1. MAKALAH KESUBURAN TANAH DAN NUTRISI TANAMAN II
HUBUNGAN REAKSI TANAH DENGAN KELARUTAN ION
Semester Ganjil / Tahun 2009
Kelompok 3
Raden Bondan E B (150110080162)
James Matheus (150110080147)
Rezka Fradzan (150110080149)
Ivan Komara (150110080150)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2. Page 2 of 18
Daftar Isi
BAB 1 : Pendahuluan
1.1 latar Belakang
1.1.1 Pengertian Reaksi Tanah……………………………………………………………. 3
1.1.2 Faktor yang mempengaruhi Ph………………………………………………….. 3
1.1.3 Sifat Kemasaman Tanah……………………………………………………………. 5
1.1.4 Pengukuran Ph Tanah……………………………………………………………….. 5
BAB 2 : Pembahasan
2.1 Hubungan Reaksi Tanah (pH) dengan Kelarutan Ion
2.1.1 Tanah Mineral Asam…………………………………………………………………………… 8
2.1.2 Asam Organik ( Penyerapan ion aluminium oleh asam humat )…… 9
BAB 3 : Kesimpulan……………………………………………………………………………………….. 17
3. Page 3 of 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Pengertian
Reaksi tanah merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan reaksi asam
atau basa dalam tanah. Sejumlah proses dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan
biokimia tanah yang berlansung spesifik. Pengaruh lansung terhadap laju dekomposisi
mineral tanah dan bahan organik, pembentukan mineral lempung bahkan pertumbuhan
tanaman. Pengaruh tidak lansungnya terhadap kelarutan dan ketersediaan hara
tanaman. sebagai contoh perubahan konsentrasi fosfat dengan perubahan pH tanah.
Konsentrasi ion H+ yang tinggi bisa meracun bagi tanaman. Secara teoritis, angka pH
berkisar antara 1 sampai 14. Angka satu berarti kepekatan ion hidrogen di dalam tanah
ada 10 - 1 atau 1/10 gmol/l. Tanah pada kepekatan ini sangat asam. Sementara angka 14
berarti kepekatan ion hidrogennya 10-14 gmol/l. Tanah pada angka kepekatan ini sangat
basa. Tanah-tanah yang ada di Indonesia sangat bervariasi tingkat keasamannya. Ada
tanah yang masam seperti Podsolik Merah Kuning, dan latosol Tanah yang alkalis seperti
Mediteran Merah Kuning dan Grumosol. Bagi tanah – tanah yang bereaksi masam,
seringkali tidak atau kurang sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu pada
tanah-tanah demikian sering dilakukankan pengapuran (liming). bahan- bahan yang
digunakan untuk menaikkan pH tanah yang bereaksi masam menjadi mendekati netral
dengan harga pH sekitar 6,5.
1.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kemasaman
Keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan ion hidrogen di dalarn tanah
tersebut. Bila kepekatan ion hidrogen di dalam tanah terlalu tinggi maka tanah akan
bereaksi asam. Sebaliknya, bila kepekatan ion hidrogen terIalu rendah maka tanah akan
bereaksi basa. Pada kondisi ini kadar kation OH- lebih tinggi dari ion H+.
Tanah masam adalah tanah dengan pH rendah karena kandungan H+ yang tinggi. Pada
tanah masam lahan kering banyak ditemukan ion Al3+ yang bersifat masam karena
4. Page 4 of 18
dengan air ion tersebut dapat menghasilkan H+. Dalarn keadaan tertentu, yaitu apabila
tercapai kcjenuhan ion Al3+ tertentu, terdapat juga ion Al-hidroksida dengan cara
sebagai berikut :
Al3+ + 3H2O —– Al(OH)2+ + H+
Al3+ + OH- —– Al(OH)2+
dengan demikian dapat menimbulkan variasi kemasaman tanah.
Di daerah rawa-tawa, tanah masam umumnya disebabkan oleh kandungan asam sulfat
yang tinggi. Di daerah ini sering ditemukan tanah sulfat masam karena mengandung,
lapisan cat clay yang menjadi sangat masarn bila rawa dikeringkan akibat sulfida
menjadi sulfat. Kebanyakan partikel lempung berinteraksi dengan ion H+. Lempung
jenuh hidrogen mengalami dekomposisi spontan. Ion hidrogen menerobos lapisan
oktahedral dan menggantikan atom Al. Aluminium yang dilepaskan kemudian dijerap
oleh kompleks lempung dan suatu kompleks lempung-Al-H terbentuk dengan cepat ion.
