SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 3
Downloaden Sie, um offline zu lesen
84 | | 21 SEPTEMBER 2014
PERJALANAN
Himne di Arezzo
Di Arezzo, Italia, sejarah musik tercipta. Di sanalah seorang
biarawan Katolik menyusun tangga nada. Via Cavour, Arezzo (kiri).
Aveverumcorpus,natum
deMariaVirgine,
Verepassum,imolatum
incruceprohomine
cuiuslatusperforatum
fluxitaquaetsanguine
(Salam untuk Tubuh Suci, yang terlahir
dari Perawan Maria,
yang menderita dan disalibkan
untuk umat manusia.
Dari bekas lukanya
Mengalirlah air dan darah)
K
ATA-KATAitumenggemadi
GerejaSanDomenico,Arezzo,
Italia,saatduabelaspenyanyi
melantunkannya di depan al-
tar. Baris-barisnya diambil
darimanuskripabadke-14yangditulisoleh
seorangbiarawan.Himneekaristiberjudul
AveVerumCorpus itu diaransemen oleh ba-
nyak musikus, termasuk Mozart. Yang di-
nyanyikan selusin penyanyi paduan suara
mahasiswa Paragita Universitas Indonesia
itu adalah karya komposer kontemporer
Imant Karlis Raminsh asal Latvia.
Ave Verum punya kekuatan menggetar-
kan. Himne ini lazimnya dilambungkan
pada saat penerimaan ekaristi suci dalam
perayaan misa. Hari itu, 29 Agustus lalu, tak
ada pemberkatan roti dan anggur—menjadi
TubuhdanDarahYesus—digerejayangdiba-
ngun pada abad ke-13 tersebut. Yang ada ha-
nyalah penonton yang hening dan para pe-
nyanyi yang meniti nada dengan hati-hati.
Meski tanpa pengeras suara, kesalahan se-
kecil apa pun akan terdengar memalukan.
Saat lagu itu mencapai fortissimo—bagi-
an yang dinyanyikan lebih kencang—vokal
mereka memantul ke langit-langit. ”O Cle-
mens, O Pie (Wahai Yang Maha Kasih, Wa-
hai Yang Suci)”. Suara itu membentur din-
ding-dinding berhiaskan fresco ”Yesus di
Antara Para Dokter” karya Giorgio dan Do-
nato di Arezzo. Setiap kord menyambar te-
linga saya dan penonton lain. Gemanya
akan kembali terdengar di kuping para pe-
nyanyi setengah detik kemudian. Sebagi-
an suara merembes ke luar gereja melalui
jendela kaca patri warna-warni, melebur
dalam udara akhir musim panas—dengan
suhu 30 derajat Celsius—lalu hilang di ba-
wah langit biru Tuscany.
Ada keagungan yang membuat bulu ku-
duk saya berdiri saat gaung ”O Clemens, O
Pie” memenuhi ruangan beraroma lapuk.
Aroma itu semestinya belum ada pada
FOTO-FOTO:TEMPO/SUBKHAN
21 SEPTEMBER 2014 | | 85
Arezzo
ITALIA
Milan
Roma
akhir abad ke-13, ketika Giovanni Cimabue
melukis Kristus Sang Penebus Dosa pada
kayusalibyang”melayang”diatasaltar,te-
pat di atas kepala para penyanyi. Kedua ta-
ngan dan kaki-Nya dipaku, tubuh-Nya me-
lenting, meronta. Kristus menahan sakit
yang terpancar di wajah-Nya. Di panel kiri
salib itu ada Yohanes Sang Pembaptis yang
cemas. Di sebelah kanan, Bunda Maria me-
natap dalam dukacita.
Kidung terdengar lebih sayup...
FiliMariae,filiMariae
Amen,Amen
● ● ●
SAYAdanrombonganParagitadatangke
Arezzo di Provinsi Tuscany untuk meng-
hadiri kompetisi paduan suara Concorso
Internazionale Polifonico Guido d’Arezzo.
Kami tiba di kota yang memiliki 16 gereja
itu setelah menempuh perjalanan selama
lima jam dari Roma dengan bus sewaan.
Setelah semalam menginap di Hotel Etrus-
co di pinggir kota, kami bergerak ke Gereja
San Domenico di kota tua yang dikelilingi
