1. 3. KOEFISIEN DISTRIBUSI
I. LATAR BELAKANG
Cukup diketahui berbagai zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam
pelarut-pelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi
iod jauh lebih dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon
tetraklorida. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan
air, eter dan air, dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan campuran
kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan.
Cairan-cairan seperti itu dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon
disulfida dan air) atau setengah-campur (eter dan air), bergantung apakah satu
ke dalam yang lain hampir tak dapat larut atau setengah larut. Jika iod dikocok
bersama suatu campuran karbon disulfida dan air kemudian didiamkan, iod
akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut. Suatu keadaan kesetimbangan
terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air
(Vogel,1986).
Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih,
jadi pada sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau
antara padatan dan cairan. Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan
persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap komponen-komponen
dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama. Kesetimbangan heterogen
ditandai dengan adanya beberapa fase. Antara lain fase kesetimbangan fisika
dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan heterogen dapat dipelajari dengan
3 cara yaitu dengan mempelajari tetapan kesetimbangannya, cara ini
digunakan utntuk kesetimbangan kimia yang berisi gas. Yang kedua dengan
hukum distribusi Nernest, untuk kesetimbangan suatu zat dalam 2 pelarut.
Yang terakhir yaitu dengan hukum fase,untuk kesetimbangan yang umum.
Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk
menentukanaktivitas zat terlarut dalam suatu pelarut jika aktivitas zat terlarut
dalam pelarut lain yang diketahui, asalkan kedua pelarut tidak bercampur
2. sempurna satu sama lain. Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses
ekstraksi, analisis dan penentuan tetapan kesetimbangan. Oleh karena hukum
distribusi ini banyak digunakan dalam penentuan tetapan kesetimbangan,
maka dari itu dilakukanlah percobaan distribusi solute(zat terlarut) antara dua
pelarut yang tak saling campur ini, agar dapat menentukankonstanta
kesetimbangan suatu pelarut yang tidak bercampur.
II. TUJUAN
Menentukan koefisien distribusi pada suatu ekstraksi Benzene (C6H6) dan
Asam Asetat (CH3COOH).
III. KESELAMATAN KERJA
1. Perhatikan cara memegang corong pada saat ekstraksi (pada wktu
pengocokan)
2. Asam asetat glasial atau pekat berbau sangat rangsang, bisa membakar
kulit, tangani dengan hati โ hati dang jangan menghirup terlalu lama
dapat mengganggu sistem pernafasan.
3. Bila terkena reagensia (Benzena ataupun Asam Asetat) pada waktu
ekstraksi secepatnya dibasuh dengan air.
4. Reagensia bekas pakai kumpulkan dalam botol tersendiri sesuainya
jenisnya.
5. Hindari membuang bahan yang bisa menyumbat buangan air.
6. Jika terkena reagensia tersebut segera cuci dengan air sabun sampai
bersih.
7. Pada saat pengocokan, coong pemisah (separating funnel) dalam keadaan
tertutup.
8. Hati โ hati bekerja dengan larutan kimia (MSDS).
3. IV. TEORI DASAR
Proses ekstraksi yakni suatu proses pemisahan suatu senyawa dari
senyawa lain dengan menggunakan solvent tertentu. Proses ini ditempuh
apabila proses pemisahan dengan distilasi tidak mungkin, yakni apabila
kedua komponen tersebut mempunyai titik didih yang berdekatan. Jadi
ekstraksi adalah pemisahan suatu komponen (zat terlarut), yang pada
prosesnya zat terlarut tersebut terdistribusi diantara dua buah solvent yang
tidak dapat bercampur (immicible solvent). Perbandingan konsentrasi
(gram/liter) dari solute dalam solvent 1 dan solvent 2 disebut koefisien
distribusi (K) :
๐พ =
๐ถ1
๐ถ2
โ
Harga K ini tergantung jenis solute dari solvent yang dipakai,
disamping faktor suhu dan tekanan. Pada suatu ekstraksi, dimana solute,
solvent tertentu, dari suhu maupun tekanan dibuat tetap, maka harga K tetap,
tidak tergantung konsentrasi mula โ mula. Oleh sebab itu ekstraksi dengan
solvent yang dibagi beberapa kali lebih efektif daripada sekali ekstraksi
dengan jumlah solvent yang sama.
V1 C1V1 C1โV1 C1(n-1)โV1
C0V2 C2V2 C2โV2 C2(n-2)โV2
= Solvent 1
= Solvent 2
Misalkan suatu solute dalam solvent 2 yang volumenya V2 dengan
kadar konsentrasi C0, akan diekstraksi dengan solvent 1, berturut โ turut
sampai n kali masing โ masing dengan volume V1.
