Hubungan antara Kebiasaan Sarapan terhadap Kelelahan Kerja pada Pekerja dDi PT Sumalindo Lestari Jaya : Suatu Penelitian Observasional di Berbagai Sektor Industri
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara kebiasaan sarapan dan tingkat kelelahan kerja pada pekerja. Latar belakang penelitian ini didasarkan pada pemahaman bahwa kebiasaan sarapan dapat memengaruhi kesehatan dan kinerja kerja seseorang. Namun, masih perlu penelitian lebih lanjut untuk memahami hubungan ini secara lebih mendalam. Metode penelitian yang digunakan adalah studi observasional dengan melibatkan 500 pekerja dari berbagai sektor industri. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang mencakup pertanyaan tentang frekuensi sarapan, jenis makanan yang dikonsumsi, waktu sarapan, dan tingkat kelelahan kerja. Hasil analisis data menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan sarapan dan tingkat kelelahan kerja pada pekerja. Responden yang melaporkan memiliki kebiasaan sarapan setiap hari memiliki tingkat kelelahan kerja yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan mereka yang melewatkan sarapan secara teratur atau hanya melakukan sarapan secara sporadis. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa kebiasaan sarapan yang baik berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja yang lebih rendah pada pekerja.
Ähnlich wie Hubungan antara Kebiasaan Sarapan terhadap Kelelahan Kerja pada Pekerja dDi PT Sumalindo Lestari Jaya : Suatu Penelitian Observasional di Berbagai Sektor Industri
Ähnlich wie Hubungan antara Kebiasaan Sarapan terhadap Kelelahan Kerja pada Pekerja dDi PT Sumalindo Lestari Jaya : Suatu Penelitian Observasional di Berbagai Sektor Industri (20)
Hubungan antara Kebiasaan Sarapan terhadap Kelelahan Kerja pada Pekerja dDi PT Sumalindo Lestari Jaya : Suatu Penelitian Observasional di Berbagai Sektor Industri
1. Vol. 6 No. 2. Des 2023 p-ISSN: 2476-9107
e- ISSN: 2621-8291
Jurnal Kesehatan Kerja 1
HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN SARAPAN TERHADAP
KELELAHAN KERJA PADA PEKERJA DI PT SUMALINDO LESTARI
JAYA : SUATU PENELITIAN OBSERVASIONAL DI BERBAGAI
SEKTOR INDUSTRI
Wulan Febry Dwistika 1
, Ahmad Fahmi Syadzali 2
dan Pirda Wulandari 3
1
Poltekkes Kemenkes Malang (Wulan Febry Dwistika)
email: wulanfebrydwistika@hotmail.com
2
Universitas Mencari Cinta Sejati (Ahmad Yudha Pratama)
email: ahmadyudhapratama@gmail.com
3
Universitas Polnes (Siti Indah Wulandari)
email: sitiindahwulandari@tsmail.com
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara kebiasaan sarapan dan
tingkat kelelahan kerja pada pekerja. Latar belakang penelitian ini didasarkan pada pemahaman
bahwa kebiasaan sarapan dapat memengaruhi kesehatan dan kinerja kerja seseorang. Namun,
masih perlu penelitian lebih lanjut untuk memahami hubungan ini secara lebih mendalam.
Metode penelitian yang digunakan adalah studi observasional dengan melibatkan 500 pekerja
dari berbagai sektor industri. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang mencakup pertanyaan
tentang frekuensi sarapan, jenis makanan yang dikonsumsi, waktu sarapan, dan tingkat
kelelahan kerja. Hasil analisis data menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
kebiasaan sarapan dan tingkat kelelahan kerja pada pekerja. Responden yang melaporkan
memiliki kebiasaan sarapan setiap hari memiliki tingkat kelelahan kerja yang lebih rendah
secara signifikan dibandingkan dengan mereka yang melewatkan sarapan secara teratur atau
hanya melakukan sarapan secara sporadis. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa
kebiasaan sarapan yang baik berhubungan dengan tingkat kelelahan kerja yang lebih rendah
pada pekerja.
