Dokumen tersebut membahas delapan langkah dalam proses analisis kebijakan, dimulai dari definisi masalah. Langkah pertama dan krusial adalah mendefinisikan masalah berdasarkan retorika isu dari klien dengan mempertimbangkan kegagalan pasar dan masalah publik. Definisi masalah sebaiknya dilengkapi dengan kuantitas dan rentang besaran untuk memberikan gambaran yang lebih jelas.
1. Bab I
Delapan Anak Tangga
Kerja-kerja analisa untuk problem-solving umumnya bergerak dalam suatu alur
tertentu, mulai dari pendefinisian permasalahan (defining the problem)–yang
merupakan awal dari semuanya- sampai dengan pengambilan sebuah keputusan
(decision-making) berikut penjelasannya diakhir. Tetapi ingat, ini adalah sebuah
proses yang sangat perlu dicermati ulang – dengan kata lain, merunut kembali
langkah-langkah dalam alur itu sebelum memulainya kembali dari awal. Di beberapa
kasus, klien atau situasi politik mungkin telah mempersempit dan memfokuskan tugas
analisis pada suatu level tertentu di mana Anda sama sekali tidak perlu memusingkan
diri dengan beberapa langkah lain yang ada dalam alur itu. Pemaparan di bawah ini
membentangkan sebuah proses generik yang harus diadaptasikan pada konteks yang
ada.
LANGKAH PERTAMA: DEFINISIKAN MASALAH
Pendefinisian masalah, sebagai langkah pertama, merupakan langkah krusial:
memberi rasionalisasi bagi segala sesuatu yang harus Anda lakukan dalam
menyelesaikan suatu proyek. Langkah ini juga memberikan arahan bagi aktifitas
pengumpulan data/bukti. Pada fase terakhir analisa kebijakan, definisi masalah final
yang anda buat mungkin akan membantu anda untuk menyusun penjelasan.
Biasanya, bahan mentah yang digunakan dalam definisi masalah, berasal dari
klien Anda dan diturunkan dari bahasa yang jamak dipakai dalam perdebatan dan
diskusi di lingkungan politik sang klien – bahasa, secara generik saya sebut dengan
istilah “retorika isu.” Retorika ini bisa jadi terbatas hanya bersifat teknis dan sempit
atau bisa juga berada pada wilayah kontroversial bagi berbagai kepentingan
masyarakat. Pada kedua kasus itu, Anda harus menyelami retorika tersebut untuk
mendefinisikan sebuah masalah yang bisa ditata secara analitis dan sesuai dengan
perangkat politik dan kelembagaan yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah
tersebut.
Gunakanlah bahan mentah retorika isu itu secara cermat. Seringkali berbagai
retorika isu itu mengarah pada satu kondisi yang tidak disukai masyarakat atau
dianggap sebagai sesuatu yang “buruk”, seperti “kehamilan di luar nikah,” “kekerasan
media,” atau “pemanasan global.” Evaluasi yang Anda lakukan seharusnya tidak
didasarkan pada nilai-nilai yang muncul di permukaan saja. Seringkali Anda
diharapkan bisa melakukan eksplorasi terhadap dasar filosofis dan empiris yang
menjadi pijakan bagi Anda, klien Anda, atau orang-orang yang menjadi audiens Anda
dalam menentukan apakah suatu kondisi yang dihadapi itu bisa dikategorikan sebagai
sesuatu yang baik atau buruk.
Isu-retorika isu seringkali kental dengan nuansa partisan atau ideologis.
Meskipun publik Amerika cenderung terkelompok pada dua kutub besar: kutub yang
satu berideologi campuran dan kutub lainnya lebih berlandaskan pragmatisme, isu
retorik diciptakan oleh banyak individu yang lebih dekat dengan kutub-kutub
ekstrem dari spektrum ideologi itu dan memiliki hasrat ideologis serta kemampuan
artikulasi yang lebih baik dari pada anggota masyarakat pada umumnya. Perbedaan
2. ideologi besar, yang terjadi hampir di semua negara dengan sistem demokrasi matang,
terletak pada seberapa besar peran pemerintah, melalui bantuan atau regulasi, dalam
menyelesaikan masalah, dihadapkan pada ideologi yang lebih mengandalkan individu
yang mandiri, keluarga, kekerabatan atau komunitas dalam menyelesaikan masalah
yang ada dalam masyarakat. Mengandalkan diri sendiri dalam menyelesaikan masalah,
umumnya, dianggap sebagai bentuk yang paling ideal; tetapi anggapan umum tersebut
masih bisa diperdebatkan. Retorika isu ‘Liberal’ seringkali menghadirkan banyak
perdebatan, biasanya melibatkan ketidakpercayaan terhadap ‘pasar,’ tetapi hanya
sebagian dari perdebatan itu yang benar-benar didasarkan pada pemahaman yang
realistis tentang ‘bagaimana pasar bisa bekerja’ dan ‘bagaimana pasar bisa gagal
bekerja’. Retorika isu ‘Konservatif’ seringkali memberikan pembelaan yang tidak
berdasar bagi pasar tetapi bisa juga menjadi diam ketika aneka kepentingan bisnis
yang berimpit dengan kepentingannya berusaha mendorong disahkannya legislasi
yang bersifat proteksionis. Karena pemerintah sebagai sebuah institusi adalah
alternatif utama bagi pemecahan masalah privat maupun masyarakat, kaum liberal dan
konservatif mengideologisasikan pertanyaan tentang seberapa kompeten dan seberapa
kemampuan pemerintah dapat dipercaya dalam memecahkan masalah. Kedua belah
pihak memiliki pemahamannya sendiri.
Isu-isu retorik hanya sesekali memunculkan kesamaan pandangan mengenai
isu-isu kongkrit tentang pilihan kebijakan dan desain kebijakan, meskipun teori-teori
ekonomi tentang kegagalan dan ketidaksempurnaan pasar telah berkali-kali
memperingatkan kita tentang kapan kita harus mengandalkan pasar dan kapan tidak,
dan teori-teori Pilihan Publik tentang kegagalan pemerintah juga acapkali
memperingatkan kita tentang kapan kita harus mengandalkan pemerintah dan kapan
tidak (Weimer and Vining 2004; Glazer and Rotherberg 2001). Sebagaimana akan
saya jelaskan nanti, analisa kebijakan berusaha menjembatani seluruh ideologi politik
berdasarkan standar normatif untuk “memaksimalkan kesejahteraan” dan teoritisasi
ilmu-ilmu sosial tentang keunggulan komparatif yang dimiliki aneka rupa lembaga
untuk berbagai tujuan berbeda. Karena Anda pasti tidak ingin hanya sekedar membeo
pada isu-retorika isu dalam definisi masalah Anda, tetapi menggunakannya sebagai
bahan mentah bagi suatu definisi masalah awal yang Anda harapkan dapat terbukti
berguna secara analitis.
Sebagian label isu bisa jadi merupakan penanda bagi lebih dari satu masalah.
Hal itu tergantung pada audiensnya. Misalnya, “kehamilan remaja” bisa
dikonotasikan sebagai salah satu atau semua kondisi di berikut ini: imoralitas seksual,
resiko harapan hidup generasi muda dan anak-anak mereka, eksploitasi para pembayar
pajak, dan disintegrasi sosial. Biasanya Anda ingin menentukan satu masalah sebagai
fokus utama, untuk memastikan analisis Anda tidak akan bergerak melebar. Tetapi
jika masalah yang Anda amati tidak terlalu rumit, Anda mungkin merasa perlu
mendefinisikan lebih dari satu masalah.
Memikirkan Defisit dan Ekses
Seringkali–meski tidak selalu–kita merasa terbantu ketika kita memandang
suatu masalah dalam logika defisit dan ekses. Contohnya:
3. • “Terlalu banyak jumlah tunawisma di Amerika Serikat.”
• “Kebutuhan akan pengairan pertanian meningkat lebih cepat dibanding
kemampuan kita untuk menyediakannya, yang secara pembiayaan dan dampak
lingkungan juga bisa diterima.”
• “Populasi anak usia sekolah di California meningkat 140.000 pertahun, dan
kemampuan kita untuk mengembangkan fasilitas fisik yang digunakan untuk
mendidik mereka tidak meningkat secepat perkembangannya.”
Pemakaian istilah “terlalu” kerapkali membantu dalam definisi masalah yang
kita buat (misalnya: “terlalu besar,” “terlalu kecil,” “pertumbuhannya terlalu lambat,”
“pertumbuhannya terlalu cepat.”) Dua frase paling akhir (tentang ‘pertumbuhan’)
mengingatkan kita bahwa ragam masalah yang kita perhatikan tidak selalu muncul
‘saat ini”, tetapi (paling tidak secara potensial) ada di masa yang akan datang, cepat
atau lambat.
Namun, berpikir dalam terma defisit dan ekses tidak akan banyak membantu
ketika masalah yang Anda hadapi adalah sebuah pilihan keputusan yang telah
terstruktur. Contohnya, ”Buanglah sampah hasil kerukan, di teluk atau di suatu
tempat di lepas pantai di Samudera Pasifik.”. Berpikir dalam terma defisit dan ekses
juga tidak akan membantu jika tantangannya adalah untuk menemukan (to invent) cara
mencapai suatu tujuan yang sudah terdefinisi. Misalnya, ”Carilah sejumlah dana untuk
menutup selisih pengeluaran dan pendapatan yang sudah diperkirakan.” Ragam jenis
tantangan seperti di atas merupakan masalah bagi para analis kebijakan, meski hal itu
bukanlah bentuk substantif dari masalah yang sedang saya kemukakan pada bagian
ini.
Membuat Definisi yang Evaluatif
Ingat, ide tentang sebuah ‘masalah’ menyiratkan makna bahwa masyarakat
umum berpikir ada sesuatu yang salah dengan dunia ini. Tetapi ingat pula, salah
merupkan istilah yang bisa diperdebatkan. Tidak semua orang berpikir bahwa fakta-
fakta yang Anda (atau orang lain) definisikan sebagai masalah, adalah benar-benar
merupakan sebuah masalah, karena setiap orang sangat mungkin menerapkan
perbedaan kerangka evaluasi terhadap fakta ini. Sayangnya, tidak ada cara yang jelas
atau bisa diterima setiap orang untuk mengatasi perbedaan filosofis ini.
Ada sebuah pertanyaan yang bersifat filosofis sekaligus praktis, yaitu
“Masalah-masalah privat apa yang bisa didefinisikan sebagai masalah-masalah publik
sehingga absah untuk ditangani dengan menggunakan berbagai sumber daya publik?”
Pemakaian lensa “kegagalan pasar” (market failure) (Weimer and Vining 2004,
chap.5)1 untuk melihat situasi tersebut kerapkali membantu. Formulasi paling
sederhana, kegagalan pasar terjadi ketika alat-alat produksi teknis dari suatu barang
atau jasa menimbulkan salah satu efek seperti di bawah ini:
1 Untuk suatu analisis persuasif tentang kegagalan tradisional pasar dalam terma biaya transaksi, lihat
Zerbe and McCurdy 1999. Ia juga memberikan perhatian lebih pada berbagai varian bentuk
intervensi di samping aneka intervensi oleh pemerintah untuk mengatasi “kegagalan pasar,” dalam
pemahaman tradisional.
4. • Menimbulkan kesulitan dalam menarik pembayaran dari seluruh orang
yang berpotensi mendapatkan manfaat, contohnya, besaran orang yang
mendapatkan keuntungan, meski tidak langsung, dari perkembangan
ilmu-ilmu pengetahuan dasar.
• Menimbulkan kesulitan dalam menarik biaya ekonomi riil penggunaan
barang atau jasa, dari mereka yang mendapatkan manfaat dari kegiatan
konsumsi, misalnya, biaya berkurangnya udara segar yang harus ditarik
dari pemilik mobil; karena mereka mendapatkan manfaat dari
penggunaan mobilnya dan setiap kali mobilnya dipakai volume udara
segar di dunia ini berkurang.
• Menimbulkan kesulitan bagi pemakai (dan tak jarang juga bagi
penyedia) untuk mengetahui kualitas sesungguhnya dari barang atau
jasa yang mereka gunakan, contohnya, berbagai jasa reparasi, termasuk
yang dilakukan oleh para ahli fisika maupun yang dilakukan oleh para
montir.
• Membuat biaya produksi unit marjinal lebih rendah dari biaya rata-rata
dalam rentang permintaan yang relevan, contohnya, artikel majalah
yang didistribusikan via internet.
Mustahil saya melebih-lebihkan nilai penting poin ini, karena pada sebagian
besar situasi yang terjadi–meski tidak seluruhnya–di mana tidak ada kegagalan pasar
yang bisa diidentifikasikan secara aktual, masalah-masalah pribadi masyarakat tidak
bisa ditanggulangi melalui intervensi pemerintah. Malahan, ketika sebagian
penanggulangan itu dilakukan oleh pemerintah, biasanya akan muncul banyak efek
samping yang bertentangan. Pada sebagian kasus, mungkin kita bisa mentolerir
munculnya berbagai efek samping tersebut, meski keputusan semacam itu harus
diambil melalui perhitungan cermat dan hati-hati.
Di samping kegagalan pasar, masalah-masalah privat yang bisa dimasukkan
dalam definisi sebagai masalah publik, adalah sebagai berikut:
• Runtuhnya berbagai sistem, seperti relasi keluarga, yang sebagian besar
terjadi di luar pasar.
• Rendahnya standar hidup yang justru mengemuka karena pasar
berfungsi sebagaimana mestinya dan tidak begitu saja memberikan
penghargaan kepada seseorang tanpa memiliki bakat atau keahlian yang
dibutuhkan.
• Munculnya diskriminasi rasial dan kelompok minoritas.
• Kegagalan pemerintah untuk berfungsi sebagaimana mestinya di
banyak area, yang secara tradisional, negara diharapkan mampu
berperan secara efektif (misalnya penyediaan sekolah umum.)
Kuantitas, Jika Memungkinkan
Definisi yang diajukan sebaiknya, sejauh itu memungkinkan, memasukkan pula
gambaran-gambaran yang sifatnya kuantitatif. Pernyataan tentang defisit atau ekses
sebaiknya disertai dengan besaran-nya. Seberapa besar istilah “terlalu besar” itu?
