1. Nama : yuniyati martince
kelas : 1A PGSD 21/22
Mata Kuliah : TIK ( UTS)
Dosen : Nur Agus Salim S.Pd,M.Pd
Selamat membaca
2. Bab 8
Literasi Informasi dan Media
8.1 Pendahuluan
Rendahnya tingkat literasi kadang membuat masyarakat mengalami kesulitan
memilah konten-konten yang positif di antara banjir informasi di dunia maya
(Simarmata, Iqbal, Hasibuan, Limbong, & Albra, 2019). Setiap orang bisa
dikatakan telah memahami literasi informasi jika mampu untuk
mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, menyusun, menciptakan,
menggunakan, dan mengkomunikasikan informasi kepada orang lain untuk
mencari atau mengambil solusi terhadap masalah dan hambatan yang ada.
Literasi media dan literasi informasi selalu terkait, tetapi aksesibilitas konten
yang lebih besar melalui Internet dan platform seluler berarti bahwa literasi tersebut
semakin terjalin.
Literasi Media dan Informasi berupaya menyatukan berbagai disiplin ilmu yang
tadinya terpisah dan berbeda (Grizzle, 2011) :
3. 1. Literasi Informasi
• Definisi dan artikulasi informasi
• Lokasi dan akses informasi
• Penilaian Informasi
• Organisasi Informasi
• Penggunaan Informasi
• Komunikasi dan penggunaan informasi secara etis
• Keterampilan informasi lainnya
2. Literasi Media
• Memahami Peran dan fungsi media
• Memahami kondisi di mana media dan memenuhi mereka
• Menganalisis secara kritis dan mengevaluasi konten media
• Penggunaan media untuk partisipasi yang demokratis, dialog
antarbudaya dan pembelajaran
• Menghasilkan konten yang dibuat pengguna
• Teknologi Informasi Komunikasi dan keterampilan media
lainnya.
4. Literasi informasi menekankan pentingnya akses ke informasi dan evaluasi serta
penggunaan informasi tersebut. Sementara untuk beberapa waktu, literasi
informasi dianggap berfokus pada publikasi peer-review dan dievaluasi, ini
tidak lagi benar. Ruang lingkup literasi informasi telah diperluas untuk
memasukkan semua jenis informasi dan konten. Literasi media menekankan
pada kemampuan untuk memahami, mengevaluasi, dan menggunakan media
sebagai penyedia dan pengolah informasi terkemuka, jika bukan produsen, dari
informasi. Oleh karena itu, pantas bahwa dalam proses elaborasi indikator MIL,
UNESCO menganggap literasi informasi dan literasi media bersama sebagai
Literasi Informasi – Literasi Media atau Media Information Literacy (MIL)
(Moeller, Joseph, Lau, & Carbo, 2011).
Dasar dari media literasi adalah aktivitas yang menekankan aspek edukasi
dikalangan masyarakat agar mereka tahu bagaimana mengakses, memilih
program yang bermanfaat dan sesuai kebutuhan yang ada. Oleh karena itu,
Silverblatt (1997) menyebutkan empat tujuan dari literasi media, yakni kesadaran kritis, diskusi, pilihan
kritis, dan aksi sosial.
Kesadaran kritis ini memberikan manfaat bagi khalayak, antara lain (Silverblatt,
Eliceiri, & Eliceiri, 1997):
5. 1. Mendapatkan informasi secara benar terkaitan cakupan dan jangkauan
media (coverage) dengan membandingkan antara media yang satu
dengan yang lain secara kritis,
2. Sadar akan pengaruh media dalam kehidupan sehari-hari,
3. Mampu menginterpretasikan pesan media
4. Membangun sensitivitas terhadap program-program sebagai cara
mempelajari kebudayaan,
5. Mengetahui pola hubungan antarapemilik media dan pemerintah yang
memengaruhi isi media;
6. Mempertimbangkan media dalam keputusan-keputusan individu.
6. Dalam buku From library skills to information literacy: A handbook forthe 21st
century dijelaskan bahwa sumber informasi tidak terbatas. Baik yang berasal
dari rumah, komunitas, sekolah atau perpustakaan. Sumber tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam empat kategori umum, yaitu orang, tempat, teman dan
ahli. Sumber tempat terdiri dari rumah, sekolah, perpustakaan, museum, kebun
binatang, surat-surat, peta, foto dan poster. Sedangkan teknologi di antaranya
termasuk video, televisi, CD-ROM dan telekomunikasi termasuk Internet.