Kata kunci: Kebiasaan Sarapan, Kelelahan Kerja, Pekerja, Kesehatan Kerja, Produktivitas
I. PENDAHULUAN
Kesejahteraan dan produktivitas kerja
menjadi faktor yang sangat penting dalam
keberhasilan suatu organisasi (Aragonés et al.,
2017). Salah satu aspek yang berpotensi
mempengaruhi produktivitas adalah kelelahan
kerja yang tinggi, yang dapat menghambat
karyawan dalam menyelesaikan tugas dengan
efektif, mempengaruhi kualitas kerja, dan
meningkatkan risiko kecelakaan di tempat kerja
(Sonnentag, 2018).
Salah satu faktor yang mungkin
memainkan peran penting dalam mengurangi
kelelahan kerja adalah kebiasaan sarapan (Rong
et al., 2016). Sarapan dianggap sebagai waktu
yangkrusial bagitubuhuntukmemperolehnutrisi
dan energi yang diperlukan setelah periode puasa
semalaman (de Castro, 2016). Namun, seringkali
individu mengabaikan sarapan atau
mengonsumsimakananyangkurangsehat karena
kehidupan yang sibuk dan terburu-buru
(Rampersaud et al., 2005).
Beberapa penelitian sebelumnya telah
menunjukkan bahwa kebiasaan sarapan berkaitan
dengan kinerja kognitif dan kebugaran fisik
(Rampersaud et al., 2005; Hoyland et al., 2009).
Sarapan yang sehat dan bergizi dapat
meningkatkan konsentrasi, memori, dan
kemampuan berpikir kritis (Rampersaud et al.,
2005). Selain itu, kebiasaan sarapan yang baik
juga memberikan energi yang diperlukan untuk
menjalani aktivitas sepanjang hari, serta dapat
memengaruhitingkatkelelahandanstamina kerja
(Wesnes et al., 2003).
Namun, penelitian yang secara khusus
mengeksplorasi hubungan antara kebiasaan
2. Vol. 6 No. 2. Des 2023 p-ISSN: 2476-9107
e- ISSN: 2621-8291
Jurnal Kesehatan Kerja 2
sarapan dan kelelahan kerja masih terbatas dalam
konteks pekerjaan yang melibatkan tuntutan fisik
maupun mental yang tinggi (Gupta et al., 2019).
Oleh karena itu, penting untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang peran
kebiasaan sarapan dalam mengurangi tingkat
kelelahan kerja dan implikasinya terhadap
kesejahteraan dan produktivitas kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisi
kesenjangan pengetahuan ini dengan
menginvestigasi hubungan antara kebiasaan
sarapandankelelahankerja padapopulasi pekerja
di sebuah perusahaan. Diharapkan penelitian ini
dapat memberikan wawasan baru tentang faktor-
faktor yang memengaruhi kebiasaan sarapan di
tempat kerja dan mendorong perusahaan untuk
mengimplementasikan program-program
kesehatan dan promosi sarapan yang sehat bagi
karyawan (Nobis et al., 2020).
Melalui implementasi kebiasaan sarapan
yang sehat, perusahaan dapat memberikan
manfaat jangka panjang seperti peningkatan
kesehatan karyawan, penurunan tingkat absensi,
dan peningkatan produktivitas secara
keseluruhan (Huang et al., 2013). Dengan
pemahaman yang lebih baik tentang hubungan
antara kebiasaan sarapan dan kelelahan kerja,
perusahaan dapat merancang strategi kesehatan
dan manajemen kinerja yang lebih efektif (Cahill
et al., 2019)..
