas pada tempat nyeri. 
Terdapat riwayay cedera / luka 
 Tatalaksana: menejemen proses inflamasi dengan antibiotic / 
antirematik, OAINS, kortikosteroid 
4) Nyeri mekanis / kompresi: 
 Diperberat dengan aktivitas, dan nyeri berkurang dengan istirahat. 
 Contoh: nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan strain/spain 
ligament / otot), degenerasi diskus, osteoporosis dengan faktur 
kompresi, faktur. 
 Merupakan nyeri nosiseptif 
 Tatalaksana: beberapa memerlukan dekompresi atau stabilisasi. 
RSUD Kota Depok 24
4. Asesmen lainnya: 
a. Asesmen psikologi: nilai apakah pasien mempunyai masalah psikiatri 
(depresi, cemas, riwayat penyalahgunaan obat-obatan, riwayat 
penganiayaan secara seksual/fisik, verbal, gangguan tidur) 
b. Masalah pekerjaan dan disabilitas 
c. Faktor yang mempengaruhi; 
1) Kebiasaan akan postur leher dan kepala yang buruk 
2) Penyakit lain yang memperburuk / memicu nyeri kronik 
d. Hambatan terhadap tatalaksana: 
1) Hambatan komunikasi / bahasa 
2) Faktor finansial 
3) Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh terhadap fasilitas kesehatan 
4) Kepatuhan pasien yang buruk 
5) Kurangnya dukungan keluarga dan teman 
5. Manajemen Nyeri Kronik berdasarkan Level 
a. LEVEL I 
Prinsip level I: 
1) Buatlah rencana perawatan tertulis secara komprehensif (buat tujuan, 
perbaiki tidur, tingkatkan aktivitas fisik, manajemen stres). 
2) Pasien harus berpatisipasi dalam program latihan untuk 
meningkatkan fungsi 
3) Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku kognitif 
dengan restorasi untuk membantu mengurangi nyeri dan 
meningkatkan fungsi. 
4) Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik adalah masalah yang 
rumit dan kompleks. Tatalaksana sering mencakup manajemen stres, 
latihan fisik, terapi relaksasi, dan sebagainya 
5) Beritahu kepada pasien bahwa fokus dokter adalah manajemen nyeri 
6) Ajaklah untuk berpartisipasi aktif dalam manajemen nyeri 
7) Jadwalkan kontrol pasien secara rutin, jangan biarkan penjadwalan 
untuk kontrol dipengaruhi oleh peningkatan level nyeri pasien 
8) Bekerja sama dengan keluarga untuk memberikan dukungan kepada 
pasien 
9) Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja secara bertahap 
10) Atasi keengganan pasien untuk bergerak karena takut nyeri 
RSUD Kota Depok 25
11) Manajemen psikososial (atasi depresi, kecemasan, ketakutan pasien) 
Manajemen level I: 
Menggunakan pendekatan standar dalam penatalaksanaan nyeri kronik 
termasuk farmakologi, intervensi, non-farmakologi, dan terapi pelengkap 
/ tambahan. Terapi berdasarkan jenis nyeri: 
1) Nyeri neuropatik 
 Atasi penyebab yang mendasari timbulnya nyeri: 
- Kontrol gula darah pada pasien DM 
- Pembedahan, kemoterapi, radoterapi untuk pasien tumor 
dengan kompresi saraf 
- Kontrol infeksi (antibiotik) 
 Terapi simptomatik: 
- Antidepresan trisiklik (amitriptilin) 
- Antikonvulsan: gabapentin, karbamazepin 
- Obat topical (lidocaine patch 5%, krim anestesi ) 
- OAINS, kortikosteroid, opioid 
- Anestesi regional: blok simpatik, blok epidural / intraketal, 
infus epidural / intratekal 
- Terapi berbasis- stimulasi: akupuntur, stimulasi spinal, pijat 
- Rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu, latihan 
mobilisasi, metode ergonomis 
- Prosedur ablasi: kormiotomi, ablasi saraf dengan 
radiofrekuensi 
- Terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi (mengurangi 
tegangan otot dan toleransi terhadap nyeri), tetapi perilaku 
kognitif (mengurangi perasaan terancam atau tidak nyaman 
karena nyeri kronis) 
2) Nyeri otot 
 Lakukan skrining tehadap patologi medis yang serius, faktor 
psikososial yang dapat menghambat pemulihan 
 Berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari latihan 
dasar / awal dan ditingkatkan secara bertahap. 
 Rehabilitasi fisik: 
RSUD Kota Depok 26
- Fitness: angkat beban bertahap, kardiovaskular, 
fleksibilitas, keseimbangan 
- Mekanik 
- Pijat, terapi akuatik 
 Manajemen perilaku: 
- Stress / depresi 
- Teknik relaksasi 
- Perilaku kognitif 
- Ketergantungan obat 
- Manajemen amarah 
 Terapi obat: 
- Analgesik dan sedasi 
- Antidepressant 
- Opioid jarang dibutuhkan 
3) Nyeri inflamasi 
 Kontrol inflamasi dan atasi penyebabnya 
 Obat anti – inflamasi utama OAINS kortikosteroid 
4) Nyeri mekanis kompresi 
 Penyebab yang seiring tumor / kista yang menimbulkan kompresi 
pada struktur yang sensitif dengan nyeri, dislokasi dan faktur. 
 Penanganan efektif dekompresi dengan pembedahan atau 
stabilisasi, bidai, alat bantu. 
 Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan untuk 
mengatasi nyeri saat terapi lain diaplikasikan. 
Manajemen level 1 lainnya: 
1) OAINS dapat digunakan untuk nyeri ringan – sedang atau nyeri 
non-neurotik 
2) Skor DIRE: digunakan untuk menilai kesesuaian aplikasi terapi 
opioid jangka panjang untuk nyeri kronik non-kanker. 
3) Intervensi : injeksi spinal, blok saraf, stimulator spinal, infus 
intratekal, injeksi intra-sendi, injeksi epidural 
4) Terapi pelengakap / tambahan : akupuntur, herbal 
RSUD Kota Depok 27
Tabel 3.5 Skor DIRE (diagnosis, intractibility, risk, efficacy)* 
Faktor Penjelasan 
Diagnosis 1= kondisi kronik ringan dengan temuan obyektif minimal 
atau tidak adanya diagnosis medis yang pasti. Misalnya 
migraine, nyeri punggung tidak spesifik. 
2= kondisi progresif perlahan dengan nyeri sedang atau 
kondisi nyeri sedang menetap dengan temuan objektif 
medium. Misalnya nyeri punggung dengan perubahan 
degeneratif medium, nyeri neurotopik. 
3= kondisi lanjut dengan nyeri berat dan temuan objektif 
nyata. Misalnya: penyakit iskemik vascular berat, neuropatik 
lanjut, .... spinal berat. 
Intracability 
(keterlibatan) 
1= pemberian terapi minimal dan pasien terlibat secara 
minimal dalam manajemen nyeri. 
2= beberapa terapi telah dilakukan tetapi pasien tidak 
sepenuhnya terlibat dalam manajemen nyeri, atau terdapat 
hambatan (finansial, transportasi, penyakit medis) 
3= pasien terlibat sepenuhnya dalam manajemen nyeri tetapi 
respon terapi tidak adekuat. 
Risiko (R) R= jumlah skor P+K+R+D 
Psikologi 1= disfungsi kepribadian yang berat atau gangguan jiwa 
yang mempengaruhi terapi. Misalnya gangguan kepribadian, 
gangguan efek berat. 
2= gangguan jiwa / kepribadian medium / sedang. Misalnya 
depresi, gangguan, cemas. 
3= komunikasi baik. Tidak ada disfungsi kepribadian atau 
gangguan yang signifikan. 
Kesehatan 1= penggunaan obat akhir-akhir ini. alkohol berlebihan, 
penyalahgunaan obat. 
2= medikasi untuk mengatasi stess, atau riwayat remisi 
psikofarmaka 
3= tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan. 
Rehabilitas 1= banyak masalah: penyalahgunaan obat, bolos kerja / 
jadwal control. 
2= terkadang mengalami kesulitan dalam komplians, tetapi 
secara keseluruhan dapat diandalkan 
3= sangat dapat diandalkan (medikasi, jadwal control dan 
terapi) 
Dukungan 
sosial 
1= hidup kacau, dukungan keluarga minimal, sedikit teman 
dekat, peran dalam kehidupan normal 
2= kurangnya hubungan dengan oral dan kurang berperan 
dalam sosial 
3= keluarga mendukung, hubungan dekat. Terlibat dalam 
kerja/sekolah ada isolasi sosial 
RSUD Kota Depok 28
Efikasi 1= fungsi buruk atau pengurangan nyeri minimal meski 
dengan penggunaan dosis obat sedang- tinggi 
2= fungsi meningkat tetapi kurang efisiensi (tidak 
menggunakan opioid sedang-tinggi) 
3= perbaikan nyeri signifikan, fungsi dan kualitas hidup 
tercapai ...yang stabil. 
Skor total = D + I + R + E 
Keterangan: 
Skor 7 + 13 : tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang 
Skor 14 + 21 : sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang 
b. LEVEL II 
Manajemen level 2 
1) Meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri dan 
rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator spinal atau 
infus intratekal) 
2) Indikasi pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif / manajemen 
level 1. 
3) Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada perbaikan 
dengan manajemen level 1. 
RSUD Kota Depok 29
Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri kronik: 
Algoritma Asesmen Nyeri Kronik9 
Pasien mengeluh nyeri 
Asesmen nyeri 
 Anemnesis 
 Pemeriksaan fisik 
 Pemeriksaan fungsi 
Tentukan mekanisme nyeri 
Pasien dapat mengalami 
jenis nyeri dan faktor 
yang mempengaruhi yang 
beragam 
Nyeri neuropatik 
 Perifer (sindrom nyeri 
regional kompleks, 
neuropati HIV, 
gangguan metabolik) 
 Sentral (Parkinson, 
multiple selerosis, 
mielopati, nyeri pasca- 
Nyeri otot 
Nyeri miofasial 
Nyeri inflamasi 
 Artropati inflamasi 
(rematoid artritis) 
 Infeksi 
 Nyeri pasca-operasi 
 Cedera jaringan 
Nyeri 
mekanis/ 
kompresi 
 Nyeri punggung 
bawah 
 Nyeri leher 
 Nyeri 
musculoskeletal 
(bahu, siku) 
Apakah nyeri kronik? 
Ya 
Apakah etiologinya dapat 
dikoreksi / diatasi? 
Tidak 
Asesmen lainnya 
 Masalah pekerjaan dan disabilitas 
 Asesmen psikologi dan spiritual 
 Faktor yang mempengaruhi dan 
hambatan 
Pantau dan observasi 
Atasi etiologi nyeri sesuai 
indikasi 
Algoritma Manajemen Nyeri Kronik 
Gambar 3.6 Algoritma Asesmen Nyeri Kronik 
RSUD Kota Depok 30
Algoritma Manajemen Nyeri Kronik9 
Prinsip level 1 
 Buatlah rencana dan tetapkan tujuan 
 Rehabilitasi fisik dengan tujuan fungsional 
 Manajemen psikososial dengan tujuan fungsional 
Manajemen level 1: 
Nyeri neuropatik 
Manajemen level 1: 
Nyeri otot 
Manajemen level 1: 
Nyeri inflamasi 
Manajemen level 1: 
Nyeri mekanisme/ kompresi 
Manajemen level 1 lainnya 
 Farmakologi (skor DIRE) 
 Intervensi 
 Pelrngkap/tambahan 
Layanan primer untuk mengukur 
pencapaian tujuan dan meninjau 
ulang rencana perawatan 
Tujuan terpenuhi? 
 Fungsi 
 Kenyamanan 
 Hambatan 
Telah melakukan 
manajemen level 1 
dengan adekuat? 
Tidak 
Manajemen level 2 
 Rujuk ke tim interdisiplin, 
atau 
 Rujuk ke klinik khusus 
manajemen nyeri 
Ya 
Rencana perawatan selanjutnya oleh 
pasien 
Tidak 
Asesmen hasil 
Gambar 3.7 Algoritma Manajemen Nyeri Kronik 
E. MANAJEMEN NYERI PADA PEDIATRIK 
1. Prevalensi nyeri yang sering dialami oleh anak adalah: sakit kepala kronik, 
trauma, sakit perut dan faktor psikologi. 
2. Sistem nosiseptif pada anak dapat memberikan respon yang berbeda terhadap 
kerusakan jaringan yang sama atau sederajat. 
RSUD Kota Depok 31
3. Neonatus lebih sensitif terhadap stimulus nyeri. 
4. Pemberian analgesik: 
a. “By the ladder” pemberian analgesik secara bertahap sesuai dengan level 
nyeri anak (ringan, sedang, berat) 
1) Awalnya, berikan analgesik ringan – sedang (level 1) 
2) Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik level 1, naikkan ke 
leve 2 (pemberian analgesik yang lebih poten) 
3) Pada pasien yang mendapat terapi opioid, pemberian parasetamol 
4) Analgesik adjuvant 
 Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan untuk nyeri 
tetapi dapat berefek analgesik dalam kondisi tertentu 
 Pada anak dengan nyeri neuropatik, dapt diberikan analgesik 
adjuvant sebagai level 1 
 Analgesik adjuvant ini lebih spesifik dan efektif untuk mengatasi 
nyeri neuropatik. 
 Kategori: 
- Analgesik multi-tujuan: antidepressant, agonis adremergic 
alfa-2, kortikosteroid, anestesi topical. 
- Analgesik untuk nyeri neuropatik: antidepressant , 
antikonvulsan, agonis GABA, anestesi oral-lokal. 
- Anagesik untuk nyeri musculoskeletal: relaksasi otot, 
benzodiazepine, inhibitor osteoklas, radiofarmaka. 
b. ‘By the clok’: mengacu pada waktu pemberian analgesik. 
Pemberian haruslah teratur, misalnya: setiap 4-6 jam (disesuaikan dengan 
masa kerja obat dan derajat keparahan nyeri pasien), tidak boleh prn (jika 
perlu) kecuali episode nyeri pasien benar-benar intermiten dan tidak dapat 
diprediksi. 
c. ‘By the child’: mengacu pada pemberian analgesik yang sesuai dengan 
kondisi masing-masing individu. 
1) Lakukan monitor dan asesmen nyeri secara teratur 
2) Sesuaikan dosis analgesik jika perlu 
d. ‘By the mouth’: mengacu pada jalur pemberian oral. 
1) Obat harus diberikan melalui jalur yang paling sederhana, tidak invasive 
dan efektif, biasanya per oral. 
RSUD Kota Depok 32
2) Karena pasien takut dengan jarum suntik, pasien dapat menyangkal 
bahwa mereka mengalami nyeri atau tidak memerlukan pengobatan. 
3) Untuk mendapatkan efek analgesik yang cepat dan langsung, pemberian 
parenteral terkadang merupakan jalur yang paling efisien. 
4) Opioid kurang poten jika diberikan per oral 
5) Sebisa mungkin jangan memberikan obat via intramuscular karena nyeri 
dan absorsi obat tidak dapat diandalkan 
6) Infus kontinu memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan IM, IV, dan 
subkutan intermiten, yaitu: tidak nyeri, mencegah terjadinya penundaan / 
keterlambatan pemberian obat, memberikan kontrol nyeri yang kontinu 
pada anak. Indikasi: pasien nyeri dimana pemberian per oral dan opioid 
parenteral intermitten tidak memberikan hasil yang memuaskan, adanya 
muntah hebat (tidak dapat memberika obat per oral) 
e. Analgesik dan anetesi regional: epidural atau spinal 
1) Sangat berguna untuk anak dengan nyeri kanker stadium lanjut yang sulit 
diatasi dengan terapi konservatif. 
2) Harus dipantau dengan baik 
3) Beriakn edukasi dan pelatihan kepada staf, ketersediaan segera obat-obatan 
dan peralatan resusitasi, dan pencatatan yang akurat mengenai 
tanda vital / skor nyeri. 
f. Manajemen nyeri kronik: biasanya memiliki penyebab multipel, dapat 
melibatkan komponen nosiseptif dan neuropatik 
1) Lakukan anamnesis dan fisik menyeluruh 
2) Pemeriksaan penunjang yang sesuai 
3) Evaluasi faktor yang mempengaruhi 
4) Program terapi: kombinasi terapi obat dan non-obat (kognitif, fisik dan 
perilaku). 
5) Lakukan pendekatan multidisiplin 
g. Panduan penggunaan opioid pada anak: 
1) Pilih rute yang paling sesuia. Untuk pemberian jangka panjang, pilih 
jalur oral. 
2) Pada penggunaan infus kontinu IV, sediakan obat opioid kerja 
singkat dengan dosis 50%-200% dari dosis infus per jam kontinu 
prn. 
RSUD Kota Depok 33
3) Jika diperlukan >6 kali opioid kerja singkat prn dalam 24 jam, 
naikkan dosis infus IV per-jam kontinu sejumlah total dosis opioid prn 
yang diberikan dalam 24 jam dibagi 24. Alternatif lainnya adalah 
dengan menaikkan kecepatan infus sebesar 50% 
4) Pilih opioid yang sesuai dan dosisnya 