(CMLEA., 1994)
8. Tidak jauh berbeda pemahaman literasi media dan literasi informasi yang sama sama
bertujuan menghindarkan seseorang dari ketidakbenaran isi atau informasi
yang disebarkan oleh media, hal ini terkait dengan masih adanya kekrang-netralan
media dalam menyampaikan informasi. Literasi informasi dan literasi media
menjadi terintegrasi dengan melihat konten yang dibutuhkan dengan media
yang digunakan. Dalam melakukan identifikasi tugas (masalah) individu akan
menemukan masalah apa yang akan dipecahkan sehingga menghasilkan
beberapa informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah. Identifikasi
Masalah dengan menggunakan konten yang berasal dari media dengan
menganalisa berita yang ada didalam media. Berikut merupakan konsep literasi
informasi dan literasi media bagi pengguna (Purwaningtyas, 2018):
10. Di dalam buku “Australian and New Zealand Information Framework”
dinyatakan bahwa orang yang information literate adalah mereka yang dapat
(Bundy, 2004):
• Recognize a need for information
• Determine the extend of information needed
• Access information efficiently
• Critically evaluate information and its sources
• Classify, store, manipulate and redraft information collected or
generated
• Incorporate selected information into their knowledge base
• Use information effectively to learn, create new knowledge, solve
problems and make decisions
Understand economic, legal, social, political and cultural issues in the
use of information
• Access and use information ethically and legally
• Use information and knowledge for participative citizenship and social
responsibility
• Experience information literacy as part of independent learning and
lifelong learning.
11. 8.2 Urgensi Literasi Informasi dan Media
Dalam mengakses, memanfaatkan dan menyebarkan berbagai informasi yang
diperoleh diperlukan suatu filter yang disebut literasi informasi. Setiap orang
yang telah memiliki literasi informasi tidak dengan mudah menyebarkan
berbagai informasi tanpa memeriksa lebih dahulu kebenarannya. Penyebaran
berbagai informasi yang benar serta santun akan membuat penerima informasi
menalar dengan baik sehingga tidak mudah terpancing berbuat hal yang
meresahkan. Dengan demikian literasi informasi sangat penting untuk
mendukung ketahanan nasional.
Dilatarbelakangi oleh kepedulian akan semakin besarnya pengaruh dan
konvergensi media, informasi, dan TIK di tengah masyarakat, sekaligus makin
sulitnya menilai relevansi informasi, UNESCO merumuskan 5 hukum literasi
informasi dan media (media and information literacy/MIL) sebagai berikut
(Singh, Kerr, & Hamburger, 2016):
12. (1) Hukum 1: informasi, komunikasi, perpustakaan, media, teknologi,
internet, dan penyedia informasi lainnya digunakan untuk mendorong
partisipasi publik dan pembangunan berkelanjutan. Semua penyedia
informasi tersebut berkedudukan setara dan tidak ada yang lebih
relevan satu dibanding yang lainnya.
(2) Hukum 2: setiap warga negara adalah pencipta
informasi/pengetahuan
dan memiliki pesan yang ingin disampaikan. Mereka harus diajarkan
dan diberi jalan untuk mengakses informasi/pengetahuan baru dan
untuk mengekspresikan diri. Literasi informasi dan media adalah
untuk laki-laki dan perempuan secara setara dan merupakan sebuah
neksus dari HAM
13. (3) Hukum 3: informasi, pengetahuan, dan pesan tidak selalu bebas
nilai
dan bias. Setiap konseptualisasi, penggunaan, dan aplikasi literasi
informasi dan media harus dengan transparan menyebutkan hal
tersebut dan dapat dipahami oleh semua warga negara
(4) Hukum 4: setiap warga negara pada dasarnya memiliki keinginan
untuk mengetahui dan memahami informasi, pengetahuan, dan pesan
yang baru, serta mengkomunikasikannya, meskipun mereka tidak
menyadari, mengakui atau menyatakannya. Hak-hak setiap warga
negara tersebut harus tetap dipenuhi
(5) Hukum 5:literasi informasi dan media tidak dapat dikuasai
seketika,
melainkan sebuah proses dan pengalaman yang dinamis dan terus
berjalan. Bisa dipandang lengkap jika di dalamnya terdapat
pengetahuan, skill, dan sikap, serta mencakup akses,
evaluasi/assesment, penggunaan, produksi dan komunikasi informasi,
dan konten teknologi dan media.”
