SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 102
Downloaden Sie, um offline zu lesen
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perputaran roda ekonomi yang tak menentu, berimplikasi
banyak penduduk desa atau penduduk wilayah pinggiran yang
hidup dalam keterbatasan, dan di kota pun demikian. Keadaan ini
pada titik tertentu akan menggerakkan para perempuan, termasuk
ibu rumah tangga. Para perempuan yang berstatus sebagai istri
pun berhamburan membantu suami keluar rumah.
Hal ini bukan semata-mata kemauan para perempuan atau
para istri, tapi karena tuntutan asap dapur atau beban hidupnya
yang mengharuskan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup
dirinya sendiri, bahkan juga untuk keluarga. Kompetisi hidup dan
tekanan ekonomi global dewasa ini membuat para perempuan
harus bekerja di segala bidang. Berbagai jenis pekerjaan
dilakukan mulai menjadi pembantu rumah tangga, pedagang,
buruh, pendidik, sampai menjadi anggota parlemen.
Terlepas dari latar belakang perempuan tersebut, yang
terpenting adalah bahwa mereka bekerja karena mereka
membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Sejalan dengan ini, diakui bahwa peranan perempuan dalam
lingkungan keluarga atau rumah tangga (domestik sektor) serta
2
lingkungan masyarakat (publik sektor) merupakan isu sentral yang
sering dipermasalahkan dalam konteks pemenuhan kebutuhan
dasar keluarga itu sendiri.
Pada praktiknya, jika ekonomi keluarga relatif lemah, misalnya
pendapatan suami relatif kecil, maka akan terjadi dilema. Dalam
hal ini, kalau suami keberatan atau melarang istri membantu
mencari nafkah, maka larangan itu akan menjadi kendor.
Larangan ini bisa dimaklumi sebab suami seakan-akan tidak
mampu mencukupi nafkah istrinya.
Bila istri ingin membantu suami mencari nafkah,
konsekuensinya adalah istri tersebut harus bersedia berperan
ganda. Dalam hal ini istri harus bersedia memikul tugas rumah
tangganya sebagai seorang istri dan memikul tugas sebagai
pekerja atau karyawan. Hal ini tentu berat bagi seorang
perempuan dengan kodratnya yang lemah dari sisi fisik maupun
psikis dibandingkan laki-laki. Ketika dikaitkan dengan jenis
perannya di masyarakatpun mau tidak mau harus diakui
perempuan dan laki-laki berbeda. Persoalan perempuan pun
menjadi salah satu persoalan yang penting untuk di kaji, apalagi
jika dikaitkan dengan peranannya dalam ekonomi keluarga,
masyarakat dan bahkan negara.
3
Peran perempuan di era kontemporer saat ini menjadi sangat
penting di bahas seiring dengan munculnya arus sistemik yang
mengaruskan perempuan untuk terlibat dalam menopang ekonomi
keluarga, mulai dari karena tuntutan kebutuhan pokok atau karena
kesetaraan gender yang diklaim akan menyelamatkan perempuan dari
diskrimasi di semua bidang.
Persoalan perempuan ini semakin membumi ketika dikaitkan
dengan norma agama dalam hal ini Islam, mengingat Indonesia
adalah negara dengan mayoritas muslim. Kontroversi sering terjadi
antara dunia modern yang memandang individu perempuan
berdaya dengan peran ekonominya, dengan Islam yang memiliki
cara pandang yang berbeda. Jika perempuan modern berdaya
dengan perannya dalam menopang ekonomi baik dalam keluarga,
masyarakat dan negara, Islam justru memberikan tugas utama bagi
perempuan untuk di rumah melakukan tugas rumah tangga dan
mendidik anak-anaknya.
Perbedaan ini memungkinkan terjadinya kondisi saling
menyudutkan satu dengan lain nya bahkan akan menimbulkan
kekacauan di tengah-tengah masyarakat, jika tidak disikapi benar.
Persepsi yang berkembang adalah bahwa Islam yang
menjadikan perempuan tidak menghasilkan materi (baca: ibu rumah
tangga) adalah bukti Islam tidak mendukung perempuan untuk
berdaya dalam hidup. Ini menjadikan Islamophobia berkembang di
4
tengah-tengah masyarakat. Jika ini di biarkan maka agama yang
menjadi pedoman hidup manusia akan ditinggalkan, tentu ini
berbahaya.
Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan Studi Perbandingan
tentang peran perempuan di bidang ekonomi dalam keluarga,
masyarakat, dan negara perspektif Ekonomi Islam dan Ekonomi
kontemporer.
1.2.Tujuan Penelitian
1.2.1 Memahami bagaimana peran perempuan di bidang ekonomi
dalam keluarga, masyarakat dan negara di era kontemporer.
1.2.2. Memahami pandangan Islam tentang peran perempuan di
bidang ekonomi dalam keluarga, masyarakat, dan negara.
1.3.Manfaat Penelitian
1.3.1 Manfaat teoritis ( akademik)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka khazanah
pemikiran Islam, sebagai referensi dalam menyelesaikan
persoalan yang berkaitan dengan peran perempuan di bidang
ekonomi dalam keluarga, masyarakat dan negara.
1.3.2. Manfaat praktis ( Implementasi)
Penelitian ini secara mendalam menelaah peran perempuan
di bidang ekonomi perspektif Islam sehingga semua pihak yang
5
berkepentinggan dapat menggunakan hasil penelitian ini
sebagai referensi dalam meninjau problem perekonomian yang
kaitannya dengan perempuan berdasarkan perspektif Islam.
1.4. Rumusan Masalah
1.4.1. Bagaimana peran perempuan di bidang ekonomi dalam
keluarga, masyarakat dan negara saat ini?
1.4.2 Bagaimana peran perempuan di bidang ekonomi dalam
keluarga, masyarakat dan negara perspektif Islam?
1.5.Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka batasan masalah
dari skripsi ini adalah peran perempuan di bidang ekonomi dalam
keluarga, masayarakat dan negara perspektif kontemporer dan Islam.
6
1.6.Sistematika Penulisan
BABI PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang Latar belakang masalah, rumusan
masalah, manfaat penelitian, tujuan penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi tentang landasan yang digunakan sebagai
kerangka landasan penelitian, kerangka pemikiran penulis, serta
diakhiri dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisi tentang metode penelitian, jenis penelitian, jenis
dan sumber data penelitian, metode pengumpulan data, uji validitas
data, fokus penelitian serta metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi tentang deskripsi obyek penelitian dan uraian
tentang analisis data serta pembahasan hasil penelitian.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan hasil penelitian serta saran-
saran untuk pihak terkait dalam penelitian.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Peran Perempuan Dalam Ekonomi Islam
Islam telah memposisikan perempuan di tempat mulia sesuai
dengan kodratnya. Dr.Yusuf Qardhawi pernah mengatakan,
“Perempuan memegang peranan penting dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat“. Jadi, mana mungkin keluarga dan
masyarakat itu baik jika perempuannya tidak baik”.1
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang
ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman:
14).
Manusia adalah makhluk hidup yang diantara tabiatnya
adalah berfikir dan bekerja. Oleh karena itu Islam menganjurkan
kepada pria dan wanita untuk bekerja. Islam memberikan
tanggung jawab nafkah kepada laki-laki dan me-mubah-kan
1
https://googleweblight.com/i?u=https://www.coursehero.com/file/p3khokap/Yusuf-Qardhawi-
pernah-mengatakan-Perempuan-memegang-peranan-penting-dalam/&hl=id-ID ( diakes 21
Agustus 2018 pukul 09.01 WIB )
8
bekerja bagi seorang perempuan. Pekerjaan merupakan salah
satu sarana memperoleh rizki dan sumber kehidupan yang layak.
Sekalipun begitu, Islam memandang bahwa kemiskinan
adalah masalah struktural, kultural dan natural karena Allah telah
menjamin rizki setiap makhluk yang telah, sedang, dan akan
diciptakannya (QS 30:40; QS 11:6).
Di saat yang sama Islam telah menutup peluang bagi
kemiskinan kultural dengan memberi kewajiban mencari nafkah
bagi setiap individu (QS 67:15). Setiap makhluk memiliki rizki
masing- masing (QS 29:60) dan mereka tidak akan kelaparan (QS
20: 118-119).
Qardhawi mengkategorikan hukum perempuan bekerja di luar
rumah atau melakukan aktivitas adalah mubah (dibolehkan) dan
dapat sebagai sunnah atau bahkan kewajiban (wajib) karena
tuntutan (membutuhkannya), misalnya pada janda yang diceraikan
suaminya, dan karena untuk membantu ekonomi suami atau
keluarga. Demikian juga dalam literatur fikih, khususnya fikih
Hambali sebagaimana yang ditulis Faqihuddin Abdul Qodir, tidak
ditemukan adanya larangan perempuan bekerja selama ada
jaminan keamanan dan keselamatan, karena bekerja adalah hak
setiap orang.
9
Walaupun begitu, Islam menetapkan dua peran penting bagi
perempuan, yaitu sebagai ibu (Al-umm) dan pengelola rumah (
rabbah al-bait).2
Ibu adalah pendidik utama dan pertama bagi para
buah hatinya. Ibu adalah peletak dasar jiwa dan karakter pada
anak. Ibu mempersiapkan anak menjadi generasi yang shaleh dan
bertaqwa.
Sebagai seorang pengurus rumah tangga, perempuan juga
dimuliakan. Lihat bagaimana jawaban Rasulullah SAW saat Asma‟
binti Yazid menyampaikan kebimbangannya apakah peran istri
dirumah akan sama dengan peran laki-laki ? Rasulullah SAW
bersabda :
“ Pahamilah wahai perempuan, dan ajarkanlah kepada para
perempuan dibelakangmu. Sesungguhnya amal perempuan bagi
suaminya, meminta keridloan suaminya dan mengikuti apa yang
disetujui suaminya, setara dengan amal yang dikerjakan oleh
kaum laki-laki seluruhnya”.
Tatkala kaum perempuan khususnya muslimah, mengabaikan
peran sentralnya sebagai seorang ibu dan pengelola rumah, maka
kerusakan dan kekacauan peradaban menjadi ancaman yang
nyata.
Kodrat perempuan adalah menjadi ibu yang menyayangi dan
selalu mendampingi anak-anaknya. Ibu bahagia dicintai dan
2
Abu Fuad,Penjelasan kitab sistem pergaulan dalam islam ( Bogor : Pustaka Thariqah Izzah, 2017)
hal 36
10
dibutuhkan anak-anaknya. Seorang ibu mendidik dan menempa
anak-anak untuk mampu menghadapi kehidupan. Mendidik anak
semacam ini tidak dapat dilakukan paruh waktu atau sambilan
semata. Ia membutuhkan curahan waktu, pikiran, tenaga dan
usaha keras.
Upaya menyempurnakan fungsi keibuan ini, Islam telah
menetapkan serangkaian hukum-hukum praktis, seperti hukum
seputar kehamilan, penyusuan, pengasuhan, perwalian, nafkah
sampai pada batasan hukum perempuan ketika harus bekerja
keluar rumah.
Islam membolehkan perempuan hamil dan tidak berpuasa di
bulan Ramadhan, untuk menjamin bayinya tumbuh sempurna. Ibu
yang sedang menyusui untuk menyempurnakan penyusuan dua
tahun juga boleh tidak berpuasa. Namun mereka wajib meng-
qadla-nya nanti saat telah lapang dari kehamilan dan penyusuan.
Pengasuhan anak merupakan hak sekaligus kewajiban ibu sampai
anak menginjak usia tamyiz. Dengan demikian anak mendapatkan
kasih sayang dan pendidikan dari ibu sehingga ia bisa tumbuh
berkembang secara sempurna.
Dalam hal perekonomian perempuanpun dibolehkan
berperan asalkan masih dalam koridor hukum-hukm Islam.
“ Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah
kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. Bagi
laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan; dan bagi
11
perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan,
dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. ( An-Nisa
: 32 )
Dengan Islam perempuan mendapatkan kebebasan dalam
melakukan berbagai kegiatan ekonomi dan kemandirian dalam
mengelola harta miik pribadinya. Untuk pertama kalinya dalam
sejarah peradaban umat manusia, Islam menganugerai kaum
perempuan hak-hak sebagai sebuah entitas ekonomi. Sejak saat
itulah, kaum perempuan berhak sepenuhnya menguasai,
mengelola, mewarisi, mendistribusikan, serta menjual harta benda
miliknya sebagaimana yang ia kehendaki.3
Harta benda akan
selalu berada di bawah kekuasannya; perkawinan maupun
perceraian tidak akan mengubah realitas tersebut.
Hukum-hukum Islam berikut prakteknya yang berkaitan
dengan hak-hak ekonomi kaum perempuan, jauh lebih maju
daripada tuntutan kesetaraan hukum-hukum perempuan yang
muncul di tengah-tengah masyarakat Kontemporer saat ini. Islam
menetapkan hak-hak tersebut bagi kaum perempuan sejak 14
abad yang lalu, jauh sebelum konsep kesejahteraan hak di
rumuskan oleh para pemikir atau dikampanyekan di negeri-negeri
Islam saat ini.
Di Barat, kemunculan kaum perempuan dalam era
perekonomian, baru terjadi pada masa dua perang dunia yang
3
Ibid hal 50
12
lalu, dimana sebagian besar kaum laki-laki terkena wajib militer
untuk menghadapi peperangan, sehingga kebutuhan tenaga kerja
di sektor perekonomian dalam keadaan yang sangat genting,
sehingga tidak ada pilihan lain kecuali mengajak kaum perempuan
untuk pergi meninggalkan rumah.
Namun demikian, tetap saja dibutuhkan perjuangan yang
sangat berat dan upaya yang luar biasa- yang acapkali diwarnai
dengan berbagai kekecewaan dan rasa sakit hati-untuk membuat
kaum perempuan memiliki kedudukan dan status ekonomi yang
setara. Bahkan sampai sekarang, kaum perempuan Barat secara
ekonomi masih terikat denggan suaminya, yang dapat menuntut
sebagian pendapatan istrinya untuk mencukupi berbagai
kebutuhan rumah tangga; dan manakala terjadi perceraian, suami
dapat menuntut sebagian dari harta simpanan istrinya.
Sebaliknya, seorang muslimah berhak atas nafkah dari
suaminya, terlepas dari sebesar apapun harta yang ia miliki.
Sementara itu, ketika ia masih anak-anak, perempuan berhak atas
nafkah dari ayahnya dan saat perempuan tua renta, maka juga
berhak mendapatkan nafkah dari anak-anaknya.
Kaum muslimah tidak harus menanggung beban menafkahi
diri mereka sendiri, mereka pun berhak membelanjakan harta
yang menjadi miliknya sesuai keinginannya.
13
Dalam perkara pewarisan, kaum muslimah memang hanya
mendapatkan setengah bagian dari harta warisan yang diberikan
kepada laki-laki. Aturan ini - oleh para feminis - kerapkali dikutip
sebagai salah satu contoh ketidakadilan Islam terhadap kaum
perempuan. Faktanya, ketentuan ini lebih berfungsi sebagai
jaminan akan adanya harta warisan bagi kaum perempuan. Pada
kondisi beberapa masyarakat, termasuk masyarakat jahiliyah Arab
sebelum Islam, harta kekayaan yang semestinya diberikan kepada
para ahli waris, justru didistribusikan berdasarkan wasiat tertulis,
yang dalam banyak kasus sangat merugikan kaum perempuan
dan orang-orang yang berada pada posisi yang lemah. Demikian
pula yang terjadi di berbagai belahan dunia hingga saat ini.
Maka Islam menetapkan sebuah aturan, yang bisa dikatakan
seperti suatu “ wasiat yang baku”. Al-quran menyebutkan hukum-
hukum Islam seputar pewarisan dan menetapkan bahwa kaum
perempuan mempunyai hak waris atas milik suami, ayah, maupun
