1. DRAF REKOMENDASI DPRD
ATAS
LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN
GUBERNUR SELAKU KEPALA DAERAH TAHUN 2009
Oleh :
Ade Suerani
Sebagaimana diamanahkan dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR,
dan DPRD, bahwa DPRD memiliki tugas dan wewenang untuk meminta
laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) kepala daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. LKPJ akhir tahun anggaran
yang merupakan laporan berupa informasi penyelenggaraan
pemerintahan daerah selama tahun 2009, semestinya disampaikan
kepada DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Namun, karena satu dan lain hal, LKPJ gubernur baru dapat
disampaikan dalam rapat paripurna dewan pada tanggal 23 Agustus
2010, yang berarti telah mengalami keterlambatan selama 5 (lima)
bulan. Untuk itu, dewan berharap agar hal ini tidak terjadi lagi ditahun-
tahun yang akan datang.
Menyikapi LKPJ tersebut, DPRD oleh PP No. 3 Tahun 2007
diamanatkan untuk melakukan pembahasan internal sesuai tata tertib
DPRD, dan pada tanggal 2 September 2010, dewan telah membentuk
Panita Khusus yang diberikan mandat penuh guna melakukan
pendalaman atas LKPJ dan merumuskan keputusan DPRD berupa
rekomendasi dalam rangka perbaikan penyelenggaraan pemerintahan
daerah ke depan.
Rekomendasi dimaksud adalah berupa saran, masukan dan atau
koreksi terhadap laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur
terhadap penyelenggaraan urusan desentralisasi, penyelenggaraan tugas
pembantuan dan penyelenggaraan tugas umum pemerintahan,
sebagaimana diisyaratkan dalam Penjelasan Pasal 23 ayat (5) PP No. 3
tahun 2007.
2. Standar pemberian rekomendasi adalah kesesuaian dan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan baik dalam hal
muatan materi yang ketentuannya diatur dalam PP No. 3 tahun 2007
maupun substansi materi yang diatur dengan peraturan perundangan
teknis lainnya seperti Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2008 tentang
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan serta Peraturan Daerah No. 2
Tahun 2008 tentang Urusan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, dan lain sebagainya.
A. Arah Kebijakan Umum Pemerintahan Daerah
Menurut Pasal 19 ayat (1) PP No. 3 tahun 2007, dikatakan bahwa
arah kebijakan umum pemerintahan daerah memuat visi, misi, strategi,
kebijakan dan prioritas daerah.
Dalam Peraturan Daerah No. 7 tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), telah dijelaskan
secara komprehensif visi, misi, strategi, dan kebijakan, bahkan prioritas
pembangunan daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Mencermati arah kebijakan umum pemerintahan daerah yang
disampaikan dalam LKPJ halaman II-4 huruf B dan halaman II-6 huruf
C, materi “kebijakan” dan “prioritas” pembangunan daerah tidak sesuai
dengan apa yang dijelaskan dalam RPJMD.
Dalam LKPJ, dikatakan bahwa “Strategi dan Arah Kebijakan
Daerah” meliputi 4 (empat) strategi pembangunan : pembangunan yang
bertumpu pada manusia, pembangunan yang bertumpu pada pusat-
pusat pertumbuhan, pembangunan yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan, dan pengarus-utamaan gender.
Sedangkan “Prioritas Daerah” meliputi, pengembangan kualitas
sumber daya manusia, revitalisasi pemerintahan daerah, pembangunan
ekonomi, pembangunan kebudayaan dan mempercepat pembangunan
infrastruktur.
Namun dalam RPJMD, materi “Strategi” dan “Arah Kebijakan”
dijelaskan secara terpisah. Materi “Strategi” yang dimaksud meliputi :
3. pembangunan yang bertumpu pada manusia, pembangunan yang
bertumpu pada pusat-pusat pertumbuhan, pembangunan yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, dan pengarus-utamaan
gender.
Dalam RPJMD juga dijelaskan, materi “Arah Kebijakan” adalah
pembangunan kualitas sumber daya manusia, revitalisasi pemerintahan
daerah, pembangunan ekonomi, pembangunan kebudayaan, dan
mempercepat pembangunan infrastruktur.
Begitupula yang materi “Prioritas Daerah” adalah telah diuraikan
dalam Bab V Arah Kebijakan Umum, Lampiran Perda No. 7 tahun 2008
tentang RPJMD.
Dengan demikian, DPRD berpendapat bahwa muatan materi dari
Arah Kebijakan Umum Pemerintahan Daerah tidak dijelaskan
sepenuhnya, khususnya bagian “kebijakan” dan “prioritas daerah”.
Atas hal ini, DPRD merekomendasikan:
1. Agar apa yang telah menjadi komitmen bersama DPRD sebagaimana
tertuang dalam Perda RPJMD tidak dijelaskan secara sepotong-
sepotong atau terpisah, khususnya dalam penyampaian LKPJ
ditahun-tahun yang akan datang, melainkan konsisten sebagaimana
tertuang dalam RPJMD.
