SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 55
Achmad Badaruddin 1
CV Abe Kreatifindo
ANALISIS PERMENDIKBUD NO 111 TAHUN 2014
TENTANG
BIMBINGAN DAN KONSELING
PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN
MENENGAH
A. Perundangan
Perundang-undangan (legislation atau gesetzbung)
dalam Aziz (2011: 13) mempunyai dua pengertian
berbeda, yaitu:
1. Perundang-undangan sebagai sebuah proses
pembentukan atau proses membentuk
peraturan-peraturan negara, baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah;
2. Perundang-undangan sebagai segala peraturan
negara, yang merupakan hasil proses
pembentukan peraturan-peraturan, baik di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Achmad Badaruddin 2
CV Abe Kreatifindo
Dengan demikian perundang-undangan memiliki
hirarki. Norma hukum berjenjang-jenjang, berlapis-
lapis dalam suatu hierarki tata susunan. Suatu norma
hukum selalu berlaku, bersumber, dan berdasar pada
norma hukum di atasnya, tetapi ke bawah norma
hukum itu juga menjadi sumber/dasar bagi norma
hukum di bawahnya (Hans Kelsen dalam Aziz, 2011:
17).
Adapun jenis & hirarki peraturan perundang-
undangan yang dicantumkan pada pasal 7 ayat (1) UU
No. 10 Tahun 2004 adalah:
1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah
Walaupun demikian, peraturan dan keputusan
menteri juga diakui keberadaannya. Hal ini tertera
secara implisit pada pasal 7 ayat (4) UU No. 10 Tahun
2004, yaitu “Jenis peraturan perundang-undangan lain
Achmad Badaruddin 3
CV Abe Kreatifindo
selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi”. Dalam
penjelasan pasal demi pasal dijelaskan jenis peraturan
perundang-undangan selain ketentuan ini, antara lain,
peraturan yang dikeluarkan oleh MPR dan DPR,
DPD, MA, MK, BPK, Bank Indonesia, Menteri,
Kepala Badan, Lembaga atau Komisi yang setingkat
yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah
atas perintah UU, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD
Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau
setingkat.
Sementara pada pasal 56 UU No. 10 Tahun 2004
memaparkan bahwa semua keputusan keputusan
Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Menteri,
Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota,
atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana yang
dimaksud pada pasal 54 yang sifatnya mengatur, yang
sudah ada sebelum UU ini, harus dibaca peraturan,
sepanjang tidak bertentangan dengan UU ini.
Achmad Badaruddin 4
CV Abe Kreatifindo
Apabila dilihat dari peraturan tersebut, materi
tersebut juga mengandung hirarki yang dijadikan
dasar pembagian. Hal ini juga didukung oleh Aziz
(2011: 112) bahwa pembagian materi pokok ke dalam
kelompok yang lebih kecil dilakukan kriteria yang
dijadikan dasar pembagian, yaitu:
1. Pembagian berdasarkan hak atau kepentingan
yang dilindungi
2. Pembagian berdasarkan urutan/kronologis
3. Pembagian berdasarkan urutan jenjang jabatan
Maka disimpulkan bahwa perundangan memiliki
hirarki/tingkatan/urutan termasuk materi
perundangannya.
Penjelasan tersebut dirincikan pada peraturan
perundang-undangan yang merupakan peraturan
tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum,
yakni UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
Achmad Badaruddin 5
CV Abe Kreatifindo
Hal ini dibahas untuk mengidentifikasi peraturan
yang akan dibahas, yaitu Permendikbud No. 111
Tahun 2014. Peraturan tersebut dikeluarkan oleh
lembaga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
RI. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka
peraturan menteri tersebut berada di bawah UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-
Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan
Presiden.
Agar permendikbud tersebut diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Apabila
dilihat dari konsiderans yang telah ditandatangani
tersebut, perundang-undangan yang lebih tinggi yang
dimaksud, yakni:
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
Achmad Badaruddin 6
CV Abe Kreatifindo
2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5410);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4941);
4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah beberapa kali diubah
Achmad Badaruddin 7
CV Abe Kreatifindo
terakhir dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2014;
5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tata kerja Kementerian
Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014;
B. Landasan Hukum Bimbingan dan Konseling
Meskipun perundangan yang lebih tinggi yang
dijadikan landasan dalam Permendikbud No. 111
Tahun 2014, sebenarnya masih ada peraturan yang
lebih tinggi lainnya yang berkaitan dengan bimbingan
dan konseling terabaikan seperti:
1. UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen
2. Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008
tentang guru
Kemudian peraturan lain yang menjadi
pertimbangan dalam konsiderans permendikbud ini
sebagai berikut:
Achmad Badaruddin 8
CV Abe Kreatifindo
1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Konselor;
2. Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013
tentang Standar Kompetensi Lulusan
Pendidikan Dasar dan Menengah;
3. Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013
tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan
Menengah;
4. Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2014
tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/
Madrasah Ibtidaiyah;
5. Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014
tentang Kurikulum 2013 Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah;
6. Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 59 Tahun 2014
Achmad Badaruddin 9
CV Abe Kreatifindo
tentang Kurikulum 2013 Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah;
7. Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2014
tentang Kurikulum 2013 Sekolah
Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah
Kejuruan;
Sementara masih ada beberapa peraturan lain
yang secara ekspilisit terabaikan, yaitu:
1. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi
Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan
Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya
2. Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 81 A tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum 2013
Achmad Badaruddin 10
CV Abe Kreatifindo
C. Kajian terhadap peraturan Bimbingan dan
Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah
1. Konselor pada Pendidikan Dasar dan Menengah
Dalam Permendikbud No. 111 Tahun 2014
menjelaskan bahwa Permendiknas Nomor 27 Tahun
2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Konselor yaitu Sarjana Pendidikan (S-1)
dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah
lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan
Konseling/Konselor. Padahal secara jelas dalam
peraturan SKAKK tersebut tidak menyebutkan
sedikitpun tentang Pendidikan Profesi Guru
Bimbingan dan Konseling melainkan Konselor.
Kelemahan dalam aturan tentang SKAKK tersebut
adalah disebutkannya penyelenggara pendidikan yang
satuan pendidikannya mempekerjakan konselor wajib
menerapkan standar kualifikasi akademik dan
kompetensi konselor sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri paling lambat 5 tahun setelah
Peraturan Menteri ini mulai berlaku. Dengan kata
lain, satuan pendidikan yang tidak mempekerjakan
Achmad Badaruddin 11
CV Abe Kreatifindo
Konselor, tidak wajib menerapkan standar kualifikasi
tersebut. Hal ini berarti satuan pendidikan yang
mempekerjakan Guru Bimbingan dan Konseling tidak
wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan
kompetensi konselor. Di samping itu, standar
kualifikasi yang dimaksud adalah konselor untuk
satuan pendidikan bukanlah konselor umum. Karena
konsiderans Permendikbud tentang SKAKK tersebut
mengacu kepada peraturan pemerintah No. 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kompetensi yang dimaksud dalam peraturan tersebut
adalah kompetensi pedagogi, pribadi, sosial dan
profesional. Kemudian Kualifikasi Konselor adalah
tamatan S1 BK ditambah telah menyelasaikan PPK.
Kompetensi tersebut ternyata hanya diperuntukkan
pendidik pada satuan pendidikan anak usia dini, dasar
dan menengah saja. Sementara dalam Pedoman Dasar
Standardisasi Profesi Konseling yang diterbitkan
DIRJEN DIKTI pada tahun 2004, Program
Pendidikan Profesi Konselor, tujuan tamatan PPK
pada program Spesialis I adalah Konselor Umum.
Jelaslah, ini tidak sesuai. Apabila kita kutip secara
Achmad Badaruddin 12
CV Abe Kreatifindo
langsung, dapat dilihat dari Pasal 28 pada Standar
Nasional Pendidikan tersebut sebagai berikut:
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan
anak usia dini meliputi: a. Kompetensi pedagogik; b.
Kompetensi kepribadian; c. Kompetensi profesional;
dan d. Kompetensi sosial.
Dengan demikian, penggunaan istilah guru
sebagai pelaksana konseling adalah salah satu
kerancuan, yaitu bahasa. Hal ini terkesan konseling
adalah mata pelajaran. Sementara konseling itu tidak
mengajar. Seharusnya mata pelajaran itu sejajar
dengan mata layanan atau biasanya dikenal dengan
jenis layanan. Lagipula menurut ABKIN (2008: 14)
bahwa UU Nomor 14 tahun 2005 yang hanya
mengatur keberadaan guru dan dosen yang, sesuai
dengan peruntukannya, hanya mengatur kompetensi
dan sertifikasi guru dan dosen, yang keduanya
menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks
layanan pembelajaran sebagai konteks layanan
pembelajaran yang mendidik.
Achmad Badaruddin 13
CV Abe Kreatifindo
Sementara guru Bimbingan dan Konseling
berkewajiban melakukan kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya seperti yang tercantum di
PERMENPAN No. 16 Tahun 2009 tentang Hak dan
Kewajiban Guru dalam jabatan Fungsional, yaitu:
a. menyusun kurikulum bimbingan dan
konseling;
b. menyusun silabus bimbingan dan
konseling;
c. menyusun satuan layanan bimbingan dan
konseling;
d. melaksanakan bimbingan dan konseling per
semester;
e. menyusun alat ukur/lembar kerja program
bimbingan dan konseling;
f. mengevaluasi proses dan hasil bimbingan
dan konseling;
g. menganalisis hasil bimbingan dan
konseling;
h. melaksanakan pembelajaran/perbaikan
tindak lanjut bimbingan dan konseling
dengan memanfaatkan hasil evaluasi;
Achmad Badaruddin 14
CV Abe Kreatifindo
i. menjadi pengawas penilaian dan evaluasi
terhadap proses dan hasil belajar tingkat
sekolah dan nasional;
j. membimbing guru pemula dalam program
induksi;
k. membimbing siswa dalam kegiatan
ekstrakurikuler proses pembelajaran;
l. melaksanakan pengembangan diri;
m. melaksanakan publikasi ilmiah; dan
n. membuat karya inovatif.
Namun dalam PERMANPAN tersebut tidak
diperinci kegiatan untuk konselor. Selain itu, dalam
PERMENPAN tersebut, Beban kerja Guru bimbingan
dan konseling/konselor adalah mengampu bimbingan
dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh)
peserta didik dalam 1 (satu) tahun. Kemudian
Konselor dapat dikatakan sebagai guru. Hal ini
diperkuat dalam PERMENPAN tersebut pada pasal 3
yang mengklasifikasikan guru menjadi 3 jenis, yakni
guru kelas, guru mata pelajaran dan Guru Bimbingan
dan Konseling/Konselor.
Namun dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003
pasal 1 ayat 6, menyatakan konselor itu berbeda
Achmad Badaruddin 15
CV Abe Kreatifindo
dengan guru. Jika dikutip langsung bahwa Pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan
lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Dengan demikian jelas konselor tidak termasuk
golongan guru seperti tenaga kependidikan yang
lainnya. Seperti dosen bukanlah guru. Pamong belajar
bukanlah guru. Dan begitu seterusnya. Namun sama-
sama dapat disebut sebagai pendidik. Berarti
pemerintah belum konsisten dalam mengidentifikasi
konselor.
Secara terminologi, konselor dalam KBBI Umi
& Windy (2006) adalah penasehat, orang yang
memberi advis, anggota perwakilan di luar negeri,
kedudukannya di bawah duta besar dan bertindak
sebagai pembantu utama kepala perwakilan. Dalam
permendikbud ini dan secara teori, konselor adalah
sosok profesional yang memiliki keahlian dalam
bidang konseling. Sementara menurut Prayitno (2004:
105), konseling dirumuskan dari berbagai teori
Achmad Badaruddin 16
CV Abe Kreatifindo
sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli
kepada individu yang sedang mengalami sesuatu
masalah yang bermuara pada teratasinya masalah
tersebut. Seorang ahli yang dimaksud adalah
konselor. Dewasa ini, konseling yang dimaksud
dalam konseling integritas adalah pelayanan bantuan
oleh tenaga profesional kepada seseorang atu
sekelompok individu untuk pengembangan kehidupan
efektif sehari-hari dan penanganan kehidupan efektf
sehari-hari yang terganggu dengan fokus pribadi
mandiri yang mampu mengendalikan diri melalui
penyelenggaraan berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung dalam proses pembelajaran. Jadi, menurut
Prayitno, Konselor adalah tenaga ahli/profesional
yang memberikan pelayanan bantuan berupa
pelayanan dan kegiatan pendukung dalam
peningkatan kualitas hidup, mengentaskan
permasalahan kehidupan, meningkatkan
kemandirian, dan memantapkan pengendalian diri
kepada seseorang atau sekelompok orang yang
membutuhkannya sebagai proses pembelajaran.
Achmad Badaruddin 17
CV Abe Kreatifindo
Dalam kode etik profesi konseling di Indonesia,
Profesi konseling merupakan usaha pelayanan
terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina
warga negara yang bertanggung jawab dan tuntutan
profesi mengacu kepada kebutuhan dan kebahagiaan
klien sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Sementara menurut ACA, praktik konseling
profesional adalah aplikasi kesehatan mental, prinsip-
prinsip psikologis atau perkembangan manusia,
melalui intervensi kognitif, afektif, perilaku, atau
sistemik; strategi untuk menangani kesejahteraan,
pertumbuhan pribadi, atau perkembangan karier, serta
kelainan. Selain mendefinisikan konseling secara
umum, ACA dalam Gladding (2012: 8) juga
mendefinisikan spesialisasi konseling profesional,
yang merupakan bidang dalam konseling yang
memiliki fokus lebih tajam dan membutuhkan
pengetahuan lebih mendalam di bidang konseling.
Apapun definisi konseling yang akan digunakan,
tetap saja definisi yang akan digunakan dalam
peraturan ini seharusnya mempertimbangkan
peraturan diatasnya, seperti UU Sistem Pendidikan
Achmad Badaruddin 18
CV Abe Kreatifindo
Nasional No. 20 tahun 2003, bahwa orang yang
berkualifikasi konselor dapat bekerja sebagai tenaga
pendidik. Meski tidak disebutkan harus berkualifikasi
konselor spesialis pendidikan, maka definisi dan
tujuan konseling pada ranah pendidikan disesuaikan
dengan definisi dan tujuan pendidikan nasional itu
sendiri yang tertuang pada undang-undang tersebut
dengan pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Sementara pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
Achmad Badaruddin 19
CV Abe Kreatifindo
menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Sehingga konseling pendidikan di Indonesia dapat
didefinisikan sebagai pelayanan profesional oleh
konselor pendidikan kepada peserta didik sebagai
konseli melalui program layanan yang dimanajemen
sedemikian rupa sebagai penerapan prinsip-prinsip
berbagai disiplin ilmu terutama psikologi, sosiologi,
antropologi, biologi dan pedagogi yang berdasarkan
kebutuhan dan perkembangan peserta didik secara
sistematis, berkesinambungan dan mutakhir yang
terintegrasi dalam kurikulum pendidikan agar dapat
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
peserta didik; agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara; dan agar peserta peserta didik
menjadi manusia yang sehat, berilmu, cakap, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Dengan kata lain, konselor juga
Achmad Badaruddin 20
CV Abe Kreatifindo
dapat dijadikan indikator atau evaluator keberhasilan
tujuan pendidikan nasional terhadap peserta didik di
masing-masing satuan pendidikan.
Jika diperhatikan dari hakikatnya, konseling
pendidikan adalah andalan utama revolusi mental
yang dicanangkan oleh Presiden dan Wakil Presiden
Periode 2014-2019 dimana inti dari revolusi mental
adalah sehat, cerdas dan budi pekerti. Dengan
demikian, pemerintah dapat memberdayakan konselor
pendidikan tersebut sebagai komponen utama dalam
revolusioner pada revolusi mental dengan membantu
