SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 12
PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

                                NOMOR 2 TAHUN 2011

                                       TENTANG

TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA ATAU TERDAKWA PENYALAHGUNA,
       KORBAN PENYALAHGUNAAN, DAN PECANDU NARKOTIKA

                    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

          KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa penyalahgunaan Narkotika di Indonesia sudah pada tingkat yang sangat
mengkhawatirkan oleh karena itu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika
dan Perkursor Narkotika perlu terus ditingkatkan dengan tetap memperhatikan hak Penyalah
Guna, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika memperoleh pelayanan kesehatan
melalui Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial;

b. bahwa Penyalah Guna, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika yang ditetapkan
sebagai Tersangka atau Terdakwa dalam perkara tindak pidana Narkotika dan Perkursor
Narkotika selama proses peradilan perlu penanganan secara khusus melalui penempatannya
dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial guna memperoleh pengobatan
dan perawatan dalam rangka pemulihan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
ditetapkan Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional tentang Tata Cara Penanganan
Tersangka atau Terdakwa Penyalah Guna, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika.

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5062);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Bagi Pecandu
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 46, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5211);

3. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional;

4. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2010 tentang Organisasi Dan
Tata Kerja Badan Narkotika Nasional;
5. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota.

                                      MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL TENTANG TATA
CARA PENANGANAN TERSANGKA ATAU TERDAKWA PENYALAH GUNA, KORBAN
PENYALAHGUNAAN, DAN PECANDU NARKOTIKA.

                                            BAB I

                                   KETENTUAN UMUM

                                            Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.

2. Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan
Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan
Narkotika.

3. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan
dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.

4. Keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah dan garis menyamping sampai derajat kesatu.

5. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan Penyalah Guna dari ketergantungan Narkotika.

6. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental
maupun sosial, agar mantan Penyalah Guna dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam
kehidupan masyarakat.

7. Pemohon adalah Penyalah Guna, keluarga, kuasa hukum, atau Penyidik.

8. Badan Narkotika Nasional yang selanjutnya disingkat BNN adalah Lembaga Pemerintah
Non Kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

9. Tersangka Penyalah Guna, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika selanjutnya
disebut Tersangka adalah Penyalah Guna yang perkaranya sedang dalam proses penyidikan oleh
Penyidik.
10. Terdakwa Penyalah Guna, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika selanjutnya
disebut Terdakwa adalah Penyalah Guna yang perkaranya sedang dalam proses penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan.

11. Penyidik adalah Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik BNN.

                                          Pasal 2

Maksud dan Tujuan Peraturan ini adalah:

a. menjadi pedoman teknis dalam penanganan Penyalah Guna yang ditetapkan sebagai
Tersangka atau Terdakwa untuk dapat menjalani Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial
selama proses peradilan;

b. pelaksanaan penempatan Tersangka atau Terdakwa dalam lembaga yang menyelenggarakan
Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial dapat dilakukan secara tepat, transparan, dan
akuntabel.

                                          BAB II

                                     PERMOHONAN

                                       Bagian Kesatu

                            Tata Cara Pengajuan Permohonan

                                          Pasal 3

(1) Tersangka atau Terdakwa yang sedang dalam proses peradilan dalam perkara tindak pidana
Narkotika dan Perkursor Narkotika dapat menjalani Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi
Sosial di luar rumah tahanan negara berdasarkan permohonan.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh Pemohon
kepada Penyidik, Jaksa Penuntut Umum, atau Hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan perkara.

                                          Pasal 4

(1) Dalam hal permohonan diajukan kepada Penyidik, tembusan permohonan disampaikan
kepada Kepala BNN.

(2) Permohonan yang diajukan kepada Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta
berkas permohonan disampaikan melalui Loket Pelayanan Rehabilitasi BNN.

                                          Pasal 5

Permohonan yang diajukan kepada Penyidik sekurang-kurangnya harus memuat:
a. identitas Pemohon;

b. hubungan Pemohon dengan Tersangka; dan

c. uraian pokok perkara yang disusun secara kronologis.

                                             Pasal 6

(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditandatangani oleh Pemohon di atas
Materai 6000 dan dibuat rangkap 4 (empat) dengan melampirkan:

a. pas photo Tersangka;

b. fotokopi Kartu Keluarga;

c. fotokopi KTP/ SIM Pemohon dan fotokopi KTP/SIM Tersangka;

d. fotokopi surat nikah apabila Tersangka adalah suami/Istri;

e. fotokopi surat kuasa khusus, apabila pemohon adalah kuasa hukum;

f. fotokopi surat penangkapan;

g. fotokopi surat penahanan;

h. surat keterangan dari tempat yang bersangkutan pernah atau sedang menjalani Rehabilitasi
Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial;

i. surat permohonan dari Penyidik untuk melakukan pemeriksaan kesehatan/psikiatri terhadap
Tersangka;

j. surat pernyataan bahwa dalam pengurusan permohonan tidak dipungut biaya.

(2) Pemohon harus menunjukkan surat penangkapan dan/atau penahanan asli untuk mengecek
kesesuaian fotokopi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan huruf g.

(3) Format surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

                                             Pasal 7

Tata cara pengajuan permohonan dan persyaratan permohonan yang diajukan kepada Penyidik,
Penuntut Umum atau Hakim sesuai dengan peraturan perundang-undangan instansi yang
bersangkutan.

                                            BAB III
PENANGANAN

                                       Bagian Kesatu

                                     Pembentukan Tim

                                             Pasal 8

(1) Untuk menangani permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Kepala BNN
membentuk Tim Penanganan Penyalah Guna yang selanjutnya disebut Tim.