2. Khusus yang menjadi “prioritas daerah” sebagaimana diuraikan
dalam BAB V Lampiran Perda RPJMD dapat dilakukan secara
bertahap dan terukur, dalam arti dapat dijelaskan prosentase
pencapaiannya.
B. Pengelolaan Keuangan Daerah
I. Pendapatan
Target Rp. 1.264.926.577.780,-
bersumber dari:
Pendapatan Asli Daerah Rp. 472.992.247.780,-
Dana Perimbangan Rp. 728.362.930.000,-
Lain-Lain Pendapatan yang sah Rp. 63.571.400.000,-
4. Realisasi Rp. 1.030.720.130.652,09
atau 81,48 persen
II. Belanja
Rencana Rp. 1.360.537.188.570,-
Realisasi Rp. 1.119.970.384.224,15
atau 82,30 persen
III. Pembiayaan
1. Penerimaan
Target Rp. 107.910.610.790,-
Realisasi Rp. 124.465.203.285,05
atau 115,34 persen
2. Pengeluaran
Rencana Rp. 12.300.000.000,-
Realisasi Rp. 4.205.897.509,-
atau 34,19 persen
Secara umum, pendapat DPRD atas pengelolaan keuangan daerah
permasalahannya lebih kepada ketersedian sumber daya manusia (SDM)
dalam mengelola keuangan daerah, dalam hal ini ketidaksiapan
aparatur secara materi dan penempatan SDM yang mengesampingkan
standar kompetensi maupun kompetensi bidang.
Selain itu, belum adanya perangkat lunak berupa peraturan
daerah dalam rangka peningkatan PAD khususnya yang berasal dari
sumbangan pihak ketiga.
Untuk itu, DPRD merekomendasikan :
1. Agar peningkatan SDM pengelola keuangan daerah betul-betul
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. DPRD menemukan,
penggunaan belanja untuk peningkatan SDM di Dinas Pendapatan
5. Daerah, sebanyak 15 orang diperuntukan untuk training ESQ, yang
menurut hemat DPRD tidak menjawab permasalahan SDM di Dinas
Pendapatan Daerah untuk peningkatakan pendapatan daerah.
2. Agar penempatan aparatur pengelola keuangan daerah kiranya
memperhatikan standar kompetensi maupun kompetensi bidang,
untuk menghindari dan meminimalisir kekeliruan penyusunan
anggaran, penggunaan anggaran dan pembuatan laporan keuangan.
3. Agar dalam rangka memberi landasan hukum untuk melakukan
penarikan/pemungutan dari pihak ketiga berupa sumbangan pihak
ketiga dilakukan dengan membentuk peraturan daerah tentang
Sumbangan Pihak Ketiga dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam.
C. Penyelenggaraan Urusan Desentralisasi
Terhadap penyelenggaraan urusan desentralisasi, DPRD
menemukan muatan materi LKPJ bahwa pemerintah daerah
menyelenggarakan 22 urusan wajib yang diurus oleh 32 SKPD dan 7
urusan pilihan yang diurus 7 SKPD. Atas hal ini DPRD berpendapat
bahwa hal ini tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Peraturan Daerah No. 2 tahun 2008 yang merupakan penjabaran dari
UU No. 32 tahun 2004 dan PP No. 38 tahun 2007, dimana dikatakan
bahwa ada 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan.
DPRD melihat bahwa dalam LKPJ gubernur, yang menjadi tolok
ukur penyelenggaraan urusan desentralisasi adalah SKPD yang
menyelenggarakannya. Sedang pendapat DPRD, mestinya yang menjadi
tolok ukur penyelenggaraan desentralisasasi adalah urusannya. Suatu
urusan dapat dikatakan berhasil atau memiliki kemajuan, jika urusan
tersebut diurus/ditangani hingga mencapai prosentase pencapaian
sesuai atau mendekati target.
Dalam LKPJ juga tidak dijelaskan kegiatan, output, permasalahan
dan solusi dari urusan pertanahan, urusan kependudukan dan catatan
sipil, urusan keluarga berencana dan keluarga sejahtera, dan urusan
statistik, padahal urusan-urusan tersebut merupakan urusan wajib dan
telah diselenggarakan pemerintahan daerah. Demikian pula urusan
6. ketransmigrasian yang merupakan urusan pilihan, tidak dijelaskan
dalam LKPJ, padahal urusan tersebut diselenggarakan pemerintahan
daerah.