5) Jika efek analgeseik tidak adekuat dan tidak ada toksisitas 
tingkatkan dosis sebesar 50% 
6) Saat tapering-off atau penghentian obat: pada semua pasien yang 
menerima opioid > 1 minggu, harus dilakukan tapering-off (untuk 
menghindari gejala withdrawal). Kurangi dosis 50% selama 2 hari 
lalu kurangi sebesar 25 % setiap 2 hari. Jika dosis ekuivalen dengan 
dosis morfin oral (0,6 mg/ kgBB/hari ), opioid dapat dihentikan. 
7) Meperidin tidak boleh digunakan untuk jangka lama karena dapat 
terakumulasi dan menimbulkan mioklonus dan hiperrekfleks 
Tabel 3.6 Obat Non-Opioid yang sering digunakan pada Pediatrik 
Obat Dosis keterangan 
Parasetamol 10-15mg/kgBB oral, 
setiap 4-6 jam 
Efek antiinflamasi kecil, efek 
gastrointestinal dan hematologi minimal 
Ibuprofen 5-10mgkgBB oral, 
setiap 6-8 jam 
Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien 
dengan gangguan hepar/renal, riwayat 
perdarahan gastrointestinal atau 
hipertensi. 
Naproksen 10-20mg/kgBB/hari 
oral, terbagi dalam 2 
dosis 
Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien 
disfungsi renal. Dosis maksimal 1gr / hari. 
diklofenak 1mg/kgBB oral, 
setiap 8-12 jam 
Efek antiinflamasi. Efek samping sama 
dengan ibuprofen dan naproksen. Dosis 
maksimal 50mg/kali. 
h. Terapi alternatif / tambahan 
1) Konseling 
2) Manipulasi chiropractic 
3) Herbal 
RSUD Kota Depok 34
5. Terapi non-obat 
a. Terapi kognitif: merupakan terapi yang paling bermanfaan dan memiliki efek 
yang besar dalam manajemen nyeri non-obat untuk anak 
b. Distraksi terhadap nyeri dengan mengalihkan atensi ke hal lain seperti 
music, cahaya, warna, mainan, permen, computer, permainan, film dan 
sebagainya. 
c. Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi perilaku yang dapat 
meningkatkan nyeri dan meningkatkan perilaku yang dapat menurunkan 
nyeri. 
d. Terapi relaksasi: depat berupa mengepalkan dan mengendurkan jari tangan, 
menggerakan kaki sesuai iram , menarik napas dalam. 
Tabel 3.7 Terapi Non-Obat 
Kognitif Perilaku Fisik 
 Informasi 
 Pilihan dan kontrol 
 Distraksi dan atensi 
 Hypnosis 
 Psikoterapi 
 Latihan 
 Terapi relaksasi 
 Umapan balik positif 
 Modifikasi gaya hidup 
/ perilaku 
 Pijat 
 Fisioterafi 
 Stimulasi ternal 
 Stimulasi sensorik 
 Akupuntur 
 TENS 
RSUD Kota Depok 35
Algoritma Manajemen Nyeri Mendasar Pada Pediatrik10 
1. asesmen nyeri pada anak 
 Nilai katarekteristik nyeri 
 Lakukan pemeriksaan medis dan penunjang yang sesuai 
 Evaluasi kemungkinan adanya ketelibatan mekanisme nosiseptik dan neuropatik 
 Kajian faktor yang mempengaruhi nyeri pada anak 
2. Diagnosis penyebab primer dan sekunder 
 Komponen nosiseptif dan neuropatik yang ada saat ini 
 Kumpulkan gejala-gejala fisik yang ada 
 Pikirkan faktor emosinal, kognitif, dan perilaku 
3. Pilih terapi yang sesuai 
Obat 
 Analgesik 
 Analgesik adjuvani 
 Anestesi 
Non-obat 
 Kognitif 
 Fisik 
 Perilaku 
4. Implementasi rencana menejemen nyeri 
 Berikan umpan balik mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi nyeri 
kepala orang tua (dan anak) 
 Berikan rencana manajemen yang rasional dan terintegrasi 
 Asesmen ulang nyeri pada anak secara rutin 
 Evaluasi efektifitas rencana manajemen nyeri 
 Revisi rencana jika diperlukan 
Gambar 3.8 Algoritma Manajemen Nyeri Pada Pediatrik 
F. MANAJEMEN NYERI PADA KELOMPOK USIA LANJUT 
1. Lanjut usia (lansia) didefinisikan sebagai orang-orang yang berusia ≥ 65 tahun. 
2. Pada lansia, prevalensi nyeri dapat meningkat hingga 2 kali lipatnya 
dibandingkan dewasa muda. 
RSUD Kota Depok 36
3. Penyakit yang sering menyebabkan nyeri pada lansia adalah artritis, kanker, 
neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik, polimialgia, dan penyakit 
degeneratif. 
4. Lokasi yang sering mengalami nyeri, sendi utama / penyangga tubuh, 
punggung, tungkai bawah dan kaki. 
5. Alasan seringgnya terjadi manajemen nyeri yang buruk adalah: 
a. Kurangnya pelatihan untuk dokter mengenai manajemen nyeri pada geriatri. 
b. Asesmen nyeri yang tidak adekuat 
c. Keengganan dokter untuk meresepkan opioid 
6. Asesmen nyeri pada geriartri yang valid, reliable dan dapat diaplikasikan 
menggunakan Function Pain Scaleseperti dibawah ini: 
Tabel 3.8 Function Pain Scale 
Skala Nyeri Keterangan 
0 Tidak nyeri 
1 Dapat ditoleransi (aktivitas tidak terpengaruh ) 
2 Dapat ditoleransi (beberapa aktivitas sedikit terganggu) 
3 Tidak dapat ditoleransi (tetapi dapat menggunakan telepon 
menonton TV, atau membaca) 
4 Tidak dapat ditoleransi (tidak dapat menggunakan telepon, 
menonton TV, atau membaca ) 
5 Tidak dapat ditolerasi (dan tidak dapat berbicara karena nyeri) 
*skor normal / yang diinginkan : 0-2 
7. Intervensi 
a. Terapi termal: pemberian pendinginan atau pemanasan di area nyeri 
untuk menginduksi pelepasan opioid endogen. 
b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan: perkutan, akupuntur 
c. Blok saraf dan radiasi area tumor 
d. Intervensi medis pelengkap / tambahan atau alternatif relaksasi umpan 
balik positif, hypnosis. 
e. Fioterapi dan terapi okupasi 
8. Intervesi farmakologi (tekanan pada keamanan pasien) 
a. Non-opiod: OAINS, parasetamol, COX-2 Inhibitor, antidepressant trisiklik, 
amitriptilin, ansiolitik. 
RSUD Kota Depok 37
b. Opioid: 
1) Risiko adiksi rendah jika digunakan nyeri akut (jangka pendek). 
2) Hindari yang cukup dan konsumsi serat / talking agent untuk 
mencegah konstipasi (preparat senna, serbital) 
3) Berikan opioid jangka pendek 
4) Dosis rutin dan teratur memberikan analgesik yang lebih baik 
daripada pemberian intermiten. 
5) Mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan 
6) Jika efek analgesik masih kurang adekuat , dapat menaikkan opioid 
sebesar 50-100% dari dosis semula. 
c. Analgesik adjuvant 
1) OAINS dan amfetamin: meningkatkan opioid dan resolusi nyeri 
2) Nortriptilin, klonazepam, karbamazepine, gabapentin, tramadol, 
mexiletine: efektif untuk nyeri neuropatik 
3) Antikonvulsan: untuk neuralgia trigennital 
Gabapentin: neuralgia pasca-herpetik 1-3 x 100 mg sehari dan dapat 
ditingkatkan menjadi 300 mg / hari 
9. Risiko efek samping OAINS meningkat pada perdarahan gastrointestinal 
meningkat hampir dua kali lipat pada pasien > 6,5 tahun 
10. Semua fase farmakokinetik dipengaruhi oleh termasuk absorbsi, distribusi, 
metabolisme, dan eleminasi 
11. Pasien lansia cederung memerlukan pengarahan dosis analgesik. Absorbsi 
sering tidak teratur karena adanya pemindahan waktu . sindrom malabsorbsi 
12. Ambang batas nyeri sedikit meningkat pada lansia 
13. Lebih disarankan menggunakan obat dengan waktu paruh yang lebih singkat. 
14. Lakukan monitor ketat jika mengubah atau meningkatkan dosis pengobatan 
15. Efek samping penggunaan opioid paling sering dialami konstipasi 
16. Penyebab tersering timbulnya efek samping obat: polifarmasi (misalnya pasien 
mengkonsumsi analgesik, antideprassant, dan sedasi secara rutin harian ) 
17. Prinsip dasar terapi farmakologi: mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan 
perlahan hingga tercapai dosis yang dinginkan 
18. Nyeri yang tidak dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan: 
a. Penurunan / keterbatasan mobilisasi, pada akhirnya mengarah ke depresi 
karena pasien frustasi dengan keterbatasan mobilitasnya dan menurunyan 
kemampuan fungsional 
RSUD Kota Depok 38
b. Dapat menurunkan sosialisasi, gangguan tidur, bahkan dapat menurunkakn 
imunitas tubuh 
c. Kontrol nyreri yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab munculnya agitasi 
dan gelisah 
d. Dokter cenderung untuk meresepkan obat-obatan yang lebih banyak. 
Polifarmasi dapat meningkatkan risiko jatuh dan delirium 
19. Beberapa obat yang sebaiknya tidak digunakan (dihindari) pada lansia: 
a. OAINS: indometasin dan piroksikam (waktu paruh yang panjang dan efek 
samping gastrointestinal lebih besar) 
b. Opioid: pentazocine, butorphano (merupakan campuran antagonis dan 
agonis, cenderung memproduksi efek psikotomimetik pada lansia): metadon, 
levorphanol (waktu paruh panjang) 
c. Propoxyphene: neurotoksik 
d. Antidepresan: tertiary amine tricyclisc (efek samping antikolinergik ) 
20. Semua pasien yang mengkonsumsi opioid, sebelumnaya harus diberikan 
kombinasi preparat senna dan obat pelunak feses (bulking agents) 
21. Pemilihan analgesik: menggunakan 3-step ladder WHO (sama dengan 
manajemen pada nyeri akut) 
a. Nyeri ringan-sedang: analgesik non-opioid 
b. Nyeri sedang: opioid minor, dapat dikombinasikan dengan OAINS analgesik 
adjuvant 
c. Nyeri berat: opioid poten 
22. Satu-satunya perbedaan dalam terapi analgesik ini adalah penyesuaian dan 
hati-hati dalam memberikan obat kombinasi 
RSUD Kota Depok 39
BAB IV 
DOKUMENTASI 
1. SPO Manajemen Nyeri 
2. SPO Manajemen Nyeri dengan Kondisi Khusus 
3. Formulir Rencana Perawatan Pasien Nyeri Kronik 
RSUD Kota Depok 40
REFERENSI 
1. Joint Commision on accreditation of Healthcare Organization. Pain: current 
understansing of asessment, management, and treatments. Nations 
Pharmaceutical Council, Inc: 2001. 
2. Wallace Ms, Staats PS. Pain medicine and management: just the facts. Mcgraw-hill; 
2005. 
3. National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center. Pain 
intensity instruments: numeric rating scale; 2003. 
4. Wong D, Whaley L. Clinical handbook of pediatric nursing. Edisi ke-2. St. Louis: 
C.V. mosby Company: 1986. 
5. Ambuel, Hamlett KW, Marx CM, Blumer JL. Assesing distress in pediatric 
intensive care environments: the COMFORT scale. J Paed Psych. 1992;17:95- 
109. 
6. Pain management. [diakses tanggal 23 Februari 2012]. Diunduh 
dari:www.hospitalsoup.com 
7. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline: 
assessment and management of acute pain. Edisi ke-6. ICSI; 2008. 
8. Pain Management Task Group of the Hull & East Riding Clinical Policy Forum. 
Adult pain management guidelines. NHS; 2006. 
9. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI).health care guideline: 
assessment and management of choronic pain. Edisi ke-5. ICSI; 2011. 
10. Argoff CE, McCleane G. Pain management secrets: questions you will be asked. 
Edisi ke-3. Philadelphia: mosby Elsevier;2009. 
RSUD Kota Depok 41
KATA PENGANTAR 
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas kemudahan yang 
diberikan olehNya kami dapat menyelesaikan panduan ini. 
Panduan Manajemen Nyeri RSUD Kota Depok adalah suatu acuan dalam 
asesmen dan manajemen nyeri pasien-pasien di RSUD Kota Depok. Panduan 
dalam penanganan nyeri yang terdiri dari pengertian, serta asuhan dan terapi yang 
harus diberikan. 
Semoga Panduan ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebaik-baiknya 
oleh seluruh unit terkait di RSUD Kota Depok. 
Tim Penyusun 
RSUD Kota Depok 42 
i
DAFTAR ISI 
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i 
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii 
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... iii 
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... iv 
BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1 
B. Tujuan ................................................................................................................ 1 
C. Definisi .............................................................................................................. 2 
BAB II RUANG LINGKUP ............................................................................................ 3 
BAB III TATA LAKSANA .............................................................................................. 4 
A. Asesmen Nyeri ................................................................................................... 4 
B. Farmakologi Obat Analgesik ............................................................................. 12 
C. Manajemen Nyeri Akut ...................................................................................... 18 
D. Manajemen Nyeri Kronik ................................................................................... 23 
E. Manajemen Nyeri pada Pediatrik ...................................................................... 31 
F. Manajemen Nyeri pada Kelompok Usia Lanjut ................................................. 36 
BAB IV DOKUMENTASI .............................................................................................. 40 
RSUD Kota Depok 43 
ii
DAFTAR TABEL 
Tabel 3.1 COMFORT Scale ......................................................................................... 7 
Tabel 3.2 Derajat Kekuatan Motorik ............................................................................ 10 
Tabel 3.3 Pemeriksaan Refleks ................................................................................... 11 
Tabel 3.4 Jadwal Titrasi Tramadol ............................................................................... 15 
Tabel 3.5 Skor DIRE (Diagnosis, Intractibility, Risk, Efficacy) ...................................... 28 
Tabel 3.6 Obat Non-Opioid yang sering digunakan pada Pediatrik ............................. 34 
Tabel 3.7 Terapi Non-Obat .......................................................................................... 35 
Tabel 3.8 Function Pain Scale ..................................................................................... 37 
RSUD Kota Depok 44 
iii
DAFTAR GAMBAR 
Gambar 3.1 Wong Baker Faces Pain Rating Scale ..................................................... 6 
Gambar 3.2 WHO Analgesic Ladder ........................................................................... 19 
Gambar 3.3 Algoritma Pemberian Opioid Intermitten .................................................. 20 
Gambar 3.4 Algoritma Asesmen Nyeri Akut ................................................................ 22 
Gambar 3.5 Algoritma Manajemen Nyeri Akut ............................................................. 23 
Gambar 3.6 Algoritma Asesmen Nyeri Kronik ............................................................. 30 
Gambar 3.7 Algoritma Manajemen Nyeri Kronik ......................................................... 31 
Gambar 3.8 Algoritma Manajemen Nyeri Pada Pediatrik ............................................. 36 
RSUD Kota Depok 45 
iv