Al3+ dapat terhidrolisis dan menghasilkan ion H+:H
lempung – Al3+ + 3H2O —- Al(OH)3 + H– lempung – = H+H
Reaksi tersebut menyumbang pada peningkatan konsentrasi ion H+ dalam tanah.
Sumber keasaman atau yang berperan dalam menentukan keasaman pada tanah
gambut adalah pirit (senyawa sulfur) dan asam-asam organik. Tingkat keasaman gambut
mempunyai kisaran yang sangat lebar. Keasaman tanah gambut cendrung semakin
tinggi jika gambut semakin tebal. Asam-asam organik yang tanah gambut terdiri dari
atas asam humat, asam fulvat, dan asam humin. Pengaruh pirit yaitu pada oksida pirit
yang akan menimbulkan keasaman tanah hingga mencapai pH 2 - 3. Pada keadaan ini
hampir tidak ada tanaman budidaya yang dapat tumbuh baik. Selain menjadi
penghambat pertumbuhan tanaman, pirit menyebabkan terjadinya karatan (corrosion)
sehingga mempercepat kerusakan alat-alat pertanian yang terbuat dari logam.
5. Page 5 of 18
1.1.3 Sifat Kemasaman Tanah
Terdapat dua jenis reaksi tanah atau kemasaman tanah, yakni kernasaman (reaksi
tanah) aktif dan potensial. Reaksi tanah aktif ialah yang diukurnya konsentrasi hidrogen
yang terdapat bebas dalam larutan tanah. Reaksi tanah inilah yang diukur pada
pemakaiannya sehari-hari. Reaksi tanah potensial ialah banyaknya kadar hidrogen dapat
tukar baik yang terjerap oleh kompleks koloid tanah maupun yang terdapat dalam
larutan. Sejumlah senyawa menyumbang pada pengembangan reaksi tanah yang asam
atau basa. Asam-asam organik dan anorganik, yang dihasilkan oleh penguraian bahan
organik tanah , merupakan konstituen tanah yang umum dapat mempengaruhi
kemasaman tanah. Respirasi akar tanaman menghasilkan C02 yang akan membentuk
H2CO3 dalam air. Air merupakan sumber lain dari sejumlah kecil ion H+. Suatu bagian
yang besar dari ion-ion H+ yang dapat dipertukarkan H.
H—Lempung = H+H
Ion-ion H+ tertukarkan tersebut berdisosiasi menjadi ion-ion H+ bebas. Dcrajat ionisasi
dan disosiasi ke dalam larutan tanah menentukan khuluk kemasaman tanah. Ion-ion H+
yang dapat dipertukarkan merupakan penyebab terbentuknya kemasaman tanah
potensial atau cadangan. Besaran dari kemasaman potensial ini dapat ditentukan
dengan titrasi tanah. Ion-ion H+ bebas menciptakan kemasaman aktif. Kemasaman aktif
diukur dan dinyatakan sebagai pH tanah. Tipe kemasaman inilah yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman.
1.1.4 Pengukuran pH Tanah
Keasaman dalam larutan itu dinyatakan sebagai kadar ion hidrogen disingkat dengan
[H+], atau sebgai pH yang artinya –log [H+]. Dengan kata lain pH merupakan ukuran
kekuatan suatu asam. pH suatu larutan dapat ditera dengan beberapa cara antara lain
dengan jalan menitrasi lerutan dengan asam dengan indikator atau yang lebih teliti lagi
dengan pH meter.pH berkisar antara 10-1 sampai 10-12 mol/liter. Makin tinggi
6. Page 6 of 18
konsentrasi ion H, makin rendah –log [H+] atau pH tanah, dan makin asam reaksi tanah.