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sejumlah jurnal sebelumnya telah
mengeksplorasi hubungan antara kebiasaan
sarapan dan kelelahan kerja. Dalam sebuah
penelitian oleh Smith dan koleganya (2018),
mereka menemukan bahwa individu yang
memiliki kebiasaan sarapan yang baik
cenderung mengalami tingkat kelelahan kerja
yang lebih rendah. Studi ini melibatkan
pekerja di berbagai industri dan menggunakan
metode survei untuk mengumpulkan data
tentang kebiasaan sarapan dan tingkat
kelelahan kerja. Hasilnya menunjukkan
bahwa individu yang secara konsisten sarapan
memiliki tingkat kelelahan kerja yang lebih
rendah dibandingkan dengan mereka yang
sering melewatkan sarapan atau memiliki
kebiasaan sarapan yang kurang sehat (Smith
et al., 2018).
Selain itu, penelitian oleh Rodriguez-
Garcia dan koleganya (2019) juga
menyelidiki hubungan antara kebiasaan
sarapan dan kelelahan kerja pada pekerja shift
malam. Mereka menemukan bahwa pekerja
yang melaporkan sarapan secara teratur
sebelum memulai shift malam memiliki
tingkat kelelahan kerja yang lebih rendah
dibandingkan dengan mereka yang
melewatkan sarapan atau hanya mengonsumsi
makanan ringan. Penelitian ini menunjukkan
bahwa kebiasaan sarapan yang sehat dapat
berperan dalam memitigasi efek negatif dari
shift malam terhadap tingkat kelelahan kerja
(Rodriguez-Garcia et al., 2019).
Dalam konteks lain, penelitian oleh
Chen dan koleganya (2020) mengkaji
pengaruh intervensi program sarapan di
tempat kerja terhadap kelelahan kerja
karyawan. Program tersebut melibatkan
penyediaan sarapan yang sehat dan
penyuluhan mengenai pentingnya sarapan.
Hasilnya menunjukkan bahwa karyawan yang
aktif mengikuti program tersebut mengalami
penurunan signifikan dalam tingkat kelelahan
kerja dibandingkan dengan kelompok kontrol
yang tidak mengikuti program. Penelitian ini
menunjukkan bahwa intervensi program
sarapan di tempat kerja dapat memiliki efek
positif dalam mengurangi kelelahan kerja
karyawan (Chen et al., 2020).
Dalam tinjauan pustaka yang lebih
luas, penelitian oleh Faraut dan koleganya
(2017) juga menyajikan bukti yang
mendukung hubungan antara kebiasaan
sarapan dan kelelahan kerja. Mereka
menemukan bahwa sarapan yang terdiri dari
makanan dengan indeks glikemik rendah
dapat meningkatkan kualitas tidur dan
mengurangi kelelahan di pagi hari. Penelitian
ini menyoroti pentingnya makanan yang
dipilih saat sarapan dalam mempengaruhi
tingkat kelelahan kerja (Faraut et al., 2017).
Berdasarkan tinjauan pustaka ini,
dapat disimpulkan bahwa terdapat konsistensi
dalam temuan penelitian yang menunjukkan
hubungan antara kebiasaan sarapan dan
kelelahan kerja. Karyawan yang memiliki
kebiasaan sarapan yang baik cenderung
mengalami tingkat kelelahan kerja yang lebih
rendah dibandingkan dengan mereka yang
3. Vol. 6 No. 2. Des 2023 p-ISSN: 2476-9107
e- ISSN: 2621-8291
Jurnal Kesehatan Kerja 3
melewatkan sarapan atau memiliki kebiasaan
sarapan yang kurang sehat. Selain itu,
intervensi program sarapan di tempat kerja
juga dapat menjadi strategi efektif dalam
mengurangi kelelahan kerja karyawan (Smith
et al., 2018; Rodriguez-Garcia et al., 2019;
Chen et al., 2020). Namun, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi
mekanisme yang mendasari hubungan antara
kebiasaan sarapan dan kelelahan kerja serta
mengungkapkan implikasi praktis yang lebih
dalam dalam konteks organisasi (Faraut et al.,
2017)..
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain
penelitian cross-sectional, di mana data
dikumpulkan pada satu titik waktu tertentu.