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantungPemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
Verar Oka
 

Was ist angesagt? (20)

PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
PENATALAKSANAAN TERKINI PENYAKIT KULIT DALAM PRAKTEK SEHARI HARI
 
Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantungPemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
Pemeriksaan fisik thorax, pulmonalis, jantung
 
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
 
Luka Bakar
Luka BakarLuka Bakar
Luka Bakar
 
STROKE.pptx
STROKE.pptxSTROKE.pptx
STROKE.pptx
 
Demensia
DemensiaDemensia
Demensia
 
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
 
Kejang demam ppt
Kejang demam pptKejang demam ppt
Kejang demam ppt
 
Muntah pada Anak
Muntah pada AnakMuntah pada Anak
Muntah pada Anak
 
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
Efloresensi (modul kulit dan jaringan penunjang)
 
91722104 case-dr-andi-fajar
91722104 case-dr-andi-fajar91722104 case-dr-andi-fajar
91722104 case-dr-andi-fajar
 
GCS Tingkat Kesadaran
GCS Tingkat KesadaranGCS Tingkat Kesadaran
GCS Tingkat Kesadaran
 
Mekanisme nyeri
Mekanisme nyeriMekanisme nyeri
Mekanisme nyeri
 
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
 
Guideline stroke-2011
Guideline stroke-2011Guideline stroke-2011
Guideline stroke-2011
 
Rematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shbRematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shb
 
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAIPenatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
 
rumus pemberian obat melalui syringe pump
rumus pemberian obat melalui syringe pumprumus pemberian obat melalui syringe pump
rumus pemberian obat melalui syringe pump
 
Power point nyeri
Power point nyeriPower point nyeri
Power point nyeri
 
Antihistamin
AntihistaminAntihistamin
Antihistamin
 

Andere mochten auch

PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)
PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)
PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)
Muhammad Taqwan
 
Fitokimia Kromatografi lapis tipis
Fitokimia Kromatografi lapis tipisFitokimia Kromatografi lapis tipis
Fitokimia Kromatografi lapis tipis
Sapan Nada
 

Andere mochten auch (17)

Radang dan mekanisme proses Infeksi
Radang dan mekanisme proses InfeksiRadang dan mekanisme proses Infeksi
Radang dan mekanisme proses Infeksi
 
Proses penyembuhan luka
Proses penyembuhan lukaProses penyembuhan luka
Proses penyembuhan luka
 
Proses Penyembuhan luka
Proses Penyembuhan lukaProses Penyembuhan luka
Proses Penyembuhan luka
 
Tahap kematian jaringan dan
Tahap kematian jaringan danTahap kematian jaringan dan
Tahap kematian jaringan dan
 
Kb 1 tahap kematian jaringan dan nekrosis sel
Kb 1 tahap kematian jaringan dan nekrosis selKb 1 tahap kematian jaringan dan nekrosis sel
Kb 1 tahap kematian jaringan dan nekrosis sel
 
Jenis jenis penyakit infeksi
Jenis jenis penyakit infeksiJenis jenis penyakit infeksi
Jenis jenis penyakit infeksi
 
Konsep infeksi
Konsep infeksiKonsep infeksi
Konsep infeksi
 
Farmakologi Hormon
Farmakologi HormonFarmakologi Hormon
Farmakologi Hormon
 
Kelaianan sirkulasi, cairan tubuh
Kelaianan sirkulasi, cairan tubuhKelaianan sirkulasi, cairan tubuh
Kelaianan sirkulasi, cairan tubuh
 
Farmakologi MINERAL
Farmakologi MINERALFarmakologi MINERAL
Farmakologi MINERAL
 
Tanda tanda infeksi
Tanda tanda infeksiTanda tanda infeksi
Tanda tanda infeksi
 
PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)
PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)
PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)
 
Proses Penuaan
Proses PenuaanProses Penuaan
Proses Penuaan
 
Radang dan mekanisme proses Infeksi
Radang dan mekanisme proses InfeksiRadang dan mekanisme proses Infeksi
Radang dan mekanisme proses Infeksi
 
Fitokimia Kromatografi lapis tipis
Fitokimia Kromatografi lapis tipisFitokimia Kromatografi lapis tipis
Fitokimia Kromatografi lapis tipis
 
Bab pelayanan pasien
Bab pelayanan pasienBab pelayanan pasien
Bab pelayanan pasien
 
Point point akreditasi rumah sakit 2012
Point point akreditasi rumah sakit 2012Point point akreditasi rumah sakit 2012
Point point akreditasi rumah sakit 2012
 

Ähnlich wie Panduan manajemen nyeri

GANGGUAN Rasa nyaman nyeri
GANGGUAN Rasa nyaman nyeriGANGGUAN Rasa nyaman nyeri
GANGGUAN Rasa nyaman nyeri
Aan Trainstation
 
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FRAKTUR CRURIS
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FRAKTUR CRURIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FRAKTUR CRURIS
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FRAKTUR CRURIS
ssuserf778e8
 
Asuhan keperawatan pada ny m dengan gangguan rasa aman nyeri
Asuhan keperawatan pada ny m dengan gangguan rasa aman nyeri Asuhan keperawatan pada ny m dengan gangguan rasa aman nyeri
Asuhan keperawatan pada ny m dengan gangguan rasa aman nyeri
muhamadimran7
 
Askep gerontik rini print
Askep gerontik rini printAskep gerontik rini print
Askep gerontik rini print
Dwi Kristiarini
 
anamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
anamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllanamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
anamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
Arifin Hidayat
 
2. Asesmen Nyeri dr Tasrif .pptx
2. Asesmen Nyeri dr Tasrif .pptx2. Asesmen Nyeri dr Tasrif .pptx
2. Asesmen Nyeri dr Tasrif .pptx
gpsw
 
Asuhan keperawatan kelompok flamboyan 2
Asuhan keperawatan kelompok flamboyan 2Asuhan keperawatan kelompok flamboyan 2
Asuhan keperawatan kelompok flamboyan 2
Monita Ningtyas
 

Ähnlich wie Panduan manajemen nyeri (20)