untuk meningkatkan kapasitas konselor dan membuka
kesempatan seluas-luasnya disertai fasilitas yang
cukup, posisi/jabatan yang tepat dan kompensasi yang
memadai dalam penyelenggaraan konseling di
Indonesia terutama di bidang pendidikan. Sehubungan
dengan itu, kesejahteraan konselor pendidikan juga
menjadi penentu kualitas layanan nanti sehingga perlu
diperhatikan sesuai tanggung jawab yang diberikan.
Untuk istilah klien & konseli, sebagai penerima
pelayanan konseling akan lebih cocok mengunakan
istilah “konseli” di Indonesia. Sebab pada kamus
Achmad Badaruddin 21
CV Abe Kreatifindo
besar Bahasa Indonesia, konseli adalah orang yang
mencari (membutuhkan) advis atau nasihat
(konseling) sedangkan klien adalah pembeli,
pelanggan; orang yang mendapatkan bantuan hukum
dari seseorang pengacara.
2. Pendidikan Profesi Konselor
Di lain hal, munculnya istilah guru BK dan
Konselor secara bersamaan di peraturan ini, jelas
hanya mempertahankan kerancuan dan berusaha
menyenangkan beberapa pihak. Seharusnya pada
peraturan ini dapat menegaskan apa istilah yang akan
dipakai, guru BK atau Konselor. Karena pada
hakikatnya tidak ada perbedaan yang signifikan.
Perbedaan yang mencolok hanya pada istilah, gelar
dan orientasi karir. Tugas dan wewenang keduanya
adalah sama seperti yang dibahas sebelumnya. Perlu
adanya ketegasan mengenai profesi ini.
Apabila merujuk kepada Peraturan Presiden No.
8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia dan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Achmad Badaruddin 22
CV Abe Kreatifindo
Kebudayaan Republik Indonesia No.73 Tahun 2013
tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia, ada 3 jenjang jenis pendidikan profesi
setelah S1, yakni Pendidikan Profesi, Pendidikan
Spesialis Satu dan Pendidikan Spesialis dua. Maka
seharusnya konseling yang diadakan di sekolah
dilaksanakan oleh ahlinya, yaitu konselor pendidikan
atau konselor sekolah, konselor yang telah mengikuti
pendidikan konselor spesialis. Apabila diurutkan
jenjang pendidikan profesinya adalah S1 Konseling,
kemudian melanjutkan pendidikan profesi untuk gelar
konselor umum, selanjutnya menempuh pendidikan
spesialis satu, yaitu spesialis pendidikan dan terakhir
spesialis dua, yaitu dengan pilihan spesialis SD,
SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan pendidikan tinggi.
Sementara Gladding (2012: 8) yang juga mantan
Ketua ACA mengemukakan spesialisasi profesi
konseling di Amerika, antara lain konseling sekolah,
mahasiswa, perkawinan, kesehatan mental,
rehabilitasi, lansia, kecanduan, dan karier. Sedangkan
spesialisasi menurut Dasar Standardisasi Profesi
Konseling (2004: 32), spesialisasi seperti konseling
Achmad Badaruddin 23
CV Abe Kreatifindo
karir, konseling pendidikan, konseling keluarga, dan
konseling keagamaan. Sebaiknya spesialisasi profesi
konseling diklasifikasikan berdasarkan masalah yang
dialami dalam pelbagai setting kehidupan yang
dihadapi manusia itu sendiri ataupun sasaran konseli
pada bidang tertentu, seperti konseling pendidikan,
konseling kesehatan, konseling agama, konseling
sosial masyarakat, konseling ekonomi kerakyatan,
konseling lintas budaya, konseling bisnis, konseling
politik, konseling hukum, hukum konseling,
konseling pertahanan, konseling keamanan, konseling
internasional dan sebagainya. Menurut ACA
(Assosiasi Konselor Amerika), menjadi spesialis
adalah berdasarkan premis bahwa semua “konselor
spesialis profesional harus terlebih dahulu memenuhi
persyaratan sebagai praktisi umum dalam konseling
profesional”. Maka untuk menjadi konselor spesialis
pendidikan seharusnya menempuh pendidikan profesi
konselor atau menjadi konselor umum terlebih
dahulu.
Achmad Badaruddin 24
CV Abe Kreatifindo
Namun untuk mempermudahnya, sebaiknya
kewajiban untuk mengikuti pendidikan profesi
dilakukan setelah resmi diangkat sebagai PNS atau
pengawai tetap di instansi swasta. Sedangkan
pendidikan spesialisasi diikuti setelah beberapa tahun
mengumpulkan angka kredit disesuaikan dengan
kenaikan pangkat dan mendapatkan rekomendasi pada
instansi tempat bekerja untuk mendapat beban
tanggung jawab dan gaji yang berbeda. Begitu pula
selanjutnya untuk pengambilan pendidikan spesialis
dua. Sehingga pendidikan profesi yang diikuti lebih
bermanfaat dan sinkron dengan pekerjaan yang
digeluti. Sebab apabila seseorang yang lulus
pendidikan profesi ataupun spesialis belum tentu
bekerja sesuai bidangnya. Dengan demikian, jenjang
karir profesi konseling menjadi lebih mudah, tertata
dan terarah.
Berdasarkan peraturan menyangkut KKNI
(Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) tersebut,
mesti tegas mana yang akan diakui PPG BK atau
PPK. Keberadaan PPG BK dapat menimbulkan
Achmad Badaruddin 25
CV Abe Kreatifindo
kerancuan dalam spesialisasi profesi konseling,
kecuali hal ini sama dengan perbedaan yang terjadi
pada Profesi Dokter dan Profesi Dokter Gigi. Apabila
PPG BK tetap diselenggarakan dan diakui sementara
PPK tidak, bagaimana dengan spesialisasi setelah
PPG BK tersebut atau bagaimana dengan pendidikan
profesi konselor umum dan konselor untuk setting
kehidupan lainnya. Atau konselor pada setting lainnya
diurusi oleh tamatan psikologi. Indikasinya adalah
profil lulusan S1 Psikologi yang bergelar sarjana
psikologi dapat bekerja dengan sebutan Konselor
seperti yang ditetapkan dalam Surat Keputusan
Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Psikologi
Indonesia No. 01/Kep/AP2TPI/2013 tentang
Kurikulum Inti Program Studi Psikologi (S1).
Apabila dilihat profesi yang masih serumpun
dengan konselor, yakni psikolog, ada beberapa hal
yang menjadi perhatian konselor agar dapat dijadikan
referensi ataupun rujukan kritis. Lebih lanjutnya,
Program pendidikan profesi psikologi menghasilkan
psikolog pada program studi psikologi profesi.
Achmad Badaruddin 26
CV Abe Kreatifindo
Sedangkan spesialisasinya atau bidang minatnya
adalah psikologi industri dan organisasi, psikologi
klinis, psikologi klinis anak, psikologi klinis dewasa,
psikologi pendidikan dan bidang minat lain yang
disepakati asosiasi penyelenggara pendidikan tinggi
psikologi bersama Himpunan Psikologi Indonesia.
Area pengetahuan psikologi pendidikan adalah
menunjukkan pemahaman terhadap pengetahuan
dasar terutama teori dan pendekatan terhadap belajar;
menunjukkan pemahaman mengenai prinsip, konsep
dasar dan metode dalam asesmen psikologi;
menunjukkan pemahaman mengenai prinsip
intervensi (konseling, psikoedukasi, dan terapi); dan
mentransfer pengetahuan psikologi pada kegiatan
pendidikan dan masyarakat sesuai kode etik Psikologi
Indonesia seperti yang ditetapkan dalam Surat
Keputusan Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Tinggi
Psikologi Indonesia No. 03/Kep/AP2TPI/2013 dan
Himpunan Psikologi Indonesia No. 003/PP-
Himpsi/IV/13 tentang Kurikulum Program Studi
Psikologi Profesi. Dapat disimpulkan bahwa psikologi
pendidikan sangat fokus terhadap teori dan
Achmad Badaruddin 27
CV Abe Kreatifindo
pendekatan belajarnya. Sedangkan konseling
pendidikan yang dimaksud pada pembahasan
sebelumnya tidak hanya fokus kepada bidang belajar
tetapi juga kepribadian, mental, potensi dan
perkembangan peserta didik. Ini berarti ada tumpang
tindih kinerja disini. Sebaiknya pemerintah
mengeluarkan kebijakan untuk menertibkan
kerancuan ini.
Untuk memperkuat profesi konseling di
Indonesia, hendaknya ada kebijakan pemerintah,
yakni UU Konseling agar dapat mengadvokasi
keberadaan konseling di dunia pendidikan pada
khususnya dan setting lainnya pada umumnya.
Konselor belum memiliki payung hukum yang kuat
untuk tingkatan UU, sementara profesi lain
memilikinya seperti UU Guru dan Dosen, UU
Keperawatan, UU Advokat, UU Profesi Akuntan, UU
Pendidikan Kedokteran, UU Praktik Kedokteran, UU
Keinsinyuran, UU kesehatan, UU Kesehatan Jiwa dan
lain-lain. UU Profesi di negeri lain juga ditemukan
seperti Act 580 Counsellors Act 1998 amandamen
Achmad Badaruddin 28
CV Abe Kreatifindo
tahun 2006 di Malaysia; dan House Bill 2674 pada
tahun 2008, H.R. 3270 (94th Congress, 1976) oleh
DPR Amerika Serikat dan Community Mental health
Centers Act 1963 di Amerika Serikat.
3. Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Program Pelayanan Bimbingan dan konseling
yang dicantumkan dalam Permendikbud No. 111
Tahun 2014 ialah layanan dasar, layanan peminatan
dan perencanaan individual, layanan responsif dan
layanan dukungan sistem. Apabila diidentifikasi satu
per satu layanan tersebut, layanan tersebut dirancang
tidak berdasarkan pengklasifikasian yang jelas.
Keempat layanan tersebut hanya mempersempit area
penerapan dari fungsi ataupun bidang layanan yang
dijabarkan dalam permendikbud tersebut. Layanan
dasar, layanan peminatan dan perencanaan individual
dan layanan responsif akan bertabrakan dengan
konsep atau materi yang takkan lepas dari
perkembangan peserta didik. Bisa saja layanan
peminatan dan perencanaan individual serta layanan
responsif adalah juga bagian dari layanan dasar yang
Achmad Badaruddin 29
CV Abe Kreatifindo
mengembangkan kemampuan penyesuaian diri yang
efektif sesuai dengan tahap dan tugas-tugas
perkembangan. Selain itu, layanan dukungan sistem
yang dimaksud adalah manajemen bukan dari
pelayanan bimbingan dan konseling itu. Akan tetapi,
Penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling
adalah bagian dari Manajemen Pelayanan Bimbingan
dan Konseling itu sendiri. Sebab pelaksanaan layanan
BK termasuk kategori “actuating” yang merupakan
bagian dari POAC (Planning, Organizing, Actuating,
Controlling) sebagai komponen manajemen BK.
Perlu adanya taksonomi layanan bimbingan dan
konseling yang jelas agar penggolongan layanan
bimbingan dan konseling tertata rapi, sistematis,
praktis dan ilmiah. Misalnya jenis layanan
diklasifikasikan berdasarkan fungsi. Kemudian
diklasifikasikan berdasarkan tahap perkembangan
konseli. Kemudian diklasifikasikan berdasarkan
bidang permasalahan/layanan. Lalu diklasifikasikan
berdasarkan sub bidang permasalahan/layanan.
Selanjutnya Kemudian diklasifikasikan lagi
berdasarkan bentuk komunikasi dalam konseling.
Achmad Badaruddin 30
CV Abe Kreatifindo
Setelah itu diklasifikasikan berdasarkan pendekatan
teori yang akan digunakan. Maka akhirnya
ditemukanlah nama dan profil dari layanan tersebut.
Dengan demikian, pelayanan bimbingan dan
konseling benar-benar sesuai kebutuhan. Setelah
pengidentifikasian konseli dan permasalahannya,
maka diidentifikasi layanan konseling yang sesuai.
Susunan pengklasifikasian berdasarkan:
1. Fungsi Layanan
Contohnya: Pencegahan, Pengembangan,
Advokasi dan sebagainya
2. Tahap Perkembangan Konseli
Contohnya: Anak-anak, remaja awal, dewasa
dan sebagainya
3. Bidang Permasalahan/perkembangan/layanan
Contohnya: Emosi, Kognitif, Sosial dan
sebagainya
4. Sub Bidang
Permasalahan/perkembangan/layanan
Contohnya: Sedih akibat kehilangan orang tua,
Sulit mengingat materi pelajaran, Dikucilkan
teman sekelas, dan sebagainya
Achmad Badaruddin 31
CV Abe Kreatifindo
5. Status Kesehatan Mental konseli
Contohnya: Depresi
6. Bentuk layanan (Gladding, 2012: 602)
Contohnya:
a. Partisipan : perantara, individual,
pasangan, kelompok, kelas dan massal
b. Lokasi : Langsung atau tidak langsung
c. Media komunikasi : tanpa media, audio,
video, audiovisual, teks dan sebagainya
d. Proses interaksi : sinkron atau tidak
sinkron
7. Pendekatan teori
Contohnya: Humanistik, Behavioristik,
Psikoanalisis, Pancawaskita, Integritas,
Postmodern dan sebagainya
8. Jenis Layanan
a. Nama Layanan
b. Profil/Karakteristik Layanan
c. Indikator Keberhasilan Layanan
d. Sasaran Layanan
e. Administrasi & Manajemen Layanan
Achmad Badaruddin 32
CV Abe Kreatifindo
Berdasarkan profil dan permasalahan konseli yang
telah diidentifikasi maka dapat dilihat dari taksonomi
layanan bimbingan dan konseling tersebut untuk
menemukan jenis layanan konseling yang sesuai atau
dibutuhkan. Tidak menutup kemungkinan bahwa
konseli akan membutuhkan lebih dari satu jenis
layanan jika need assesment telah dilakukan terhadap
si konseli.
Dalam pengklasifikasian pelayanan bimbingan
dan konseling tentunya akan lebih tepat jika
dirumuskan oleh pakar-pakar konseling yang ada di
Indonesia. Bahasa dari tata nama konseling juga dapat
ditetapkan oleh pakar-pakar konseling tersebut. Bisa
saja menggunakan bahasa yang universal seperti
bahasa latin, Inggris, Indonesia ataupun salah satu
bahasa daerah yang ada di nusantara yang disepakati.
Dasar pengklasifikasian yang dijabarkan tadi
hanyalah permisalan dan dapat diperuntukkan untuk
konseling secara umum.
Apabila ide tersebut dapat diaplikasikan maka
masalah penamaan jenis layanan ini menjadi
Achmad Badaruddin 33
CV Abe Kreatifindo
terentaskan tanpa memihak kepada siapapun kecuali
keilmuannya. Hal ini dapat menghindari perselisihan
dalam pelaksanaan dan teknis pelayanan bimbingan
dan konseling di lapangan yang sering terjadi
perdebatan antara penggunaan Pola BK 17 Plus BK
Komprehensif.
4. Materi
Begitu pula halnya pengklasifikasian bidang
materi hendaknya dibagi berdasarkan tugas-tugas
perkembangan. Bidang yang disebutkan dalam
permendikbud ini ialah pribadi, karir, belajar dan
sosial. Bidang-bidang ini tidak jelas dibagi atau
dikelompokkan berdasarkan apa. Bukankah karir dan
belajar juga dapat dimasukkan ke dalam aspek
pribadi. Keempat bidang tadi hanya mempersempit
penggunaan kompetensi yang telah dimiliki konselor
yang telah di persiapkan oleh perguruan tinggi yang
kaya dengan konsep psikologi terutama psikologi
perkembangan dan kepribadian. Lain halnya jika
bidang tersebut dibagi berdasarkan tugas-tugas
Achmad Badaruddin 34
CV Abe Kreatifindo
perkembangan konseli, misalnya menjadi bidang
emosi, sosial, moral, kognitif dan sebagainya.
5. Program
Program layanan pada permendikbud ini adalah
program tahunan dan semesteran. Apabila ditilik dari
tanggung jawab guru BK yang mengemban 24 jam
pelajaran per minggunya maka apabila rata-rata
konselor dapat melaksanakan kegiatan konseling
dengan 2 jam pelajaran per masing-masingnya maka
ada 12 kegiatan konseling yang dilaksanakan. Apalagi
terkadang Guru BK mendapat kelebihan beban kerja
diakibatkan jumlah guru BK yang tidak sesuai dengan
rasio 1: 150. Sehingga ada kemungkinan lebih dari 12
kegiatan konseling yang dilakukan dalam seminggu.
Oleh karena itu akan lebih baik ada program tahunan,
semesteran, bulanan, mingguan, dan harian. Dengan
begitu, dapat dilihat kegiatan konseling yang akan
dilaksanakan baik dari yang paling ringkas hingga
yang paling rinci sekalipun untuk memudahkan dalam
memandu kegiatan konseling yang dilaksanakan
nantinya.
Achmad Badaruddin 35
CV Abe Kreatifindo
6. Konseli, Jumlah Konselor, Pengelolaan Kegiatan
dan Waktu Konseling
Berhubung konselor bukanlah guru pada hakikat
sebenarnya dalam konteks keilmuan maka calon
konseli di satuan pendidik adalah peserta didik,
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di
satuan pendidikan tersebut. Maka manajemen
pelayanan konseling di sekolah bukan hanya sekedar
menangani peserta didik. Selain itu, orang tua dari
peserta didik juga mendapatkan pelayanan konseling
dari konselor pendidikan dengan topik permasalahan
yang berkaitan dengan permasalahan yang dialami
peserta didik tersebut.
Selain itu, menurut peraturan yang berlaku, guru
BK mengampu 150 siswa sebagai konseli. Dengan
rasio tersebut, diyakini tidak akan memenuhi seluruh
kebutuhan konseli untuk mendapatkan pelayanan
bimbingan dan konseling. Apabila assesment
dilaksanakan dan beragam fungsi pelayanan
konseling, maka akan tampak kebutuhan-kebutuhan
konseli untuk mendapatkan beragam layanan
Achmad Badaruddin 36
CV Abe Kreatifindo
konseling pula. Dengan menangani 150 siswa dengan
beban kerja 24 jam pelajaran per minggu tidaklah
cukup memenuhi kebutuhan layanan konseling
kepada siswa secara individual dan menyeluruh.
Pemberian 2 jam layanan untuk masuk kelas beserta
perhitungan waktu kegiatan konseling di luar kelas
tersebut tidak dapat menjamin kebutuhan-kebutuhan
tersebut. Sebab konseling yang ideal tentunya dengan
memenuhi semua kebutuhan layanan konseling pada
siswa yang diampu tersebut. Maka dibutuhkkan
jumlah konseli yang ideal ataupun jumlah konselor
yang ideal.
Sebenarnya untuk menjawab permasalahan ini,
dapat disesuaikan dengan jumlah siswa, kelas, dan
jam pelajaran yang disediakan. Sebaiknya jumlah jam
pelajaran yang digunakan untuk kegiatan/layanan
konseling pada siswa adalah 3 jam pelajaran. Karena