saudara laki-lakinya.
“ Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak
dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula )dari
harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit ataupun
banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” ( An-Nisa : 7 )
Alasan kenapa kaum laki-laki mendapatkan porsi dua kali lebih
banyak dari harta warisan yang diberikan kepada kaum
14
perempuuan tidak lain disebabkan karena laki-laki
bertanggungjawab untuk menafkahi perempuan yang menjadi
tanggungjawabnya. Seorang laki-laki bisa jadi bertanggungjawab
untuk menafkahi ibunya, saudara perempuannya maupun kerabat
perempuan lainnya.
Sementara itu, perempuan berhak mengelola harta warisan
yang menjadi bagiannya sesuai kehendaknya; namun mereka
sama sekali tidak berkewajiban menafkahi siapapun termasuk diri
sendiri.
Kalau konsep ini dipahami dengan benar, niscaya keadilan
Islam akan tampak jelas tergambar di benak seluruh umat
manusia.
Begitulah, Islam telah memberikan hak hak kepada kaum
perempuan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk
diantaranya beberapa hak yang sampai saat ini belum dinikmati
oleh kaum perempuan di masyarakat lainnya.
Berbagai contoh hukum Islam yang sering menjadi hujatan
banyak orang karena dianggap tidak adil, bila diamati dan dikaji
lebih cermat ternyata terbukti lebih menguntungkan kaum
perempuan. Bahkan bisa di bilang bahwa hukum-hukum Islam
tersebut memberikan kedudukan yang istimewa bagi kaum
perempuan.
15
2.2. Peran Perempuan Dalam Ekonomi Kapitalis4
Peran ibu mempunyai kedudukan yang berbeda di
masyarakat Barat. Kapitalisme telah mengubah begitu banyak
aspek struktur alamiyah keluarga. Kapitalisme telah
mempengaruhi pola pengasuhan anak, tanggungjawab orang tua,
dan pemeliharaan orang-orang lanjut usia. Perekonomian Inggris
sebelum masa revolusi industri bersandar pada hasil-hasil
pertanian, produksi barang-barang kerajinan, dan sebagainya.
Kegiatan perekonomian pada masa itu di kelola oleh rumah
tangga. Seluruh anggota keluarga, laki-laki dan perempuan, tua
maupun muda, semua memberikan kontribusinya pada kegiatan
produksi.
Akan tetapi, industrialisai telah mengubah pola produksi
dari kegiatan rumah tangga menjadi kegiatan di pabrik-pabrik,
took-toko, dan kantor-kantor. Maka, pengertian “ rumah” pun
mengalami perubahan, menjadi sekedar tempat tinggal dan bukan
tempat untuk “bekerja”. Kaum perempuan pun di turunkan
statusnya hanya menjadi sekedar penjaga rumah.
Para borjuis di zaman Victoria menganggap kaum
perempuan layaknya seperti hidangan yang lezat, dan
dibebaskan dari pekerjaan-pekerjaan yang mendapatkan upah.
4
Salim Fredericks ,Invasi Politik dan Budaya ( Bogor : Pustaka Thariqah Izzah. 2004 ) hal 272
16
Namun demikian, kehidupan “hidangan lezat nan cantik” ini di
topang oleh para budak perempuan yang melakukan pekerjaan
kasar.
Kaum perempuan kelas pekerja ini membanting tulang untuk
melayani kebutuhan para bangsawan. Bagian kelas perempuan
pada zaman Victoria ini menjadi sebuah warisan yang
membingungkan bagi generasi-generasi berikutnya. Pada abad
ke 20 lalu, situasi seperti ini berubah sama sekali. Namun
demikian, paradigma berfikir masyarakat masih tetap tidak jelas.
Kebingungan masyarakat ini semakin diperparah dengan
dengan munculnya ide-ide feminisme, eksploitasi perempuan
sebagai modal untuk menjajakan produk, serta kurangnya
tantangan pemikiran yang dapat memperkokoh ideologi. Pujian
terhadap stereotip “ wanita bekerja” sesungguhnya hanya untuk
merendahkan peran ibu dan pekerjaan rumah tangga.
Pada tahun 960 an terjadi perubahan dramatis di seluruh AS.
Dalam hal ini, bangsa Amerika menjadi contoh bagi bangsa-
bangsa Barat lainnya. Orang-orang muda, para mahasiswa
khususnya, melakukan pemberontakan melawan pihak-pihak
yang dianggap selalu menekan mereka, yakni masyarakat yang
mendukung sikap orang tua mereka.
Mereka kemudian mulai menganjurkan gerakan revolusi
seksual, yang dibantu pemerintah dengan kebijakan
17
pengurangan sensor, penggunaan pil KB yang lebih longgar, dan
legalisasi aborsi. Individualisme yang tanpa kendali itu merusak
nilai-nilai keluarga. Masyarakat mulai mengabaikan ikatan
pernikahan dan mengurangi jumlah anak yang dimiliki.
Tingkat perceraian meroket hingga mencapai setengah dari
angka pernikahan setiap tahunnya. Angka aborsi juga
meningkat, demikian pula angka kelahiran bayi di luar ikatan
pernikahan.
Sementara itu, keadaan ekonomi yang disebut sebut sebagai
ukuran tinggi rendahnya derajat perempuan juga mengalami
perubahan. Perempuan memiliki tanggungan anak yang lebih
sedikit dan mulai membebaskan diri dari tugas-tugas rumah
tangga.
Pertumbuhan sektor jasa yang terjadi pasca perang dunia
dua membantu tercapainya bentuk-bentuk pekerjaan baru yang
dapat dilakukan baik oleh laki-laki atau perempuan. Di Inggris,
hampir 90 % lapangan kerja baru yang di buka sejak tahun 1970
dikuasai oleh kaum perempuan ( Johan dan Borrill, 1993).
Apabila kaum perempuan belum meraih kekuasaan
ekonomi, dengan cara menerjunkan diri ke dunia kerja, maka
gerakan feminis tidak akan benar-benar berhenti. Padahal ,
sistem yang berlaku baru bisa memberikan berbagai hak setelah
kaum perempuan menjadikan diri mereka sebagai kontributor
18
utama dalam perekonomian. Hak hak tersebut, bukan sesuatu
yang bisa diperjuangkan atau diminta. Sebagaimana hak-hak
tersebut kini diberikan masyarakat Barat yang misoginistik (
membenci perempuan ) semata mata hanya untuk
menenangkan dan meredam tuntutan kaum perempuan.
Padahal, ini sama sekali tidak sesuai dengan sifat dasar
manusia. Anak-anak diasuh oleh orang asing. Seorang ibu
bekerja seharian penuh ( full time, sambil berperan menjadi
orang tua). Untuk itu, ia harus menghabiskan ¾ penghasilannya
untuk membayar biaya perawatan anak, yaitu membayar orang
asing yang mengasuh anak-anaknya.
Inilah perempuan-perempuan yang sering disebut
masyarakat sebagai “supermom”. Padahal mereka ini sama
sekali tidak “super” dan tidak berhak mengaku sebagai “mom”
(ibu) dalam pengertian psikologi. Mereka sering membela diri
dengan istilah “waktu yang berkualitas”. “waktu yang berkualitas”
itu digunakan untuk menyebut waktu interaksi orang tua dan
anak yang amat singkat diujung hari, tatkala orang tua kembali
dari tempat kerjanya.
Sebagai alternatif, peran wanita sebagai ibu itu bisa
ditunda sampai diperoleh suatu kenaikan pangkat atau
keberhasilan bisnis. Hal ini bisa diraih dengan cara sterilisasi
19
sementara melalui obat-obatan kimia, atau cara-cara lain yang
dihasilkan sains modern.
“Pembekuan telur adalah suatu cara dimana seorang
perempuan bisa mengejar karirnya tanpa harus mengorbankan
keinginannya untuk memperoleh anak. Koran The Independet
mengutip kata-kata Luci seorang penulis perempuan berusia 33
tahun,” saya tidak tahu apakah saya mengingkan anak atau
tidak… saya benar-benar kesal dengan potensi ini…saya juga
berfikir bahwa banyak perempuan yang menginginkan anak
mulai merasa panik dan berkompromi dengan
pasangannya…jadi, bila saya mempunyai peluang untuk
membekukan telur saya, jelas saya mau melakukannya, saya
hanya mau merasakan apa yang dirasakan kaum laki-laki…”
2.3. Peran Negara, Masyarakat dan Keluarga dalam Ekonomi
Kapitalis
Pilar-pilar utama yang membangun ekonomi negara-negara
yang ada di dunia saat ini adalah5
:
2.3.1. Problem kelangkaan relatif ( an-nadrah an-nisbiyah ) atau
scarcity problem yang terjadi pada barang dan jasa
(good and service) yang terkait dengan kebutuhan
manusia. Dengan kata lain, barang-barang dan jasa-jasa
5
Hafidz Abdurrahman, Muqoddimah sistem ekonomi Islam-kritik atas sistem ekonomi
kapitalisme hingga sosialisme marxisme ( Bogor : Al-Azhar Press. 2014 ) hal 25
20
yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan
manusia yang terus bermunculan dan beraneka ragam.
Menurut mereka, kaum kapitalis, inilah problem ekonomi
yang dihadapi oleh masyarakat.
2.3.2. Nilai ( value ) suatu barang yang diproduksi. Inilah yang
menjadi dasar penelitian ekonomi, bahkan yang paling
banyak dikaji dalam sistem ekonomi kapitalis ini.
2.3.3. Harga ( Price ) serta fungsi yang dimainkannya dalam
produksi, konsumsi dan distribusi. Bagi mereka, harga
adalah alat pengendali dalam sistem ekonomi kapitalis.
Ciri khas sistem negara yang ada saat ini adalah menjadikan
parlemen sebagai perwakilan rakyat untuk mengambil keputusan
dalam setiap persoalan. Dari sini cara pandang terhadap suatu
persoalan akan tampak khas yaitu sangat bergantung kepada
siapa yang menduduki kursi parlemen. Bagaimana corak
kebijakan yang dihasilkan pun tidak terlepas dari beberapa hal
yang mendasarinya yaitu pemisahan agama dari kehidupan dan
menjadikan orang-orang di parlemen sebagai pembuat hukum.
Akan tetapi jika negaranya bukan negara adidaya, maka
sebetulnya kebijakan yang dihasilkan adalah hasil ratifikasi dari
kesepakatan Internasional yang di gawangi oleh PBB. Di antara
21
keterikatan negara-negara berkembang kepada PBB- dalam hal
ini IMF adalah 6
:
- Negara didorong mencari utang untuk menurunkan nilai tukar
mata uangnya (meskipun peran utama IMF adalah untuk
menstabilkan nilai tukar mata uang)
- Menghapus berbagai ongkos kepabeanan dan tarif impor yang
dipungut negara untuk melindungi produk-produk lokal, karena
menurut ideologi IMF pungutan-pungutan ini mengurangi
kompetensi Internasional, dan dengan demikian mengurangi
produktivitas negara-negara miskin.
- Memberikan kebebasan mutlak bagi masuknya dana asing ke
negara-negara miskin, yang diklaim dapat digunakan untuk
menggiatkan investasi asing dan ahli teknologi.
- Menghapuskan subsidi harga pada bahan-bahan makanan dan
berbagai kebutuhan pokok, karena IMF mengklaim bahwa
kebijakan pemberian subsidi tidak akan dapat meningkatkan
angka pertumbuhan produk domestik komoditas-komoditas
tersebut.
- Berikutnya adalah kebijakan belanja negara yang meminimal
untuk keperluan pendidikan, kesehatan, dan infranstruktur
- Menahan kenaikan upah dan pembatasan jumlah pegawai
negeri.
6
Anonim, Menyongsong sistem ekonomi anti krisis (Bogor : Pustaka Thariqah Izzah, 2009 ) hal 42
22
- Menghapuskan batasan-batasan harga.
2.4. Peran Negara, Masyarakat, dan Keluarga dalam Ekonomi Islam
Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin. Segenap aturan
yang berasal dari Islam bukan hanya diperuntukkan untuk umat
Islam tapi untuk seluruh manusia di muka bumi ini. Islam memiliki
pengaturan terhadap tatanan sosial kenegaraan untuk seluruh
masyarakat yang bernaung dibawahnya.
Termasuk dalam hal ekonomi, Islam memiliki cara pandang
mendasar yang dijadikan sebagai asas sebuah politik ekonomi yang
dijalankan :
- Pandangan bahwa setiap orang secara individual perlu
dipenuhi berbagai kebutuhannya
- Pandangan bahwa kebutuhan-kebutuhan primer setiap
manusia harus dipenuhi secara menyeluruh, setiap orang-baik
Muhammad, Hana, Fatimah, atau Virginia-harus dijamin
kehidupannya.
- Pandangan bahwa usaha mencari rezeki hukumnya
mubah/halal. Hukum ini berlaku sama bagi setiap orang-baik
Muhammad, Petrus, Fatimah maupun Juliet-sehingga terbuka
lebar jalan di hadapan setiap orang untuk memperoleh
23
kekayaan yang dikehendakinya, ia akan serius bekerja demi
meraih kemakmuran hidup.
- Pandangan bahwa nilai-nilai luhur harus mendominasi semua
interaksi yang terjadi antar individu di tengah-tengah
masyarakat.
Dengan demikian, maka masyarakat yang terbentuk adalah
masyarakat dengan corak seperti prinsip-prinsip di atas, ekonomi
berjalan di tengah-tengah masyarakat sesuai prinsip di atas.
Ketika terjadi pelanggaran atau ketidaksesuaian dengan prinsip-
prinsip diatas maka kontrol sosial dan peraturan perundang-
undangan dalam Islam yang akan menjadi hukum dan penyelesai
persoalan yang muncul. Peran negara, masyarakat dan keluarga
di bidang ekonomi perspektif islam adalah menjadikan nilai-nilai
Islam terterapkan dalam kehidupan sosial kenegaraan.
Ketika negara yang menerapkan prinsip-prinsip di atas tegak
di muka bumi ini maka hak-hak perempuanpun akan dijaga,
diantaranya :
1. Hak untuk mendapatkan warisan
2. Hak untuk memakai nama keluarganya (tidak menggunakan
nama keluarga suaminya )
3. Hak untuk mendapatkan nafkah
4. Hak untuk menentukan sendiri pasanggan hidup (suaminya)
24
5. Hak mendapatkan mahar
6. Hak terlibat dapat urusan politik
7. Hak menduduki sejumlah jabatan politik di pemerintahan
8. Hak mendapatkan pendidikan
9. Hak untuk bekerja
10. Hak untuk menjalankan sebuah perusahaan
11. Hak untuk menginvestasikan hartanya
Semua hak tersebut wajib dilindungi oleh negara yang memakai prin-
prinsip Islam.
25
TABEL 2.5
Penelitian Terdahulu
No Judul
Penelitian
Nama
Peneliti
Metodelo
gi
Penelitian
Hasil Penelitian
1. Peran
Perempuan
Dalam
Peningkatan
Kesejahteraan
Keluarga
Petani di Desa
Padangloang
Kecamatan
Patampanua
Kabupaten
Pinrang
Nurulmi(
2017)
Kualitatif
Deskriptif
Tantangan-tantangan yang
dialami perempuan di Desa
Padangloang untuk
mengembangkan perannya
bagi peningkatan
kesejahteraan keluarga
petani. yaitu; kecilnya
lapangan dan peluang kerja,
persoalan kepemilikan lahan
yang semakin terbatas,
sumber daya perempuan,
dan kemajuan fungsi
teknologi.
2. Peran
Perempuan
Terhadap
Perekonomian
Keluarga
(Studi Kasus :
Pekerja
Perempuan di
Industri Plastik
Rumahan
Primajaya
Keluruhan
Kerukut
Kecamatan
Limo Kota
Depok)
Viqih
Akbar
(2017)
Kualitatif
Deskriptif
Peran Perempuan dalam
meningkatkan perekonomian
keluarga bukan berarti
menjadi satu-satunya ujung
tombak perekonomian
keluarga melainkan hanya
membantu kekurangan
perekonomian keluarga
walaupun hasilnya tidak
sebanding dengan resiko,
usaha, maupun tenaganya
dengan berperan di dalam
maupun di luar rumah.
3. Peran
Perempuan
Dalam
Membantu
Ekonomi
Keluarga di
Desa Tanjung
Setia
Kecamatan
Pesisir Selatan
Beti
Aryani
(2017)
Kualitatif
Deskriptif
Dalam menjalankan peran
sebagai istri, ibu rumah
tangga dan juga perannya
sebagai perempuan bekerja,
para pedagang ikan tidak
melepaskan tanggung
jawabnya terhadap perannya
dalam keluarga. Sebelum
melaksanakan aktifitas
bekerja, mereka
26
Kabupaten
Pesisir Barat
mendahulukan
menyelesaikan kegiatan
rumah, seperti bersih-bersih
rumah, menyiapkan sarapan,
mencuci pakaian dan
sebagainya. Upaya yang
dilakukan para pedagang
ikan dalam menghindari
konflik keluarga yaitu dengan
membangun komunikasi
kepada internal keluarganya,
Oleh karenanya para