ASKEP NYERI.ppt
ASKEP NYERI.pptASKEP NYERI.ppt
ASKEP NYERI.ppt
 
4.MANAGEMEN NYERI PRESENTASI.pptx
4.MANAGEMEN NYERI PRESENTASI.pptx4.MANAGEMEN NYERI PRESENTASI.pptx
4.MANAGEMEN NYERI PRESENTASI.pptx
 
Kenyamanan dalam asuhan keperawatan
Kenyamanan dalam asuhan keperawatanKenyamanan dalam asuhan keperawatan
Kenyamanan dalam asuhan keperawatan
 
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI.pptxASUHAN KEPERAWATAN NYERI.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI.pptx
 
GANGGUAN Rasa nyaman nyeri
GANGGUAN Rasa nyaman nyeriGANGGUAN Rasa nyaman nyeri
GANGGUAN Rasa nyaman nyeri
 
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FRAKTUR CRURIS
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FRAKTUR CRURIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FRAKTUR CRURIS
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN FRAKTUR CRURIS
 
LP NYERI.docx
LP NYERI.docxLP NYERI.docx
LP NYERI.docx
 
Menajemen Nyeri secara fisiolgi dalam persalinan.pptx
Menajemen Nyeri secara fisiolgi dalam persalinan.pptxMenajemen Nyeri secara fisiolgi dalam persalinan.pptx
Menajemen Nyeri secara fisiolgi dalam persalinan.pptx
 
Panduan Manajemen Nyeri.docx
Panduan Manajemen Nyeri.docxPanduan Manajemen Nyeri.docx
Panduan Manajemen Nyeri.docx
 
Asuhan keperawatan pada ny m dengan gangguan rasa aman nyeri
Asuhan keperawatan pada ny m dengan gangguan rasa aman nyeri Asuhan keperawatan pada ny m dengan gangguan rasa aman nyeri
Asuhan keperawatan pada ny m dengan gangguan rasa aman nyeri
 
Askep gerontik rini print
Askep gerontik rini printAskep gerontik rini print
Askep gerontik rini print
 
anamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
anamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllanamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
anamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
 
2. Asesmen Nyeri dr Tasrif .pptx
2. Asesmen Nyeri dr Tasrif .pptx2. Asesmen Nyeri dr Tasrif .pptx
2. Asesmen Nyeri dr Tasrif .pptx
 
SAK Ca. Recti.docx
SAK Ca. Recti.docxSAK Ca. Recti.docx
SAK Ca. Recti.docx
 
Asuhan keperawatan kelompok flamboyan 2
Asuhan keperawatan kelompok flamboyan 2Asuhan keperawatan kelompok flamboyan 2
Asuhan keperawatan kelompok flamboyan 2
 
Kebutuhan Rasa Aman (ASKEP NYERI)
Kebutuhan Rasa Aman (ASKEP NYERI)Kebutuhan Rasa Aman (ASKEP NYERI)
Kebutuhan Rasa Aman (ASKEP NYERI)
 
Manajemen Nyeri
Manajemen NyeriManajemen Nyeri
Manajemen Nyeri
 
Jhon
JhonJhon
Jhon
 
Apa itu nyeri, perinsip dasar nurs
Apa itu nyeri, perinsip dasar nursApa itu nyeri, perinsip dasar nurs
Apa itu nyeri, perinsip dasar nurs
 