(2) Susunan Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Kepala BNN sebagai Pelindung;

b. Inspektur Utama BNN sebagai Pengawas;

c. Sekretaris Utama BNN sebagai Penasehat;

d. Deputi Rehabilitasi BNN sebagai Penanggung jawab;

e. Deputi Hukum dan Kerja Sama BNN sebagai Ketua Tim;

f. Deputi Pemberantasan BNN sebagai Koordinator Kajian Jaringan Narkotika;

g. Direktur Penguatan Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat BNN sebagai Koordinator
Kajian Medis;

h. Direktur Hukum Deputi Hukum dan Kerjasama BNN sebagai Koordinator Kajian Hukum; dan

i. Perwakilan dari Deputi Bidang Pemberantasan BNN, Deputi Bidang Rehabilitasi BNN, dan
Direktorat Hukum Deputi Bidang Hukum dan Kerjasama BNN sebagai Sekretaris dan Anggota
Tim.

                                             Pasal 9

(1) Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 mempunyai tugas melakukan:

a. asesmen dan kajian medis, psiko, dan sosial terhadap Tersangka atau Terdakwa;

b. kajian jaringan Narkotika mengenai keterkaitan tindak pidana dengan Tersangka atau
Terdakwa; dan

c. kajian hukum.

(2) Pelaksanaan asesmen dan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
a. tim dokter yang bertugas melakukan asesmen dan kajian medis, psiko, dan sosial;

b. tim penyidik yang bertugas melakukan kajian jaringan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
dan

c. tim bantuan hukum yang bertugas melakukan kajian hukum.

                                           Pasal 10

(1) Hasil asesmen dan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 digunakan sebagai
bahan pertimbangan Tim dalam mengambil keputusan terhadap permohonan.

(2) Hasil asesmen dan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat rahasia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

                                        Bagian Kedua

                                    Prosedur Kerja Tim

                                           Pasal 11

(1) Tim yang menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meneruskan
berkas permohonan kepada Ketua Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e,
dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak menerima permohonan.

(2) Tim meneliti kelengkapan persyaratan dokumen permohonan, melakukan pembagian tugas
dan membentuk tim untuk melakukan asesmen dan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2).

(3) Tim menyelenggarakan rapat pemeriksaan permohonan paling lambat 5 (lima) hari kerja
sejak tanggal menerima berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Tim asesmen dan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaksanakan tugasnya dalam
jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja.

                                           Pasal 12

(1) Asesmen dan kajian medis dan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a
dikoordinasikan oleh Koordinator Kajian Medis.

(2) Kajian jaringan Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2) huruf b dikoordinasikan oleh Koordinator Kajian Jaringan Narkotika dan Prekursor
Narkotika.

(3) Kajian hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c dikoordinasikan oleh
Koordinator Kajian Hukum.
Pasal 13

(1) Asesmen dan kajian medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), meliputi:

a. wawancara, tentang riwayat kesehatan, riwayat penggunaan Narkotika, riwayat pengobatan
dan perawatan, riwayat keterlibatan pada tindak kriminalitas, riwayat psikiatris, serta riwayat
keluarga dan sosial Tersangka;

b. observasi atas perilaku Tersangka atau Terdakwa; dan

c. pemeriksaan fisik dan psikis.

(2) Asesmen dan kajian medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di kantor BNN.

(3) Format Asesmen dan kajian medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

                                                Pasal 14

(1) Kajian jaringan Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (2), meliputi:

a. pencocokan identitas Tersangka, antara lain : photo, sidik jari, ciri-ciri fisik, dan nama/alias,
dengan data jaringan Narkotika yang ada di database Deputi Bidang Pemberantasan BNN;

b. analisis data intelijen terkait, jika ada; dan

c. telaahan Berita Acara Pemeriksaan Tersangka atau Terdakwa yang terkait lainnya.

(2) Format Kajian jaringan Narkotika dan Prekursor Narkotika, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan
ini.

                                                Pasal 15

(1) Kajian hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), meliputi:

a. telaahan hasil asesmen dan hasil kajian medis serta hasil kajian jaringan Narkotika dan
Prekursor Narkotika;

b. telaahan Berkas Perkara Tersangka;

c. telaahan penerapan pasal-pasal Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan
ketentuan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan
Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan Dan Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga
Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial; dan
d. pembuatan pendapat hukum.

(2) Format Kajian Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV
Loket Pelayanan Rehabilitasi BNN yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan
ini.

                                          Pasal 16

(1) Dalam melakukan asesmen dan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, dan
Pasal 15, Tim dapat meminta keterangan kepada Tersangka atau Terdakwa dan pihak lain yang
terkait.

(2) Setiap rapat-rapat pelaksanaan asesmen dan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuatkan Berita Acara Rapat yang ditandatangani oleh koordinator tim.

(3) Format Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

                                          Pasal 17

Hasil asesmen dan kajian medis, hasil kajian jaringan Narkotika dan Prekursor Narkotika, dan
hasil kajian hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15 dituangkan
dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Koordinator Tim.

                                          Pasal 18

Hasil asesmen dan kajian medis, hasil kajian jaringan Narkotika dan Prekursor Narkotika, dan
hasil kajian hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 di sampaikan kepada Ketua Tim
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah
penandatanganan Berita Acara Asesmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.

                                          Pasal 19

(1) Ketua Tim mengadakan rapat pengambilan keputusan terhadap permohonan paling lambat 3
(tiga) hari sejak tanggal menerima hasil asesmen dan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18.

(2) Dalam pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Tim mempertimbangkan
hasil pelaksanaan tugas asesmen dan kajian tim sebagaimana dimaksud tim sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18.

                                          Pasal 20

(1) Dalam hal Tim menolak permohonan, penolakan tersebut diberitahukan kepada Pemohon
disertai alasan penolakan.
(2) Dalam hal permohonan dikabulkan, Tim memberikan rekomendasi penempatan Tersangka
dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial.

(3) Untuk kepentingan kesehatan Tersangka, rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat diberikan setelah Tim melakukan asesmen dan kajian medis.

(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan dalam bentuk Surat Keterangan
yang ditandatangani oleh Ketua Tim.

(5) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Pemohon.