Untuk itu DPRD merekomendasikan, agar penyusunan LKPJ
bagian penyelenggaraan urusan desentralisasi kiranya memperhatikan
ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Daerah No. 2
tahun 2008. Boleh jadi, satu urusan ditangani oleh dua atau lebih
SKPD, demikian pula, satu SKPD boleh jadi mengurus dua atau lebih
urusan. Namun, yang menjadi tolok ukur adalah urusannya, bukan
SKPDnya.
Substansi materi lainnya adalah penyelenggaraan urusan
desentralisasi yang disampaikan dalam LKPJ memuat program dan
kegiatan yang bukan merupakan kewenangan pemerintahan daerah
provinsi. Seperti urusan pendidikan, dengan program pendidikan anak
usia dini dan kegiatannya Rintisan Pembangunan Kelembagaan PAUD;
Pengadaan Alat Bermain TK, ataupun kegiatan-kegiatan lainnya seperti
rehabilitasi SD, SMP, SMU dan pengadaan buku-buku pelajaran,
semestinya merupakan urusan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
DPRD berpendapat, tidak semua pendanaan yang berasal dari
APBD yang dialokasikan pada setiap SKPD membiayai urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
sebagaimana tertuang dalam LKPJ, melainkan juga membiayai urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota, sebagaimana
pembiayaan urusan pendidikan diatas.
Untuk itu, DPRD merekomendasikan agar SKPD-SKPD perlu
memahami dan mengimplementasikan urusan-urusan yang menjadi
kewenangannya sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Daerah No.
2 Tahun 2008.
Catatan-catatan lainnya sebagai rekomendasi dalam penyelenggaraan
urusan desentralisasi, DPRD dapat sampaikan sebagai berikut:
7. 1. Penyelenggaraan kepegawaian daerah kiranya senantiasa
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, seperti pengadaan pegawai dan penempatan dalam jabatan
struktural.
Dalam hal pengadaan pegawai, kiranya memperhatikan betul-betul
atas dasar kebutuhan, baik dalam arti jumlah dan mutu pegawai
maupun kompetensi jabatan yang diperlukan.
Demikian halnya dengan penempatan PNSD dalam jabatan
struktural, senantiasa memperhatikan standar kompetensi jabatan
dalam hal ini kompetensi dasar dan kompetensi bidang.
Hal ini DPRD ketengahkan, karena pegawai daerah merupakan
bagian paling strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Ujung tombak pelayanan publik ada di pegawai daerah.
Semakin terpenuhinya pengadaan pegawai dan penempatanan
pegawai dalam jabatan struktural terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, semakin kecil peluang gagalnya
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2. Dalam hal kelembagaan, DPRD merekomendasikan agar perlunya
peninjauan kembali terhadap eksistensi Bagian Perlengkapan di Biro
Umum Sekretariat Daerah dengan Dinas Pendapatan dan Aset
Daerah. Bagian Perlengkapan kiranya dikembalikan setara eselon
IIB yang mengelola dan mengurus segala barang daerah termasuk
asset daerah. Sedangkan Dinas Pendapatan dan Aset Daerah,
dikembalikan menjadi Dinas Pendapatan.
3. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah, dalam rangka
penyelenggaraan urusan desentralisasi, DPRD merekomendasikan
agar setiap urusan yang dikelola/diurus wajib atasnya perangkat
lunak sebagai landasan operasionalnya baik berupa peraturan
8. daerah ataupun peraturan gubernur. Prinsip otonomi daerah
sesungguhnya adalah menjabarkan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi menjadi peraturan daerah/peraturan gubernur
untuk menjadi dasar pelaksanaan urusan-urusan yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah/desentralisasi. Untuk itu, adalah
kewajiban pimpinan SKPD untuk merumuskan atau menyiapkan
kebijakan teknis sesuai dengan lingkup dan bidang tugasnya dalam
rangka penyelenggaraan urusan desentralisasi sebagaimana
diamanatkan Pasal 8 Peraturan Daerah Nomor 2 tahuhn 2008.
D. Penyelenggaraan Tugas Pembantuan
Terhadap penyelenggaraan tugas pembantuan, muatan materi
yang disampaikan dalam LKPJ hanya “program” saja, tidak disebutkan
dan dijelaskan “kegiatan dan pelaksanaannya”, atas program tugas
pembantuan yang diterima. Bagian “kegiatan” dan “pelaksanaannya”
menjadi perlu untuk disampaikan, agar urusan pemerintah yang
ditugaspembantuaankan yang diterima gubernur, dapat sinkron dengan
urusan pemerintahan daerah sebagaimana amanat Pasal 21 ayat (3) PP
No. 3 Tahun 2007 jo Pasal 42 ayat (1) dan (3) PP No. 7 Tahun 2008.