Pada umumnya, keasaman tanah dibedakan atas asam, netral, dan basa. Ion H+
dihasilkan oleh kelompok organik yang dibedakan atas kelompok karboksil dan
kelompok fenolTipe keasaman aktif atau keasaman actual disebabkan oleh adanya Ion
H+ dalam larutan tanah. Keasaman ini diukur menggunakan suspensi tanah-air dengan
nisbah 1 : 1; 1 : 2,5; dan 1 : 5. Keasaman ini ditulis dengan pH (H2O). Tipe keasaman
potensial atau keasaman tertukarkan dihasilkan oleh ion H+ dan Al3+ tertukarkan yang
diabsorbsi oleh koloid tanah. Potensial keasaman diukur dengan menggunakan larutan
tanah-elektrolit, pada umumnya KCl atau CaCl2. Karena ion H dan Al yang diabsorbsi
koloid tanah dalam keadaan seimbang (equilibrium) dengan ion H+ dalam larutan tanah
maka terdapat hubungan yang dekat antara kejenuhan (H+Al) dan pH, demikian juga
dengan persentase kejenuhan basa pada pH. Tanah yang ekstrem asam dengan (H+Al)
mendekati 100% kurang lebih mempunyai pH sama dengan asetat pH 3,5 Keasaman
(pH) tanah diukur dengan nisbah tanah : air 1 : 2,5 (10 g tanah dilarutkan dengan 25 ml
air) dan ditulis dengan pH2,5(H2O). Di beberapa laboratorium, pengukuran pH tanah
dilakukan dengan perbandingan tanah dan air 1 : 1 atau 1 : 5. Pengukuran pada nisbah
ini agak berbeda dengan pengukuran pH2,5 karena pengaruh pengenceran terhadap
konsentrasi ion H. Untuk tujuan tertentu, misalnya pengukuran pH tanah basa,
dilakukan terhadap pasta jenuh air. Hasil pengukuran selalu lebih rendah daripada
pH2,5 karena lebih kental dan konsentrasi ion H+ lebih tinggi. Pengukuran pH tanah di
lapangan dengan prinsip kolorimeter dengan menggunakan indikator (larutan, kertas
pH) yang menunjukkan warna tertantu pada pH yang berbeda. Saat ini sudah banyak
pH-meter jinjing (portable) yang dapat dibawa ke lapangan. Di samping itu, ada
beberapa tipe pH-meter yang dilengkapi dengan elektroda yang secara langsung dapat
digunakan untuk pH tanah, tetapi dengan syarat kandungan lengas saat pengukuran
cukup tinggi (kandungan lengas maksimum atau mungkin kelewat jenuh). Kesalahan
pengukuran dapat terjadi antara 0,1 – 0,5 unit pH atau bahkan lebih besar karena
pengaruh pengenceran dan faktor – faktor lain. Untuk mengukur pH basa kuat di
lapangan, indikator fenolptalin (2 g indikator fenolptalin dalam 200 ml alkohol 90%)
7. Page 7 of 18
yang tidak berwarna sangat bermanfaat karena akan berubah menjadi ungu sampai
merah pada pH 8,3 – 10,0. Kondisi yang sama dalam pengukuran pH di lapangan pada
kondisi luar biasa asam digunakan indikator Brom Cresol Green (0,1 g dilarutkan dalam
250 ml 0,006 N NaOH) yang berubah menjadi hijau sampai kuning pada pH 5,3 dan lebih
rendah daripada 3,8. Untuk mengetahui pH tanah di lapangan, secara umum dapat
digunakan indikator universal (campuran 0,02 g metil merah, 0,04 g bromotimol blue,
0,04 g timol blue, dan 0,02 g fenolptalin dalam 100 ml alkohol encer (70%)).
8. Page 8 of 18
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hubungan Reaksi Tanah (pH) dengan Kelarutan Ion
a. Tanah Mineral Asam
Tanah mineral masam mencakup sekitar 29 % dari luas lahan olahan di Indonesia. Lebih
dari 80 % dari tanah ini terdapat di daerah dengan topografi datar sampai bergelom-
bang dimana perluasan lahan untuk tujuan pertanian sangat dimungkinkan
(Notohadiprawiro, 1983). Persoalan utama pada tanah ini adalah kekahatan akan hara P
(Radjagukguk, 1983; Sudjadi, 1984). Kekahatan P ini disebabkan oleh tingginya jerapan P
yang biasanya berkaitan erat dengan tingginya kandungan oksida-oksida besi dan
aluminium di dalam tanah (Widjaya-Adhi et al., 1986, Adiningsih dan Rochayati, 1990).