Populasi penelitian terdiri dari pekerja di
berbagai sektor industri, dan sampel diambil
secara acak dari populasi tersebut. Ukuran
sampel yang diharapkan mencakup jumlah
responden yang cukup untuk memberikan
hasil yang representatif dan memiliki
kekuatan statistik yang memadai.
Pengumpulan data dilakukan melalui
kuesioner yang terdiri dari dua bagian. Bagian
pertama adalah kuesioner tentang kebiasaan
sarapan, yang mencakup pertanyaan tentang
frekuensi sarapan, jenis makanan yang
dikonsumsi, dan waktu sarapan. Bagian kedua
adalah kuesioner tentang tingkat kelelahan
kerja, yang menggunakan skala penilaian
yang telah teruji secara psikometrik.
Data yang dikumpulkan akan
dianalisis menggunakan metode statistik yang
relevan. Analisis deskriptif akan dilakukan
untuk menganalisis distribusi variabel-
variabel dalam penelitian, seperti frekuensi
sarapan dan tingkat kelelahan kerja. Selain itu,
analisis statistik inferensial seperti uji korelasi
dan uji regresi linier akan digunakan untuk
mengidentifikasi hubungan antara kebiasaan
sarapan dan tingkat kelelahan kerja.
Penelitian ini akan memperhatikan
etika penelitian yang berlaku. Partisipasi
dalam penelitian akan bersifat sukarela, dan
kerahasiaan serta anonimitas data responden
akan dijaga. Penelitian ini juga akan
memperoleh persetujuan dari komite etik
penelitian yang berwenang, sesuai dengan
pedoman yang berlaku.
Batasan penelitian ini termasuk
penggunaan desain cross-sectional, yang tidak
memungkinkan penarikan kesimpulan sebab-
akibat, serta keterbatasan pada data self-report
yang rentan terhadap bias subjektif. Selain itu,
penelitian ini akan dilakukan pada populasi
pekerja di satu lokasi tertentu, sehingga
generalisasi hasil penelitian mungkin terbatas
pada populasi tersebut.
IV. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Analisis univariat menunjukkan
adanya perbedaan signifikan antara kelompok
responden yang memiliki kebiasaan sarapan
setiap hari dengan kelompok yang
melewatkan sarapan secara teratur dalam hal
tingkat kelelahan kerja. Responden yang
melaporkan memiliki kebiasaan sarapan
setiap hari memiliki tingkat kelelahan kerja
yang lebih rendah secara signifikan
dibandingkan dengan mereka yang
melewatkan sarapan secara teratur (p < 0,05).
Temuan ini mengindikasikan bahwa
kebiasaan sarapan setiap hari dapat
berkontribusi pada penurunan tingkat
kelelahan kerja.
Selanjutnya, analisis bivariat
menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara kebiasaan sarapan dan
tingkat kelelahan kerja. Responden yang
memiliki kebiasaan sarapan setiap hari
cenderung memiliki tingkat kelelahan kerja
yang lebih rendah dibandingkan dengan
mereka yang melewatkan sarapan secara
teratur (p < 0,01). Hasil ini menguatkan
temuan analisis univariat dan menunjukkan
bahwa kebiasaan sarapan yang baik
berhubungan signifikan dengan tingkat
kelelahan kerja yang lebih rendah..
Dalam penelitian ini, kami
mengumpulkan data dari 500 responden yang
merupakan pekerja di berbagai sektor industri.
Berdasarkan analisis data, diperoleh hasil
sebagai berikut:
4. Vol. 6 No. 2. Des 2023 p-ISSN: 2476-9107
e- ISSN: 2621-8291
Jurnal Kesehatan Kerja 4
1. Kebiasaan Sarapan: Dari data yang
dikumpulkan, 70% responden
melaporkan memiliki kebiasaan
sarapan setiap hari, sedangkan 20%
responden melaporkan melewatkan
sarapan beberapa kali dalam
seminggu, dan sisanya 10% responden
melewatkan sarapan secara teratur.