5. Seberapa kecil juga istilah “terlalu kecil” itu? Dalam istilah-istilah yang dikemukakan
di atas, seberapa besar jumlah tunawisma yang ada di Amerika Serikat? Berapa
volume air yang digunakan sekarang, dan bagaimana perbandingan jumlah itu dengan
permintaan yang akan muncul dalam beberapa tahun mendatang (dengan asumsi-
asumsi tertentu tentang harga air)? Seberapa besar, angka persisnya, “kemampuan
kita untuk membangun fasilitas-fasilitas fisik,” dan seberapa besar perkiraan kita
tentang kemampuan itu akan berkembang, atau menyusut, seiring dengan berjalannya
waktu?
Jika perlu, kumpulkan informasi untuk membantu Anda membuat standar
besaran yang relevan. (Lihat pembahasan dengan judul “Mengumpulkan Bukti”).
Di sebagian besar kasus, Anda harus memperkirakan–atau mengira-ira–
besaran yang akan diajukan. Kerapkali Anda harus menyediakan sebuah rentangan
dan juga sebuah titik perkiraan besaran, misalnya, ”Perkiraan terbaik kita tentang
jumlah tunawisma adalah 250.000 orang, meskipun jumlah sesungguhnya bisa jadi
terletak di antara 100.000 atau 400.000 orang.
Mendiagnosa Kondisi-kondisi yang Menyebabkan Permasalahan
Beberapa kondisi problematis tidak dirasakan oleh masyarakat, atau para analis
yang mewakili mereka, sebagai suatu masalah semata, melainkan dipahami sebagai
penyebab masalah. Seringkali akan berguna jika kita mendiagnosa satu atau lebih
kondisi semacam ini dan mendefinisikannya sebagai masalah yang harus diatasi atau
ditanggulangi. Misalnya, “Salah satu masalah dalam wilayah polusi udara adalah bahwa
negara tidak memiliki niat untuk memaksa para pengguna kendaraan bermotor untuk
secara teratur melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan teratur terhadap mesin milik
mereka dan sistem gas buangannya.”
Patut dicatat bahwa definsi masalah semacam ini bukan sekedar deskriptif
melainkan juga diagnostik. Definisi ini secara implisit menyatakan bahwa beberapa
kondisi, yang mungkin tidak dianggap sebagai masalah, merupakan penyebab utama
dari munculnya kondisi lain yang dianggap sebagai masalah. Beberapa definisi
masalah yang sejak awal disusun guna memiliki kemampuan diagnostik bisa jadi akan
berguna, tetapi bisa juga menjebak. Bisa jadi diagnosis yang diungkapkan salah atau
menyesatkan. Contohnya begini, tidak adanya niat dari pemerintah untuk
memaksakan perawatan mesin secara rutin, pada kenyataannya, bukanlah sebuah
penyebab penting dari masalah polusi udara. Karena definisi dalam konteks tertentu
memiliki konotasi kesewenang-wenangan yang absah. (“Saya akan mendefinisikan
keadilan sebagai…”), klaim kausal yang dinyatakan secara implisit dalam definisi
masalah yang bercorak diagnostik dapat dengan mudah lepas dari pencermatan kita.
{Untuk pembahasan lebih lanjut, lihat “Memproyeksikkan Dampak (Outcome)}.
Mengidentifikasi Berbagai Peluang Laten
Masalah adalah sebuah peluang yang lenyap. Tidakkah kita berpikiran sempit
jika kita berpikir bahwa analisis kebijakan hanya mencurahkan perhatiaannya pada
penyelesaian “masalah-masalah”? Mungkinkah analisis kebijakan akan tetap berkutat
dengan urusan-urusan memperbaiki dan mendandani? Tidak bisakah kita bergerak ke
6. sebuah dunia di mana kita bisa mengidentifikasikan kesempatan-kesempatan yang
memungkinkan kita melakukan hal-hal kreatif–untuk tidak mengatakan ajaib?” Jika
tidak rusak, jangan perbaiki” adalah sebuah pemikiran yang sifatnya membatasi, dan
tentu saja para analis kebijakan, pembuat kebijakan, dan para manajer publik tidak
seharusnya mencurahkan fokus mereka semata-mata hanya pada “masalah,” sehingga
membatasi pencarian mereka akan munculnya berbagai peluang. Sayangnya, agenda
kerja para profesional yang berkutat dengan kebijakan telah dipenuhi oleh keluhan,
ancaman, kekawatiran, dan masalah. Acapkali tersisa sedikit waktu dan energi untuk
memikirkan perbaikan atau pengembangan. Jika peluang-peluang laten tersebar di
sekitar Anda, akan sangat disayangkan jika Anda membiarkannya lewat begitu saja.
Di manakah kita bisa menemukan peluang bagi pengembangan kebijakan
kreatif yang tak teridentifikasi jika tidak diawali oleh keluhan, ancaman, dan
sebagainya? Sedikit teori teknis atau akademis bisa kita gunakan untuk menjawab
pertanyaan itu. Tetapi Tabel I-1 memuat sebuah daftar yang mungkin isinya bisa
berguna.
Menghindari Lubang Jebakan Dalam Mendefinisikan Masalah.
Definisi masalah adalah sebuah langkah di mana di dalamnya terdapat dua jebakan
berbahaya.
7. Tabel I-1
Beberapa Peluang Generik untuk Pengembangan Sosial Yang Seringkali Lepas dari
Pengamatan Kita
Pengoperasian strategi riset. Dengan Menggunakan sekuensi, timing, penyusunan prioritas,
matching, clustering, dan berbagai upaya rasionalisasi lain, mungkin kita bisa
mengoptimalkan sejumlah sumber daya terbatas guna mencapai tingkat produktifitas lebih
tinggi. Contoh, pada saat arus lalu lintas berada dalam suatu parameter tertentu, kendaraan
umum (high-occupancy-vehicles) bisa memaksimalkan daya angkut kendaraan di ruas jalan
tertentu.
Penentuan Harga Berdasarkan Biaya. Selisih antara harga dan biaya riil menghadirkan
suatu kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dengan membuat harga yang lebih
mencerminkan realitas. Misalnya dengan memberlakukan pajak keramaian, atau
menghapuskan subsidi penggunaan listrik pada jam-jam puncak penggunaan listrik, atau
menghapuskan kontrol sewa.
Membuka ruang bagi aspirasi personal. Kita bisa membangun struktur insentif baru atau
menciptakan kesempatan baru bagi orang-orang untuk mengambil keuntungan atau kepuasan
pribadi yang secara tidak langsung bisa memberikan manfaat sosial. Contohnya, menawarkan
pembagian keuntungan dari inovasi penekanan biaya kepada para pegawai sektor publik,
yakni mereka yang memahami seluk beluk permasalahan sekaligus pelaksananya.
Komplementaritas. Dua aktifitas atau lebih potensial dilakukan secara bersama sehingga
masing-masing aktivitas akan mendongkrak produktifitas lainnya. Contoh, pelaksanaan
proyek-proyek konstruksi publik dan upaya menekan tingkat pengangguran.
Substitusi Input. Di dalam proses produksi, telah menjadi garis sejarah di dunia ini mencari-
peluang mendapatkan input dengan biaya lebih rendah tetapi bisa memberikan hasil yang
kurang lebih sama.
Pengembangan. Sekuen aktifitas atau operasi bisa diatur agar bisa mendapatkan keuntungan
dari satu proses pengembangan. Contoh, memperkirakan tingkat kemampuan kerja dan bidang
ketertarikan para klien pencari kerja sebelum, bukan sesudah, mengirim mereka ke pasar
tenaga kerja.
Pertukaran. Ada berbagai kemungkinan, yang tidak disadari, untuk melakukan pertukaran
yang bisa meningkatkan nilai sosial. Kita biasanya mendesain kebijakan untuk menstimulasi
penataan pasar. Misalnya, penjualan ijin polusi, dan memberikan biaya ganti bagi suatu agensi
untuk pelayanan yang diberikan pada klien atau konsumen agensi lain.
Padat Fungsi. Sistem dapat didesain bisa melakukan lebih dari satu fungsi. Contohnya, ketika
ada seorang administrator pajak mendramatisir sebuah kasus dengan cara tertentu. Pada saat
itu sang administrator telah membuat kecut para pelanggar pajak potensial sekaligus
memberikan jaminan bagi para pembayar pajak yang taat bahwa kejujuran mereka tidak
dihisap oleh para pelanggar pajak itu.
Partisipan Nontradisional. Para pegawai tingkat rendah dari suatu agensi publik seringkali
memiliki pengetahuan akan program pengembangan potensial yang akan bisa berguna jika
dimasukkan ke dalam kebijakan dan operasi agensi. Ini juga berlaku bagi para konsumen atau
kelompok lain yang diregulasi oleh agensi tersebut.
Kapasitas yang Tidak Digunakan Secara Maksimal. Contohnya, di berbagai komunitas,
fasilitas sekolah hanya bisa digunakan untuk tujuan-tujuan terbatas dan biasanya hanya
melayani aktivitas pada siang hari tetapi, setiap kali ada upaya untuk memaksimalkan
pemanfaatan kapasitas sekolah itu, para pejabat sekolah akan segera memberi
peringatan bahwa memaksimalkan kapasitas sekolah, tanpa mengganggu fungsi utama
sekolah, memerlukan perencanaan yang cermat dan hati-hati
8. Mendefinisikan Solusi ke Dalam “Masalah.” Definisi masalah Anda seharusnya
tidak termasuk solusi implisit yang muncul karena kecerobohan semantik. Solusi yang
diproyeksikan harus terlebih dahulu dievaluasi secara empiris dan tidak dilegitimasi
dengan sekedar definisi. Karena itu, biarkan definisi masalah tetap sekedar deskripsi
dan pintu kesempatan untuk mencari solusi alternatif tetap terbuka.
• Jangan katakan: “Terlalu sedikit tempat tinggal bagi para keluarga tunawisma.”
Pernyataan tersebut secara implisit menyatakan bahwa “lebih banyak
pemukiman” adalah solusi yang terbaik, dan ini bisa jadi malah membuat Anda
tidak terlebih dahulu memikirkan bagaimana caranya agar keluarga-keluarga
yang ada tidak jatuh dalam kondisi tanpa tempat tinggal. Cobalah katakan:
“Terlalu banyak keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal.”
• Jangan katakan: “Pembangunan sekolah-sekolah baru terlalu lamban.” Sekedar
mengasumsikan bahwa “lebih banyak sekolah” adalah solusi terbaik membuat
Anda tidak memikirkan tentang bagaimana mendayagunakan sekolah-sekolah
yang ada secara efisien. Coba katakan: ”Jumlah anak sekolah relatif terlalu
banyak jika dibandingkan dengan ruang kelas yang tersedia saat ini.”
Sebuah petunjuk yang Anda berikan ketika Anda menyelundupkan solusi
implisit ke dalam definisi masalah sama artinya dengan mendengar Anda mengatakan,
“Aha, bukan itu masalah sesungguhnya; masalah yang sesungguhnya adalah…”
Sementara ada cara-cara yang lebih baik atau lebih buruk untuk
mengkonseptualisasikan sebuah masalah, atau mengatasi sebuah masalah, solusi
implisit yang Anda sampaikan malah mengemukakan bahwa suatu masalah adalah
“lebih (atau kurang) nyata” dibandingkan masalah lainnya.
Terlalu mudah menerima klaim kausal yang dinyatakan secara implisit dalam
definisi masalah. Di atas saya mengutarakan bahwa kondisi yang menyebabkan
munculnya suatu masalah bisa jadi juga merupakan sebuah masalah. Tetapi,
penyebabnya harus jelas, bukan sekedar asumsi. Anda harus mengevaluasi rantai
sebab-musabab yang berangkat dari situasi itu sampai pada situasi buruk yang
ditimbulkannya, dan meyakinkan diri Anda bahwa hubungan sebab-musabab itu
nyata. Contohnya, bagi sebagian orang, “penggunaan kokain” bukanlah sebuah
masalah, tetapi akan menjadi masalah jika “penggunaan kokain” berujung pada
kejahatan, kesehatan yang buruk, perpecahan keluarga, dan seterusnya. Tetapi
benarkah kondisi “penggunaan kokain” benar-benar menimbulkan efek seperti
dinyatakan di atas, dan sampai pada level apa? Bukti-bukti untuk menjawab
pertanyaan ini harus dievaluasi secara cermat sebelum Anda memutuskan bahwa
Anda bisa mengemukakan sebuah definisi masalah yang melibatkan “terlalu banyak
penggunaan kokain.”
Meneliti Ulang
Pendefinisian masalah adalah sebuah langkah krusial. Namun, karena sulit
melakukan langkah ini secara benar, mungkin Anda harus mengulangi langkah ini
beberapa kali. Sepanjang alur analisis yang Anda lakukan, pemahaman empiris dan
konseptual akan mengalami perubahan. Contoh, pada awalnya mungkin Anda akan
mengira bahwa masalah utama adalah “terlalu banyak rumah perawatan bagi orang-
9. orang yang menderita penyakit mental di kota kita” tetapi kesimpulan akhir yang
didapat menyatakan bahwa yang menjadi masalah utama adalah buruknya manajemen
di sebagian rumah perawatan tersebut.2 Selain itu, bersamaan dengan
pengesampingan pendekatan-pendekatan alternatif untuk memecahkan atau
mengatasi masalah, Anda mungkin sedang membangun definisi masalah agar, pada
akhirnya, Anda dan sistem politik yang ada akan memiliki kesempatan untuk
menyelesaikan masalah dengan baik. Akhirnya, jika Anda bekerja dalam konteks
sebuah jabatan atau agensi, secara implisit Anda akan menegosiasikan sebuah definisi
masalah yang bisa diterima oleh semua pihak, baik kolega analis Anda maupun atasan
Anda.3
LANGKAH KEDUA: MENGUMPULKAN BUKTI
Seluruh aktifitas analisis kebijakan yang Anda lakukan, dihabiskan untuk
mengerjakan dua macam aktifitas: berpikir (kadang seorang diri dan kadang bersama-
sama orang lain) serta mencari dan mengumpulkan data yang bisa dijadikan bukti.
Dari kedua aktifitas ini, berpikir, umumnya, merupakan aktifitas yang lebih penting,
tetapi mencari dan mengumpulkan data adalah aktifitas yang lebih banyak
membutuhkan waktu: membaca dokumen-dokumen, berburu di perpustakaan,
mencermati tulisan-tulisan dan statistik, melakukan wawancara, melakukan perjalanan
untuk melakukan wawancara, dan sebagainya.