ada beberapa kegiatan atau layanan konseling
membutuhkan lebih dari 2 jam pelajaran, contohnya
layanan bimbingan/konseling kelompok, assesment
dan sebagainya. Hal ini juga mengantisipasi agar
konselor mendapatkan keadilan di satuan pendidikan,
Achmad Badaruddin 37
CV Abe Kreatifindo
yaitu tidak ada lagi kegiatan konseling di luar jam
sekolah. Bahkan kalau perlu masing-masing
siswa/kelas dapat mengikuti kegiatan/layanan
bimbingan dan konseling 2 (dua) kali seminggu
seperti mata pelajaran yang dianggap penting seperti
matematika, IPA dan lain-lain. Hal ini mengingat
kebutuhan konseling pada siswa dan dominasi
konseling pendidikan dalam pencapaian tujuan
pendidikan nasional yang tidak bermakna kepada
pengembangan pengetahuan dan ketrampilan saja.
Walaupun demikian, 24 jam pelajaran per minggu
yang diemban oleh konselor perlu disesuaikan pula.
Maka rumus menentukan untuk jumlah konselor di
sekolah adalah jumlah siswa maksimal dalam satu
kelas dibagi jumlah layanan yang dapat diikuti siswa
per kelas dalam sehari dikali 6 hari jam kerja
dikalikan dengan jumlah kelas ada di sekolah
tersebut. Rumusnya sebagai berikut:
Achmad Badaruddin 38
CV Abe Kreatifindo
𝐽𝐾 =
𝑁𝑠𝑥
𝑓𝑙 × 𝐽ℎ𝑘
× 𝑁𝑘
Keterangan
JK = Jumlah Konselor di Sekolah
Nsx = Jumlah siswa maksimal dalam
sekolah yang bersangkutan
fl = jumlah layanan yang dapat diikuti
siswa per kelas dalam satu hari
Jhk = Jumlah hari yang dihitung sebagai
jam kerja di sekolah
Nk = Jumlah kelas yang ada di sekolah
Apabila layanan bimbingan dan konseling
dianggap lebih penting dari mata pelajaran
ataupun setidaknya tergolong penting dan
berusaha mengakomodir kebutuhan layanan
konseling secara individu dan menyeluruh, maka
layanan konseling dapat dilakukan lebih dari satu
kali dalam satu minggu bagi siswa per kelasnya.
Rumusnya sebagai berikut:
Achmad Badaruddin 39
CV Abe Kreatifindo
𝐽𝐾 =
𝑗𝑙 × 𝑁𝑠𝑥
𝑓𝑙 × 𝐽ℎ𝑘
× 𝑁𝑘
Keterangan
JK = Jumlah Konselor di Sekolah
Nsx = Jumlah siswa maksimal dalam
sekolah yang bersangkutan
fl = jumlah layanan yang dapat diikuti
siswa per kelas dalam satu hari
Jhk = Jumlah hari yang dihitung sebagai
jam kerja di sekolah
Jl = jumlah layanan yang diikuti siswa
per kelas dalam satu minggu
Nk = Jumlah kelas yang ada di sekolah
Dari kedua rumus menentukan jumlah
konselor dapat digunakan untuk kebijakan jumlah
konselor di sekolah.
Untuk kegiatan atau layanan konseling di luar
seperti beberapa kegiatan pendukung, layanan
diperluas yang dimaksud dalam Permendikbud
81A tentang implementsi kurikulum 2013 dan
Achmad Badaruddin 40
CV Abe Kreatifindo
layanan dukungan sistem dalam Permendikbud
111 tahun 2014 ini, dan kegiatan konseling
lainnya yang berkenaan langsung dengan siswa,
dapat dilakukan di luar jam pelajaran namun tidak
di luar jam sekolah apalagi di luar hari kerja.
Berikut contoh jadwal kegiatan dan layanan
konseling di sekolah:
Contoh Jadwal Kegiatan Konseling
Konselor Antonio
Jam
Pelajaran
ke-
Hari
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu
1
Siswa AD
(X-1)*
Siswa XY
(XI-1)*
Siswa HI
(XII-1)*
2
3
4
Siswa BC
(X-2)*
Siswa ST
(XI-2)*
Siswa
KL (XII-
2)*
5
6
7 ** ** **
8 ** ** **
* Dilakukan serempak pada satu kelas. Namun
siswa dapat ditangani per individual,
kelompok, kelas, dan massal/gabungan kelas
berdasarkan kebutuhan. Diutamakan
dilakukan secara individual agar dapat
memenuhi keseluruhan kebutuhan akan
Achmad Badaruddin 41
CV Abe Kreatifindo
layanan konseling berdasarkan asesmen dan
fungsi layanan.
** Kegiatan konseling di luar siswa secara
langsung seperti manajemen & administrasi
(dukungan sistem) bimbingan dan konseling;
kegiatan pendukung yang tidak berkaitan
dengan siswa secara langsung; layanan
konseling diperluas seperti kepada guru, orang
tua dan sebagainya; dan kegiatan lainnya
Apabila terjadi kelebihan beban kerja
sebaiknya diberikan kompensasi yang sesuai
layaknya pekerjaan lembur sehingga
tunjangan keprofesionalan konselor berbasis
kinerja.
Maka contoh susunan jadwal layanan
bimbingan dan konseling dan mata pelajaran pada
suatu kelas di sekolah akan menjadi seperti berikut:
Jam
Pelajaran
ke-
Hari
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu
1 MP MP LBK MP MP MP
2 MP MP LBK MP MP MP
3 MP MP LBK MP MP MP
4 MP MP MP MP MP MP
5 MP MP MP MP MP MP
6 MP MP MP MP MP MP
7 MP MP MP MP MP MP
8 MP MP MP MP MP MP
Achmad Badaruddin 42
CV Abe Kreatifindo
Ket:
MP = Mata Pelajaran
LBK = Layanan Bimbingan dan Konseling
Sedangkan contoh seluruh jadwal konseling
pada semua konselor di suatu sekolah dapat terlihat
sebagai berikut:
Jam
Pelajaran
ke-
Hari
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu
1
X-1 XI-1 XII-1 X-3 XI-3 XII-32
3
4
X-2 XI-2 XII-2 X-4 XI-4 XII-45
6
7 Manajemen/administrasi/kegiatan pendukung/layanan
diperluas/dsb8
Meski jadwalnya dilakukan per kelas namun
pelaksanaannya diutamakan individual untuk
mememnuhi kebutuhan layanan pada konseli. Itulah
sebabnya jumlah konselor dipatok pada rumus yang
disampaikan tadi, berdasarkan jumlah maksimal siswa
Achmad Badaruddin 43
CV Abe Kreatifindo
dalam satu kelas. Apabila jumlah maksimal siswa
dalam satu kelas pada suatu sekolah adalah 30 orang,
maka jumlah minimal konselor pada sekolah tersebut
adalah 30 orang. Angka ini terbilang fantastis jika
dibandingkan dengan rasio 1:150 yang ditetapkan
pemerintah. Namun apabila bertahan dengan
kebijakan rasio 1:150 tersebut, berarti pemerintah
tidak serius dalam memenuhi kebutuhan untuk
mendapatkan pelayananan konseling secara individu
dan menyeluruh. Dengan kata lain, tidak serius untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional. Bagaimana
tidak, dengan adanya kebijakan-kebijakan yang ada
pada saat ini, jam layanan yang dapat dijamin tidak
mengganggu mata pelajaran atau luar jam belajar di
sekolah hanyalah untuk pelayanan konseling untuk
format klasikal. Bagaimana dengan format lain?
Tidak mungkin dilakukan pada jam istirahat. Ini jelas
menunjukkan ketidakdisiplinan. Tidak mungkin
dilakukan pada saat proses belajar mengajar sedang
berlangsung. Ini jelas mengganggu siswa dalam
mengikuti proses belajar mengajar sehingga siswa
dapat ketinggalan pelajaran. Tidak mungkin pula
Achmad Badaruddin 44
CV Abe Kreatifindo
dilakukan setelah pulang sekolah atau hari libur. Ini
jelas merusak jadwal siswa yang tidak mungkin hanya
banyak menghabiskan waktu di sekolah. Perlu
manajemen yang tepat untuk membenahi masalah ini.
Sehingga hal ini juga dapat merubah persepsi yang
negatif terhadap sebagian guru BK atau konselor di
lapangan selama ini di lain persoalan kualitas guru
BK/konselor itu sendiri.
Siswa-siswa yang bermasalah atau melanggar
disiplin sering di proses ketika proses belajar
mengajar berlangsung. Contoh permasalahannya
adalah tidak mengerjakan PR, bolos, terlambat, dan
sebagainya. Siswa sering di hukum yang
dimaksudkan untuk jera. Namun berapa persen siswa
yang jera untuk melakukan pelanggaran disiplin
setelah dihukum. Selain itu, masa hukuman hanya
akan mengganggu proses belajar mengajar, sehingga
berkurang kesempatan belajarnya di kelas. Tindakan
tegas yang mendidik sangatlah diperlukan disini.
Tentunya ada saat yang tepat untuk memproses itu,
salah satunya dengan pelayanan bimbingan dan
Achmad Badaruddin 45
CV Abe Kreatifindo
konseling. Ketersediaan waktu siswa untuk
mendapatkan pelayanan bimbingan dan konseling
setiap minggu secara individu adalah salah satu solusi
yang tepat. Pada saat itu, konselor memproses konseli
pada jam layanan. Ini juga akan mengurangi
pandangan siswa bahwa konseling hanya untuk
orang-orang yang bermasalah. Sehingga banyak siswa
yang enggan untuk mengikuti layanan bimbingan dan
konseling. Sebab menanggulangi siswa yang
bermasalah pada jam layanan. Siswa yang bermasalah
ataupun tidak bermasalah hendaknya tetap mendapat
layanan bimbingan dan konseling. Hal ini
dikarenakan BK bukan hanya berfungsi sebagai
pengentasan tetapi juga pencegahan, pengembangan
dan lain-lain.
Akan lebih baik lagi, syarat kepala sekolah
setelah terpilih, harus mengikuti pelatihan manajemen
BK di sekolah. Sebab eksistensi dan esensi pelayanan
BK di sekolah juga bergantung kepada keputusan dan
kebijakan kepala sekolah yang diawasi langsung oleh
pemerintah dalam pelaksanaan implementasi
Achmad Badaruddin 46
CV Abe Kreatifindo
kebijakan pemerintah terkait pelayanan bimbingan
dan konseling di sekolah.
Alokasi waktu pada permendikbud 111 tahun
2014 ini, seakan-akan hanya mempertimbangkan
harus terlaksananya semua layanan apabila dilihat
dari persentase-persentase layanan dalam pembagian
alokasi waktu. Padahal bisa saja ada layanan yng
tidak mungkin dilaksanakan sama sekali. Patokan
seharusnya adalah kebutuhan siswa bukan
keterlaksanaan seluruh layanan.
Sebaiknya untuk menentukan ekuivalensi jam
pelajaran pada permendikbud no 111 tahun 2014 ini,
memperhatikan durasi, kuantitas dan bobot. Hal ini
disebabkan bobot pada pelaksanaan
administrasi/manajemen, kegiatan pendukung dan
pelayanan konseling memiliki tingkatan tuntutan,
ketrampilan dan kesulitan yang berbeda. Kemudian
durasi juga menjadi pertimbangan yang sesuai dalam
ekuivalensi jam pelajaran. Karena durasi bisa
dibutuhkan lebih lama ataupun lebih cepat. Maka
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Achmad Badaruddin 47
CV Abe Kreatifindo
𝑒 =
𝑑
𝑗𝑝𝑚
× 𝑏 × 𝑓
Keterangan:
e = ekuivalen jam pelajaran
d = durasi (dalam konversi hitungan
menit) pelaksanaan
jpm = 1 jam pelajaran dalam hitungan
menit sesuai tk satuan pendidikan
b = bobot (1 - 5)
f = jumlah atau banyak kegiatan yang
dilakukan
Dengan penghitungan dalam penentuan
ekuivalen jam pelajaran tersebut akan lebih menjamin
akurasi penghitungan jam kerja dengan beban kerja
yang telah diberikan yakni 24 jam pelajaran.
Kelebihan jam pelajaran yang diampu konselor
seharusnya mendapatkan kompensasi yang layak
sebagai penghargaan setiap kelebihan per satu
jamnya.
Kesimpulannya hendaknya beban kerja
konselor sekolah atau masih dikenal sebagai guru BK
Achmad Badaruddin 48
CV Abe Kreatifindo
adalah terpenuhinya kebutuhan per siswa terhadap
layanan konseling dan tidak berdasarkan jumlah siswa
yang diampu hingga 150 orang. Apabila ide tadi
diterapkan maka beban kerja konselor sekolah
menjadi maksimal 6 orang siswa dengan masing-
masing siswa mengikuti layanan 3 jam pelajaran
setiap minggunya disertai maksimal 6 jam pelajaran
untuk administrasi/manejemen, kegiatan pendukung
yang tidak berkenaan langsung dengan siswa, layanan
diperluas dan kegiatan konseling lainnya yang diakui
pakar konseling.
7. Sarana
Dapat dipastikan tidak semua sekolah memiliki
ruang apalagi gedung khusus untuk layanan
bimbingan dan konseling. Padahal dalam
Permendiknas No 20 tahun 2010 tentang Norma,
Standar, Prosedur, dan kriteria (NSPK) Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) Formal dan Pendidikan
Dasar di Kabupaten/Kota yang melampirkan dan
mengharuskan adanya ruang konseling di satuan
Achmad Badaruddin 49
CV Abe Kreatifindo
pendidikan tersebut. Dalam permendikbud no 111
tahun 2014 ini, memaparkan berbagai alternatif
penataan ruang BK di sekolah. Untuk itu, pemerintah
hendaknya juga membuat kebijakan atau program
khusus untuk mengontrol atau memfasilitasi sekolah
agar dapat memenuhi kebutuhan konselor sekolah
seperti sarana dan prasarana yang memadai dan sesuai
standar dengan kebijakan yang ada.
D. Kesimpulan
Kebijakan-kebijakan pemerintah saat ini
belum mengakomodir profesi konseling pada
umumnya dan konseling pendidikan pada khususnya
secara keilmuan. Terdapat perbedaan konsep
operasionalisasi atau teknis pelayanan bimbingan dan
konseling oleh beberapa pakar yang ada di Indonesia.
Hal ini harus disatukan secara ilmiah dalam bentuk
kebijakan sehingga dapat diterima oleh seluruh
lapisan anggota profesi namun disesuaikan dengan
kebijakan perundang-undangan yang ada di atasnya.
Penulis melihat berdasarkan pembahasan pada
analisis permendikbud no 111 tahun 2014 ini, belum
Achmad Badaruddin 50
CV Abe Kreatifindo
adanya peraturan khusus untuk profesi konselor
seperti profesi lainnya setingkat UU dan fenomena-
fenomena yang terjadi di lapangan, maka
dibutuhkannya 2 (dua) ketetapan berupa Undang-
undang ataupun peraturan pemerintah terkait:
1. Sistem Konseling Nasional
2. Konseling Pendidikan Nasional
Selain itu, implementasi dan konsistensi
pemerintah dalam sebuah kebijakan terkait bimbingan
dan konseling meski ditingkatkan aktualisasinya.
Permendikbud no 111 tahun 2014 dipaparkan
secara detail namun nampaknya lebih banyak
penekanan pada eksistensi dibanding esensi profesi
konseling di pendidikan dasar dan menengah serta
belum menjawab persoalan atas fenomena yang
terjadi di lapangan secara menyeluruh dan substansial.
Namun keberadaan dan penerapan Permendikbud No.
111 tahun 2014 juga akan berdampak positif untuk
merubah kesalahpahaman terhadap bimbingan dan
konseling di sekolah. Kesalahpahaman tersebut
pernah diutarakan Prayitno (2008), yaitu Guru BK
Achmad Badaruddin 51
CV Abe Kreatifindo
dianggap polisi sekolah, layanan BK dapat dilakukan
oleh siapa saja, Layanan BK hanya untuk siswa
tertentu saja, Layanan BK hanya untuk permasalahan
awal saja, Layanan BK tidak terkait dengan
pendidikan, Layanan BK hanya bekerja sendiri, dan
sebagainya.
Tantangan selanjutnya adalah bagaimana
mengukur keberhasilan terhadap pencapaian tujuan
pelayanan bimbingan dan konseling.
Achmad Badaruddin 52
CV Abe Kreatifindo
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Aziz Syamsuddin. 2011. Proses & Teknik Penyusunan
Undang-Undang. Jakarta: Sinar Grafika.
ABKIN. 2008. Krisis Identitas Profesi Bimbingan dan
Konseling. Tempat tidak diketahui: Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan
Ketenagaan Perguruan Tinggi. 2004. Dasar
Standardisasi Profesi Konseling. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Gladding, Samuel T. 2012. Konseling: Profesi Menyeluruh.
Terjemahan oleh Winarno dan Lilian Yuwono.
Jakarta: Indeks.
Keputusan Asosiasi Penyelenggara Perguruan Tinggi
Psikologi Indonesia. 2013. Kurikulum Inti Progam
Studi Psikologi (S1). Bandung: AP2TPI.
Achmad Badaruddin 53
CV Abe Kreatifindo
Keputusan Asosiasi Penyelenggara Perguruan Tinggi
Psikologi Indonesia. 2013. Kurikulum Program Studi
Profesi Psikologi. Bandung: AP2TPI.
Keputusan Asosiasi Penyelenggara Perguruan Tinggi
Psikologi Indonesia. 2013. Pendidikan Tinggi
Psikologi di Indonesia. Bandung: AP2TPI.
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi. 2009. Jabatan Fungsional
Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta: Menteri Negara
Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 2014.
Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar
dan Menengah. Jakarta: Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan.
___________. 2014. Lampiran Bimbingan dan Konseling
pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Achmad Badaruddin 54
CV Abe Kreatifindo
___________. 2013. Lampiran IV Implementasi Kurikulum
2013. Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
___________. 2013. Penerapan Kerangka Kualifikasi Kerja
Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi.
Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. 2008. Standar
Kualifikasi Akademik & Kompetensi Konselor.
Jakarta: Menteri Pendidikan Nasional.
___________. 2010. Norma, Standar, Prosedur, dan kriteria
(NSPK) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Formal
dan Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota. Jakarta:
Menteri Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah. 2008. Guru. Jakarta: Presiden
Republik Indonesia.
Peraturan Presiden. 2012. Kerangka Kualifikasi Kerja
Nasional Indonesia. Jakarta: Presiden Republik
Indonesia.
Achmad Badaruddin 55
CV Abe Kreatifindo
Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-Undang. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Presiden Republik Indonesia.
___________. 2005. Guru dan Dosen. Jakarta. Jakarta:
Presiden Republik Indonesia.
___________. 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta:
Presiden Republik Indonesia.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Sejarah perkembangan bimbingan dan konseling di indonesia dan di amerika
Sejarah perkembangan bimbingan dan konseling di indonesia dan di amerikaSejarah perkembangan bimbingan dan konseling di indonesia dan di amerika
Sejarah perkembangan bimbingan dan konseling di indonesia dan di amerikaNur Arifaizal Basri
 
