Dokumen tersebut membahas berbagai kasus yang status warisannya diragukan dalam hukum Islam, seperti warisan anak dalam kandungan, orang yang hilang, istri yang ditalak, dan orang dengan kelamin ganda. Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang bagaimana membagikan harta warisan pada kasus-kasus tersebut.
2. 1. WARISAN ANAK DALAM
KANDUNGAN
Syarat kewarisan: ahli waris adalah seseorang
yang pada saat si pewaris meninggal dunia
jelas hidupnya.
Anak yang dalam kandungan belum memiliki
kejelasan:
Apakah dia akan hidup atau mati
Apakah laki-laki atau perempuan
Dapat diatasi dengan pembagian sementara,
dimana setelah anak lahir dilakukan
pembagian yang sebenarnya
3. Syarat anak dalam kandungan
Dapat diyakini bahwa anak itu telah ada dalam
kandungan ibunya pada saat si pewaris
meninggal dunia
Bayi yang ada dalam kandungan tersebut
dilahirkan dalam keadaan hidup, sebab hanya
ahli waris yang hidup (pada saat kematian
pewaris) yang berhak untuk mendapat harta
warisan.
Bayi lahir hidup, kemudian meninggal? “tanda
menangis”
4. 2. WARISAN ORANG YANG
HILANG (MAFQUD)
Mafqud yaitu orang yang tidak diketahui kabar
beritanya (apakah masih hidup atau
meninggal dunia)
Menyangkut status orang yang hilang, para
ahli hukum Islam menetapkan:
1. Istri orang yang hilang tidak boleh dikawinkan
2. Harta orang yang hilang tidak boleh diwariskan
3. Hak-hak orang yang hilang tidak boleh
dibelanjakan
Masalah: SAMPAI KAPAN?
5. Perbedaan pendapat atas batas
waktu:
Seseorang dianggap meninggal dunia apabila
teman-teman sebayanya yang ada sudah mati
(Hanafi)
Seseorang yang hilang dianggap sudah
meninggal apabila terlewati tenggang 70 tahun
Orang hilang menurut situasi dan kebiasaannya
akan binasa (perang, tenggelam dalam
pelayaran dll), maka orang yang hilang harus
diselidiki selama 4 tahun. Jika tidak ada
kabarnya maka hartanya sudah dapat dibagi.
6. 3. MUNASAKHAH
Dari bahasa arab: menghilangkan atau
memindahkan
Artinya: apabila seseorang meninmggal
dunia, sebelum harta pusakanya dibagi-bagikan
kepada ahli warisnya, salah seorang
ahli warisnya meninggal dunia pula dengan
meninggalkan beberapa waris pula.
Bila terjadi maka pembagian harta pusaka
dapat dilakukan sekaligus
7. 4. GHARQO, HADMA, HARQO
Dari bahasa arab: tenggelam, keruntuhan
dan kebakaran
Artinya: orang-orang yang mati karena
tenggelam dalam air, keruntuhan
bangunan rumah, gunung dsb, dan mati
karena kebakaran secara serentak,
tidak diketahui siapa di antara mereka
yang mati lebih dahulu atau kemudian.