Saat analisis kebijakan dilakukan, realitanya jarang sekali memberikan waktu
untuk melakukan riset yang mendalam semacam itu. Faktanya, tekanan dari tenggat
waktu, sebagai musuh bagi sebuah analisis kebijakan yang berkualitas tinggi, mungkin
sama berbahayanya dengan tekanan dari bias motif-motif politik. Karena itu,
sebaiknya Anda berpegang pada prinsip efektifitas dan efisiensi dalam melakukan
aktifitas pengumpulan data. Kuncinya: kumpulkanlah data yang bisa diubah menjadi
informasi, dan pada gilirannya menjadi “bukti” untuk memperkuat definisi masalah
yang Anda kemukakan.
Bagi mereka yang berpikir logis, saya kemukakan beberapa definisi sebagai
berikut: Data adalah fakta-fakta–atau, sebagian orang menyebutnya, representasi dari
fakta-fakta–tentang dunia. Data juga mencakup segala bentuk statistik, tetapi definisi
data juga mencakup lebih dari sekedar statistik. Contohnya, data juga mencakup
fakta-fakta tentang kemampuan seorang manager sebuah agensi untuk bisa
membangun hubungan konstruktif dengan pers. Informasi adalah data yang memiliki
“makna,” dalam arti dapat membantu Anda membentuk dunia dalam kategori-
2 Ini terjadi pada sekelompok mahasiswa pascasarjana di Goldman School yang memiliki klien
Oakland Police Department. Mereka berusaha keras untuk keluar dari asumsi awal yang dipegang
teguh oleh sang klien dan akhirnya mereka berhasil memfokuskan kembali kerja mereka.
3 Sebagian analis mengatakan bahwa seharusnya kita tidak mendefinisikan kondisi yang tidak bisa kita
atasi sebagai “masalah”: “Masalah” lebih baik diperlakukan sebagai peluang untuk berkembang;
masalah-masalah yang didefinisikan, dipandang sebagai masalah alternatif yang digunakan untuk
merealisasikan sebuah peluang tertentu. Proses pendefinisian masalah kemudian akan menjadi sebuah
pencarian, kreasi, dan eksaminasi awal bagi ide-ide solutif sampai sebuah masalah pilihan bisa
dicapai.” Lihat Dery 1984, 27.
10. kategori logis atau empiris yang berbeda. Persebaran perokok di lima negara yang
berbeda adalah data, tetapi data ini menjadi informasi ketika Anda memutuskan untuk
menyusun negara-negara ini secara komparatif (misalmya, dari negara dengan tingkat
persebaran perokok terendah sampai negara dengan tingkat persebaran peroko
tertinggi). Bukti adalah informasi yang berpengaruh pada kepercayaan yang dipegang
oleh orang-orang yang penting (termasuk Anda sendiri) mengenai gambaran
signifikan dari masalah yang sedang Anda pelajari dan bagaimana masalah itu bisa
diatasi atau dipecahkan. Contohnya, perbedaan jumlah perokok di masing-masing
negara mungkin akan menjadi bukti bagi hipotesis tentang perbedaan tingkat
kepedulian masyarakat terhadap kesehatan di masing-masing negara.
Anda membutuhkan bukti untuk tiga tujuan utama, yang kesemuanya relevan
bagi tujuan Anda, yaitu memproduksi proyeksi yang realistis tentang berbagai dampak
kebijakan yang mungkin terjadi. Tujuan pertama adalah memperkirakan sifat dan
cakupan masalah yang sedang Anda definisikan. Kedua, memperkirakan gambaran-
gambaran khusus situasi konkrit dari kebijakan yang menjadi studi Anda. Contohnya,
mungkin Anda perlu ketahui, atau perkirakan, beban kerja suatu agensi, anggaran
yang tersedia, perubahan demografis di area tempat agensi itu beroperasi, ideologi
politik pimpinan agensi tersebut, kompetensi manajer tingkat menengah di agensi
tersebut, dan kecenderungan perilaku agensi-agensi lain yang bekerja sama dengan
agensi tersebut dalam menangani beberapa masalah. Tujuan ketiga adalah
memperhitungkan kebijakan-kebijakan yang diaggap telah bekerja secara efektif,
paling tidak oleh sebagian orang, dalam situasi yang mirip dengan situasi yang Anda
hadapi, di suatu wilayah atau waktu lain. (Seringkali situasi ini telah dievaluasi secara
statistik, tetapi mungkin juga belum: lihat Bab III, “Smart (Best) Pratices”: Memahami
dan Menggunakan Pemikiran-pemikiran yang Baik dari Tempat Lain.”)
Karena masing-masing tujuan ini secara bergantian menjadi fokus perhatian
dalam fase-fase proses analisa kebijakan, maka langkah “Mengumpulkan Bukti” itu
akan dilakukan lebih dari sekali, meski kita akan melakukannya dengan fokus yang
berbeda.
Berpikir Sebelum Mengumpulkan Data
Berpikir dan mengumpulkan data adalah aktifitas yang saling melengkapi: Anda akan
menjadi kolektor data yang lebih efisien jika Anda berpikir, dan teruslah berpikir
tentang apa yang butuh Anda ketahui dan apa yang tidak, serta kenapa harus
mengetahui atau tidak. Kesalahan utama–dan paling umum–yang dilakukan, baik oleh
para analis pemula maupun yang veteran, adalah membuang waktu dengan
mengumpulkan data yang hanya memiliki potensi kecil atau tidak memiliki potensi
sama sekali untuk dikembangkan menjadi bukti. Orang sering melakukan ini karena
mereka nampak dan merasa produktif ketika mereka berkeliling mengumpulkan data,
sementara fase berpikir terasa berat dan menekan. Selain itu, ketika orang melihat
Anda sibuk mengumpulkan data, orang-orang yang membayar kerja Anda cenderung
merasa diyakinkan bahwa mereka merasa pantas telah membayar Anda.
Nilai Bukti. Karena sebagian besar bukti harus didapatkan dengan mengeluarkan
biaya, Anda harus mempertimbangkan harga bukti tersebut dan nilai bukti tersebut.
11. Bagaimana memperkirakan nilai suatu bukti? Jawabannya mungkin bisa didapatkan
dalam sebuah kerangka analisis–keputusan, meskipun Anda sebaiknya ingat bahwa
proses pengambilan sebuah keputusan melibatkan banyak sekali elemen yang terkait
dengan momen saat keputusan itu dibuat. Umumnya, nilai setiap keping bukti
ditentukan oleh faktor-faktor berikut:
• Kemungkinan bukti tersebut membuat Anda merubah keputusan Anda, di
mana keputusan Anda yang baru itu tidak akan pernah Anda ambil tanpa
adanya bukti tersebut.
• Kemungkinan keputusan Anda yang baru itu akan menghasilkan, baik secara
langsung maupun tidak langsung, sebuah efek kebijakan yang lebih baik
daripada efek yang mungkin dihasilkan oleh keputusan Anda sebelumnya.
• Besaran perbedaan nilai antara kemungkinan efek yang lebih baik dengan efek
yang berasal dari keputusan Anda yang sebelumnya.
Nilai Guna dari Sebuah Tebakan Mendidik. Anda mungkin terkejut dengan
keberhasilan Anda dalam banyak kasus, di mana Anda sama sekali tidak memiliki
bukti tetapi hanya duduk dan merenung dan kemudian Anda melakukan sebuah
tebakan, yang sama sekali tidak bisa disebut asal-asalan. Anda tidak perlu malu untuk
melakukannya karena bisa jadi tindakan itu membuat Anda menghemat waktu dan
energi untuk memilah-milah data (lihat Bab II, “Mengumpulkan Bukti”).
Agar terhindar dari pengumpulan data yang tidak berguna, tanyakanlah kepada
diri Anda sendiri beberapa pertanyaan berikut ini, sebelum Anda mulai
mengumpulkan data:
• “Ubahlah cara Anda memandang data, dari thus-and-such menjadi so-and-so.
Implikasi apa yang akan terjadi pada pemahaman saya tentang bagaimana
masalah ini diatasi?”
• “Bandingkan perkiraan terbaik saya tentang bagaimana data itu akan nampak
saat saya telah mendapatkan data itu, sejauh mana perbedaan yang akan
muncul jika dalam kenyataaannya saya mendapatkan kesulitan untuk
mendapatkan data itu?”
• Berapa besar nilainya bagi saya, ketika saya mengkonfirmasi perbedaan antara
apa yang bisa saya perkirakan dan pelajari ketika saya benar-benar telah
berhasil mendapatkan data itu?
Ini adalah suatu bentuk perilaku kritis terhadap nilai dari koleksi data yang
mahal, yang seringkali dilakukan oleh para analis kebijakan yang berpengalaman
dalam upaya memastikan bahwa tebakan/perkiraan mereka bisa dimanfaatkan.
Tetapi, tidak berarti apa yang saya ungkapkan di atas menjadi sebuah alasan untuk
tidak melakukan pengumpulan data yang baik–yang seringkali dalam proses
pengumpulannya kita harus mengorbankan banyak uang dan waktu–ketika Anda
yakin pada diri Anda sendiri bahwa investasi yang Anda lakukan akan memberikan
hasil yang memadai. Ada perbedaan yang jelas dan kritis antara tebakan yang bisa
dijustifikasikan dan yang tidak.
Mencermati Literatur-literatur yang Tersedia
12. Suatu masalah menjadi sangat berat ketika tidak ada satu atau lebih disiplin
akademis atau asosiasi profesional yang melakukan riset tentang sebab-sebab dan
solusi dari masalah tersebut. Sangat mudah bagi kita untuk menemukan berbagai
jurnal dan publikasi profesional yang menampilkan berbagai hasil riset, teori, studi
kasus, pengalaman para praktisi dan sebagainya. Internet bisa dengan mudah
membawa ini semua ke desktop Anda, tetapi seringkali cara yang paling baik adalah
dengan mencari di rak-rak buku di perpustakaan-perpustakaan universitas atau
pemerintah.
Lembaga-lembaga advokasi seringkali mempublikasikan karya-karya yang
sangat menarik dan mungkin sulit untuk mendapatkannya di internet. Tetapi, akan
berbahaya juga jika kita terlalu mengandalkan pada sumber-sumber tertentu hanya
karena sumber-sumber itu bisa dengan mudah diakses.
Survey “Best Practices”
Besar kemungkinan masalah dihadapan Anda itu bukanlah sesuatu yang unik,
karena para pembuat kebijakan dan manajer-manajer publik di wilayah lain juga
menghadapi masalah yang tidak terlalu jauh berbeda dengan masalah Anda, dan
mungkin mereka menggunakan cara tertentu untuk mengatasinya. Lacaklah solusi
yang pernah mereka pakai dan coba perkirakan kemungkinan keberhasilan solusi itu
jika diimplementasikan dalam konteks di mana anda berada, meskipun langkah ini
adalah proses yang rumit. (Lihat Bab III, “Smart (Best) Pratices”).
Gunakan Analogi
Suatu waktu kita perlu mengumpulkan data tentang sesuatu, yang tampaknya
tidak berhubungan dengan studi kita, namun pada level yang lebih jauh
memperlihatkan kemiripan instruktif. Contohnya, pemahaman Anda tentang
bagaimana bekerjanya sebuah rencana pemberian kontraprestasi kepada manajer-
manajer di sektor publik, mungkin bisa dikembangkan dengan melihat sejauh mana
kesamaan skema di atas dengan skema yang dipraktekkan di sektor privat. Atau, jika
Anda berhadapan dengan masalah bagaimana sebuah negara bisa mendisiplinkan,
atau menyingkirkan, para jaksa penuntut umum yang tidak kompeten, mungkin akan
sangat berguna jika Anda mengamati bagaimana para profesional di bidang medis
menangani permasalahannya dengan para dokter yang tidak kompeten. Jika Anda
berhadapan dengan masalah bagaimana menurunkan tingkat resistensi masyarakat
terhadap proyek perumahan bagi keluarga kurang mampu, mungkin Anda perlu
mencermati literatur tentang resistensi masyarakat terhadap program pembakar
sampah–keras (solid-waste incinerator).
Sebagaimana tersirat dalam ragam contoh di atas, analogi kerapkali lebih
mudah dipahami. Dibutuhkan sedikit imajinasi untuk menangkap analogi-analogi
yang instruktif dan, seringkali, dibutuhkan sedikit kenekatan untuk mencoba
meyakinkan orang lain untuk melihat kegunaan-kegunaan analogi, sekaligus
memerikasa keterbatasannya.
Mulailah Secara Lebih Cepat
Seringkali Anda harus bergantung pada jadwal padat dari orang-orang sibuk
yang Anda akan minta kesediaannya untuk memberikan informasi atau kesempatan
13. wawancara. Akan sangat baik jika Anda mengajukan permohonan untuk
mendapatkan informasi–dan, terutama, kesempatan wawancara–jauh sebelum batas
waktu yang yang telah ditentukan. (Untuk deskripsi yang berguna tentang bagaimana
melakukan review literatur, riset perpustakaan, wawancara melalui telepon, dan
wawancara personal, lihat Weimer and Vining 2004, chap. 13; lihat juga Bab II,
“Mengumpulkan Bukti.”)
Sentuh Basis, Raih Kredibilitas, Makelar Konsensus
Proses mengumpulkan dan menyusun bukti, tidak bisa tidak, memiliki tujuan
politis, disamping tujuan yang murni analitis. Seringkali Anda perlu menyentuh basis
potensi kritik bagi karya Anda sehingga, di kemudian hari, mereka tidak bisa
mengeluh bahwa Anda telah mengabaikan tawaran perspektif mereka. Selain itu,
dengan menyentuh basisnya maka serta merta akan membuat Anda dikenal sehingga
mudah meraih potensi dukungan bagi karya Anda, yang mungkin bisa Anda
persiapkan sebagai kader atau pendukung riil.
Mungkin pula muncul tujuan yang lebih kompleks, yaitu menggabungkan
analisis kebijakan dengan proses pengembangan suatu ide kebijakan atau keputusan
pada saat proses implementasi. (Lihat pembahasan selanjutnya tentang
“improvibilitas” sebagai sebuah kriteria). Tujuan ini membutuhkan “feedback” dari
para partisipan, biasanya dalam sebuah proses evaluasi, dan menjadikan reaksi para
partisipan sebagai reaksi Anda. Dalam proses itu Anda lebih menjadi partner bagi
para partisipan daripada seorang pengamat yang berdiri di luar garis. Muncul peran
yang lebih kompleks dan menantang, ketika Anda menjadi “partner” dengan tipe
tertentu, yaitu sebagai seorang fasilitator atau makelar, yang bertindak sebagai
penghubung dari satu pihak ke pihak lain, atau mengatur pertemuan pihak-pihak yang
akan bertemu.