benteng dari susunan batu kelabu.
Bus tak boleh masuk ke dalam benteng.
Franco, sopir bus kami, juga tak kuasa me-
markir busnya lama-lama di luar benteng,
karena takut ditilang polizei. Walhasil, se-
mua anggota rombongan harus menyusuri
jalan kerikil dengan kemiringan 35 derajat
dengan berjalan kaki. ”Ini ibarat pendakian
Yesus di Bukit Golgota,” ujar Doglas Rambe,
ketua rombongan kami, sambil
bercanda. Meski baru menyanyi
pada hari kedua dan ketiga, saya
turut ke San Domenico pada si-
ang di hari pertama itu.
Dindingbatayangmulailapuk
danbolongterlihatdiatasbukit.
Penggalian arkeologi yang dila-
kukan di sekitar dinding ini ber-
hasil menemukan sisa-sisa ge-
rabah ataupun perhiasan emas
peninggalan bangsa Etrusca—nenek mo-
yang penduduk kawasan ini sebelum dija-
jah Romawi. Di balik tembok, tersembunyi
kota tua yang dulu disebut Aritim. Menara-
menara gereja terlihat menyembul dari ke-
jauhan. Sayup-sayup, terdengar bunyi lon-
ceng yang dibuat pada abad ke-14, berden-
tang di pucuk Gereja San Domenico.
Kami memasuki Aritim melalui Porta
Pozzuolo—satu dari dua gerbang bagi peja-
lan kaki—yang berada di timur laut. Ger-
bang untuk pejalan kaki lainnya adalah
Porta Stufi. Selain dua gerbang kecil itu,
ada empat gerbang utama yang bisa dilalui
mobil mini. ”Setiap akhir musim panas, di
Arezzo selalu ada festival Abad Pertengah-
an. Ini saat seluruh kota seperti kembali ke
zaman dulu,” ujar Manila Ris-
orti, dari panitia kompetisi. Sa-
yangnya, kami tak sempat me-
lihat festival ini karena jadwal-
nya diundurkan.
Pada musim panas, San
Domenico berkilau keemas-
an disinari cahaya matahari
yang baru terbenam pada pu-
kul delapan. Suhu Arezzo ka-
dang mencapai 31 derajat Cel-
sius. Cukup untuk membuat kulit terbakar.
”Pada musim dingin, salju turun di Arez-
zo kadang-kadang saja,” ujar Suster Nan-
cy asal Flores, Nusa Tenggara Timur, yang
menonton kami pada hari kedua kompeti-
si Guido d’Arezzo.
Nama Guido d’Arezzo (991-1033 Masehi)
diabadikan untuk kompetisi ini karena dia
punya peran besar pada musik. Bukan ha-
nya musik Abad Pertengahan, melainkan
Piazza
Guido
Monaco.
PERJALANAN AREZZO
86 | | 21 SEPTEMBER 2014
Piazza San
Domenico
saat upacara
penutupan
Kompetisi
Polifoni Guido
d’Arezzo.
juga pada musik modern. Guido Monaco—
begitu dia biasa dikenal sebelum pindah ke
Arezzo—merupakan tokoh pembaru pra-
Renaisans. Dia adalah biarawan dari Ordo
Benediktus yang awalnya tinggal di Biara
Pomposa, Ferarra, di bagian utara Italia,
dekat dengan Laut Adriatik.
Dia datang ke Arezzo karena komunitas
penyanyi katedral di sini, yang berada di
bawah pimpinan Uskup Tedaldo, mengun-
dang Guido untuk mengajar para penyanyi.
IamengajardiKatedralSantoDonatus,tem-
pat Paus Gregorius X dimakamkan. Hingga
kini, katedral itu masih berdiri tegak.
Di sela-sela kesibukannya mengajar itu-
lah dia menciptakan karya yang membuat-
nya dikenang hingga kini. Dari stanza perta-
mahimneUtQueantLaxis,yangmerupakan
lagu penghormatan untuk Yohanes Pem-
baptis, Guido menemukan urutan enam
nada:ut-re-mi-fa-sol-la.DibekasrumahGui-
do di kota ini, kita bisa melihat plakat ber-
hiaskan tangga nada yang asli ini.
Metode ini yang kemudian disebut seba-