Total Solute = W0
W0 = C0 V2
Total Solute = W0
W0 = C1 V1 + C2 V2
Total Solute = W0
W0 = C1 โ V2 + C2 โ V2
Total Solute = W0
W0 = C1(n-1) โ V1 +
C2(n-2)โV2
4. Setelah ekstraksi pertama, maka total solute (W0) akan terdistribusi
diantara kedua solvent, masing โ masing C1 dan C2.
๐0 = ๐ถ1 ๐1 + ๐ถ2 ๐2 ๐ฅ
๐2
๐2
๐0 = (
๐1
๐2
๐1 + ๐2 ) ๐ถ2
๐ถ2 =
1
๐1
๐2
๐1 + ๐2
๐ฅ ๐0
๐ถ1
๐ถ2
= K ๐ถ2 = ๐0
1
๐พ๐1 + ๐2
โฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆ.. (1)
Solute yang tertinggal dalam solvent 2 setelah ekstraksi pertama adalah =
W1
W2 = C2 W2
Dari (1) ๐1 = ๐0
1
๐พ๐1 + ๐2
โฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆ. (2)
Solute W1 dalam solvent 2 ini kemudian diekstraksi yang kedua dengan
solvent V1 pula. Maka solute W1 ini akan terdistribusi lagi diantara kedua
solvent tersebut, masing โ masing dengan kadar C1 dan C2.
๐ = ๐ถโฒ1 ๐1 + ๐ถโฒ2 ๐2 ๐ฅ
๐ถโฒ2
๐ถ1
๐ = (
๐1
๐2
๐1 + ๐2 ) ๐ถโฒ2
๐ถ2
โฒ
=
๐1
๐1โฒ
๐2
๐1 + ๐2
๐ถ1 ๐ถ2 โ
๐ถ1โฒ
๐ถ2โฒ
โ โฆ โฆ โฆ โฆ โฆโฆ
๐ถ1
(๐โ1)โฒ
๐ถ2
( ๐โ1)โฒ โ ๐พ
๐ถ2โฒ = ๐1
1
๐พ๐1 + ๐2
โฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆ... (3)
Dari (2) & (3) ๐ถ2 = ๐0
๐2
( ๐พ๐1 + ๐2 ) 2 โฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆโฆ (4)
Solute yang tertinggal dalam solvent 2 setelah ekstraksi kedua adalah = W2
W2 โ C2โ V2
5. Dari (4) ๐2 = ๐0 (
๐2
๐พ๐1 + ๐2
) 2
Analog untuk solute yang tertinggal dalam solvent 2, setelah ekstraksi
yang ke โ n,
Dari (4) ๐๐ = ๐0 (
๐2
๐พ๐1 + ๐2
) 2
V. BAHAN DAN PERALATAN
A. Bahan
1. Asam Asetat Glasial (CH3COOH)
2. Benzena
3. Larutan NaOH 0,2 N
4. Indikator Phenol Phtalin (PP)
B. Peralatan
1. Erlenmeyer, kapasitas 250 mL 4 buah
2. Buret, kapasitas 50 mL 1 buah
3. Beaker glass 100 mL 5 buah
4. Corong pemisah, kapasitas 500 mL 2 buah
5. Volume pipet, 25 mL 1 buah
6. Volume pipet, 50 mL 1 buah
7. Pipet ukur, 5 mL 1 buah
8. Stopwatch 1 buah
9. Bulb (Pipet Filter) 1 buah
VI. LANGKAH KERJA
Langkah Pertama :
1. Mengisi buret dengan larutan NaOH 0,2 N dengan bantuan beaker glass
100 mL.
2. Menyiapkan 2 buah corong pemisah pada tempatnya.
3. Mengisi masing โ masing corong pemisah dengan akuades 50 mL,
kemudian ditambahkan Benzena 25 mL dan Asam Asetat Glasial 2 mL.
6. 4. Mengocok dengan hati โ hati masing โ masing 15 menit dengan sesekali
membuang uap dengan membalikkan corong pemisah dan membuka
kran yang diatas.
5. Mendiamkan selama beberapa menit sampai kedua lapisan terpisah
sempurna.
6. Membuka penutup masing โ masing dan memisahkan lapisan bawah dari
kedua corong pemisah dan masing โ masing ditampung menggunakan
beaker glass (jangan dibuang).
7. Lapisan atas dari masing โ masing corong pemisah ditampung dalam 2
buah beaker glass yang lain.
8. Dari kedua indikator lapisan atas tersebut, ditambahkan masing โ masing
3 tetes indikator PP.
9. Melakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,2 N dari buret yang sudah
disiapkan hingga terjadi perubahan warna dari tak berwarna menjadi pink
(merah muda) dan tidak hilang selama minimal 20 detik.
10. Mencatat masing โ masing beberapa mL banyaknya NaOH 0,2 N yang
dilakukan.
Langkah Kedua :
11. Mengembalikan kedua lapisan bawah pada corong pemisah.
12. Menambahkan ke dalam masing โ masing corong pemisah 25 mL
benzena (jangan ditambah asem asetat lagi)
13. Mengulangi pekerjaan dari langkah 4 sampai 10
Langkah Ketiga :
14. Mengulangi langkah ke 11 sampai 13
7. VII. HASIL PENGAMATAN
Tabel Pengamatan corong pemisah A
Ekstraksi
Titrasi dengan NaOH 0,2 N ()
Lapisan Atas 1 + PP Lapisan Bawah 1 + PP
volume (ml) massa (gr) volume (ml) massa (gr)
Pertama 2,7 ml 0,162 22,4 ml 2,688
Kedua 1,6 ml 0,096 20,1 ml 2,412
Ketiga 0,4 ml 0,024 17,3 ml 2,076
Tabel Pengamatan corong pemisah B
Ekstraksi
Titrasi dengan NaOH 0,2 N
Lapisan Atas 2 + PP Lapisan Bawah 2 + PP
volume (ml) massa (gr) volume (ml) massa (gr)
Pertama 2,8 ml 0,168 22,2 ml 2,664
Kedua 1,9 ml 0,114 19,5 ml 2,34
Ketiga 0,5 ml 0,03 16,9 ml 2,028
Keterangan :
Lapisan Atas = Asam asetat + Benzene
Lapisan Bawah = Asam asetat + Aquades
VIII. PERHITUNGAN
Keterangan :
V1 = Volume Benzene
V2 = Volume Akuades
W1 = Banyaknya Asam Asetat yang tertinggal setelah ekstraksi
pertama
W2 = Banyaknya Asam Asetat yang tertinggal setelah ekstraksi
kedua
W3 = Banyaknya Asam Asetat yang tertinggal setelah ekstraksi
ketiga
8. W0 = Berat Asam Asetat mula โ mula
Untuk mencari berapa banyak kandungan Asam Asetat pada Benzen dan Aquades
๐( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ ๐ ( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
๐(๐๐๐๐ง๐๐/๐๐๐ข๐๐๐๐ )
๐(๐๐ . ๐ด๐ ๐๐ก๐๐ก)
1. Ekstraksi I
Bagian A Bagian B
WI(ben) =
๐( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ ๐ ( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
๐(๐๐๐๐ง๐๐)
๐(๐๐ .๐ด๐ ๐๐ก๐๐ก )
W1(ben) =
๐( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ ๐ ( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
๐(๐๐๐๐ง๐๐)
๐(๐๐ .๐ด๐ ๐๐ก๐๐ก)
=
2,7 ๐ฅ 0,2 ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
25
5
=
2,8 ๐ฅ 0,2 ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
25
5
= 0,162 gr = 0,168 gr
W1(aqu) =
๐( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ ๐ ( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
๐(๐๐๐ข๐๐๐๐ )
๐(๐๐ .๐ด๐ ๐๐ก๐๐ก)
W1(aqua)=
๐( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ ๐ ( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
๐(๐๐๐ข๐๐๐๐ )
๐(๐๐ .๐ด๐ ๐๐ก๐๐ก)
=
22,4 ๐ฅ 0,2 ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
50
5
=
22,2 ๐ฅ 0,2 ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
50
5
= 2,688 gr =2,664 gr
2. Ekstrasi II
Bagian A Bagian B
W2(ben) =
๐( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ ๐ ( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
๐( ๐๐๐๐ง๐๐)
๐( ๐๐ .๐ด๐ ๐๐ก๐๐ก)
W2(ben)
=
๐( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ ๐ ( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
๐( ๐๐๐๐ง๐๐)
๐( ๐๐ .๐ด๐ ๐๐ก๐๐ก)
=
1,6 ๐ฅ 0,2 ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
25
5
=
1,9 ๐ฅ 0,2 ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
25
5
=0,096 gr =0,114 gr
9. W2(aqua)=
๐( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ ๐ ( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
๐(๐๐๐ข๐๐๐๐ )
๐(๐๐ .๐ด๐ ๐๐ก๐๐ก)
W2(aqua)
=
๐( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ ๐ ( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