14. 8.3 Literasi Informasi dan Pembelajaran
Sepanjang Hayat
Literasi Informasi dan Pembelajaran sepanjang hayat memiliki
hubungan
strategis dan saling menguatkan yang menjadi penting bagi setiap
individu,
organisasi, lembaga, pemerintah dan negara dalam masyarakat
informasi global.
Dua paradigma itu selayaknya dijaga agar bekerja secara bersama
dan bersinergi
satu sama lain agar manusia dan organisasi berhasil bertahan dan
sukses pada abad 21 dan selanjutnya.
15. Literasi Informasi dan Pembelajaran sepanjang hayat, keduanya saling terkait.
Kedua konsep tersebut dapat diuraikan (Farli, 2017):
1. Pada dasarnya Literasi Informasi dan Pembelajaran sepanjang hayat
memotivasi dan mengarahkan diri sendiri. Sebenarnya tidak
memerlukan mediasi pihak lain, baik perorangan, organisasi, atau
bantuan lainnya. Semua tergantung pada niat atau kemauan diri
sendiri. Namun jika ada saran atau bantuan dari pihak lain tentu ada
manfaatnya juga.
2. Kompetensi dalam berinformasi merupakan faktor kunci dalam
Pembelajaran sepanjang hayat. Kompetensi itu menjadi langkah
pertama dalam mencapai tujuan pendidikan. Pengembangan
kompetensi tersebut hendaknya dilakukan juga sepanjang hidup
seseorang. Khusunya pada masa-masa pendidikan formal. Pustakawan
yang mengatakan dirinya bagian dari proses pendidikan serta juga ahli
dalam manajemen informasi seharusnya mengambil peran kunci
dalam memfasilitasi program kurikulum terintegrasi. Pustakawan
harus aktif mendukung proses pembelajaran siswa, terutama bagi
siswa dalam upaya menemukan pengetahuan dan nilai untuk dapat
menjadi pembelajar sepanjang hayat.
16. 3. Swa-pemberdayaan: dimaksudkan untuk membantu masyarakat dari
semua kalangan, kelompok umur, gender, ras, agama, kelompok etnik,
asal kebangsaan, tanpa melihat status sosial dan kemampuan ekonomi,
atau peran dan tempat dalam lingkungan masyarakat pada umumnya.
4. Swa-aktualisasi berarti: semakin mampu individu dalam hal Literasi
Informasi, dan semakin lama mendapat kesempatan belajar Literasi
Informasi serta membiasakan mempraktikkannya, maka akan lebih
besar pencerahan pribadi yang diperoleh, khususnya jika hal itu
dipraktikkan sepanjang hidupnya. Idealnya seseorang yang mampu
dalam Literasi Informasi mempraktikkannya sepanjang hidupnya.
17. Literasi Informasi adalah sekumpulan keterampilan yang dapat dipelajari.
Keterampilan itu mencakup sikap terhadap pembelajaran sendiri, penggunaan
peralatan seperti tutorial online, penggunaan teknik kerja seperti kerja dalam
sebuah tim, dan menggunakan metoda tertentu. Jika perlu dilengkapi dengan
adanya mentor atau pelatih. Di sisi lain, Pembelajaran sepanjang hayat adalah
kebiasaan baik yang diperlukan dan hendaknya disertai dengan kerangka pikir
yang positif. Kemauan untuk berubah dan keingintahuan atau rasa haus akan
pengetahuan menjadi kondisi awal yang ideal dari Pembelajaran sepanjang
hayat. Karena sifatnya yang sudah mengglobal atau internasional, maka dalam
pelaksanaan Literasi Informasi dan Pembelajaran sepanjang hayat, hendaknya
juga mengikuti Standar Internasional. Keberhasilan pelaksanaan ini menuntut
adanya Komitmen Lembaga yang tercermin pada Rencana Aksi yang disusun.