(6) Format rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran VI
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini.

                                         Pasal 21

Tata cara penanganan permohonan yang diajukan kepada Penyidik, Jaksa Penuntut Umum atau
Hakim sesuai dengan peraturan perundang-undangan instansi yang bersangkutan.

                                          BAB IV

                              TATA CARA PENEMPATAN

                                         Pasal 22

(1) Penempatan Tersangka atau Terdakwa dalam lembaga yang menyelenggarakan Rehabilitasi
Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial hanya dilaksanakan berdasarkan rekomendasi dari Tim
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4).

(2) Penempatan dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik dalam lembaga Rehabilitasi yang ditunjuk oleh
Pemerintah, dengan dilengkapi Berita Acara Penempatan yang ditandatangani Penyidik,
pimpinan lembaga, dan 2 (dua) orang saksi.

                                          Pasal 23

(1) Tata cara penempatan Tersangka atau Terdakwa dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau
Rehabilitasi Sosial yang dilakukan oleh Penyidik atau Jaksa Penuntut Umum sesuai dengan
peraturan perundangundangan instansi yang bersangkutan.

(2) Penempatan Tersangka atau Terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
dalam lembaga yang dikelola atau dibina oleh BNN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(2) atau dalam lembaga lainnya yang ditetapkan Menteri Kesehatan dan Menteri Sosial
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Bagi
Pecandu Narkotika.
Pasal 24

(1) Keamanan Tersangka atau Terdakwa yang ditempatkan dalam lembaga Rehabilitasi Medis
dan/atau Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) menjadi tanggung
jawab Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan perkara.

(2) Keamanan Tersangka atau Terdakwa menjadi tanggung jawab BNN sebagaimana dimaksud
pada ayat

(1), apabila Tersangka atau Terdakwa ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi yang dikelola oleh
BNN.

                                           BAB V

                                       KERJA SAMA

                                          Pasal 25

(1) Penyidik Kepolisian Republik Indonesia untuk kepentingan penyidikan, Jaksa Penuntut
Umum untuk kepentingan penuntutan, dan Hakim untuk kepentingan pemeriksaan di sidang
pengadilan, dapat meminta bantuan kepada Kepala BNN untuk melakukan asesmen dan kajian
medis terhadap Tersangka atau Terdakwa.

(2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Koordinator Kajian
Medis BNN.

(3) Bantuan asesmen dan kajian medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan Peraturan ini dan hasilnya diserahkan kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Jaksa Penuntut Umum, atau Hakim dengan pembuatan Berita Acara.

(4) Biaya bagi penyelenggaraan asesmen dan kajian medis terhadap Tersangka atau Terdakwa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada mata anggaran instansi yang meminta
bantuan.

                                          BAB VI

                                    KETENTUAN LAIN

                                          Pasal 26

(1) Tersangka atau Terdakwa yang diduga sebagai pengedar Narkotika dan/atau Prekursor
Narkotika tetap ditahan di rumah tahanan BNN.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula terhadap Tersangka atau
Terdakwa yang terbukti memiliki Narkotika melebihi jumlah tertentu dan terbukti positif
memakai Narkotika sesuai hasil tes urine, darah atau rambut serta surat keterangan Dokter.
(3) Tersangka atau Terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tetap
mendapatkan pengobatan dan perawatan dalam rangka pemulihan baik secara medis maupun
sosial.

                                           Pasal 27

Penentuan pemilikan Narkotika dalam jumlah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (2) mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2009 tentang Narkotika dan ketentuan
dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan
Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan Dan Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga
Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial.

                                           Pasal 28

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 berlaku terhadap Tersangka atau Terdakwa
Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang sudah cukup umur, telah
melapor, serta sudah menjalani Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial 2 (dua) kali
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan
Wajib Lapor Bagi Pecandu Narkotika.

                                           Pasal 29

Tersangka yang menderita HIV/Aids, Hepatitis C dan gangguan jiwa ganda (dual diagnosis)
yang bersangkutan harus menjalani pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit Pemerintah
dengan biaya ditanggung oleh pemerintah atau rumah sakit swasta dengan biaya sendiri.

                                           BAB VII

                                  KETENTUAN PENUTUP

                                           Pasal 30

Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar Setiap orang mengetahuinya, Peraturan ini diundangkan dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta,

Pada tanggal 18 Mei 2011

KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

GORIES MERE
Diundangkan di Jakarta,

Pada tanggal 12 September 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

PATRIALIS AKBAR

         BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 578

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Tugas permohonan pengangkatan anak
Tugas permohonan pengangkatan anakTugas permohonan pengangkatan anak
Tugas permohonan pengangkatan anakDesy Fitrianty
 
8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negara8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negaranurul khaiva
 
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
PPT HUKUM PIDANA - Pra peradilan Di Indonesia
PPT HUKUM PIDANA - Pra peradilan Di IndonesiaPPT HUKUM PIDANA - Pra peradilan Di Indonesia
PPT HUKUM PIDANA - Pra peradilan Di IndonesiaBagus Edi Prayogo
 
Hukum pidana khusus - Tindak pidana psikotropika dan narkotika (Idik Saeful B...
Hukum pidana khusus - Tindak pidana psikotropika dan narkotika (Idik Saeful B...Hukum pidana khusus - Tindak pidana psikotropika dan narkotika (Idik Saeful B...
Hukum pidana khusus - Tindak pidana psikotropika dan narkotika (Idik Saeful B...Idik Saeful Bahri
 
3. instrumen dasar pemerintahan
3. instrumen dasar pemerintahan3. instrumen dasar pemerintahan
3. instrumen dasar pemerintahanDian Oktavia
 
Anggaran dasar lbh sang pati
Anggaran dasar lbh sang patiAnggaran dasar lbh sang pati
Anggaran dasar lbh sang patimarshal cotex
 
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidanaAlasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidanaSigit Riono
 