pedagang ikan perlu
memintak izin terlebih
dahulu, suami dan anak
dalam menjalankan kegiatan
tersebut, sehingga dalam
menjalankan aktifitas bekerja
sebagai pedagang ikan
mendapatkan dukungan
dengan baik materi maupun
moril.
4. Peran
Perempuan
Dalam
Perekonomian
Rumah
Tangga di
Dusun Pathog
Kulon,
Banjaroya,
Kalibawang,
Kulon Progo
Anisa
Sujarwa
ti
( 2013)
Kualitatif
Deskriptif
Masyarakat pedesaan seperti
di dusun Pathog Kulon, terdiri
dari keluarga menengah ke
bawah, sering kali
perempuan berperan bukan
hanya sebagai istri ataupun
seorang ibu, tetapi mereka
juga berperan sebagai
pekerja sebagai tulang
punggung keluarga yang
membantu suami mereka
dalam memakmurkan dan
menjaga kestabilan ekonomi
keluarganya.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan merupakan jenis penelitian
kualitatif. Menurut Prof Dr. Suharsimi Ari Kunto, penelitian kualitatif
adalah kegiatan penelitian yang tidak menggunakan angka dalam
mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap
hasilnya. Namun demikian tidak berarti bahwa dalam penelitian ini
tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan datanya. Yang
tidak tepat bila dalam mengumpulkan data penafsirannya peneliti
menggunakan rumus rumus statistik.7
3.2. Metode Penelitian8
Dan dilihat dari jenis teori yang digunakan, penelitian ini
menggunakan Grounded Theory. Istilah Grounded Theory pertama
kali diperkenalkan oleh Glaser & Strauss pada tahun 1967. Glaser
adalah seorang sosiolog sekaligus dosen di Colombia University dan
University of California School of Nursing. Sedangkan Strauss juga
seorang sosiolog yang bekerja sebagai Direktur Social Science
Research, Institute for Psychiatric and Psychosomatic Research and
Training.
7
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/52/4/BAB%20III.pdf ( diakses 25 Agustus 02.07 WIB )
8
https://www.perpusku.com/2016/06/pengertian-grounded-research-theory.html ( diakses 25
Agustus 01 : 55 WIB )
28
Tujuan umum dari penelitian Grounded Theory adalah: (1)
Secara induktif memperoleh dari data, (2) yang diperlukan
pengembangan teoritis, dan (3) yang diputuskan secara memadai
untuk domainnya dengan memperhatikan sejumlah kriteria evaluatif.
Walaupun penelitian Grounded Theory dikembangkan dan
digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan sosial,
penelitian Grounded Theory dapat secara sukses diterapkan dalam
berbagai disiplin ilmu. Ini termasuk ilmu pendidikan, studi kesehatan,
ilmu politik dan psikologi. Glaser dan Strauss tidak memandang
prosedur Grounded Theory sebagai disiplin khusus, dan mereka
mendorong para peneliti untuk menggunakan prosedur ini untuk
tujuan disiplin ilmu mereka.
Sehingga dapat di tarik kesimpulan bahwa jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dari jenis
teorinya adalah Grounded Theori, dan dari jenis kajiannya
menggunakan Library Research.
29
3.3. Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Data Primer
Data primer skripsi didapatkan dari wawancara dengan
akademisi di bidang ekonomi, dalam hal ini penulis
melakukan wawancara dengan Dr. Arif Firmansyah, SE - Dr.
Fahrul Ulum, S.pd - Ibu Vidya Gati, SE, ME dan Ibu Nurul
Hidayah, Lc, MEI.
3.3.2. Data Sekunder
Data Sekunder skripsi didapat dari :
a. Buku
b. Situs Internet
3.4. Uji Validitas Data
Dalam sebuah penelitian, validitas data adalah suatu hal yang
sangat penting. Sehingga perlu dilakukan uji validitas data dalam
setiap penelitian yang dilakukan. Penelitian yang penulis lakukan
berkaitan dengan peran perempuan di bidang ekonomi dalam
keluarga, masyarakat, dan negara perspektif kontemporer dan Islam
ini menggunakan uji validitas data tri Angulasi.
3.5. Teknis Analisis Data9
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode
yang representatif dalam menyelesaikan pembahasan penelitian ini.
9
http://www.menulisproposalpenelitian.com/2011/01/analisis-isi-content-analysis-dalam.html
(diakses 25 Agustus 2018 pukul 02.12 WIB )
30
Metode- metode tersebut adalah Metode Content Analisys, yaitu
penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu
informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Analisis ini
biasanya digunakan pada penelitian kualitatif. Pelopor analisis isi
adalah Harold D. Lasswell, yang mem-pelopori teknik simbol koding,
yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian
diberi interpretasi
3.6. Fokus Penelitian
Penelitian skripsi ini fokus kepada studi komparatif peran
perempuan di bidang ekonomi dalam keluarga, masyarakat dan
negara perspektif kontemporer dengan perspektif Islam.
31
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Peran Perempuan di Bidang Ekonomi Dalam Keluarga, Masyarakat
dan Negara Perspektif Kontemporer
4.1.1 Sekilas Tentang Pemberdayaan Ekonomi Perempuan
Di Era Modern seperti sekarang ini, ketika perempuan tidak
menghasilkan sesuatu dalam bentuk materi akan dianggap
tidak berdaya. Bahkan pemberdayaan perempuan menjadi arus
utama program pemerintah dalam rangka menjadikan
perempuan berdaya secara ekonomi.
Pemberdayaan sendiri berkaitan erat dengan kekuasaan,
kontrol dan pilihan seseorang. Tiga ahli ini mengungkapkan
definisi pemberdayaan perempuan sebagai berikut10
:
4.1.1.1. Linda Mayoux
Pemberdayaan merupakan perubahan , pilihan
dan kekuasaan. Ini merupakan sebuah proses
perubahan dimana individu atau kelompok dengan
sedikit atau tanpa kekuasaan memperoleh kekuasaan
dan kemampuan untuk membuat pilihan yang dapat
10
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123845-SK%20006%2009%20Agu%20u%20-
%20Upaya%20pemberdayaan-Literatur.pdf ( di akses pada 18 Agustus 2018 jam 9 : 57 AM )
32
mempengaruhi kehidupan mereka. Struktur
kekuasaan-yang memilikinya, sumber daya apa dan
bagaimana memanfaatkannya secara langsung
mempengaruhi pilihan perempuan untuk dapat
memanfaatkannya dalam kehidupan mereka
4.1.1.2. Gita Sen (1993) dalam Malholtra (2002:6)
Pemberdayaan perempuan adalah upaya untuk
mengubah hubungan kekuasaan..yang memaksa
pilihan perempuan dan serta mempengaruhi
kesehatan dan kesejahteraan
4.1.1.3. Novian (2010)
Pemberdayaan perempuan adalah upaya
pemampuan perempuan untuk memperoleh akses
dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik,
sosial, budaya, agar perempuan dapat mengatur diri
dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu
berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan
masalah, sehingga mampu membangun
kemampuan dan konsep diri. Pemberdayaan
perempuan merupakan sebuah proses sekaligus
tujuan.
33
Sebagai proses, pemberdayaan adalah
kegiatan memperkuat kekuasaan dan keberdayaan
kelompok lemah dalam masyarakat. Sebagai tujuan,
maka pemberdayaan merujuk pada keadaan atau
hasil yang ingin dicapai oleh perubahan sosial, yaitu
masyarakat menjadi berdaya.
Pemberdayaan perempuan merupakan upaya
untuk mengatasi hambatan guna mencapai
pemerataan atau persamaan bagi laki-laki dan
perempuan pada setiap tingkat proses pembangunan.
Teknik analisis pemberdayaan atau teknik analisis
Longwe sering dipakai untuk peningkatan
pemberdayaan perempuan khususnya dalam
pembangunan. (Muttalib, 1993)11
.
Pengertian yang disampaikan oleh beberapa
ahli di atas bisa di tarik benang merah, bahwa setiap
orang berhak mengambil pilihan, memiliki kekuasaan,
dan kontrol atas apa yang akan di jalani dalam rangka
mencari yang terbaik untuk dirinya, keluarganya dan
orang-orang di sekitarnya, dalam hal ini juga
perempuan. Akan tetapi jika pemberdayaan ini tidak
11
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123845-SK%20006%2009%20Agu%20u%20-
%20Upaya%20pemberdayaan-Literatur.pdf ( di akses pada 18 Agustus 2018 jam 9 : 57 AM )
34
disesuaikan dengan kemampuan diri objek
pemberdayaan maka pemberdayaan yang dilakukan
ibarat pemberdayaan semu yang tidak ada hasilnya.
4.1.2. Diskriminasi Perempuan di Bidang Ekonomi Menjadi Dasar
Pemberdayaan Perempuan
Anggapan adanya diskriminasi di bidang ekonomi
terhadap perempuan menjadi dasar upaya pemberdayaan
ekonomi perempuan. Tidak bisa dipungkiri kemiskinan yang
dialami perempuan saat ini, menunjukkan bahwa perempuan
adalah anggota masyarakat yang sering tidak beruntung
dan menerima ketidakadilan di bidang ekonomi. Baik
perempuan sebagai istri yang menjalankan tugas domestik
maupun sebagai kepala rumah tangga.
Jika perempuan sebagai seorang istri dengan kondisi
ekonomi suami yang sulit, maka perempuan tentu akan
terkena imbasnya. Dari situlah muncul upaya para
perempuan pada perjuangan gender yang lebih strategis,
masif sampai masuk ke dalam ranah politik.
Berdasarkan hal tersebut, maka ide utama
pemberdayaan perempuan bermuara dari konsep arus
35
pengutamaan gender, kesetaraan gender dan keadilan.
( Mayoux 2005a :3)12
.
Dari sini muncul pengarusutamaan gender yang
merupakan upaya integral agar perempuan memahami dan
turut serta dalam proses desain, implementasi, monitoring,
dan evaluasi di setiap kebijakan yang di buat dalam berbagai
bidang , baik politik, ekonomi maupun sosial budaya. Ide
dasarnya adalah agar perempuan bisa menyuarakan hak-
haknya dan aspirasi dalam setiap lini kehidupan termasuk
dalam bidang ekonomi.
Perempuan disini bukan hanya sebagai obyek,
pengamat semata, akan tetapi menjadi subjek di setiap
aktivitas pembangunan. Ini sejalan dengan pendapat Sen
yang mengungkapkan bahwa perempuan sebagai agent of
change memiliki peranan penting dalam upaya mengurangi
kemiskinan.
Lebih lanjut Mayoux mengutarakan bahwa kesetaraan
gender adalah suatu kondisi dimana perempuan memperoleh
keadilan dan kesempatan yang sama, dimana gender tidak
lagi dijadikan sebagai alasan untuk mendiskriminasi
12
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123845-SK%20006%2009%20Agu%20u%20-
%20Upaya%20pemberdayaan-Literatur.pdf ( di akses pada 18 Agustus 2018 pukul 9 : 57 AM )
36
perempuan dan menjadikan perempuan tidak mendapatkan
keadilan dan kesempatan sebagaimana laki-laki.
Word Bank ( 2001) mendefinisikan kesetaraan gender
sebagai istilah kesetaraan untuk mendapatkan perlindungan
hukum, kesetaraan kesempatan ( termasuk mendapatkan
bonus kerja, dan kesetaraan atas akses mendapatkan sumber
daya manusia dan sumber daya produktif lainnya yang
menyediakan kesempatan ), dan kesetaraan untuk bersuara (
kemampuan untuk mempengaruhi dan berkontribusi dalam
proses pembangunan ). Kesetaraan gender menunjukkan
“kesetaraan dalam tujuan hidup bagi perempuan dan laki-laki,
mengenai kebutuhan dan minat yang berbeda, dan
memperlukan redistribusi kekuasaan dan sumber daya.”13
Sementara keadilan gender adalah “ mengetahui bahwa
laki-laki dan perempuan memiliki kebutuhan, preferensi, dan
minat yang berbeda dan bahwa kesetaraan atas hasil
mengharuskan perlakuan yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan. ( Reeves dan Baden, 2000 : 10)14
Dalam masyarakat yang setara gender, baik laki-laki
atau perempuan memiliki dan menikmati hak, status,
13
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123845-SK%20006%2009%20Agu%20u%20-
%20Upaya%20pemberdayaan-Literatur.pdf ( di akses pada 18 Agustus 2018 jam 9 : 57 AM )
14
ibid
37
tanggungjawab serta akses terhadap kekuasaan dan sumber
daya yang setara. Ini memungkinkan mereka memiliki akses
terhadap informasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan.
Ini adalah intisari dari adanya pemberdayaan.
Hingga hari ini belum ditemukan inti dari persoalan
perempuan. Memang , begitu banyak dan komplek masalah
yang dihadapi kaum perempuan. Semua itu sudah menjadi
realitas objektif yang tak terbantahkan. Kemiskinan, kekerasan
(violent), dan ketidakadilan atau diskriminasi sering disebut-
sebut sebagai persoalan krusial yang dialami kaum
perempuan dari masa ke masa. Wajar, jika muncul semacam
praduga di sebagian kalangan perempuan, bahwa perempuan
pada zaman apapun memang tak pernah diuntungkan.
Sinyalemen ini tentu bukan tanpa bukti. Berbagai fakta
sering dipakai sebagai alat analisis untuk melihat seberapa
parah persoalan yang mengungkung kehidupan kaum
perempuan. Data Badan Pusat Statistik (BPS)
memperlihatkan, sebanyak 27,77 juta penduduk Indonesia
tergolong miskin pada Maret 2017. Jumlah ini mencakup
10,64 persen dari total jumlah penduduk15
.
15
https://indonesiana.tempo.co/read/120808/2017/12/21/kadirsst/refleksi-hari-ibu-perempuan-
dan-kemiskinan (di akses 18 Agustus 2018 pukul 10:07)
38
Mudah diduga, fraksi terbesar dari kelompok miskin
tersebut adalah perempuan dan anak-anak. Data terbaru
menunjukkan, sekitar 40 persen atau 11 juta penduduk
miskin adalah anak-anak (usia 0-17)16
.
Ketika perempuan menjadi seorang kepala keluarga pun
kemiskinan perempuan tidak berkurang. Bahkan keluarga
yang dipimpin oleh perempuan justru sangat rentan terhadap
kemiskinan. Sebesar 16,12 persen atau sekitar satu juta
rumah tangga miskin pada Maret 2016 dipimpin oleh
perempuan. Selain itu, sebesar 11,03 persen atau sebanyak
1,2 juta anak miskin berasal dari rumah tagga yang dikepalai
perempuan17
.
Bayangkan, para perempuan ini harus berjuang
menghidupi rumah tangga yang rata-rata terdiri dari lima
orang. Kisah Nur Fatmawati, seorang janda asal Jember, yang
terpaksa menjadi supir truk sayuran untuk menghidupi dua
orang anaknya18
, sejatinya hanyalah potongan kecil dari
sebuah narasi besar tentang belasan juta perempuan negeri
ini yang terpaksa menjadi kepala rumah tangga.
16
Ibid
17
ibid
18
http://wow.tribunnews.com/2017/12/20/janda-ini-rela-jadi-sopir-truk-demi-hidupi-2-anaknya-
terkadang-tak-dibayar-dan-dicaci-maki (diakses 18 Agustus 2018 pukul 10.23)
39
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
mengungkapkan, pada 2015 sekitar 14,63 persen perempuan
berumur 15 tahun ke atas merupakan kepala rumah tangga.
Di pertanian yang mengandalkan kekuatan fisik dan
merupakan pusat kemiskinan negeri ini, Sensus Pertanian
2013 mencatat bahwa 2,8 juta rumah tangga tani dipimpin
perempuan.
Secara faktual, kejadian kemiskinan (head count ratio)
pada rumah tangga yang dipimpin perempuan mencapai 9,82
persen, lebih tinggi dari rumah tangga yang dipimpin laki-laki
(9,03 persen).
Masalah kemiskinan perempuan ini, tidak bisa dipungkiri
jumlahnya memang besar, bahkan persoalan tentang
perempuan dan kemiskinan ini beberapa kali diangkat sebagai
topik utama dalam konferensi wanita dunia, diantaranya pada
konferensi wanita dunia ke empat di Beijing Cina ( 1995) , yang
implementasi platform aksinya di bicarakan dalam konferensi