Asmariana
AsmarianaAsmariana
Asmariana
 

Panduan manajemen nyeri

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia merupakan makhluk unik, yang memiliki perilaku dan kepribadian yang berbeda-beda dalam kehidupannya, Perilaku dan kepribadian didasarkan dari berbagai macam faktor penyebab, salah satunya faktor lingkungan, yang berusaha beradaptasi untuk bertahan dalam kehidupannya. Begitu pula fisik manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan luar dalam beradaptasi menjaga kestabilan dan keseimbangan tubuh dengan cara selalui berespon bila terjadi tubuh terkena hal yang negatif dengan berusaha menyeimbangkannya kembali sehingga dapat bertahan atas serangan negatif, misal mata kena debu maka akan berusaha dengan mengeluarkan air mata. Keseimbangan juga terjadi dalam budaya daerah dimana manusia itu tinggal, seperti kita ketahui bahwa di Indonesia sangat beragam budaya dengan berbagai macam corak dan gaya, mulai dari logat bahasa yang digunakan, cara berpakaian, tradisi prilaku keyakinan dalam beragama, maupun merespon atas kejadian dalam kehidupan sehari-harinya seperti halnya dalam menangani rasa nyeri akibat terjadi perlukaan dalam tubuh dengan direspon oleh manusia dengan berbagai macam adaptasi, mulai dari suara meraung-raung, adajuga cukup dengan keluar air mata dan kadang dengan gelisah yang sangat. Atas dasar tersebut maka sebagai pemberi terapi medis harus mengetahui atas berbagai perilaku dan budaya yang ada di Indonesia sehingga dalam penanganan terhadap nyeri yang dirasakan oleh setiap orang dapat melakukan pengkajian dan tindakan pemberian terapi secara obyektif, maka untuk itu RSUD Kota Depok menyusun panduan dalam penanganan nyeri. B. TUJUAN Panduan Manajemen Nyeri ini disusun dengan tujuan adanya standarisasi dalam asesmen dan manajemen nyeri di RSUD Kota Depok sehingga kualitas pelayanan kesehatan khususnya penanganan nyeri di RSUD Kota Depok semakin baik. RSUD Kota Depok 1
  • 2. C. DEFINISI 1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolah–olah terjadi kerusakan jaringan (interational association for the study of pain). 2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit. 3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri kronik yang terus menerus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti. RSUD Kota Depok 2
  • 3. BAB II RUANG LINGKUP Ruang Lingkup pelayanan nyeri meliputi pelayanan bagi pasien-pasien di Unit Gawat Darurat, Unit Rawat Jalan, Unit Rawat Inap, dan Unit Kamar Operasi RSUD Kota Depok. RSUD Kota Depok 3
  • 4. BAB II TATALAKSANA A. ASESMEN NYERI 1. Anamnesis a. Riwayat Penyakit Sekarang 1) Onset nyeri akut atau kronik, traumatik atau non- traumatik. 2) Karakter dan derajat keparahan nyeri, nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar, tidak nyaman, kesemutan, neuralgia. 3) Pola penjaaran / penyebaran nyeri 4) Durasi dan lokasi nyeri 5) Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan, mual/muntah, atau gangguan keseimbangan / kontrol motorik 6) Faktor yang memperhambat dan memperingan 7) Kronisitas 8) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon terapi 9) Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri / luka 10) Penggunaan alat bantu 11) Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup dasar (activity of daily living) 12) Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya faktur yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan dengan sindrom kauda ekuina. b. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu c. Riwayat psiko- sosial a) Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika b) Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien c) Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yanga berpotensi menimbulkan eksaserbasi nyeri d) Pembatasan / restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang berpotensi menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien dengan program penanganan/ manajemen nyeri ke depannya. Pada pasien dengan masalah psikiatri, diperlukan dukungan psikoterapi / psikofarmaka RSUD Kota Depok 4
  • 5. e) Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stres bagi pasien/keluarga. d. Riwayat pekerjaan Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti mengangkat benda berat, membungkuk atau memutar merupakan pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri punggung. e. Obat-obat dan alergi 1) Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri (suatu studi menunjuakan bahwa 14% populasi di Indonesia mengkonsumsi suplemen /herbal, dan 36% mengkonsumsi vitamin) 2) Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, efektifitas, dan efek samping. 3) Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan denga efek samping kognitif dan fisik. f. Riwayat keluarga Evaluasi riwayat medis terutama penyakit genetik. g. Asesmen sistem organ yang komprehensif 1) Evaluasi gejala kardiovaskular psikiatri pulmoner, gastrointestial, neurolgi, reumatologi, genitourinaria, endokrin dan muskuloskeletal. 2) Gejala kontitusional penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat malam, dan sebagainya. 2. Asesmen Nyeri a. Asesmen nyeri menggunakan Numeric Rating Scale 1) Indikasi digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 3 tahun yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya. 2) Instruksi pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.  0 = tidak nyeri  1 – 3 = nyeri ringan (secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik)  4 – 6 = nyeri sedang (secara obyektif pasien menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, atau mendeskripsikan, dapat mengikuti perintah dengan baik) RSUD Kota Depok 5
  • 6.  7 – 9 = nyeri berat (secara objektif pesien terkadang tidak mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan dan menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikan dan tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas. distraksi )  10 = nyeri yang sangat (pasien sudah tidak dapat mendiskripsikan lokasi nyeri, tidak dapat berkomunikasi, memukul) b. Asesmen Nyeri menggunakan Wong Baker FACES pain scale 1) Indikasi : pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan asesmen 2) Instruksi : pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri  0 tidak merasa nyeri  1 sedikit rasa nyeri  2 nyeri ringan  3 nyeri sedang  4 nyeri berat  5 nyeri sangat berat Gambar 3.1 Wong Baker Faces Pain Rating Scale c. Asesmen Nyeri menggunakan COMFORT scale 1) Indikasi: pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang kamar operasi atau ruang rawat inap yang tidak dapat menggunakan Numeric rating scale atau wong-baker FACES scale. 2) Instruksi : terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki 1-5 dengan skor total antara 9 – 45.  Kewaspadaan  Ketengan  Distress pernapasan RSUD Kota Depok 6
  • 7.  Menangis  Pergerakan  Tonus otot  Tegangan wajah  Tekanan darah basal  Denyut jantung basal Tabel 3.1 COMFORT Scale Kategori Skor Tanggal Waktu Kewapadaan 1- Tidur pulas / nyenyak 2- Tidur kurang nyenyak 3- Gelisah 4- Sadar sepenuhnya dan waspada 5- Hiper alert Ketenangan 1- Tenang 2- Agak cemas 3- Cemas 4- Sangat cemas 5- Panik Distress pernapasan 1- tidak ada respirasi spontan dan tidak ada batuk 2- respirasi spontan dengan sedikit / tidak ada respon terhadap ventilasi 3- kadang-kadang batuk atau terdapat tahanan terhadap ventilasi 4- seringa batuk, terdapat tahanan / perlawanan terhadap ventilator 5- melawan secara aktif terhadap ventilator, batuk terus-menerus / tersedak Menangis 1- bernapas dengan tenang, tidak menangis 2- terisak-isak 3- meraung 4- menangis 5- berteriak Pergerakan 1- tidak ada pergerkan 2- kadang-kadang bergerak perlahan 3- sering bergerak perlahan 4- pergerakan aktif / gelisah 5- pergerakan aktif termasuk badan dan kepala RSUD Kota Depok 7
  • 8. Tonus otot 1- otot relaks sepenuhnya tidak ada tonus otot 2- penurunan tonus otot 3- tonus otot normal 4- peningkatan tonus otot dan rileks jari tangan dan kaki 5- kekakuan otot ekstrim dan rileks jari tangan dan kaki Tegangan wajah 1- otot wajah relaks sepenuhnya 2- tonus otot wajah yang nyata 3- tegangan beberapa otot wajah terlihat nyata 4- tegangan hampir di seluruh otot wajah 5- Seluruh otot wajah tegang meringis Tekanan darah basal 1- Tekanan darah di bawah batas normal 2- Tekanan darah berada di batas normal secara konsisten 3- Pengingkatan tekanan sesekali ≥ 15% di atas batas normal (>3 kali dalam observasi selama 2 menit) 4- Seringnya peningkatan tekanan darah ≥ 15% di atas batas normal (>3 kali dalam observasi selama 2 menit) 5- Peningkatan tekanan darah terus-menerus ≥ 15% Denyut jantung basal 1- Denyut jantung di bawah batas normal 2- Denyut jantung berada di batas normal secara konsisten 3- Peningkatan denyut jantung sesekali ≥ 15% di atas batas normal (1-3 kali dalam observasi selama 2 menit) 4- Seringnya penigkatan denyut jantung ≥ 15% di atas batas normal (> 3 kali dalam observasi selama 2 menit) 5- Peningkatan denyut jantung terus-menerus ≥ 15% Skor Total RSUD Kota Depok 8
  • 9. d. Pada pasien pengaruh obat anastesi, asesmen dan penanganan nyeri dilakukan dengan cara pasien menunjukan respon berbagai ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri e. Asesmen ulang nyeri dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan menunjukan adanya rasa nyeri, sebagai berikut: 1) Lakukan asesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada pasien 2) Dilakukan pada pasien yang mengeluh nyeri 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien yang menjalani prosedur kedokteran yang menyakitkan, sebelum tranfer pasien dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit. 3) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 8 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obatan intravena. 4) Pada nyeri akut/kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit -1jam setelah pemberian obat nyeri f. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik). 3. Pemeriksaan fisik a. Pemeriksaan umum 1) Tanda vital tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh 2) Ukuran berat badan dan tinggi badan pasien 3) Periksa apakah terdapat luka di kulit seperti jaringan paru akibat operasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik 4) Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment) atrofi otot, fasikulasi, disklororasi, dan edema. b. Status mental 1) Nilai orientasi pasien 2) Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek dan segera. 3) Nilai kemampuan kognitif 4) Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi tidak ada harapan, atau cemas. RSUD Kota Depok 9
  • 10. c. Pemeriksaan sendi 1) Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan 2) Nilai dan cacat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau asimetris. 3) Nilai dan cacat pergerakan pasif dari sendi yang terlibat abnormal / dikeluhkan oleh pasien ( saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris. 4) Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri 5) Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera ligamen d. Pemeriksaan motorik Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan kriteria dibawah ini. Tabel 3.2 Derajat Kekuatan Motorik Derajat Definisi 5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat 4 Mampu melawan tahanan ringan 3 Mampu bergerak melawan gravitasi 2 Mampu bergerak/bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu melawan gravitasi 1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi/palpasi), tidak menghasilkan pergerakan 0 Tidak terapat kontraksi otot e. Pemerikasaan sensorik Lakukan pemeriksaan : sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum, pin prick), gerakan, dan suhu. f. Pemeriksaan neurologis lainnya 1) Evaluasi nervus kranial I – XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah atau servikal dan sakit kepala 2) Pemeriksaan refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot 3) Nilai adanya refleks Babinskin dan Hoflimen (hasil positif menunjukan lesi upper motor neuron). 4) Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum dengan melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari-ke-hidung, pergerakan tumit-ke- RSUD Kota Depok 10
  • 11. tibia), tes disdiadokokinesia, tes keseimbangan (Romberg dan Romberg modifikasi). Tabel 3.3 Pemeriksaan Refleks Refleks Segmen spinal Biseps C5 Brakioradialis C6 Triseps C7 Tendon patella I4 Hamstring medial I5 Achilles S1 g. Pemeriksaan khusus 1) Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan 5 tanda ini ditemukan mengalami hipokondriasis, histeria, dan depresi. 2) Kelima tanda ini adalah :  Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik  Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik  Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif)  Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes pemeriksaan nyeri.  Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindahan-pindah) saat gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang (distraksi) 4. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG) a. Membantu mencari penyebab nyeri akut/ kronik pasien b. Mengidentifikasi area persarafan / cedera otot fokal atau difus yang terkena c. Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan berhubungan dengan rehabilitasi, injeksi, pembedahan atau obat. d. Membantu menegakkan diagnosis e. Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan respon terhadap terapi. f. Indikasi kecurigaan saraf terjepit, mono- / poli- neuropati, radikulopati. 5. Pemeriksaan sensorik kuantitatif a. Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri); getaran b. Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri); tusukan jarum, tekanan RSUD Kota Depok 11
  • 12. c. Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas) d. Pemeriksaan sensasi persepsi 6. Pemeriksaan radiologi a. Indikasi 1) Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang 2) Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang, penyakit inflamatorik dan penyakit vascular. 3) Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau ereksi. 4) Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang 5) Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu b. Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung pada lokasi dan karakteristik nyeri. 1) Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur, ketidaksegarisan vertebra, spondilosis-spondilasis, neoplasma ) 2) MRI gold standart 3) CT-scan 4) Radionuklida dalam mendeteksi perubahan metabolisme tulang 7. Asesmen psikologi a. Nilai mood pasien, adakah ketakutan, despresi b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan c. Nilai adanya dukungan sisoal, interaksi sosial. B. FARMAKOLOGI OBAT ANALGESIK 1. Lidokain tempel (Lidocaine patch) 5% a. Berisi lidokain 5% (700 mg) b. Mekanisme kerja memblok aktivitas abnormal di kanal natrium neuronal. c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa adanya efek anestesi (baal), bekerja secara perifer sehingga tidak ada efek samping sistemik d. Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misal : herpetik, neuropati, diabetik, neuralgia pasca- pembedahan), nyeri punggung bawah, nyeri miofasial. e. Efek samping iritasi kulit ringan pada tempat menempelkan lidokain RSUD Kota Depok 12
