Dokumen ini membahas teori queer atau teori homoseksual yang dikembangkan oleh Judith Butler. Teori ini menantang konsep gender yang dianggap statis dan menekankan bahwa gender bersifat performatif dan berubah-ubah seiring waktu. Teori ini juga menolak kategorisasi seksualitas berdasarkan heteroseksualitas dan homoseksualitas. Di beberapa negara, teori ini telah berhasil mempengaruhi pengakuan hukum terhadap identitas gender dan seksualitas yang
1. QUEER THEORY
(Teori Homoseksual)
by Judith Butler
worked by hasyim ali imran
Pendahuluan
Judith Butler tidak hanya berpengaruh pada teori performa dari identitas tetapi juga
pada area yang dikenal sebagai queer theory. Diskusi-diskusinya mengenai identitas
homoseksual dalam masalah gender merupakan hal yan gmendorong munculnya queer theory
atau teori homoseksual. Teori homoseksual merupakan tantangan bagi identifikasi gender. Teori
ini secara liberal menentang gender (maskulin/feminin) dan seks (laki-laki/perempuan).
Menurut Butler yang lesbian dan salah seorang penganut feminisme itu, gender adalah
kategori yang selalu bergeser : gender seharusnya tidak ditafsirkan sebagai identitas yang
stabil, namun harus dilihat sebagai suatu identitas yang lemah terhadap waktu, berada
dalam suatu ruang yang menyesuaikan dengan berulangnya sikap/tingkah laku. Teori
homoseksual harus berhadapan dengan pasangan dalam seluruh bentuk : pria/wanita,
maskulin/feminin, gay/lesbian – menawarkan pandangan bahwa identitas selalu lebih luas
dibandingkan dengan kategori dikotomi (pria dan wanita) yang sudah baku.
Individu yang mengadopsi teori homoseksual menolak gagasan heteroseksualitas dan
homoseksualitas. Kategorisasi dalam dasar kegiatan seksual tidak lagi memungkinkan. Apabila
gender, atribut, sikap adalah performatif, maka tidak ada identitas yang sudah pernah ada (pre
existing identity) di mana suatu sikap dan atribut dapat diukur. Sehingga tidak akan ada benar
atau salah; lurus atau sikap menyimpang dari suatu gender. Oleh karena itu fokus dari teori
homoseksualitas adalah kerelaan identitas.
Bagi penganut teori homoseksual, hal yang paling menarik adalah bukan saat di mana
seseorang menyesuaikan diri dengan kategori identitas yang , tetapi lebih pada saat tidak
menyesuaikannya. Michael Jackson telah diidentifikasi sebagai seseorang dengan identitas
homoseksual, dan dia tentunya lebih dapat terlihat identitasnya sebagai homoseksual
dibandingkan dengan banyak orang yang sama tetapi tidak dapat terlihat. Artinya, menurut teori
ini, sebenarnya banyak orang-orang sejenis Jackson di dunia ini, namun mereka tidak diketahui
karena tidak memiliki popularitas sebagaimana halnya Jackson.
2. Pada intinya teori ini berkaitan dengan soal proses yang difokuskan pada pergerakan
yang melintasi ide, ekspresi, hubungan, ruang dan keinginan yang menginovasi perbedaan cara
hidup di dunia.
Penganut teori ini melihat besarnya implikasi sosial untuk mengadopsi model
homoseksual sebagai rangka berfikir dalam studi mengenai gender, seksualitas dan identitas
politik. Teori homoseksualitas dikenal seiring dengan penelitian mengenai gay dan lesbian,
bahwa gender telah dimengerti oleh sebagian masyarakat untuk menjadi dasar guna mengatur
masyarakat, dan terdapat asumsi bahwa gender dan seksualitas selain kategori baku akan masuk
dalam sanksi masyarakat. Sehingga, banyak penganut teori homoseksual dan aktivis melihat
label homoseks sebagai tantangan terhadap kategori identitas tradisional dan norma sosial.
Teori homoseksual juga memiliki agenda politik yan gkuat untuk pperubahansosial.
Seiring dengan gerakan aktivis, ‘homosek’ telah menjadi label yang bisa menjaring setiap
individu yang diidentifikasi sebagai lesbian, gay, bisexual, transexual dan heteroseksual dalam
aksi politik mengenai isu yang sebelumnya dipikir hanya untuk satu golongan saja. Contohnya
ACT UP, sebuah organisasi politik homoseks, yang beraktivitas dalam bidang AIDS dan hak
aborsi. Label homoseks kemudian dapat melebihi identitas politik dan menggerakkan aksi
dengan suatu cara dibandingkan label lain yang belum tentu bisa.
Sesuatu teori dapat diklasifikasikan menurut lebih dari satu tolok ukur. Misalnya, ada
menurut tolok ukur dalam cara memahami fenomena yang dijadikan obyek kajian, dari sini maka
lahir dua klasifikasi teori, yaitu scientific (obyektive) dan interpretif. Ada yang diklasifikasikan
menurut model bekerjanya teori, yaitu teori dalam kelompok model transmisi dan dalam model
ritual. Selain itu ada pula yang dibagi menurut phasenya, ini terdiri dari phase tradisional –
modernisme – post modernisme.
Dalam kaitan phase sebelumnya, maka dikaitkan dengan pendapat Butler yang
mengatakan “gender adalah kategori yang selalu bergeser : gender seharusnya tidak ditafsirkan
sebagai identitas yang stabil, namun harus dilihat sebagai suatu identitas yang lemah terhadap
waktu, berada dalam suatu ruang yang menyesuaikan dengan berulangnya sikap/tingkah laku”,
kiranya dapat dikatakan kalau teori homoseksual ini termasuk teori dalam phase post
modernisme.
Sejalan dengan gagasan yang diperjuangkan oleh penganut teori homoseksual
mengenai konsep gender, yakni bukan konsep statis (stabil) melainkan relatif, maka di beberapa
3. negara perjuangan ini telah menunjukkan sejumlah keberhasilan. Di Amerika misalnya, secara
resmi identitas diakui terdiri dari tiga : Straight , identitas yang bersifat tegas : Pria – Wanita;
Gay dan Lesbi.
Di Belanda, bahkan perkawinan sesama jenis sudah legal dilakukan. Namun di
Indonesia, upaya ini pernah dilakukan seorang pria Indonesia yang mau nikah resmi dengan pria
asing di Yogyakarta beberapa waktu lalu. Akan tetapi upayanya belum mendapatkan pengakuan.
Selain itu, identitas di Indonesia sampai saat ini masih tetap pada satu jenis, yaitu Straight (Pria
atau wanita), sebagaimana terlihat di setiap KTP masyarakat Indonesia.
Jadi, perjuangan kaum homoseksual hingga kini belum berhasil menembus tataran
legalitas formal. Namun demikian, secara de facto banyak indikasi yang menyiratkan bahwa apa
yang menjadi perjuangan kaum homo tadi telah dapat diterima oleh sejumlah pihak tertentu dan
dengan alasan-alasan eksklusif. Sebagai contoh, pada era 70-an MUI mengesahkan dengan
alasan tertentu atas perpindahan kelamin (transexual) Iwan Rubianto dari pria menjadi wanita
yang kemudian mengubah namanya menjadi Vivian. Demikian halnya dengan Dorce, secara
sipil telah diakui proses transexualitasnya, bahkan karena dinilai bernilai jual tinggi oleh
kalangan media elektronik, ia mendapat apresiasi yang tinggi dari kalangan media tv.