berikutnya pada bulan Juni 2000 di New York Amerika.19
Pemilihan topik ini tidak lain dilatarbelakangi adanya pra
anggapan bahwa perempuanlah yang paling berat memikul
19
Najmah Sa’idah dan Husnul khatimah, Revisi politik perempuan (Bogor : IDeA Pustaka Utama
,2003 ) hlm. 26.
40
beban kemiskinan, sementara pada saat yang sama, mereka
tidak dapat mengakses kesempatan ekonomi, pemilikan lahan,
dan hak yang lainnya.
Kemiskinan perempuan ini menjadikan persoalan
diskriminasi perempuan sebagai isu pokok dalam perbincangan
seputar persoalan perempuan. Diskriminasi ini juga ditengarai
terjadi di hampir semua aspek kehidupan, baik budaya, sosial,
ekonomi, maupun politik. Dalam aspek budaya keberadaan
kultur yang membatasi peran perempuan di sektor publik dan
sekaligus memaksa perempuan untuk merasa puas berkutat di
lingkungan domestik dianggap sebagai bentuk diskriminasi
terselubung terhadap perempuan. Bahkan kalangan feminis
sampai menganggap bahwa lembaga perkawinan
sesungguhnya merupakan alat penindasan atas perempuan.
Sehingga jelas di sektor ekonomi pespektif kapitalis ini ,
dianggap terjadi diskriminasi ketika perempuan dibatasi pada
pekerjaan stereotip yang biasanya memberikan imbalan jasa
yang rendah atau adanya konsentrasi tenaga kerja perempuan
di sektor informal sebagai pekerja keluarga yang tidak diupah.
Ketika kaum perempuan bisa terlibat dalam pekerjaan
pekerjaan formal, isu diskriminasi tingkat upah dan peluang
karir pun menjadi terkemuka. Untuk masalah upah misalnya,
41
tanpa alasan yang jelas pekerja perempuan harus dipaksa
merasa puas menerima upah yang jauh lebih rendah
dibandingkan dengan upah yang diterima oleh laki-laki ( untuk
kasus Indonesia yakni hanya 65-70 % dari upah laki-laki),
padahal tingkat produktivitas dan jam kerja keduanya nya
sama.
Adapun secara makro ketimpangan ekonomi ini tampak
pengaruhnya pada tingkat perolehan penghasilan perempuan
yang hanya mencapai 25,3 % dari total penghasilan yang
diterima oleh tenaga kerja. Sementara diskriminasi peluang
karir terwakili oleh gambaran penempatan posisi administrator
dan manager perempuan yang hanya sebesar 6,6 % dari total
tenaga kerja yang menempati posisi-posisi yang dimaksut20
.
Dalam aspek politik persoalan diskriminasi sering
diarahkan pada masalah minimnya kesempatan bagi
perempuan untuk duduk dalam posisi strategis di
pemerintahan, parlemen , parpol, ormas maupun organisasi
publik lain. Sebagai contoh persentase perempuan yang duduk
di parlemen di Jepang hanya sebesar 6,7 % dan di Singapura
hanya 3,7 %, di Amerika yang liberal juga hanya 10,3 %.
20
Ibid hlm 27
42
Di Indonesia sendiri kondisinya dianggap masih lebih
baik daripada negara-negara tersebut, yaitu 12,2%. Pada
tataran selanjutnya, persoalan diskriminasi peran politik
perempuan inilah yang sering muncul ke permukaan dan
menjadi topik yang paling hangat dibicarakan. Bahkan, bisa
dikatakan, isu ini menjadi isu strategis yang saat ini menjadi
agenda pokok perjuangan para pembela hak–hak perempuan
dimanapun adanya.
Inilah gambaran “suram” potret nasib perempuan yang
kian didramatisasi oleh penisbatan berbagai istilah “persoalan
perempuan”. Kemiskinan, kekerasan, diskriminasi, seolah
menjadi lekat dalam setiap perbincangan mengenai
perempuan. Bahkan sampai muncul kesan bahwa persoalan-
persoalan di atas seolah memang hanya mutlak menjadi “milik”
kaum perempuan. Padahal, sedramatis itukah , sehingga layak
disimpulkan bahwa dunia benar-benar tidak pernah memihak
kaum perempuan.
4.1.3. Gerakan Feminisme Sebagai Solusi
Diakui bahwa banyaknya persoalan perempuan memang
telah memunculkan simpati yang sangat besar bagi sebagian
kalangan. Simpati ini kemudian terkristal menjadi sebuah
„kesadaran” untuk memperjuangkan nasib mereka dengan
43
cara atau metode tertentu. Gerakan dalam “kesadaran” inilah
yang kemudian dikenal dengan istilah feminisme21
.
Gerakan feminisme sesungguhnya berangkat dari
asumsi kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya
ditindas dan dieksploitasi. Oleh karena itu, harus ada upaya
menolak penindasan dan pengeksploitasian tersebut.
Oleh karena itu pula, feminisme juga sering
didefinisikan sebagai suatu “kesadaran” akan penindasan
dan eksploitasi terhadap perempuan yang terjadi baik dalam
keluarga, di tempat kerja maupun di masyarakat serta
adanya tindakan sadar oleh laki-laki maupun perempuan
untuk mengubah keadaan tersebut.
Menurut definisi ini, seseorang yang mengenali adanya
diskriminasi atas dasar jenis kelamin dan dominiasi laki-laki
dan sistem patriaki, lalu dia sekaligus melakukan suatu
tindakan untuk menentangnya, maka dia dikatakan sebagai
seorang feminis.
Hanya saja, sebagaimana ide maupun gerakan yang
lain , feminisme sesungguhnya bukan pemikiran atau aliran
yang tunggal melainkan berdiri dari berbagai ideologi,
21
Najmah Sa’idah dan Husnul, Khatimah Revisi politik perempuan ( Bogor : IDeA Pustaka. 2003 )
hlm. 31.
44
paradigma serta teori yang dipakai oleh mereka masing-
masing. Inilah yang menyebabkan antara kelompok
feminism yang satu dan yang lain memiiki kesimpulan
analisis yang berbeda yang sebenarnya yang menjadi akar
dari persoalan perempuan.
Perbedaan analisis ini berimplikasi pada munculnya
perbedaan” orientasi gerak” dalam menyelesaikan persoalan
perempuan. Hanya saja sekalipun gerakan feminis datang
dengan analisis dan dari ideologi yang berbeda beda,
umumnya mereka mempunyai kesamaan kepedulian yakni
nasib perempuan.
Dari sisi sejarah, bisa dikatakan bahwa ide feminism
di awalnya lahir akibat rasa frustasi dan dendam terhadap
sejarah Barat yang dianggap tidak memihak kaum
perempuan.
Sebagaimana diketahui, dalam masyarakat feodalis (
Eropa hingga abad 18 ) , dominasi mitologi filsafat dan
teologi gereja yang cenderung sadar dengan pelecehan
feminitas, secara struktur dan kultur telah menempatkan
perempuan pada posisi yang sangat rendah, tak lebih dari
sekedar sumber godaan dan kejahatan, tak memiliki hak dan
terpinggirkan.
45
Ketika revolusi ilmu pengetahuan yang berintikan
sebagai pemberontakan terhadap dominasi gereja terjadi ,
sejalan dengan kontak intelektual mereka dengan
peradaban Islam, lahirkan paham liberalism sekuler, yang
kemudian memunculkan berbagai turunan semisal ide
tentang HAM (natural right).
Ide yang diklaim sebagai pemikiran John Lock ini
menyatakan, bahwa manusia pada dasarnya dengan
membawa hak asasi masing-masing, untuk hidup
mendapatkan kebebasan, dan mencari kebahagiaan.
Berkembangnya ide-ide seperti inilah yang memicu
terjadinya revolusi Perancis, akhir abad ke 18 yang
hakikatnya merupakan respon klimak terhadap dominasi
sistem feodal yang cenderung korup dan menindas rakyat di
bawah legitimasi gereja.
Revolusi yang intinya merupakan proses liberalisasi
dan demokratisasi sistem kehidupan ini ternyata tidak hanya
berpengaruh pada aspek sosial politik saja. Yakni perubahan
sistem feodalisme menjadi sistem kapitalisme sekuler, tetapi
juga ikut menginspirasi bangkitnya “kesadaran eksistensial”
kaum perempuan untuk memperjuangkan hak haknya
termasuk hak ekonomi.
46
Pada tahap awal, isu perjuangan yang mereka angkat
adalah persamaan hak untuk memilih, karena pada saat itu
kaum perempuan disamakan kedudukannya dengan anak-
anak dibawah umur yang tidak boleh mengikuti pemilu.
Kemudian pada tahun 1848 , sekitar 100 orang, yang
sebagian besarnya kaum perempuan berkumpul di Seneca
falls, New York, seraya mengucapkan sebuah deklarasi
(yakni Declaration of Sentiment) yang berisikan 15 protes
mengenai nasib perempuan, mulai dari masalah perkawinan
yang menetapkan suami sebagai kepala keluarga, masalah
hak perempuan terhadap kepemilikan properti, hingga
masalah sosial dan politik seperti partisipasi perempuan
dalam bidang kedokteran, teologi, dan hukum22
.
Inilah awal gerakan feminisme liberalis –individualis
yang percaya, bahwa akar persoalan perempuan adalah
keterbelakangan dan ketidakmampuan kaum perempuan
bersaing dengan laki-laki akibat kebodohan dan sikap
irasional mereka sendiri yang berpegang teguh pada nilai-
nilai tradisional mereka ( domain privat).
Mereka yakin bahwa partisipasi perempuan dalam
proses produksi berkorelasi positif dengan status
22
Najma Sa’idah dan Husnul Khatimah, Revisi politik perempuan ( Bogor : IDeA Pustaka. 2003 )
Hlm. 93.
47
perempuan. Artinya , bagi mereka industrialisasi dan
pembangunlah adalah jalan terbaik untuk mengangkat
status perempuan sekaligus memperkecil akibat
ketidaksamaan kekuatan biologis antara laki-laki dan
perempuan.
Mereka pun percaya bahwa agar persamaan hak laki-
laki dan perempuan dapat terjamin pelaksanaannya, perlu
tunjangan hukum yang kuat. Akhirnya mereka juga
memfokuskan perjuangannya pada perubahan undang-
undang dan hukum yang ada. Salah satu pelopor gerakan ini
adalah May Wollstonecraft (Inggirs) yang menulis A-
Vindication of the Right of Women pada tahun 179223
.
Pada perkembangan berikutnya, perubahan sosial yang
terjadi di Eropa pada abad 18 ini , yakni ketika sistem
feodalisme yang diperkukuh oleh teologi gereja diganti oleh
sistem kapitalisme, ternyata tidak serta merta merubah
kondisi perempuan, yang sejak semula memang tertindas
dan tidak lebih dari warga kelas dua, bahkan ketika
kapitalisme mampu menancapkan kuku-nya, dan menjadikan
industrialisasi sebagai penyangga utama eksistensinya,
nasib kaum perempuan justru makin terpuruk.
23
Najma Sa’idah, dan Husnul Khatimah, Revisi politik perempuan ( Bogor : IDeA Pustaka, 2003).
hlm 33
48
Pasalnya, kebijakan pembangunan kapitalistik yang
menekankan pada proses industrialisasi ini justru telah
memberikan pemgabsahan kepada kelompok minoritas
borjuis atau kapitalis yang menguasai asset asset ekonomi
untuk menindas dan memeras kaum buruh dan masyarakat
kaum bawah yang sebenarnya adalah kelompok mayoritas.
Sistem ini juga telah memberikan peluang yang besar
kepada kaum borjuis untuk menyetir berbagai kebijakan
yang dihasilkan oleh struktur kekuasan demi kepentingan
bisnis mereka. Akibatnya, fenomena kemiskinan menjadi
pemandangan merata yang menimpa mayoritas masyarakat.
Barat yang kemudian melahirkan ideologi dan gerakan
perlawanan terhadap sistem kapitalisme, yang selanjutnya
kita kenal dengan ideologi dan gerakan Sosisalisme atau
Marxisme.
Gerakan ini selanjutnya dikenal pula sebagai gerakan
pembebasan kelompok tertindas yang sekaligus
menginspirasi lahirnya feminism jenis baru yakni feminisme
Sosialis24
.
Bahkan dalam banyak hal, kaum perempuan lebih
banyak menderita daripada kaum laki laki akibat kemiskinan
24
Ibid hlm 35
49
struktural yang mengharuskan mereka terpaksa ikut
berperan dalam menopang kehidupan ekonomi keluarga.
Dalam hal ini gerakan feminisme inipun menggunakan
paradigma ideologi pembebasan yang pada intinya
merupakan teori penyandaran bagi kelompok tertindas
termasuk kaum perempuan.
Kedudukan kaum perempuan identik dengan kaum
proletar pada masyarakat kapitalis Barat, disana adanya
lembaga perkawinan adalah sebagai alat legitimasi bagi
kaum laki-laki untuk menjadikan sang istri sebagai milik
pribadi.
Di sisi lain karena secara kultural perempuan sudah
terplot untuk menempati ranah domestik yang tidak
menghasilkan sesuatu yang menghasilkan materi maka inipin
memperkuat anggapan posisi perempuan sebagai milik
pribadi suaminya. Dia terlibat hubungan kerja seksual dengan
suaminya yang cenderung akan memunculkan berbagai
bentuk penindasan atas perempuan.
Untuk mencapai masyarakat sosiali ini, harus dimulai
dari lingkup keluarga, para istri agar dibebaskan dulu agar
dirinya menjadi dirinya sendiri bukan milik suaminya. Kalau
50
sistem egaliter dalam keluarga dapat tercipta, maka inipun
akan tercermin juga dalam kehidupan sosial.
Paradigma inilah yang kemudian diterjemahkan oleh
gerakan feminisme sosiali sebagai visi perjuangannya yakni
melakukan proses penyadaran kepada kaum perempuan
bahwa mereka adalah kelompok tertindas oleh sistem kapitalis
yang partriarkal, dan karenanya mereka harus membebaskan
diri dari sistem ini. Caranya adalah dengan mendorong kaum
perempuan untuk berkiprah seluas luasnya di sektor publik
yang akan membuat mereka produktif menghasilkan materi
atau uang dan pada akhirnya memiliki posisi tawar yang tinggi
atau minimal sepadan dengan laki-laki.
Pada tataran selanjutnya, seiring dengan
berkembangan filsafat materialisme yang melahirkan gaya
hidup konsumtif, serta makin terbukanya kesempatan bagi
kaum perempuan dalam bidang ekonomi, tidak lagi hanya
didorong oleh faktor keterpaksaan.
Bahkan kaum perempuan ini menikmati kondisi yang
ada dan menjadikan keharusan mereka beralasan.
Ketergantungan mereka selama ini kepada para suami
merupakan salah satu faktor penyebab munculnya
51
penindasan dan ketidakadilan sistemik yang dialami oleh
perempuan.
Hanya saja pada tataran praktis, kaum perempuan
dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka masih terikat
dengan tanggungjawab mengurus keluarga. Oleh karena itu,
mereka mulai memandang kondisi sebagai sebuah
ketimpangan yang harus diluruskan.
Dalam hal ini perspektif yang digunakan adalah
perspektif gender yang dihubungkan dengan perbedaan
dengan jenis kelamin biologis. Mereka berpendapat, bahwa
ketidakadilan gender sesungguhnya dari perbedaan biologis
antara laki-laki dan perempuan yang termanifestasi dalam
institusi keluarga, istri terplot dengan peran kehamilan dan
keibuan “ hanya karena”dia punya Rahim. Sementara laki-
laki sebaliknya. Oleh karena itu, bagi kelompok ini,
keberadaan kaum laki-laki secara biologis dan politis pada
dasarnya merupakan bagian dari permasalahan.
Artinya, perjuangan feminispun tidak boleh berhenti
pada penghapusan keistimewaan hak berdasarkan jenis
kelamin laki-laki saja, tetapi justru harus memperjuangkan
perubahan dalam perbedaan jenis kelamin biologis itu
sendiri. Caranya tidak lain dengan mengajak kaum
52
perempuan untuk bisa hidup mandiri dan “mengenyahkan”
keberadaan laki-laki dalam kehidupan mereka, termasuk
menyerang dan menolak keberadaan institusi keluarga dan
sistem patriarkal yang dalam pandangan mereka merupakan
simbol dominasi kaum laki-laki atas perempuan.
Inilah cikal bakal munculnya ide dan gerakan feminism
radikal yang dikenal dengan gerakan women‟s lib. Gerakan
ini berkembang di Amerika Serikat pada awal akhir abad 20
an. Pada tahun 1970, gerakan ini pernah menerbitkan