Perbedaan Pengukuran, Asesmen dan Evaluasi
Perbedaan Pengukuran, Asesmen dan EvaluasiPerbedaan Pengukuran, Asesmen dan Evaluasi
Perbedaan Pengukuran, Asesmen dan Evaluasialvinnoor
 
Prinsip prinsip teori belajar konstruktivistik
Prinsip prinsip teori belajar konstruktivistikPrinsip prinsip teori belajar konstruktivistik
Prinsip prinsip teori belajar konstruktivistikIka Pratiwi
 
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...Arif Winahyu
 
PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN HOTS DALAM KURIKULUM MERDEKA.pptx
PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN HOTS DALAM KURIKULUM MERDEKA.pptxPEMBELAJARAN DAN PENILAIAN HOTS DALAM KURIKULUM MERDEKA.pptx
PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN HOTS DALAM KURIKULUM MERDEKA.pptxidrisapandi4
 
3.contoh pembelajaran tematik di sekolah dasar bahan ujipublik kurikulum2013
3.contoh pembelajaran tematik di sekolah dasar bahan ujipublik kurikulum20133.contoh pembelajaran tematik di sekolah dasar bahan ujipublik kurikulum2013
3.contoh pembelajaran tematik di sekolah dasar bahan ujipublik kurikulum2013Deir Irhamni
 
Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Belajar Siswa
Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Belajar SiswaFaktor Eksternal Yang Mempengaruhi Belajar Siswa
Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Belajar SiswaMelda Amelia
 
Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013
Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013
Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013Hafiza .h
 
BUKU PRIBADI SISWA.pdf
BUKU PRIBADI SISWA.pdfBUKU PRIBADI SISWA.pdf
BUKU PRIBADI SISWA.pdfMuhammadJuari
 
Rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur formal (ABKIN)
Rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur formal (ABKIN)Rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur formal (ABKIN)
Rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur formal (ABKIN)Nur Arifaizal Basri
 
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)Ali Murfi
 
Pengembangan profesi guru
Pengembangan profesi guruPengembangan profesi guru
Pengembangan profesi guruyahyanursidik
 
21. rpl perencanaan karir masa depan (genap)
21. rpl perencanaan karir masa depan (genap)21. rpl perencanaan karir masa depan (genap)
21. rpl perencanaan karir masa depan (genap)aji ali mabruri
 

Was ist angesagt? (20)

Sejarah perkembangan bimbingan dan konseling di indonesia dan di amerika
Sejarah perkembangan bimbingan dan konseling di indonesia dan di amerikaSejarah perkembangan bimbingan dan konseling di indonesia dan di amerika
Sejarah perkembangan bimbingan dan konseling di indonesia dan di amerika
 
Perbedaan Pengukuran, Asesmen dan Evaluasi
Perbedaan Pengukuran, Asesmen dan EvaluasiPerbedaan Pengukuran, Asesmen dan Evaluasi
Perbedaan Pengukuran, Asesmen dan Evaluasi
 
Prinsip prinsip teori belajar konstruktivistik
Prinsip prinsip teori belajar konstruktivistikPrinsip prinsip teori belajar konstruktivistik
Prinsip prinsip teori belajar konstruktivistik
 
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
Laporan observasi Perkembangan Siswa Sekolah Dasar Negeri 04 Jaten kec.Jaten ...
 
PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN HOTS DALAM KURIKULUM MERDEKA.pptx
PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN HOTS DALAM KURIKULUM MERDEKA.pptxPEMBELAJARAN DAN PENILAIAN HOTS DALAM KURIKULUM MERDEKA.pptx
PEMBELAJARAN DAN PENILAIAN HOTS DALAM KURIKULUM MERDEKA.pptx
 
BK PRIBADI SOSIAL
BK PRIBADI SOSIALBK PRIBADI SOSIAL
BK PRIBADI SOSIAL
 
3.contoh pembelajaran tematik di sekolah dasar bahan ujipublik kurikulum2013
3.contoh pembelajaran tematik di sekolah dasar bahan ujipublik kurikulum20133.contoh pembelajaran tematik di sekolah dasar bahan ujipublik kurikulum2013
3.contoh pembelajaran tematik di sekolah dasar bahan ujipublik kurikulum2013
 
KESULITAN BELAJAR
KESULITAN BELAJARKESULITAN BELAJAR
KESULITAN BELAJAR
 
Tahap perkembangan moral kohlberg
Tahap perkembangan moral kohlbergTahap perkembangan moral kohlberg
Tahap perkembangan moral kohlberg
 
Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Belajar Siswa
Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Belajar SiswaFaktor Eksternal Yang Mempengaruhi Belajar Siswa
Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Belajar Siswa
 
Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013
Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013
Persamaan dan perbedaan kurikulum ktsp dengan kurikulum 2013
 
VERBATIM PADA KONSELING
VERBATIM PADA KONSELINGVERBATIM PADA KONSELING
VERBATIM PADA KONSELING
 
BUKU PRIBADI SISWA.pdf
BUKU PRIBADI SISWA.pdfBUKU PRIBADI SISWA.pdf
BUKU PRIBADI SISWA.pdf
 
Rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur formal (ABKIN)
Rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur formal (ABKIN)Rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur formal (ABKIN)
Rambu-rambu penyelenggaraan BK dalam jalur formal (ABKIN)
 
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Makalah Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
 
Penilaian Afektif
Penilaian AfektifPenilaian Afektif
Penilaian Afektif
 
Pengembangan profesi guru
Pengembangan profesi guruPengembangan profesi guru
Pengembangan profesi guru
 
Pdgk4104 m1
Pdgk4104 m1Pdgk4104 m1
Pdgk4104 m1
 
Angket kreativitas
Angket kreativitasAngket kreativitas
Angket kreativitas
 
21. rpl perencanaan karir masa depan (genap)
21. rpl perencanaan karir masa depan (genap)21. rpl perencanaan karir masa depan (genap)
21. rpl perencanaan karir masa depan (genap)
 

Ähnlich wie Analisis Permendikbud BK

Perkalan 22 Tahun 2013
Perkalan 22 Tahun 2013Perkalan 22 Tahun 2013
Perkalan 22 Tahun 2013id_tribudi
 
ESAP TENTANG fungsi keluarga
ESAP TENTANG fungsi keluargaESAP TENTANG fungsi keluarga
ESAP TENTANG fungsi keluargaStiunus Esap
 
Landasan hukum
Landasan hukumLandasan hukum
Landasan hukumnefi_23
 
Permen diknas no 14 tahun 2010 no 16
Permen diknas no 14 tahun 2010 no 16Permen diknas no 14 tahun 2010 no 16
Permen diknas no 14 tahun 2010 no 16putu micana
 
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docx
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docxInstrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docx
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docxZukét Printing
 
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdf
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdfInstrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdf
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdfZukét Printing
 
KONSEP HUKUM KEPUTUSAN TUN DAN KOPETENSI PTUN
KONSEP HUKUM KEPUTUSAN TUN DAN KOPETENSI PTUNKONSEP HUKUM KEPUTUSAN TUN DAN KOPETENSI PTUN
KONSEP HUKUM KEPUTUSAN TUN DAN KOPETENSI PTUNsherlcoklekipiouw
 
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkriSistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkrivirmannsyah
 
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...TutikDaryatni
 
Peraturan bersama mendiknas dan bkn ttg juklak jabfung guru dan ak nya
Peraturan bersama mendiknas dan bkn ttg juklak jabfung guru dan ak nyaPeraturan bersama mendiknas dan bkn ttg juklak jabfung guru dan ak nya
Peraturan bersama mendiknas dan bkn ttg juklak jabfung guru dan ak nyaata bik
 
05.03 soalcpnslama tryout ke-11 cpnsonline.com
05.03 soalcpnslama   tryout ke-11 cpnsonline.com05.03 soalcpnslama   tryout ke-11 cpnsonline.com
05.03 soalcpnslama tryout ke-11 cpnsonline.comAmir Otomatic
 
PP XI SMA_Pancasila_BAB 2_ Sub Bab Proses Pembentukkan Peraturan Perundang-Un...
PP XI SMA_Pancasila_BAB 2_ Sub Bab Proses Pembentukkan Peraturan Perundang-Un...PP XI SMA_Pancasila_BAB 2_ Sub Bab Proses Pembentukkan Peraturan Perundang-Un...
PP XI SMA_Pancasila_BAB 2_ Sub Bab Proses Pembentukkan Peraturan Perundang-Un...SyawaludinFarizi
 
matriks PP standar nasional pendidikan (1).pdf
matriks PP standar nasional pendidikan (1).pdfmatriks PP standar nasional pendidikan (1).pdf
matriks PP standar nasional pendidikan (1).pdfarykusm76
 
01.4 permendikbud nomor13 tahun2018 bansm dan banpaudpnf
01.4 permendikbud nomor13 tahun2018 bansm dan banpaudpnf01.4 permendikbud nomor13 tahun2018 bansm dan banpaudpnf
01.4 permendikbud nomor13 tahun2018 bansm dan banpaudpnfDrs. HM. Yunus
 
