SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 20
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu komponen yang menjadi sasaran peningkatan kualitas
pendidikan adalah sistem pembelajaran di kelas. proses pembelajaran ini
merupakan tanggung jawab guru dalam mengembangkan segala potensi yang ada
pada siswa. Tujuan pokok proses pembelajaran adalah untuk mengubah tingkah
laku siswa berdasarkan tujuan yang telah di rencanakan dan di susun oleh guru
sebelum proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Perubahan tingkah laku itu
mencangkup aspek intelektual.
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), khususnya sejarah, sering dianggap
sebagai pelajaran hafalan dan membosankan. Pembelajaran ini dianggap tidak
lebih dari rangkaian angka tahun dan urutan peristiwa yang harus diingat
kemudian diungkap kembali saat menjawab soal-soal ujian. Kenyataan ini tidak
dapat dipungkiri, karena masih terjadi sampai sekarang. Pembelajaran sejarah
yang selama ini terjadi di sekolah-sekolah dirasakan kering dan membosankan.
Menurut cara pandang Pedagogy Kritis, pembelajaran sejarah seperti ini dianggap
lebih banyak memenuhi hasrat dominant group seperti rezim yang berkuasa,
kelompok elit, pengembang kurikulum dan lain-lain, sehingga mengabaikan peran
siswa sebagai pelaku sejarah zamannnya (Anggara, 2007:101).
Tidak dipungkiri bahwa pendidikan sejarah mempunyai fungsi yang sangat
penting dalam membentuk kepribadian bangsa, kualitas manusia dan masyarakat
Indonesia umumnya. Agakya pernyataan tersebut tidaklah berlebihan. Namun
sampai saat ini masih terus dipertanyakan keberhasilannya, mengingat fenomena
kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia khususnya generasi muda makin
hari makin diragukan eksistensinya. Dengan kenyataan tersebut artinya ada
sesuatu yang harus dibenahi dalam pelaksanaan pendidikan sejarah (Alfian,
2007:1).
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, Rumusan Masalah yang akan di bahas,
adalah :
1. Teori-teori pembelajaran menurut para ahli.
2. Problematika Pelajaran Sejarah dan Solusinya
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah,untuk mengetahui teori-
teori dan Problematika Pelajaran Sejarah di sekolah-sekolah.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori dan model pembelajaran sejarah
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi pada tingkat satuan
pendidikan (KTSP) merupakan suatu kegiatan tugas professional pendidikan,
yang bertolak dari perubahan kondisi pembelajaran saat ini dan merekonstruksi
suatu model pembelajaran ke masa yang akan datang. Berkaitan dengan hal itu
perlu dipahami terlebih dahulu apa dan bagaimana model dalam konteks praktik
pembelajaran.
Menurut Mills (1989:4), model adalah bentuk reprensentasi akurat, sebagai
proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba
bertindak berdasarkan model itu. Hal itu merupakan interpretasi atas hasil
observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem.Perumusan model
mempunyai tujuan:
1. Memberikan gambaran kerja sistem untuk periode tertentu, dan di dalamnya
secara implisit terdapat seperangkat aturan untuk melaksanakan perubahan;
2. Memberikan gambaran tentang fenomena tertentu menurut diferensiasi
waktu atau memproduksi seperangkat aturan yang bernilai bagi keteraturan
sebuah sistem;
3. Memproduk model yang mempresentasikan data dan format ringkas dengan
kompleksitas rendah.
Dengan demikian, suatu model dapat ditinjau dari aspek mana kita
memfokuskan suatu pemecahan permasalahannya. Pengertian model
pembelajaran dalam konteks ini, merupakan landasan praktik pembelajaran hasil
penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar, yang dirancang
berdasarkan proses analisis yang diarahkan pada implementasi KTSP dan
implikasinya pada tingkat operasional dalam pembelajaran. Model mengajar dapat
diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun
kurikulum, mengatur materi pembelajaran, dan memberi petunjuk kepada
4
pengajar di dalam kelas dalam setting pengajaran. Untuk menetapkan model
mengajar yang tepat, merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah, karena
memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai materi yang akan diberikan
dan model mengajar yang dikuasai.
Memilih suatu model mengajar, harus juga disesuaikan dengan realitas
yang ada dan situasi kelas yang akan dihasilkan dari proses kerjasama yang
dilakukan antara guru dan peserta didik. Meskipun dalam menentukan model
mengajar yang cocok itu tidak mudah, tetapi guru harus memiliki asumsi, bahwa
hanya ada model mengajar yang sesuai dengan model belajar. Apabila guru
mengharapkan peserta didiknya menjadi produktif, maka guru harus
membiarkannya berkembang sesuai dengan gayanya masing-masing. Guru hanya
berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar peserta didik.
Banyak model mengajar yang telah dikembangkan oleh para ahli.
Pengembangan model tersebut didasarkan pada konsep teori yang selama ini
dikembangkan. Mengingat banyaknya model mengajar yang telah dikembangkan,
Bruce Joyce et.al (2000) mengelompokkan menjadi empat rumpun yaitu: model
pemrosesan informasi (processing information model), model pribadi (personal
model), model interaksi sosial (social model), dan model perilaku (behavior
model).
Model mengajar pemrosesan informasi terdiri dari model mengajar yang
menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon terhadap stimulus yang
datang dari lingkungan. Dalam prosesnya ditempuh langkah-langkah seperti
mengorganisasi data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana
pemecahan masalah, serta penggunaan simbol verbal dan non verbal. Banyak
model mengajar yang tergolong pada kelompok model ini, yaitu: Inductive
thinking (classification-oriented), Concept attainment, Scientific inquiry, Inquiry
Tarining.
Model pribadi berorientasi pada perkembangan diri individu.
Pelaksanannya lebih menekankan pada upaya membantu individu dalam
membentuk dan mengorganisasikan realita yang unik serta lebih memperhatikan
kehidupan emosional peserta didik. Upaya pengajaran lebih diarahkan pada
5
menolong peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam
mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya.
Yang tergolong pada kelompok model mengajar ini adalah: Nondirective
teaching dan Enhancing self esteem.
Model Interaksi Sosial mengutamakan pada hubungan individu dengan
masyarakat atau orang lain, dan memusatkan perhatiannya pada proses dimana
realita yang ada dipandang sebagai negosiasi sosial. Prioritas utama diletakkan
pada kecakapan individu dalam berhubungan dengan orang lain.
Model mengajar perilaku dibangun atas dasar teori yang umum, yaitu
kerangka teori perilaku. Salah satu cirinya adalah kecenderungan memecahkan
tugas belajar kepada sejumlah perilaku yang kecil-kecil dan berurutan serta dapat
terukur. Belajar dipandang sebagai sesuatu yang tidak menyeluruh, tetapi
diuraikan dalam langkah-langkah yang konkrit dan dapat diamati. Mengajar
berarti mengusahakan terjadinya perbuatan dalam perilaku siswa, dan perubahan
tersebut haruslah teramati.
B. Faktor yang mempengaruhi pembelajaran
1. Quantum Learning
Keberhasilan proses belajar yang dialami oleh seseorang, tidak terlepas
dari beberapa faktor yang mempengaruhinya, baik yang berasal dari luar diri
individu maupun yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan. Faktor
yang berasal dari dalam diri individu berupa: motivasi, partisipasi, konfirmasi,
pengulangan, dan aplikasi. Adapun yang berasal dari luar diri individu dapat
berasal dari bahan ajar, pengajar, ataupun lingkungan tempat dia belajar. Proses
belajar yang terjadi pada individu yang belajar, erat kaitannya dengan struktur
otak yang dimilikinya. Berdasarkan belahannya, otak manusia terdiri dari belahan
otak kanan dan belahan otak kiri. Otak kanan memiliki karakteristik dalam cara
berfikir logis, sekuensial, linier, dan rasional. Adapun otak kiri memiliki
karakteristik dalam berfikir yang acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Agar
dalam proses belajar terjadi keseimbangan, harus diupayakan kerja otak kanan dan
otak kiri seimbang.
6
Quantum learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah
menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Oleh karena itu, belajar dalam
konsep quantum learning adalah memberdayakan seluruh potensi yang ada,
sehingga proses belajar menjadi suatu yang menyenangkan bukan sebagai sesuatu
yang memberatkan. Quantum learning mengonsep tentang "menata pentas:
lingkungan belajar yang tepat." Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya
membangun dan mempertahankan sikap positif. Sikap positif merupakan aset
penting untuk belajar. Peserta didik quantum dikondisikan ke dalam lingkungan
belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental. Target penataannya ialah
menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai.
Lingkungan makro ialah "dunia yang luas". Peserta didik diminta untuk
menciptakan ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta untuk memperluas
lingkup pengaruh dan kekuatan pribadi, berinteraksi sosial ke lingkungan
masyarakat yang diminatinya. "Semakin siswa berinteraksi dengan lingkungan,
semakin mahir mengatasi sistuasi-situasi yang menantang dan semakin mudah
Anda mempelajari informasi baru". Setiap siswa diminta berhubungan secara aktif
dan mendapat rangsangan baru dalam lingkungan masyarakat, agar mereka
mendapat pengalaman membangun gudang penyimpanan pengertahuan pribadi.
Pola yang dikembangkan tersebut, maka dalam setiap individu diharapkan
muncul sikap tanggung jawab terhadap diri, sehingga akan terus belajar dan
berupaya menggali sesuatu yang baru dan menggunakannya. Kemampuan dalam
menyerap informasi selanjutnya dikenal dengan istilah modalitas belajar. Adapun
kemampuan dalam mengatur dan mengolah informasi dikenal dengan istilah
dominasi otak.
DePorter (2002) mengelompokkan modalitas seseorang menjadi tiga
kelompok yaitu visual, auditorial, dan kinestesik. Dalam proses belajar modalitas
tersebut dapat dibantu dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan media,
yakni media pembelajaran. Seseorang yang bertanggung jawab terhadap dirinya,
akan benar-benar menyadari terhadap modalitas, khususnya modalitas belajar
yang dimilikinya.
7
2. Quantum Teaching