sebuah notes from the second sex25
. Di dalamnya berisi
manifesto feminism radikal yang antara lain menyatakan,
bahwa lembaga perkawinan adalah lembaga formalisasi
untuk meniadakan perempuan sehinga tugas utama para
feminis radikal adalah menolak institusi keluarga,baik dalam
tataran teori maupun praktis. Sebagai alternatifnya, mereka
kemudian dengan gigih mempropagandakan kehidupan
lesbian, un-wed (melajang), free sex, teknologi cloning, serta
inseminasi buatan ke tengah-tengah masyarakat.
Gerakan ini awalnya diilhami oleh pemikiran Betty Friedan
yang tertuang dalam buku berjudul The Feminine Mystique
yang menguraikan kehidupan “ menyedihkan” kaum wanita
25
Najma Sa’idah dan Husnul Khatimah, Revisi Politk Perempuan ( Bogor : IDeA Pustaka, .2003)
hlm. 37.
53
mereka yang dituntut untuk memenuhi perannya hanya
melalui pemenuhan kebutuhan suami dan anak-anaknya26
.
Dalam bukunya dia juga mengatakan bahwa peran
tradisional perempuan sebagai ibu rumah tangga tersebut
merupakan faktor utama yang membuat perempuan tidak
berkembang kepribadiannya , oleh karena itu, menurutnya
kaum perempuan tidak harus kawin dan memiliki anak, dan
mereka dapat mengembangkan diri sebagai apa saja seperti
apa yang dilakukan laki-laki.
Setelah itu, muncul buku-buku lain yang ditulis para
tokoh feminis yang memberikan dorongan kepada kaum
perempuan untuk membebaskan diri dari kewajiban rumah
yang dianggap beban dan mensubordinasikan perempuan.
Diantaranya adalah buku The Second Sex karya Simone De
Beauvoir ( 1953/1973).
Buku memuat anjuran penulis agar kaum perempuan
tidak menikah jika mau maju dalam karirnya.
Selain itu ada juga buku Women‟s Estate karya Juliet
Mitcher (1971) yang didalamnya membahas bahwa
perempuan yang tinggal dirumah adalah the most oppressed
off all people ( orang yang paling tertindas).
26
Ibid hlm 38
54
Serta buku seksual politis karya Millett yang di
dalamnya digambarkaan bahwa ibu rumah tangga sama saja
budak (Motherhood is slavery) dan bahkan institusi keluarga
adalah lembaga syetan tua ( all age evill).
Inilah beberapa gerakan feminism di Eropa dan
Amerika , sekalipun banyak mengundang kontroversi, hingga
saat ini terus berkembang dalam berbagai aliran dan bentuk.
Apalagi sejak PBB mengangkat isu perempuan
menjadi isu global, yakni dengan mencanangkan dasawarsa
satu untuk perempuan pada tahun 1975-1985, isu isu
keperempuanan semakin mewabah dalam berbagai forum
baik di tingkat Intenasional, Nasional, Regional maupun
lokal.
Dalam hal ini, PBB , dibawah kendali Amerika, jelas
berperan besar dalam menularkan isu-isu tersebut tak
terkecuali di dunia Islam, baik melalui forum dunia yang
khusus membahas masalah perempuan seperti pada
konferensi wanita dunia di Mexico (1975), Kopenhagen
(1980), Nairobi (1985), dan Beijing ( 1995) maupun melalui
55
forum tingkat dunia seperti konferensi hak asasi manusia
atau HAM , KTT Bumi , ataupun konferensi kependudukan27
.
Bagaimanapun kaum feminis percaya bahwa
mewujudkan ide ini merupakan hal yang niscaya, bahkan
merupakan sebuah keharusan jika keterpurukan perempuan
ingin disembuhkan. Hanya saja, mereka mengakui bahwa
memperjuangkan kesetaraan gender ini tidak mudah, karena
spektrum ketidakadilan gender demikian luas, melibatkan
pemahaman individu dan masyarakat yang dikukuhkan
dengan pandangan ideologis masing-masing, termasuk
keyakinan agama serta oleh negara.
Oleh karena itu, pendekatan yang mereka gunakan
untuk memecahkan persoalan-persoalan perempuan yang di
klaim oleh mereka sebagai akibat ketidakadilan gender
adalah dengan melibatkan perempuan agar secara aktif
mengatasi persoalan sendiri. Misalkan saja melalui
keterlibatannya dalam program masyarakat atau organisasi
organisasi kemasyarakatan, peningkatan pendidikan,
maupun melalui upaya melibatkan diri dalam fungsi
kekuasan di sektor publik. Slogan “ hanya perempuan yang
tahu dan bisa mengatasi persoalan perempuan”. Seolah
27
Najmah Sa’idah dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan ( Bogor : IDeA Pustaka 2003 ).
hlm 39
56
menjadi keyword (kata kunci) dalam menyusun agenda-
agenda serta langkah-langkah pembebasan perempuan.
Inilah yang kemudian kita kenal dengan pemberdayaan
(empowerment) : suatu proses yang bertujuan untuk
merubah arah dan sifat dari kekuatan-kekutan sistemik yang
memarjinalkan perempuan dan kelompok-kelompok rentan
lainnya.
Kekuatan sistemik yang dimaksut adalah mencakup
seluruh struktur kekuasaan di berbagai level dan bidang.
Baik level pemerintahan atau negara , masyarakat, maupun
keluarga, serta dibidang politik, ekonomi, sosial-budaya,
agama, dan sebagainya.
Dengan demikian, arah pemberdayaan ekonomi
perempuan pun, mau tidak mau, harus dilakukan dengan
cara melibatkan kaum perempuan dalam berbagai aspek
dan mencakup semua level termasuk di bidang ekonomi.
Oleh karena itu, wajar jika wacana mengenai
pemberdayaan ekonomi perempuan inilah yang akhirnya
menjadi salah satu isu terpenting yang mencuat di tengah
euphoria demokratisasi, yang secara lebih jauh
memunculkan tuntutan untuk melakukan reinterpretasi atas
57
logika dasar penataan interaksi dan intrrelasi antara
perempuan laki-laki dan dunia politik.
4.1.4. Demokrasi - Kapitalisme Akar Persoalan Perempuan
Doctor Mansour Faqih menyebut bahwa gerakan
perempuan hakikatnya merupakan proses transformasi
sosial yang identik dengan proses demokratisasi. Pasalnya,
yang menjadi tujuan gerakan perempuan adalah
menciptakan hubungan antara sesama manusia secara
fundamental baru, lebih baik dan adil, dimana hal tersebut
hanya mungkin dicapai melalui cara demokratisasi28
.
Hal ini karena, menurutnya , demokrasilah yang
memungkinkan terciptanya ruang kesempatan dan
wewenang serta memungkinkan rakyat mengelola dirinya
sendiri melalui diskusi dan aksi bersama, dengan prinsip
kesamaan dan keadilan. Dari sini, dapat dipahami mengapa
para pejuang perempuan senantiasa intens terlibat dalam
barisan pejuang dmokrasi, bahkan mereka memasukkan
agenda demokratisasi sebagai salah satu agenda
perjuangan mereka.
28
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/jtptiain-gdl-s1-2006-akhmadefen-980-
BAB3_310-3.pdf ( diakses 18 Agustus 2018 pukul 12.35 WIB )
58
Sebagaimana diketahui, dalam fraksi kehidupan
masyarakat demokratis ( sementara konsep demokrasi
sendiri berasal dari istilah politik yang berarti pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat), masalah kebebasan
individu menjadi hal yang sangat ditekankan , termasuk
kebebasan mengekspresikan aspirasi politik melalui
pemberian ruang yang lebar bagi setiap individu ( termasuk
perempuan) untuk berpartisipasi dalam proses politik yang
menentukan kebijakan. Artinya, secara konseptual,
demokrasi memberikan hak partisipasi tersebut secara
mutlak kepada seluruh rakyat tanpa terkecuali.
Hanya saja karena pada faktanya konsep masyarakat
yang demokratis ini sesungguhnya tidak akan pernah
terwujud kecuali pada masyarakat Yunani kuno yang
merupakan Yunani kota dengan jumlah penduduk sangat
sedikit, maka untuk menjembatani kemustahilan ini,
demokrasi mengharuskan adanya sistem perwakilan, yang
dengan itu aspirasi individ-individu rakyat dalam masyarakat
ditampung dan di representasikan oleh wakil wakil mereka di
parlemen.
Adanya konsep perwakilan pada tataran praktisnya,
ternyata tidak mudah pula untuk diterapkan, karena secara
faktual memang tidak mungkin mempersatukan aspirasi
59
masyarakat yang multi agama, oleh karena itu dalam teori
demokrasi kitapun mengenal istilah mekanisme mayoritas
dalam proses pengambilan keputusannya, dengan asumsi
bahwa keberadaan para wakil rakyat benar benar
merepresentasikan aspirasi masyarakat secara keseluruhan.
Masalahnya seperti disinyalir oleh Alesis The Talkwin
Villey yang mencermati fakta penerapan demokrasi di
Amerika, prinsip mayoritas ini sering berubah menjadi tirani
minoritas. Akibatnya, kekuasaan mayoritas ini, mau tidak
mau, harus digandengkan dengan jaminan atas
perlindungan HAM, kebebasan , keterbukaan, dan keadilan
dalam kesetaraan29
.
Itulah mengapa saat ini kita melihat bahwa ide
kesetaraan serta kebebasan berfikir , bertindak, berpendapat
dan beragama menjadi sangat inhern dan bahkan menjadi
tolak ukur untuk menilai demokrasi tidaknya suatu
masyarakat.
Cara pandang dalam perspektif demokrasi seperti inilah
yang mendasari langka perjuangan aktivis perempuan untuk
menyelesaikan persoalan persoalan yang mereka hadapi.
Setidaknya mereka melihat bahwa demokrasi telah
29
https://blog.ub.ac.id/girsang/2013/05/28/analisa-penerapan-demokrasi-di-indonesia-dengan-
amerika-serikat/ ( diakses 18 Agustus 12.44 WIB)
60
memberikan harapan bagi kaum perempuan untuk
menentukan nasibnya sendiri. Persoalannya, kultur yang
ada selama ini mereka anggap masih kurang demokratis
sehingga tidak memberikan ruang gerak yang besar bagi
kaum perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya
berkiprah di kancah publik.
Oleh karena itu, para aktivis perempuan menjadikan
tujuan terpenting dari perjuangannya adalah membongkar
penghalang budaya yang selama ini kokoh mengurung kaum
perempuan dalam apa yang disebut sebagai wilayah
domestik sekaligus membebaskan mereka berkiprah seluas
luasnya di sektor publik. Pasalnya, bagi mereka, keberadaan
perempuanpun dalam wilayah domestik dianggap tidak
produktif secara materi yang mengakibatkan perempuan
lemah secara ekonomi, tergantung pada suami, dan ujung
ujungnya tidak memiliki bargaining position dalam proses
pengambilan keputusan, baik dalam skala mikro (rumah
tangga) maupun skala makro (masyarakat dan negara).
Cara nya tidak lain dengan melakukan berbagai upaya
strategis yang mereka anggap bisa mengubah kultur yang
tidak adil tersebut , yakni dengan masuk ke tataran
kekuasaan dan legislasi atau dengan memperkuat kontrol
dan akses aspirasi perempuan ke dalam wilayah tersebut,
61
baik dengan secara langsung menjadi anggota parlemen
atau kabinet, menjadi penguasa atau elit kekuasaan, menjadi
anggota partai politik, menjadi anggota ormas atau LSM ,
atau pun melakukan penggalangan massa dalam bentuk
demonstrasi.
Alasannya , dalam sistem demokrasi legislasi dan
kekuasan, yang secara sederhana didefinisikan sebagai
kontrol sumber daya masyarakat, merupakan aspek yang
sangat menonjol dan menentukan corak masyarakat,
sehingga terlibatnya perempuan secara politik dalam budaya
tersebut diharapkan dapat memberikan pengaruh signifikan
dalam menentukan corak masyarakat tersebut.
Hal ini terkait juga dengan logika feministik yang
diilhami oleh konsep mengenai mekanisme mayoritas yang
inhern pada sistem ini, yang menyebut bahwa jika mayoritas
kekuasaan dan legislasi dominasi oleh kaum perempuan
atau setidaknya imbang, maka dipastikan perspektif
keperempuanan akan mempengaruhi secara signifikan
dalam produk produk keputusan dan kebijakan yang
dikeluarkan. Dengan begitu , perempuan yang selama ini
menjadi objek dan bahkan menjadi korban kebijakan akan
bisa terlindungi.
62
Berkenaan dengan hal ini , Dr. Chusnul Mar‟iyah
direktur pasca sarjana ilmu politik Universitas Indonesia
menyampaikan pandangannya, bahwa perjuangan
perempuan untuk mendapatkan martabat yang setara sudah
waktunya bergeser dari sekedar mengharap isu praktis
menuju isu yang bersifat strategis, karena hanya dengan
cara ini perempuan dianggap bisa menyelesaikan
masalahnya secara struktural30
.
Memasuki wilayah strategis berarti memasuki wilayah
pengambilan kebijakan alternatif yang bersahabat dengan
perempuan. Ini cuma bisa jika perempuan ikut sebagai
pengambil kebijakan itu. Karena selama ini, perempuan tidak
pernah berdaya benar benar dalam politik. Maka perlu
affirmatipe action ( kuota perwakilan perempuan dalam
parlemen) dengan memberikan kesempatan kepada
perempuan untuk masuk ke posisi pengambilan keputusan.
Ini cuma sementara sampai perempuan mempunyai
kemampuan memadai.
Hanya saja masih menurutnya, ada beberapa kendala
yang di hadapi untuk bisa memperoleh affirmatipe action ini,
diantaranya para pengambil kebijakan yang tidak
30
Najma Sa’idah dan Husnul Khatimah, Revisi politik perempuan ( Bogor : IDeA Pustaka, 2003 )
hlm 57
63
mempunyai perspektif gender, partai-partai politik yang tidak
mendukung perempuan untuk masuk ke dalamnya, adanya
kombinasi dalam kehidupan pribadi perempuan yang
membuat mereka menanggung beban ganda secara
ekonomi, secara ideologis masyarakat masih hidup dalam
sistem patriarkal, dan media masa belum mempunyai
perspektif gender.
Untuk mengatasi hambatan kesetaraan gender tersebut
, Chusnul menawarkan solusi berupa beberapa prioritas
kerja , yakni meminimalkan konflik kekerasan yang
cenderung menjadikan perempuan sebagai korban,
perempuan harus mengambil inisiatif , membangun budaya
politik yang demokratis yang mengikutsertakan perempuan
dalam mengambil keputusan, serta pemulihan keadaan
ekonomi yang harus mengikutsertakan perempuan dengan
kesadaran tentang hak dan potensi perempuan.
Demikian, Terkristalnya keyakinan bahwa persoalan
persoalan perempuan akan terselesaikan manakala
perempuan terjun langsung ke tataran kebijakan publik dan
politis sangat dipengaruhi oleh wacana pemikiran demokrasi
kapitalistik yang kini mendominasi kultur masyarakat dunia
khususnya di Indonesia.
64
Sistem Politik yang ada lah yang menjadikan gerakan
pemberdayaan perempuan termasuk di bidang ekonomi
terus hidup dan melakukan tuntutan tuntutannya kepada
penguasa maupun kepada masyarakat luas untuk
mendukung kesetaraan gender dalam segala aspek
terutama di bidang ekonomi.
Seiring dengan terus bergejolaknya perjuangan
perempuan untuk mendapatkan haknya, maka bisa
dikatakan kemiskinan adalah persoalan terus ada dan
diakibatkan oleh penerapan Demokrasi yang sampai
sekarang masih berjalan, dalam hal ini kebebasan yang
dimiliki demokrasi itu sendiri.
Dengan kebebasan kepemilikan misalnya, siapapun (
baca : perusahaan besar) bisa melakukan privatisasi
sumber daya alam dan asset negara. Pelayanan publik jadi
ajang komersil dan rakyatlah yang paling di rugikan karena
harus membayar mahal fasilitas umum yang dibutuhkannya.
Pada hakikatnya masalah perempuan adalah bagian
dari masalah warga negara , yang penyelesaiannya tidak
boleh dibedakan dari sisi jenis kelamin. Bagi sebuah negara
setidaknya harus memandang laki-laki dan perempuan sama
dari sisi kebutuhan pokok, sama-sama memiliki hak untuk
65