Rencana ini hendaknya dilengkapi dengan pedoman Manajemen
Instruksi/Pembelajaran. Yang menjadi utama agar semua itu dapat dikerjakan
dengan baik dan benar tentu tergantung pada tenaga pelaksana yang bermutu.
Karena itu perencanaan Pengembangan Tenaga Kerja menjadi keharusan. Dari
sisi “teori” perlu disebut juga mengenai Teori Pembelajaran dan Pengkajian
Pembelajaran.
18. Sementara itu Bainton (2001) dalam tulisannya yang berjudul Information
Literacy and Academic Libraries: The SCONULApproach (UK/Ireland)
mengeluarkan sebuah model information skill yang dikenal dengan the seven
Headline Skill yang menguraikan bahwa keterampilan informasi di perguruan
tinggi mencakup keahlian berikut ini:
1. The ability to recognise a need for information (Kemampuan
mengenali informasi yang dibutuhkan)
2. The ability to distinguish ways in which the information 'gap' may be
addressed (Kemampuan untuk membedakan cara-cara di mana
'kesenjangan' informasi dapat diatasi)
• pengetahuan akan jenis sumber-sumber yang tepat, baik tercetak
maupun noncetak.
• menyelesksi sumber-sumber yang tepat untuk masalah yang
sedang ditangani.
19. • kemampuan untuk memahami masalah yang memengaruhi
aksesibilitas sumber
3. The ability to construct strategies for locating information
(Kemampuan membangun strategi untuk menemukan informasi)
• untuk mengartikulasikan informasi harus sesuai dengan sumber
daya
• untuk mengembangkan metode sistematis yang sesuai dengan
kebutuhan
• untuk memahami prinsip-prinsip konstruksi dan pembuatan basis
data
4. The ability to locate and access information (Kemampuan untuk
mencari dan mengakses informasi)
• untuk mengembangkan teknik pencarian yang sesuai (mis.
penggunaan Boolean).
20. • • untuk menggunakan teknologi komunikasi dan informasi,
• termasuk istilah jaringan akademis internasional
• • untuk menggunakan layanan pengindeksan dan abstrak yang
• sesuai, indeks kutipan dan database
• • untuk menggunakan metode kesadaran saat ini untuk tetap up to
• date
• 5. The ability to compare and evaluate information obtained from
• different sources (kemampuan untuk membandingkan dan
• mengevaluasi informasi yang diperoleh dari berbagai sumber)
• • kesadaran akan bias dan masalah otoritas
• • kesadaran akan proses peer review dari penerbitan ilmiah
• • ekstraksi informasi yang sesuai dengan kebutuhan informasi
• 6. The ability to organise, apply and communicate information to others
• in ways appropriateto the situation (Kemampuan untuk mengatur,
• menerapkan dan mengkomunikasikan informasi kepada orang lain
• dengan cara-cara yang sesuai dengan situasi).
21. • untuk mengutip referensi bibliografi dalam laporan proyek dan
tesis
• untuk membangun sistem bibliografi pribadi
• untuk menerapkan informasi pada masalah yang dihadapi
• untuk berkomunikasi secara efektif menggunakan media yang
sesuai
• untuk memahami masalah hak cipta dan plagiarisme
7. The ability to synthesise and build upon existing information,
contributing to the creationof new knowledge (kemampuan untuk
mensintesis dan membangun berdasarkan informasi yang ada,
memberikan kontribusi bagi penciptaan pengetahuan baru)
Beberapa konsep literasi informasi tersebut di atas dapat dipilih untuk menjadi
model literasi informasi untuk digunakan dalam menilai atau mengevaluasi
tingkat kompetensi literasi informasi.