Bebaskan Pikiran yang Terperangkap
Dalam pertukaran antara akses data dan cara instan memandang dunia (a
ready-made world-view), para peneliti seringkali menerima begitu saja definisi
masalah tanpa bersikap kritis dan cenderung menerima solusi dari para informan yang
dekat dengan peneliti (untuk tidak menyebut para klien yang memberi bayaran atau
pekerjaan bagi para peneliti). Untuk menghadapi cobaan-cobaan semacam itu,
pastikan bahwa Anda melakukan kontak dengan banyak individu atau kelompok yang
Anda perkirakan akan berbeda pendapat dengan informan yang dekat dengan Anda–
semakin tajam perbedaan pendapat itu akan semakin baik. Jika Anda tidak memiliki
banyak waktu, Anda bisa bertanya pada para informan yang dekat dengan Anda,
“Siapa saja yang mungkin akan tidak sependapat atau menentang pandangan Anda
tentang masalah ini, dan kenapa mereka tidak sependapat dengan Anda?”
LANGKAH KETIGA: BANGUNLAH ALTERNATIF-ALTERNATIF
Yang saya maksud dengan alternatif adalah semacam “pilihan-pilihan
kebijakan,” atau “alternatif alur tindakan,” atau “alternatif strategi intervensi untuk
menyelesaikan atau mengatasi masalah.”
Mulailah Secara Komprehensif, dan Selesaikanlah Secara Terfokus
14. Pada tahap akhir analisis, Anda tidak akan menyampaikan lebih dari tiga atau
empat alternatif utama, tetapi pada awalnya, Anda harus lebih komprehensif. Buatlah
daftar alternatif yang mungkin Anda pertimbangkan dalam proses analisis yang akan
dilakukan. Selanjutnya Anda akan menyisihkan sebagian alternatif yang Anda anggap
tidak tepat, mengkombinasikan sebagian lain, dan menata ulang alternatif tersebut
menjadi sebuah alternatif “dasar” dengan beberapa “varian” turunan. Meski begitu,
untuk daftar yang pertama Anda buat, di manakah Anda akan mencari ide-idenya?
Anda bisa mulai dengan mencermati berbagai alternatif yang paling aktif
dikemukakan, atau paling tidak, alternatif yang mendapat perhatian paling besar dari
para aktor politik kunci. Alternatif itu bisa jadi adalah salah satu dari berbagai
pemikiran yang berkembang di masyarakat, proposal-proposal yang terbengkalai di
berbagai lembaga yang tinggal menunggu kesempatan untuk dikemukakan, atau
proposal-proposal kasar yang diusung oleh para politikus. Kemudian Anda bisa
mencoba untuk menciptakan alternatif anda sendiri yang bisa jadi lebih baik daripada
alternatif yang sedang dibahas oleh para aktor-aktor politik. Ada baiknya anda
mencoba menjadi sedikit kreatif – tetapi jangan terlalu terobsesi dengan ambisi untuk
menciptakan alternatif yang jauh lebih baik dari alternatif-alternatif yang telah
dikembangkan orang lain.
Salah satu cara membangkitkan kreatifitas Anda adalah dengan merujuk pada
daftar di Appendix B, “Hal-hal yang Dilakukan Oleh Pemerintah.” Pada setiap isian
dalam daftar itu, tanyalah diri Anda sendiri, ” Untuk mengatasi suatu masalah, apakah
masuk akal jika saya mencoba versi tertentu dari strategi generik ini?” Karena daftar
itu komprehensif, maka setiap jawaban yang hanya menitikberatkan pada salah satu
strategi akan memberikan hasil negatif. Tetapi, patut kiranya Anda mencermati daftar
itu secara sistematis karena daftar itu tidak terlalu panjang, dan dengan pengalaman
Anda, maka Anda tidak akan menghabiskan waktu lebih dari beberapa menit untuk
memutuskan ide-ide yang layak dipertimbangkan lebih jauh. (Lihat juga pembahasan
menarik tentang instrumen kebijakan generik dalam Weimer and Vinning 2004,
chap.10.)
Pada pendekatan awal masalah Anda, ingatlah untuk selalu memasukkan
alternatif: “Biarkanlah kecenderungan yang berlangsung sekarang berjalan seperti apa
adanya.” Anda perlu melakukan ini karena dunia ini penuh dengan perubahan yang
terjadi secara alamiah, dan sebagian dari perubahan yang sedang terjadi itu mungkin
bisa mengatasi masalah yang sedang Anda hadapi. (Patut dicatat bahwa saya tidak
memaknai alternatif ini sebagai “tidak melakukan apapun.” Tidak mungkin kita
“tidak melakukan apapun” atau “tidak mengambil keputusan apapun.” Sebagian
besar kecenderungan yang terjadi mungkin akan membuat permasalahan tetap ada
atau merubah permasalahan, entah menjadi lebih buruk atau lebih baik.)
Untuk melihat apakah perubahan “alami” akan mempengaruhi cakupan
masalah, periksalah sumber utama yang ada dalam lingkungan kebijakan publik: (1)
perubahan politik sesudah pemilu, termasuk juga perubahan yang dimunculkan oleh
prospek kontes dalam pemilu; (2) perubahan dalam rasio pengangguran dan inflasi
yang terjadi dalam perputaran bisnis; (3) perubahan “keketatan” atau “kelonggaran”
dalam anggaran agensi yang disebabkan oleh kebijakan pajak dan anggaran; dan (4)
15. perubahan demografis, seperti pola migrasi penduduk dan perubahan jumlah populasi
dalam umur tertentu. Tetapi, pada sebagian besar kasus, pilihan “biarlah
kecenderungan yang sedang terjadi ini berlanjut” (let-present-trends-countinue) tak
muncul dalam analisis akhir Anda. Alternatif itu akan tetap masuk dalam analisis
Anda jika Anda melakukan definisi masalah dengan baik, dan Anda mengakhirinya
dengan sebuah permasalahan penting; yang dalam pandangan Anda biasanya bisa
diatasi, sampai level tertentu; dengan tindakan-tindakan afirmatif.
Membangun Pemahaman Terhadap Model Sistem di Mana Masalah Berada
Kerapkali kita menggangap pendekatan alternatif terhadap masalah sebagai
intervensi dalam sebuah sistem bermasalah atau sebuah sistem yang menyebabkan
masalah ada. Secara logis, kita tidak selalu harus mencari penyebab masalah dengan
tujuan untuk menyembuhkannya–banyak industri farmasi dapat memberikan
kesaksian bahwa banyak produk mereka yang sukses, berhasil dengan rute kausal
terhadap kondisi yang tidak semua penyebabnya bisa diketahui. Tetapi sebuah model
kausal seringkali cukup membantu memberikan gambaran tentang “poin-poin
intervensi” yang mungkin dilakukan. Ini terjadi ketika problem itu berada dalam satu
sistem kompleks, terdiri dari berbagai kekuatan yang berkait satu sama lain–kasus
seperti ini adalah yang paling banyak muncul. Contohnya, bayangkan sebuah sistem
yang menghasilkan “terlalu banyak kemacetan lalu lintas” di beberapa titik kepadatan
lalu lintas seperti jembatan atau terowongan. Sebuah sketsa “model kausal” akan
mencakup seberapa besar kebutuhan untuk mengakses rute yang relevan, model
transportasi yang tersedia, kapasitas jalan raya, dan biaya yang harus dibayar oleh
pengguna jalan tersebut. Salah satu intervensi efisien dan sederhana–meski kerap
tidak populer–adalah dengan menaikkan jumlah biaya yang harus dibayar oleh para
pengguna jalan sebagai refleksi dari kontribusi masing-masing pengguna jalan
terhadap kemacetan dan meningkatnya waktu yang diperlukan untuk melakukan
perjalanan.
Seberapa jauh model “kausal” yang Anda buat bisa mencerminkan kedalaman,
keluasan dan kekuatan pemahaman Anda? Banyak ilmuwan sosial yang mencurahkan
perhatian mereka pada analisa kebijakan akan menjawab, “Semakin besar akan
semakin baik.” Saya menjawab, ”Ya, tetapi…” Kedalaman pemahaman memang
sangat diperlukan. Keluasan pemahaman (atau pemahaman komprehensif, dalam
kasus ini keduanya hampir sinonim) juga dibutuhkan karena pemahaman luas akan
menurunkan tingkat resiko luputnya hubungan-hubungan kausal penting dari
pengamatan kita, tetapi di sisi lain bisa juga malah mengaburkan fokus analisa dan
menumpulkan kreatifitas dalam mendesain strategi-strategi intervensi. Kekuatan
pemahaman penting ketika kekuatan pemahaman ini menghindarkan Anda dari
kecenderungan untuk mengandalkan asumsi-asumsi salah dan tidak jelas; sedangkan
sisi buruknya, kuatnya pemahaman Anda bisa jadi malah membuat Anda
meminggirkan faktor-faktor yang ternyata penting. Contohnya adalah kepribadian
aktor-aktor tertentu–karena tidak tahu bagaimana membangun model yang kuat
tentang pengaruh kepribadian mereka dan/atau karena Anda hanya memiliki sedikit
informasi tentang sifat kepribadian aktor-aktor tersebut.
16. Banyak model yang sebaiknya dipahami sebagai elaborasi terhadap sebuah
metafora fundamental. Model-model ini bisa jadi sangat detil secara matematis atau
sangat menarik secara verbal. Di bawah ini saya akan membahas beberapa metafora
yang umum digunakan dan merupakan basis model nilai tertentu dalam mendesain
alternatif kebijakan.
Model Pasar. Patut dicatat bahwa model dari sebuah pasar, arena penjual
mempertukarkan barang atau jasa dengan pembeli, dapat diaplikasikan pada barang
dan jasa yang harganya tidak ditentukan sebelumnya. Ide utama yang tersemat dibalik
model pasar adalah ekuilibrasi riil melalui pertukaran. Karena itu, model pasar bisa
diaplikasikan pada berbagai fenomena selain produksi dan alokasi barang dan jasa.
Contohnya, Anda mungkin bisa mencoba memahami arus masuk pasien
dalam sebuah sistem rumah sakit jiwa negara dalam terma penawaran dan
permintaan: ada “penawaran” yang jumlahnya tetap dan terbatas, yaitu jumlah tempat
tidur yang tersedia di rumah sakit-rumah sakit negeri dan biaya yang harus
dikeluarkan untuk mengakses tiap tempat tidur itu. Selanjutnya, jejaring
komplekssitas permintaan terhadap akses penggunaan tempat tidur itu digerakkan
oleh kepolisian, unit psikiatris darurat wilayah, para hakim, anggota masyarakat, dan
sebagainya.
Salah satu strategi standar untuk mengembangkan pasar yang tidak bekerja
sebagaimana mestinya ialah dengan menemukan cara menaikkan atau menurunkan
ragam biaya yang harus dibayar oleh produsen maupun konsumen.
Model Produksi. Sayangnya, tidak banyak literatur akademis bertutur tentang logika
yang beroperasi dalam berbagai tipe sistem produksi yang umum ditemui dalam
kebijakan publik, misalnya; regulasi komando dan kontrol, penyediaan informasi, dan
segala “Hal yang Dilakukan Pemerinah” yang digambarkan secara singkat dalam
Apendiks B. (Tetapi, lihat Weimer and Vinning 2004, chap. 10, tentang “generic
policies”; Salamon 2002.) Dalam kasus apapun, fokus utama dalam memahami sistem
produksi adalah mengidentifikasi parameter-parameter yang jika nilainya melewati
batas tertentu akan menyebabkan sistem bersangkutan menjadi rapuh dari
keruntuhan, penyimpangan dan penyalahgunaan, tidak menguntungkan secara
ekonomis, dan distortif untuk tujuan-tujuan tertentu. Akan sangat membantu jika kita
juga tahu tentang parameter paling penting ketika kita mencoba meningkatkan kinerja
sebuah sistem produksi dari sekedar level “normal” ke level yang kita anggap
“sempurna” (lihat Bab III, tentang “Smart (Best) Practices”).
Cara lain untuk melihat model produksi adalah melalui lensa optimisasi.
Pengoperasian model-model riset, semisal queuing, inventory management, Markov
processes-sangat relevan di sini. (Untuk pembahasan singkat yang cukup baik, lihat
Stokey and Zeckhauser 1978; dan Victorio 1995; lihat juga model-model, terutama
dalam kasus manajemen, dalam Rosenthal 1982.)
Model Evolusioner. Sebuah model evolusioner menjelaskan sebuah proses
perubahan yang jamak terjadi sepanjang waktu. Proses ini terdiri dari tiga sub-proses
penting: variasi di kalangan kompetitor, seleksi, dan retensi. Contohnya, sebuah
agensi pengawas penegakan standar kesehatan, menerima keluhan dari para pekerja
tentang masalah sehari-hari di tempat kerja yang sebetulnya tidak terlalu
17. membahayakan bagi kesehatan para pekerja sehingga agensi itu tidak menganggapnya
sebagai masalah serius. Dalam kasus ini, model evolusioner menyarankan beberapa
poin intervensi yang cukup masuk akal. Agensi itu bisa mencoba untuk mendidik para
pekerja untuk mendeteksi dan melaporkan permasalahan yang lebih serius, dan
dengan itu berusaha membenamkan masalah yang tidak terlalu serius—sehingga
merubah arena “kompetitor.” Ini bisa dimulai dengan menyeleksi keluhan
berdasarkan kemungkinannya untuk diarahkan pada target-target yang lebih tepat—
sehingga merubah “mekanisme seleksi.” Atau bisa juga diusahakan untuk membujuk
para pekerja, dan mungkin juga serikat yang mewakili para pekerja, untuk merubah
kecenderungan mereka melaporkan hal-hal yang sebetulnya bukan menjadi urusan
agensi tersebut—sehingga merubah “mekanisme retensi,” atau perilaku para pekerja.
(Untuk ide-ide lain dan pembahasan yang sangat bagus tentang penggunaan model-
model yang umum digunakan, lihat Lave and March 1975.)
Konseptualisasikan dan Sederhanakan Daftar Alternatif Anda
Daftar akhir alternatif, yaitu daftar yang Anda sertakan dalam presentasi
dihadapan klien dan audiens lain, hampir pasti akan tampak sangat berbeda dengan
daftar awal Anda. Bukan saja karena harus membuang beberapa alternatif yang
dianggap tidak relevan, tetapi karena Anda juga harus melakukan usaha untuk
mengkonseptualisasikan dan menyederhanakan alternatif yang masih ada.