Mengajar merupakan salah satu tugas seseorang yang menyandang
predikat sebagai pengajar. Ada empat kemampuan yang perlu dimiliki seorang
pengajar yaitu kemampuan dalam mendiagnosis tingkah laku siswa,
melaksanakan proses pembelajaran, menguasai bahan ajar, dan melakukan
evaluasi hasil belajar. Mengajar pada hakekatnya merujuk pada aktivitas yang
dilakukan oleh pengajar dalam rangka menciptkan proses belajar pada pembelajar.
Dengan demikian, mengajar merupakan upaya guru untuk menciptakan kondisi-
kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi proses
interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, termasuk dengan guru, alat
pelajaran dan lain sebagainya. Melalui proses interaksi tersebut, diharapkan pada
diri peserta didik terjadi proses yang dikenal dengan nama proses belajar.
Dalam konsep di atas, tersirat bahwa peran pengajar adalah pemimpin dan
fasilitator belajar. Dengan demikian, mengajar bukan hanya menyampaikan bahan
pelajaran, tetapi suatu proses dalam upaya membelajarkan peserta pembelajar.
Mengingat sasaran utama dalam proses pembelajaran adalah terjadinya proses
belajar, maka komponen-komponen pembelajaran disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik, terutama modalitas yang dimilikinya.
Quantum teaching, merupakan konsep yang dikembangkan tentang
mengajar ini didasarkan pada asas utama, yaitu "bawalah dunia mereka ke dunia
kita dan bawalah dunia kita ke dunia mereka". Selain itu, dikembangkan juga lima
prinsip dasar, yaitu segalanya berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman
sebelum pemberian nama, akui setiap usaha, dan jika layak dikerjakan layak juga
dihargai (DePorter, 2002). Model yang dikembangkan terdiri dari dua komponen
yaitu konteks yang memiliki empat aspek (suasana, landasan, lingkungan, dan
rancangan) dan isi yang mencakup presentasi. Kerangka rancangan belajarnya
adalah tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan
(TANDUR).
8
C. Beberapa Permasalahan Dalam Pembelajaran Sejarah
Beberapa pakar pendidikan sejarah maupun sejarawan memberikan pendapat
tentang fenomena pembelajaran sejarah yang terjadi di Indonesia diantaranya
masalah model pembelajaran sejarah, kurikulum sejarah, masalah materi dan buku
ajar atau buku teks, profesionalisme guru sejarah dan lain sebagainya.
Yang pertama adalah masalah model pembelajaran sejarah. Menurut Hamid
Hasan dalam Alfian (2007) bahwa kenyataan yang ada sekarang, pembelajaran
sejarah jauh dari harapan untuk memungkinkan anak melihat relevansinya dengan
kehidupan masa kini dan masa depan. Mulai dari jenjang SD hingga SMA,
pembelajaran sejarah cenderung hanya memanfaatkan fakta sejarah sebagai materi
utama. Tidak aneh bila pendidikan sejarah terasa kering, tidak menarik, dan tidak
memberi kesempatan kepada anak didik untuk belajar menggali makna dari
sebuah peristiwa sejarah.
Taufik Abdullah memberi penilaian, bahwa strategi pedagogis sejarah Indonesia
sangat lemah. Pendidikan sejarah di sekolah masih berkutat pada pendekatan
chronicle dan cenderung menuntut anak agar menghafal suatu peristiwa (Abdullah
dalam Alfian, 2007:2). Siswa tidak dibiasakan untuk mengartikan suatu peristiwa
guna memahami dinamika suatu perubahan.
Sistem pembelajaran sejarah yang dikembangkan sebenarnya tidak lepas dari
pengaruh budaya yang telah mengakar. Model pembelajaran yang bersifat satu
arah dimana guru menjadi sumber pengetahuan utama dalam kegiatan
pembelajaran menjadi sangat sulit untuk dirubah. Pembelajaran sejarah saat ini
mengakibatkan peran siswa sebagai pelaku sejarah pada zamannya menjadi
terabaikan. Pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya
atau lingkungan sosialnya tidak dijadikan bahan pelajaran di kelas, sehingga
menempatkan siswa sebagai peserta pembelajaran sejarah yang pasif (Martanto,
dkk, 2009:10). Dengan kata lain, kekurangcermatan pemilihan strategi mengajar
akan berakibat fatal bagi pencapaian tujuan pengajaran itu sendiri (Widja,
1989:13).
9
Kedua adalah masalah kurikulum sejarah, karena kurikulum adalah salah satu
komponen yang menjadi acuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah rencana tertulis dan
dilaksanakan dalam suatu proses pendidikan guna mengembangkan potensi
peserta didik menjadi berkualitas. Dalam sebuah kurikulum termuat berbagai
komponen, seperti, tujuan, konten dan organisasi konten, proses yang
menggambarkan posisi peserta didik dalam belajar dan asessmen hasil belajar.
Selain komponen tersebut, kurikulum sebagai suatu rencana tertulis dapat pula
berisikan sumber belajar dan peralatan belajar dan evaluasi kurikulum atau
program.
Sejak Indonesia merdeka, telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum dan
mata pelajaran sejarah berada didalamnya. Akan tetapi materi-materi yang
diberikan dalam kurikulum yang sering mendapat kritik dari masyarakat maupun
para pemerhati sejarah baik dari pemilihannya, teori pengembangannya dan
implimentasinya yang seringkali digunakan untuk mendukung kekuasaan (Alfian,
2007:3).
Ketika Orde Baru bermaksud menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, tujuan pendidikan nasional diarahkan
untuk mendukung maksut tersebut. Tentu saja kurikulum sekolahan
dikembangkan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum 1986 yang
berlaku pada awal masa Orde Baru kemudian mengalami pergantian menjadi
kurikulum 1975, kurikulum sejarah juga mengalami penyempurnaan. Demikian
seterusnya terjadi beberapa perubahan kurikulum menjadi kurikulum 1984, 1994
dan 2004 (Umasih dalam Alfian, 2007:3). Kurikulum yang dipakai arahannya
kurang jelas dan sangat berbau politis, artinya kurikulum yang digunakan tidak
lepas dari adanya kepentingan-kepentinagn dari rezim yang berkuasa. Sejarah
dijadikan alat untuk membangun paradigma berfikir masyarakat mengenai
perjalanan sejarah bangsa dengan mengagung-agungkan rezim yang mempunyai
kekuasaan. Sistem pembelajaran yang diterapkan tidak mengarahkan siswa untuk
berfikir kritis mengenai suatu peristiwa sejarah, sehingga siswa seakan-akan
dibohongi oleh pelajaran tentang masa lalu (Anggara, 2007:103).
10
Selain masalah kurikulum yang selalu mengalami perubahan, masalah yang tak
kalah pentingnya adalah masalah materi dan buku ajar/buku teks sejarah. Menurut
Lerissa (dalam Alfian, 2007), masalah buku ajar ini sudah ada sejak sistem
pendidikan nasional mulai diterapkan di Indonesia tahun 1946. Saat buku ajar
yang dipakai sebagai bahan ajar sejarah adalah karangan Sanusi Pane yang
berjudul Sejarah Indonesia (4 Jilid) yang ditulis atas permintaan pihak Jepang
pada tahun 1943-1944, yang kemudian dicetak ulang pada tahun 1946 dan 1950.
Pada tahun 1957 Anwar Sanusi menulis buku sejarah Indonesia untuk sekolah
menengah (3 Jilid). Setelah itu kemudian muncul berbagai buku ajar laniya yang
ditulis oleh berbagai pihak, terutama oleh guru, salah satunya buku yang dikarang
oleh Subantardjo.
Pada tahun 1970, para ahli sejarah yang terhimpun dalam Masyarakat Sejarawan
Indonesia (MSI) mengadakan “Seminar Sejarah II” di Jogjakarta dan
menghasilkan sebuah keputusan untuk menulis buku sejarah untuk keperluan
perguruan tinggi dan bisa dijadikan sumber buku ajar di SMP dan SMA. Buku
yang terdiri dari 6 jilid itu, kemudian juga tidak luput dari permasalahannya dan
sempat memunculkan pertentangan. Tidak semua penulis menggunakan
metodo;logi yang sama yang telah ditentukan oleh editor umum, Prof. sartono
Kartodirdjo (pendekatan structural); masing-masing penulis membawa tradisi
ilmiah yang telah melekat pada dirinya (i structural atau naratif/kisah). Pada masa
itu perbedaan antara pendekatan structural dan pendekatan naratif secara
metodologis tidak bisa dijembatani sama sekali. Masing-masing mempunyai
domain sendiri-sendiri. Konflik yang berkepanjangan ini menyebabkan Sartono
mengundurkan diri dan diikuti oleh penulis-penulis lainnya. Setelah buku tersebut
dicetak ulang (1983-1984) sebagi editor umum hanya tercantum nama Prof. Dr.
Nugroho Notosusanto dan Prof. Dr. Marwati Djoned Poesponegoro (Alfian,
2007:5). Tahun 1993 sempat dilakukan revisi oleh RZ Lerissa dan Anhar
Gonggong dan kawan-kawan, namun entah kenapa kabarnya buku itu tidak
diedarkan (Purwanto dan Adam, 2005:105).
Hampir seluruh buku ajar, baik yang diterbitkan oleh swasta maupun pemerintah
sebenarnya tidak layak untuk dijadikan referensi. Hampir seluruh penulis buku
11
hanya membaca dokumen kurikulum secara harfiah dan tidak mampu memahami
jiwa kurikulum dengan baik. Sebagian besar penulis buku juga tidak paham
sejarah sebagi ilmu, historiografi, dan tertinggal sangat jauh dalam referensi
mutahkir penulisan (Purwanto, 2006:268).
Masalah profesionalisme guru sejarah juga masih dipertanyakan, sampai saat ini
masih berkembang kesan dari para guru, pemegang kebijakan di sekolah bahwa
pelajaran sejarah dalam mengajarkannya tidak begitu penting memperhatikan
masalah keprofesian, sehingga tidak jarang tugas mengajar sejarah diberikan
kepada guru yang bukan profesinya. Akibatnya, guru mengajarkan sejarah dengan
ceramah mengulangi apa isi yang ada dalam buku (Anggara, 2007:102).
Sementara itu terlalu banyak sekolah yang memposisikan guru sejarah sebagi
orang buangan, dan mata pelajaran sejarah sekedar sebagai pelengkap. Bahkan
banyak kasus ditemukan, guru sejarah menjadi sasaran untuk menaikkan nilai
siswa agar yang bersangkutan dapat naik kelas. Selain itu, sebagian besar guru
juga tidak mengikuti perkembangan hasil penelitian dan penerbitan mutakhir
sejarah Indonesia. Hal yang terekhir itu juga berkaitan denagn adanya kenyataan
bahwa institusi resmi yang menjadi tempat pendidikan tambahan bagi guru
sejarah itu hanya berkutat pada substansi historis dan metode pengajaran sejarah
yang tertinggal jauh (Purwanto, 2006:268).
Pengajaran sejarah di sekolah selama ini sering dilakukan kurang optimal.
Pelajaran sejarah seolah sangat mudah dan digampangkan. Banyak pendidik yang
tidak berlatar belakang pendidikan sejarah terpaksa mengajar sejarah di sekolah
(Hariyono, 1995:143).
D. Solusi Permasalahan Pembelajaran Sejarah
Salah satu metode pembelajaran sejarah yang cocok untuk menjadikan siswa aktif
dan guru sebagai fasilitatornya adalah kontruktivisme, inquiry, dan cooperatif
learning. Kontruktivisme adalah bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
(Anggara, 2007:104). Pembelajaran sejarah kontruktivisme berkaitan dengan