  • 13. f. Dosis dan cara penggunaan: dapat menekan hingga 3 patches di lokasi yang paling nyeri (kulit harus bersih tidak boleh ada luka terbuka dan dipakai selama < 12 jam dalam periode 24 jam. 2. Eutectic Mixture of Local Anesthesia a. Mengandung lidokain 2,5% dan prokain HCl 2,5% b. Indikasi : anestesi mukosa topical yang diaplikasikan pada kulit yang intak pada membrane mukosa genital untuk pembedahan minor dan sebagai pre-medikasi untuk anestesi umum c. Mekanisme kerja: efek anastesi (baal) dengan memblok total kanal natrium saraf sensorik d. Onset kerjanya bergantung pada jumlah krim yang diberikan. Efek anestesi lokal pada kulit bertahan selama 2-3 jam dengan ditutupi kassa oklusif dan menetap selama 1-2 jam setelah kassa dilepas e. Kontraindikasi: methemoglobinemia idiopatik atau kongenital. f. Dosis dan cara penggunaan: oleskan krim EMLA dengan tebal pada kulit dan tutuplah dengan kassa oklusif. 3. Parasetamol a. Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan antipiretik. Dapat dikombinasikan dengan opioid untuk memperoleh efek analgesik yang lebih besar. b. Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari. 4. Obat Anti- Inflamasi Non-Steroid (OAINS) a. Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-sedang, anti-piretik b. Kontraindikasi: pasien dengan Triad Franklin (polip hidung, angioedema, dan urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid c. Efek samping: gastrointestinal (erosi/ulkus gaster), disfungsi venal, penigkatan enzim hari. d. Ketorolak: 1) Merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral. Efektif untuk nyeri sedang-berat 2) Bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan dengan opiod untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi efek RSUD Kota Depok 13
  • 14. samping opioid (despresi pernapasan, sedasi, statis gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi-analgesik. 5. Efek analgesik pada antidepresan a. Mekanisme kerja: memblok pengambilan kembali norepinefrin dan serotonin sehingga meninggalkan efek neurotransmitter tersebut dan meningkatkan aktivitas neuron inhibisi nosiseptif. b. Indikasi: nyeri neuropatik ( neuropati DM, neuralgia pasca-herpetik cedera saraf perifer, nyeri sentral) c. Contoh obat yang sering dipakai amitriptilin, imipramine, despiramin, efek perifer. Dosis 50 – 300 mg, sekali sehari 6. Anti – konvulsan a. Carbamazepine efektif untuk nyeri neuropatik. Efek samping somnolen, gangguan berjalan, pusing. Dosis : 400-1800 mg / hari (2-3 kali perhari). Mulai dengan dosis kecil (2 x 100 mg), ditingkatkan perminggu hingga dosis efektif. b. Gabapentin : merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri neuropatik. Efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis : 100- 4800 mg/hari (3-4 kali sehari). 7. Antagonis kanalnatrium a. Indikasi: nyeri neuropatik dan pasca-operasi b. Lidokain: dosis 2mg/kgBB selama 20 menit, lalu dilanjutkan dengan 1- 3 mg / kgBB/jam titrasi. c. Prokain : 4-6,5 mg/kgBB/hari. 8. Anatagonis kanal kalsiuml a. Ziconotide: merupakan anatagonis kanal kalsium yang paling efektif sebagai analgesik. Dosis: 1-3ug/hari. Efek samping : pusing, mual, nistagmus, ketidakseimbangan berjalan, kontipasi. Efek samping ini bergantung dosis dan reversibel jika dosis dikurangi atau obat dihentikan. b. Nimodipin, Verapamil: megobat migraine dan sakit kepala kronik. Menurunkan kebutuhan morfin pada pasien kanker yang menggunakan eskalasi dosis morfin. 9. Tramadol a. Merupakan analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek samping yang lebih sedikit/ ringan. Bersifat sinergistik dengan medikasi OAINS. RSUD Kota Depok 14
  • 15. b. Indikasi: efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri) kanker, osteoarthritis, nyeri punggung bawah neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia pasca- herpetik, nyeri pasca- operasi. c. Efek samping : pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi. d. Jalur pemberian: intravena, epidural, rektal dan per oral e. Dosis tramadol oral: 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis maksimal: 400mg dalam 24 jam. f. Titrasi terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi terutama digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk terdadap pengobatan atau memiliki risiko tinggi jatuh. Tabel 3.4 Jadwal Titrasi Tramadol Protokol Titrasi Dosis Inisial Jadwal Titrasi Direkomendasikan untuk Titrasi 10 hari 4 x 50 mg selama 3 hari  2 x 50mg selama 3 hari  Naikkan menjadi 3 x 50mg selama 3 hari  Lanjutkan dengan 4 x 50mg  Dapat dinaikan sampai mencapai efek analgesik yang diinginkan  Lanjut usia  Risiko jatuh  Sensivitas medikasi Titrasi 16 hari 4 x 25mg selama 3 hari  2 x 25mg selama 3 hari  Naikkan menjadi 3 x 25mg selama 3 hari  Naikkan menjadi 4 x 25mg selama 3 hari  Naikkan menjadi 2 x 50mg dan 2 x 25mg selama 3 hari  Naikkan menjadi 4 x 50mg  Dapat dinaikkan sampia tercapai efek analgesik yang diinginkan  Lanjut usia  Risiko jatuh  Sensivitas medikasi RSUD Kota Depok 15
  • 16. 10. Opioid a. Merupakan analgesik pasien (tergantung dosis) dan efeknya dapat ditiadakan oleh nalokson. b. Contoh opioid yang sering digunakan: morfin, sufetnanil, meperidin. c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi. d. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan nyeri akut. e. Efek samping 1) Depresi pernapasan, dapat terjadi pada:  Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian secara infus.  Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepin, antihistamin, antiasmatik tertentu)  Adanya kondisi tertentu : gangguan elektrolit, hipovolemia, uremia, gangguan respirasi dan peningkatan tekanan intrakmustial.  Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas intermiten 2) Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan menggunakan skor sedasi, yaitu:  0 = sadar penuh  1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah dibangunkan  2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah dibangunkan  3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan  S = tidur normal 3) Sistem Saraf pusat:  Euforia, halusinasi, miosis, kekakuan otot  Pemakaian MAOI: pemberian petidin dapat menimbulkan koma 4) Toksisitas metabolit  Petidin (norpetidin) menimbulkan tremo, twitching, mioklonus, multifokal, kejang RSUD Kota Depok 16
  • 17.  Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk penatalaksanaan nyeri pasca-bedah  Pemberian morfin kronik: menimbulkan gangguan fungsi ginjal terutama pada pasien usia > 70 tahun 5) Efek kardiovaskular:  Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian : status volume intravascular, serta level aktivitas simpatetik  Morfin menimbulkan vasodilatasi  Petidin menimbulkan tadikardi 6) Mual, muntah terapi untuk mual dan muntahdan pantau tekanan darah dengan adekuat, hindari pergerakan berlebihan pasca- bedah, atasi kecemasan pasien, obat antiemetik. f. Pemberian oral : 1) Status efektifnya dengan pemberian parental pada dosis yang sesuai 2) Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral. g. Injeksi intravascular 1) Merupakan rute parenatal standar yang sering digunakan. 2) Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektivitas penyerapannya tidak dapat diandalkan. 3) Hindari pemberian via intravaskular sebisa mungkin. h. Injeksi subkutan i. Injeksi intravena: 1) Pilihan parentaral utama setelah pembedahan major 2) Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus – menerus (melalui infus) 3) Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak sesuai dosis j. Injeksi mikro injeksi 1) Lokasi mikroinjeksi tebaik : mesencephalic periaqueductal 2) Mekanisme kerja: memblok respons nosiseptif di otak. 3) Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri pada pasien kanker. k. Injeksi spinal (epidural, intratekal): 1) Secara selektif keluanya neurotransmitter di neuron kornu dorsalis spinal. RSUD Kota Depok 17
  • 18. 2) Sangat efektif sebagai analgesik. 3) Harus dipantau dengan ketat l. Injeksi Perifer 1) Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek anastesi lokal(pada konsentrasi tinggi). 2) Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi C. MANAJEMEN NYERI AKUT 1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu : 2. Lakukan asesmen nyeri : mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan penunjang. 3. Tentukan mekanisme nyeri: a. Nyeri somatik: 1) Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan pelepasan zat kimia dari sel yang cedera dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui nosiseptor kulit. 2) Karakter onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat tajam, menusuk atau seperti ditikam. 3) Contoh : nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi. b. Nyeri visceral: 1) Nosiseptor visceral lebih sedikit dibandingkan somatic sehingga jika terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi, bersifat difus tumpul, seperti ditekan benda berat. 2) Penyebab: iskemi/ nekrosis, inflamasi, peregangan ligament, spasm otot polos, distensi orgam berongga/ lumen. 3) Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual. Muntah, hipotensi, bradikardia, berkeringat. c. Nyeri neuropatik: 1) Berasal dari cedera jaringan saraf 2) Sifat nyeri : rasa terbakar nyeri menjalar, kesemutan, (nyeri saat disentuh), hiperalgesia. 3) Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal pada bagian cedera (sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya) 4) Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple selerosis, herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi/ radioterapi. 4. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya RSUD Kota Depok 18
  • 19. a. Farmakologi: gunakan Step-Ladder WHO 1) OAINS efekif untuk nyeri ringan – sedang, opioid efektif untuk nyeri sedang-berat. 2) Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah (langkah 1 dan 2 ) dengan pemberian intermiten (pro renata ) opioid yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. 3) Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang – berat, dapat ditingkatkan menjadi 3 (ganti dengan opioid kuat dan analgesik dalam kurun waktu 24 jam setelah langkah 1 ) 4) Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering digunakan adalah morfin, kodein 5) Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat diberikan opioid ringan. 6) Jika fase nyeri akut pasien telah terlewat, lakukan pengurangan dosis secara bertahap  Intravena: antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid  Oral: antikonvulsan, antidepresan, antihistamin, anxiolytie, kortikosteroid, anestesi lokal, OAINS, opioid, tramadol  Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin, opioid, fenotiazin,  Topical: lidokain patch, EMLA  Subkutan : opioid, anestesi lokal Gambar 3.2 WHO Analgesic Ladder RSUD Kota Depok 19
  • 20. Tidak Apakah pasien nyeri sedang/berat ? Observasi rutin Ya Apakah diresepkan opioid IV ? Ya Siapkan NaCl Minta untuk diresepkan Tidak Ya Skor sedasi 0 atau 1 ? Ya Kecepatan pernapasan > 8 kali/menit ? Ya Tekanan darah sistolik ≥ 100 mmHg ? Ya Usia pasien < 70 tahun ? Ya Jika skor nyeri 7-10 berikan 3ml Jika skor nyeri 4 -6 berikan 2ml Nyeri Tunggu selama 5 menit Gunakan spuit 10 ml Ambil 10mg morfin sulfat dan .... Dgn NaCl 0,9% hingga 10ml (1mg/ml) Berikan label pada spuit Atau Gunakan spuit 10 ml Ambil 100mg petidin dan campur dengan NaCl 0,9% hingga 10ml (10mlg/ml) Berikan label pada spuit Tidak Minta saran ke dokter senior Tunda dosis hingga skor sedasi < 2 & Kecepatan pernapasan > 8 kali/menit Pertimbangkan nalokson IV (100mg) Minta saran Jika skor nyeri 7-10 berikan 2 ml Jika sor nyeri 4-6 berikan 1 ml Gambar 3.3 Algoritma Pemberian Opioid Intermitten Algoritma di atas berlaku dengan syarat:  Hanya digunakan oleh staf yang telah mendapat intruksi  Tidak sesuai untuk pemberian analgesik secara rutin diruang rawat inap biasa  Efek samping dari dosis intravena dapat terjadi selama 15 menit sehingga semua pasien harus diobservasi ketat selama fase ini Manajemen efek samping:  Opioid - Mual dan muntah : antiemetik RSUD Kota Depok 20
  • 21. - Konstipasi: berikan stimulant buang air besar, hindari laksatif yang mengandung serat karena dapat menyebabkan produksi gas-kembung-kram perut. - gatal : ertimbangkan untuk mengganti opioid jenis lain, dapat juga menggunakan antihistamin. - Mioklonus: pertimbangkan untuk mengganti opioid, atau berikan benzodiazepine untuk mengatasi mioklonus - Depresi pernapasan akibat opioid: berikan nalokson (campur 0,4 mg nalakson dengan NaCl 0,95% sehingga total volume mencapi 10 ml). Berikan kecepatan pernapasan meningkat. Dapat diulang jika pasien mendapat terapi opioid jangka panjang.  OAINS: - Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (proton pump inhibitor) - Pendarahan akibat disfungsi platelet: pertimbangkan untuk mengganti OAINS yang tidak memiliki efek terhadap agregasi platelet. b. Pembedahan: injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi lokal di tempat nyeri. c. Non-farmakologi: 1) Olah raga 2) Imobilisasi 3) Pijat 4) Relaksasi 5) Stimulasi saraf transkutan elektrik 5. Follow-up (asesmen ulang) a. Asesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur. b. Panduan umum: 1) Pemberian parenteral: 30 menit 2) Pemberian oral: 60 menit 3) Intervensi non- farmakologi: 30-60 menit. 6. Pencegahan a. Edukasi pasien: 1) Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta tatalaksanya. RSUD Kota Depok 21
  • 22. 2) Diskusikan tujuan manajemen nyeri dan manfaatnya untuk pasien. 3) Beritahukan bahwa pasien dapat menghubungi tim medis jika memiliki pertanyan / ingin berkonsultasi mengenai kondisinya. 4) Pasien dan kelurga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen nyeri (termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan analgesik, dan jadwal kontrol). b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik. 7. Medikasi saat pasien pulang a. Pasien dipulangkan segera setalah nyeri dapat teratasi dan dapat beraktivitas seperti biasa / normal. b. Pemilihan medikasi analgesik bergantung pada pasien. Manajemen Asesmen Nyeri Akut Pasien Mengeluh Nyeri Anamnesa dan pemeriksaan fisik Asesmen nyeri Apakah etiologi nyeri bersifat reversible? Prioritas utama : identifikasi dan atasi etiologi nyeri Ya Tidak Apakah nyeri berlangsung > 6 minggu?  Lihat manajemen nyeri kronik  Pertimbangkan untuk merujuk ke spesialis yang sesua Tidak Tentukan mekanisme nyeri (pasien dapat mengalami > 1 jenis nyeri) Nyeri viseral Nyeri bersifat difus, seperti ditekan benda bera, nyeri tumpul Nyeri neuropati Nyeri bersifat bersifat, rasa terbakar, kesemutan, tidak spesifik Nyeri somastic Nyeri bersifat umum, menusuk, ( ) Gambar 3.4 Algoritma Asesmen Nyeri Akut RSUD Kota Depok 22