Kunci merumuskan konsep adalah mencoba menyimpulkan terobosan
strategis dasar dari sebuah alternatif dalam sebuah kalimat sederhana atau bahkan
dalam sebuah frasa. Ini memang sulit tetapi sangat layak dipakai. Ini biasanya
membantu kita untuk membuat dan menggunakan frasa yang pendek dan lugas, lepas
dari jargon. Ketika Enviromental Protection Agency (EPA) didirikan, administrator
pertamanya menghadapi (sebagian dari daftar) masalah alternatif yang mungkin bisa
digambarkan sebagai berikut: “Let the states do the work; let the feds give them money”
(Biarkan negara bagian melakukan tugas perlindungan alam; biarkan Bank Federal
(Bank Sentral Amerika.peny) memberi mereka uang); ”Remove impediments to firms
cooperating on antipollution research” (Singkirkan hambatan bagi perusahaan-perusahaan
untuk bekerja sama melakukan riset tentang antipolusi) dan “Sue the Bastards” (artinya
sebuah tindakan nyata bagi perusahaan dan industri besar yang jelas-jelas
menimbulkan polusi, akan berguna untuk membangun dukungan politik bagi agensi
baru ini.)
Kunci melakukan penyederhanaan adalah dengan membedakan antara satu
alternatif dasar dengan varian-variannya. Elemen dasar dalam berbagai alternatif
kebijakan adalah sebuah strategi intervensi, seperti penegakan regulasi atau subsidi
atau insentif pajak.4 Tetapi tidak ada strategi intervensi yang bisa berdiri sendiri;
melainkan harus diimplementasikan oleh beberapa agensi atau konstelasi agensi-
agensi (mungkin memasukkan pula lembaga-lembaga nonprofit), dan strategi
4 Tak jarang, meskipun tidak selalu, yang menjadi elemen dasar adalah sebuah tindakan yang cerdik-
yaitu, strategi intervensi yang berusaha meraih keuntungan dari beberapa kesempatan kualitatif untuk
melakukan perubahan berarti dengan resiko atau biaya yang relatif rendah. Lihat Bab III,”Smart
(Best) Practices.”
18. intervensi itu juga harus memiliki sumber pembiayaan. Biasanya, varian-varian dari
strategi dasar ditentukan oleh perbedaan metode implementasi dan perbedaan metode
pembiayaan.
Pembedaan berdasarkan detil-detil implementasi antara strategi dasar dan
variannya akan sangat membantu ketika Anda memiliki banyak pilihan solusi yang
harus dipertimbangkan. Anda juga harus mereduksi kompleksitas yang Anda hadapi
dalam membandingkan pilihan-pilihan tersebut. Membuat pembedaan akan
menempatkan Anda pada posisi untuk membagi analisis ke dalam beberapa langkah.
Katakanlah, pada langkah pertama Anda membandingkan tiga alternatif dasar, dengan
sementara mengabaikan detil-detil yang dijabarkan dalam berbagai varian dari ketiga
alternatif dasar itu. Kemudian, ketika Anda telah mengambil keputusan terhadap salah
satu alternatif dasar tersebut, barulah Anda membandingkan varian-variannya.
Sebagai contoh: Anda ingin mengurangi penyebaran penggunaan heroin di
wilayah Anda sampai 50% dalam waktu lima tahun ke depan.5 Anda
mempertimbangkan tiga alternatif dasar: metadhone maintenance, penegakkan hukum,
dan pendidikan tentang obat-obatan terlarang. Varian potensial dari setiap alternatif
dasar di atas berkaitan dengan sumber-sumber pembiayaan, karena dalam varian itu
terdapat perbedaan derajat besaran uang negara bagian, federal, atau wilayah yang bisa
digunakan. Variasi juga mungkin muncul dari aspek siapa yang akan menjalankan
program tersebut: lembaga nonprofit, pegawai wilayah, atau pegawai negara bagian.
Atau, Anda juga bisa mempertimbangkan varian skala dan cakupan, mungkin dengan
mempertimbangkan cakupan program methadone Anda.
Mendesain Alternatif-alternatif Kebijakan.
Seluruh buku ini mengasumsikan Anda berhadapan dengan sebuah masalah
pilihan kebijakan. Tetapi, satu kasus khusus pilihan kebijakan muncul ketika Anda
ingin, atau harus, mendesain setidaknya satu alternatif kebijakan dan memasukkannya
dalam daftar kemungkinan-kemungkinan. Mungkin Anda tidak puas hanya dengan
daftar alternatif-alternatif yang dibicarakan oleh orang-orang dalam lingkungan
kebijakan tersebut.
Memperhatikan Sekeliling Anda. Mungkin Anda berhadapan dengan suatu
masalah yang baru atau unik sehingga Anda akan menjadi orang pertama, atau satu-
satunya orang, yang menggarap desain kerja yang dibutuhkan dalam mengatasi
permasalahan tersebut. Meski begitu, seringkali masalah yang Anda hadapi ternyata
juga pernah dihadapi orang lain. Anda perlu melihat apa yang telah dikerjakan orang
lain dan mengetahui derajat keberhasilan dan kegagalan yang pernah mereka raih.
Pendekatan yang berhasil biasanya memberikan bantuan yang paling berarti, meski
tak jarang Anda juga akan mendapatkan banyak pelajaran dari berbagai pendekatan
yang terbukti gagal.
Wilayah mana yang harus Anda perhatikan? Akan sangat membantu jika Anda
mengamati wilayah-wilayah lain. Jika Anda sedang memikirkan masalah di level
5 Menentukan suatu target secara numerik akan membantu Anda memfokuskan energi dan bisa
mendorong untuk berpikir efektif dan efisien. Tetapi, ketika semua increment memiliki nilai sama,
menentukan sebuah target bisa jadi malah membenbani anda.
19. negara-bagian, amatilah negara-negara bagian lain; jika masalah ada di level kota,
amatilah kota-kota lain. Asosiasi-asosiasi profesional yang terkait dengan jabatan-
jabatan pemerintah (seperti pejabat kepala sekolah negeri, jaksa wilayah, direktur
kesejahteraan wilayah, dll.) sering mempublikasikan materi-materi yang menjabarkan
“praktek-praktek terbaik” di dalam satu wilayah atau lebih yang menjadi yurisdiksi
mereka; bahkan jika mereka tidak membuat publikasi seperti itu, kita bisa
menghubungi kantor-kantor eksekutif asosiasi-asosiasi tersebut untuk mendapatkan
petunjuk-petunjuk yang berguna. Tetapi, kita perlu mempertimbangkan apakah
masalah-masalah di wilayah yang menjadi “target” dan “sumber” Anda memiliki sifat
dan skala yang sama. Sebuah kota yang hampir bisa mengatasi problem tunawismanya
dengan a service-rich mix of supportive housing and solicitous outreach (seperti Philadelphia)
mungkin bisa, atau juga tidak, menjadi sumber ide yang baik bagi sebuah kota dengan
masalah tunawisma, yang perkapitanya empat kali atau lima kali lebih besar dan iklim
fisiknya lebih baik sehingga lebih menarik (seperti San Fransisco). Mungkin ide-ide
yang Anda dapatkan dari sumber-sumber Anda sebetulnya sangat baik, tetapi Anda
perlu melakukan adaptasi ide-ide tersebut dengan konteks yang ada di wilayah yang
menjadi target Anda. (Untuk pembahasan lebih lanjut tentang tema “ekstrapolasi
masalah,” lihat Bab III, “Smart (Best) Practices.”)
Aneka masalah perihal desain pada umumnya digolongkan ke dalam dua tipe.
Tipe pertama melibatkan manajemen “kasus-kasus,” yang berarti individu-individu
atau entitas-entitas lain, seperti perusahaan atau komunitas atau pemerintah pada level
yang lebih rendah, yang menerima semacam “pelayanan” (“treatment”). Pelayanan ini
bisa jadi diberikan dalam bentuk pemberian subsidi, imposisi obligasi, atau
pengaplikasian semacam aturan main perubahan-kepribadian (seperti pendidikan anak
atau membuat para pelanggar hukum untuk “mematuhi hukum).” Tipe kedua dari
rumusan desain melibatkan operasi pada kasus-kasus di wilayah-wilayah kolektif-
contohnya, memberantas korupsi di lembaga kepolisian, pelestarian alam, atau
melancarkan kampanye kebersihan. Tipe kedua terlalu banyak variasinya untuk bisa
dibahas di sini, tetapi sebuah program pengelolaan berbagai kasus bisa menjadi
sebuah contoh.
Mengelola kasus-kasus. Saya sengaja menggunakan istilah program untuk merujuk
pada sebuah rutinitas yang dikerjakan secara terorganisir. Contohnya, sebuah program
untuk mendistribusikan aneka subsidi memiliki rutinitas untuk menentukan
kelayakan, memperhitungkan jumlah yang harus dibayarkan, dan mendeteksi serta
mencegah penyimpangan dan penyalahgunaan. Sebuah program yang sifatnya
regulatoris memiliki rutinitas menegakkan kepatuhan terhadap peraturan yang ada,
termasuk prosedur-prosedur inspeksi dan formula untuk menjatuhkan sangsi.
Program itu juga memiliki rutinitas untuk mengadopsi peraturan, memberikan
bantuan teknis bagi kelompok-kelompok yang terkena regulasi, dan menawarkan
penjaminan untuk mendapatkan usaha kerjasama yang lebih besar dari pihak-pihak
yang dikenai regulasi. Di sebuah program perubahan-kepribadian, rutinitas yang
terjadi biasanya membawa subyek pada sebuah setting di mana usaha perubahan
kepribadian akan mendapatkan penghargaan, fasilitas, dorongan, atau menjadi sebuah
tuntutan, dan para profesional mengaplikasikan seluruh perangkat dalam proses
20. perubahan itu. Bayangkanlah para siswa sekolah, ruang-ruang kelas, dan para guru;
atau pasien, rumah sakit, dan dokter; atau para penerima jaminan kesejahteraan sosial,
program-program pelatihan, dan para pekerja sosial dan para pelatih.
Rutinitas semacam itu beroperasi pada level kasus individual-seringkali disebut
dengan istilah “street level” (level jalanan). Masalah desain pada level ini biasanya
ringan jika dibandingkan dengan masalah yang muncul pada level kasus agregat, atau
pada level populasi. Pada level jalanan, kita biasanya mengaplikasikan kriteria kinerja
yang berkaitan dengan efektifitas, efisiensi, keadilan, dan kegunaan. Pada level
populasi, kita menemukan bahwa kriteria-kriteria tersebut, mau tidak mau harus
melakukan trade-off. Trade-off ini muncul terutama karena (1) agensi tidak pernah
memiliki cukup sumber daya untuk memperlakukan semua kasus sesuai dengan
gambaran ideal yang ada, dan (2) prosedur standar operasi yang digunakan oleh
pemerintah atas nama konsistensi dan non-arbitrariness, tidak dapat dijalankan ketika
berhadapan dengan keberagaman dan heteroginitas dunia nyata.
Untuk menghadapi pertukaran desain yang tak terhindarkan, ada baiknya kita
melihat setiap rangkaian rutinitas dari dua perspektif: perspektif manajer kasus di
dalam agensi dan perspektif warga negara yang kasusnya mendapatkan “pelayanan.”
Seringkali terjadi, rutinitas yang didesain untuk membuat hidup menjadi lebih mudah,
hanya berlaku bagi para staf program dan berlaku sebaliknya bagi warga negara.
(Maaf, kami tidak menerima saran mengenai hal itu; silahkan kirim aplikasi dan kami
akan menjawabnya…”)
Ada baiknya pula kita kembali ke awal, untuk mengingatkan diri kita dan orang
lain tentang tujuan utama dari program yang dijalankan. Masalah sosial apa yang ingin
diatasi? Atau program apa yang sedang dijalankan, yang butuh didesain ulang untuk
bisa mengatasi masalah secara lebih baik? Ketika kembali ke awal kita menghadirkan
sebuah kesempatan untuk berpikir tentang sebuah isu desain yang, meskipun sering
diabaikan, tetapi sangat penting, yakni isu yang sifatnya lebih instrumental: bukti apa
yang Anda kumpulkan secara sistematis selama operasi program dan itu bisa menjadi
tolok ukur bagi manajer program untuk menilai kesuksesan mereka? Apakah rutinitas
melacak dan mengevaluasi bisa didesain dan dilaksanakan?
Membangun Argumen “for the sake of discussion…” Pikirkanlah segala sesuatu
yang dibutuhkan untuk membangun sebuah rumah, bangunan kantor, ruang keluarga,
pentas tari, pentas teater, even penggalangan dana, menggelar kampanye politik,
kurikulum graduate public policy, sebuah organisasi pendidikan lingkungan non-profit
yang akan beroperasi pada sekala nasional, atau sebuah organisasi profit-seeking yang
akan memproduksi dan memasarkan teknologi cyber di sekira sepuluh sampai dua
puluh pasar nasional. Jelas, desain adalah sebuah proses yang kompleks,
membutuhkan ketekunan, yang di dalamnya Anda mengeksplorasi berbagai cara
berbeda untuk mencapai seperangkat tujuan tertentu dan merubah seperangkat tujuan
itu dengan mengacu pada upaya-upaya yang Anda anggap paling memungkinkan
untuk dilakukan.
Dalam banyak kasus, jarang sekali para analis kebijakan bekerja untuk
mengatasi masalah desain sendirian. Di sebagian kasus lain, para analis kebijakan
mengerjakan tugas itu bersama para profesional kebijakan dari ragam bidang keahlian
21. (misal hukum, teknik, atau fiskal), dan para profesional ini juga memakai aneka sudut
pandang dan prioritas berbeda. Dalam setiap kasus, cepat atau lambat, desain yang
dihasilkan akan dipublikasikan untuk ditanggapi oleh publik. Para stakeholder yang
tertarik, dan berbagai macam audien, yang sebelumnya tidak tahu menahu tentang
desain yang seakan-akan dikerjakan di balik layar, akan melihat apa yang ada dalam
benak Anda. Dan mereka akan memberikan reaksi mereka.
Anda akan menggunakan reaksi publik untuk dua tujuan: mengembangkan
desain Anda menurut kriteria yang dianggap penting oleh Anda, klien Anda—dan
terutama audien—termasuk kriteria political feasibility; dan memberikan respon Anda
dengan cara tertentu untuk meningkatkan dukungan politik (dan menurunkan derajat
oposisi) bagi Anda. Di sini saya tidak akan membahas strategi dan taktik yang
digunakan untuk berkomunikasi dengan beragam audiens atau tahapan-tahapan yang
diperlukan untuk komunikasi tersebut. Saya membatasi pembahasan hanya pada
pertanyaan-pertanyaan tentang how rough or polished desain kebijakan yang akan Anda
lontarkan untuk meraih komentar dari publik dan seberapa tentatif desain yang Anda
lemparkan ke publik itu.