pembelajaran yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh
12
siswa dalam kehidupan sehari-hari. Metode inquiry juga sesuai dalam
pembelajaran sejarah. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari
menemukan sendiri. Penggunaan model pembelajaran cooperatif learning
menempatkan guru sebagai fasilitator, director-motivator dan evaluator bagi siswa
dalam upaya membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial dan
kemampuan berfikir kritis, agar mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, mampu
bekerjasama dengan orang lain, dan mampu berinteraksi sosial dengan
masyarakat.
Kurikulum sejarah merupakan suatu konsep atau kontrak yang merencanakan
pendidikan sejarah bagi sekelompok penduduk usia muda tertentu yang mengikuti
jenjang pendidikan tertentu. Tujuan dari lembaga pendidikan pada jenjang
pendidikan tertentu menentukan konsep pendidikan sejarah yang harus
dikembangkan bagi peserta didik lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena itu
kurikulum pendidikan sejarah digambarkan dalam bentuk tujuan, materi/pokok
bahasan, cara belajar peserta didik, dan asessmen hasil belajar baik dalam bentuk
perencanaan tertulis maupun imlementasinya. Untuk kemudian dilakukan evaluasi
kurikulum untuk mengetahui keberhasilan atau kagagalan kurikulum dalam
mencapai tujuan (Hasan dalam Nursam, dkk. (ed)., 2008:421).
Untuk dapat kembali mengajarkan sejarah secara baik dan menarik, pendidik
mempunyai keleluasaan mengolah dan menata materi yang ada. Sudah barang
tentu tidak mungkin topik yang ada dalam kurikulum dapat diselesaikan dengan
alokasi waktu yang tersedia. Untuk itulah bagaimana pendidik mengontrol
berbagai materi pengajaran yang memungkinkan dipelajari di luar kelas.
Kurikulum yang baik untuk kelas tertentu adalah yang cocok, terencana dengan
baik, sesuai, menyajikan pemikiran yang bijaksana dan sistematis. Tujuan
kurikulum adalah membuka peluang melalui perencanaan yang bijaksana bagi
tumbuhkembangnya mata pelajaran dan para siswanya (Hariyono, 1995:172 ;
Kochar, 2008:68).
13
Sesuai dengan ketetapan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan PP No. 19
tahun 2005, maka pengembanagn kurikulum pendidikan sejarah dimasa
mendatang adalah tanggungjawab satuan pendidikan. Artinya, pengembangan
kurikulum pendidikan sejarah SD, SMP, SMA menjadi tanggungjawab masing-
masing sekolah tersebut. Melalui pengembangan dan penempatan sejarah lokal
sebagai materi kurikulum yang dasar, terlepas apakah materi tersebut dikemas
dalam mata pelajaran sejarah ataukah mata pelajaran lain. Posisi materi sejarah
lokal dalam kurikulum dianggap penting karena pendidikan harus dimulai dari
lingkungan terdekat dan peserta didik harus menjadi dirinya sebagai anggota
masyarakat terdekat (Hasan, 2007:8-13). Kurikulum sejarah tersebut harus
mampu mengembangkan kualitas manusia Indonesia masa mendatang, yaitu (1)
semangat yang kuat, (2) kemampuan berpikir baik yang bersifat proaktif maupun
reaktif (3) memiliki kemampuan mencari, memilih, menerima, mengolah dan
memanfaatkan informasi melalui berbagai media (4) mengambil inisiatif (5)
tingkat kreativitas yang tinggi dan (6) kerjasama yang tinggi (Musnir dalam
Gunawan (ed), 1998:130).
Sedangkan untuk mengatasi permasalahan buku teks harus ada kriteria yang baik.
Salah satu kriteria buku cetak yang baik menurut Kochar (2008) adalah buku
cetak harus bersih dari indoktrinasi. Buku cetak harus menyajikan pandangan
yang adil tentang berbagai macam ide yang disampaikan pada fase kehidupan
tertentu. Buku ini harus tidak mengandung sekumpulan pendapat yang sempit,
tidak mengandung terlalu banyak nasionalisme hingga cenderung membelenggu,
kaku, dan resmi. Buku ini harus tidak menanamkan kebiasaan memberikan
tanggapan secara spontan tanpa berpikir terlebih dahulu, penilaian yang
menyakitkan dan tanggapan yang emosional. Pandangan yang bias dan prasangka
penulis harus tidak tercermin didalam lembaran buku cetak. Buku cetak yang
dipergunakan siswa harus mengatakan kebenaran yang sesungguhnya, dan tidak
ada yang lain selain kebenaran.
Ada bahaya dibalik pemakaian buku cetak tunggal karena akan menciptakan
batasan-batasan. Siswa cenderung mengembangkan ide yang salah bahwa sejarah
sama artinya dengan buku cetak. Dan sebagus apapun buku tersebut tidak akan
14
cukup untuk mendukung siswa dalm belajar. Jadi, saran alternatifnya adalah
gunakan buku cetak tunggal sebagi pendukung, dan sediakan serangkaian buku
cetak lainnya yang masing-masing mewakili subjek permasalahan dari sudut
pandang yang berbeda. Cara ini akan meminimalkan kecenderungan untuk
bergantung sepenuhnya pada buku cetak. Selain itu, siswa akan mampu
membandingkan dan menyelaraskan sudut-sudut pandang yang berbeda (Kochar,
2008:175).
Sejarah haruslah diinterpretasikan seobjektif dan sesederhana mungkin. Ini dapat
terlaksana hanya jika guru sejarah memilki beberapa kualitas pokok. Menurut
Kochar (2008:393-395) kualitas yang harus dimilki guru sejarah adalah
penguasaan materi dan penguasaan teknik. Dalam penguasaan materi, guru
sejarah harus lengkap dari segi akademik. Meskipun ia mengajar kelas-kelas
dasar, guru sejarah harus sekurang-kurangnya bergelar sarjana dengan spesialisasi
dalam periode tertentu dalam sejarah. Di kelas-kelas yang lebih tinggi, sebagi
tambahan untuk subjek yang menjadi spesialisasinya, guru sejarah harus dapat
memasukkan ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Setiap guru harus sejarah harus
memperluas dan menguasai ilmu-ilmu yang terkait seperti bahasa modern, sejarah
filsafat, sejarah sastra, dan geografi. Dalam penguasaan teknik, guru sejarah harus
meguasai berbagai macam metode dan teknik dalam pembelajaran sejarah. Ia
harus menciptahkan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan agar proses
belajar-mengajar dapat berlangsung dengan cepat dan baik.
Pendidikan dan pembinaan guru perlu ditingkatkan untuk menghasilkan guru
yang bermutu dan dalam jumlah yang memadai, serta perlu ditingkatkan
pengembangan karier dan kesejahteraannya termasuk pemberian penghargaan
bagi guru yang berprestasi (Musnir dalam Gunawan (ed), 1998: 129). Maka dari
itu secara professional, guru sejarah harus memilki pemahaman tentang hakikat
pembelajaran sejarah, tujuan pembelajaran sejarah, kompetensi-kompetensi apa
yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah, nilai-nilai apa yang
dibutuhkan dan dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah, sebelum
nantinya guru dapat menentukan metode atau pendekatan yang digunakan
(Anggara, 2007:102-103).
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat di simpulkan bahwa Pembelajaran
merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan.
Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis, dapat dipandang dari
berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis waktu. Pada tingkat mikro,
pencapaian kualitas pembelajaran merupakan tanggungjawab profesional seorang
guru, misalnya melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa
dan fasilitas yang didapat siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.
Pada tingkat makro, melalui sistem pembelajaran yang berkualitas, lembaga
pendidikan bertanggungjawab terhadap pembentukan tenaga pengajar yang
berkualitas, yaitu yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan intelektual,
sikap, dan moral dari setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran, baik secara
eksternal maupun internal diidentifikasikan sebagai berikut. Faktor-faktor
eksetrnal mencakup guru, materi, pola interaksi, media dan teknologi, situasi
belajar dan sistem. Masih ada pendidik yang kurang menguasai materi dan dalam
mengevaluasi siswa menuntut jawaban yang persis seperti yang ia jelaskan.
Dengan kata lain siswa tidak diberi peluang untuk berfikir kreatif. Guru juga
mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi baru yang memungkinkan ia
mengetahui perkembangan terakhir dibidangnya (state of the art) dan
kemungkinan perkembangn yang lebih jauh dari yang sudah dicapai sekarang
(frontier of knowledge). Sementara itu materi pembelajaran dipandang oleh siswa
terlalu teoritis, kurang memanfaatkan berbagai media secara optimal (Anggara,
2007:100).
16
DAFTAR PUSTAKA
Aliya, (2009). Model Pembelajaran Sejarah. [online]. Tersedia: http://blog.
bukukita.com/user/ermawati/?postld=6387 [Maret 2015]
Evaluasi Pembelajaran [online]. Tersedia: http://ktiptk.blogspirit.com/ archive/
2009/01/26/evaluasi-pembelajaran.html [Maret 2015]
Gunawan, Restu (ed). 1998. Simposium Pengajaran Sejarah (kumpulan makalah
diskusi). Jakarta : Depdikbud
Hariyono. 1995. Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Jakarta : Pustaka Jaya
17
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, syukuri kepada Tuhan Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan kasih sayang-Nya lah juga penulis Makalah Masalah Sosial ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Dalam kesempatan ini penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini. Penulis
merasa bahwa Tugas ini masih banyak terdapat kekurangannya, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pembaca demi kesempurnaan Tugas ini.
Disadari bahwa penyusun makalah ini belum lah sempurna, maka
masukakn yang positif dari pembaca sangat diharapkan demi perbaikan di masa
datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaan untuk kita semua.
Bandar Lampung, Maret 2015
Penulis
18
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Masalah Sosial, Batasan dan Pengertian .....................................................3
B. Klasifikasi Masalah Sosial dan Sebab-Sebabnya ........................................6
C. Ukuran-Ukuran Sosiologi Terhadap Masalah Sosial...................................7
D. Beberapa Masalah Sosial Penting................................................................8
E. Pemecahan Masalah Sosial..........................................................................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................8
B. Saran..........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
19
TUGAS KELOMPOK
PROBLEMATIKA PELAJARAN SEJARAH
Dosen pengampu : Putut Wisnu K, S.Pd., M.Pd.
Disusun Oleh :
Kelompok 9
1. Alia Januarti 11140002
2. Aji Prasetyo 13140006
3. Yessy Afrida Sari 13140034
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) BANDAR LAMPUNG
2015
20