  • 23. Algoritma Manajemen Nyeri Akut7 Nyeri Somatic  Parasetamol  Cold pack  Kortokosteroid  Anestesi lokal (topical/infiltrasi)  OAINS  Opioid  Stimulasi taktil Nyeri viseral  Kortikosteroid  Anestesi lokal intraspinal  OAINS  Opioid Nyeri neuropatik  Antikonvulsan  Kortikasteroid  Blok neuron  OAINS  Opioid  Antidepresan trisiklik (antriptilin) Pencegahan  Edukasi pasien  Terapi farmakologi  Konsultasi (jika perlu)  Prosedur pembedahan  Non-farmakologi Alagesik adekuat? Efek samping pengobatan? Manajemen efek samping Ya Tidak Follow-up/ nilai ulang Pilih alternatif terapi yang lainnya Tidak Apakah nyeri > 6 minggu? Mekanisme nyeri sesuai? Tidak Ya  Lihat manajemen nyeri kronik  Pertimbangkan untuk merujuk ke spesialis yang sesuai Ya Kembali ke kontak “tentukan mekanisme nyerri” Tidak Gambar 3.5 Algoritma Manajemen Nyeri Akut D. MANAJEMEN NYERI KRONIK 1. Nyeri kronik: nyeri yang persisten/ berlangsung > 6 minggu 2. Lakukan asesmen nyeri: a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat manajemen nyeri sebelumnya ) b. Pemeriksaan penunjang: radiologi c. Asesmen fungsional: 1) Nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan disabilitas 2) Buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien 3) Nilai efektivitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan 3. Tentukan mekanisme nyeri: RSUD Kota Depok 23
  • 24. a. Manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya. b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri. c. Terbagi menjadi 4 jenis: 1) Nyeri neuropatik:  Disebabkan oleh kerusakan atau disfungsi sistem somatosensorik  Contoh: neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik.  Karkteristik: nyeri parsisten, rasa terbakar, terfapat penjalaran nyeri sesuai dengan persyarafannya, baal, kesemutan, alodinia.  Fibromyalgia: gatal, kaku, dan nyeri yang difus pada musculoskeletal (bahu, ekstremitas), nyeri berlangsung selama > 3 bulan 2) Nyeri otot: tersering adalah nyeri miofasial  Mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah, panggul dan ekstremitas bawah.  Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/ lebih jenis otot, berakibat kelemahan, keterbatasan gerak.  Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang repetitive  Tatalaksana: mengembalikan fungsi otot dengan fisioterapi, identifikasi dan manajemen faktor yang memperberat (postur, gerakan repetitve, faktor pekerjaan) 3) Nyeri inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif):  Contoh: artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri pasca operasi  Karakteristik: pembengkakan, kemerahan, panas pada tempat nyeri. Terdapat riwayay cedera / luka  Tatalaksana: menejemen proses inflamasi dengan antibiotic / antirematik, OAINS, kortikosteroid 4) Nyeri mekanis / kompresi:  Diperberat dengan aktivitas, dan nyeri berkurang dengan istirahat.  Contoh: nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan strain/spain ligament / otot), degenerasi diskus, osteoporosis dengan faktur kompresi, faktur.  Merupakan nyeri nosiseptif  Tatalaksana: beberapa memerlukan dekompresi atau stabilisasi. RSUD Kota Depok 24
  • 25. 4. Asesmen lainnya: a. Asesmen psikologi: nilai apakah pasien mempunyai masalah psikiatri (depresi, cemas, riwayat penyalahgunaan obat-obatan, riwayat penganiayaan secara seksual/fisik, verbal, gangguan tidur) b. Masalah pekerjaan dan disabilitas c. Faktor yang mempengaruhi; 1) Kebiasaan akan postur leher dan kepala yang buruk 2) Penyakit lain yang memperburuk / memicu nyeri kronik d. Hambatan terhadap tatalaksana: 1) Hambatan komunikasi / bahasa 2) Faktor finansial 3) Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh terhadap fasilitas kesehatan 4) Kepatuhan pasien yang buruk 5) Kurangnya dukungan keluarga dan teman 5. Manajemen Nyeri Kronik berdasarkan Level a. LEVEL I Prinsip level I: 1) Buatlah rencana perawatan tertulis secara komprehensif (buat tujuan, perbaiki tidur, tingkatkan aktivitas fisik, manajemen stres). 2) Pasien harus berpatisipasi dalam program latihan untuk meningkatkan fungsi 3) Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku kognitif dengan restorasi untuk membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi. 4) Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik adalah masalah yang rumit dan kompleks. Tatalaksana sering mencakup manajemen stres, latihan fisik, terapi relaksasi, dan sebagainya 5) Beritahu kepada pasien bahwa fokus dokter adalah manajemen nyeri 6) Ajaklah untuk berpartisipasi aktif dalam manajemen nyeri 7) Jadwalkan kontrol pasien secara rutin, jangan biarkan penjadwalan untuk kontrol dipengaruhi oleh peningkatan level nyeri pasien 8) Bekerja sama dengan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien 9) Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja secara bertahap 10) Atasi keengganan pasien untuk bergerak karena takut nyeri RSUD Kota Depok 25
  • 26. 11) Manajemen psikososial (atasi depresi, kecemasan, ketakutan pasien) Manajemen level I: Menggunakan pendekatan standar dalam penatalaksanaan nyeri kronik termasuk farmakologi, intervensi, non-farmakologi, dan terapi pelengkap / tambahan. Terapi berdasarkan jenis nyeri: 1) Nyeri neuropatik  Atasi penyebab yang mendasari timbulnya nyeri: - Kontrol gula darah pada pasien DM - Pembedahan, kemoterapi, radoterapi untuk pasien tumor dengan kompresi saraf - Kontrol infeksi (antibiotik)  Terapi simptomatik: - Antidepresan trisiklik (amitriptilin) - Antikonvulsan: gabapentin, karbamazepin - Obat topical (lidocaine patch 5%, krim anestesi ) - OAINS, kortikosteroid, opioid - Anestesi regional: blok simpatik, blok epidural / intraketal, infus epidural / intratekal - Terapi berbasis- stimulasi: akupuntur, stimulasi spinal, pijat - Rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu, latihan mobilisasi, metode ergonomis - Prosedur ablasi: kormiotomi, ablasi saraf dengan radiofrekuensi - Terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi (mengurangi tegangan otot dan toleransi terhadap nyeri), tetapi perilaku kognitif (mengurangi perasaan terancam atau tidak nyaman karena nyeri kronis) 2) Nyeri otot  Lakukan skrining tehadap patologi medis yang serius, faktor psikososial yang dapat menghambat pemulihan  Berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari latihan dasar / awal dan ditingkatkan secara bertahap.  Rehabilitasi fisik: RSUD Kota Depok 26
  • 27. - Fitness: angkat beban bertahap, kardiovaskular, fleksibilitas, keseimbangan - Mekanik - Pijat, terapi akuatik  Manajemen perilaku: - Stress / depresi - Teknik relaksasi - Perilaku kognitif - Ketergantungan obat - Manajemen amarah  Terapi obat: - Analgesik dan sedasi - Antidepressant - Opioid jarang dibutuhkan 3) Nyeri inflamasi  Kontrol inflamasi dan atasi penyebabnya  Obat anti – inflamasi utama OAINS kortikosteroid 4) Nyeri mekanis kompresi  Penyebab yang seiring tumor / kista yang menimbulkan kompresi pada struktur yang sensitif dengan nyeri, dislokasi dan faktur.  Penanganan efektif dekompresi dengan pembedahan atau stabilisasi, bidai, alat bantu.  Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan untuk mengatasi nyeri saat terapi lain diaplikasikan. Manajemen level 1 lainnya: 1) OAINS dapat digunakan untuk nyeri ringan – sedang atau nyeri non-neurotik 2) Skor DIRE: digunakan untuk menilai kesesuaian aplikasi terapi opioid jangka panjang untuk nyeri kronik non-kanker. 3) Intervensi : injeksi spinal, blok saraf, stimulator spinal, infus intratekal, injeksi intra-sendi, injeksi epidural 4) Terapi pelengakap / tambahan : akupuntur, herbal RSUD Kota Depok 27
  • 28. Tabel 3.5 Skor DIRE (diagnosis, intractibility, risk, efficacy)* Faktor Penjelasan Diagnosis 1= kondisi kronik ringan dengan temuan obyektif minimal atau tidak adanya diagnosis medis yang pasti. Misalnya migraine, nyeri punggung tidak spesifik. 2= kondisi progresif perlahan dengan nyeri sedang atau kondisi nyeri sedang menetap dengan temuan objektif medium. Misalnya nyeri punggung dengan perubahan degeneratif medium, nyeri neurotopik. 3= kondisi lanjut dengan nyeri berat dan temuan objektif nyata. Misalnya: penyakit iskemik vascular berat, neuropatik lanjut, .... spinal berat. Intracability (keterlibatan) 1= pemberian terapi minimal dan pasien terlibat secara minimal dalam manajemen nyeri. 2= beberapa terapi telah dilakukan tetapi pasien tidak sepenuhnya terlibat dalam manajemen nyeri, atau terdapat hambatan (finansial, transportasi, penyakit medis) 3= pasien terlibat sepenuhnya dalam manajemen nyeri tetapi respon terapi tidak adekuat. Risiko (R) R= jumlah skor P+K+R+D Psikologi 1= disfungsi kepribadian yang berat atau gangguan jiwa yang mempengaruhi terapi. Misalnya gangguan kepribadian, gangguan efek berat. 2= gangguan jiwa / kepribadian medium / sedang. Misalnya depresi, gangguan, cemas. 3= komunikasi baik. Tidak ada disfungsi kepribadian atau gangguan yang signifikan. Kesehatan 1= penggunaan obat akhir-akhir ini. alkohol berlebihan, penyalahgunaan obat. 2= medikasi untuk mengatasi stess, atau riwayat remisi psikofarmaka 3= tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan. Rehabilitas 1= banyak masalah: penyalahgunaan obat, bolos kerja / jadwal control. 2= terkadang mengalami kesulitan dalam komplians, tetapi secara keseluruhan dapat diandalkan 3= sangat dapat diandalkan (medikasi, jadwal control dan terapi) Dukungan sosial 1= hidup kacau, dukungan keluarga minimal, sedikit teman dekat, peran dalam kehidupan normal 2= kurangnya hubungan dengan oral dan kurang berperan dalam sosial 3= keluarga mendukung, hubungan dekat. Terlibat dalam kerja/sekolah ada isolasi sosial RSUD Kota Depok 28
  • 29. Efikasi 1= fungsi buruk atau pengurangan nyeri minimal meski dengan penggunaan dosis obat sedang- tinggi 2= fungsi meningkat tetapi kurang efisiensi (tidak menggunakan opioid sedang-tinggi) 3= perbaikan nyeri signifikan, fungsi dan kualitas hidup tercapai ...yang stabil. Skor total = D + I + R + E Keterangan: Skor 7 + 13 : tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang Skor 14 + 21 : sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang b. LEVEL II Manajemen level 2 1) Meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri dan rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator spinal atau infus intratekal) 2) Indikasi pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif / manajemen level 1. 3) Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada perbaikan dengan manajemen level 1. RSUD Kota Depok 29
  • 30. Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri kronik: Algoritma Asesmen Nyeri Kronik9 Pasien mengeluh nyeri Asesmen nyeri  Anemnesis  Pemeriksaan fisik  Pemeriksaan fungsi Tentukan mekanisme nyeri Pasien dapat mengalami jenis nyeri dan faktor yang mempengaruhi yang beragam Nyeri neuropatik  Perifer (sindrom nyeri regional kompleks, neuropati HIV, gangguan metabolik)  Sentral (Parkinson, multiple selerosis, mielopati, nyeri pasca- Nyeri otot Nyeri miofasial Nyeri inflamasi  Artropati inflamasi (rematoid artritis)  Infeksi  Nyeri pasca-operasi  Cedera jaringan Nyeri mekanis/ kompresi  Nyeri punggung bawah  Nyeri leher  Nyeri musculoskeletal (bahu, siku) Apakah nyeri kronik? Ya Apakah etiologinya dapat dikoreksi / diatasi? Tidak Asesmen lainnya  Masalah pekerjaan dan disabilitas  Asesmen psikologi dan spiritual  Faktor yang mempengaruhi dan hambatan Pantau dan observasi Atasi etiologi nyeri sesuai indikasi Algoritma Manajemen Nyeri Kronik Gambar 3.6 Algoritma Asesmen Nyeri Kronik RSUD Kota Depok 30
  • 31. Algoritma Manajemen Nyeri Kronik9 Prinsip level 1  Buatlah rencana dan tetapkan tujuan  Rehabilitasi fisik dengan tujuan fungsional  Manajemen psikososial dengan tujuan fungsional Manajemen level 1: Nyeri neuropatik Manajemen level 1: Nyeri otot Manajemen level 1: Nyeri inflamasi Manajemen level 1: Nyeri mekanisme/ kompresi Manajemen level 1 lainnya  Farmakologi (skor DIRE)  Intervensi  Pelrngkap/tambahan Layanan primer untuk mengukur pencapaian tujuan dan meninjau ulang rencana perawatan Tujuan terpenuhi?  Fungsi  Kenyamanan  Hambatan Telah melakukan manajemen level 1 dengan adekuat? Tidak Manajemen level 2  Rujuk ke tim interdisiplin, atau  Rujuk ke klinik khusus manajemen nyeri Ya Rencana perawatan selanjutnya oleh pasien Tidak Asesmen hasil Gambar 3.7 Algoritma Manajemen Nyeri Kronik E. MANAJEMEN NYERI PADA PEDIATRIK 1. Prevalensi nyeri yang sering dialami oleh anak adalah: sakit kepala kronik, trauma, sakit perut dan faktor psikologi. 2. Sistem nosiseptif pada anak dapat memberikan respon yang berbeda terhadap kerusakan jaringan yang sama atau sederajat. RSUD Kota Depok 31
  • 32. 3. Neonatus lebih sensitif terhadap stimulus nyeri. 4. Pemberian analgesik: a. “By the ladder” pemberian analgesik secara bertahap sesuai dengan level nyeri anak (ringan, sedang, berat) 1) Awalnya, berikan analgesik ringan – sedang (level 1) 2) Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik level 1, naikkan ke leve 2 (pemberian analgesik yang lebih poten) 3) Pada pasien yang mendapat terapi opioid, pemberian parasetamol 4) Analgesik adjuvant  Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan untuk nyeri tetapi dapat berefek analgesik dalam kondisi tertentu  Pada anak dengan nyeri neuropatik, dapt diberikan analgesik adjuvant sebagai level 1  Analgesik adjuvant ini lebih spesifik dan efektif untuk mengatasi nyeri neuropatik.  Kategori: - Analgesik multi-tujuan: antidepressant, agonis adremergic alfa-2, kortikosteroid, anestesi topical. - Analgesik untuk nyeri neuropatik: antidepressant , antikonvulsan, agonis GABA, anestesi oral-lokal. - Anagesik untuk nyeri musculoskeletal: relaksasi otot, benzodiazepine, inhibitor osteoklas, radiofarmaka. b. ‘By the clok’: mengacu pada waktu pemberian analgesik. Pemberian haruslah teratur, misalnya: setiap 4-6 jam (disesuaikan dengan masa kerja obat dan derajat keparahan nyeri pasien), tidak boleh prn (jika perlu) kecuali episode nyeri pasien benar-benar intermiten dan tidak dapat diprediksi. c. ‘By the child’: mengacu pada pemberian analgesik yang sesuai dengan kondisi masing-masing individu. 1) Lakukan monitor dan asesmen nyeri secara teratur 2) Sesuaikan dosis analgesik jika perlu d. ‘By the mouth’: mengacu pada jalur pemberian oral. 1) Obat harus diberikan melalui jalur yang paling sederhana, tidak invasive dan efektif, biasanya per oral. RSUD Kota Depok 32