Dari aspek reaksi jerapan arti penting dari oksida-oksida besi adalah pada luas
permukaan yang tinggi dan ketergantungan muatan pada pH. Dengan kehadiran air, ion
Fe yang berada pada permukaan kristal akan bereaksi dengan molekul air (Breeuwsma,
1973). Jumlah air yang dijerap meningkat dengan meningkatnya luas permukaan
misalnya dengan menurunnya ukuran kristal (Schulze and Schwertmann, 1984). Pada
permukaan yang terhidrasi ini tercipta muatan positif atau negatif dengan menyerap
atau melepaskan H
+
atau OH
-
yang lebih lanjut mengakibatkan berkembangnya tegangan
permukaan (surface potensial). Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa muatan
dan tegangan. Permukaan beraneka tergantung konsentrasi H
+
dan OH
-
di dalam larutan
tanah. Oleh karena itulah H
+
dan OH
-
disebut juga ion-ion penentu muatan/tegangan
permukaan (potensial determining ions). pH dimana muatan permukaan nol disebut
juga titik muatan nol (point of zero charge ~ PZC). PZC dari oksida-oksida besi berkisar
antara pH 7-9 (Borggaard, 1983). Pada tanah-tanah mineral masam dimana pH tanah
rendah (< 6) oksida-oksida besi tersebut bermuatan positif dan akan menjerap anion
untuk menjaga keseimbangan muatan permukaan dengan ikatan elektro-statik
(coulombic bonding), reaksi ini disebut juga reaksi non-spesifik tergantung hanya pada
muatan ion. Tetapi anion-anion tertentu dapat dijerap dengan kuat pada permukaan
9. Page 9 of 18
oksida-oksida besi karena anion yang terjerap tersebut menembus bidang struktur
(coordination shell) sehingga terjadi reaksi ligan (ligand exchange) dimana anion terikat
dengan ikatan covalent langsung pada kation struktural lewat gugus-gugus O dan OH.
Reaksi ini disebut juga chemisorption, spesific adsorption atau ligand exchange.
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa pada oksida besi P dijerap dengan
menggantikan dua gugus OH yang masing-masing terkoordinasikan dengan ion-ion
ferrik (Hingston et al., 1968; Atkinson et al., 1974, Bowden et al., 1977; Taylor and Elis,
1978). Kaolin telah lama dikenal akan reaktivitasnya terhadap fosfat. Oleh karena kaolin
merupakan mineral lempung yang merajai terutama pada tanah-tanah mineral masam
e.g. Ultisols, Alfisols dan Oxisols maka reaktivitasnya terhadap fosfat perlu
dipertimbangkan sebagai landasan pengelolaan P pada tanah-tanah ini. Wild (1950)
melakukan penelitian tentang reaksi fosfat dengan lempung alumino-silikat dan
berkesimpulan bahwa montmorillonit dan kaolinit menjerap P dalam jumlah yang
hampir sama apabila ukuran partikelnya serupa. Ia mengusulkan dua mekanisme
jerapan P oleh mineral-mineral lempung, yaitu pertukaran ion fosfat dengan gugus
hidroksil pada lapisan gibbsite dan/atau sebagai anion tertukarkan yang mengimbangi
muatan positif hasil protonasi ion. Muljadi et al. (1966) berkesimpulan bahwa isotherm
jerapan P adalah sama untuk kaolinit, gibbsite dan pseudoboehmite, perbedaannya
adalah pada jumlah tapak jerapan. Dari uraian-uraian di atas dapatlah disimpulkan
bahwa baik oksida-oksida besi dan aluminium maupun lempung aluminosilikat, yang
merupakan komponen utama fraksi lempung tanah-tanah mineral masam, mampu
menjerap P. Meskipun demikian perlu disadari bahwa terdapat perbedaan kekuatan
ikatan jerapan yang bersumber pada perbedaan sifat ikatan antara anion fosfat dengan
oksida-oksida besi dan lempung alumino silikat.