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Modul tentang rantai makanan (mirnawati)
Modul tentang rantai makanan (mirnawati)Modul tentang rantai makanan (mirnawati)
Modul tentang rantai makanan (mirnawati)Mirnawatimpi
 
PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI BELAJAR I
PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI BELAJAR IPENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI BELAJAR I
PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI BELAJAR IHusna Sholihah
 
LK. 2.2 Menentukan Solusi Egi Agustian.pdf
LK. 2.2 Menentukan Solusi Egi Agustian.pdfLK. 2.2 Menentukan Solusi Egi Agustian.pdf
LK. 2.2 Menentukan Solusi Egi Agustian.pdfEgiAgustian5
 
Psikologi Power Point
Psikologi Power PointPsikologi Power Point
Psikologi Power Pointalekbadrudin
 
Kelompok 6- Model Pembelajaran Webbed-1.ppt
Kelompok 6- Model Pembelajaran Webbed-1.pptKelompok 6- Model Pembelajaran Webbed-1.ppt
Kelompok 6- Model Pembelajaran Webbed-1.pptTutiPatmawati3
 
KB 4 Technological, Pedagogical And Content Knowledge (TPACK) Dalam Pembelaja...
KB 4 Technological, Pedagogical And Content Knowledge (TPACK) Dalam Pembelaja...KB 4 Technological, Pedagogical And Content Knowledge (TPACK) Dalam Pembelaja...
KB 4 Technological, Pedagogical And Content Knowledge (TPACK) Dalam Pembelaja...Istna Zakia Iriana
 
Desain kurikulum
Desain kurikulumDesain kurikulum
Desain kurikulumnur wulan
 
Teori Belajar Konstruktivisme
Teori Belajar KonstruktivismeTeori Belajar Konstruktivisme
Teori Belajar Konstruktivismetbpck
 
perkembangan dan faktor yang mempengaruhi psikologi pendidikan
perkembangan dan faktor yang mempengaruhi psikologi pendidikanperkembangan dan faktor yang mempengaruhi psikologi pendidikan
perkembangan dan faktor yang mempengaruhi psikologi pendidikanRisa Octaviani
 
Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)
Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)
Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)Wulan Yulian
 
Perkembangan kognisi dan bahasa
Perkembangan kognisi dan bahasaPerkembangan kognisi dan bahasa
Perkembangan kognisi dan bahasaFPsiA
 
Model pengembangan kurikulum
Model pengembangan kurikulumModel pengembangan kurikulum
Model pengembangan kurikulumMitha Ye Es
 
Teori belajar bruner
Teori belajar brunerTeori belajar bruner
Teori belajar brunerSri Sukmawati
 
Sikap dan implikasi terhadap pengaruh globalisasi
Sikap dan implikasi terhadap pengaruh globalisasiSikap dan implikasi terhadap pengaruh globalisasi
Sikap dan implikasi terhadap pengaruh globalisasiistiim68
 
LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah pembelajaran peserta didik SMK.docx
LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah pembelajaran peserta didik SMK.docxLK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah pembelajaran peserta didik SMK.docx
LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah pembelajaran peserta didik SMK.docxDewiLadjimDewi
 
Kepastian dan kebenaran ilmu pengetahuan
Kepastian dan kebenaran ilmu pengetahuanKepastian dan kebenaran ilmu pengetahuan
Kepastian dan kebenaran ilmu pengetahuanIntan El-Durroty
 
Model-Model Pembelajaran Presentasi
Model-Model Pembelajaran PresentasiModel-Model Pembelajaran Presentasi
Model-Model Pembelajaran PresentasiDahlia Safarinah
 

Was ist angesagt? (20)

Modul tentang rantai makanan (mirnawati)
Modul tentang rantai makanan (mirnawati)Modul tentang rantai makanan (mirnawati)
Modul tentang rantai makanan (mirnawati)
 
PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI BELAJAR I
PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI BELAJAR IPENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI BELAJAR I
PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI BELAJAR I
 
LK. 2.2 Menentukan Solusi Egi Agustian.pdf
LK. 2.2 Menentukan Solusi Egi Agustian.pdfLK. 2.2 Menentukan Solusi Egi Agustian.pdf
LK. 2.2 Menentukan Solusi Egi Agustian.pdf
 
Psikologi Power Point
Psikologi Power PointPsikologi Power Point
Psikologi Power Point
 
Kelompok 6- Model Pembelajaran Webbed-1.ppt
Kelompok 6- Model Pembelajaran Webbed-1.pptKelompok 6- Model Pembelajaran Webbed-1.ppt
Kelompok 6- Model Pembelajaran Webbed-1.ppt
 
KB 4 Technological, Pedagogical And Content Knowledge (TPACK) Dalam Pembelaja...
KB 4 Technological, Pedagogical And Content Knowledge (TPACK) Dalam Pembelaja...KB 4 Technological, Pedagogical And Content Knowledge (TPACK) Dalam Pembelaja...
KB 4 Technological, Pedagogical And Content Knowledge (TPACK) Dalam Pembelaja...
 