๐( ๐๐๐ข๐๐๐๐ )
๐( ๐๐ .๐ด๐ ๐๐ก๐๐ก)
=
20,,1 ๐ฅ 0,2 ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
50
5
=
19,5 ๐ฅ 0,2 ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
50
5
= 2,412 gr = 2,34 gr
3. Ekstraksi III
Bagian A Bagian B
W3(ben) =
๐( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ ๐ ( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
๐( ๐๐๐๐ง๐๐)
๐( ๐๐ .๐ด๐ ๐๐ก๐๐ก)
W3(ben) =
๐( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ ๐ ( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
๐( ๐๐๐๐ง๐๐)
๐( ๐๐ .๐ด๐ ๐๐ก๐๐ก)
=
0,4 ๐ฅ 0,2 ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
25
5
=
0,5 ๐ฅ 0,2 ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
25
5
= 0,024 gr = 0,03 gr
W3(aqua) =
๐( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ ๐ ( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
๐( ๐๐๐ข๐๐๐๐ )
๐( ๐๐ .๐ด๐ ๐๐ก๐๐ก)
W3(aqua)=
๐( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ ๐ ( ๐๐๐๐ป) ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
๐( ๐๐๐ข๐๐๐๐ )
๐( ๐๐ .๐ด๐ ๐๐ก๐๐ก)
=
17,3 ๐ฅ 0,2 ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
50
5
=
16,9 ๐ฅ 0,2 ๐ฅ 60
1000
๐ฅ
50
5
= 2,076 gr = 2,028 gr
Untuk mencari Wo
Wo1(A) = WI(ben) + W1(aqu) Wo1(B)= WI(ben) + W1(aqu)
= 0,162 gr + 2,688 gr = 0,168 gr + 2,664 gr
= 2,85 gr = 2,832 gr
Untuk W1, 2, 3 = W(aqudes)
W1(A) = 2,688 gr W1(B) = 2,664 gr
W2(A) = 2,412 gr W2(B) = 2,34 gr
W3(A) =2,076 gr W3(B) = 2,028 gr
11. 2,34 = 2,832 ๐ฅ (
50
๐พ.25+50
)
2
K2(A) = 0,200
3. W1(B) = Wo1 (B) x (
๐๐๐๐ข๐๐ ๐ด๐๐ข๐๐๐๐
๐พ.๐๐๐๐ข๐๐ ๐ต๐๐๐ง๐๐ +๐๐๐๐ข๐๐ ๐ด๐๐ข๐๐๐๐
)
3
2,028 = 2,832 ๐ฅ (
50
๐พ.25+50
)
3
K2(A) = 0,255
Untuk menghitung Koefisien Rata-Ratanya menggunkan rumus :
๐พ๐๐๐ก๐2 =
๐พ1( ๐ด) + ๐พ1( ๐ต) + ๐พ2( ๐ด) + ๐พ2( ๐ต) + ๐พ3( ๐ด) + ๐พ3(๐ต)
6
๐พ๐๐๐ก๐2 =
0,121 + 0,174 + 0,222 + 0,125 + 0,200 + 0,255
6
= 0,1795
IX. ANALISA
Prinsip percobaan ini adalah distribusi zat terlarut (Asam Asetat)
kedalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu benzena dan
aquades.Distribusi asam asetat pada senyawa benzene dan aquades dilakukan
dengan cara pengocokan selama 15 menit.
Pada hukum distribusi Nerst, jika dalam sistem dua fasa cair yang
tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua
pelarut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Perbandingan konsentrasi
solut didalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu ketetapan
pada suhu tetap. Tetapan tersebut adalah tetapan distribusi atau koefisien
distribusi.
12. Dari percobaan yang telah dilakukan, dengan adanya perbedaan
kepolaran antara aquades yang bersifat polar dan benzena bersifat non-polar,
sehingga terbentuk dua lapisan, dimana lapisan atas merupakan benzena dan
lapisan bawah adalah aquades.
Dari tabel pengamatan, seharusnya dari percobaan pertama hingga
ketiga, penggunaan NaOH semakin sedikit. Hal ini mengindikasikan bahwa
asam yang larut semakin sedikit. Khusunya untuk lapisan benzena terdapat
sedikit masalah saat titrasi, yaitu ketidaktepatan menentukan waktu berekasi
(terjadi perubahan warna) sehingga penggunaan NaOH tidak semakin sedikit
(fluktuasi). Penggunaan NaOH saat titrasi dengan aquades lebih banyak
daripada saat titrasi dengan benzena, artinya asam asetat lebih banyak
terdistribusi dalam aquades.
Berdasarkan perhitungan data diperoleh :
Corong pemisah 1 Corong pemisah 2
K1 0,121 0,125
K2 0,174 0,2
K3 0,222 0,255
Krata 0,1795
X. SIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, koefisien dsitribusi asam asetat
dalam larutan benzena dan aquades sebesar 0,1795.