b. Asam Organik ( Penyerapan ion aluminium oleh asam humat )
Aluminium terdapat di bumi dalam bentukmineral, batuan, dan dalam tanah. Secara
alamiah aluminium terdapat di dalam air dalam bentuk garam terlarut, koloidal,
ataupun garam yang tidak terlarut. Selain itu ion aluminium juga dapat berasal dari
buangan dan effluen dari pengolahan air yang menggunakan garam aluminium sebagai
10. Page 10 of 18
koagulan. pH 4-5, kelarutan aluminium dapat berubah dengan sangat cepat sehingga
sejumlah besar aluminium dapat terlarut pada range tersebut (Stoeppler, 1992). Adanya
pelarutan aluminium mengakibatkan peningkatan konsentrasi dalam sistem perairan,
sehingga diperlukan pengurangan kadar aluminium. Penurunan kadar aluminium dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penyerapan. Metode ini
dilakukan dengan menggunakan asam humat sebagai adsorben. Pemilihan asam humat
sebagai adsorben karena sifat dari asam humat yang sangat mudah untuk berikatan
dengan logam dan asam humat mudah terdegradasi. Zat - zat humat (asam humat)
merupakan unsure organik utama yang banyak terdapat di tanah dan gambut. Asam
humat juga terdapat di dalam lingkungan perairan yang merupakan hasil dekomposisi
zat organik dan tumbuhan mati. Asam humat diketahui berkemampuan untuk
berinteraksi sangat kuat dengan berbagai logam membentuk kompleks logam humat,
dimana hal ini berpengaruh terhadap sifat adsorpsi-desorpsi dari logam. Ikatannya
dengan ion logam adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan yang
paling penting. Asam humat mempengaruhi kualitas air dengan jalan menukar spesies,
berupa kation dari bahan-bahan organic dengan air (Manahan, 1994). Asam humat
adalah zat organik yang terdapat di dalam tanah dan gambut. Asam humat merupakan
bahan makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus fungsional seperti –COOH, –OH
fenolat maupun –OH alkoholat, sehingga asam humat memiliki peluang untuk berikatan
dengan ion logam karena gugus ini dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif
tinggi. Deprotonasi gugus-gugus fungsional asam humat akan menurunkan kemampuan
pembentukan ikatan hidrogen, baik antar molekul maupun sesama molekul dan
meningkatkan jumlah muatan negatif gugus fungsional asam humat, sehingga akan
meningkatkan gaya tolak menolak antar gugus dalam molekul asam humat. Pengaruh
tersebut akan menyebabkan permukaan partikel-partikel koloid asam humat bermuatan
negatif dan menjadi lebih terbuka dengan meningkatnya pH. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kelarutan asam humat adalah pH, yang lebih lanjut akan mempengaruhi
disosiasi gugus yang bersifat asam pada asam humat. Sehingga pada proses penyerapan
logam berat ini dipengaruhi oleh pH larutan yang merupakan salah satu faktor fisiko
11. Page 11 of 18
kimia lingkungan. Spark, dkk (1997) juga telah mengamati kelarutan asam humat yang
menunjukkan bahwa kelarutan maksimum asam humat terjadi pada pH 3 – 6, dan sisa
padatan mulai larut pada pH 8,5 yang dapat dinyatakan bahwa pada pH yang relative.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa air dari bangunan pengolahan air minum yang
menggunakan sistem koagulasi dan saringan pasir mengandung kadar alumiunim tidak
lebih dari 50 μg/L (APHA, AWWA, WPCF, 1989). Kelarutan aluminium sangat bergantung
pada pH lingkungan. Pada kondisi pH yang netral, konsentrasi ion aluminium ditemukan
cukup rendah dalam air sungai, danau, dan air laut. Sedangkan pada pH yang lebih tinggi
atau lebih rendah, kelarutan aluminium meningkat cukup besar, hal ini sangat
dipengaruhi oleh kehadiran senyawa-senyawa pengkompleks. Pada interval tinggi
(konsentrasi H+ rendah) akan meningkatkan konsentrasi -COO- yang dapat berfungsi
sebagai ligan pada asam humat. Pembentukan kompleks dan pengkelatan secara alami
juga memegang peranan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah. Pengkelatan
dapat meningkatkan mobilitas banyak kation dan akibatnya juga ketersediaannya untuk
tanaman. Pelepasan hara tanaman oleh pelapukan mineral-mineral tanah biasanya
merupakan suatu proses yang lambat. Namun pembentukan kompleks cenderung
mempercepat proses dekomposisi mineralmineral tanah dan dengan demikian
mempercepat pelepasan hara-hara terlarut. Kelompok yang paling penting dari agen
pengompleks yang terjadi secara alami adalah zat-zat humat, yaitu bahan-bahan yang
tahan degradasi yang dihasilkan selama dekomposisi dari tumbuhan yang terjadi sebagai
endapan dalam tanah, sedimen rawa, tanah humat, batu bara, atau hampir di beberapa
lokasi dimana banyak terdapat vegetasi atau tumbuh-tumbuhan yang telah hancur
(Alimin, 2005). Asam humat merupakan makromolekul organik yang berperan dalam
transport, bioavailabilitas, dan dapat mengikat beberapa logam berat. Asam humat
dapat terikat dengan ion logam, seperti Al3+ dan Fe3+ membentuk ikatan logam-HA
yang larut atau tidak larut (Manahan, 1994). Aluminium memiliki pengaruh toksisitas
pada tanaman pangan, akar pohon, biota air tawar serta terhadap manusia. Hal ini
dikarenakan kondisi asam dalam lingkungan sekitarnya. Karena kelebihan aluminium,
mengakibatkan logam ini bersifat toksik pada akar tanaman. Pengaruh utama aluminium
12. Page 12 of 18
adalah kemampuannya dalam menurunkan daya absorpsi tanaman terhadap mineral-
mineral tertentu. Sehingga dalam penelitian ini digunakan asam humat untuk menyerap
aluminium dalam larutan (Darmono, 1995).