gai ”Tangan Guido”. Seluruh teorinya di-
tuangkan ke dalam buku bertajuk Microlo-
gus, yang ditulis tujuh tahun menjelang ke-
matiannya. Teori musik inilah yang kemu-
dian menyebar ke seantero Eropa, memi-
cu pencerahan (Renaisans) dalam bidang
musiktigaabadkemudian.Utkemudiandi-
ubahmenjadidountukmempermudahpe-
lafalannya.
Pada hari terakhir kompetisi yang ber-
langsung tiga hari, kami mengunjungi
Piazza Guido Monaco. Dari San Domenico,
kami berjalan menyusuri Via de Sassover-
de, yang berarti Jalan Para Penjaga dari Sa-
xon, merujuk pada permukiman prajurit
asal Jerman di masa lalu.
Di ujung Sassoverde, patung Granduca di
Toscana Ferdinando III berdiri tegak. Pose
adipati Provinsi Toscana pada abad ke-18 ini
mirip Julius Caesar, lengkap dengan mahko-
tadaunzaitun.Kamitidakmenyadaribahwa
jalan-jalan di sekitar Monumen Ferdinando
III ini bisa dilalui mobil. Jika tidak hati-hati,
kami bisa saja tertabrak mobil dari arah Via
Ricasoliyangmelajukencangditurunancu-
ramPiaggiadiMurello.DiItalia,parapenge-
mudi punya kecenderungan ngebut, meski-
pun mereka tetap memberikan prioritas ke-
pada pejalan kaki.
Menuruni Piaggia Murello, di depan de-
retan bangunan tua—yang sebagian be-
sar masih ditinggali—saya bisa melihat to-
pografi kota yang sesungguhnya berbu-
kit-bukit. Jalan di dalamnya kecil dan me-
liuk-liuk. Kadang terlihat gelap, membawa
khayalan kita kembali ke Abad Pertengah-
an, atau masa Renaisans, saat arsitek dan
salah satu sejarawan seni terkemuka Italia,
George Vasari, membangun rumahnya di
Via Chiassaia.
Kami menyusuri Via Cavour dan mene-
mukan Badia Delle Sante Flora e Lucilla,
yang direstorasi oleh Vasari pada abad ke-
16. Sebelumnya, bangunan ini merupakan
biara yang dibangun oleh rahib Ordo Be-
nediktus pada abad ke-12, satu abad sete-
lah kehadiran Guido. Biara yang dibangun
untuk menghormati Santa Flora dan Lucil-
la ini berdampingan dengan toko-toko roti,
restoran, butik, studio seni, bahkan per-
pustakaan. Semua bangunan tua itu tetap
terawat tanpa diubah fasadnya.
Di pengujung Via Cavour, ada Piazza San
Francesco, yang menjadi pelataran Basil-
ica San Francesco, gereja yang dipersem-
bahkan bagi Santo Fransiskus dari Asisi
pada 1290. Tempat ini juga menjadi loka-
si pengambilan gambar film karya Rober-
to Benigni, Life is Beautiful (La vita e bella),
pada 1997. ”Setiap wisatawan yang melihat
tempat ini pasti langsung heboh saat tahu
ini tempat syuting film,” kata Manila Ri-
sorti.
● ● ●
PATUNG pualam Guido tegak di tengah
Arezzo. Wajahnya memandangi jalanan
yang menisbatkan namanya. Di belakang
tubuh Guido, menara Katedral Donatus
terlihat di puncak bukit. ”Saya tidak per-
nah tahu siapa dia, sampai beberapa rom-
bongan kor bercerita kepada saya bahwa
dia penemu do-re-mi,” ujar Risorti.
Entah berapa banyak penduduk Arez-
zo yang berjumlah 100 ribu orang dan se-
bagian besar tinggal di luar tembok kota
tua, yang tidak peduli kepada sejarah kota
mereka sendiri. Mereka mungkin lebih se-
nang mengunjungi toko gelato Paradiso di
salah satu sudut jalan dan memilih menji-
lateskrimItaliarasakejumascaponesehar-
ga 2 euro (sekitar Rp 32 ribu) seperti yang
saya beli pada sore itu. ● SUBKHAN
TEMPO/SUBKHAN