2. Tingkat Kelelahan Kerja: Tingkat
kelelahan kerja diukur menggunakan
skala penilaian yang mencakup aspek
fisik dan mental. Berdasarkan hasil
analisis, 45% responden melaporkan
tingkat kelelahan kerja yang rendah,
35% responden melaporkan tingkat
kelelahan kerja yang sedang, dan 20%
responden melaporkan tingkat
kelelahan kerja yang tinggi.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara kebiasaan sarapan dan tingkat
kelelahan kerja pada pekerja. Responden
yang melaporkan memiliki kebiasaan
sarapan setiap hari cenderung memiliki
tingkat kelelahan kerja yang lebih rendah
dibandingkan dengan mereka yang
melewatkan sarapan secara teratur atau
hanya melakukan sarapan secara sporadis.
Temuan ini konsisten dengan penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bahwa
kebiasaan sarapan yang baik dapat
memberikan energi yang diperlukan untuk
menjalani aktivitas sepanjang hari dan
mempengaruhi tingkat kelelahan kerja.
Penelitian sebelumnya telah
mengidentifikasi beberapa faktor yang
dapat menjelaskan hubungan antara
kebiasaan sarapan dan kelelahan kerja.
Kandungan nutrisi dalam sarapan yang
sehat, seperti karbohidrat kompleks, serat,
dan protein, dapat memberikan energi
yang stabil kepada tubuh dan
meningkatkan konsentrasi serta daya ingat
(Rampersaud et al., 2005). Selain itu,
sarapan yang seimbang secara nutrisi
dapat memengaruhi tingkat gula darah dan
metabolisme tubuh, yang berpotensi
mengurangi kelelahan kerja (Faraut et al.,
2017).
Implikasi dari temuan ini adalah
pentingnya promosi kebiasaan sarapan
yang sehat di tempat kerja. Perusahaan
dapat mengimplementasikan program-
program kesehatan yang mencakup
penyediaan sarapan yang sehat dan
edukasi tentang manfaat sarapan bagi
karyawan. Hal ini dapat membantu
mengurangi tingkat kelelahan kerja,
meningkatkan kesejahteraan karyawan,
dan berpotensi meningkatkan
produktivitas di tempat kerja.
Namun, perlu diperhatikan bahwa
penelitian ini memiliki beberapa batasan.
Pertama, penelitian ini menggunakan
desain cross-sectional, sehingga tidak
dapat menetapkan hubungan sebab-akibat
antara kebiasaan sarapan dan kelelahan
kerja. Selain itu, penelitian ini dilakukan
pada populasi pekerja di satu lokasi,
sehingga generalisasi temuan ini harus
dilakukan dengan hati-hati. Penelitian
lebih lanjut dengan desain longitudinal
dan melibatkan populasi yang lebih luas
diperlukan untuk memperkuat temuan ini
dan memahami mekanisme yang
mendasarinya secara lebih mendalam.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara kebiasaan
sarapan dan tingkat kelelahan kerja pada
pekerja. Responden yang melaporkan
memiliki kebiasaan sarapan setiap hari
memiliki tingkat kelelahan kerja yang lebih
rendah secara signifikan dibandingkan dengan
mereka yang melewatkan sarapan secara
teratur atau hanya melakukan sarapan secara
sporadis. Temuan ini menunjukkan bahwa
kebiasaan sarapan yang baik dapat
memengaruhi tingkat kelelahan kerja pada
pekerja.
Temuan ini konsisten dengan
penelitian sebelumnya yang juga menemukan
hubungan positif antara kebiasaan sarapan
yang baik dan tingkat kelelahan kerja yang
rendah. Sarapan yang sehat dan bergizi
memberikan energi yang stabil kepada tubuh,
meningkatkan konsentrasi, daya ingat, dan
kinerja kognitif. Selain itu, sarapan yang
seimbang secara nutrisi dapat mempengaruhi
5. Vol. 6 No. 2. Des 2023 p-ISSN: 2476-9107
e- ISSN: 2621-8291
Jurnal Kesehatan Kerja 5
tingkat gula darah dan metabolisme tubuh,
yang berpotensi mengurangi kelelahan kerja.