bisa hidup layak, dengan begitu ada harapan
terselesaikannya persoalan kemiskinan perempuan.
Konsep Ekonomi kapitalisme berawal dari sebuah
sudut pandang bahwa manusia bebas memilih dan
mengambil keputusan tanpa ada batasan apapun. Ketika
kebebasan memilih diserahkan kepada manusia belaka
maka manfaatlah yang akan di jadikan patokan. Jika seorang
perempuan menganggap bahwa dirinya bisa meningkatkan
taraf ekonomi keluarga dengan bekerja, maka tidak ada
orang yang bisa menghalanginya karena asas kebebasan
dan karena asas manfaat. Padahal kunci terselesaikannya
permasalahan kemiskinan sistemik seperti saat ini, ada pada
pengaturan makro ekonomi negara bukan pada upaya
individu warga dalam mendapatkan pekerjaan.
Program PPPA dalam kabinet kerja merumuskan 3
prioritas kerja yang sering disebut dengan 3END (Three
Ends ). Three Ends tersebut adalah End Violence Against
Women and Children (akhiri kekerasan terhadap perempuan
dan anak), End Human Trafficking (akhiri perdagangan
66
manusia) dan End Barriers To Economic Justice (akhiri
kesenjangan ekonomi)31
.
Three Ends diharapkan dapat menjadi arah bagi para
pemangku kepentingan, baik di pusat maupun daerah dalam
melaksanakan urusan PP dan PA. Program ini digencarkan
pemerintah salah satunya karena mengingat akses
perempuan terhadap sumber daya ekonomi dianggap masih
terbatas.
Oleh sebab itu, pemerintah, melalui Kemen PPPA
berusaha memastikan kementerian dan lembaga terkait
menjalankan program pelatihan bagi perempuan pelaku
usaha. Selain itu, dalam program ini, pemerintah juga akan
berusaha memastikan setiap perempuan berhak
mendapatkan akses pemodalan melalui lembaga keuangan.
Pemerintah pun menyiapkan sistem permodalan
alternatif bagi perempuan pelaku usaha mikro, salah satunya
adalah bank. Hasil pencapaian dari program ini sudah tentu
adalah dengan adanya banyak perempuan yang dianggap
berdaya secara ekonomi baik berwirausaha ataupun berkarir
di perusahaan besar.
31
http://sinarharapan.net/2017/04/kpppa-perlu-sinergi-dengan-pkk-dukung-program-three-
ends/ ( diakses 19 Agustus 2018 pukul 11.55 WIB )
67
Hal ini membuktikan kembali bahwa negara memiliki
peran yang sangat besar dalam hal upaya pemberdayaan
ekonomi perempuan yang ada. Corak perekonomian
perempuan sangat dipengaruhi oleh nuansa kebijakan yang
dihasilkan sistem politik yang diterapkan dalam hal ini
demokrasi kapitalisme. Akan tetapi jika kebijakan yang
diambil justru tidak solutif –tidak menyentuh akar masalah
maka akan semakin memperparah kondisi perekonomian
perempuan yang ada.
4.2. Peran Perempuan di Bidang Ekonomi Dalam Keluarga, Masyarakat
dan Negara Perspektif Islam
4.2.1. Islam Memuliakan Perempuan
Islam memelihara wanita dengan penuh perhatian yang
menyeluruh dan pertolongan. Islam meninggikan
kedudukannya, mengkhususkan dengan kemuliaan dan
kebaikan dalam interaksi sebagai anak perempuan, istri,
saudara, dan ibu.
Islam adalah agama yang pertama kali menetapkan
bahwa wanita dan laki-laki diciptakan dari asal yang satu.
Karena itu laki-laki dan perempuan dari sisi kemanusiaan
kedudukannya sejajar.
Allah berfirman ,
68
“Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada Rabb-mu yang
telah menciptakanmu dari jiwa yang satu, dan daripada –Nya
Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Allah
mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (
An-Nisa : 1).
Terdapat ayat ayat lain yang menjelaskan ketetapan Islam
tentang dasar perbedaan antara laki-laki dan perempuan
dalam nilai-nilai kemanusiaan secara berserikat.
Titik tolak dari dasar tersebut adalah pengingkaran
terhadap adat jahiliyah dan pelakuan umat umat terdahulu
terhadap perempuan. Islam hadir untuk mengangkat harkat
dan martabat perempuan serta mengangkat kedudukannya
yang belum pernah didapatkan pada ajaran di masa lalu.
Sejak awal Islam telah menetapkan bahwa perempuan
sama dengan laki-laki dalam masalah kemampuan dan
kedudukannya. Islam tidak mengurangi sedikitpun selamanya
hak tersebut.
Karena itulah Rasulullah meletakkan dasar kaidah
penting,
“ Sesungguhnya wanita itu pendamping atau belahan jiwa laki-
laki”.
Sebagaimana ditetapkan juga oleh beliau dalam
wasiatnya kepada wanita “ Aku mewasiatkan kepada kalian
69
agar berbuat baik kepada wanita”. Betapa wasiat itu diulang
ulang dalam haji wada‟. Ketika itu beliau berbicara di
hadapan ribuan umatnya.
Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar Islam dalam
meninggikan perempuan dan memuliakannya, terlebih dahulu
harus ditelaah kedudukan perempuan pada masa jahiliyah,
pada masa sekarang dan bagaimana pada masa peradaban
Islam. Dari sini kita akan melihat ketidakadilan yang menimpa
kehidupan perempuan, sampai sekarang terus menerus
terjadi.
Bangsa arab pada masa jahiliyah berbuat kejam kepada
putri-putri mereka sehingga menghalangi hak kehidupan.
Sedangkan Al-quran Al-Karim menetapkannya sebagai bentuk
kejahatan keji dan mengharamkan perbuatan tersebut.
Bahkan nabi memasukkan perbuatan membunuh bayi
perempuan atau membunuh bayi karena takut miskin dalam
kategori dosa besar.
Ibnu Masud berkata, aku bertanya kepada Rasulullah “
Manakah dosa paling besar ?” Beliau menjawab, ”Menjadikan
Allah sekutu sedangkan Dia-lah yang menciptakanmu.” Saya
bertanya, “kemudian apalagi ?” beliau bersabda “Membunuh
anakmu lantaran takut untuk makan bersamamu.” Saya
70
bertanya, ” Kemudian apa lagi ? ”beliau menjawab, “Berzina
dengan istri tetanggamu.”
Rasulullah juga memerintahkan untuk mengajari
perempuan sebagaimana sabdanya, “ Siapa saja yang punya
putri lalu mengajarinya dan baik pengajarannya, lalu
mengajarkan adab adab dan baiklah adabnya.. maka baginya
dua pahala..”. Beliau suatu hari memberi nasihat,
mengingatkan dan memerintahkan mereka supaya taat
kepada Allah.
Manakala putri tersebut telah beranjak dewasa dan
menjadi remaja yang mencapai usia baligh, Islam memberinya
hak untuk menerima dan menolak orang yang meminang,
tidak boleh memaksanya menikah dengan laki-laki yang dia
tidak menyukainya.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Seorang janda lebih
berhak tentang dirinya dari walinya, perawan hendaklah minta
persetujuan kepada dirinya. Tanda izinnya adalah diam.”
Beliau juga bersabda, tidaklah dinikai seorang janda
sehingga dia bersolek, dan tidak akan dinikahi seorang
perawan sampai mendapatkan izin (dari dirinya sendiri).”
Para sahabat bertanya,” Ya Rasulullah bagaimana izinnya
?” Beliau menjawan “Diamnya.”
71
Setelah menjadi istri syariat menganjurkan agar suami
berbuat baik kepada istri dan berbuat baik kepada
keluarganya. Berbuat baik kepada wanita adalah tanda
kebaikan jiwa seorang laki-laki dan karakternya.
Rasulullah juga bersabda,
“ Sesungguhnya seorang laki-laki ketika menuangkan air
kepada istrinya akan diberikan ganjaran.”
Beliau juga bersabda dengan mengiba,
“Ya Allah, sesungguhnya aku berhak mendapatkan
kesukaran dan dosa terhadap hak dua orang yang lemah,
anak yatim dan wanita.”
Rasulullah telah memberikan teladan nyata dalam hal itu.
Beliau adalah orang yang paling cinta dan lemah lembut
kepada keluarganya.
Sebagaimana diriwayatkan Al-Asud bin Yazid An-Nakha‟I
yang mengatakan, aku bertanya kepada Aisyah, “ Apa yang
telah diperbuat nabi kepada keluarganya ?” Dia menjawab,”
Beliau dalam keadaan membantu keluarganya – artinya
membantu dalam pekerjaan mereka-manakala shalat telah
tiba, beliau bangkit menuju sholat.
Ketika suatu saat misalnya, istri membenci suaminya dan
tidak akan bisa hidup bersamanya. Maka Islam menganjurkan
untuk bercerai dengan cara khulu ( mengembalikan mahar).
72
Ibnu Abbas berkata , “Istri Tsabit bin Qais datang kepada
Nabi dan berkata , “Wahai Rasulullah, aku tidak menemukan
cacat dari Tsabit dalam hal agama da akhlak, kecuali bahwa
aku takut pada kekafiran. Rasulullah bersabda, “ Apakah
kamu mau mengembalikan kebunnya ?” Dia menjawab, “ Ya,
saya mau”. Kemudian kebun itu dikembalikan dan Tsabit
diperintah untuk menceraikannya.
Dari penjelasan tersebut, Islam telah menetapkan bahwa
wanita mempunyai otoritas harta secara tersendiri dan
sempurna sebagaimana laki-laki. Baginya hak untuk menjual
dan membeli, menyewa dan menerima bayaran, mewakilkan
dan menghibahkan, tidak ada larangan atas semua itu selagi
berhubungan dengan orang yang berakal dan mengerti. Hal
itu berdasarkan firman Allah,
“ kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah
cerdas (pandai memelihara harta), maka serahlaknlah
kepada mereka harta-harta nya.” (An-Nisa :6).
Suatu ketika Ummu Hani bin Abu Tholib menyewa
seorang laki-laki dari kalangan kaum musyrikin. Saudaranya ,
Ali bin Abi Thalib, tidak setuju karena laki-laki itu aka mencoba
membunuhnya.
Rasulullah dalam peristiwa ini bersabda, “ Kamu menyewa
sebagaimana kami menyewa hai Ummu Hani.” Maka dia juga
73
diberikan hak otoritas keamanan jiwa atau keselamatan
kepada selain kaum muslimin. Demikianlah seorang muslimah
yang terhormat hidup mendapatkan kemuliaan yang suci
dalam naungan pengajaran dan peradaban Islam.
Dalam sejarah peradaban Islam , perempuan menjadi
kehormatan yang wajib dijaga. Bukan hanya itu, seorang ibu
adalah pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya.
Di pundak seorang perempuanlah tanggungjawab atas nasib
suatu bangsa. Jika perempuannya rusak maka generasinya
pun sama. Jika perempuannya berkualitas maka generasi
pada masa itu juga akan berkualitas.
Sejarah telah mencatat bagaimana peran besar para
shahabiyah dan perempuan-perempuan lainnya telah terbukti
berhasil memajukan generasi bangsanya. Diantaranya Aisyah
binti Abu Bakar ra, Khadijah ra, dll.
4.2.2. Peran Perempuan Muslimah dalam Sejarah
Sejarah telah mencatat pernikahan Rasulullah
Muhammad SAW dengan Aisyah yang masih belia, ternyata
menyimpan sejuta hikmah bagi umat Muhammad saw. Aisyah
adalah salah seorang istri Rasulullah yang banyak
memperoleh pendidikan langsung dari Rasulullah. Menerima
ilmu , hikmah, dan petunjuk dari beliau. Karena itu
74
sepeninggal Rasul, Aisyah menjadi sumber rujukan ilmu,
terutama berkenaan dengan kepribadian Rasul dan keadaan
rumah tangga beliau, yang tidak banyak diketahui oleh
khalayak.
Dalam hal ini Musa Al-Asy‟ari berkata, “Bila kami para
sahabat mengalami kesulitan dalam suatu permasalahan,
maka kami menanyakan jawabannya kepada Aisyah.”
Diriwayatkan dari Atha‟ bin Rabah, “Adalah Aisyah yang
paling faqih dan yang paling alim serta paling baik
pendapatnya mengenai permasalahan hukum. Adalah Aisyah
tempat berguru kaum pria, dan banyak muridnya yang
kemudian terkenal menjadi guru dan panutan generasi
berikutnya.”
Karena itu nama Aisyah menjadi harum semerbak,
dan ditulis dengan tinta emas sejarah. Beliau berperan besar
dalam mentransmisikan hadits-hadits Rasulullah kepada
generasi umat Islam. Aisyah-lah sebetulnya pelopor yang
memiliki peran besar dalam memajukan keilmuan umat islam.
Dalam hal ini beliau mengatakan, “ Sebaik-baik wanita adalah
wanita Anshor. Mereka tidak malu untuk belajar agama.”
Aktivitas Aisyah dalam periwayatan hadits sudah di bahas
dalam periode Rasul. Pada masa khulafaur rasyidin, aktivitas
publik Aisyah terus berlanjut. Ia sering menyampaikan
75
gagasan gagasannya kepada para penguasa dalam urusan
kenegaraan dan dihadirkan dalam rapat-rapat kenegaraan
baik di masa Abu Bakar, Umar dan Utsman. Termasuk
manufer Asiyah mengoreksi penguasa di masa kekhilafahan
Ali bin Abi Thalib.32
Selain itu Aisyah juga telah menyumbangkan jasa besar
bagi kaum perempuan di dunia.33
Ummul mukminin Aisyah
adalah pemimpin dari para pembela hak kaum perempuan.
Dia selalu mengecam orang yang berbicara dengan nada
merendahkan kehormatan atau menjatuhkan derajat. Saat
Aisyah mendengar seseorang mengatakan bahwa yang dapat
membatalkan sholat adalah anjing, keledai, dan perempuan
yang lewat didepan orang yang sholat, dia langsung angkat
bicara, “ Jadi perempuan adalah binatang yang buruk ?
Celakalah kalian yang telah menyamakan kami dengan
keledai dan anjing ! kalian melihat aku sering lewat di depan
Rasulullah, bahkan berbaring di depannya ketika beliau
sholat”.
Dalam satu riwayat dikatakan, “ Jika Rasulullah SAW
hendak bersujud, beliau menggeser kakiku, akupun menarik
kakiku. Akupun menarik kakiku lalu beliau bersujud.”
32
Prof. Dr. Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia ( Jakarta Timur : Pustaka
Al-Kautsar 2009 ) Hlm. 73.
33
Sulaiman an-Nadawi, Aisyah-Sejarah Lengkap Kehidupan Ummul Mu’minin Aisyah ( Jakarta :
Qisthi Press, 2007) Hlm 279
76
Ini merupakan bantahan yang tegas terhadap pendapat
para ulama yang mengatakan wudlu batal karena menyentuh
perempuan. Diriwayatkannya dari nab,” Sesunggunghnya
tanda bencana itu ada pada perempuan, binatang, dan
rumah.” Menurut Abu Huraira, sebagian bencana itu
bertebaran di langit dan sebagian lagi ada di bumi.”
Kemudian Aisyah berkata,” Demi Zat yang menurunkan
Al-quran kepada Abu Khosim ( Muhammad), Rasulullah tidak
berkata demikian, melainkan, “Sesungguhnya orang-orang
jahiliyah menganggap tanda malapetaka itu demikian.”
Ada beberapa aspek Fiqih serta masalah-masalah furu‟ (
yang di perdebatkan oleh para ulama) . Dalam hal-hal tersebut
Aisyah memilih aspek yang lebih mudah bagi para
perempuan, karena dia lebih menguasai masalah ini
ketimbang kaum laki-laki. Kemudian Aisyah memberitahukan
kepada mereka pendapat yang dipilihnya berdasarkan Al-
Kitab dan Sunnah34
.
Sejarah telah membuktikan selama kurang lebih 13
abad bahwa syariat Islam mampu mengatur kehidupan
manusia dengan adil sekaligus mampu menjamin ketentraman
hidup manusia sehingga orang-orang non muslim pun
tenteram hidup di bawah naungan Islam. Sebab risalah yang
34
Ibid 279
77
di bawah nabi Muhammad memang berlaku universal untuk
seluruh umat manusia, kapan dan dimanapun ia berada. Hal
ini diperkuat dengan perintah Allah SWT sebagai Sang
Pencipta kepada makhluknya, yaitu manusia, agar mereka
mentaati segala sesuatu yang diperintahkan Rasul SAW dan
meninggalkan segala yang di larangnya.
Allah SWT berfirman :
“ Segala yang diperintahkan Rasul kepadamu, ambillah /
terimalah; segala yang dilarangnya atasmu, tinggalkanlah (QS
Al-Hasyr :7)
Dalam hal ini harus ditekankan bahwa Islam datang bukan
sekedar sebagai ilmu pengetahuan atau teori semata yang tidak
dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari. Akan tetapi
Islam merupakan sekumpulan pemikiran dan pemahaman yang