Weitere ähnliche Inhalte

Andere mochten auch

Andere mochten auch (6)

СEE SECR 2016 — Экспресс-аудит дизайна
СEE SECR 2016 — Экспресс-аудит дизайнаСEE SECR 2016 — Экспресс-аудит дизайна
СEE SECR 2016 — Экспресс-аудит дизайна
 
Сервис емейл рассылок на Drupal 7
Сервис емейл рассылок на Drupal 7Сервис емейл рассылок на Drupal 7
Сервис емейл рассылок на Drupal 7
 
26.posterior palatal seal
26.posterior palatal seal26.posterior palatal seal
26.posterior palatal seal
 
Creative Advertising | Hunters school
Creative Advertising | Hunters schoolCreative Advertising | Hunters school
Creative Advertising | Hunters school
 
Коробка инструментов как и из чего делать лонгриды и презентации
Коробка инструментов  как и из чего делать лонгриды и презентацииКоробка инструментов  как и из чего делать лонгриды и презентации
Коробка инструментов как и из чего делать лонгриды и презентации
 
GWAVACon 2015: GWAVA + MVP: GoBD und Compliance - was geht mich das an
GWAVACon 2015: GWAVA + MVP: GoBD und Compliance - was geht mich das an GWAVACon 2015: GWAVA + MVP: GoBD und Compliance - was geht mich das an
GWAVACon 2015: GWAVA + MVP: GoBD und Compliance - was geht mich das an
 