Desain kurikulum
Desain kurikulumDesain kurikulum
Desain kurikulum
 
Teori Belajar Konstruktivisme
Teori Belajar KonstruktivismeTeori Belajar Konstruktivisme
Teori Belajar Konstruktivisme
 
Studi kasus peserta didik
Studi kasus peserta didikStudi kasus peserta didik
Studi kasus peserta didik
 
perkembangan dan faktor yang mempengaruhi psikologi pendidikan
perkembangan dan faktor yang mempengaruhi psikologi pendidikanperkembangan dan faktor yang mempengaruhi psikologi pendidikan
perkembangan dan faktor yang mempengaruhi psikologi pendidikan
 
Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)
Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)
Makalah teori teori motivasi (psikologi pendidikan)
 
Perkembangan kognisi dan bahasa
Perkembangan kognisi dan bahasaPerkembangan kognisi dan bahasa
Perkembangan kognisi dan bahasa
 
Model pengembangan kurikulum
Model pengembangan kurikulumModel pengembangan kurikulum
Model pengembangan kurikulum
 
Pendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran
Pendekatan Kognitif Sosial Untuk PembelajaranPendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran
Pendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran
 
Teori belajar bruner
Teori belajar brunerTeori belajar bruner
Teori belajar bruner
 
Sikap dan implikasi terhadap pengaruh globalisasi
Sikap dan implikasi terhadap pengaruh globalisasiSikap dan implikasi terhadap pengaruh globalisasi
Sikap dan implikasi terhadap pengaruh globalisasi
 
LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah pembelajaran peserta didik SMK.docx
LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah pembelajaran peserta didik SMK.docxLK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah pembelajaran peserta didik SMK.docx
LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah pembelajaran peserta didik SMK.docx
 
Teori Belajar Sibernetik
Teori Belajar Sibernetik Teori Belajar Sibernetik
Teori Belajar Sibernetik
 
Kepastian dan kebenaran ilmu pengetahuan
Kepastian dan kebenaran ilmu pengetahuanKepastian dan kebenaran ilmu pengetahuan
Kepastian dan kebenaran ilmu pengetahuan
 
Model-Model Pembelajaran Presentasi
Model-Model Pembelajaran PresentasiModel-Model Pembelajaran Presentasi
Model-Model Pembelajaran Presentasi
 

Ähnlich wie Problematika sejarah

Model Pembelajaran Langsung
Model Pembelajaran LangsungModel Pembelajaran Langsung
Model Pembelajaran LangsungRose Lind
 
322093 model-model-pembelajaran-inovatif
322093 model-model-pembelajaran-inovatif322093 model-model-pembelajaran-inovatif
322093 model-model-pembelajaran-inovatifmuhammad husnul fikri
 
Model pembelajaran lc
Model pembelajaran lcModel pembelajaran lc
Model pembelajaran lcZuha Farhana
 
Kurikulum dan pembelajaran agus sapta pratama 2B
Kurikulum dan pembelajaran agus sapta pratama 2BKurikulum dan pembelajaran agus sapta pratama 2B
Kurikulum dan pembelajaran agus sapta pratama 2BAgus Pratama
 
Makalah model pengawasan laku
Makalah model pengawasan lakuMakalah model pengawasan laku
Makalah model pengawasan lakusintaroyani
 
Concept learningq
Concept learningqConcept learningq
Concept learningqmarta55325
 
Penerapan model pembelajaran learning cycle 5
Penerapan model pembelajaran learning cycle 5Penerapan model pembelajaran learning cycle 5
Penerapan model pembelajaran learning cycle 5Nana Umar Sumarna
 
Makalah model konsiderasi
Makalah model konsiderasiMakalah model konsiderasi
Makalah model konsiderasisintaroyani
 
Tugas kurikulum dan pembelajaran
Tugas kurikulum dan pembelajaranTugas kurikulum dan pembelajaran
Tugas kurikulum dan pembelajaranyunitasari_31
 
Kurikulum & pembelajaran erlin yulian febrianti pe 2011031046
Kurikulum & pembelajaran erlin yulian febrianti pe 2011031046Kurikulum & pembelajaran erlin yulian febrianti pe 2011031046
Kurikulum & pembelajaran erlin yulian febrianti pe 2011031046erlin0305
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1nina
 
Makalah microteaching (teori belajar) 4 c_kel 3
Makalah microteaching (teori belajar) 4 c_kel 3Makalah microteaching (teori belajar) 4 c_kel 3
Makalah microteaching (teori belajar) 4 c_kel 3NikenDwi15
 
Pendekatan dan model_pembelajaran
Pendekatan dan model_pembelajaranPendekatan dan model_pembelajaran
Pendekatan dan model_pembelajaranRusli Lahiya
 
Model pengajaran
Model pengajaranModel pengajaran
Model pengajaranReni Nazta
 
Kurikulum dan pembelajaran tina
Kurikulum dan pembelajaran   tinaKurikulum dan pembelajaran   tina
Kurikulum dan pembelajaran tinaTinaSitiNurhasanah
 
Tugas Resensi Buku
Tugas Resensi BukuTugas Resensi Buku
Tugas Resensi BukuMel Noizz
 

Ähnlich wie Problematika sejarah (20)

Model Pembelajaran Langsung
Model Pembelajaran LangsungModel Pembelajaran Langsung
Model Pembelajaran Langsung
 
322093 model-model-pembelajaran-inovatif
322093 model-model-pembelajaran-inovatif322093 model-model-pembelajaran-inovatif
322093 model-model-pembelajaran-inovatif
 
Model pembelajaran
Model pembelajaranModel pembelajaran
Model pembelajaran
 
Model pembelajaran lc
Model pembelajaran lcModel pembelajaran lc
Model pembelajaran lc
 
Kurikulum dan pembelajaran agus sapta pratama 2B
Kurikulum dan pembelajaran agus sapta pratama 2BKurikulum dan pembelajaran agus sapta pratama 2B
Kurikulum dan pembelajaran agus sapta pratama 2B
 
Makalah model pengawasan laku
Makalah model pengawasan lakuMakalah model pengawasan laku
Makalah model pengawasan laku
 
Concept learningq
Concept learningqConcept learningq
Concept learningq
 
Model model pembelajaran
Model model pembelajaranModel model pembelajaran
Model model pembelajaran
 
Penerapan model pembelajaran learning cycle 5
Penerapan model pembelajaran learning cycle 5Penerapan model pembelajaran learning cycle 5
Penerapan model pembelajaran learning cycle 5
 
Makalah model konsiderasi
Makalah model konsiderasiMakalah model konsiderasi
Makalah model konsiderasi
 
Tugas kurikulum dan pembelajaran
Tugas kurikulum dan pembelajaranTugas kurikulum dan pembelajaran
Tugas kurikulum dan pembelajaran
 
Kurikulum & pembelajaran erlin yulian febrianti pe 2011031046
Kurikulum & pembelajaran erlin yulian febrianti pe 2011031046Kurikulum & pembelajaran erlin yulian febrianti pe 2011031046
Kurikulum & pembelajaran erlin yulian febrianti pe 2011031046
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Makalah plpg korina
Makalah plpg korinaMakalah plpg korina
Makalah plpg korina
 
Makalah microteaching (teori belajar) 4 c_kel 3
Makalah microteaching (teori belajar) 4 c_kel 3Makalah microteaching (teori belajar) 4 c_kel 3
Makalah microteaching (teori belajar) 4 c_kel 3
 
Pkp ut raha
Pkp ut rahaPkp ut raha
Pkp ut raha
 
Pendekatan dan model_pembelajaran
Pendekatan dan model_pembelajaranPendekatan dan model_pembelajaran
Pendekatan dan model_pembelajaran
 
Model pengajaran
Model pengajaranModel pengajaran
Model pengajaran
 
Kurikulum dan pembelajaran tina
Kurikulum dan pembelajaran   tinaKurikulum dan pembelajaran   tina
Kurikulum dan pembelajaran tina
 
Tugas Resensi Buku
Tugas Resensi BukuTugas Resensi Buku
Tugas Resensi Buku
 

Kürzlich hochgeladen

PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptxPPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptxsitifaiza3
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfAuliaAulia63
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksdanzztzy405
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Shary Armonitha
 
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptxInstrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptxZhardestiny
 
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningSamFChaerul
 
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugaslisapalena
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxImahMagwa
 

Kürzlich hochgeladen (9)

PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptxPPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
PPT ANEMIA pada remaja maupun dewasapptx
 
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdfGeologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
Geologi Jawa Timur-Madura Kelompok 6.pdf
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
 
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptxInstrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
Instrumen Penelitian dalam pengukuran fenomena .pptx
 
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
 
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
393479010-POWER-POINT-MODUL-6-ppt.pdf. tugas
 
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptxMenggunakan Data matematika kelas 7.pptx
Menggunakan Data matematika kelas 7.pptx
 