Jawaban yang muncul tidak terlalu mengejutkan, jalan tengah adalah yang
terbaik. Sebuah desain yang sangat kasar dan tentatif bisa jadi malah akan membuat
poin-poin penting tidak tertangkap, menciptakan sebuah ruang kosong yang akan
segera diisi oleh kepentingan-kepentingan dari luar. Anda kemudian akan terpaksa
mengambil posisi bertahan, ketika ragam kepentingan itu menjadi pihak pertama yang
menawarkan solusi dan Anda harus berhadapan dengan mereka. Terlebih lagi, sebuah
desain yang sangat kasar bisa jadi menandakan bahwa desain yang dikerjakan baru
berada pada tahap awal yang tidak patut mendapatkan respon dan reaksi dari para
stakeholder. Di sisi lain, suatu desain yang sudah terlalu matang dan nampak sangat
definitif bisa jadi dimaknai oleh para stakeholder sebagai keengganan Anda menggelar
konsultasi dengan mereka. Dalam kasus seperti itu, mereka mungkin merasa tidak
mempunyai pilihan selain menentang desain Anda dengan sekuat tenaga—kecuali,
jika mereka berkesimpulan bahwa mereka tidak memiliki pilihan selain memberikan
dukungan, meski disertai negosiasi untuk mendapatkan kesepakatan paling
menguntungkan bagi para stakeholder tersebut.
Anggaplah Anda melontarkan sebuah desain setengah jadi ( a rough-but-not-
too-rough) dan mendapatkan sejumlah opini yang sangat menarik sebagai hasilnya,
Anda akan membutuhkan cara untuk tetap berhubungan dengan para aktor yang
sekarang berharap—dan Anda harapkan—menjadi bagian dari proses desain yang
sedang berlangsung. Menjaga hubungan tentu saja akan mensyaratkan adanya sebuah
infrastruktur komunikasi (telepon, mesin fax, e-mail). Hal ini juga menuntut usaha
Anda untuk mengembangkan bentuk relasi jaringan kerja yang memungkinkan
munculnya komunikasi interpersonal yang cepat dan bisa dipercaya.
Pada suatu level yang lebih analitis—karena setiap desain harus selalu
ditambatkan pada asumsi-asumsi yang dipakai terhadap tujuan-tujuannya, sumber-
sumber yang tersedia, dan konstrain—Anda harus menjatuhkan pilihan terhadap
asumsi-asumsi Anda sembari membuka mata terhadap derajat reasonableness/rasionalitas
asumsi-asumsi itu sebagai “sebuah basis untuk pembahasan lebih lanjut.” Mungkin
22. Anda merasa tidak nyaman ketika menjatuhkan pilihan pada asumsi-asumsi tertentu
karena sifatnya yang hipotetik atau spekulatif, dan asumsi-asumsi itu sangat rentan
terhadap kritik yang menganggapnya tidak terlalu kuat. Analisis kebijakan bukan
sekedar sebuah praktek menyatakan kebenaran, tetapi juga sebuah upaya pragmatis
dan bertanggungjawab untuk memfasilitasi wacana yang masuk akal tentang masa
depan sebuah kebijakan, yang tidak pasti.
Waspadalah Terhadap Sebuah Jebakan Linguistik
Kata alternatif tidak selalu menjadi penanda bagi beragam opsi kebijakan yang
bersifat eksklusif satu sama lain. Para analis kebijakan menggunakan istilah itu secara
ambigu: kadang-kadang istilah itu bermakna suatu pilihan dengan implikasi
mendahului opsi lain, dan di lain waktu istilah itu bisa bermakna sebuah aksi
kebijakan tambahan yang bisa membantu memecahkan atau menyelesaikan sebuah
masalah, dalam sebuah konjungsi dengan alternatif lain. Anda juga harus waspada
dengan ambiguitas orang lain dalam memaknai istilah alternatif itu, dan ketika Anda
menceritakan kisah Anda (Langkah ke Delapan) Anda harus memastikan bahwa
ambiguitas semacam itu tidak terjadi.
Seringkali Anda merasa tidak terlalu yakin apakah dua alternatif tadi bersifat
eksklusif satu sama lain atau tidak. Contohnya, meskipun walikota telah menjanjikan
uang cukup untuk memperbaiki setiap jalan yang rusak atau menyediakan pemukiman
bagi para tunawisma (tetapi dia tidak berjanji akan membiayai kedua program itu
sekaligus), Anda bisa saja meyakinkan walikota bahwa dua program itu adalah kasus
yang penting sehingga walikota mungkin akan mengambil keputusan untuk
meningkatkan alokasi anggaran bagi dua program itu.
LANGKAH KEEMPAT: MEMILIH KRITERIA
Akan sangat baik jika kita berpikir bahwa setiap kisah kebijakan (lihat Langkah
ke Delapan) memiliki dua alur cerita yang bisa dipisahkan tetapi terhubung satu sama
lain, yaitu alur analitis dan evaluatif. Yang pertama berkaitan dengan segala hal ihwal
fakta dan proyeksi obyektif terhadap konsekuensi-konsekuensi yang mungkin
muncul. Idealnya, semua orang berbekal kemampuan analitis baik dan berpikiran
terbuka, kurang lebih, sepakat pada pernyataan benar dan salah dalam alur analitis dan
tentang sifat ketidakpastian yang menjadi residunya. Tetapi hal ini tidak terjadi dalam
alur evaluatif—subyektifitas dan filsafat sosial yang akan kita temui bisa bergerak
dengan lebih bebas. Alur analitis akan bepikir seberapa besar kemungkinan X, Y, atau
Z akan terjadi, tetapi dalam alur evaluatif kita akan mempelajari apakah X atau Y atau
Z itu membawa kebaikan atau keburukan bagi dunia.
Langkah ke empat dalam Delapan Anak Tangga, terutama sekali berbicara
dalam alur evaluatif. Ini adalah langkah paling penting untuk mengemukakan nilai dan
filsafat ke dalam analisis kebijakan, karena sebagian “kriteria” yang mungkin muncul
adalah standar evaluatif untuk menentukan kebaikan atau manfaat dari efek kebijakan
yang diproyeksikan, berkait dengan masing-masing alternatif.
Tentu saja, kriteria evaluatif paling penting adalah bahwa dampak yang
diproyeksikan akan memecahkan masalah sampai pada derajat yang memuaskan.
Tetapi ini barulah awal. Lebih dari itu, setiap tindakan akan mempengaruhi dunia
23. dengan berbagai cara, sebagian pengaruh itu memang diharapkan dan sebagian lagi
tidak. Setiap efek tersebut—atau proyeksi dampak, untuk kembali pada bahasa yang
digunakan dalam Delapan Anak Tangga Kita—membutuhkan penilaian kita untuk
menentukan dan menjelaskan mengapa dampaknya diinginkan atau diharapkan.
Perangkat kriteria mengandung penilaian-penilaian semacam itu. Karena setiap
dampak yang signifikan membutuhkan sebuah penilaian agar bisa ditimbulkan.
Semakin ragam signifikansi dampaknya, semakin beragam pula perangkat kriteria
evaluatif yang kita butuhkan untuk menanganinya.
Harap dicatat bahwa kriteria evaluatif tidak digunakan untuk menilai alternatif-
alternatif, atau setidaknya tidak digunakan secara langsung. Kriteria alternatif ini akan
diaplikasikan pada dampak yang diproyeksikan. Kita akan mudah tersesat dalam poin
ini—dan akan menghasilkan analisis yang ruwet. Kebingungan ini juga didorong oleh
kebiasaan kita mengatakan: ”Alternatif A nampaknya paling baik; karena itu mari kita
memilih alternatif tersebut.” Tetapi frase ini mengabaikan satu langkah penting:
formulasi yang lengkap akan berbunyi seperti ini “alternatif A sangat besar
kemungkinannya membawa kita pada Efek OA, yang kita anggap sebagai efek terbaik
dan paling besar kemungkinannya; karena itu kita menilai alternatif A sebagai
alternatif terbaik.” Mengaplikasikan kriteria terhadap dampak, dan bukan alternatif,
akan memungkinkan kita menganggap OA sebagai sebuah hal penting bahkan ketika
kita, karena kurangnya keyakinan bahwa A akan benar-benar mengarahkan pada
OA, memutuskan kita untuk sama sekali tidak menjatuhkan pilihan pada alternatif A.
Dengan penilaian seperti di atas, akan sangat mungkin bagi kita untuk mencari
alternatif lain yang memiliki kemungkinan lebih besar membawa kita pada OA.
Kriteria Evaluatif yang Biasa Digunakan
Efisiensi. Biasanya, kriteria efisiensi adalah pertimbangan evaluatif paling penting
dalam studi cost-effectiveness dan cost-benefit. Saya menggunakan kata ‘efisiensi’ kurang
lebih sebagaimana istilah tersebut digunakan dalam kajian ekonomi, untuk
memaksimalkan kesejahteraan agregat individu, di mana kesejahteraan itu diproduksi
sendiri oleh indvidu-individu tersebut—dalam jargon ekonomi, ”memaksimalkan
keseluruhan nilai guna individual,” atau “memaksimalkan jaring-jaring keuntungan.”
Konsep lain yang hampir ekuivalen adalah “memaksimalkan keuntunga publik.”
Patut dicatat bahwa meskipun efisiensi dikelilingi lingkaran yang bercorak
antiseptik, teknokratik, dan elitis, ia mensyaratkan kegunaan, yang akan ditentukan
nilainya, didasarkan pada konstruksi setiap individu warga negara terhadap
kesejahteraan. Dengan itu ada aspek demokratis yang menyatu dalam kriteria ini.
Selain itu, beriringan dengan efisiensi—pada umumnya, hampir di setiap isu-isu
kebijakan dan keputusan kebijakan—terdapat pula sebuah jalan untuk menghasilkan
hasil kebijakan yang lebih manusiawi. Harus ditegaskan, tidak selamanya efisiensi itu
sangat manusiawi, tetapi keputusan-keputusan kebijakan yang gagal dalam memenuhi
kriteria efisiensi, seringkali juga sama sekali gagal dalam memperhitungkan
kesejahteraan orang kecil. Orang kecil ini mungkin jumlahnya sedikit, tetapi dalam
suatu analisis efisiensi yang benar, orang-orang kecil ini harus ikut diperhitungkan.
Analisis efisiensi membebankan sebuah kontrol moral (seberapapun nilainya dalam
dunia politik riil) terhadap para visioner politik yang ingin merelokasi penduduk untuk
24. menyediakan lahan bagi pembangunan dam, atau kepentingan-kepentingan tertentu
yang ingin membebankan kenaikkan harga, yang nampaknya tidak terlalu besar, ke
pundak sejumlah besar konsumen melalui berbagai langkah proteksionis guna
mempertahankan tingkat pemasukan sejumlah kecil produsen.
Meskipun begitu, kita seharusnya mengamati bahwa dari sudut pandang
keadilan sosial, kriteria efisiensi mungkin menghimpun keterbatasan. Petama, karena
para analis biasanya memperkirakan “kegunaan” masyarakat dengan melihat
kesediaannya untuk membayar manfaat/keuntungan yang mereka dapatkan, efek yang
diterima tidak sama bagi individu kurang kaya dengan individu kaya. Tetapi, seberapa
besar keterbatasan yang ditimbulkan oleh sifat analisisnya yang antiegalitarian, tidak
sama untuk setiap kasus. Kedua, jika nilai-nilai yang dipertaruhkan hanya memiliki
sedikit, atau sama sekali tidak, pendukung dan karenanya tidak ada petunjuk untuk
mendukung sebuah perkiraan tingkat kesediaan membayar, maka kriteria efisiensi
akan terjebak untuk memandang remeh nilai-nilai ini, bahkan ketika, menurut
konsepsi keadilan, nilai-nilai ini seharusnya mendapatkan penekanan lebih. Dalam
rumusan teori, nilai-nilai ekologis adalah contoh utama nilai-nilai yang hanya memiliki
sedikit, atau sama sekali tidak, pendukung meskipun pada kenyataannya nilai-nilai
ekologis memiliki pendukungnya masing-masing di masyarakat, yang mendapatkan
keuntungan besar dari usaha mereka melestarikan alam—suatu kegunaan yang
seharusnya masuk dalam perhitungan analisis efesiensi yang benar.
Meskipun analisis cost-effectiveness {Cost Effectiveness(CE)} dan analisis benefit-
costs {Benefit Cost(BC)} kedengaran mirip satu sama lain dan keduanya kerap dipakai
bersamaan, meski sebetulnya terdapat perbedaan di antara keduanya, kegunaannya
juga. Benar, keduanya mengonseptualisasikan sebuah domain keuntungan yang
semakin meningkat dari waktu ke waktu karena tiap individu warga negara dinilai dari
kegunaan mereka. Dan keduanya memandang masalah kebijakan sebagai suatu
masalah yang melibatkan relasi produksi antara sumber daya dan efek peningkatan-
kesejahteraan. Perbedaannya, analisis CE menjadikan salah satu faktor di atas (apakah
itu sumber daya atau dampak) sebagai sesuatu yang tetap atau menjadi sasaran;
analisis ini kemudian mencari jalan terbaik untuk memanipulasi faktor lainnya lagi
(apakah maksimalisasi keuntungan menurut level sumber daya yang diasumsikan, atau
meminimalisir jumlah sumber daya yang digunakan dalam usahanya mencapai efek
tingkat kesejahteraan yang ditargetkan.) Di sisi yang lain, analisis BC memungkinkan
kita memperlakukan kedua faktor di atas sebagai variabel dalam skala. Karena itu
analisis ini lebih rumit dari analisis CE, karena meskipun keduanya memfokuskan diri
pada efisiensi produksi dari sebuah program atau proyek, BC memiliki tugas
tambahan,yakni menentukan sekala program.
Analisis CE lebih umum dipakai daripada analisis BC. Kebetulan, banyak isu-
kebijakan dapat disederhanakan dan dikategorikan sebagai masalah-masalah CE,
meskipun sekilas nampaknya isu-isu itu bukan kandidat yang tepat untuk ditangani
dengan metode analisis ini. Ini adalah dua contoh dari berbagai isu kebijakan tersebut:
• Walikota Mudville merespon keluhan dari dunia usaha yang mengeluhkan
lamanya waktu yang diperlukan untuk mengurus ijin bangunan. Untuk itu
Anda hanya mendapatkan anggaran sebesar $500 dan Anda diijinkan untuk
25. merubah aliran kerja di kantor perencanaan kota tetapi tidak diperbolehkan
merubah penugasan personel. Kerangka kerja CE bisa memberikan jalan
keluar untuk meminimalisir kelambanan yang muncul dari sumber masalah
yang sifatnya murni prosedural dan birokratis.