Surat kuasa khusus
Surat   kuasa khususSurat   kuasa khusus
Surat kuasa khususNasria Ika
 
Kejahatan Terhadap Harta Benda (Hukum Pidana)
Kejahatan Terhadap Harta Benda (Hukum Pidana)Kejahatan Terhadap Harta Benda (Hukum Pidana)
Kejahatan Terhadap Harta Benda (Hukum Pidana)Ayu Sulastri
 
9 penuntut umum, pra penuntutan dan penuntutan
9 penuntut umum, pra penuntutan dan penuntutan9 penuntut umum, pra penuntutan dan penuntutan
9 penuntut umum, pra penuntutan dan penuntutanGradeAlfonso
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Surat gugatan wanprestasi
Surat gugatan wanprestasiSurat gugatan wanprestasi
Surat gugatan wanprestasiLegal Akses
 
surat kuasa tergugat
surat kuasa tergugatsurat kuasa tergugat
surat kuasa tergugatNakano
 
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukumBenda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukumrabu12
 

Was ist angesagt? (20)

Akta no. 76 uka
Akta no. 76 ukaAkta no. 76 uka
Akta no. 76 uka
 
Surat gugatan
Surat gugatanSurat gugatan
Surat gugatan
 
Tugas permohonan pengangkatan anak
Tugas permohonan pengangkatan anakTugas permohonan pengangkatan anak
Tugas permohonan pengangkatan anak
 
8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negara8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negara
 
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)
Eksepsi dalam Hukum Acara Pidana (Idik Saeful Bahri)
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
 
PPT HUKUM PIDANA - Pra peradilan Di Indonesia
PPT HUKUM PIDANA - Pra peradilan Di IndonesiaPPT HUKUM PIDANA - Pra peradilan Di Indonesia
PPT HUKUM PIDANA - Pra peradilan Di Indonesia
 
Hukum pidana khusus - Tindak pidana psikotropika dan narkotika (Idik Saeful B...
Hukum pidana khusus - Tindak pidana psikotropika dan narkotika (Idik Saeful B...Hukum pidana khusus - Tindak pidana psikotropika dan narkotika (Idik Saeful B...
Hukum pidana khusus - Tindak pidana psikotropika dan narkotika (Idik Saeful B...
 
3. instrumen dasar pemerintahan
3. instrumen dasar pemerintahan3. instrumen dasar pemerintahan
3. instrumen dasar pemerintahan
 
Anggaran dasar lbh sang pati
Anggaran dasar lbh sang patiAnggaran dasar lbh sang pati
Anggaran dasar lbh sang pati
 
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidanaAlasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
 
Surat kuasa khusus
Surat   kuasa khususSurat   kuasa khusus
Surat kuasa khusus
 
Kejahatan Terhadap Harta Benda (Hukum Pidana)
Kejahatan Terhadap Harta Benda (Hukum Pidana)Kejahatan Terhadap Harta Benda (Hukum Pidana)
Kejahatan Terhadap Harta Benda (Hukum Pidana)
 
9 penuntut umum, pra penuntutan dan penuntutan
9 penuntut umum, pra penuntutan dan penuntutan9 penuntut umum, pra penuntutan dan penuntutan
9 penuntut umum, pra penuntutan dan penuntutan
 
hukum Adat
hukum Adathukum Adat
hukum Adat
 
Mekanisme penyusunan peraturan perundang undangan
Mekanisme penyusunan peraturan perundang undanganMekanisme penyusunan peraturan perundang undangan
Mekanisme penyusunan peraturan perundang undangan
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
 
Surat gugatan wanprestasi
Surat gugatan wanprestasiSurat gugatan wanprestasi
Surat gugatan wanprestasi
 
surat kuasa tergugat
surat kuasa tergugatsurat kuasa tergugat
surat kuasa tergugat
 
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukumBenda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
Benda berwujud dan tidak berwujud sebagai objek hukum
 

Ähnlich wie Perka BNN RI No.2 Thn.2011 ttg Tata Cara Penanganan Tersangka atau Terdakwa Penyalahguna, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika

PP 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
PP 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu NarkotikaPP 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
PP 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu NarkotikaINDOGANJA
 
Undang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNA
Undang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNAUndang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNA
Undang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNAOperator Warnet Vast Raha
 
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdfAspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdfpuskesmas74
 
Dekriminalisasi Pengguna Narkoba di Indonesia
Dekriminalisasi Pengguna Narkoba di IndonesiaDekriminalisasi Pengguna Narkoba di Indonesia
Dekriminalisasi Pengguna Narkoba di IndonesiaNur Alifah
 
PP Nomor 39 Tahun 2020
PP Nomor 39 Tahun 2020PP Nomor 39 Tahun 2020
PP Nomor 39 Tahun 2020CIkumparan
 
PP_Nomor_39_Tahun_2020.pdf
PP_Nomor_39_Tahun_2020.pdfPP_Nomor_39_Tahun_2020.pdf
PP_Nomor_39_Tahun_2020.pdfIchaaBerliana
 
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015yusnizainal7
 
Kajian dampak pengabaian hak rehabilitasi dalam proses pengadilan di 5 kota (...
Kajian dampak pengabaian hak rehabilitasi dalam proses pengadilan di 5 kota (...Kajian dampak pengabaian hak rehabilitasi dalam proses pengadilan di 5 kota (...
Kajian dampak pengabaian hak rehabilitasi dalam proses pengadilan di 5 kota (...Ardhany Rc
 
PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020
PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020
PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020CIkumparan
 
Pedoman 7.2020 ttg pemberian izin ja
Pedoman 7.2020 ttg pemberian izin jaPedoman 7.2020 ttg pemberian izin ja
Pedoman 7.2020 ttg pemberian izin jamerdekacom
 
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBFPermenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBFSainal Edi Kamal
 

Ähnlich wie Perka BNN RI No.2 Thn.2011 ttg Tata Cara Penanganan Tersangka atau Terdakwa Penyalahguna, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika (20)