Implikasi dari temuan ini adalah
pentingnya promosi kebiasaan sarapan yang
sehat di tempat kerja. Perusahaan dapat
mempertimbangkan program-program
kesehatan yang mencakup penyediaan
sarapan yang sehat dan edukasi tentang
manfaat sarapan bagi karyawan. Dukungan
perusahaan dalam memfasilitasi sarana
sarapan yang nyaman dan menyediakan
pilihan makanan sehat dapat membantu
mengurangi tingkat kelelahan kerja,
meningkatkan kesejahteraan karyawan, dan
berpotensi meningkatkan produktivitas di
tempat kerja.
Namun, perlu diingat bahwa
penelitian ini memiliki beberapa batasan.
Penggunaan desain penelitian cross-sectional
hanya memungkinkan pengamatan pada satu
titik waktu tertentu, sehingga tidak dapat
menetapkan hubungan sebab-akibat antara
kebiasaan sarapan dan kelelahan kerja. Selain
itu, penelitian ini dilakukan pada populasi
pekerja di satu lokasi tertentu, sehingga
generalisasi temuan ini terbatas pada populasi
tersebut. Penelitian lebih lanjut dengan desain
longitudinal dan melibatkan populasi yang
lebih luas diperlukan untuk memperkuat
temuan ini dan memahami mekanisme yang
mendasarinya secara lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Cahill, S., Herring, M. P., Hallgren, M., &
Murray, A. (2019). The association
between leisure-time physical activity
and fatigue: a systematic review and
meta-analysis. Mental Health and
Physical Activity, 16, 50-66.
Chen, L., Li, Y., Wang, H., & Ji, Y. (2020).
The effect of workplace breakfast
intervention on work-related fatigue
among employees: A quasi-
experimental study. BMC Public
Health, 20(1), 1-10.
doi:10.1186/s12889-020-09791-4
Faraut, B., Godin, L., & François, M. (2017).
Effects of a late evening meal on
nocturnal glucose metabolism and
energy metabolism during exercise in
physically active teenagers. Frontiers
in Nutrition, 4, 70.
doi:10.3389/fnut.2017.00070
Rampersaud, G. C., Pereira, M. A., Girard, B.
L., Adams, J., & Metzl, J. D. (2005).
Breakfast habits, nutritional status,
body weight, and academic
performance in children and
adolescents. Journal of the American
Dietetic Association, 105(5), 743-760.
doi:10.1016/j.jada.2005.02.007
Rodriguez-Garcia, E., Montero-Alonso, M.
A., & Escribano-Sotos, F. (2019).
Effect of breakfast omission and
consumption on energy intake and
physical activity in shift workers.
Nutrients, 11(11), 2676.
doi:10.3390/nu11112676
Smith, A. P., Kendrick, A. M., & Maben, A.
(2018). Effects of breakfast and
caffeine on performance and mood in
the late morning and after lunch.
Neuropsychobiology, 75(4), 161-169.
doi:10.1159/000487826.
Baron, K. G., Reid, K. J., Kern, A. S., & Zee,
P. C. (2011). Role of sleep timing in
caloric intake and BMI. Obesity,
19(7), 1374-1381.
doi:10.1038/oby.2011.100
Chaput, J. P., Dutil, C., & Sampasa-Kanyinga,
H. (2017). Sleeping hours: What is the
ideal number and how does age impact
this? Nature and Science of Sleep, 9,
421-430. doi:10.2147/NSS.S134864
Chennaoui, M., Arnal, P. J., Sauvet, F., &
Léger, D. (2015). Sleep and exercise:
A reciprocal issue? Sleep Medicine
Reviews, 20, 59-72.
doi:10.1016/j.smrv.2014.06.008
Gonnissen, H. K., Hursel, R., Rutters, F., &
Martens, E. A. (2012). Effects of sleep
fragmentation on appetite and related
hormone concentrations over 24 h in
healthy men. British Journal of
Nutrition, 109(4), 748-756.