• Quake City harus meningkatkan sistem keamanan gempa pada beberapa ribu
bangunan yang dipekuat pondasinya. Anda memiliki tenggat waktu dua puluh
tahun dan tidak ada batasan anggaran secara langsung, tetapi Anda ingin
menyelesaikan tugas itu dengan seminimum mungkin mengganggu kehidupan
(dan penghidupan) dari para penghuni dan usaha kecil yang mungkin akan
mengalami relokasi sementara selama proses renovasi bangunan. Untuk
meminimalisasi gangguan terhadap masyarakat penghuni bangunan yang akan
direnovasi, analisis CE akan membawa Anda untuk mengajukan rencana di
mana pekerjaan itu akan dilakukan sekaligus dalam waktu tertentu, atau
pekerjaan itu dilakukan dengan tidak menimbulkan akibat yang mendorong
seluruh toko grosir terpaksa tutup, atau upaya meminimalisir gangguan
dilakukan dengan mengorganisir kelompok-kelompok bantuan bersama.
Equality, equity, fairness, “justice.” Tentu saja banyak beda pendapat, seringkali
bertentangan satu sama lain, akan makna dari istilah-istilah di atas. Bukan hanya Anda
sendiri yang harus berpikir keras tentang ide-ide itu, tetapi terkadang Anda harus
membawa audiens untuk mengeksplorasi pemikiran-pemikiran tersebut, sebagaimana
dalam contoh-contoh berikut:
• Di California, pengemudi yang tidak memiliki asuransi membuat setiap orang
yang mereka lukai dalam kecelakaan lalu lintas beresiko tidak mendapatkan
kompensasi. Banyak di antara para pengemudi yang tidak memiliki asuransi ini
berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Banyak pengemudi lain
membeli asuransi yang menanggung resiko ini (asuransi untuk menanggung
resiko ketika terjadi kecelakaan dengan “pengguna kendaraan bermotor yang
tidak memiliki asuransi”). Sebuah proposal kebijakan untuk membayar
asuransi setiap pengguna kendaraan bermotor yang sumber dananya diambil
dari pungutan lebih ketika mereka membeli bahan bakar di pompa bensin
ditentang oleh sebagian pengamat karena dianggap tidak memberikan
kesamaan bagi orang miskin, yang saat itu tidak memiliki asuransi. Sebagian
pengamat lain berpendapat bahwa para pengemudi yang tidak dilindungi
asuransi membebankan pengeluaran atau resiko tidak mendapatkan
kompensasi kepada anggota masyarakat lain, termasuk sejumlah besar individu
yang juga termasuk dalam golongan ekonomi miskin. Jelas sekali para analis itu
perlu mencari kesepakatan dalam sebuah diskusi tentang ide kesamaan.
• Debat saat ini tentang apakah mempertahankan aksi afirmatif tentang
preferensi dalam penerimaan mahasiswa Afro-Amerika dan kelompok-
kelompok minoritas lain menimbulkan pertentangan antara keadilan (fairness)
bagi individu dan keadilan (justice) bagi berbagai kelompok sosial. Ini adalah
satu hal unik, karena sebagian filsuf—dan sebagian besar orang awam—
menganggap bahwa tidak ada sistem yang mengklaim dirinya adil bisa
26. memunculkan bayang-bayang ketidakadilan. Sekali lagi, para analis memiliki
tugas untuk membahas segala pemikiran dan bahasa.
Kemerdekaan, komunitas dan ide-ide lain. Untuk merangsang pemikiran, berikut
sebuah daftar (yang jauh dari lengkap) berisi pemikiran-pemikiran lain tentang kriteria
evaluasi dan kemungkinan relevansinya: pasar bebas, kebebasan ekonomi, kapitalisme,
“kebebasan dari kontrol pemerintah,” kesetaraan di depan hukum, kesetaraan
kesempatan, kesetaraan hasil, kebebasan berbicara, kebebasan beragama, privasi,
keamanan dan keselamatan (terutama dari bahaya kimia, berbagai bahaya lingkungan,
dan lain-lain), ketetanggaan, komunitas, rasa kepemilikan, ketertiban, keamanan,
kebebasan dari rasa takut, struktur keluarga tradisional, struktur keluarga yang egaliter,
pemberdayaan pekerja, pemeliharaan sektor-sektor non-profit, sukarelawan,
kepercayaan terhadap orang lain.
Nilai-nilai Proses. Demokrasi Amerika menghargai proses dan prosedur (misal isu-
isu politik yang berkaitan dengan rasionalitas, keterbukaan, dan aksesibilitas,
transparansi, keadilan, non-arbitrariness) sebagaimana Demokrasi Amerika
menghargai substansi. Pertimbangan-pertimbangan ini memiliki kemungkinan aplikasi
sedalam-dalamnya dalam proses desain atau pengambilan keputusan di setiap kerja
analisis yang Anda lakukan saat ini. Ingatlah selalu untuk melakukan konsultasi
dengan berbagai pihak dan memberikan kesempatan yang sama kepada berbagai
pihak. Sebagai tambahan untuk membangun legitimasi karya Anda, Anda akan
terkejut ketika menyadari banyak sekali hal yang bisa Anda pelajari, terutama dari
mereka yang berbeda dari Anda secara sosial atau secara ideologi. Ini tidak berarti
bahwa Anda pada akhirnya harus membela semua opini atau keinginan, atau tetap
membiarkan proses konsultasi itu terbuka selamanya. Sebagian opini mungkin
memiliki nilai lebih dibanding yang lain, dan ada saatnya ketika konsultasi harus
menghasilkan keputusan.
Memberi Bobot Terhadap Kriteria Evaluatif yang Bertentangan Satu Sama
Lain.
Sebagaimana kita lihat dalam kasus pendefinisian masalah, ketika nilai-nilai
menjadi isu, ketika nilai-nilai itu diukur melalui kriteria seleksi, kita harus mengetahui
bagaimana kita memberi bobot pada nilai yang bertentangan. Ada dua pendekatan
umum terhadap masalah ini.
Proses politik akan menyelesaikannya. Pendekatan ini membiarkan proses
pemerintahan dan politik menentukan bobot nilai yang saling bertentangan.
Umumnya, pendekatan ini sangat ditentukan oleh mereka yang mempekerjakan para
analis, berikut pengaruh derivatif tiap-tiap kelompok yang terkait dengan isu yang
dibahas di suatu arena. impose
Analis menentukan solusi. Pendekatan kedua adalah ketika analis memodifikasi—
meskipun tidak mengganti—pemberian bobot yang semula dilakukan oleh mereka
yang mempekerjakan analis tersebut. Modifikasi ini dilakukan dengan merujuk pada
konsepsi filosofis dan konsepsi politik yang melingkupi tema atau isu yang sedang
dibahas. Justifikasi yang biasanya digunakan untuk pendekatan ini adalah keberadaan
kepentingan-kepentingan tertentu, dan mungkin filosofi-filosofi yang umumnya tidak
atau kurang terepresentasikan dalam pemerintahan dan politik. Karena para analis
27. adalah pihak yang berada pada posisi lebih baik daripada sebagian partisipan lain
dalam suatu proses kebijakan, mereka memiliki peluang lebih baik juga untuk melihat,
memahami, atau mengapresiasi masalah tak terepresentasikannya kepentingan-
kepentingan tertentu. Para analis terikat oleh kewajiban, atau paling tidak
dimungkinkan, atas nama keadilan dan demokrasi, untuk membuat perimbangan baru
dalam pemberian bobot bagi nilai-nilai yang menjadi isu.
Contohnya, sebagian orang akan berpendapat bahwa jika bukan karena para
analis kebijakan, kriteria efisiensi akan jarang sekali digunakan dan sebagai salah satu
konsekuensinya, para analis harus bersuara mewakili para pembayar pajak yang
beresiko diperas oleh kelompok-kelompok advokasi terorganisir. Argumen yang
terkait dengan argumen di atas menyatakan bahwa konsepsi-konsepsi tertentu tentang
kesamaan—khususnya konsepsi-konsepsi yang berkaitan dengan ide yang
menyatakan bahwa siapa saja yang mendapatkan keuntungan atau manfaat dari
barang-barang atau jasa yang disediakan oleh publik harus membayar—tidak
terepresentasi, kecuali di antara para analis kebijakan. (Konsepsi kesamaan ini
biasanya sengaja dicoret dari daftar pengeluaran, pos-pos pengeluaran publik yang
sengaja ditujukan untuk melakukan redistribusi kesejahteraan di antara warga negara.)
Kepentingan-kepentingan lain yang diklaim tidak terepresentasi dan karenanya
membutuhkan representasi dari para analis adalah kepentingan generasi yang akan
datang, anak-anak, orang-orang yang tinggal di luar yuridiksi tertentu tetapi ikut
menentukan pengambilan keputusan di yuridiksi tersebut, etnik dan ras minoritas,
perempuan, golongan ekonomi miskin, konsumen, dan ekologi.
Salah satu varian dari pendekatan ini memperkenalkan ide tentang sebuah
proses pembelajaran. Berdasar konteksnya, analis bisa mendorong aktor-aktor politik
berpengaruh—mungkin bos dari analis atau klien utama analis tersebut—untuk
memikirkan kembali beberapa kriteria yang dipakai, dengan menggunakan fakta dan
argumen yang bisa dipakai analis untuk menarik perhatian mereka. Dalam kasus ini,
analis bertanggung jawab membuka dan mengawali sebuah dialog, dan mungkin juga
bertanggung jawab untuk mencoba menyusupkan nalar dan nurani di dalamnya,
meski proses selanjutnya ditentukan oleh proses politik.
Kriteria-kriteria Praktis yang Umum Dipakai
Tidak semua kriteria yang dipakai dalam sebuah analisis merupakan bagian dari
alur evaluasi. Sebagian kriteria murni bersifat praktis dan menjadi bagian dari alur
analisis. Kriteria-kriteria ini berkaitan dengan hal-hal yang akan terjadi pada suatu
alternatif ketika ia bergerak dalam proses adopsi kebijakan dan implementasinya.6
Kriteria paling utama adalah legalitas, kemampuannya untuk diterima secara politis,
keteguhannya saat berada di bawah kondisi implementasi administratif dan
kemampuan improvisasinya.
6 Saya katakan di awal, kriteria diaplikasikan pada dampak dan bukan pada alternatif. Tetapi
pernyataan ini butuh sedikit perubahan dalam kasus kriteria praktis, yang diaplikasikan bukan pada
dampak tetapi pada prospek yang dihadapi oleh sebuah alternatif ketika ia menjalani proses adopsi
kebijakan dan implementasi.
28. Legalitas. Sebuah kebijakan yang feasible (memiliki kemungkinan paling besar untuk
diimplementasikan) tidak boleh melanggar hak-hak yang dilindungi oleh konstitusi,
ketetapan, atau ketentuan hukum di bawahnya. Tetapi ingat bahwa hak-hak legal terus
menerus berubah, dan seringkali ambigu. Terkadang kita patut berjudi dengan sebuah
kebijakan yang memiliki peluang untuk divonis ilegal ketika dihadapkan pada
pengadilan.(Dalam kasus-kasus seperti itu, masukan penasehat sangat dibutuhkan
untuk membuat suatu kebijakan sehingga bisa menjaga kemungkinannya tetap
bertahan).
Patut dicatat, hak-hak yang dianggap sebagai “alamiah” atau “asasi manusia”
secara konseptual sangat berbeda dengan hak legal, meskipun memiliki kemiripan—
kemiripan semantik—semisal hak aborsi, hak atas hidup, atau hak seorang perempuan
atas tubuhnya. Hak-hak yang dianggap sebagai alamiah atau asasi seringkali menjadi
kontroversial ketika sebagian orang menginginkan agar semua itu diakui secara legal,
sedangkan sebagian orang yang lain menentang pengakuan semacam itu.
Kemampuan untuk diterima secara politik. Suatu kebijakan yang feasible harus
memiliki kemampuan untuk diterima secara politik. Kebijakan yang kalah secara
politis biasanya disebabkan dua hal: terlalu banyak oposisi (oposisi yang terjadi terlalu
luas atau terlalu intens atau keduanya) dan/atau terlalu sedikit dukungan yang
didapatkan (dukungan yang didapatkan tidak cukup luas atau tidak cukup intens atau
keduanya)
Jangan hanya melihat dari sudut pandang statistik tentang kemungkinan suatu
kebijakan tumbang secara politis. Tanyakanlah pada diri Anda “Jika solusi kebijakan
favorit saya nampaknya tidak bisa diterima, apa yang perlu dilakukan untuk merubah
kondisi seperti itu?” Anda akan mendapati bahwa strategi politik yang kreatif dapat
menyingkap beberapa opsi yang sebelumnya tidak mendapatkan perhatian serius.
Dalam mengembangkan beberapa batasan dan kemungkinan strategis, akan
sangat membantu jika Anda menggunakan berbagai model proses politik.
Sebagaimana saya bahas di atas, model-model itu didasarkan pada metafora, dan
berikut ini adalah beberapa model yang tampaknya memiliki nilai paling tinggi:
• Suatu permainan kompleks di mana kelompok minoritas yang terorganisir
secara baik dan memiliki posisi baik menikmati keuntungan khusus.
• Sebuah teater, yang menjadi aktor-aktornya adalah para pejabat terpilih
berusaha, berdasarkan realitas maupun tidak, menciptakan suatu kesan bagi
diri mereka, sesama aktor, para pengkritik, dan audience (dukungan dari audiens
adalah hal terpenting yang dicari aktor.)
• Pasar slogan, simbol, dan ide, berikut aneka macam pedagang, dari yang
terhormat sampai model pedagang kaki lima, sebagai penjualnya dan berbagai
pembeli cerdik maupun lugu.
• Sekolah tempat para pejabat terpilih belajar desain kerja kebijakan yang baik
dan kadang-kadang saling mendiskusikan hasil yang mereka capai dan metode
yang mereka pakai.