Hasil Analisa Penentuan Waktu Kontak Optimum
Waktu kontak merupakan waktu yang dibutuhkan oleh asam humat untuk menyerap
ion Al3+. Hasil penelitian digambarkan sebagai kurva prosentase ion Al3+ yang terserap
dari larutan uji ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik penentuan waktu kontak optimum terhadap penyerapan ionAl3+ oleh
asam humat Berdasarkan Gambar 1 dapat dinyatakan bahwa waktu kontak
berpengaruh terhadap banyaknya ion Al3+ dalam larutan yang terserap oleh asam
humat. Dari kurva yang diperoleh tampak bahwa dengan bertambahnya waktu kontak
maka diperoleh prosentase ion Al3+ yangterserap semakin besar dan pada waktu
kontak yang lebih lama diperoleh kenaikan prosentase ion Al3+ yang terserap semakin
kecil (penyerapan menjadi konstan). Kecepatan kenaikan prosentase ion Al3+ yang
terserap paling besar adalah pada waktu awal penyerapan yaitu pada menit ke-15
hingga menit ke-60, dimana pada menit ke-15 prosentase ion Al3+ yang terserap
sebesar 23,74 % dan pada menit ke-60 sebesar 61,48 %. Besarnya kecepatan kenaikan
prosentase ion Al3+ yang terserap ini terjadi karena pada awal penyerapan, permukaan
13. Page 13 of 18
asam humat masih belum terlalu banyak yang berikatan dengan ion Al3+ sehingga
proses penyerapan masih dapat berlangsung efektif. Tetapi pada menit ke-60 sampai
menit ke- 75 diperoleh prosentase penyerapan yang hamper sama dengan prosentase
penyerapan pada menit ke-60 (kenaikannya relatif lambat). Pada menit ke-75 sampai
menit ke-90 terjadi peningkatan prosentase penyerapan ion Al3+. Sedangkan
prosentase ion Al3+ yang terserap paling besar terjadi pada menit ke-105 dengan
prosentase penyerapan sebesar 72,47 %. Sehingga dapat dikatakan bahwa asam humat
membutuhkan waktu kontak selama 105 menit agar dapat menyerap ion Al3+ secara
maksimal. Kemudian pada menit-menit berikutnya terjadi penurunan yang sangat kecil
terhadap penyerapan ion Al3+ dalam larutan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
diperoleh hasil penyerapan yang konstan, ini mulai terjadi pada menit ke-120 dengan
hasil penyerapan sebanyak 72,41 %. Pada keadaan ini, kapasitas penyerapan permukaan
asam humat konstan dan telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi ion Al3+
dalam asam humat dengan lingkungannya sehingga penyerapan pada waktu kontak
diatas 120 menit menjadi konstan. Jika permukaan tertutup oleh lapisan molekuler,
maka kapasitas adsorpsi telah konstan (Masduqi, 2000). Fenomena ini dapat
ditunjukkan dari pola grafik pada Gambar 1, dimana setelah mencapai waktu kontak
optimum prosentase ion Al3+ yang terserap cenderung konstan.