Problematika sejarah

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu komponen yang menjadi sasaran peningkatan kualitas pendidikan adalah sistem pembelajaran di kelas. proses pembelajaran ini merupakan tanggung jawab guru dalam mengembangkan segala potensi yang ada pada siswa. Tujuan pokok proses pembelajaran adalah untuk mengubah tingkah laku siswa berdasarkan tujuan yang telah di rencanakan dan di susun oleh guru sebelum proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Perubahan tingkah laku itu mencangkup aspek intelektual. Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), khususnya sejarah, sering dianggap sebagai pelajaran hafalan dan membosankan. Pembelajaran ini dianggap tidak lebih dari rangkaian angka tahun dan urutan peristiwa yang harus diingat kemudian diungkap kembali saat menjawab soal-soal ujian. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, karena masih terjadi sampai sekarang. Pembelajaran sejarah yang selama ini terjadi di sekolah-sekolah dirasakan kering dan membosankan. Menurut cara pandang Pedagogy Kritis, pembelajaran sejarah seperti ini dianggap lebih banyak memenuhi hasrat dominant group seperti rezim yang berkuasa, kelompok elit, pengembang kurikulum dan lain-lain, sehingga mengabaikan peran siswa sebagai pelaku sejarah zamannnya (Anggara, 2007:101). Tidak dipungkiri bahwa pendidikan sejarah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian bangsa, kualitas manusia dan masyarakat Indonesia umumnya. Agakya pernyataan tersebut tidaklah berlebihan. Namun sampai saat ini masih terus dipertanyakan keberhasilannya, mengingat fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia khususnya generasi muda makin hari makin diragukan eksistensinya. Dengan kenyataan tersebut artinya ada sesuatu yang harus dibenahi dalam pelaksanaan pendidikan sejarah (Alfian, 2007:1).
  • 2. 2 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, Rumusan Masalah yang akan di bahas, adalah : 1. Teori-teori pembelajaran menurut para ahli. 2. Problematika Pelajaran Sejarah dan Solusinya C. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah,untuk mengetahui teori- teori dan Problematika Pelajaran Sejarah di sekolah-sekolah.
  • 3. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Teori dan model pembelajaran sejarah Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi pada tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan suatu kegiatan tugas professional pendidikan, yang bertolak dari perubahan kondisi pembelajaran saat ini dan merekonstruksi suatu model pembelajaran ke masa yang akan datang. Berkaitan dengan hal itu perlu dipahami terlebih dahulu apa dan bagaimana model dalam konteks praktik pembelajaran. Menurut Mills (1989:4), model adalah bentuk reprensentasi akurat, sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Hal itu merupakan interpretasi atas hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem.Perumusan model mempunyai tujuan: 1. Memberikan gambaran kerja sistem untuk periode tertentu, dan di dalamnya secara implisit terdapat seperangkat aturan untuk melaksanakan perubahan; 2. Memberikan gambaran tentang fenomena tertentu menurut diferensiasi waktu atau memproduksi seperangkat aturan yang bernilai bagi keteraturan sebuah sistem; 3. Memproduk model yang mempresentasikan data dan format ringkas dengan kompleksitas rendah. Dengan demikian, suatu model dapat ditinjau dari aspek mana kita memfokuskan suatu pemecahan permasalahannya. Pengertian model pembelajaran dalam konteks ini, merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar, yang dirancang berdasarkan proses analisis yang diarahkan pada implementasi KTSP dan implikasinya pada tingkat operasional dalam pembelajaran. Model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran, dan memberi petunjuk kepada
  • 4. 4 pengajar di dalam kelas dalam setting pengajaran. Untuk menetapkan model mengajar yang tepat, merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah, karena memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai materi yang akan diberikan dan model mengajar yang dikuasai. Memilih suatu model mengajar, harus juga disesuaikan dengan realitas yang ada dan situasi kelas yang akan dihasilkan dari proses kerjasama yang dilakukan antara guru dan peserta didik. Meskipun dalam menentukan model mengajar yang cocok itu tidak mudah, tetapi guru harus memiliki asumsi, bahwa hanya ada model mengajar yang sesuai dengan model belajar. Apabila guru mengharapkan peserta didiknya menjadi produktif, maka guru harus membiarkannya berkembang sesuai dengan gayanya masing-masing. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar peserta didik. Banyak model mengajar yang telah dikembangkan oleh para ahli. Pengembangan model tersebut didasarkan pada konsep teori yang selama ini dikembangkan. Mengingat banyaknya model mengajar yang telah dikembangkan, Bruce Joyce et.al (2000) mengelompokkan menjadi empat rumpun yaitu: model pemrosesan informasi (processing information model), model pribadi (personal model), model interaksi sosial (social model), dan model perilaku (behavior model). Model mengajar pemrosesan informasi terdiri dari model mengajar yang menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon terhadap stimulus yang datang dari lingkungan. Dalam prosesnya ditempuh langkah-langkah seperti mengorganisasi data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah, serta penggunaan simbol verbal dan non verbal. Banyak model mengajar yang tergolong pada kelompok model ini, yaitu: Inductive thinking (classification-oriented), Concept attainment, Scientific inquiry, Inquiry Tarining. Model pribadi berorientasi pada perkembangan diri individu. Pelaksanannya lebih menekankan pada upaya membantu individu dalam membentuk dan mengorganisasikan realita yang unik serta lebih memperhatikan kehidupan emosional peserta didik. Upaya pengajaran lebih diarahkan pada
  • 5. 5 menolong peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Yang tergolong pada kelompok model mengajar ini adalah: Nondirective teaching dan Enhancing self esteem. Model Interaksi Sosial mengutamakan pada hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain, dan memusatkan perhatiannya pada proses dimana realita yang ada dipandang sebagai negosiasi sosial. Prioritas utama diletakkan pada kecakapan individu dalam berhubungan dengan orang lain. Model mengajar perilaku dibangun atas dasar teori yang umum, yaitu kerangka teori perilaku. Salah satu cirinya adalah kecenderungan memecahkan tugas belajar kepada sejumlah perilaku yang kecil-kecil dan berurutan serta dapat terukur. Belajar dipandang sebagai sesuatu yang tidak menyeluruh, tetapi diuraikan dalam langkah-langkah yang konkrit dan dapat diamati. Mengajar berarti mengusahakan terjadinya perbuatan dalam perilaku siswa, dan perubahan tersebut haruslah teramati. B. Faktor yang mempengaruhi pembelajaran 1. Quantum Learning Keberhasilan proses belajar yang dialami oleh seseorang, tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya, baik yang berasal dari luar diri individu maupun yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan. Faktor yang berasal dari dalam diri individu berupa: motivasi, partisipasi, konfirmasi, pengulangan, dan aplikasi. Adapun yang berasal dari luar diri individu dapat berasal dari bahan ajar, pengajar, ataupun lingkungan tempat dia belajar. Proses belajar yang terjadi pada individu yang belajar, erat kaitannya dengan struktur otak yang dimilikinya. Berdasarkan belahannya, otak manusia terdiri dari belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Otak kanan memiliki karakteristik dalam cara berfikir logis, sekuensial, linier, dan rasional. Adapun otak kiri memiliki karakteristik dalam berfikir yang acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Agar dalam proses belajar terjadi keseimbangan, harus diupayakan kerja otak kanan dan otak kiri seimbang.
  • 6. 6 Quantum learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Oleh karena itu, belajar dalam konsep quantum learning adalah memberdayakan seluruh potensi yang ada, sehingga proses belajar menjadi suatu yang menyenangkan bukan sebagai sesuatu yang memberatkan. Quantum learning mengonsep tentang "menata pentas: lingkungan belajar yang tepat." Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya membangun dan mempertahankan sikap positif. Sikap positif merupakan aset penting untuk belajar. Peserta didik quantum dikondisikan ke dalam lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental. Target penataannya ialah menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai. Lingkungan makro ialah "dunia yang luas". Peserta didik diminta untuk menciptakan ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta untuk memperluas lingkup pengaruh dan kekuatan pribadi, berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya. "Semakin siswa berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir mengatasi sistuasi-situasi yang menantang dan semakin mudah Anda mempelajari informasi baru". Setiap siswa diminta berhubungan secara aktif dan mendapat rangsangan baru dalam lingkungan masyarakat, agar mereka mendapat pengalaman membangun gudang penyimpanan pengertahuan pribadi. Pola yang dikembangkan tersebut, maka dalam setiap individu diharapkan muncul sikap tanggung jawab terhadap diri, sehingga akan terus belajar dan berupaya menggali sesuatu yang baru dan menggunakannya. Kemampuan dalam menyerap informasi selanjutnya dikenal dengan istilah modalitas belajar. Adapun kemampuan dalam mengatur dan mengolah informasi dikenal dengan istilah dominasi otak. DePorter (2002) mengelompokkan modalitas seseorang menjadi tiga kelompok yaitu visual, auditorial, dan kinestesik. Dalam proses belajar modalitas tersebut dapat dibantu dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan media, yakni media pembelajaran. Seseorang yang bertanggung jawab terhadap dirinya, akan benar-benar menyadari terhadap modalitas, khususnya modalitas belajar yang dimilikinya.