PP 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
PP 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu NarkotikaPP 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
PP 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
 
Kedudukan Hukum Pengguna Narkotika dalam UU RI No.35 Thn.2009
Kedudukan Hukum Pengguna Narkotika dalam UU RI No.35 Thn.2009Kedudukan Hukum Pengguna Narkotika dalam UU RI No.35 Thn.2009
Kedudukan Hukum Pengguna Narkotika dalam UU RI No.35 Thn.2009
 
Undang undang narkotika 2009
Undang undang narkotika 2009Undang undang narkotika 2009
Undang undang narkotika 2009
 
Undang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNA
Undang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNAUndang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNA
Undang undang narkotika 2009 AKPER PEMKAB MUNA
 
Undang undang narkotika 2009 AKPER MUNA
Undang undang narkotika 2009 AKPER MUNA Undang undang narkotika 2009 AKPER MUNA
Undang undang narkotika 2009 AKPER MUNA
 
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdfAspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
Aspek Medikolegal Visum et Repertum dan Rape Kit.pdf
 
Dekriminalisasi Pengguna Narkoba di Indonesia
Dekriminalisasi Pengguna Narkoba di IndonesiaDekriminalisasi Pengguna Narkoba di Indonesia
Dekriminalisasi Pengguna Narkoba di Indonesia
 
Permenkes No.46 Thn.2012 ttg Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis b...
Permenkes No.46 Thn.2012 ttg Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis b...Permenkes No.46 Thn.2012 ttg Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis b...
Permenkes No.46 Thn.2012 ttg Petunjuk Teknis Pelaksanaan Rehabilitasi Medis b...
 
PP Nomor 39 Tahun 2020
PP Nomor 39 Tahun 2020PP Nomor 39 Tahun 2020
PP Nomor 39 Tahun 2020
 
PP_Nomor_39_Tahun_2020.pdf
PP_Nomor_39_Tahun_2020.pdfPP_Nomor_39_Tahun_2020.pdf
PP_Nomor_39_Tahun_2020.pdf
 
Permenkes No.2415 Thn.2011
Permenkes No.2415 Thn.2011Permenkes No.2415 Thn.2011
Permenkes No.2415 Thn.2011
 
Psikotropika
PsikotropikaPsikotropika
Psikotropika
 
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
 
Uu 05 1997
Uu 05 1997Uu 05 1997
Uu 05 1997
 
Uu nomor 31 tahun 2014
Uu nomor 31 tahun 2014Uu nomor 31 tahun 2014
Uu nomor 31 tahun 2014
 
Kajian dampak pengabaian hak rehabilitasi dalam proses pengadilan di 5 kota (...
Kajian dampak pengabaian hak rehabilitasi dalam proses pengadilan di 5 kota (...Kajian dampak pengabaian hak rehabilitasi dalam proses pengadilan di 5 kota (...
Kajian dampak pengabaian hak rehabilitasi dalam proses pengadilan di 5 kota (...
 
PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020
PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020
PEDOMAN NO. 7 TAHUN 2020
 
Pedoman 7.2020 ttg pemberian izin ja
Pedoman 7.2020 ttg pemberian izin jaPedoman 7.2020 ttg pemberian izin ja
Pedoman 7.2020 ttg pemberian izin ja
 
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBFPermenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
 
Modul 4 kb 4
Modul 4 kb 4Modul 4 kb 4
Modul 4 kb 4
 

Mehr von JARINGAN METHADONE INDONESIA-JIMI™ | Indonesia MMT Program Community Network®

Mehr von JARINGAN METHADONE INDONESIA-JIMI™ | Indonesia MMT Program Community Network® (20)

Perpres ri no.76 thn.2012 ttg pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat
Perpres ri no.76 thn.2012 ttg pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obatPerpres ri no.76 thn.2012 ttg pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat
Perpres ri no.76 thn.2012 ttg pelaksanaan paten oleh pemerintah terhadap obat
 
Permendagri no.21 thn.2013 ttg fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkotika
Permendagri no.21 thn.2013 ttg fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkotikaPermendagri no.21 thn.2013 ttg fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkotika
Permendagri no.21 thn.2013 ttg fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkotika
 
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak PidanaPerka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
 
Permensos no.26 thn.2012 ttg standar rehabilitasi sosial korban penyalahgunaa...
Permensos no.26 thn.2012 ttg standar rehabilitasi sosial korban penyalahgunaa...Permensos no.26 thn.2012 ttg standar rehabilitasi sosial korban penyalahgunaa...
Permensos no.26 thn.2012 ttg standar rehabilitasi sosial korban penyalahgunaa...
 
KMK No.2171 Thn.2011 ttg Tata Cara Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika ...
KMK No.2171 Thn.2011 ttg Tata Cara Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika ...KMK No.2171 Thn.2011 ttg Tata Cara Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika ...
KMK No.2171 Thn.2011 ttg Tata Cara Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika ...
 
Permenkes no.2415 thn.2011 ttg rehabilitasi medis pecandu, penyalahguna, dan ...
Permenkes no.2415 thn.2011 ttg rehabilitasi medis pecandu, penyalahguna, dan ...Permenkes no.2415 thn.2011 ttg rehabilitasi medis pecandu, penyalahguna, dan ...
Permenkes no.2415 thn.2011 ttg rehabilitasi medis pecandu, penyalahguna, dan ...
 