Kedudukan hukum dan peran jabatan pppk dalam uu no 5 tahun 2014
Kedudukan hukum dan peran jabatan pppk dalam uu no 5 tahun 2014Kedudukan hukum dan peran jabatan pppk dalam uu no 5 tahun 2014
Kedudukan hukum dan peran jabatan pppk dalam uu no 5 tahun 2014Lanka Asmar, SHI, MH
 
TUGAS tambahan pekerjaan rumah PKn sinta.pptx
TUGAS tambahan pekerjaan rumah PKn sinta.pptxTUGAS tambahan pekerjaan rumah PKn sinta.pptx
TUGAS tambahan pekerjaan rumah PKn sinta.pptxjeprijepri8
 
Peraturan menteri-pendidikan-dan-kebudayaan-nomor-36-tahun-2014-tentang-pedom...
Peraturan menteri-pendidikan-dan-kebudayaan-nomor-36-tahun-2014-tentang-pedom...Peraturan menteri-pendidikan-dan-kebudayaan-nomor-36-tahun-2014-tentang-pedom...
Peraturan menteri-pendidikan-dan-kebudayaan-nomor-36-tahun-2014-tentang-pedom...MTs Al Falah Bantarsari
 

Ähnlich wie Analisis Permendikbud BK (20)

Perkalan 22 Tahun 2013
Perkalan 22 Tahun 2013Perkalan 22 Tahun 2013
Perkalan 22 Tahun 2013
 
ESAP TENTANG fungsi keluarga
ESAP TENTANG fungsi keluargaESAP TENTANG fungsi keluarga
ESAP TENTANG fungsi keluarga
 
Landasan hukum
Landasan hukumLandasan hukum
Landasan hukum
 
Permen diknas no 14 tahun 2010 no 16
Permen diknas no 14 tahun 2010 no 16Permen diknas no 14 tahun 2010 no 16
Permen diknas no 14 tahun 2010 no 16
 
Permendikbud tahun2014 nomor092
Permendikbud tahun2014 nomor092Permendikbud tahun2014 nomor092
Permendikbud tahun2014 nomor092
 
Pb tahun2014 viii_nomor004
Pb tahun2014 viii_nomor004Pb tahun2014 viii_nomor004
Pb tahun2014 viii_nomor004
 
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docx
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docxInstrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docx
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.docx
 
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdf
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdfInstrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdf
Instrumen Pemerintah dalam Kebijakan Pemerintah.pdf
 
KONSEP HUKUM KEPUTUSAN TUN DAN KOPETENSI PTUN
KONSEP HUKUM KEPUTUSAN TUN DAN KOPETENSI PTUNKONSEP HUKUM KEPUTUSAN TUN DAN KOPETENSI PTUN
KONSEP HUKUM KEPUTUSAN TUN DAN KOPETENSI PTUN
 
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkriSistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkri
 
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
Bab iii tata urutan peraturan perundang undangan dalam sistem hukum nasional ...
 
Peraturan bersama mendiknas dan bkn ttg juklak jabfung guru dan ak nya
Peraturan bersama mendiknas dan bkn ttg juklak jabfung guru dan ak nyaPeraturan bersama mendiknas dan bkn ttg juklak jabfung guru dan ak nya
Peraturan bersama mendiknas dan bkn ttg juklak jabfung guru dan ak nya
 
05.03 soalcpnslama tryout ke-11 cpnsonline.com
05.03 soalcpnslama   tryout ke-11 cpnsonline.com05.03 soalcpnslama   tryout ke-11 cpnsonline.com
05.03 soalcpnslama tryout ke-11 cpnsonline.com
 
PP XI SMA_Pancasila_BAB 2_ Sub Bab Proses Pembentukkan Peraturan Perundang-Un...
PP XI SMA_Pancasila_BAB 2_ Sub Bab Proses Pembentukkan Peraturan Perundang-Un...PP XI SMA_Pancasila_BAB 2_ Sub Bab Proses Pembentukkan Peraturan Perundang-Un...
PP XI SMA_Pancasila_BAB 2_ Sub Bab Proses Pembentukkan Peraturan Perundang-Un...
 
Permen no-92-tahun-2014-jabatan fungsional dosen
Permen no-92-tahun-2014-jabatan fungsional dosenPermen no-92-tahun-2014-jabatan fungsional dosen
Permen no-92-tahun-2014-jabatan fungsional dosen
 
matriks PP standar nasional pendidikan (1).pdf
matriks PP standar nasional pendidikan (1).pdfmatriks PP standar nasional pendidikan (1).pdf
matriks PP standar nasional pendidikan (1).pdf
 
01.4 permendikbud nomor13 tahun2018 bansm dan banpaudpnf
01.4 permendikbud nomor13 tahun2018 bansm dan banpaudpnf01.4 permendikbud nomor13 tahun2018 bansm dan banpaudpnf
01.4 permendikbud nomor13 tahun2018 bansm dan banpaudpnf
 
Kedudukan hukum dan peran jabatan pppk dalam uu no 5 tahun 2014
Kedudukan hukum dan peran jabatan pppk dalam uu no 5 tahun 2014Kedudukan hukum dan peran jabatan pppk dalam uu no 5 tahun 2014
Kedudukan hukum dan peran jabatan pppk dalam uu no 5 tahun 2014
 
TUGAS tambahan pekerjaan rumah PKn sinta.pptx
TUGAS tambahan pekerjaan rumah PKn sinta.pptxTUGAS tambahan pekerjaan rumah PKn sinta.pptx
TUGAS tambahan pekerjaan rumah PKn sinta.pptx
 
Peraturan menteri-pendidikan-dan-kebudayaan-nomor-36-tahun-2014-tentang-pedom...
Peraturan menteri-pendidikan-dan-kebudayaan-nomor-36-tahun-2014-tentang-pedom...Peraturan menteri-pendidikan-dan-kebudayaan-nomor-36-tahun-2014-tentang-pedom...
Peraturan menteri-pendidikan-dan-kebudayaan-nomor-36-tahun-2014-tentang-pedom...
 

Mehr von Achmad Badaruddin

Contoh Berkas Beasiswa Tiongkok Achmad Badaruddin 2016
Contoh Berkas  Beasiswa Tiongkok Achmad Badaruddin 2016Contoh Berkas  Beasiswa Tiongkok Achmad Badaruddin 2016
Contoh Berkas Beasiswa Tiongkok Achmad Badaruddin 2016Achmad Badaruddin
 
Detailed list of chinese universities for chinese government scholarship prog...
Detailed list of chinese universities for chinese government scholarship prog...Detailed list of chinese universities for chinese government scholarship prog...
Detailed list of chinese universities for chinese government scholarship prog...Achmad Badaruddin
 
Curiculum Vitae Achmad Badaruddin April 2016
Curiculum Vitae Achmad Badaruddin April 2016Curiculum Vitae Achmad Badaruddin April 2016
Curiculum Vitae Achmad Badaruddin April 2016Achmad Badaruddin
 
CV - Achmad Badaruddin - March 2016
CV - Achmad Badaruddin - March 2016CV - Achmad Badaruddin - March 2016
CV - Achmad Badaruddin - March 2016Achmad Badaruddin
 
Curiculum vitae Achmad Badaruddin
Curiculum vitae Achmad BadaruddinCuriculum vitae Achmad Badaruddin
Curiculum vitae Achmad BadaruddinAchmad Badaruddin
 
Pendaftaran bppdn dosen_ongoing
Pendaftaran bppdn dosen_ongoingPendaftaran bppdn dosen_ongoing
Pendaftaran bppdn dosen_ongoingAchmad Badaruddin
 
Langkah awal sistem konseling pendidikan nasional analisis permendikbud no ...
Langkah awal sistem konseling pendidikan nasional   analisis permendikbud no ...Langkah awal sistem konseling pendidikan nasional   analisis permendikbud no ...
Langkah awal sistem konseling pendidikan nasional analisis permendikbud no ...Achmad Badaruddin
 
Learning and writing in counselling
Learning and writing in counsellingLearning and writing in counselling
Learning and writing in counsellingAchmad Badaruddin
 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KEC...
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KEC...UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KEC...
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KEC...Achmad Badaruddin
 
Uu nomor 6 tahun 2014 tentang desa
Uu nomor 6 tahun 2014 tentang desaUu nomor 6 tahun 2014 tentang desa
Uu nomor 6 tahun 2014 tentang desaAchmad Badaruddin
 
Curiculum Vitae: Achmad Badaruddin
Curiculum Vitae: Achmad BadaruddinCuriculum Vitae: Achmad Badaruddin
Curiculum Vitae: Achmad BadaruddinAchmad Badaruddin
 
PENGUMUMAN PENERIMAAN CALON ANGGOTA TIM REAKSI CEPAT (TRC) KEMENTERIAN SOSIAL...
PENGUMUMAN PENERIMAAN CALON ANGGOTA TIM REAKSI CEPAT (TRC) KEMENTERIAN SOSIAL...PENGUMUMAN PENERIMAAN CALON ANGGOTA TIM REAKSI CEPAT (TRC) KEMENTERIAN SOSIAL...
PENGUMUMAN PENERIMAAN CALON ANGGOTA TIM REAKSI CEPAT (TRC) KEMENTERIAN SOSIAL...Achmad Badaruddin
 

Mehr von Achmad Badaruddin (20)

Contoh Berkas Beasiswa Tiongkok Achmad Badaruddin 2016
Contoh Berkas  Beasiswa Tiongkok Achmad Badaruddin 2016Contoh Berkas  Beasiswa Tiongkok Achmad Badaruddin 2016
Contoh Berkas Beasiswa Tiongkok Achmad Badaruddin 2016
 
Major in china
Major in chinaMajor in china
Major in china
 
Detailed list of chinese universities for chinese government scholarship prog...
Detailed list of chinese universities for chinese government scholarship prog...Detailed list of chinese universities for chinese government scholarship prog...
Detailed list of chinese universities for chinese government scholarship prog...
 
Curiculum Vitae Achmad Badaruddin April 2016
Curiculum Vitae Achmad Badaruddin April 2016Curiculum Vitae Achmad Badaruddin April 2016
Curiculum Vitae Achmad Badaruddin April 2016
 
Achmad Badaruddin
Achmad BadaruddinAchmad Badaruddin
Achmad Badaruddin
 
CV - Achmad Badaruddin - March 2016
CV - Achmad Badaruddin - March 2016CV - Achmad Badaruddin - March 2016
CV - Achmad Badaruddin - March 2016
 
CV Achmad Badaruddin
CV Achmad BadaruddinCV Achmad Badaruddin
CV Achmad Badaruddin
 
new CURICULUM VITAE
new CURICULUM VITAEnew CURICULUM VITAE
new CURICULUM VITAE
 
Curiculum vitae Achmad Badaruddin
Curiculum vitae Achmad BadaruddinCuriculum vitae Achmad Badaruddin
Curiculum vitae Achmad Badaruddin
 
Pendaftaran bppdn dosen_ongoing
Pendaftaran bppdn dosen_ongoingPendaftaran bppdn dosen_ongoing
Pendaftaran bppdn dosen_ongoing
 
Juknis bansos 2015
Juknis bansos 2015Juknis bansos 2015
Juknis bansos 2015
 
Buku baru
Buku baruBuku baru
Buku baru
 
Langkah awal sistem konseling pendidikan nasional analisis permendikbud no ...
Langkah awal sistem konseling pendidikan nasional   analisis permendikbud no ...Langkah awal sistem konseling pendidikan nasional   analisis permendikbud no ...
Langkah awal sistem konseling pendidikan nasional analisis permendikbud no ...
 
Learning and writing in counselling
Learning and writing in counsellingLearning and writing in counselling
Learning and writing in counselling
 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KEC...
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KEC...UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KEC...
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KEC...
 
Uu nomor 6 tahun 2014 tentang desa
Uu nomor 6 tahun 2014 tentang desaUu nomor 6 tahun 2014 tentang desa
Uu nomor 6 tahun 2014 tentang desa
 
Pp 43-2014 tentang-desa
Pp 43-2014 tentang-desaPp 43-2014 tentang-desa
Pp 43-2014 tentang-desa
 
Curiculum Vitae: Achmad Badaruddin
Curiculum Vitae: Achmad BadaruddinCuriculum Vitae: Achmad Badaruddin
Curiculum Vitae: Achmad Badaruddin
 
PENGUMUMAN PENERIMAAN CALON ANGGOTA TIM REAKSI CEPAT (TRC) KEMENTERIAN SOSIAL...
PENGUMUMAN PENERIMAAN CALON ANGGOTA TIM REAKSI CEPAT (TRC) KEMENTERIAN SOSIAL...PENGUMUMAN PENERIMAAN CALON ANGGOTA TIM REAKSI CEPAT (TRC) KEMENTERIAN SOSIAL...
PENGUMUMAN PENERIMAAN CALON ANGGOTA TIM REAKSI CEPAT (TRC) KEMENTERIAN SOSIAL...
 
Beasiswa unggulan
Beasiswa unggulanBeasiswa unggulan
Beasiswa unggulan
 

Kürzlich hochgeladen

Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfDiskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfHendroGunawan8
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikDasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikThomasAntonWibowo
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaafarmasipejatentimur
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxSaefAhmad
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
Materi IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptx
Materi IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptxMateri IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptx
Materi IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptxmuhammadkausar1201
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdfDiskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
Diskusi PPT Sistem Pakar Sesi Ke-4 Simple Naïve Bayesian Classifier .pdf
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikDasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
Materi IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptx
Materi IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptxMateri IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptx
Materi IPAS Kelas 1 SD Bab 3. Hidup Sehat.pptx
 