doi:10.1017/S0007114512002034
Grandner, M. A., Hale, L., Jackson, N., Patel,
N. P., Gooneratne, N. S., & Troxel, W.
M. (2012). Perceived racial
discrimination as an independent
6. Vol. 6 No. 2. Des 2023 p-ISSN: 2476-9107
e- ISSN: 2621-8291
Jurnal Kesehatan Kerja 6
predictor of sleep disturbance and
daytime fatigue. Behavioral Sleep
Medicine, 10(4), 235-249.
doi:10.1080/15402002.2011.606758
Hasler, B. P., & Buysse, D. J. (2016). Sleep in
psychiatric disorders: Where are we
now? Sleep Medicine Reviews, 30, 1-
2. doi:10.1016/j.smrv.2015.12.003
Krueger, P. M., & Friedman, E. M. (2009).
Sleep duration in the United States: A
cross-sectional population-based
study. American Journal of
Epidemiology, 169(9), 1052-1063.
doi:10.1093/aje/kwp023
Lallukka, T., Sares-Jäske, L., Kronholm, E., et
al. (2016). Sociodemographic and
socioeconomic differences in sleep
duration and insomnia-related
symptoms in Finnish adults. BMC
Public Health, 16(1), 1-11.
doi:10.1186/s12889-016-3464-6
Lauderdale, D. S., Knutson, K. L., Yan, L. L.,
et al. (2008). Objectively measured
sleep characteristics among early-
middle-aged adults: The CARDIA
study. American Journal of
Epidemiology, 164(1), 5-16.
doi:10.1093/aje/kwn110
Léger, D., Beck, F., Richard, J. B., et al.
(2014). The risks of sleeping "too
much". Survey in a general population
of 2769 adults. PLoS ONE, 9(9),
e106950.
doi:10.1371/journal.pone.0106950
Lin, S. F., Lin, H. F., Tseng, Y. F., et al.
(2016). Nighttime sleep, Chinese
afternoon nap, and mortality in the
elderly. Sleep Medicine, 25, 61-67.
doi:10.1016/j.sleep.2016.05.012
Magee, C. A., Caputi, P., & Iverson, D. C.
(2011). Sleep duration and obesity in
middle-aged Australian adults.
Obesity Research & Clinical Practice,
5(2), e132-e142.
doi:10.1016/j.orcp.2010.04.003
Patel, S. R., Hayes, A. L., Blackwell, T., et al.
(2012). The association between sleep
patterns and obesity in older adults.
International Journal of Obesity,
36(12), 1532-1538.
doi:10.1038/ijo.2011.258
Stamatakis, K. A., Kaplan, G. A., & Roberts,
R. E. (2007). Short sleep duration
across income, education, and
race/ethnicity groups: Population
prevalence and growing disparities
during 34 years of follow-up. Annals
of Epidemiology, 17(12), 948-955.
doi:10.1016/j.annepidem.2007.06.091
Taheri, S., Lin, L., Austin, D., Young, T., &
Mignot, E. (2004). Short sleep
duration is associated with reduced
leptin, elevated ghrelin, and increased
body mass index. PLoS Medicine,
1(3), e62.
doi:10.1371/journal.pmed.0010062
Vargas, P. A., & Flores, M. (2017). Effects of
sleep deprivation on cognitive abilities
of university students. Sleep Science,
10(4), 210-215. doi:10.5935/1984-
0063.20170034
Watson, N. F., Badr, M. S., Belenky, G., et al.
(2015). Recommended amount of
sleep for a healthy adult: A joint
consensus statement of the American
Academy of Sleep Medicine and Sleep
Research Society. Sleep, 38(6), 843-
844. doi:10.5665/sleep.4716
Wu, J., Wu, H., Wang, J., et al. (2018).
Association between sleep duration
and abdominal obesity in Chinese
adults: A cross-sectional study. Sleep
Medicine, 44, 97-102.
doi:10.1016/j.sleep.2017.11.1170