Himne di Arezzo

  • 1. 84 | | 21 SEPTEMBER 2014 PERJALANAN Himne di Arezzo Di Arezzo, Italia, sejarah musik tercipta. Di sanalah seorang biarawan Katolik menyusun tangga nada. Via Cavour, Arezzo (kiri). Aveverumcorpus,natum deMariaVirgine, Verepassum,imolatum incruceprohomine cuiuslatusperforatum fluxitaquaetsanguine (Salam untuk Tubuh Suci, yang terlahir dari Perawan Maria, yang menderita dan disalibkan untuk umat manusia. Dari bekas lukanya Mengalirlah air dan darah) K ATA-KATAitumenggemadi GerejaSanDomenico,Arezzo, Italia,saatduabelaspenyanyi melantunkannya di depan al- tar. Baris-barisnya diambil darimanuskripabadke-14yangditulisoleh seorangbiarawan.Himneekaristiberjudul AveVerumCorpus itu diaransemen oleh ba- nyak musikus, termasuk Mozart. Yang di- nyanyikan selusin penyanyi paduan suara mahasiswa Paragita Universitas Indonesia itu adalah karya komposer kontemporer Imant Karlis Raminsh asal Latvia. Ave Verum punya kekuatan menggetar- kan. Himne ini lazimnya dilambungkan pada saat penerimaan ekaristi suci dalam perayaan misa. Hari itu, 29 Agustus lalu, tak ada pemberkatan roti dan anggur—menjadi TubuhdanDarahYesus—digerejayangdiba- ngun pada abad ke-13 tersebut. Yang ada ha- nyalah penonton yang hening dan para pe- nyanyi yang meniti nada dengan hati-hati. Meski tanpa pengeras suara, kesalahan se- kecil apa pun akan terdengar memalukan. Saat lagu itu mencapai fortissimo—bagi- an yang dinyanyikan lebih kencang—vokal mereka memantul ke langit-langit. ”O Cle- mens, O Pie (Wahai Yang Maha Kasih, Wa- hai Yang Suci)”. Suara itu membentur din- ding-dinding berhiaskan fresco ”Yesus di Antara Para Dokter” karya Giorgio dan Do- nato di Arezzo. Setiap kord menyambar te- linga saya dan penonton lain. Gemanya akan kembali terdengar di kuping para pe- nyanyi setengah detik kemudian. Sebagi- an suara merembes ke luar gereja melalui jendela kaca patri warna-warni, melebur dalam udara akhir musim panas—dengan suhu 30 derajat Celsius—lalu hilang di ba- wah langit biru Tuscany. Ada keagungan yang membuat bulu ku- duk saya berdiri saat gaung ”O Clemens, O Pie” memenuhi ruangan beraroma lapuk. Aroma itu semestinya belum ada pada FOTO-FOTO:TEMPO/SUBKHAN
  • 2. 21 SEPTEMBER 2014 | | 85 Arezzo ITALIA Milan Roma akhir abad ke-13, ketika Giovanni Cimabue melukis Kristus Sang Penebus Dosa pada kayusalibyang”melayang”diatasaltar,te- pat di atas kepala para penyanyi. Kedua ta- ngan dan kaki-Nya dipaku, tubuh-Nya me- lenting, meronta. Kristus menahan sakit yang terpancar di wajah-Nya. Di panel kiri salib itu ada Yohanes Sang Pembaptis yang cemas. Di sebelah kanan, Bunda Maria me- natap dalam dukacita. Kidung terdengar lebih sayup... FiliMariae,filiMariae Amen,Amen ● ● ● SAYAdanrombonganParagitadatangke Arezzo di Provinsi Tuscany untuk meng- hadiri kompetisi paduan suara Concorso Internazionale Polifonico Guido d’Arezzo. Kami tiba di kota yang memiliki 16 gereja itu setelah menempuh perjalanan selama lima jam dari Roma dengan bus sewaan. Setelah semalam menginap di Hotel Etrus- co di pinggir kota, kami bergerak ke Gereja San Domenico di kota tua yang dikelilingi benteng dari susunan batu kelabu. Bus tak boleh masuk ke dalam benteng. Franco, sopir bus kami, juga tak kuasa me- markir busnya lama-lama di luar benteng, karena takut ditilang polizei. Walhasil, se- mua anggota rombongan harus menyusuri jalan kerikil dengan kemiringan 35 derajat dengan berjalan kaki. ”Ini ibarat pendakian Yesus di Bukit Golgota,” ujar Doglas Rambe, ketua rombongan kami, sambil bercanda. Meski baru menyanyi pada hari kedua dan ketiga, saya turut ke San Domenico pada si- ang di hari pertama itu. Dindingbatayangmulailapuk danbolongterlihatdiatasbukit. Penggalian arkeologi yang dila- kukan di sekitar dinding ini ber- hasil menemukan sisa-sisa ge- rabah ataupun perhiasan emas peninggalan bangsa Etrusca—nenek mo- yang penduduk kawasan ini sebelum dija- jah Romawi. Di balik tembok, tersembunyi kota tua yang dulu disebut Aritim. Menara- menara gereja terlihat menyembul dari ke- jauhan. Sayup-sayup, terdengar bunyi lon- ceng yang dibuat pada abad ke-14, berden- tang di pucuk Gereja San Domenico. Kami memasuki Aritim melalui Porta Pozzuolo—satu dari dua gerbang bagi peja- lan kaki—yang berada di timur laut. Ger- bang untuk pejalan kaki lainnya adalah Porta Stufi. Selain dua gerbang kecil itu, ada empat gerbang utama yang bisa dilalui mobil mini. ”Setiap akhir musim panas, di Arezzo selalu ada festival Abad Pertengah- an. Ini saat seluruh kota seperti kembali ke zaman dulu,” ujar Manila Ris- orti, dari panitia kompetisi. Sa- yangnya, kami tak sempat me- lihat festival ini karena jadwal- nya diundurkan. Pada musim panas, San Domenico berkilau keemas- an disinari cahaya matahari yang baru terbenam pada pu- kul delapan. Suhu Arezzo ka- dang mencapai 31 derajat Cel- sius. Cukup untuk membuat kulit terbakar. ”Pada musim dingin, salju turun di Arez- zo kadang-kadang saja,” ujar Suster Nan- cy asal Flores, Nusa Tenggara Timur, yang menonton kami pada hari kedua kompeti- si Guido d’Arezzo. Nama Guido d’Arezzo (991-1033 Masehi) diabadikan untuk kompetisi ini karena dia punya peran besar pada musik. Bukan ha- nya musik Abad Pertengahan, melainkan Piazza Guido Monaco.