Analisis Permendikbud BK

  • 1. Achmad Badaruddin 1 CV Abe Kreatifindo ANALISIS PERMENDIKBUD NO 111 TAHUN 2014 TENTANG BIMBINGAN DAN KONSELING PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH A. Perundangan Perundang-undangan (legislation atau gesetzbung) dalam Aziz (2011: 13) mempunyai dua pengertian berbeda, yaitu: 1. Perundang-undangan sebagai sebuah proses pembentukan atau proses membentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah; 2. Perundang-undangan sebagai segala peraturan negara, yang merupakan hasil proses pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
  • 2. Achmad Badaruddin 2 CV Abe Kreatifindo Dengan demikian perundang-undangan memiliki hirarki. Norma hukum berjenjang-jenjang, berlapis- lapis dalam suatu hierarki tata susunan. Suatu norma hukum selalu berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma hukum di atasnya, tetapi ke bawah norma hukum itu juga menjadi sumber/dasar bagi norma hukum di bawahnya (Hans Kelsen dalam Aziz, 2011: 17). Adapun jenis & hirarki peraturan perundang- undangan yang dicantumkan pada pasal 7 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 adalah: 1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 3. Peraturan Pemerintah 4. Peraturan Presiden 5. Peraturan Daerah Walaupun demikian, peraturan dan keputusan menteri juga diakui keberadaannya. Hal ini tertera secara implisit pada pasal 7 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004, yaitu “Jenis peraturan perundang-undangan lain
  • 3. Achmad Badaruddin 3 CV Abe Kreatifindo selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”. Dalam penjelasan pasal demi pasal dijelaskan jenis peraturan perundang-undangan selain ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh MPR dan DPR, DPD, MA, MK, BPK, Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah UU, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau setingkat. Sementara pada pasal 56 UU No. 10 Tahun 2004 memaparkan bahwa semua keputusan keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana yang dimaksud pada pasal 54 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum UU ini, harus dibaca peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan UU ini.
  • 4. Achmad Badaruddin 4 CV Abe Kreatifindo Apabila dilihat dari peraturan tersebut, materi tersebut juga mengandung hirarki yang dijadikan dasar pembagian. Hal ini juga didukung oleh Aziz (2011: 112) bahwa pembagian materi pokok ke dalam kelompok yang lebih kecil dilakukan kriteria yang dijadikan dasar pembagian, yaitu: 1. Pembagian berdasarkan hak atau kepentingan yang dilindungi 2. Pembagian berdasarkan urutan/kronologis 3. Pembagian berdasarkan urutan jenjang jabatan Maka disimpulkan bahwa perundangan memiliki hirarki/tingkatan/urutan termasuk materi perundangannya. Penjelasan tersebut dirincikan pada peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum, yakni UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
  • 5. Achmad Badaruddin 5 CV Abe Kreatifindo Hal ini dibahas untuk mengidentifikasi peraturan yang akan dibahas, yaitu Permendikbud No. 111 Tahun 2014. Peraturan tersebut dikeluarkan oleh lembaga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka peraturan menteri tersebut berada di bawah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang- Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden. Agar permendikbud tersebut diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Apabila dilihat dari konsiderans yang telah ditandatangani tersebut, perundang-undangan yang lebih tinggi yang dimaksud, yakni: 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
  • 6. Achmad Badaruddin 6 CV Abe Kreatifindo 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941); 4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah
  • 7. Achmad Badaruddin 7 CV Abe Kreatifindo terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014; 5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014; B. Landasan Hukum Bimbingan dan Konseling Meskipun perundangan yang lebih tinggi yang dijadikan landasan dalam Permendikbud No. 111 Tahun 2014, sebenarnya masih ada peraturan yang lebih tinggi lainnya yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling terabaikan seperti: 1. UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen 2. Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang guru Kemudian peraturan lain yang menjadi pertimbangan dalam konsiderans permendikbud ini sebagai berikut:
  • 8. Achmad Badaruddin 8 CV Abe Kreatifindo 1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor; 2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah; 3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah; 4. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah; 5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah; 6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59 Tahun 2014
  • 9. Achmad Badaruddin 9 CV Abe Kreatifindo tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah; 7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan; Sementara masih ada beberapa peraturan lain yang secara ekspilisit terabaikan, yaitu: 1. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya 2. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 81 A tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013
  • 10. Achmad Badaruddin 10 CV Abe Kreatifindo C. Kajian terhadap peraturan Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah 1. Konselor pada Pendidikan Dasar dan Menengah Dalam Permendikbud No. 111 Tahun 2014 menjelaskan bahwa Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor yaitu Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor. Padahal secara jelas dalam peraturan SKAKK tersebut tidak menyebutkan sedikitpun tentang Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling melainkan Konselor. Kelemahan dalam aturan tentang SKAKK tersebut adalah disebutkannya penyelenggara pendidikan yang satuan pendidikannya mempekerjakan konselor wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri paling lambat 5 tahun setelah Peraturan Menteri ini mulai berlaku. Dengan kata lain, satuan pendidikan yang tidak mempekerjakan
  • 11. Achmad Badaruddin 11 CV Abe Kreatifindo Konselor, tidak wajib menerapkan standar kualifikasi tersebut. Hal ini berarti satuan pendidikan yang mempekerjakan Guru Bimbingan dan Konseling tidak wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor. Di samping itu, standar kualifikasi yang dimaksud adalah konselor untuk satuan pendidikan bukanlah konselor umum. Karena konsiderans Permendikbud tentang SKAKK tersebut mengacu kepada peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi yang dimaksud dalam peraturan tersebut adalah kompetensi pedagogi, pribadi, sosial dan profesional. Kemudian Kualifikasi Konselor adalah tamatan S1 BK ditambah telah menyelasaikan PPK. Kompetensi tersebut ternyata hanya diperuntukkan pendidik pada satuan pendidikan anak usia dini, dasar dan menengah saja. Sementara dalam Pedoman Dasar Standardisasi Profesi Konseling yang diterbitkan DIRJEN DIKTI pada tahun 2004, Program Pendidikan Profesi Konselor, tujuan tamatan PPK pada program Spesialis I adalah Konselor Umum. Jelaslah, ini tidak sesuai. Apabila kita kutip secara
  • 12. Achmad Badaruddin 12 CV Abe Kreatifindo langsung, dapat dilihat dari Pasal 28 pada Standar Nasional Pendidikan tersebut sebagai berikut: Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: a. Kompetensi pedagogik; b. Kompetensi kepribadian; c. Kompetensi profesional; dan d. Kompetensi sosial. Dengan demikian, penggunaan istilah guru sebagai pelaksana konseling adalah salah satu kerancuan, yaitu bahasa. Hal ini terkesan konseling adalah mata pelajaran. Sementara konseling itu tidak mengajar. Seharusnya mata pelajaran itu sejajar dengan mata layanan atau biasanya dikenal dengan jenis layanan. Lagipula menurut ABKIN (2008: 14) bahwa UU Nomor 14 tahun 2005 yang hanya mengatur keberadaan guru dan dosen yang, sesuai dengan peruntukannya, hanya mengatur kompetensi dan sertifikasi guru dan dosen, yang keduanya menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan pembelajaran sebagai konteks layanan pembelajaran yang mendidik.
  • 13. Achmad Badaruddin 13 CV Abe Kreatifindo Sementara guru Bimbingan dan Konseling berkewajiban melakukan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya seperti yang tercantum di PERMENPAN No. 16 Tahun 2009 tentang Hak dan Kewajiban Guru dalam jabatan Fungsional, yaitu: a. menyusun kurikulum bimbingan dan konseling; b. menyusun silabus bimbingan dan konseling; c. menyusun satuan layanan bimbingan dan konseling; d. melaksanakan bimbingan dan konseling per semester; e. menyusun alat ukur/lembar kerja program bimbingan dan konseling; f. mengevaluasi proses dan hasil bimbingan dan konseling; g. menganalisis hasil bimbingan dan konseling; h. melaksanakan pembelajaran/perbaikan tindak lanjut bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan hasil evaluasi;
  • 14. Achmad Badaruddin 14 CV Abe Kreatifindo i. menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat sekolah dan nasional; j. membimbing guru pemula dalam program induksi; k. membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran; l. melaksanakan pengembangan diri; m. melaksanakan publikasi ilmiah; dan n. membuat karya inovatif. Namun dalam PERMANPAN tersebut tidak diperinci kegiatan untuk konselor. Selain itu, dalam PERMENPAN tersebut, Beban kerja Guru bimbingan dan konseling/konselor adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik dalam 1 (satu) tahun. Kemudian Konselor dapat dikatakan sebagai guru. Hal ini diperkuat dalam PERMENPAN tersebut pada pasal 3 yang mengklasifikasikan guru menjadi 3 jenis, yakni guru kelas, guru mata pelajaran dan Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor. Namun dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 6, menyatakan konselor itu berbeda
  • 15. Achmad Badaruddin 15 CV Abe Kreatifindo dengan guru. Jika dikutip langsung bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan demikian jelas konselor tidak termasuk golongan guru seperti tenaga kependidikan yang lainnya. Seperti dosen bukanlah guru. Pamong belajar bukanlah guru. Dan begitu seterusnya. Namun sama- sama dapat disebut sebagai pendidik. Berarti pemerintah belum konsisten dalam mengidentifikasi konselor. Secara terminologi, konselor dalam KBBI Umi & Windy (2006) adalah penasehat, orang yang memberi advis, anggota perwakilan di luar negeri, kedudukannya di bawah duta besar dan bertindak sebagai pembantu utama kepala perwakilan. Dalam permendikbud ini dan secara teori, konselor adalah sosok profesional yang memiliki keahlian dalam bidang konseling. Sementara menurut Prayitno (2004: 105), konseling dirumuskan dari berbagai teori
  • 16. Achmad Badaruddin 16 CV Abe Kreatifindo sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah tersebut. Seorang ahli yang dimaksud adalah konselor. Dewasa ini, konseling yang dimaksud dalam konseling integritas adalah pelayanan bantuan oleh tenaga profesional kepada seseorang atu sekelompok individu untuk pengembangan kehidupan efektif sehari-hari dan penanganan kehidupan efektf sehari-hari yang terganggu dengan fokus pribadi mandiri yang mampu mengendalikan diri melalui penyelenggaraan berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung dalam proses pembelajaran. Jadi, menurut Prayitno, Konselor adalah tenaga ahli/profesional yang memberikan pelayanan bantuan berupa pelayanan dan kegiatan pendukung dalam peningkatan kualitas hidup, mengentaskan permasalahan kehidupan, meningkatkan kemandirian, dan memantapkan pengendalian diri kepada seseorang atau sekelompok orang yang membutuhkannya sebagai proses pembelajaran.
  • 17. Achmad Badaruddin 17 CV Abe Kreatifindo Dalam kode etik profesi konseling di Indonesia, Profesi konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara yang bertanggung jawab dan tuntutan profesi mengacu kepada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Sementara menurut ACA, praktik konseling profesional adalah aplikasi kesehatan mental, prinsip- prinsip psikologis atau perkembangan manusia, melalui intervensi kognitif, afektif, perilaku, atau sistemik; strategi untuk menangani kesejahteraan, pertumbuhan pribadi, atau perkembangan karier, serta kelainan. Selain mendefinisikan konseling secara umum, ACA dalam Gladding (2012: 8) juga mendefinisikan spesialisasi konseling profesional, yang merupakan bidang dalam konseling yang memiliki fokus lebih tajam dan membutuhkan pengetahuan lebih mendalam di bidang konseling. Apapun definisi konseling yang akan digunakan, tetap saja definisi yang akan digunakan dalam peraturan ini seharusnya mempertimbangkan peraturan diatasnya, seperti UU Sistem Pendidikan
  • 18. Achmad Badaruddin 18 CV Abe Kreatifindo Nasional No. 20 tahun 2003, bahwa orang yang berkualifikasi konselor dapat bekerja sebagai tenaga pendidik. Meski tidak disebutkan harus berkualifikasi konselor spesialis pendidikan, maka definisi dan tujuan konseling pada ranah pendidikan disesuaikan dengan definisi dan tujuan pendidikan nasional itu sendiri yang tertuang pada undang-undang tersebut dengan pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sementara pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
  • 19. Achmad Badaruddin 19 CV Abe Kreatifindo menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga konseling pendidikan di Indonesia dapat didefinisikan sebagai pelayanan profesional oleh konselor pendidikan kepada peserta didik sebagai konseli melalui program layanan yang dimanajemen sedemikian rupa sebagai penerapan prinsip-prinsip berbagai disiplin ilmu terutama psikologi, sosiologi, antropologi, biologi dan pedagogi yang berdasarkan kebutuhan dan perkembangan peserta didik secara sistematis, berkesinambungan dan mutakhir yang terintegrasi dalam kurikulum pendidikan agar dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak peserta didik; agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara; dan agar peserta peserta didik menjadi manusia yang sehat, berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan kata lain, konselor juga
  • 20. Achmad Badaruddin 20 CV Abe Kreatifindo dapat dijadikan indikator atau evaluator keberhasilan tujuan pendidikan nasional terhadap peserta didik di masing-masing satuan pendidikan. Jika diperhatikan dari hakikatnya, konseling pendidikan adalah andalan utama revolusi mental yang dicanangkan oleh Presiden dan Wakil Presiden Periode 2014-2019 dimana inti dari revolusi mental adalah sehat, cerdas dan budi pekerti. Dengan demikian, pemerintah dapat memberdayakan konselor pendidikan tersebut sebagai komponen utama dalam revolusioner pada revolusi mental dengan membantu untuk meningkatkan kapasitas konselor dan membuka kesempatan seluas-luasnya disertai fasilitas yang cukup, posisi/jabatan yang tepat dan kompensasi yang memadai dalam penyelenggaraan konseling di Indonesia terutama di bidang pendidikan. Sehubungan dengan itu, kesejahteraan konselor pendidikan juga menjadi penentu kualitas layanan nanti sehingga perlu diperhatikan sesuai tanggung jawab yang diberikan. Untuk istilah klien & konseli, sebagai penerima pelayanan konseling akan lebih cocok mengunakan istilah “konseli” di Indonesia. Sebab pada kamus