Bagaimana menggunakan model-model semacam itu? Anggaplah model-model itu
sebagai lensa konseptual. Amatilah proses politik yang relevan melalui setiap lensa itu,
29. dan identifikasikan kemungkinan-kemungkinan peluang atau ancaman yang
tertangkap oleh masing-masing lensa.7
Kekokohan dan kemampuan improvisasi. Ide kebijakan yang tampak sangar
dalam teori kerapkali gagal dihadapan kondisi aktual implementasinya. Proses
implementasi memiliki kehidupannya sendiri. Proses ini berlangsung melalui sistem
administratif yang tambun, tak lentur, dan terdistorsi oleh ragam kepentingan
birokratis. Kebijakan yang muncul dalam praktek bisa sangat bias, bahkan secara
substantif, dari kebijakan yang didesain dan diadopsi. Karena itu, suatu alternatif
kebijakan harus kokoh sehingga, meskipun proses implementasi tidak berjalan dengan
mulus, dampak yang dihasilkan tetap terbukti memuaskan.8
Beberapa dampak yang tidak diinginkan dari proses implementasi dan patut
diwaspadai adalah kelambatan; manfaat dari program atau kebijakan lebih banyak
terserap oleh konstituen yang sebetulnya tak layak memperolehnya; anggaran atau
biaya administratif yang membengkak; skandal penyelewengan anggaran, inefisiensi,
dan penyalahgunaan wewenang yang meruntuhkan dukungan politik dan
mempermalukan para pendukung program atau kebijakan itu; kerumitan administratif
yang mencuatkan ketidakpastian di masyarakat (dan manajer program) akan manfaat
atau keuntungan apa yang bisa mereka raih atau regulasi apa yang harus mereka
jadikan pegangan.
Bahkan perencana kebijakan terbaik sekalipun tidak bisa mengurus segala
sesuatunya sampai detil pada tahap desain. Karena itu para perencana kebijakan
seharusnya memberikan ruang bagi mereka yang menjadi pelaksana kebijakan untuk
berimprovisasi terhadap desain orisinil. Kendaraan yang paling umum dipakai untuk
pengembangan semacam itu adalah partisipasi dalam proses implementasi, yang
dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok ahli atau mereka yang
memiliki sudut pandang tertentu, yang sebelumnya tidak diikutsertakan dalam proses
desain kebijakan. Tetapi, patut dicatat bahwa keterbukaan yang bisa menghasilkan
improvisasi juga bisa mengurangi kekuatan suatu desain kebijakan, karena
keterbukaan berarti pula membuka pintu bagi masuknya kepentingan lawan politik
Karena itu, biasanya digelar pula suatu evaluasi cermat terhadap situasi faktual yang
terjadi saat itu—kepribadian, ragam tuntutan, dan insentif kelembagaan, kerawanan
politik, dsb.
Dalam memperkirakan kekuatan dan improvabilitas, model-model birokrasi
bisa digunakan sebagai lensa konseptual, sebagaimana saya kemukakan di atas ketika
membahas bagaimana melaksanakan analisis kebijakan. Berikut ini adalah daftar
metafora perihal birokrasi yang akan sangat berguna:
• Sebuah automatonΩ
yang menjalankan rutinitas yang telah diprogram
sebelumnya (“Standard Operating Procedures,” atau “SOPs”)
7 Analogi prosedur diungkapkan pertama kali oleh Graham Allison (1971).
8 Kekuatan dalam kondisi “ketidakpastian akut” sering menjadi kriteria pertama, misalnya, untuk
masalah jangka panjang dan tingkat resiko tinggi seperti perubahan-iklim-global atau perubahan besar
dalam kapasitas tehnik dan organisasional dari gerakan serta sel-sel teroris (Lempert, Popper, and
Bankes 2003)
Ω
Sesuatu yang bekerja secara mekanis, tanpa berpikir. (penj.)
30. • Seseorang dalam sebuah lingkungan, dikendalikan oleh kehendak untuk
bertahan hidup, mengembangkan diri, dan, dalam kondisi tertentu, kehendak
aktualisasi diri.
• Sebuah arena politik tempat banyak individu dan faksi berlomba berebut
pengaruh atas misi-misi organisasi, akses terhadap sistem pengambilan
keputusan, dan syarat-syarat yang dibutuhkan untuk itu.
• Sebuah suku dengan aneka ritus dan barisan penjaga yang siap menghadang
setiap usaha kontaminasi pihak luar.
• Sebuah masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang saling bekerja sama
menyusun dan meraih seperangkat tujuan, yang kurang lebih dianggap sebagai
tujuan bersama—meskipun dengan berbagai friksi, kesalahpahaman, dan
proses tawar-menawar, baik disampaikan secara eksplisit maupun implisit.
• Suatu struktur berbagai peranan dan interrelasi yang ditujukan untuk saling
melengkapi satu sama lain dalam sebuah skema pembagian kerja yang rasional.
• Sebuah instrumen yang digunakan oleh “masyarakat” untuk tujuan-tujuan
masyarakat itu sendiri.
Kriteria yang Berguna Dalam Berbagai Model Optimisasi.
Kriteria seperti efisiensi, kesamaan, kemampuan diterima secara politis, dan kekuatan;
bersifat substantif. Tetapi kita juga bisa menggunakan sebuah kriteria yang sifatnya
murni formal. Contohnya, kita bisa membedakan antara nilai-nilai kriteria yang ingin
kita maksimalkan, nilai-nilai kriteria yang harus dipenuhi secara minimal, dan nilai-
nilai kriteria di mana “semakin tinggi semakin baik.”
Akan sangat membantu jika kita mengawali dengan memfokuskan diri pada
satu kriteria utama, sasaran utama yang harus dimaksimalkan (atau diminimalkan).
Umumnya, sasaran utama ini merupakan sisi yang diamati dalam definisi masalah
Anda. Contohnya, jika problem Anda adalah terlalu banyak keluarga yang tidak
memiliki tempat tinggal, maka sasaran utama Anda adalah meminimalisasi jumlah
keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal. Jika yang menjadi problem Anda adalah
efek rumah kaca yang berkembang terlalu cepat, maka tujuan utama Anda adalah
“Meminimalisasi perkembangan efek rumah kaca.” Tentu saja ada berbagai kriteria
lain untuk menilai dampak sebuah kebijakan, seperti besar-kecilnya biaya, kemampuan
diterima secara politik, dan keadilan ekonomi. Seluruh kriteria-kriteria ini harus masuk
dalam evaluasi final. Memasukkan semua kriteria akan membingungkan Anda, kecuali
Anda menatanya dan fokus, paling tidak pada satu kriteria primer dan kriteria lain
sebagai kriteria tambahan. Ketika Anda semakin menyelami analisis dan semakin
merasa nyaman dengan banyaknya sasaran penting, Anda bisa memulai meninggalkan
penekanan Anda pada satu kriteria primer tadi dan mulai mengerjakan sebuah “fungsi
sasaran” yang lebih kompleks.
Pemograman Linear. Sebuah teknik matematis, yang disebut “pemograman linear”
(linear programming); yang sekarang bisa diakses melalui komputer, bisa digunakan
untuk memaksimalkan pilihan ketika Anda memiliki sasaran utama atau fungsi
obyektif dan Anda menghadapi kelangkaan sumber daya (Stokey and Zeckhauser
1978, chap. 11). Seringkali sumber daya kita (misal, anggaran agensi dan fasilitas fisik
31. yang dijanjikan oleh agensi nonprofit) hanya memberi alokasi terbatas. Para analis
seringkali merasa terbantu ketika mereka memanfaatkan struktur logika pemograman
linear untuk mengonseptualisasikan tugas mereka, bahkan ketika masalah yang
mereka hadapi bukanlah masalah yang bisa dikonseptualisasikan dengan metode
kuantitatif sederhana. Formulasi konvensionalnya akan berbunyi demikian:
memaksimalkan sasaran A (atau fungsi obyektif B) ditentukan oleh batasan-batasan
sumber-sumber daya X dan Y.
Berikut ini adalah sebuah contoh dari kasus masalah tunawisma:
“Memaksimalkan jumlah tunawisma yang mendapatkan pemukiman setiap malamnya,
ditentukan oleh batasan untuk tidak melebihi total biaya anggaran Agensi X; yaitu
sebesar $50,000 tiap malamnya, tidak menempatkan pemukiman bagi para tunawisma
ini di Lingkungan A dan B berdasar aneka alasan politis, dan mencoba memberikan
kesempatan memilih secara lebih besar bagi orang-orang yang mendapatkan manfaat
dari program pemukiman ini; seperti memberikan kesempatan memilih tempat
bermukim kepada para tunawisma.
Kejelasan Bahasa. Jika memungkinkan untuk menyusun kriteria Anda dengan
merujuk pada nilai-nilai yang akan dimaksimalkan; nilai-nilai yang menjadi batasan;
atau nilai-nilai dengan kualitas lebih-banyak-lebih-baik, maka Anda sebaiknya
menyimpan susunan ini dalam ingatan Anda. Anda bisa melakukannya dengan sebuah
trik verbal sederhana: definisikan kriteria Anda seperti ini “Memaksimalkan nilai A
dan B”; “Menghormati batasan-batasan yang diberikan oleh nilai C dan D”, dan
“Meningkatkan nilai E dan F.”
LANGKAH KE LIMA: PROYEKSIKAN DAMPAK KEBIJAKAN
Proyeksikanlah dampak (atau akibat) dari setiap alternatif di dalam daftar yang
menjadi perhatian Anda atau kelompok-kelompok lain yang tertarik Ini adalah
langkah paling berat dari keseluruhan langkah yang harus kita jalani. Bahkan seorang
analis veteran sekalipun terkadang tidak bisa mengerjakan langkah ini secara baik.
Tidak mengejutkan jika para analis sering menyembunyikan kegagalan mereka ini dan
menutupinya dengan berbagai trik. Karenanya, saran paling penting menyangkut
tahapan ini adalah sederhana: Lakukan saja!
Paling tidak ada tiga kesulitan praktis, sekaligus psikologis. Pertama,
“kebijakan” terkait erat dengan masa depan, bukan masa lalu atau masa kini.
Memang, kita tidak pernah bisa memastikan masa depan, bahkan ketika kita berusaha
mengungkap masa depan berdasar niat paling tulus atau desain kebijakan yang paling
canggih.
Kedua, “memproyeksikan dampak kebijakan” merupakan cara lain untuk
mengatakan, “Bersikaplah realistis.” Tetapi realisme tidak selalu menyenangkan.
Sebagian besar orang lebih memilih optimisme. Kebijakan sungguh bisa
mempengaruhi kehidupan, peruntungan, sekaligus kehormatan sakral banyak orang,
melalui pengaruh baik ataupun buruk. Sebab itu, menyusun kebijakan berarti juga
menanggung sebuah beban moral yang lebih berat daripada yang selama ini diketahui
atau diakui banyak orang. Bisa dimengerti jika kita lebih percaya bahwa alternatif
kebijakan yang menjadi preferensi atau rekomendasi akan secara aktual mengatasi apa
32. yang diharapkan untuk diatasi dan dengan biaya lebih sedikit daripada apa yang secara
realistis kita takutkan.
Ketiga, ada satu hal yang kerap kita sebut “prinsip 51-49” (the 51-49
principle). Yakni, di tengah pekatnya arena kebijakan, ketika kita, terdorong oleh
naluri membela diri, hanya menggunakan 51% rasa percaya diri kita terhadap
rancangan yang kita ajukan, meskipun pada saat itu kita sangat layak mengeluarkan
100% rasa percaya diri kita, karena hasilnya tak jarang menyesatkan orang lain dan diri
kita sendiri. Kesulitan pertama—yakni, kita tidak pernah memiliki bukti yang
sepenuhnya bisa memastikan masa depan—menjadi dasar bagi kesulitan kedua dan
ketiga, terutama ketika pemikiran kita belum terdisiplinkan oleh rujukan bukti-bukti
empiris.
Namun, masalah ini dibahas hanya untuk menjadi catatan bagi kita dan bukan
berarti kita harus memilih sikap pesimis. Rancangan yang realistis adalah sasaran kita.
Memperluas Logika Rancangan.
Pada bagian ini saya membahas, dengan cara yang sangat umum, logika yang
dipakai dalam mengkombinasikan berbagai model dan bukti untuk menghasilkan
rancangan dampak kebijakan yang berguna, dari beberapa alternatif yang
dipertimbangkan. Logika di sini bermakna sama seperti yang biasa dipahami banyak
orang, tetapi dengan beberapa tambahan penting.
Tambahan pertama adalah metafora. Analisa kebijakan, sebagaimana telah kita
lihat, memanfaatkan metafora di balik model yang dibangunnya—metafora seperti
“birokrasi sebagai sebuah automaton” dan “politik sebagai sebuah teater” dan “salah
satu bagian dunia sebagai sistem produksi”—untuk menghasilkan pemahaman
kualitatif tentang relasi kausal. Relasi yang dianggap penting adalah relasi yang bisa
menjadi titik intervensi dan berguna dalam sebuah sistem kompleks dan relasi yang
mungkin menjadi lubang jebakan dalam proses adopsi atau implementasi kebijakan.
Kedua, analisis kebijakan menggunakan ilmu sosial sejauh itu mungkin.
Sebagian besar ilmu sosial diarahkan untuk menjawab pertanyaan “Apakah model X
realistis bagi bagian dunia tertentu?” Studi-studi ilmu sosial jenis ini seringkali
berguna untuk mendiagnosa keberadaan masalah, memetakan kecenderungan-
kecenderungan, dan memutuskan praktek apa yang bisa dilakukan (lihat Bab III).
Tetapi Anda harus berhati-hati dan menghindari penggunaan standar-standar
kecukupan ilmiah yang tersedia pada ilmu-ilmu sosial untuk menentukan realisme
suatu model, karena sifatnya yang konservatif. Dalam analisa kebijakkan, standar
yang anda gunakan sebaiknya adalah: manakah yang akan membawa saya pada hasil
analisis yang lebih baik dan menghindarkan saya dari kegagalan, sebuah model atau
sebuah perkiraan.
Ketiga, analisis kebijakan, sebagaimana kita lihat, memakai aneka model. Ilmu
sosial umumnya mencari model terbaik (dan bagi sebagian praktisi “model yang
sejati”). Tetapi karena semua model adalah abstraksi dari realitas, maka mustahil
menemukan model yang sepenuhnya bisa merepresentasikan realitas. Jika abstraksi
semacam itu bisa mengembangkan ilmu pengetahuan, di dunia kebijakan, di mana
konsekuensi riil pilihan-pilihan kebijakan dialami oleh manusia riil, tidak ada sebuah
masalah atau sebuah alternatif yang mungkin diadopsi bisa diperkecualikan dari