KMK No.1305 Thn.2011 ttg Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
KMK No.1305 Thn.2011 ttg Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)KMK No.1305 Thn.2011 ttg Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
KMK No.1305 Thn.2011 ttg Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
 
Perkembangan Implementasi PP Wajib Lapor Pecandu Narkotika
Perkembangan Implementasi PP Wajib Lapor Pecandu NarkotikaPerkembangan Implementasi PP Wajib Lapor Pecandu Narkotika
Perkembangan Implementasi PP Wajib Lapor Pecandu Narkotika
 
SOP PTRM Indonesia
SOP PTRM IndonesiaSOP PTRM Indonesia
SOP PTRM Indonesia
 
UU RI No.35 Thn.2009 tentang Narkotika
UU RI No.35 Thn.2009 tentang NarkotikaUU RI No.35 Thn.2009 tentang Narkotika
UU RI No.35 Thn.2009 tentang Narkotika
 
Permensos No.56 Thn.2009 ttg Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Penyala...
Permensos No.56 Thn.2009 ttg Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Penyala...Permensos No.56 Thn.2009 ttg Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Penyala...
Permensos No.56 Thn.2009 ttg Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Penyala...
 
Peranan Kementerian Kesehatan RI dalam Kebijakan Nasional Rehabilitasi Penyal...
Peranan Kementerian Kesehatan RI dalam Kebijakan Nasional Rehabilitasi Penyal...Peranan Kementerian Kesehatan RI dalam Kebijakan Nasional Rehabilitasi Penyal...
Peranan Kementerian Kesehatan RI dalam Kebijakan Nasional Rehabilitasi Penyal...
 
Perda No.4 Thn.2009 ttg Sistem Kesehatan Daerah DKI Jakarta
Perda No.4 Thn.2009 ttg Sistem Kesehatan Daerah DKI JakartaPerda No.4 Thn.2009 ttg Sistem Kesehatan Daerah DKI Jakarta
Perda No.4 Thn.2009 ttg Sistem Kesehatan Daerah DKI Jakarta
 
UU RI No.11 Thn.2009 ttg Kesejahteraan Sosial
UU RI No.11 Thn.2009 ttg Kesejahteraan SosialUU RI No.11 Thn.2009 ttg Kesejahteraan Sosial
UU RI No.11 Thn.2009 ttg Kesejahteraan Sosial
 
Renstra Kementerian Sosial RI Thn. 2010-2014
Renstra Kementerian Sosial RI Thn. 2010-2014Renstra Kementerian Sosial RI Thn. 2010-2014
Renstra Kementerian Sosial RI Thn. 2010-2014
 
Renstra Kementerian Kesehatan RI Thn 2010-2014
Renstra Kementerian Kesehatan RI Thn 2010-2014Renstra Kementerian Kesehatan RI Thn 2010-2014
Renstra Kementerian Kesehatan RI Thn 2010-2014
 
Profil Jaringan Metadon Indonesia (JIMI)
Profil Jaringan Metadon Indonesia (JIMI)Profil Jaringan Metadon Indonesia (JIMI)
Profil Jaringan Metadon Indonesia (JIMI)
 
Methadone Clinical Guidelines
Methadone Clinical GuidelinesMethadone Clinical Guidelines
Methadone Clinical Guidelines
 
Yang Perlu Anda Ketahui tentang PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)
Yang Perlu Anda Ketahui tentang PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)Yang Perlu Anda Ketahui tentang PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)
Yang Perlu Anda Ketahui tentang PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)
 
UU RI Nomor 36 Tahun 2009 ttg Kesehatan
UU RI Nomor 36 Tahun 2009 ttg KesehatanUU RI Nomor 36 Tahun 2009 ttg Kesehatan
UU RI Nomor 36 Tahun 2009 ttg Kesehatan
 

Kürzlich hochgeladen

Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptxHR MUSLIM
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 

Perka BNN RI No.2 Thn.2011 ttg Tata Cara Penanganan Tersangka atau Terdakwa Penyalahguna, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika

  • 1. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA ATAU TERDAKWA PENYALAHGUNA, KORBAN PENYALAHGUNAAN, DAN PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyalahgunaan Narkotika di Indonesia sudah pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan oleh karena itu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika dan Perkursor Narkotika perlu terus ditingkatkan dengan tetap memperhatikan hak Penyalah Guna, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika memperoleh pelayanan kesehatan melalui Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial; b. bahwa Penyalah Guna, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika yang ditetapkan sebagai Tersangka atau Terdakwa dalam perkara tindak pidana Narkotika dan Perkursor Narkotika selama proses peradilan perlu penanganan secara khusus melalui penempatannya dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial guna memperoleh pengobatan dan perawatan dalam rangka pemulihan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional tentang Tata Cara Penanganan Tersangka atau Terdakwa Penyalah Guna, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika. Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Bagi Pecandu Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5211); 3. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional; 4. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional;
  • 2. 5. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota. MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL TENTANG TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA ATAU TERDAKWA PENYALAH GUNA, KORBAN PENYALAHGUNAAN, DAN PECANDU NARKOTIKA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. 2. Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan Narkotika. 3. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. 4. Keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat kesatu. 5. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan Penyalah Guna dari ketergantungan Narkotika. 6. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar mantan Penyalah Guna dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. 7. Pemohon adalah Penyalah Guna, keluarga, kuasa hukum, atau Penyidik. 8. Badan Narkotika Nasional yang selanjutnya disingkat BNN adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. 9. Tersangka Penyalah Guna, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika selanjutnya disebut Tersangka adalah Penyalah Guna yang perkaranya sedang dalam proses penyidikan oleh Penyidik.
  • 3. 10. Terdakwa Penyalah Guna, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika selanjutnya disebut Terdakwa adalah Penyalah Guna yang perkaranya sedang dalam proses penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. 11. Penyidik adalah Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik BNN. Pasal 2 Maksud dan Tujuan Peraturan ini adalah: a. menjadi pedoman teknis dalam penanganan Penyalah Guna yang ditetapkan sebagai Tersangka atau Terdakwa untuk dapat menjalani Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial selama proses peradilan; b. pelaksanaan penempatan Tersangka atau Terdakwa dalam lembaga yang menyelenggarakan Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial dapat dilakukan secara tepat, transparan, dan akuntabel. BAB II PERMOHONAN Bagian Kesatu Tata Cara Pengajuan Permohonan Pasal 3 (1) Tersangka atau Terdakwa yang sedang dalam proses peradilan dalam perkara tindak pidana Narkotika dan Perkursor Narkotika dapat menjalani Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial di luar rumah tahanan negara berdasarkan permohonan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh Pemohon kepada Penyidik, Jaksa Penuntut Umum, atau Hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan perkara. Pasal 4 (1) Dalam hal permohonan diajukan kepada Penyidik, tembusan permohonan disampaikan kepada Kepala BNN. (2) Permohonan yang diajukan kepada Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta berkas permohonan disampaikan melalui Loket Pelayanan Rehabilitasi BNN. Pasal 5 Permohonan yang diajukan kepada Penyidik sekurang-kurangnya harus memuat:
  • 4. a. identitas Pemohon; b. hubungan Pemohon dengan Tersangka; dan c. uraian pokok perkara yang disusun secara kronologis. Pasal 6 (1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditandatangani oleh Pemohon di atas Materai 6000 dan dibuat rangkap 4 (empat) dengan melampirkan: a. pas photo Tersangka; b. fotokopi Kartu Keluarga; c. fotokopi KTP/ SIM Pemohon dan fotokopi KTP/SIM Tersangka; d. fotokopi surat nikah apabila Tersangka adalah suami/Istri; e. fotokopi surat kuasa khusus, apabila pemohon adalah kuasa hukum; f. fotokopi surat penangkapan; g. fotokopi surat penahanan; h. surat keterangan dari tempat yang bersangkutan pernah atau sedang menjalani Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial; i. surat permohonan dari Penyidik untuk melakukan pemeriksaan kesehatan/psikiatri terhadap Tersangka; j. surat pernyataan bahwa dalam pengurusan permohonan tidak dipungut biaya. (2) Pemohon harus menunjukkan surat penangkapan dan/atau penahanan asli untuk mengecek kesesuaian fotokopi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan huruf g. (3) Format surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. Pasal 7 Tata cara pengajuan permohonan dan persyaratan permohonan yang diajukan kepada Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim sesuai dengan peraturan perundang-undangan instansi yang bersangkutan. BAB III
  • 5. PENANGANAN Bagian Kesatu Pembentukan Tim Pasal 8 (1) Untuk menangani permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Kepala BNN membentuk Tim Penanganan Penyalah Guna yang selanjutnya disebut Tim. (2) Susunan Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Kepala BNN sebagai Pelindung; b. Inspektur Utama BNN sebagai Pengawas; c. Sekretaris Utama BNN sebagai Penasehat; d. Deputi Rehabilitasi BNN sebagai Penanggung jawab; e. Deputi Hukum dan Kerja Sama BNN sebagai Ketua Tim; f. Deputi Pemberantasan BNN sebagai Koordinator Kajian Jaringan Narkotika; g. Direktur Penguatan Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat BNN sebagai Koordinator Kajian Medis; h. Direktur Hukum Deputi Hukum dan Kerjasama BNN sebagai Koordinator Kajian Hukum; dan i. Perwakilan dari Deputi Bidang Pemberantasan BNN, Deputi Bidang Rehabilitasi BNN, dan Direktorat Hukum Deputi Bidang Hukum dan Kerjasama BNN sebagai Sekretaris dan Anggota Tim. Pasal 9 (1) Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 mempunyai tugas melakukan: a. asesmen dan kajian medis, psiko, dan sosial terhadap Tersangka atau Terdakwa; b. kajian jaringan Narkotika mengenai keterkaitan tindak pidana dengan Tersangka atau Terdakwa; dan c. kajian hukum. (2) Pelaksanaan asesmen dan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
  • 6. a. tim dokter yang bertugas melakukan asesmen dan kajian medis, psiko, dan sosial; b. tim penyidik yang bertugas melakukan kajian jaringan Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan c. tim bantuan hukum yang bertugas melakukan kajian hukum. Pasal 10 (1) Hasil asesmen dan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 digunakan sebagai bahan pertimbangan Tim dalam mengambil keputusan terhadap permohonan. (2) Hasil asesmen dan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Prosedur Kerja Tim Pasal 11 (1) Tim yang menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meneruskan berkas permohonan kepada Ketua Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e, dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak menerima permohonan. (2) Tim meneliti kelengkapan persyaratan dokumen permohonan, melakukan pembagian tugas dan membentuk tim untuk melakukan asesmen dan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2). (3) Tim menyelenggarakan rapat pemeriksaan permohonan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal menerima berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Tim asesmen dan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaksanakan tugasnya dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja. Pasal 12 (1) Asesmen dan kajian medis dan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a dikoordinasikan oleh Koordinator Kajian Medis. (2) Kajian jaringan Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b dikoordinasikan oleh Koordinator Kajian Jaringan Narkotika dan Prekursor Narkotika. (3) Kajian hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c dikoordinasikan oleh Koordinator Kajian Hukum.