  • 7. 7 2. Quantum Teaching Mengajar merupakan salah satu tugas seseorang yang menyandang predikat sebagai pengajar. Ada empat kemampuan yang perlu dimiliki seorang pengajar yaitu kemampuan dalam mendiagnosis tingkah laku siswa, melaksanakan proses pembelajaran, menguasai bahan ajar, dan melakukan evaluasi hasil belajar. Mengajar pada hakekatnya merujuk pada aktivitas yang dilakukan oleh pengajar dalam rangka menciptkan proses belajar pada pembelajar. Dengan demikian, mengajar merupakan upaya guru untuk menciptakan kondisi- kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, termasuk dengan guru, alat pelajaran dan lain sebagainya. Melalui proses interaksi tersebut, diharapkan pada diri peserta didik terjadi proses yang dikenal dengan nama proses belajar. Dalam konsep di atas, tersirat bahwa peran pengajar adalah pemimpin dan fasilitator belajar. Dengan demikian, mengajar bukan hanya menyampaikan bahan pelajaran, tetapi suatu proses dalam upaya membelajarkan peserta pembelajar. Mengingat sasaran utama dalam proses pembelajaran adalah terjadinya proses belajar, maka komponen-komponen pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, terutama modalitas yang dimilikinya. Quantum teaching, merupakan konsep yang dikembangkan tentang mengajar ini didasarkan pada asas utama, yaitu "bawalah dunia mereka ke dunia kita dan bawalah dunia kita ke dunia mereka". Selain itu, dikembangkan juga lima prinsip dasar, yaitu segalanya berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman sebelum pemberian nama, akui setiap usaha, dan jika layak dikerjakan layak juga dihargai (DePorter, 2002). Model yang dikembangkan terdiri dari dua komponen yaitu konteks yang memiliki empat aspek (suasana, landasan, lingkungan, dan rancangan) dan isi yang mencakup presentasi. Kerangka rancangan belajarnya adalah tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan (TANDUR).
  • 8. 8 C. Beberapa Permasalahan Dalam Pembelajaran Sejarah Beberapa pakar pendidikan sejarah maupun sejarawan memberikan pendapat tentang fenomena pembelajaran sejarah yang terjadi di Indonesia diantaranya masalah model pembelajaran sejarah, kurikulum sejarah, masalah materi dan buku ajar atau buku teks, profesionalisme guru sejarah dan lain sebagainya. Yang pertama adalah masalah model pembelajaran sejarah. Menurut Hamid Hasan dalam Alfian (2007) bahwa kenyataan yang ada sekarang, pembelajaran sejarah jauh dari harapan untuk memungkinkan anak melihat relevansinya dengan kehidupan masa kini dan masa depan. Mulai dari jenjang SD hingga SMA, pembelajaran sejarah cenderung hanya memanfaatkan fakta sejarah sebagai materi utama. Tidak aneh bila pendidikan sejarah terasa kering, tidak menarik, dan tidak memberi kesempatan kepada anak didik untuk belajar menggali makna dari sebuah peristiwa sejarah. Taufik Abdullah memberi penilaian, bahwa strategi pedagogis sejarah Indonesia sangat lemah. Pendidikan sejarah di sekolah masih berkutat pada pendekatan chronicle dan cenderung menuntut anak agar menghafal suatu peristiwa (Abdullah dalam Alfian, 2007:2). Siswa tidak dibiasakan untuk mengartikan suatu peristiwa guna memahami dinamika suatu perubahan. Sistem pembelajaran sejarah yang dikembangkan sebenarnya tidak lepas dari pengaruh budaya yang telah mengakar. Model pembelajaran yang bersifat satu arah dimana guru menjadi sumber pengetahuan utama dalam kegiatan pembelajaran menjadi sangat sulit untuk dirubah. Pembelajaran sejarah saat ini mengakibatkan peran siswa sebagai pelaku sejarah pada zamannya menjadi terabaikan. Pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya atau lingkungan sosialnya tidak dijadikan bahan pelajaran di kelas, sehingga menempatkan siswa sebagai peserta pembelajaran sejarah yang pasif (Martanto, dkk, 2009:10). Dengan kata lain, kekurangcermatan pemilihan strategi mengajar akan berakibat fatal bagi pencapaian tujuan pengajaran itu sendiri (Widja, 1989:13).
  • 9. 9 Kedua adalah masalah kurikulum sejarah, karena kurikulum adalah salah satu komponen yang menjadi acuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Secara umum dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah rencana tertulis dan dilaksanakan dalam suatu proses pendidikan guna mengembangkan potensi peserta didik menjadi berkualitas. Dalam sebuah kurikulum termuat berbagai komponen, seperti, tujuan, konten dan organisasi konten, proses yang menggambarkan posisi peserta didik dalam belajar dan asessmen hasil belajar. Selain komponen tersebut, kurikulum sebagai suatu rencana tertulis dapat pula berisikan sumber belajar dan peralatan belajar dan evaluasi kurikulum atau program. Sejak Indonesia merdeka, telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum dan mata pelajaran sejarah berada didalamnya. Akan tetapi materi-materi yang diberikan dalam kurikulum yang sering mendapat kritik dari masyarakat maupun para pemerhati sejarah baik dari pemilihannya, teori pengembangannya dan implimentasinya yang seringkali digunakan untuk mendukung kekuasaan (Alfian, 2007:3). Ketika Orde Baru bermaksud menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, tujuan pendidikan nasional diarahkan untuk mendukung maksut tersebut. Tentu saja kurikulum sekolahan dikembangkan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum 1986 yang berlaku pada awal masa Orde Baru kemudian mengalami pergantian menjadi kurikulum 1975, kurikulum sejarah juga mengalami penyempurnaan. Demikian seterusnya terjadi beberapa perubahan kurikulum menjadi kurikulum 1984, 1994 dan 2004 (Umasih dalam Alfian, 2007:3). Kurikulum yang dipakai arahannya kurang jelas dan sangat berbau politis, artinya kurikulum yang digunakan tidak lepas dari adanya kepentingan-kepentinagn dari rezim yang berkuasa. Sejarah dijadikan alat untuk membangun paradigma berfikir masyarakat mengenai perjalanan sejarah bangsa dengan mengagung-agungkan rezim yang mempunyai kekuasaan. Sistem pembelajaran yang diterapkan tidak mengarahkan siswa untuk berfikir kritis mengenai suatu peristiwa sejarah, sehingga siswa seakan-akan dibohongi oleh pelajaran tentang masa lalu (Anggara, 2007:103).
  • 10. 10 Selain masalah kurikulum yang selalu mengalami perubahan, masalah yang tak kalah pentingnya adalah masalah materi dan buku ajar/buku teks sejarah. Menurut Lerissa (dalam Alfian, 2007), masalah buku ajar ini sudah ada sejak sistem pendidikan nasional mulai diterapkan di Indonesia tahun 1946. Saat buku ajar yang dipakai sebagai bahan ajar sejarah adalah karangan Sanusi Pane yang berjudul Sejarah Indonesia (4 Jilid) yang ditulis atas permintaan pihak Jepang pada tahun 1943-1944, yang kemudian dicetak ulang pada tahun 1946 dan 1950. Pada tahun 1957 Anwar Sanusi menulis buku sejarah Indonesia untuk sekolah menengah (3 Jilid). Setelah itu kemudian muncul berbagai buku ajar laniya yang ditulis oleh berbagai pihak, terutama oleh guru, salah satunya buku yang dikarang oleh Subantardjo. Pada tahun 1970, para ahli sejarah yang terhimpun dalam Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) mengadakan “Seminar Sejarah II” di Jogjakarta dan menghasilkan sebuah keputusan untuk menulis buku sejarah untuk keperluan perguruan tinggi dan bisa dijadikan sumber buku ajar di SMP dan SMA. Buku yang terdiri dari 6 jilid itu, kemudian juga tidak luput dari permasalahannya dan sempat memunculkan pertentangan. Tidak semua penulis menggunakan metodo;logi yang sama yang telah ditentukan oleh editor umum, Prof. sartono Kartodirdjo (pendekatan structural); masing-masing penulis membawa tradisi ilmiah yang telah melekat pada dirinya (i structural atau naratif/kisah). Pada masa itu perbedaan antara pendekatan structural dan pendekatan naratif secara metodologis tidak bisa dijembatani sama sekali. Masing-masing mempunyai domain sendiri-sendiri. Konflik yang berkepanjangan ini menyebabkan Sartono mengundurkan diri dan diikuti oleh penulis-penulis lainnya. Setelah buku tersebut dicetak ulang (1983-1984) sebagi editor umum hanya tercantum nama Prof. Dr. Nugroho Notosusanto dan Prof. Dr. Marwati Djoned Poesponegoro (Alfian, 2007:5). Tahun 1993 sempat dilakukan revisi oleh RZ Lerissa dan Anhar Gonggong dan kawan-kawan, namun entah kenapa kabarnya buku itu tidak diedarkan (Purwanto dan Adam, 2005:105). Hampir seluruh buku ajar, baik yang diterbitkan oleh swasta maupun pemerintah sebenarnya tidak layak untuk dijadikan referensi. Hampir seluruh penulis buku
  • 11. 11 hanya membaca dokumen kurikulum secara harfiah dan tidak mampu memahami jiwa kurikulum dengan baik. Sebagian besar penulis buku juga tidak paham sejarah sebagi ilmu, historiografi, dan tertinggal sangat jauh dalam referensi mutahkir penulisan (Purwanto, 2006:268). Masalah profesionalisme guru sejarah juga masih dipertanyakan, sampai saat ini masih berkembang kesan dari para guru, pemegang kebijakan di sekolah bahwa pelajaran sejarah dalam mengajarkannya tidak begitu penting memperhatikan masalah keprofesian, sehingga tidak jarang tugas mengajar sejarah diberikan kepada guru yang bukan profesinya. Akibatnya, guru mengajarkan sejarah dengan ceramah mengulangi apa isi yang ada dalam buku (Anggara, 2007:102). Sementara itu terlalu banyak sekolah yang memposisikan guru sejarah sebagi orang buangan, dan mata pelajaran sejarah sekedar sebagai pelengkap. Bahkan banyak kasus ditemukan, guru sejarah menjadi sasaran untuk menaikkan nilai siswa agar yang bersangkutan dapat naik kelas. Selain itu, sebagian besar guru juga tidak mengikuti perkembangan hasil penelitian dan penerbitan mutakhir sejarah Indonesia. Hal yang terekhir itu juga berkaitan denagn adanya kenyataan bahwa institusi resmi yang menjadi tempat pendidikan tambahan bagi guru sejarah itu hanya berkutat pada substansi historis dan metode pengajaran sejarah yang tertinggal jauh (Purwanto, 2006:268). Pengajaran sejarah di sekolah selama ini sering dilakukan kurang optimal. Pelajaran sejarah seolah sangat mudah dan digampangkan. Banyak pendidik yang tidak berlatar belakang pendidikan sejarah terpaksa mengajar sejarah di sekolah (Hariyono, 1995:143). D. Solusi Permasalahan Pembelajaran Sejarah Salah satu metode pembelajaran sejarah yang cocok untuk menjadikan siswa aktif dan guru sebagai fasilitatornya adalah kontruktivisme, inquiry, dan cooperatif learning. Kontruktivisme adalah bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (Anggara, 2007:104). Pembelajaran sejarah kontruktivisme berkaitan dengan pembelajaran yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh
  • 12. 12 siswa dalam kehidupan sehari-hari. Metode inquiry juga sesuai dalam pembelajaran sejarah. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Penggunaan model pembelajaran cooperatif learning menempatkan guru sebagai fasilitator, director-motivator dan evaluator bagi siswa dalam upaya membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial dan kemampuan berfikir kritis, agar mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, mampu bekerjasama dengan orang lain, dan mampu berinteraksi sosial dengan masyarakat. Kurikulum sejarah merupakan suatu konsep atau kontrak yang merencanakan pendidikan sejarah bagi sekelompok penduduk usia muda tertentu yang mengikuti jenjang pendidikan tertentu. Tujuan dari lembaga pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu menentukan konsep pendidikan sejarah yang harus dikembangkan bagi peserta didik lembaga pendidikan tersebut. Oleh karena itu kurikulum pendidikan sejarah digambarkan dalam bentuk tujuan, materi/pokok bahasan, cara belajar peserta didik, dan asessmen hasil belajar baik dalam bentuk perencanaan tertulis maupun imlementasinya. Untuk kemudian dilakukan evaluasi kurikulum untuk mengetahui keberhasilan atau kagagalan kurikulum dalam mencapai tujuan (Hasan dalam Nursam, dkk. (ed)., 2008:421). Untuk dapat kembali mengajarkan sejarah secara baik dan menarik, pendidik mempunyai keleluasaan mengolah dan menata materi yang ada. Sudah barang tentu tidak mungkin topik yang ada dalam kurikulum dapat diselesaikan dengan alokasi waktu yang tersedia. Untuk itulah bagaimana pendidik mengontrol berbagai materi pengajaran yang memungkinkan dipelajari di luar kelas. Kurikulum yang baik untuk kelas tertentu adalah yang cocok, terencana dengan baik, sesuai, menyajikan pemikiran yang bijaksana dan sistematis. Tujuan kurikulum adalah membuka peluang melalui perencanaan yang bijaksana bagi tumbuhkembangnya mata pelajaran dan para siswanya (Hariyono, 1995:172 ; Kochar, 2008:68).
  • 13. 13 Sesuai dengan ketetapan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan PP No. 19 tahun 2005, maka pengembanagn kurikulum pendidikan sejarah dimasa mendatang adalah tanggungjawab satuan pendidikan. Artinya, pengembangan kurikulum pendidikan sejarah SD, SMP, SMA menjadi tanggungjawab masing- masing sekolah tersebut. Melalui pengembangan dan penempatan sejarah lokal sebagai materi kurikulum yang dasar, terlepas apakah materi tersebut dikemas dalam mata pelajaran sejarah ataukah mata pelajaran lain. Posisi materi sejarah lokal dalam kurikulum dianggap penting karena pendidikan harus dimulai dari lingkungan terdekat dan peserta didik harus menjadi dirinya sebagai anggota masyarakat terdekat (Hasan, 2007:8-13). Kurikulum sejarah tersebut harus mampu mengembangkan kualitas manusia Indonesia masa mendatang, yaitu (1) semangat yang kuat, (2) kemampuan berpikir baik yang bersifat proaktif maupun reaktif (3) memiliki kemampuan mencari, memilih, menerima, mengolah dan memanfaatkan informasi melalui berbagai media (4) mengambil inisiatif (5) tingkat kreativitas yang tinggi dan (6) kerjasama yang tinggi (Musnir dalam Gunawan (ed), 1998:130). Sedangkan untuk mengatasi permasalahan buku teks harus ada kriteria yang baik. Salah satu kriteria buku cetak yang baik menurut Kochar (2008) adalah buku cetak harus bersih dari indoktrinasi. Buku cetak harus menyajikan pandangan yang adil tentang berbagai macam ide yang disampaikan pada fase kehidupan tertentu. Buku ini harus tidak mengandung sekumpulan pendapat yang sempit, tidak mengandung terlalu banyak nasionalisme hingga cenderung membelenggu, kaku, dan resmi. Buku ini harus tidak menanamkan kebiasaan memberikan tanggapan secara spontan tanpa berpikir terlebih dahulu, penilaian yang menyakitkan dan tanggapan yang emosional. Pandangan yang bias dan prasangka penulis harus tidak tercermin didalam lembaran buku cetak. Buku cetak yang dipergunakan siswa harus mengatakan kebenaran yang sesungguhnya, dan tidak ada yang lain selain kebenaran. Ada bahaya dibalik pemakaian buku cetak tunggal karena akan menciptakan batasan-batasan. Siswa cenderung mengembangkan ide yang salah bahwa sejarah sama artinya dengan buku cetak. Dan sebagus apapun buku tersebut tidak akan
  • 14. 14 cukup untuk mendukung siswa dalm belajar. Jadi, saran alternatifnya adalah gunakan buku cetak tunggal sebagi pendukung, dan sediakan serangkaian buku cetak lainnya yang masing-masing mewakili subjek permasalahan dari sudut pandang yang berbeda. Cara ini akan meminimalkan kecenderungan untuk bergantung sepenuhnya pada buku cetak. Selain itu, siswa akan mampu membandingkan dan menyelaraskan sudut-sudut pandang yang berbeda (Kochar, 2008:175). Sejarah haruslah diinterpretasikan seobjektif dan sesederhana mungkin. Ini dapat terlaksana hanya jika guru sejarah memilki beberapa kualitas pokok. Menurut Kochar (2008:393-395) kualitas yang harus dimilki guru sejarah adalah penguasaan materi dan penguasaan teknik. Dalam penguasaan materi, guru sejarah harus lengkap dari segi akademik. Meskipun ia mengajar kelas-kelas dasar, guru sejarah harus sekurang-kurangnya bergelar sarjana dengan spesialisasi dalam periode tertentu dalam sejarah. Di kelas-kelas yang lebih tinggi, sebagi tambahan untuk subjek yang menjadi spesialisasinya, guru sejarah harus dapat memasukkan ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Setiap guru harus sejarah harus memperluas dan menguasai ilmu-ilmu yang terkait seperti bahasa modern, sejarah filsafat, sejarah sastra, dan geografi. Dalam penguasaan teknik, guru sejarah harus meguasai berbagai macam metode dan teknik dalam pembelajaran sejarah. Ia harus menciptahkan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan agar proses belajar-mengajar dapat berlangsung dengan cepat dan baik. Pendidikan dan pembinaan guru perlu ditingkatkan untuk menghasilkan guru yang bermutu dan dalam jumlah yang memadai, serta perlu ditingkatkan pengembangan karier dan kesejahteraannya termasuk pemberian penghargaan bagi guru yang berprestasi (Musnir dalam Gunawan (ed), 1998: 129). Maka dari itu secara professional, guru sejarah harus memilki pemahaman tentang hakikat pembelajaran sejarah, tujuan pembelajaran sejarah, kompetensi-kompetensi apa yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah, nilai-nilai apa yang dibutuhkan dan dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah, sebelum nantinya guru dapat menentukan metode atau pendekatan yang digunakan (Anggara, 2007:102-103).
  • 15. 15 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan di atas, dapat di simpulkan bahwa Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis, dapat dipandang dari berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis waktu. Pada tingkat mikro, pencapaian kualitas pembelajaran merupakan tanggungjawab profesional seorang guru, misalnya melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa dan fasilitas yang didapat siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pada tingkat makro, melalui sistem pembelajaran yang berkualitas, lembaga pendidikan bertanggungjawab terhadap pembentukan tenaga pengajar yang berkualitas, yaitu yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan moral dari setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran, baik secara eksternal maupun internal diidentifikasikan sebagai berikut. Faktor-faktor eksetrnal mencakup guru, materi, pola interaksi, media dan teknologi, situasi belajar dan sistem. Masih ada pendidik yang kurang menguasai materi dan dalam mengevaluasi siswa menuntut jawaban yang persis seperti yang ia jelaskan. Dengan kata lain siswa tidak diberi peluang untuk berfikir kreatif. Guru juga mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi baru yang memungkinkan ia mengetahui perkembangan terakhir dibidangnya (state of the art) dan kemungkinan perkembangn yang lebih jauh dari yang sudah dicapai sekarang (frontier of knowledge). Sementara itu materi pembelajaran dipandang oleh siswa terlalu teoritis, kurang memanfaatkan berbagai media secara optimal (Anggara, 2007:100).
  • 16. 16 DAFTAR PUSTAKA Aliya, (2009). Model Pembelajaran Sejarah. [online]. Tersedia: http://blog. bukukita.com/user/ermawati/?postld=6387 [Maret 2015] Evaluasi Pembelajaran [online]. Tersedia: http://ktiptk.blogspirit.com/ archive/ 2009/01/26/evaluasi-pembelajaran.html [Maret 2015] Gunawan, Restu (ed). 1998. Simposium Pengajaran Sejarah (kumpulan makalah diskusi). Jakarta : Depdikbud Hariyono. 1995. Mempelajari Sejarah Secara Efektif. Jakarta : Pustaka Jaya
  • 17. 17 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, syukuri kepada Tuhan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan kasih sayang-Nya lah juga penulis Makalah Masalah Sosial ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini. Penulis merasa bahwa Tugas ini masih banyak terdapat kekurangannya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pembaca demi kesempurnaan Tugas ini. Disadari bahwa penyusun makalah ini belum lah sempurna, maka masukakn yang positif dari pembaca sangat diharapkan demi perbaikan di masa datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaan untuk kita semua. Bandar Lampung, Maret 2015 Penulis
  • 18. 18 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.......................................................................................i KATA PENGANTAR.....................................................................................ii DAFTAR ISI...................................................................................................iii BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang...........................................................................................1 B. Rumusan Masalah......................................................................................2 C. Tujuan.........................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN A. Masalah Sosial, Batasan dan Pengertian .....................................................3 B. Klasifikasi Masalah Sosial dan Sebab-Sebabnya ........................................6 C. Ukuran-Ukuran Sosiologi Terhadap Masalah Sosial...................................7 D. Beberapa Masalah Sosial Penting................................................................8 E. Pemecahan Masalah Sosial..........................................................................9 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ...............................................................................................8 B. Saran..........................................................................................................10 DAFTAR PUSTAKA
  • 19. 19 TUGAS KELOMPOK PROBLEMATIKA PELAJARAN SEJARAH Dosen pengampu : Putut Wisnu K, S.Pd., M.Pd. Disusun Oleh : Kelompok 9 1. Alia Januarti 11140002 2. Aji Prasetyo 13140006 3. Yessy Afrida Sari 13140034 SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (STKIP-PGRI) BANDAR LAMPUNG 2015
  • 20. 20