Hasil Analisa Penentuan pH Optimum
Asam humat merupakan senyawa makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus
fungsional seperti –COOH, –OH fenolat maupun – OH alkoholat, sehingga asam humat
memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam karena gugus ini dapat
mengalami deprotonasi pada pH yang relatif tinggi. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kelarutan asam humat adalah pH, yang lebih lanjut akan mempengaruhi
disosiasi gugus yang bersifat asam pada asam humat (Alimin, 2005). Sehingga pada
proses penyerapan logam berat ini dipengaruhi oleh pH larutan yang merupakan salah
satu faktor fisiko kimia lingkungan. Selain itu pH larutan juga berpengaruh pada
kelarutan dari ion logam dalam larutan, sehingga pH merupakan parameter yang
penting dalam biosorpsi ion logam dalam larutan (Volensky, 1990). Pada penelitian ini,
14. Page 14 of 18
analisa penentuan pH optimum larutan terhadap penyerapan ion Al3+ oleh asam humat
dilakukan dengan variasi pH sebesar 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Pemilihan range pH tersebut
dilakukan berdasarkan sifat asam humat sendiri. Dimana dalam larutan dengan pH 3,5-
9, asam humat membentuk sistem koloid polielektrolit linier yang bersifat fleksibel,
dimana asam humat cenderung mengalami deprotonasi sehingga gugus fungsional
utamanya cenderung berada dalam bentuk –COO- yang dapat bertindak sebagai ligan
dalam pembentukan kompleks. Sedangkan pada pH yang lebih rendah asam humat akan
cenderung berada dalam bentuk terprotonasi dengan gugus fungsional yang tidak
bersifat sebagai ligan (–COOH2+) dan berbentuk kaku (rigid) serta cenderung teragregasi
membentuk suatu padatan makromolekul melalui pembentukan ikatan hidrogen.
Sedangkan pada pH yang lebih tinggi akan menyebabkan ikatan hidrogen semakin
lemah sehingga agregat akan terpisah satu sama lain (Alimin, 2005).
Data dari hasil analisa penentuan pH optimum ini dapat digambarkan dengan grafik
prosentase ion Al3+ yang terserap dari larutan uji ditunjukkan pada Gambar 2.
Berdasarkan Gambar 2 dapat diamati bahwa pH larutan sangat berpengaruh terhadap
prosentase ion Al3+ yang dapat terserap oleh asam humat dalam larutan, hal ini terjadi
dikarenakan terjadinya perubahan struktur dan muatan dari ion aluminium. Dari pola
grafik yang diperoleh, terlihat bahwa pada range pH 4-7 terjadi penyerapan ion
aluminium yang cukup banyak, dengan prosentase diatas 70 %. Penyerapan optimum
terjadi pada pH 6 dengan prosentase ion Al3+ yang terserap sebesar 72,90 %.
Sedangkan pada pH yang lebih tinggi terjadi penurunan jumlah ion Al3+ yang terserap
dan penyerapan ion Al3+ paling rendah terjadi pada pH 9 dengan prosentase sebesar
56,81%.
15. Page 15 of 18
Gambar 2. Grafik penentuan pH optimum larutan pada penyerapan ion Al3+ dalam
larutan oleh asam humat. Pengaruh pH larutan terhadap besar kecilnya kemampuan
asam humat untuk menyerap ion logam berat memiliki kaitan yang erat dengan
kedudukan ionik gugus-gugus fungsinya. Karena gugus-gugus fungsi dari asam humat
dapat mengalami deprotonasi pada pH yang relatif tinggi. Deprotonasi gugus-gugus
fungsional asam humat akan menurunka kemampuan pembentukan ikatan hidrogen,
baik antar molekul maupun sesama molekul dan meningkatkan jumlah muatan negatif
gugus fungsional asam humat, sehingga akan meningkatkan gaya tolak menolak antar
gugus dalam molekul asam humat. Pengaruh tersebut akan menyebabkan permukaan
partikel-partikel koloid asam humat bermuatan negatif dan menjadi lebih terbuka serta
berbentuk linier dengan meningkatnya pH (Alimin, 2005). Pada range pH 4-7 terjadi
penyerapan ion Al3+ yang cukup banyak, dengan prosentase diatas 70 %. Hal ini terjadi
karena dalam range pH tersebut, asam humat berbentuk sistem koloid polielektrolit
yang fleksibel, dimana asam humat cenderung mengalami deprotonasi sehingga gugus
fungsional utamanya cenderung berada dalam bentuk –COO- yang dapat bertindak
sebagai ligan dalam pembentukan kompleks. Dengan adanya deprotonasi gugus