  • 21. Achmad Badaruddin 21 CV Abe Kreatifindo besar Bahasa Indonesia, konseli adalah orang yang mencari (membutuhkan) advis atau nasihat (konseling) sedangkan klien adalah pembeli, pelanggan; orang yang mendapatkan bantuan hukum dari seseorang pengacara. 2. Pendidikan Profesi Konselor Di lain hal, munculnya istilah guru BK dan Konselor secara bersamaan di peraturan ini, jelas hanya mempertahankan kerancuan dan berusaha menyenangkan beberapa pihak. Seharusnya pada peraturan ini dapat menegaskan apa istilah yang akan dipakai, guru BK atau Konselor. Karena pada hakikatnya tidak ada perbedaan yang signifikan. Perbedaan yang mencolok hanya pada istilah, gelar dan orientasi karir. Tugas dan wewenang keduanya adalah sama seperti yang dibahas sebelumnya. Perlu adanya ketegasan mengenai profesi ini. Apabila merujuk kepada Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dan Peraturan Menteri Pendidikan dan
  • 22. Achmad Badaruddin 22 CV Abe Kreatifindo Kebudayaan Republik Indonesia No.73 Tahun 2013 tentang Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, ada 3 jenjang jenis pendidikan profesi setelah S1, yakni Pendidikan Profesi, Pendidikan Spesialis Satu dan Pendidikan Spesialis dua. Maka seharusnya konseling yang diadakan di sekolah dilaksanakan oleh ahlinya, yaitu konselor pendidikan atau konselor sekolah, konselor yang telah mengikuti pendidikan konselor spesialis. Apabila diurutkan jenjang pendidikan profesinya adalah S1 Konseling, kemudian melanjutkan pendidikan profesi untuk gelar konselor umum, selanjutnya menempuh pendidikan spesialis satu, yaitu spesialis pendidikan dan terakhir spesialis dua, yaitu dengan pilihan spesialis SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan pendidikan tinggi. Sementara Gladding (2012: 8) yang juga mantan Ketua ACA mengemukakan spesialisasi profesi konseling di Amerika, antara lain konseling sekolah, mahasiswa, perkawinan, kesehatan mental, rehabilitasi, lansia, kecanduan, dan karier. Sedangkan spesialisasi menurut Dasar Standardisasi Profesi Konseling (2004: 32), spesialisasi seperti konseling
  • 23. Achmad Badaruddin 23 CV Abe Kreatifindo karir, konseling pendidikan, konseling keluarga, dan konseling keagamaan. Sebaiknya spesialisasi profesi konseling diklasifikasikan berdasarkan masalah yang dialami dalam pelbagai setting kehidupan yang dihadapi manusia itu sendiri ataupun sasaran konseli pada bidang tertentu, seperti konseling pendidikan, konseling kesehatan, konseling agama, konseling sosial masyarakat, konseling ekonomi kerakyatan, konseling lintas budaya, konseling bisnis, konseling politik, konseling hukum, hukum konseling, konseling pertahanan, konseling keamanan, konseling internasional dan sebagainya. Menurut ACA (Assosiasi Konselor Amerika), menjadi spesialis adalah berdasarkan premis bahwa semua “konselor spesialis profesional harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan sebagai praktisi umum dalam konseling profesional”. Maka untuk menjadi konselor spesialis pendidikan seharusnya menempuh pendidikan profesi konselor atau menjadi konselor umum terlebih dahulu.
  • 24. Achmad Badaruddin 24 CV Abe Kreatifindo Namun untuk mempermudahnya, sebaiknya kewajiban untuk mengikuti pendidikan profesi dilakukan setelah resmi diangkat sebagai PNS atau pengawai tetap di instansi swasta. Sedangkan pendidikan spesialisasi diikuti setelah beberapa tahun mengumpulkan angka kredit disesuaikan dengan kenaikan pangkat dan mendapatkan rekomendasi pada instansi tempat bekerja untuk mendapat beban tanggung jawab dan gaji yang berbeda. Begitu pula selanjutnya untuk pengambilan pendidikan spesialis dua. Sehingga pendidikan profesi yang diikuti lebih bermanfaat dan sinkron dengan pekerjaan yang digeluti. Sebab apabila seseorang yang lulus pendidikan profesi ataupun spesialis belum tentu bekerja sesuai bidangnya. Dengan demikian, jenjang karir profesi konseling menjadi lebih mudah, tertata dan terarah. Berdasarkan peraturan menyangkut KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) tersebut, mesti tegas mana yang akan diakui PPG BK atau PPK. Keberadaan PPG BK dapat menimbulkan
  • 25. Achmad Badaruddin 25 CV Abe Kreatifindo kerancuan dalam spesialisasi profesi konseling, kecuali hal ini sama dengan perbedaan yang terjadi pada Profesi Dokter dan Profesi Dokter Gigi. Apabila PPG BK tetap diselenggarakan dan diakui sementara PPK tidak, bagaimana dengan spesialisasi setelah PPG BK tersebut atau bagaimana dengan pendidikan profesi konselor umum dan konselor untuk setting kehidupan lainnya. Atau konselor pada setting lainnya diurusi oleh tamatan psikologi. Indikasinya adalah profil lulusan S1 Psikologi yang bergelar sarjana psikologi dapat bekerja dengan sebutan Konselor seperti yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Psikologi Indonesia No. 01/Kep/AP2TPI/2013 tentang Kurikulum Inti Program Studi Psikologi (S1). Apabila dilihat profesi yang masih serumpun dengan konselor, yakni psikolog, ada beberapa hal yang menjadi perhatian konselor agar dapat dijadikan referensi ataupun rujukan kritis. Lebih lanjutnya, Program pendidikan profesi psikologi menghasilkan psikolog pada program studi psikologi profesi.
  • 26. Achmad Badaruddin 26 CV Abe Kreatifindo Sedangkan spesialisasinya atau bidang minatnya adalah psikologi industri dan organisasi, psikologi klinis, psikologi klinis anak, psikologi klinis dewasa, psikologi pendidikan dan bidang minat lain yang disepakati asosiasi penyelenggara pendidikan tinggi psikologi bersama Himpunan Psikologi Indonesia. Area pengetahuan psikologi pendidikan adalah menunjukkan pemahaman terhadap pengetahuan dasar terutama teori dan pendekatan terhadap belajar; menunjukkan pemahaman mengenai prinsip, konsep dasar dan metode dalam asesmen psikologi; menunjukkan pemahaman mengenai prinsip intervensi (konseling, psikoedukasi, dan terapi); dan mentransfer pengetahuan psikologi pada kegiatan pendidikan dan masyarakat sesuai kode etik Psikologi Indonesia seperti yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Psikologi Indonesia No. 03/Kep/AP2TPI/2013 dan Himpunan Psikologi Indonesia No. 003/PP- Himpsi/IV/13 tentang Kurikulum Program Studi Psikologi Profesi. Dapat disimpulkan bahwa psikologi pendidikan sangat fokus terhadap teori dan
  • 27. Achmad Badaruddin 27 CV Abe Kreatifindo pendekatan belajarnya. Sedangkan konseling pendidikan yang dimaksud pada pembahasan sebelumnya tidak hanya fokus kepada bidang belajar tetapi juga kepribadian, mental, potensi dan perkembangan peserta didik. Ini berarti ada tumpang tindih kinerja disini. Sebaiknya pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menertibkan kerancuan ini. Untuk memperkuat profesi konseling di Indonesia, hendaknya ada kebijakan pemerintah, yakni UU Konseling agar dapat mengadvokasi keberadaan konseling di dunia pendidikan pada khususnya dan setting lainnya pada umumnya. Konselor belum memiliki payung hukum yang kuat untuk tingkatan UU, sementara profesi lain memilikinya seperti UU Guru dan Dosen, UU Keperawatan, UU Advokat, UU Profesi Akuntan, UU Pendidikan Kedokteran, UU Praktik Kedokteran, UU Keinsinyuran, UU kesehatan, UU Kesehatan Jiwa dan lain-lain. UU Profesi di negeri lain juga ditemukan seperti Act 580 Counsellors Act 1998 amandamen
  • 28. Achmad Badaruddin 28 CV Abe Kreatifindo tahun 2006 di Malaysia; dan House Bill 2674 pada tahun 2008, H.R. 3270 (94th Congress, 1976) oleh DPR Amerika Serikat dan Community Mental health Centers Act 1963 di Amerika Serikat. 3. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Program Pelayanan Bimbingan dan konseling yang dicantumkan dalam Permendikbud No. 111 Tahun 2014 ialah layanan dasar, layanan peminatan dan perencanaan individual, layanan responsif dan layanan dukungan sistem. Apabila diidentifikasi satu per satu layanan tersebut, layanan tersebut dirancang tidak berdasarkan pengklasifikasian yang jelas. Keempat layanan tersebut hanya mempersempit area penerapan dari fungsi ataupun bidang layanan yang dijabarkan dalam permendikbud tersebut. Layanan dasar, layanan peminatan dan perencanaan individual dan layanan responsif akan bertabrakan dengan konsep atau materi yang takkan lepas dari perkembangan peserta didik. Bisa saja layanan peminatan dan perencanaan individual serta layanan responsif adalah juga bagian dari layanan dasar yang
  • 29. Achmad Badaruddin 29 CV Abe Kreatifindo mengembangkan kemampuan penyesuaian diri yang efektif sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan. Selain itu, layanan dukungan sistem yang dimaksud adalah manajemen bukan dari pelayanan bimbingan dan konseling itu. Akan tetapi, Penyelenggaraan layanan Bimbingan dan Konseling adalah bagian dari Manajemen Pelayanan Bimbingan dan Konseling itu sendiri. Sebab pelaksanaan layanan BK termasuk kategori “actuating” yang merupakan bagian dari POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling) sebagai komponen manajemen BK. Perlu adanya taksonomi layanan bimbingan dan konseling yang jelas agar penggolongan layanan bimbingan dan konseling tertata rapi, sistematis, praktis dan ilmiah. Misalnya jenis layanan diklasifikasikan berdasarkan fungsi. Kemudian diklasifikasikan berdasarkan tahap perkembangan konseli. Kemudian diklasifikasikan berdasarkan bidang permasalahan/layanan. Lalu diklasifikasikan berdasarkan sub bidang permasalahan/layanan. Selanjutnya Kemudian diklasifikasikan lagi berdasarkan bentuk komunikasi dalam konseling.
  • 30. Achmad Badaruddin 30 CV Abe Kreatifindo Setelah itu diklasifikasikan berdasarkan pendekatan teori yang akan digunakan. Maka akhirnya ditemukanlah nama dan profil dari layanan tersebut. Dengan demikian, pelayanan bimbingan dan konseling benar-benar sesuai kebutuhan. Setelah pengidentifikasian konseli dan permasalahannya, maka diidentifikasi layanan konseling yang sesuai. Susunan pengklasifikasian berdasarkan: 1. Fungsi Layanan Contohnya: Pencegahan, Pengembangan, Advokasi dan sebagainya 2. Tahap Perkembangan Konseli Contohnya: Anak-anak, remaja awal, dewasa dan sebagainya 3. Bidang Permasalahan/perkembangan/layanan Contohnya: Emosi, Kognitif, Sosial dan sebagainya 4. Sub Bidang Permasalahan/perkembangan/layanan Contohnya: Sedih akibat kehilangan orang tua, Sulit mengingat materi pelajaran, Dikucilkan teman sekelas, dan sebagainya
  • 31. Achmad Badaruddin 31 CV Abe Kreatifindo 5. Status Kesehatan Mental konseli Contohnya: Depresi 6. Bentuk layanan (Gladding, 2012: 602) Contohnya: a. Partisipan : perantara, individual, pasangan, kelompok, kelas dan massal b. Lokasi : Langsung atau tidak langsung c. Media komunikasi : tanpa media, audio, video, audiovisual, teks dan sebagainya d. Proses interaksi : sinkron atau tidak sinkron 7. Pendekatan teori Contohnya: Humanistik, Behavioristik, Psikoanalisis, Pancawaskita, Integritas, Postmodern dan sebagainya 8. Jenis Layanan a. Nama Layanan b. Profil/Karakteristik Layanan c. Indikator Keberhasilan Layanan d. Sasaran Layanan e. Administrasi & Manajemen Layanan
  • 32. Achmad Badaruddin 32 CV Abe Kreatifindo Berdasarkan profil dan permasalahan konseli yang telah diidentifikasi maka dapat dilihat dari taksonomi layanan bimbingan dan konseling tersebut untuk menemukan jenis layanan konseling yang sesuai atau dibutuhkan. Tidak menutup kemungkinan bahwa konseli akan membutuhkan lebih dari satu jenis layanan jika need assesment telah dilakukan terhadap si konseli. Dalam pengklasifikasian pelayanan bimbingan dan konseling tentunya akan lebih tepat jika dirumuskan oleh pakar-pakar konseling yang ada di Indonesia. Bahasa dari tata nama konseling juga dapat ditetapkan oleh pakar-pakar konseling tersebut. Bisa saja menggunakan bahasa yang universal seperti bahasa latin, Inggris, Indonesia ataupun salah satu bahasa daerah yang ada di nusantara yang disepakati. Dasar pengklasifikasian yang dijabarkan tadi hanyalah permisalan dan dapat diperuntukkan untuk konseling secara umum. Apabila ide tersebut dapat diaplikasikan maka masalah penamaan jenis layanan ini menjadi
  • 33. Achmad Badaruddin 33 CV Abe Kreatifindo terentaskan tanpa memihak kepada siapapun kecuali keilmuannya. Hal ini dapat menghindari perselisihan dalam pelaksanaan dan teknis pelayanan bimbingan dan konseling di lapangan yang sering terjadi perdebatan antara penggunaan Pola BK 17 Plus BK Komprehensif. 4. Materi Begitu pula halnya pengklasifikasian bidang materi hendaknya dibagi berdasarkan tugas-tugas perkembangan. Bidang yang disebutkan dalam permendikbud ini ialah pribadi, karir, belajar dan sosial. Bidang-bidang ini tidak jelas dibagi atau dikelompokkan berdasarkan apa. Bukankah karir dan belajar juga dapat dimasukkan ke dalam aspek pribadi. Keempat bidang tadi hanya mempersempit penggunaan kompetensi yang telah dimiliki konselor yang telah di persiapkan oleh perguruan tinggi yang kaya dengan konsep psikologi terutama psikologi perkembangan dan kepribadian. Lain halnya jika bidang tersebut dibagi berdasarkan tugas-tugas
  • 34. Achmad Badaruddin 34 CV Abe Kreatifindo perkembangan konseli, misalnya menjadi bidang emosi, sosial, moral, kognitif dan sebagainya. 5. Program Program layanan pada permendikbud ini adalah program tahunan dan semesteran. Apabila ditilik dari tanggung jawab guru BK yang mengemban 24 jam pelajaran per minggunya maka apabila rata-rata konselor dapat melaksanakan kegiatan konseling dengan 2 jam pelajaran per masing-masingnya maka ada 12 kegiatan konseling yang dilaksanakan. Apalagi terkadang Guru BK mendapat kelebihan beban kerja diakibatkan jumlah guru BK yang tidak sesuai dengan rasio 1: 150. Sehingga ada kemungkinan lebih dari 12 kegiatan konseling yang dilakukan dalam seminggu. Oleh karena itu akan lebih baik ada program tahunan, semesteran, bulanan, mingguan, dan harian. Dengan begitu, dapat dilihat kegiatan konseling yang akan dilaksanakan baik dari yang paling ringkas hingga yang paling rinci sekalipun untuk memudahkan dalam memandu kegiatan konseling yang dilaksanakan nantinya.
  • 35. Achmad Badaruddin 35 CV Abe Kreatifindo 6. Konseli, Jumlah Konselor, Pengelolaan Kegiatan dan Waktu Konseling Berhubung konselor bukanlah guru pada hakikat sebenarnya dalam konteks keilmuan maka calon konseli di satuan pendidik adalah peserta didik, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di satuan pendidikan tersebut. Maka manajemen pelayanan konseling di sekolah bukan hanya sekedar menangani peserta didik. Selain itu, orang tua dari peserta didik juga mendapatkan pelayanan konseling dari konselor pendidikan dengan topik permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan yang dialami peserta didik tersebut. Selain itu, menurut peraturan yang berlaku, guru BK mengampu 150 siswa sebagai konseli. Dengan rasio tersebut, diyakini tidak akan memenuhi seluruh kebutuhan konseli untuk mendapatkan pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila assesment dilaksanakan dan beragam fungsi pelayanan konseling, maka akan tampak kebutuhan-kebutuhan konseli untuk mendapatkan beragam layanan
  • 36. Achmad Badaruddin 36 CV Abe Kreatifindo konseling pula. Dengan menangani 150 siswa dengan beban kerja 24 jam pelajaran per minggu tidaklah cukup memenuhi kebutuhan layanan konseling kepada siswa secara individual dan menyeluruh. Pemberian 2 jam layanan untuk masuk kelas beserta perhitungan waktu kegiatan konseling di luar kelas tersebut tidak dapat menjamin kebutuhan-kebutuhan tersebut. Sebab konseling yang ideal tentunya dengan memenuhi semua kebutuhan layanan konseling pada siswa yang diampu tersebut. Maka dibutuhkkan jumlah konseli yang ideal ataupun jumlah konselor yang ideal. Sebenarnya untuk menjawab permasalahan ini, dapat disesuaikan dengan jumlah siswa, kelas, dan jam pelajaran yang disediakan. Sebaiknya jumlah jam pelajaran yang digunakan untuk kegiatan/layanan konseling pada siswa adalah 3 jam pelajaran. Karena ada beberapa kegiatan atau layanan konseling membutuhkan lebih dari 2 jam pelajaran, contohnya layanan bimbingan/konseling kelompok, assesment dan sebagainya. Hal ini juga mengantisipasi agar konselor mendapatkan keadilan di satuan pendidikan,