  • 7. Pasal 13 (1) Asesmen dan kajian medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), meliputi: a. wawancara, tentang riwayat kesehatan, riwayat penggunaan Narkotika, riwayat pengobatan dan perawatan, riwayat keterlibatan pada tindak kriminalitas, riwayat psikiatris, serta riwayat keluarga dan sosial Tersangka; b. observasi atas perilaku Tersangka atau Terdakwa; dan c. pemeriksaan fisik dan psikis. (2) Asesmen dan kajian medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di kantor BNN. (3) Format Asesmen dan kajian medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. Pasal 14 (1) Kajian jaringan Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), meliputi: a. pencocokan identitas Tersangka, antara lain : photo, sidik jari, ciri-ciri fisik, dan nama/alias, dengan data jaringan Narkotika yang ada di database Deputi Bidang Pemberantasan BNN; b. analisis data intelijen terkait, jika ada; dan c. telaahan Berita Acara Pemeriksaan Tersangka atau Terdakwa yang terkait lainnya. (2) Format Kajian jaringan Narkotika dan Prekursor Narkotika, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. Pasal 15 (1) Kajian hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), meliputi: a. telaahan hasil asesmen dan hasil kajian medis serta hasil kajian jaringan Narkotika dan Prekursor Narkotika; b. telaahan Berkas Perkara Tersangka; c. telaahan penerapan pasal-pasal Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan ketentuan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan Dan Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial; dan
  • 8. d. pembuatan pendapat hukum. (2) Format Kajian Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV Loket Pelayanan Rehabilitasi BNN yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. Pasal 16 (1) Dalam melakukan asesmen dan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15, Tim dapat meminta keterangan kepada Tersangka atau Terdakwa dan pihak lain yang terkait. (2) Setiap rapat-rapat pelaksanaan asesmen dan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan Berita Acara Rapat yang ditandatangani oleh koordinator tim. (3) Format Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. Pasal 17 Hasil asesmen dan kajian medis, hasil kajian jaringan Narkotika dan Prekursor Narkotika, dan hasil kajian hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15 dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Koordinator Tim. Pasal 18 Hasil asesmen dan kajian medis, hasil kajian jaringan Narkotika dan Prekursor Narkotika, dan hasil kajian hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 di sampaikan kepada Ketua Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf e paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah penandatanganan Berita Acara Asesmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. Pasal 19 (1) Ketua Tim mengadakan rapat pengambilan keputusan terhadap permohonan paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal menerima hasil asesmen dan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. (2) Dalam pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Tim mempertimbangkan hasil pelaksanaan tugas asesmen dan kajian tim sebagaimana dimaksud tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. Pasal 20 (1) Dalam hal Tim menolak permohonan, penolakan tersebut diberitahukan kepada Pemohon disertai alasan penolakan.
  • 9. (2) Dalam hal permohonan dikabulkan, Tim memberikan rekomendasi penempatan Tersangka dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial. (3) Untuk kepentingan kesehatan Tersangka, rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan setelah Tim melakukan asesmen dan kajian medis. (4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan dalam bentuk Surat Keterangan yang ditandatangani oleh Ketua Tim. (5) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Pemohon. (6) Format rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan ini. Pasal 21 Tata cara penanganan permohonan yang diajukan kepada Penyidik, Jaksa Penuntut Umum atau Hakim sesuai dengan peraturan perundang-undangan instansi yang bersangkutan. BAB IV TATA CARA PENEMPATAN Pasal 22 (1) Penempatan Tersangka atau Terdakwa dalam lembaga yang menyelenggarakan Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial hanya dilaksanakan berdasarkan rekomendasi dari Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4). (2) Penempatan dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik dalam lembaga Rehabilitasi yang ditunjuk oleh Pemerintah, dengan dilengkapi Berita Acara Penempatan yang ditandatangani Penyidik, pimpinan lembaga, dan 2 (dua) orang saksi. Pasal 23 (1) Tata cara penempatan Tersangka atau Terdakwa dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial yang dilakukan oleh Penyidik atau Jaksa Penuntut Umum sesuai dengan peraturan perundangundangan instansi yang bersangkutan. (2) Penempatan Tersangka atau Terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam lembaga yang dikelola atau dibina oleh BNN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) atau dalam lembaga lainnya yang ditetapkan Menteri Kesehatan dan Menteri Sosial berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Bagi Pecandu Narkotika.
  • 10. Pasal 24 (1) Keamanan Tersangka atau Terdakwa yang ditempatkan dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) menjadi tanggung jawab Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan perkara. (2) Keamanan Tersangka atau Terdakwa menjadi tanggung jawab BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila Tersangka atau Terdakwa ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi yang dikelola oleh BNN. BAB V KERJA SAMA Pasal 25 (1) Penyidik Kepolisian Republik Indonesia untuk kepentingan penyidikan, Jaksa Penuntut Umum untuk kepentingan penuntutan, dan Hakim untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, dapat meminta bantuan kepada Kepala BNN untuk melakukan asesmen dan kajian medis terhadap Tersangka atau Terdakwa. (2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Koordinator Kajian Medis BNN. (3) Bantuan asesmen dan kajian medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Peraturan ini dan hasilnya diserahkan kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Penuntut Umum, atau Hakim dengan pembuatan Berita Acara. (4) Biaya bagi penyelenggaraan asesmen dan kajian medis terhadap Tersangka atau Terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada mata anggaran instansi yang meminta bantuan. BAB VI KETENTUAN LAIN Pasal 26 (1) Tersangka atau Terdakwa yang diduga sebagai pengedar Narkotika dan/atau Prekursor Narkotika tetap ditahan di rumah tahanan BNN. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula terhadap Tersangka atau Terdakwa yang terbukti memiliki Narkotika melebihi jumlah tertentu dan terbukti positif memakai Narkotika sesuai hasil tes urine, darah atau rambut serta surat keterangan Dokter.
  • 11. (3) Tersangka atau Terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tetap mendapatkan pengobatan dan perawatan dalam rangka pemulihan baik secara medis maupun sosial. Pasal 27 Penentuan pemilikan Narkotika dalam jumlah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2009 tentang Narkotika dan ketentuan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan Dan Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial. Pasal 28 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 berlaku terhadap Tersangka atau Terdakwa Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang sudah cukup umur, telah melapor, serta sudah menjalani Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial 2 (dua) kali sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Bagi Pecandu Narkotika. Pasal 29 Tersangka yang menderita HIV/Aids, Hepatitis C dan gangguan jiwa ganda (dual diagnosis) yang bersangkutan harus menjalani pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit Pemerintah dengan biaya ditanggung oleh pemerintah atau rumah sakit swasta dengan biaya sendiri. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar Setiap orang mengetahuinya, Peraturan ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta, Pada tanggal 18 Mei 2011 KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, Ttd. GORIES MERE
  • 12. Diundangkan di Jakarta, Pada tanggal 12 September 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Ttd. PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 578