8. Harta peninggalannya:
Matan al rahbiyah hal. 16: …, maka diantara
mereka tidak saling mewaris, seolah-olah
mereka adalah orang lain yang tidak ada
hubungannya tentang warisan
Syarah al rahbiyah hal. 47: …..(+ mati dalam
peperangan) maka diantara mereka tidak
saling mewaris, anggaplah mereka orang lain
yang tidak ada hubungan sama sekali tentang
warisan, bahkan yang akan mewaris adalah
waris-waris mereka masing-masing
9. 5. ISTRI YANG DITHALAQ
RAJA-i’
Thalaq raja’i ialah apabila seorang suami
menthalaq istrinya dengan thalaq ke I atau ke II
Apabila seorang suami menthalaq istrinya dengan
thalaq raja’i (ke I atau II) maka antara suami istri
itu tetap saling mewaris selama masih dalam
iddah raja’i
Sepakat empat imam (Syafi’I, Hambali, Hanafi dan
Maliki), bahwa istri yang dithalaq raja’i (I atau II)
tetap saling mewaris selama masih dalam iddah,
apakah istrinya dalam keadaan sehat atau sakit
yang membawa kepada kematiannya, karena istri
yang dithalaq raja-i statusnya masih istri (hanya
dilarang untuk bersetubuh)
10. 6. ISTRI YANG DITHALAQ TIGA
(BAIN)
Imam syafi’i: tidak saling mewaris, apabila
seseorang menthalaq istrinya dengan thalaq 3
yang dithalaqnya sewaktu sakit yang membawa
kepada kematiannya
Imam Hanafi, Hambali dan Maliki: tetap saling
mewaris
pendapat para imam:
Hanafi: tetap mewaris selama masih dalam iddah
Hambali: tetap mewaris selama istri belum menikah
Maliki: tetap mewaris sekalipun habis masa
iddahnya, dan ia sudah menikah lagi
11. 7. MENIKAH DI WAKTU SAKIT
YANG MEMBAWA KEPADA
KEMATIAN
Imam Maliki:
Seseorang yang menikah di waktu sakit yang
membawa kepada kematiannya, maka akad
nikahnya batal, sehingga seorang istri yang
dinikahi itu tidak mewaris,
begitu pula apabila seorang perempuan yang
sakit menikah dengan seorang laki-laki
dimana sakit ini membawa kepada
kematiannya, maka suaminya itu tidak
mewaris.
12. 8. WARISAN KHUNTSA
Khuntsa adalah orang-orang yang memiliki
jenis kelamin laki-laki dan perempuan
secara sekaligus, atau tidak memiliki alat
kelamin sama sekali.
Dalam hukum islam orang-orang ini disebut
khuintsa al-musykil yang sering disebut
dengan wadam (wanita adam) atau waria
(wanita pria), walau dalam hukum islam
antara wadam/waria dengan khuntsa al
musykil tidak sama.
13. Perbedaan:
Wadam/waria adalah orang yang secara fisik
berjenis kelamin pria/laki-laki akan tetapi secara
hormonal atau kejiwaan berperilaku/
berpenampilan sebagai seorang perempuan
Khuntsa al musykil: memang tidak jelas identitas
kelaminnya, baik disebabkan karena berkelamin
ganda atau juga tidak mempunyai alat kelamin
sama sekali
Masalah:
BAGAIMANA MENENTUKAN BESAR BAGIAN
KHUNTSA?
14. Beberapa kemungkinan cara
menentukan bagian waris khuntsa:
Menentukan jenis kelamin yang dominan
dalam buang air kecil, namun apabila sulit
maka adalah dengan mengidentifikasi indikasi
fisik yang dimiliki oleh orang yang
bersangkutan (bukan psikis)
dasar ungkapan rasulullah riwayat Ibnu
Abbas: ketika beliau menimang anak banci
orang anshar dan ditanya tentang hak
warisnya, beliau berkata, “berilah anak
khuntsa ini (seperti bagian anak laki-laki atau
perempuan) mengingat alat kelamin mana
yang pertama kali digunakan untuk buang air
kecil”
15. Lanjutan:
Meneliti tanda-tanda kedewasaanya, sebab lazimnya
antara laki-laki dengan perempuan terdapat tanda-tanda
kedewasaan yang khas. Misalnya jenggot, kumis,
demikian pula pada tanda2 fisik laki-laki.
Apabila poin 1 dan 2 belum jelas, terdapat beberapa
doktrin:
Memberikan bagian terkecil dari dua perkiraan laki-laki atau
perempuan dan memberi bagian terbesar pada ahli waris
lain. Maksudnya, dibandingkan berapa bagian dia sebagai
laki-laki dan berapa apabila sebagai perempuan. Bagian
terkecil akan diberikan kepadanya
Sda, dan sisa harta ditangguhkan sampai jelas statusnya.
Memberikan separuh dari dua perkiraan laki-laki dan
perempuan kepada khuntsa musykil dan ahli waris lain.
16. Masalah pergantian kelamin karena
teknologi kedokteran menjadi tampak
rumit karena telah disahkan oleh
pengadilan, dan dapat menikah.
Jika konsisten pada hukum Islam,
masalah ini tidak sulit. Sebab untuk
menentukan jenis kelamin seseorang
yang khuntsa bukan berdasar operasi
jenis kelamin, putusan pengadilan, KTP
atau SIM, tetapi berpedoman pada jenis
kelamin semula.