memiliki penunjukan penunjukan nyata yang dapat dijangkau
oleh akal manusia dan mencakup tatacara pelaksanaan
pemikiran tersebut. Singkatnya Islam di turunkan oleh Allah
agar dijadikan sebagai aturan hidup bagi manusia.
Ketika Islam memberikan tatacara penyelesaian
permasalahan melalui hukum syara‟, Islam tidak memandang
permasalahan tersebut milik siapa. Akan tetapi Islam
memberikan hukum-hukum syariat untuk menyelesaikan
seluruh permasalahan manusia, siapapun orangnya, laki-laki
78
ataupun perempuan, berkulit merah atau hitam, orang Arab
atau bukan Arab. Islam juga memandang setiap permasalahan
apapun semata mata sebagai permasalahan manusia, apakah
itu persoalan ekonomi, sosial, politik,keluarga, dan lain lain.
Islam kemudian memberikan solusi terhadap semua
persoalan manusia itu dalam posisinya sebagai manusia. Oleh
karena itu apapun jenis permasalahan atau persoalan yang
muncul, selama itu adalah masalah yang dihadapi manusia ,
hukum syariat memiliki penyelesaiannya.
Sebagai sebuah aturan yang terpadu, Islam mengatur
seluruh aspek kehidupan yang akan menjamin terwujudnya
ketenteraman umat manusia, tanpa membedakan jenis kelamin
manusia. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan
kewajiban yang telah diatur dengan sangat rinci dalam aturan-
aturan Islam (hukum-hukum syara‟).
4.2.3. Peran Utama Perempuan Sebagai Ibu dan Pengelola Rumah
Tangga
Disamping kedudukannya sebagai seorang hamba Allah
yang mengemban kewajiban-kewajiban individual sebagaimana
halnya laki-laki, seorang perempuan secara khusus telah
dibebani tanggungjawab kepemimpinan dalam rumah tangga
suaminya sekaligus menjadi pemimpin bagi anak-anaknya.
79
Rasulullah saw bersabda, sebagaimana yang di tuturkan
oleh Ibnu Umar :
“Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir
(kepala pemerintahan) adalah pemimpin bagi rakyatnya , yang
akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya,
seorang laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, yang akan
dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang
perempuan adalah pemimpin rumah tangga suaminya dan
anak-anaknya yang akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya, seorang pelayan adalah pemimpin atas
harta tuannya, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Ingatlah setiap pemimpin akan dimintai
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. ( HR al-Bukhari-
Muslim)
Peran kepemimpinan dalam hadits ini sama sekali
tidak menunjukkan superior derajat yang satu atas yang lain.
Pemimpin negara tidak dianggap lebih mulia dari rakyatnya.
Seorang laki-laki sebagai suami tidak pula dianggap lebih tinggi
derajatnya dibandingkan istri dan anak-anaknya.
Kepemimpinan adalah tanggungjawab dan amanah yang
dibebankan Allah untuk dilaksanakan, selanjutnya
dipertanggungjawabkan sebagai amal ibadah. Justru ketaatan
80
masing-masing terhadap tanggunjawab kepemimpinan inilah
yang akan menentukan kemuliaan derajat seseorang.
Sebagaimana firman Allah :
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi
Allah adalah orang yang paling bertakwa”(QS Al-Hujurat :13)
Perempuan sebagai pemimpin rumahtangga suami
dan anak-anak mengandung pengertian, bahwa peran
kepemimpinan yang utama bagi perempuan adalah merawat,
mengasuh, mendidik, dan memelihara anak-anaknya agar
kelak menjadi orang yang mulia di hadapan Allah SWT.
Disamping itu, ia pun berperan membina, mengatur, dan
menyelesaikan urusan rumah tangga agar memberikan
ketenteraman dan kenyamanan bagi anggota-anggota
keluarga yang lain.
Dengan perannya ini berarti ia telah memberikan
sumbangan besar kepada negara dan masyarakatnya. Sebab
dengan begitu berarti dia telah mendidik dan memelihara
generasi umat agar tumbuh menjadi individu-individu yang
shalih dan muslih di tengah-tengah masyarakatnya.
Dengan begitulah bisa dikatakan bahwa kepemimpinan
perempuan ini berperan melahirkan pemimpin-pemimpin
lainnya di tengah-tengah umat.
81
Hukum-hukum yang berkaitan dengan peran keibuan
perempuan antara lain mencakup hukum-hukum tentang haid,
kehamilan, melahirkan, penyusuan, pengasuhan, dan
pendidikan pertama bagi anak.
Adapun dalam kedudukannya sebagai manager rumah
tangga, perempuan berfungsi sebagai mitra utama dari
pemimpin rumah tangga, yaitu suami, hubungan keduanya
dalam rumah tangga dibangun di atas persahabatan dan
kasih sayang.35
Dengan begitu sekalipun suami berlaku sebagai
pemimpin rumah tangga, bukan berarti kepemimpinannya
bersifat diktator atau seperti majikan terhadap budaknya.
Tentang hal ini, Islam telah mengibaratkan bentuk
persahabatan yang baik sebagaimana sabda Rasulullah
SAW :
“Wanita adalah saudara kandung laki-laki (HR Abu Dawud
dan An_Nasa‟i)
Ini menunjukkan adanya pertalian yang dekat antara
laki-laki dan perempuan dalam Islam tidak berarti sama
rata dalam tanggung jawab dan hak untuk semua hal.
Menyangkut potensi dan kemampuan jenis masing-
35
Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam ( Jakarta : HTI Press, 2015). Hlm 135
82
masing laki-laki dan perempuan, Allah telah memberikan
tugas seimbang dengan kemampuan jenisnya.
Misalnya saja, ketika Allah membebankan tugas
kehamilan dan melahirkan atas perempuan, Allah
menciptakan kesanggupan pada kaum perempuan untuk
memikul tanggung jawab tersebut yang tidak dimiliki laki-
laki, seperti dengan adanya rahim dan payudarah yang
memproduksi ASI. Dengan demikian dapat dipastikan
bahwa Allah telah menciptakan adanya keseimbangan
potensi yang dimiliki seseorang dengan tanggungjawab
yang dibebankan kepadanya. Sebab, Allah swt tidak
pernah dan tidak akan pernah menzalimi dan membebani
hamba-hamba Nya di luar kesanggupan mereka.
Rasulullah saw telah menyampaikan kepada kita
tentang penghargaan Islam terhadap kemuliaan peran
pokok perempuan ini. Contohnya dapat dilihat dari
nasehat beliau kepada putrinya Fatimah, sebagaimana
dituturkan oleh Hurairah r.a . Beliau bersabda (artinya) :
“ Fatimah, wanita yang membuat tepung untuk suami dan
anak-anaknya, Allah pasti menetapkan pada setiap biji
tepung itu kebaikan, menghapus kejelekannya, dan
meningkatkan derajatnya. Fatimah, yang lebih utama
83
dari seluruh keutamaan adalah keridloan suami atas
dirinya. Andaikan suamimu tidak meridloimu maka aku
tidak akan mendoakannya. Ketahuilah Fatimah,
kemurkaan suami adalah kemurkaan Allah Swt. Fatimah,
tidaklah wanita yang melayani suaminya sehari semalam
dengan rasa suka dan penuh keikhlasan serta niat yang
benar melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya dan
memakaikan kepadanya di Hari Kiamat dengan pakaian
yang hijau gemerlap dan menetapkannya baginya setiap
rambut di tubuhnya seribu kebaikan.”
Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda ( yang
artinya ) :
“Fathimah, jika wanita mengandung anak di perutnya,
malaikat pasti akan memohonkan ampunan baginya, dan
Allah pasti akan menetapkan baginya setiap hari seribu
kebaikan, menghapuskan seribu kejelekannya. Ketika
wanita itu merasa sakit saat melahirkan, Allah pasti akan
menetapkan baginya pahala para pejuang di jalan Allah
SWT. Jika ia melahirkan bayi, keluarlah dosa-dosanya
seperti ketika ia dilahirkan oleh ibunya, dan tidak akan
keluar dari dunia dengan suatu dosa apapun. Di
kuburnya ia akan ditempatkan di taman-taman Syurga.
Allah memberikan pahala seribu ibadah haji dan umrah
84
dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya
hingga hari kiamat.
Para shahabiyah pada masa lalu pernah
mempertanyakan persoalan yang mungkin juga
dipertanyakan oleh para muslimah masa kini. Sekiranya
para muslimah kembali kepada jawaban Islam-
sebagaimana yang dilakukan para shahabiyah-maka
tidaklah perlu mereka bersusah payah merumuskan
sendiri. Asma‟ binti Yazid , misalnya pernah melontarkan
pertanyaan yang selama ini membebani kaum
perempuan, “Ya Rasulullah, aku mewakili kaumku untuk
bertanya kepada engkau. Bukankah Allah mengutusmu
untuk seluruh umat , baik laki-laki maupun wanita. Kami
beriman kepadamu dan Tuhanmu, namun kami merasa
diperlakukan tidak sama dengan laki-laki. Kami adalah
golongan yang serba terbatas dan terkurung. Kerja kami
hanyalah menunggu rumah kalian, memelihara dan
mengandung anak kalian. Kami tidak diberikan
kesempatan untuk melakukan seperti yang dilakukan
kaum laki-laki. Kami tidak diberikan kesempatan
mendapatkan pahala sholat jumat, menengok orang
sakit, merawat jenazah, berhaji ( kecuali disertai mahram
) dan amalan yang paling utama jihad fi sabilillah. Ketika
85
kalian pergi berjihad, kami bertugas menjaga harta dan
anak kalian, serta menjahit pakaian kalian. Apakah
mungkin dengan itu kami memperoleh pahala dari
amalan yang kami lakukan.
Rasulullah takjub mendengar pertanyaan-pertanyaan
seperti itu. Beliau lalu menjawab, “Asma, pahami dan
sampaikan kata kata ini kepada kaummu.
Pengabdianmu kepada suami dan usaha mencari
kerelaannya telah meliputi dan menyamai semua yang
dilakukan suami-suami kalian (laki-laki).
Inilah kesetaraan hakiki yang dimaksutkan oleh
Islam, laki-laki dan perempuan memiliki tanggungjawab
dan peran yang seimbang sesuai dengan potensi dan
kelebihannya.
86
4.2.4. Peran Ekonomi Perempuan Perspektif Islam
Seorang perempuan, disamping kedudukannya
sebagai hamba Allah dan ummun wa rabbah al-bayt (
Ibu dan Pengelola Rumah Tangga ), juga tidak bisa
menafikan keberadaan mereka sebagai bagian dari
masyarakat. Tentang hal ini, Allah berfriman :
“Orang-orang mukmin laki-laki dan wanita, sebagian
mereka menjadi penolong bagi yang lain”(At-Taubah :71)
Berkaitan dengan hak, Islam telah memberikan
keleluasaan bagi laki-laki dan perempuan untuk
melaksanakan aktivitas perdagangan, perindustrian,
pertanian, melakukan transaksi, serta memiliki setiap
jenis harta dan mengembangkannya. Dalam hal
muamalat Allah berfirman :
“ Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka
usahakan dan bagi wanita juga ada bagian dari apa yang
mereka usahakan.”( QS An-Nisa :32)
Oleh karena itu, Islam tidak melarang perempuan
bekerja (tetapi hal ini bukan berarti perempuan wajib
bekerja ), asalkan tidak melalaikan kewajiban utamanya
sebagai ibu dan pengelola rumah tangga serta tidak
menyalahi aturan Allah dan Rasul-Nya;seperti tidak
87
berkhalwat, bukan pekerjaan yang mengekspoitasi sisi
keperempuanan, serta memenuhi kewajiban-kewajiban
yang berkaitan dengan aktivitas perempuan di rumah.
Berkaitan dengan hal ini Dr. Fahrul Ulum S.Pd MEI
menyampaikan bahwa pada prinsipnya memang tidak ada
larangan bagi perempuan untuk bekerja. Ketika seorang
laki-laki berhak mencari nafkah, maka perempuan pun
diperbolehkan bekerja mencari nafkah. Hanya saja dari
sisi hukum harus diperhatikan, tidak diperbolehkan bagi
perempuan melampau batas hukum yang telah ditetapkan
Islam.
Misalnya dengan posisinya sebagai seorang istri dan
seorang ibu, perempuan harus mendiskusikan dengan
suami berkenaan dengan aktivitasnya di luar rumah,
termasuk ketika hendak mencari nafkah. Sepanjang tidak
melampai batas hukum dan tetap atas izin suami maka
tidak ada pembedaan hak untuk bekerja baik bagi laki-laki
maupun perempuan.
Perbedaan yang ada adalah pada hukum syara‟
berkaitan dengan hak dan kewajiban nafkah bagi laki-laki
dan perempuan. Juga dalam hal batasan –batasan
hukum.
88
Ketika perempuan memutuskan bekerja-berperan di
bidang ekonomi maka ada batasan-batasan khusus,
Diantaranya :36
Pertama, Islam telah memerintahkan kepada
manusia, baik pria maupun wanita, untuk
menundukkan pandangan. Allah SWT berfirman :
“ Katakanlah kepada orang laki-laki yang
beriman, „Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka perbuat”. Dan katakanlah kepada wanita yang
beriman, “ hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya…” (
An-Nur ; 31)
Kedua , Islam memerintahkan kepada kaum
wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna,
yakni pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya,
kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Mereka
hendaknya menjulurkan pakaian hingga menutup
tubuh mereka. Allah SWT berfirma yang artinya
36
Taqiyuddin An-nabhani, Sistem Pergaulan Islam ( Jakarta : HTI Press. 2015) hal 39
89
“ Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali ( biasa) tampak dari padanya.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke
dadanya…” (An-nur :31)
“Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-
anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin,
hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka”( Al-Ahzab : 59 )
Ketiga, Islam melarang pria dan wanita
berkhalwat (berdua-duaan), kecuali jika wanita itu
disertai mahram-nya. Rasulullah bersabda :
“Janganlah sekali kali pria dan wanita
berkhalwat,kecuali jika wanita itu disertai mahramnya.”
(HR Bukhari )
“Ibnu Abbas menuturkan bahwa ia pernah
mendengar Rasulullah SAW berkhutbah sebagai
berikut “ janganlah sekali kali seorang pria berkhalwat
dengan wanita kecuali jika wanita disertai seorang
mahramnya. Tidak boleh pula seorang wanita
melakukan perjalanan kecuali disertai mahramnya.
Tiba-tiba salah seorang sahabat berdiri dan berkata,
„Wahai Rasulullah SAW, Sesungguhnya istriku
90
hendak pergi menunaikan ibadah haji, sedangkan aku
sudah ditugaskan ke peperangan anu dan anu.”
Rasulullah SAW menjawab , „ Pergilah engkau dan
tunaikan ibadah haji bersama istrimu.” (HR Muslim)
Keempat, Islam melarang seorang perempuan
melakukan safar ( perjalanan) dari suatu tempat ke
tempat lain selama sehari semalam, kecuali dengan
disertai mahramnya. Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak halal seorang wanita yang beriman
kepada Allah melakukan perjalanan selama sehari
semalam, kecuali jika disertai mahramnya.” (HR
Muslim)
Kelima, Islam melarang wanita keluar dari
rumahnya kecuali seizing suaminya, karena suami
memiliki hak atas istrinya. Maka tidak dibenarkan
seorang istri keluar dari rumah suaminya kecuali atas
izin suaminya. Jika seorang istri keluar tanpa seizin
suaminya, maka perbuatannya termasuk kedalam
kemaksiatan dan dia dianggap telah berbuat nusyus (
pembangkangan) sehingga tidak berhak mendapatkan
nafkah dari suaminya.
Perjuangan Skripsi 2018
Perjuangan Skripsi 2018
Perjuangan Skripsi 2018
Perjuangan Skripsi 2018
Perjuangan Skripsi 2018
Perjuangan Skripsi 2018
Perjuangan Skripsi 2018
Perjuangan Skripsi 2018
Perjuangan Skripsi 2018
Perjuangan Skripsi 2018
Perjuangan Skripsi 2018
Perjuangan Skripsi 2018