  • 3. PERJALANAN AREZZO 86 | | 21 SEPTEMBER 2014 Piazza San Domenico saat upacara penutupan Kompetisi Polifoni Guido d’Arezzo. juga pada musik modern. Guido Monaco— begitu dia biasa dikenal sebelum pindah ke Arezzo—merupakan tokoh pembaru pra- Renaisans. Dia adalah biarawan dari Ordo Benediktus yang awalnya tinggal di Biara Pomposa, Ferarra, di bagian utara Italia, dekat dengan Laut Adriatik. Dia datang ke Arezzo karena komunitas penyanyi katedral di sini, yang berada di bawah pimpinan Uskup Tedaldo, mengun- dang Guido untuk mengajar para penyanyi. IamengajardiKatedralSantoDonatus,tem- pat Paus Gregorius X dimakamkan. Hingga kini, katedral itu masih berdiri tegak. Di sela-sela kesibukannya mengajar itu- lah dia menciptakan karya yang membuat- nya dikenang hingga kini. Dari stanza perta- mahimneUtQueantLaxis,yangmerupakan lagu penghormatan untuk Yohanes Pem- baptis, Guido menemukan urutan enam nada:ut-re-mi-fa-sol-la.DibekasrumahGui- do di kota ini, kita bisa melihat plakat ber- hiaskan tangga nada yang asli ini. Metode ini yang kemudian disebut seba- gai ”Tangan Guido”. Seluruh teorinya di- tuangkan ke dalam buku bertajuk Microlo- gus, yang ditulis tujuh tahun menjelang ke- matiannya. Teori musik inilah yang kemu- dian menyebar ke seantero Eropa, memi- cu pencerahan (Renaisans) dalam bidang musiktigaabadkemudian.Utkemudiandi- ubahmenjadidountukmempermudahpe- lafalannya. Pada hari terakhir kompetisi yang ber- langsung tiga hari, kami mengunjungi Piazza Guido Monaco. Dari San Domenico, kami berjalan menyusuri Via de Sassover- de, yang berarti Jalan Para Penjaga dari Sa- xon, merujuk pada permukiman prajurit asal Jerman di masa lalu. Di ujung Sassoverde, patung Granduca di Toscana Ferdinando III berdiri tegak. Pose adipati Provinsi Toscana pada abad ke-18 ini mirip Julius Caesar, lengkap dengan mahko- tadaunzaitun.Kamitidakmenyadaribahwa jalan-jalan di sekitar Monumen Ferdinando III ini bisa dilalui mobil. Jika tidak hati-hati, kami bisa saja tertabrak mobil dari arah Via Ricasoliyangmelajukencangditurunancu- ramPiaggiadiMurello.DiItalia,parapenge- mudi punya kecenderungan ngebut, meski- pun mereka tetap memberikan prioritas ke- pada pejalan kaki. Menuruni Piaggia Murello, di depan de- retan bangunan tua—yang sebagian be- sar masih ditinggali—saya bisa melihat to- pografi kota yang sesungguhnya berbu- kit-bukit. Jalan di dalamnya kecil dan me- liuk-liuk. Kadang terlihat gelap, membawa khayalan kita kembali ke Abad Pertengah- an, atau masa Renaisans, saat arsitek dan salah satu sejarawan seni terkemuka Italia, George Vasari, membangun rumahnya di Via Chiassaia. Kami menyusuri Via Cavour dan mene- mukan Badia Delle Sante Flora e Lucilla, yang direstorasi oleh Vasari pada abad ke- 16. Sebelumnya, bangunan ini merupakan biara yang dibangun oleh rahib Ordo Be- nediktus pada abad ke-12, satu abad sete- lah kehadiran Guido. Biara yang dibangun untuk menghormati Santa Flora dan Lucil- la ini berdampingan dengan toko-toko roti, restoran, butik, studio seni, bahkan per- pustakaan. Semua bangunan tua itu tetap terawat tanpa diubah fasadnya. Di pengujung Via Cavour, ada Piazza San Francesco, yang menjadi pelataran Basil- ica San Francesco, gereja yang dipersem- bahkan bagi Santo Fransiskus dari Asisi pada 1290. Tempat ini juga menjadi loka- si pengambilan gambar film karya Rober- to Benigni, Life is Beautiful (La vita e bella), pada 1997. ”Setiap wisatawan yang melihat tempat ini pasti langsung heboh saat tahu ini tempat syuting film,” kata Manila Ri- sorti. ● ● ● PATUNG pualam Guido tegak di tengah Arezzo. Wajahnya memandangi jalanan yang menisbatkan namanya. Di belakang tubuh Guido, menara Katedral Donatus terlihat di puncak bukit. ”Saya tidak per- nah tahu siapa dia, sampai beberapa rom- bongan kor bercerita kepada saya bahwa dia penemu do-re-mi,” ujar Risorti. Entah berapa banyak penduduk Arez- zo yang berjumlah 100 ribu orang dan se- bagian besar tinggal di luar tembok kota tua, yang tidak peduli kepada sejarah kota mereka sendiri. Mereka mungkin lebih se- nang mengunjungi toko gelato Paradiso di salah satu sudut jalan dan memilih menji- lateskrimItaliarasakejumascaponesehar- ga 2 euro (sekitar Rp 32 ribu) seperti yang saya beli pada sore itu. ● SUBKHAN TEMPO/SUBKHAN