  • 33. 2) Karena pasien takut dengan jarum suntik, pasien dapat menyangkal bahwa mereka mengalami nyeri atau tidak memerlukan pengobatan. 3) Untuk mendapatkan efek analgesik yang cepat dan langsung, pemberian parenteral terkadang merupakan jalur yang paling efisien. 4) Opioid kurang poten jika diberikan per oral 5) Sebisa mungkin jangan memberikan obat via intramuscular karena nyeri dan absorsi obat tidak dapat diandalkan 6) Infus kontinu memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan IM, IV, dan subkutan intermiten, yaitu: tidak nyeri, mencegah terjadinya penundaan / keterlambatan pemberian obat, memberikan kontrol nyeri yang kontinu pada anak. Indikasi: pasien nyeri dimana pemberian per oral dan opioid parenteral intermitten tidak memberikan hasil yang memuaskan, adanya muntah hebat (tidak dapat memberika obat per oral) e. Analgesik dan anetesi regional: epidural atau spinal 1) Sangat berguna untuk anak dengan nyeri kanker stadium lanjut yang sulit diatasi dengan terapi konservatif. 2) Harus dipantau dengan baik 3) Beriakn edukasi dan pelatihan kepada staf, ketersediaan segera obat-obatan dan peralatan resusitasi, dan pencatatan yang akurat mengenai tanda vital / skor nyeri. f. Manajemen nyeri kronik: biasanya memiliki penyebab multipel, dapat melibatkan komponen nosiseptif dan neuropatik 1) Lakukan anamnesis dan fisik menyeluruh 2) Pemeriksaan penunjang yang sesuai 3) Evaluasi faktor yang mempengaruhi 4) Program terapi: kombinasi terapi obat dan non-obat (kognitif, fisik dan perilaku). 5) Lakukan pendekatan multidisiplin g. Panduan penggunaan opioid pada anak: 1) Pilih rute yang paling sesuia. Untuk pemberian jangka panjang, pilih jalur oral. 2) Pada penggunaan infus kontinu IV, sediakan obat opioid kerja singkat dengan dosis 50%-200% dari dosis infus per jam kontinu prn. RSUD Kota Depok 33
  • 34. 3) Jika diperlukan >6 kali opioid kerja singkat prn dalam 24 jam, naikkan dosis infus IV per-jam kontinu sejumlah total dosis opioid prn yang diberikan dalam 24 jam dibagi 24. Alternatif lainnya adalah dengan menaikkan kecepatan infus sebesar 50% 4) Pilih opioid yang sesuai dan dosisnya 5) Jika efek analgeseik tidak adekuat dan tidak ada toksisitas tingkatkan dosis sebesar 50% 6) Saat tapering-off atau penghentian obat: pada semua pasien yang menerima opioid > 1 minggu, harus dilakukan tapering-off (untuk menghindari gejala withdrawal). Kurangi dosis 50% selama 2 hari lalu kurangi sebesar 25 % setiap 2 hari. Jika dosis ekuivalen dengan dosis morfin oral (0,6 mg/ kgBB/hari ), opioid dapat dihentikan. 7) Meperidin tidak boleh digunakan untuk jangka lama karena dapat terakumulasi dan menimbulkan mioklonus dan hiperrekfleks Tabel 3.6 Obat Non-Opioid yang sering digunakan pada Pediatrik Obat Dosis keterangan Parasetamol 10-15mg/kgBB oral, setiap 4-6 jam Efek antiinflamasi kecil, efek gastrointestinal dan hematologi minimal Ibuprofen 5-10mgkgBB oral, setiap 6-8 jam Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien dengan gangguan hepar/renal, riwayat perdarahan gastrointestinal atau hipertensi. Naproksen 10-20mg/kgBB/hari oral, terbagi dalam 2 dosis Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien disfungsi renal. Dosis maksimal 1gr / hari. diklofenak 1mg/kgBB oral, setiap 8-12 jam Efek antiinflamasi. Efek samping sama dengan ibuprofen dan naproksen. Dosis maksimal 50mg/kali. h. Terapi alternatif / tambahan 1) Konseling 2) Manipulasi chiropractic 3) Herbal RSUD Kota Depok 34
  • 35. 5. Terapi non-obat a. Terapi kognitif: merupakan terapi yang paling bermanfaan dan memiliki efek yang besar dalam manajemen nyeri non-obat untuk anak b. Distraksi terhadap nyeri dengan mengalihkan atensi ke hal lain seperti music, cahaya, warna, mainan, permen, computer, permainan, film dan sebagainya. c. Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi perilaku yang dapat meningkatkan nyeri dan meningkatkan perilaku yang dapat menurunkan nyeri. d. Terapi relaksasi: depat berupa mengepalkan dan mengendurkan jari tangan, menggerakan kaki sesuai iram , menarik napas dalam. Tabel 3.7 Terapi Non-Obat Kognitif Perilaku Fisik  Informasi  Pilihan dan kontrol  Distraksi dan atensi  Hypnosis  Psikoterapi  Latihan  Terapi relaksasi  Umapan balik positif  Modifikasi gaya hidup / perilaku  Pijat  Fisioterafi  Stimulasi ternal  Stimulasi sensorik  Akupuntur  TENS RSUD Kota Depok 35
  • 36. Algoritma Manajemen Nyeri Mendasar Pada Pediatrik10 1. asesmen nyeri pada anak  Nilai katarekteristik nyeri  Lakukan pemeriksaan medis dan penunjang yang sesuai  Evaluasi kemungkinan adanya ketelibatan mekanisme nosiseptik dan neuropatik  Kajian faktor yang mempengaruhi nyeri pada anak 2. Diagnosis penyebab primer dan sekunder  Komponen nosiseptif dan neuropatik yang ada saat ini  Kumpulkan gejala-gejala fisik yang ada  Pikirkan faktor emosinal, kognitif, dan perilaku 3. Pilih terapi yang sesuai Obat  Analgesik  Analgesik adjuvani  Anestesi Non-obat  Kognitif  Fisik  Perilaku 4. Implementasi rencana menejemen nyeri  Berikan umpan balik mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi nyeri kepala orang tua (dan anak)  Berikan rencana manajemen yang rasional dan terintegrasi  Asesmen ulang nyeri pada anak secara rutin  Evaluasi efektifitas rencana manajemen nyeri  Revisi rencana jika diperlukan Gambar 3.8 Algoritma Manajemen Nyeri Pada Pediatrik F. MANAJEMEN NYERI PADA KELOMPOK USIA LANJUT 1. Lanjut usia (lansia) didefinisikan sebagai orang-orang yang berusia ≥ 65 tahun. 2. Pada lansia, prevalensi nyeri dapat meningkat hingga 2 kali lipatnya dibandingkan dewasa muda. RSUD Kota Depok 36
  • 37. 3. Penyakit yang sering menyebabkan nyeri pada lansia adalah artritis, kanker, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik, polimialgia, dan penyakit degeneratif. 4. Lokasi yang sering mengalami nyeri, sendi utama / penyangga tubuh, punggung, tungkai bawah dan kaki. 5. Alasan seringgnya terjadi manajemen nyeri yang buruk adalah: a. Kurangnya pelatihan untuk dokter mengenai manajemen nyeri pada geriatri. b. Asesmen nyeri yang tidak adekuat c. Keengganan dokter untuk meresepkan opioid 6. Asesmen nyeri pada geriartri yang valid, reliable dan dapat diaplikasikan menggunakan Function Pain Scaleseperti dibawah ini: Tabel 3.8 Function Pain Scale Skala Nyeri Keterangan 0 Tidak nyeri 1 Dapat ditoleransi (aktivitas tidak terpengaruh ) 2 Dapat ditoleransi (beberapa aktivitas sedikit terganggu) 3 Tidak dapat ditoleransi (tetapi dapat menggunakan telepon menonton TV, atau membaca) 4 Tidak dapat ditoleransi (tidak dapat menggunakan telepon, menonton TV, atau membaca ) 5 Tidak dapat ditolerasi (dan tidak dapat berbicara karena nyeri) *skor normal / yang diinginkan : 0-2 7. Intervensi a. Terapi termal: pemberian pendinginan atau pemanasan di area nyeri untuk menginduksi pelepasan opioid endogen. b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan: perkutan, akupuntur c. Blok saraf dan radiasi area tumor d. Intervensi medis pelengkap / tambahan atau alternatif relaksasi umpan balik positif, hypnosis. e. Fioterapi dan terapi okupasi 8. Intervesi farmakologi (tekanan pada keamanan pasien) a. Non-opiod: OAINS, parasetamol, COX-2 Inhibitor, antidepressant trisiklik, amitriptilin, ansiolitik. RSUD Kota Depok 37
  • 38. b. Opioid: 1) Risiko adiksi rendah jika digunakan nyeri akut (jangka pendek). 2) Hindari yang cukup dan konsumsi serat / talking agent untuk mencegah konstipasi (preparat senna, serbital) 3) Berikan opioid jangka pendek 4) Dosis rutin dan teratur memberikan analgesik yang lebih baik daripada pemberian intermiten. 5) Mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan 6) Jika efek analgesik masih kurang adekuat , dapat menaikkan opioid sebesar 50-100% dari dosis semula. c. Analgesik adjuvant 1) OAINS dan amfetamin: meningkatkan opioid dan resolusi nyeri 2) Nortriptilin, klonazepam, karbamazepine, gabapentin, tramadol, mexiletine: efektif untuk nyeri neuropatik 3) Antikonvulsan: untuk neuralgia trigennital Gabapentin: neuralgia pasca-herpetik 1-3 x 100 mg sehari dan dapat ditingkatkan menjadi 300 mg / hari 9. Risiko efek samping OAINS meningkat pada perdarahan gastrointestinal meningkat hampir dua kali lipat pada pasien > 6,5 tahun 10. Semua fase farmakokinetik dipengaruhi oleh termasuk absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eleminasi 11. Pasien lansia cederung memerlukan pengarahan dosis analgesik. Absorbsi sering tidak teratur karena adanya pemindahan waktu . sindrom malabsorbsi 12. Ambang batas nyeri sedikit meningkat pada lansia 13. Lebih disarankan menggunakan obat dengan waktu paruh yang lebih singkat. 14. Lakukan monitor ketat jika mengubah atau meningkatkan dosis pengobatan 15. Efek samping penggunaan opioid paling sering dialami konstipasi 16. Penyebab tersering timbulnya efek samping obat: polifarmasi (misalnya pasien mengkonsumsi analgesik, antideprassant, dan sedasi secara rutin harian ) 17. Prinsip dasar terapi farmakologi: mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan hingga tercapai dosis yang dinginkan 18. Nyeri yang tidak dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan: a. Penurunan / keterbatasan mobilisasi, pada akhirnya mengarah ke depresi karena pasien frustasi dengan keterbatasan mobilitasnya dan menurunyan kemampuan fungsional RSUD Kota Depok 38
  • 39. b. Dapat menurunkan sosialisasi, gangguan tidur, bahkan dapat menurunkakn imunitas tubuh c. Kontrol nyreri yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab munculnya agitasi dan gelisah d. Dokter cenderung untuk meresepkan obat-obatan yang lebih banyak. Polifarmasi dapat meningkatkan risiko jatuh dan delirium 19. Beberapa obat yang sebaiknya tidak digunakan (dihindari) pada lansia: a. OAINS: indometasin dan piroksikam (waktu paruh yang panjang dan efek samping gastrointestinal lebih besar) b. Opioid: pentazocine, butorphano (merupakan campuran antagonis dan agonis, cenderung memproduksi efek psikotomimetik pada lansia): metadon, levorphanol (waktu paruh panjang) c. Propoxyphene: neurotoksik d. Antidepresan: tertiary amine tricyclisc (efek samping antikolinergik ) 20. Semua pasien yang mengkonsumsi opioid, sebelumnaya harus diberikan kombinasi preparat senna dan obat pelunak feses (bulking agents) 21. Pemilihan analgesik: menggunakan 3-step ladder WHO (sama dengan manajemen pada nyeri akut) a. Nyeri ringan-sedang: analgesik non-opioid b. Nyeri sedang: opioid minor, dapat dikombinasikan dengan OAINS analgesik adjuvant c. Nyeri berat: opioid poten 22. Satu-satunya perbedaan dalam terapi analgesik ini adalah penyesuaian dan hati-hati dalam memberikan obat kombinasi RSUD Kota Depok 39
  • 40. BAB IV DOKUMENTASI 1. SPO Manajemen Nyeri 2. SPO Manajemen Nyeri dengan Kondisi Khusus 3. Formulir Rencana Perawatan Pasien Nyeri Kronik RSUD Kota Depok 40
  • 41. REFERENSI 1. Joint Commision on accreditation of Healthcare Organization. Pain: current understansing of asessment, management, and treatments. Nations Pharmaceutical Council, Inc: 2001. 2. Wallace Ms, Staats PS. Pain medicine and management: just the facts. Mcgraw-hill; 2005. 3. National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center. Pain intensity instruments: numeric rating scale; 2003. 4. Wong D, Whaley L. Clinical handbook of pediatric nursing. Edisi ke-2. St. Louis: C.V. mosby Company: 1986. 5. Ambuel, Hamlett KW, Marx CM, Blumer JL. Assesing distress in pediatric intensive care environments: the COMFORT scale. J Paed Psych. 1992;17:95- 109. 6. Pain management. [diakses tanggal 23 Februari 2012]. Diunduh dari:www.hospitalsoup.com 7. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline: assessment and management of acute pain. Edisi ke-6. ICSI; 2008. 8. Pain Management Task Group of the Hull & East Riding Clinical Policy Forum. Adult pain management guidelines. NHS; 2006. 9. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI).health care guideline: assessment and management of choronic pain. Edisi ke-5. ICSI; 2011. 10. Argoff CE, McCleane G. Pain management secrets: questions you will be asked. Edisi ke-3. Philadelphia: mosby Elsevier;2009. RSUD Kota Depok 41
  • 42. KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas kemudahan yang diberikan olehNya kami dapat menyelesaikan panduan ini. Panduan Manajemen Nyeri RSUD Kota Depok adalah suatu acuan dalam asesmen dan manajemen nyeri pasien-pasien di RSUD Kota Depok. Panduan dalam penanganan nyeri yang terdiri dari pengertian, serta asuhan dan terapi yang harus diberikan. Semoga Panduan ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebaik-baiknya oleh seluruh unit terkait di RSUD Kota Depok. Tim Penyusun RSUD Kota Depok 42 i
  • 43. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii DAFTAR TABEL .......................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................................. 1 B. Tujuan ................................................................................................................ 1 C. Definisi .............................................................................................................. 2 BAB II RUANG LINGKUP ............................................................................................ 3 BAB III TATA LAKSANA .............................................................................................. 4 A. Asesmen Nyeri ................................................................................................... 4 B. Farmakologi Obat Analgesik ............................................................................. 12 C. Manajemen Nyeri Akut ...................................................................................... 18 D. Manajemen Nyeri Kronik ................................................................................... 23 E. Manajemen Nyeri pada Pediatrik ...................................................................... 31 F. Manajemen Nyeri pada Kelompok Usia Lanjut ................................................. 36 BAB IV DOKUMENTASI .............................................................................................. 40 RSUD Kota Depok 43 ii
  • 44. DAFTAR TABEL Tabel 3.1 COMFORT Scale ......................................................................................... 7 Tabel 3.2 Derajat Kekuatan Motorik ............................................................................ 10 Tabel 3.3 Pemeriksaan Refleks ................................................................................... 11 Tabel 3.4 Jadwal Titrasi Tramadol ............................................................................... 15 Tabel 3.5 Skor DIRE (Diagnosis, Intractibility, Risk, Efficacy) ...................................... 28 Tabel 3.6 Obat Non-Opioid yang sering digunakan pada Pediatrik ............................. 34 Tabel 3.7 Terapi Non-Obat .......................................................................................... 35 Tabel 3.8 Function Pain Scale ..................................................................................... 37 RSUD Kota Depok 44 iii
  • 45. DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Wong Baker Faces Pain Rating Scale ..................................................... 6 Gambar 3.2 WHO Analgesic Ladder ........................................................................... 19 Gambar 3.3 Algoritma Pemberian Opioid Intermitten .................................................. 20 Gambar 3.4 Algoritma Asesmen Nyeri Akut ................................................................ 22 Gambar 3.5 Algoritma Manajemen Nyeri Akut ............................................................. 23 Gambar 3.6 Algoritma Asesmen Nyeri Kronik ............................................................. 30 Gambar 3.7 Algoritma Manajemen Nyeri Kronik ......................................................... 31 Gambar 3.8 Algoritma Manajemen Nyeri Pada Pediatrik ............................................. 36 RSUD Kota Depok 45 iv