  • 37. Achmad Badaruddin 37 CV Abe Kreatifindo yaitu tidak ada lagi kegiatan konseling di luar jam sekolah. Bahkan kalau perlu masing-masing siswa/kelas dapat mengikuti kegiatan/layanan bimbingan dan konseling 2 (dua) kali seminggu seperti mata pelajaran yang dianggap penting seperti matematika, IPA dan lain-lain. Hal ini mengingat kebutuhan konseling pada siswa dan dominasi konseling pendidikan dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional yang tidak bermakna kepada pengembangan pengetahuan dan ketrampilan saja. Walaupun demikian, 24 jam pelajaran per minggu yang diemban oleh konselor perlu disesuaikan pula. Maka rumus menentukan untuk jumlah konselor di sekolah adalah jumlah siswa maksimal dalam satu kelas dibagi jumlah layanan yang dapat diikuti siswa per kelas dalam sehari dikali 6 hari jam kerja dikalikan dengan jumlah kelas ada di sekolah tersebut. Rumusnya sebagai berikut:
  • 38. Achmad Badaruddin 38 CV Abe Kreatifindo 𝐽𝐾 = 𝑁𝑠𝑥 𝑓𝑙 × 𝐽ℎ𝑘 × 𝑁𝑘 Keterangan JK = Jumlah Konselor di Sekolah Nsx = Jumlah siswa maksimal dalam sekolah yang bersangkutan fl = jumlah layanan yang dapat diikuti siswa per kelas dalam satu hari Jhk = Jumlah hari yang dihitung sebagai jam kerja di sekolah Nk = Jumlah kelas yang ada di sekolah Apabila layanan bimbingan dan konseling dianggap lebih penting dari mata pelajaran ataupun setidaknya tergolong penting dan berusaha mengakomodir kebutuhan layanan konseling secara individu dan menyeluruh, maka layanan konseling dapat dilakukan lebih dari satu kali dalam satu minggu bagi siswa per kelasnya. Rumusnya sebagai berikut:
  • 39. Achmad Badaruddin 39 CV Abe Kreatifindo 𝐽𝐾 = 𝑗𝑙 × 𝑁𝑠𝑥 𝑓𝑙 × 𝐽ℎ𝑘 × 𝑁𝑘 Keterangan JK = Jumlah Konselor di Sekolah Nsx = Jumlah siswa maksimal dalam sekolah yang bersangkutan fl = jumlah layanan yang dapat diikuti siswa per kelas dalam satu hari Jhk = Jumlah hari yang dihitung sebagai jam kerja di sekolah Jl = jumlah layanan yang diikuti siswa per kelas dalam satu minggu Nk = Jumlah kelas yang ada di sekolah Dari kedua rumus menentukan jumlah konselor dapat digunakan untuk kebijakan jumlah konselor di sekolah. Untuk kegiatan atau layanan konseling di luar seperti beberapa kegiatan pendukung, layanan diperluas yang dimaksud dalam Permendikbud 81A tentang implementsi kurikulum 2013 dan
  • 40. Achmad Badaruddin 40 CV Abe Kreatifindo layanan dukungan sistem dalam Permendikbud 111 tahun 2014 ini, dan kegiatan konseling lainnya yang berkenaan langsung dengan siswa, dapat dilakukan di luar jam pelajaran namun tidak di luar jam sekolah apalagi di luar hari kerja. Berikut contoh jadwal kegiatan dan layanan konseling di sekolah: Contoh Jadwal Kegiatan Konseling Konselor Antonio Jam Pelajaran ke- Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu 1 Siswa AD (X-1)* Siswa XY (XI-1)* Siswa HI (XII-1)* 2 3 4 Siswa BC (X-2)* Siswa ST (XI-2)* Siswa KL (XII- 2)* 5 6 7 ** ** ** 8 ** ** ** * Dilakukan serempak pada satu kelas. Namun siswa dapat ditangani per individual, kelompok, kelas, dan massal/gabungan kelas berdasarkan kebutuhan. Diutamakan dilakukan secara individual agar dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan akan
  • 41. Achmad Badaruddin 41 CV Abe Kreatifindo layanan konseling berdasarkan asesmen dan fungsi layanan. ** Kegiatan konseling di luar siswa secara langsung seperti manajemen & administrasi (dukungan sistem) bimbingan dan konseling; kegiatan pendukung yang tidak berkaitan dengan siswa secara langsung; layanan konseling diperluas seperti kepada guru, orang tua dan sebagainya; dan kegiatan lainnya Apabila terjadi kelebihan beban kerja sebaiknya diberikan kompensasi yang sesuai layaknya pekerjaan lembur sehingga tunjangan keprofesionalan konselor berbasis kinerja. Maka contoh susunan jadwal layanan bimbingan dan konseling dan mata pelajaran pada suatu kelas di sekolah akan menjadi seperti berikut: Jam Pelajaran ke- Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu 1 MP MP LBK MP MP MP 2 MP MP LBK MP MP MP 3 MP MP LBK MP MP MP 4 MP MP MP MP MP MP 5 MP MP MP MP MP MP 6 MP MP MP MP MP MP 7 MP MP MP MP MP MP 8 MP MP MP MP MP MP
  • 42. Achmad Badaruddin 42 CV Abe Kreatifindo Ket: MP = Mata Pelajaran LBK = Layanan Bimbingan dan Konseling Sedangkan contoh seluruh jadwal konseling pada semua konselor di suatu sekolah dapat terlihat sebagai berikut: Jam Pelajaran ke- Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu 1 X-1 XI-1 XII-1 X-3 XI-3 XII-32 3 4 X-2 XI-2 XII-2 X-4 XI-4 XII-45 6 7 Manajemen/administrasi/kegiatan pendukung/layanan diperluas/dsb8 Meski jadwalnya dilakukan per kelas namun pelaksanaannya diutamakan individual untuk mememnuhi kebutuhan layanan pada konseli. Itulah sebabnya jumlah konselor dipatok pada rumus yang disampaikan tadi, berdasarkan jumlah maksimal siswa
  • 43. Achmad Badaruddin 43 CV Abe Kreatifindo dalam satu kelas. Apabila jumlah maksimal siswa dalam satu kelas pada suatu sekolah adalah 30 orang, maka jumlah minimal konselor pada sekolah tersebut adalah 30 orang. Angka ini terbilang fantastis jika dibandingkan dengan rasio 1:150 yang ditetapkan pemerintah. Namun apabila bertahan dengan kebijakan rasio 1:150 tersebut, berarti pemerintah tidak serius dalam memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan pelayananan konseling secara individu dan menyeluruh. Dengan kata lain, tidak serius untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Bagaimana tidak, dengan adanya kebijakan-kebijakan yang ada pada saat ini, jam layanan yang dapat dijamin tidak mengganggu mata pelajaran atau luar jam belajar di sekolah hanyalah untuk pelayanan konseling untuk format klasikal. Bagaimana dengan format lain? Tidak mungkin dilakukan pada jam istirahat. Ini jelas menunjukkan ketidakdisiplinan. Tidak mungkin dilakukan pada saat proses belajar mengajar sedang berlangsung. Ini jelas mengganggu siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sehingga siswa dapat ketinggalan pelajaran. Tidak mungkin pula
  • 44. Achmad Badaruddin 44 CV Abe Kreatifindo dilakukan setelah pulang sekolah atau hari libur. Ini jelas merusak jadwal siswa yang tidak mungkin hanya banyak menghabiskan waktu di sekolah. Perlu manajemen yang tepat untuk membenahi masalah ini. Sehingga hal ini juga dapat merubah persepsi yang negatif terhadap sebagian guru BK atau konselor di lapangan selama ini di lain persoalan kualitas guru BK/konselor itu sendiri. Siswa-siswa yang bermasalah atau melanggar disiplin sering di proses ketika proses belajar mengajar berlangsung. Contoh permasalahannya adalah tidak mengerjakan PR, bolos, terlambat, dan sebagainya. Siswa sering di hukum yang dimaksudkan untuk jera. Namun berapa persen siswa yang jera untuk melakukan pelanggaran disiplin setelah dihukum. Selain itu, masa hukuman hanya akan mengganggu proses belajar mengajar, sehingga berkurang kesempatan belajarnya di kelas. Tindakan tegas yang mendidik sangatlah diperlukan disini. Tentunya ada saat yang tepat untuk memproses itu, salah satunya dengan pelayanan bimbingan dan
  • 45. Achmad Badaruddin 45 CV Abe Kreatifindo konseling. Ketersediaan waktu siswa untuk mendapatkan pelayanan bimbingan dan konseling setiap minggu secara individu adalah salah satu solusi yang tepat. Pada saat itu, konselor memproses konseli pada jam layanan. Ini juga akan mengurangi pandangan siswa bahwa konseling hanya untuk orang-orang yang bermasalah. Sehingga banyak siswa yang enggan untuk mengikuti layanan bimbingan dan konseling. Sebab menanggulangi siswa yang bermasalah pada jam layanan. Siswa yang bermasalah ataupun tidak bermasalah hendaknya tetap mendapat layanan bimbingan dan konseling. Hal ini dikarenakan BK bukan hanya berfungsi sebagai pengentasan tetapi juga pencegahan, pengembangan dan lain-lain. Akan lebih baik lagi, syarat kepala sekolah setelah terpilih, harus mengikuti pelatihan manajemen BK di sekolah. Sebab eksistensi dan esensi pelayanan BK di sekolah juga bergantung kepada keputusan dan kebijakan kepala sekolah yang diawasi langsung oleh pemerintah dalam pelaksanaan implementasi
  • 46. Achmad Badaruddin 46 CV Abe Kreatifindo kebijakan pemerintah terkait pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Alokasi waktu pada permendikbud 111 tahun 2014 ini, seakan-akan hanya mempertimbangkan harus terlaksananya semua layanan apabila dilihat dari persentase-persentase layanan dalam pembagian alokasi waktu. Padahal bisa saja ada layanan yng tidak mungkin dilaksanakan sama sekali. Patokan seharusnya adalah kebutuhan siswa bukan keterlaksanaan seluruh layanan. Sebaiknya untuk menentukan ekuivalensi jam pelajaran pada permendikbud no 111 tahun 2014 ini, memperhatikan durasi, kuantitas dan bobot. Hal ini disebabkan bobot pada pelaksanaan administrasi/manajemen, kegiatan pendukung dan pelayanan konseling memiliki tingkatan tuntutan, ketrampilan dan kesulitan yang berbeda. Kemudian durasi juga menjadi pertimbangan yang sesuai dalam ekuivalensi jam pelajaran. Karena durasi bisa dibutuhkan lebih lama ataupun lebih cepat. Maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
  • 47. Achmad Badaruddin 47 CV Abe Kreatifindo 𝑒 = 𝑑 𝑗𝑝𝑚 × 𝑏 × 𝑓 Keterangan: e = ekuivalen jam pelajaran d = durasi (dalam konversi hitungan menit) pelaksanaan jpm = 1 jam pelajaran dalam hitungan menit sesuai tk satuan pendidikan b = bobot (1 - 5) f = jumlah atau banyak kegiatan yang dilakukan Dengan penghitungan dalam penentuan ekuivalen jam pelajaran tersebut akan lebih menjamin akurasi penghitungan jam kerja dengan beban kerja yang telah diberikan yakni 24 jam pelajaran. Kelebihan jam pelajaran yang diampu konselor seharusnya mendapatkan kompensasi yang layak sebagai penghargaan setiap kelebihan per satu jamnya. Kesimpulannya hendaknya beban kerja konselor sekolah atau masih dikenal sebagai guru BK
  • 48. Achmad Badaruddin 48 CV Abe Kreatifindo adalah terpenuhinya kebutuhan per siswa terhadap layanan konseling dan tidak berdasarkan jumlah siswa yang diampu hingga 150 orang. Apabila ide tadi diterapkan maka beban kerja konselor sekolah menjadi maksimal 6 orang siswa dengan masing- masing siswa mengikuti layanan 3 jam pelajaran setiap minggunya disertai maksimal 6 jam pelajaran untuk administrasi/manejemen, kegiatan pendukung yang tidak berkenaan langsung dengan siswa, layanan diperluas dan kegiatan konseling lainnya yang diakui pakar konseling. 7. Sarana Dapat dipastikan tidak semua sekolah memiliki ruang apalagi gedung khusus untuk layanan bimbingan dan konseling. Padahal dalam Permendiknas No 20 tahun 2010 tentang Norma, Standar, Prosedur, dan kriteria (NSPK) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Formal dan Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota yang melampirkan dan mengharuskan adanya ruang konseling di satuan
  • 49. Achmad Badaruddin 49 CV Abe Kreatifindo pendidikan tersebut. Dalam permendikbud no 111 tahun 2014 ini, memaparkan berbagai alternatif penataan ruang BK di sekolah. Untuk itu, pemerintah hendaknya juga membuat kebijakan atau program khusus untuk mengontrol atau memfasilitasi sekolah agar dapat memenuhi kebutuhan konselor sekolah seperti sarana dan prasarana yang memadai dan sesuai standar dengan kebijakan yang ada. D. Kesimpulan Kebijakan-kebijakan pemerintah saat ini belum mengakomodir profesi konseling pada umumnya dan konseling pendidikan pada khususnya secara keilmuan. Terdapat perbedaan konsep operasionalisasi atau teknis pelayanan bimbingan dan konseling oleh beberapa pakar yang ada di Indonesia. Hal ini harus disatukan secara ilmiah dalam bentuk kebijakan sehingga dapat diterima oleh seluruh lapisan anggota profesi namun disesuaikan dengan kebijakan perundang-undangan yang ada di atasnya. Penulis melihat berdasarkan pembahasan pada analisis permendikbud no 111 tahun 2014 ini, belum
  • 50. Achmad Badaruddin 50 CV Abe Kreatifindo adanya peraturan khusus untuk profesi konselor seperti profesi lainnya setingkat UU dan fenomena- fenomena yang terjadi di lapangan, maka dibutuhkannya 2 (dua) ketetapan berupa Undang- undang ataupun peraturan pemerintah terkait: 1. Sistem Konseling Nasional 2. Konseling Pendidikan Nasional Selain itu, implementasi dan konsistensi pemerintah dalam sebuah kebijakan terkait bimbingan dan konseling meski ditingkatkan aktualisasinya. Permendikbud no 111 tahun 2014 dipaparkan secara detail namun nampaknya lebih banyak penekanan pada eksistensi dibanding esensi profesi konseling di pendidikan dasar dan menengah serta belum menjawab persoalan atas fenomena yang terjadi di lapangan secara menyeluruh dan substansial. Namun keberadaan dan penerapan Permendikbud No. 111 tahun 2014 juga akan berdampak positif untuk merubah kesalahpahaman terhadap bimbingan dan konseling di sekolah. Kesalahpahaman tersebut pernah diutarakan Prayitno (2008), yaitu Guru BK
  • 51. Achmad Badaruddin 51 CV Abe Kreatifindo dianggap polisi sekolah, layanan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, Layanan BK hanya untuk siswa tertentu saja, Layanan BK hanya untuk permasalahan awal saja, Layanan BK tidak terkait dengan pendidikan, Layanan BK hanya bekerja sendiri, dan sebagainya. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mengukur keberhasilan terhadap pencapaian tujuan pelayanan bimbingan dan konseling.
  • 52. Achmad Badaruddin 52 CV Abe Kreatifindo DAFTAR KEPUSTAKAAN Aziz Syamsuddin. 2011. Proses & Teknik Penyusunan Undang-Undang. Jakarta: Sinar Grafika. ABKIN. 2008. Krisis Identitas Profesi Bimbingan dan Konseling. Tempat tidak diketahui: Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. 2004. Dasar Standardisasi Profesi Konseling. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Gladding, Samuel T. 2012. Konseling: Profesi Menyeluruh. Terjemahan oleh Winarno dan Lilian Yuwono. Jakarta: Indeks. Keputusan Asosiasi Penyelenggara Perguruan Tinggi Psikologi Indonesia. 2013. Kurikulum Inti Progam Studi Psikologi (S1). Bandung: AP2TPI.
  • 53. Achmad Badaruddin 53 CV Abe Kreatifindo Keputusan Asosiasi Penyelenggara Perguruan Tinggi Psikologi Indonesia. 2013. Kurikulum Program Studi Profesi Psikologi. Bandung: AP2TPI. Keputusan Asosiasi Penyelenggara Perguruan Tinggi Psikologi Indonesia. 2013. Pendidikan Tinggi Psikologi di Indonesia. Bandung: AP2TPI. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 2009. Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta: Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. ___________. 2014. Lampiran Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
  • 54. Achmad Badaruddin 54 CV Abe Kreatifindo ___________. 2013. Lampiran IV Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. ___________. 2013. Penerapan Kerangka Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi. Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. 2008. Standar Kualifikasi Akademik & Kompetensi Konselor. Jakarta: Menteri Pendidikan Nasional. ___________. 2010. Norma, Standar, Prosedur, dan kriteria (NSPK) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Formal dan Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota. Jakarta: Menteri Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah. 2008. Guru. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Peraturan Presiden. 2012. Kerangka Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
  • 55. Achmad Badaruddin 55 CV Abe Kreatifindo Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. Undang-Undang. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. ___________. 2005. Guru dan Dosen. Jakarta. Jakarta: Presiden Republik Indonesia. ___________. 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.