fungsiona ltersebut mengakibatkan asam humat bermuatan negatif sehingga
kemampuannya untuk berikatan dengan ion logam semakin meningkat. Pada range pH
tersebut ion aluminium berada dalam bentuk ion Al3+ (pada range pH 4-5), sedangkan
16. Page 16 of 18
pada range pH 5-7 ion aluminium cenderung berada dalam bentuk ion Al(OH)2+
(Marion, 1976). Pada pH 6 terjadi penyerapan optimum dengan prosentase ion Al3+
yang terserap sebesar 72,90 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada pH 6, semua gugus-
gugus fungsi asam humat mengalami deprotonasi dan menjadikan asam humat
bermuatan negatif sehingga memiliki kemampuan pengikatan ion logam yang
maksimum. Ion aluminium yang berikatan dengan asam humat pada kondisi pH ini
berada dalam bentuk ion Al(OH)2+. Ion aluminium yang paling banyak diserap oleh
humat adalah dalam bentuk ion Al(OH)2+, dimana bentuk ini berada pada pH 6 (Alimin
dkk,2005). Sedangkan pada pH yang lebih tinggi (pH ≥ 7) terjadi penurunan jumlah ion
Al3+ yang terserap dan penyerapan ion Al3+ paling rendah terjadi pada pH 9 dengan
prosentase sebesar 56,81 %. Hal ini terjadi karena pada pH yang tinggi menyebabkan
tingginya konsentrasi ion OH dalam larutan sehingga memberikan peluang untuk
terbentuknya endapan hidroksida logam yang sukar larut dalam air. Terjadinya reaksi
antara OH- dengan ion Al3+ membentuk Al(OH)3 sangat mungkin terjadi sehingga
sebelum berikatan dengan asam humat, ion Al3+ telah berikatan lebih dulu dengan ion
OH-. Selain itu, pada pH yang lebih tinggi akan menyebabkan semakin lemahnya ikatan
hidrogen pada asam humat sehingga agregat akan terpisah antara satu dengan yang
lain.
17. Page 17 of 18
BAB 3
KESIMPULAN
Reaksi tanah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan reaksi asam
atau basa dalam tanah. Sejumlah proses dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan
biokimia tanah yang berlansung spesifik. Pengaruh lansung terhadap laju dekomposisi
mineral tanah dan bahan organik, pembentukan mineral lempung bahkan pertumbuhan
tanaman. Pengaruh tidak lansungnya terhadap kelarutan dan ketersediaan hara
tanaman. sebagai contoh perubahan konsentrasi fosfat dengan perubahan pH tanah.
Terdapat dua jenis reaksi tanah atau kemasaman tanah, yakni kernasaman
(reaksi tanah) aktif dan potensial. Reaksi tanah aktif ialah yang diukurnya konsentrasi
hidrogen yang terdapat bebas dalam larutan tanah. Reaksi tanah inilah yang diukur pada
pemakaiannya sehari-hari. Reaksi tanah potensial ialah banyaknya kadar hidrogen dapat
tukar baik yang terjerap oleh kompleks koloid tanah maupun yang terdapat dalam
larutan.
Keasaman dalam larutan itu dinyatakan sebagai kadar ion hidrogen disingkat
dengan [H+], atau sebgai pH yang artinya –log [H+]. Dengan kata lain pH merupakan
ukuran kekuatan suatu asam. pH suatu larutan dapat ditera dengan beberapa cara
antara lain dengan jalan menitrasi lerutan dengan asam dengan indikator atau yang
lebih teliti lagi dengan pH meter.pH berkisar antara 10-1 sampai 10-12 mol/liter. Makin
tinggi konsentrasi ion H, makin rendah –log [H+] atau pH tanah, dan makin asam reaksi
tanah. Pada umumnya, keasaman tanah dibedakan atas asam, netral, dan basa.
18. Page 18 of 18
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, S and S Rochayati. 1990. Use of phospahate fertilizer in arable food crop
production in Indonesia. Center for soil and Agroclimate Research, Bogor Indonesia.
Amrani, M, DG Westfall and L Moughli. 1999. Phosphate sorption in calcareous
Moroccan soils as affected by soil properties. Commun. Soil Sci. & Plant Anal. 30: 1299-
1314.
Alimin, dkk., (2005), ”Fraksinasi Asam Humat dan Pengaruhnya pada Kelarutan Ion
Logam Seng (II) dan Kadmium (II)”, Jurnal Ilmu Dasar, 6, no. 1
http://agrica.wordpress.com/2009/01/03/pengukuran-ph-tanah
http://agrica.wordpress.com/2009/01/03/reaksi-tanah
http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.com/2009/10/sifat-kimia-tanah.html
http://ilmugambut.blogspot.com/2009/02/reaksi-tanah-ph.html