Persoalan subtansi lainnya, DPRD menemui dasar hukum
penyelenggaraan tugas pembantuan yang dijelaskan dalam LKPJ yakni
Pasal 20 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004, bukanlah merupakan dasar
hukum penyelenggaraan tugas pembantuan yang diterima. Dasar
hukum yang dimaksud haruslah peraturan menteri terkait dalam hal ini
Peraturan Menteri Sosial, Peraturan Menteri Pertanian, Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, Peraturan
Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya, serta Peraturan Menteri
Kesehatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (5) PP No. 7 Tahun
2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
Selain itu, harus disertakan pula Peraturan Menteri Dalam Negeri
dan Peraturan Gubernur yang menjadi landasan penyelenggaraan tugas
9. pembantuan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (2) PP No.
7 Tahun 2008.
Atas hal ini, DPRD merekomendasikan : agar LKPJ ditahun-tahun
berikutnya, muatan materi dan substansi materi penyelenggaraan tugas
pembantuan betul-betul memperhatikan ketentuan Pasal 21 ayat (3) PP
No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Kepala Daerah kepada DPRD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat, dan pasal 39 ayat (5) Pasal
42 ayat (1), (2) dan (3) PP No. 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan.
E. Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan
Terhadap muatan dan sistematika LKPJ bagian penyelenggaraan
tugas umum pemerintahan, DPRD memberikan apresiasi dan
penghargaan atas kesesuaian dan kepatuhan terhadap PP No. 3 tahun
2007.
Namun secara substansi materi, DPRD merekomendasikan :
1. Kerjasama antar daerah baru sebatas wacana dan kesepakatan
kerjasama belum pada tataran implementatif. Permasalahannya
sebagaimana tertuang dalam LKPJ, belum adanya lembaga teknis
yang menangani kesepakatan kerjasama. Untuk itu gubernur
menawarkan solusi dengan membentuk lembaga teknis yang
menangani pelaksanaan kerjasama antar daerah.
Atas tawaran solusi ini, DPRD berpendapat agar SKPD-SKPD yang
relevan dengan bidang-bidang yang menjadi objek kerjasama dapat
ditingkatkan koordinasinya dengan membentuk tim khusus, yang
beranggotakan SKPD-SPKD terkait untuk menindaklanjuti bentuk-
bentuk kerjasama yang telah dibangun gubernur.
Hal lainnya yang menjadi bagian kerjasama antar daerah khususnya
yang membebani masyarakat dan daerah kiranya dikomunikasikan
10. juga dengan DPRD, karena salah satu tugas dan wewenang DPRD
adalah memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani
masyarakat dan daerah.
2. Kerjasama dengan pihak ketiga, baik masih dalam bentuk
perencanaan, pelaksanaan maupun pasca pelaksanaannya kiranya
dikomunikasikan juga dengan DPRD khususnya yang membebani
masyarakat dan daerah, karena salah satu tugas dan wewenang
DPRD memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan
daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat
dan daerah.
DPRD juga menghimbau agar kerjasama dengan pihak ketiga kiranya
betul-betul dapat memberikan manfaat secara langsung terhadap
masyarakat dan daerah.
3. Koordinasi dengan Instansi Vertikal di daerah, satu hal yang menjadi
perhatian DPRD adalah sengketa lahan TNI AU dengan warga Kec.
Konda, Kec. Ranometo dan Kec. Ranometo Barat Kab. Konawe
Selatan kiranya dapat diselesaikan sebagaimana yang menjadi
kesepakatan Komisi I DPRD dengan Biro Hukum dengan membentuk
Tim Terpadu, untuk segera ditindaklanjuti.
Terhadap instansi-instansi vertikal lainnya, kiranya lebih
ditingkatkan kembali komunikasinya melalui rapat-rapat koordinasi,
dan DPRD merekomendasikan agar rapat koordinasi dengan instansi
vertikal perlu diagendakan secara rutin minimal sebulan sekali.
4. Pencegahan dan Penanggulangan Bencana, DPRD berpendapat agar
pencegahan dan penanggulangan bencana bukan saja dilakukan
pada bencana alam sebagaimana dilaporkan dalam LKPJ, tetapi juga
bencana non alam seperti kebakaran hutan, kecelakaan transportasi,
dan bencana lain akibat ulah manusia seperti bencana social seperti
11. kerusuhan atau konflik di masyarakat sebagaimana pernah
disampaikan gubernur pada rapat paripurna dewan tanggal 2 Maret
2009 saat Penjelasan Gubernur terkait raperda pembentukan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah.
Demikian catatan-catatan sebagai masukan dan rekomendasi
DPRD untuk perbaikan dan penyempurnaan penyelenggaraan
pemerintahan daerah provinsi Sulawesi Tenggara ditahun-tahun yang
akan datang. Akhirnya, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan, dan
terima kasih atas perhatiannya.
Kendari, 15 September 2010
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
PIMPINAN,
Wakil Ketua, Wakil Ketua, Wakil Ketua,
Muh. Endang, SA., S.Sos Drs. Sabaruddin Labamba, M.Si La Pili, S.Pd.