Weitere ähnliche Inhalte

Ähnlich wie Perjuangan Skripsi 2018

Emansipasi wanita(new)
Emansipasi wanita(new)Emansipasi wanita(new)
Emansipasi wanita(new)
Fajar Hidayat
 
grandparenting
grandparentinggrandparenting
grandparenting
Ain Nazri
 
Kajian sosial (Keluarga)
Kajian sosial (Keluarga)Kajian sosial (Keluarga)
Kajian sosial (Keluarga)
PAKLONG CIKGU
 
Sarasehan ibu peduli generasi
Sarasehan ibu peduli generasiSarasehan ibu peduli generasi
Sarasehan ibu peduli generasi
Rizky Faisal
 
Peran ibu dalam pembangunan
Peran ibu dalam pembangunanPeran ibu dalam pembangunan
Peran ibu dalam pembangunan
Agus Gunawan
 
Pengaruh keluarga terhadap perkembangan anak
Pengaruh   keluarga terhadap   perkembangan anakPengaruh   keluarga terhadap   perkembangan anak
Pengaruh keluarga terhadap perkembangan anak
Ade Rifai Kolot
 

Ähnlich wie Perjuangan Skripsi 2018 (20)

Emansipasi wanita(new)
Emansipasi wanita(new)Emansipasi wanita(new)
Emansipasi wanita(new)
 
Ib012 kontribusimuslimah-140815181907-phpapp02
Ib012 kontribusimuslimah-140815181907-phpapp02Ib012 kontribusimuslimah-140815181907-phpapp02
Ib012 kontribusimuslimah-140815181907-phpapp02
 
Ib012 kontribusi muslimah
Ib012 kontribusi muslimahIb012 kontribusi muslimah
Ib012 kontribusi muslimah
 
grandparenting
grandparentinggrandparenting
grandparenting
 
PPT KELOMPOK 10 PKN.pptx
PPT KELOMPOK 10 PKN.pptxPPT KELOMPOK 10 PKN.pptx
PPT KELOMPOK 10 PKN.pptx
 
Opini tentang problematika perempuan dan pendidikan muslimah
Opini tentang problematika perempuan dan pendidikan muslimahOpini tentang problematika perempuan dan pendidikan muslimah
Opini tentang problematika perempuan dan pendidikan muslimah
 
Kajian sosial (Keluarga)
Kajian sosial (Keluarga)Kajian sosial (Keluarga)
Kajian sosial (Keluarga)
 
pdf 3
pdf 3pdf 3
pdf 3
 
benarkah PEP mensejahterakan perempuan.pptx
benarkah PEP mensejahterakan perempuan.pptxbenarkah PEP mensejahterakan perempuan.pptx
benarkah PEP mensejahterakan perempuan.pptx
 
Wanita Karir dan Problematika dalam Islam.pptx
Wanita Karir dan Problematika dalam Islam.pptxWanita Karir dan Problematika dalam Islam.pptx
Wanita Karir dan Problematika dalam Islam.pptx
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Islam kontemporer ( Islam dan Gender )
Islam kontemporer ( Islam dan Gender )Islam kontemporer ( Islam dan Gender )
Islam kontemporer ( Islam dan Gender )
 
Pai
PaiPai
Pai
 
Cabaran menjadi wanita perkasa - 2
Cabaran menjadi wanita perkasa - 2Cabaran menjadi wanita perkasa - 2
Cabaran menjadi wanita perkasa - 2
 
Problematika ummat islam
Problematika ummat islamProblematika ummat islam
Problematika ummat islam
 
Persentasi 1 KEDUDUKAN PEREMPUAN dalam Keluarga Menurut Islam
Persentasi 1 KEDUDUKAN PEREMPUAN dalam Keluarga Menurut IslamPersentasi 1 KEDUDUKAN PEREMPUAN dalam Keluarga Menurut Islam
Persentasi 1 KEDUDUKAN PEREMPUAN dalam Keluarga Menurut Islam
 
Bagaimana berkarya dan bekerja dalam mencapai kesetaraan gender (monita)
Bagaimana berkarya dan bekerja dalam mencapai kesetaraan gender (monita)Bagaimana berkarya dan bekerja dalam mencapai kesetaraan gender (monita)
Bagaimana berkarya dan bekerja dalam mencapai kesetaraan gender (monita)
 
Sarasehan ibu peduli generasi
Sarasehan ibu peduli generasiSarasehan ibu peduli generasi
Sarasehan ibu peduli generasi
 
Peran ibu dalam pembangunan
Peran ibu dalam pembangunanPeran ibu dalam pembangunan
Peran ibu dalam pembangunan
 
Pengaruh keluarga terhadap perkembangan anak
Pengaruh   keluarga terhadap   perkembangan anakPengaruh   keluarga terhadap   perkembangan anak
Pengaruh keluarga terhadap perkembangan anak
 

Mehr von Puspita Ningtiyas

Mehr von Puspita Ningtiyas (20)

Lampiran
LampiranLampiran
Lampiran
 
Studi quran
Studi quranStudi quran
Studi quran
 
Presentasi studi quran
Presentasi studi quranPresentasi studi quran
Presentasi studi quran
 
Mata kuliah t pendidikan pancasila
Mata kuliah t pendidikan pancasilaMata kuliah t pendidikan pancasila
Mata kuliah t pendidikan pancasila
 
Filsafat islamppt1
Filsafat islamppt1Filsafat islamppt1
Filsafat islamppt1
 
002 konsep akad
002 konsep akad002 konsep akad
002 konsep akad
 
Latihan analisis rasio 1
Latihan analisis rasio 1Latihan analisis rasio 1
Latihan analisis rasio 1
 
Analisis rasio 1
Analisis rasio 1Analisis rasio 1
Analisis rasio 1
 
Tugas seribu usaha
Tugas seribu usahaTugas seribu usaha
Tugas seribu usaha
 
Teori ekonomi klasik vs teori ekonomi keynesian (1)
Teori ekonomi klasik vs teori ekonomi keynesian (1)Teori ekonomi klasik vs teori ekonomi keynesian (1)
Teori ekonomi klasik vs teori ekonomi keynesian (1)
 
Ekonomi moneter
Ekonomi moneterEkonomi moneter
Ekonomi moneter
 
Makalah muamalah
Makalah muamalahMakalah muamalah
Makalah muamalah
 
Makalah tugas bab ibadah devi novitasari
Makalah tugas bab ibadah devi novitasariMakalah tugas bab ibadah devi novitasari
Makalah tugas bab ibadah devi novitasari
 
Ppt muamalah
Ppt muamalah Ppt muamalah
Ppt muamalah
 
Ajhizatindonesia
AjhizatindonesiaAjhizatindonesia
Ajhizatindonesia
 
Amwal
AmwalAmwal
Amwal
 
Ajhizat
AjhizatAjhizat
Ajhizat
 
Dustur
DusturDustur
Dustur
 
Negara islam
Negara islamNegara islam
Negara islam
 
Sma ma ipa_fisika_3306
Sma ma ipa_fisika_3306Sma ma ipa_fisika_3306
Sma ma ipa_fisika_3306
 

Kürzlich hochgeladen

BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaPengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
PELAKSANAAN (dgn PT SBI) + Link2 Materi Pelatihan _"Teknik Perhitungan TKDN, ...
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR IPAS KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 

Perjuangan Skripsi 2018

  • 1. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perputaran roda ekonomi yang tak menentu, berimplikasi banyak penduduk desa atau penduduk wilayah pinggiran yang hidup dalam keterbatasan, dan di kota pun demikian. Keadaan ini pada titik tertentu akan menggerakkan para perempuan, termasuk ibu rumah tangga. Para perempuan yang berstatus sebagai istri pun berhamburan membantu suami keluar rumah. Hal ini bukan semata-mata kemauan para perempuan atau para istri, tapi karena tuntutan asap dapur atau beban hidupnya yang mengharuskan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya sendiri, bahkan juga untuk keluarga. Kompetisi hidup dan tekanan ekonomi global dewasa ini membuat para perempuan harus bekerja di segala bidang. Berbagai jenis pekerjaan dilakukan mulai menjadi pembantu rumah tangga, pedagang, buruh, pendidik, sampai menjadi anggota parlemen. Terlepas dari latar belakang perempuan tersebut, yang terpenting adalah bahwa mereka bekerja karena mereka membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Sejalan dengan ini, diakui bahwa peranan perempuan dalam lingkungan keluarga atau rumah tangga (domestik sektor) serta
  • 2. 2 lingkungan masyarakat (publik sektor) merupakan isu sentral yang sering dipermasalahkan dalam konteks pemenuhan kebutuhan dasar keluarga itu sendiri. Pada praktiknya, jika ekonomi keluarga relatif lemah, misalnya pendapatan suami relatif kecil, maka akan terjadi dilema. Dalam hal ini, kalau suami keberatan atau melarang istri membantu mencari nafkah, maka larangan itu akan menjadi kendor. Larangan ini bisa dimaklumi sebab suami seakan-akan tidak mampu mencukupi nafkah istrinya. Bila istri ingin membantu suami mencari nafkah, konsekuensinya adalah istri tersebut harus bersedia berperan ganda. Dalam hal ini istri harus bersedia memikul tugas rumah tangganya sebagai seorang istri dan memikul tugas sebagai pekerja atau karyawan. Hal ini tentu berat bagi seorang perempuan dengan kodratnya yang lemah dari sisi fisik maupun psikis dibandingkan laki-laki. Ketika dikaitkan dengan jenis perannya di masyarakatpun mau tidak mau harus diakui perempuan dan laki-laki berbeda. Persoalan perempuan pun menjadi salah satu persoalan yang penting untuk di kaji, apalagi jika dikaitkan dengan peranannya dalam ekonomi keluarga, masyarakat dan bahkan negara.
  • 3. 3 Peran perempuan di era kontemporer saat ini menjadi sangat penting di bahas seiring dengan munculnya arus sistemik yang mengaruskan perempuan untuk terlibat dalam menopang ekonomi keluarga, mulai dari karena tuntutan kebutuhan pokok atau karena kesetaraan gender yang diklaim akan menyelamatkan perempuan dari diskrimasi di semua bidang. Persoalan perempuan ini semakin membumi ketika dikaitkan dengan norma agama dalam hal ini Islam, mengingat Indonesia adalah negara dengan mayoritas muslim. Kontroversi sering terjadi antara dunia modern yang memandang individu perempuan berdaya dengan peran ekonominya, dengan Islam yang memiliki cara pandang yang berbeda. Jika perempuan modern berdaya dengan perannya dalam menopang ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat dan negara, Islam justru memberikan tugas utama bagi perempuan untuk di rumah melakukan tugas rumah tangga dan mendidik anak-anaknya. Perbedaan ini memungkinkan terjadinya kondisi saling menyudutkan satu dengan lain nya bahkan akan menimbulkan kekacauan di tengah-tengah masyarakat, jika tidak disikapi benar. Persepsi yang berkembang adalah bahwa Islam yang menjadikan perempuan tidak menghasilkan materi (baca: ibu rumah tangga) adalah bukti Islam tidak mendukung perempuan untuk berdaya dalam hidup. Ini menjadikan Islamophobia berkembang di
  • 4. 4 tengah-tengah masyarakat. Jika ini di biarkan maka agama yang menjadi pedoman hidup manusia akan ditinggalkan, tentu ini berbahaya. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan Studi Perbandingan tentang peran perempuan di bidang ekonomi dalam keluarga, masyarakat, dan negara perspektif Ekonomi Islam dan Ekonomi kontemporer. 1.2.Tujuan Penelitian 1.2.1 Memahami bagaimana peran perempuan di bidang ekonomi dalam keluarga, masyarakat dan negara di era kontemporer. 1.2.2. Memahami pandangan Islam tentang peran perempuan di bidang ekonomi dalam keluarga, masyarakat, dan negara. 1.3.Manfaat Penelitian 1.3.1 Manfaat teoritis ( akademik) Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuka khazanah pemikiran Islam, sebagai referensi dalam menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan peran perempuan di bidang ekonomi dalam keluarga, masyarakat dan negara. 1.3.2. Manfaat praktis ( Implementasi) Penelitian ini secara mendalam menelaah peran perempuan di bidang ekonomi perspektif Islam sehingga semua pihak yang
  • 5. 5 berkepentinggan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi dalam meninjau problem perekonomian yang kaitannya dengan perempuan berdasarkan perspektif Islam. 1.4. Rumusan Masalah 1.4.1. Bagaimana peran perempuan di bidang ekonomi dalam keluarga, masyarakat dan negara saat ini? 1.4.2 Bagaimana peran perempuan di bidang ekonomi dalam keluarga, masyarakat dan negara perspektif Islam? 1.5.Batasan Masalah Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka batasan masalah dari skripsi ini adalah peran perempuan di bidang ekonomi dalam keluarga, masayarakat dan negara perspektif kontemporer dan Islam.
  • 6. 6 1.6.Sistematika Penulisan BABI PENDAHULUAN Pada bab ini berisi tentang Latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat penelitian, tujuan penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini berisi tentang landasan yang digunakan sebagai kerangka landasan penelitian, kerangka pemikiran penulis, serta diakhiri dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini berisi tentang metode penelitian, jenis penelitian, jenis dan sumber data penelitian, metode pengumpulan data, uji validitas data, fokus penelitian serta metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini berisi tentang deskripsi obyek penelitian dan uraian tentang analisis data serta pembahasan hasil penelitian. BAB V PENUTUP Pada bab ini berisi tentang kesimpulan hasil penelitian serta saran- saran untuk pihak terkait dalam penelitian.
  • 7. 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Ekonomi Islam Islam telah memposisikan perempuan di tempat mulia sesuai dengan kodratnya. Dr.Yusuf Qardhawi pernah mengatakan, “Perempuan memegang peranan penting dalam kehidupan keluarga dan masyarakat“. Jadi, mana mungkin keluarga dan masyarakat itu baik jika perempuannya tidak baik”.1 “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14). Manusia adalah makhluk hidup yang diantara tabiatnya adalah berfikir dan bekerja. Oleh karena itu Islam menganjurkan kepada pria dan wanita untuk bekerja. Islam memberikan tanggung jawab nafkah kepada laki-laki dan me-mubah-kan 1 https://googleweblight.com/i?u=https://www.coursehero.com/file/p3khokap/Yusuf-Qardhawi- pernah-mengatakan-Perempuan-memegang-peranan-penting-dalam/&hl=id-ID ( diakes 21 Agustus 2018 pukul 09.01 WIB )
  • 8. 8 bekerja bagi seorang perempuan. Pekerjaan merupakan salah satu sarana memperoleh rizki dan sumber kehidupan yang layak. Sekalipun begitu, Islam memandang bahwa kemiskinan adalah masalah struktural, kultural dan natural karena Allah telah menjamin rizki setiap makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakannya (QS 30:40; QS 11:6). Di saat yang sama Islam telah menutup peluang bagi kemiskinan kultural dengan memberi kewajiban mencari nafkah bagi setiap individu (QS 67:15). Setiap makhluk memiliki rizki masing- masing (QS 29:60) dan mereka tidak akan kelaparan (QS 20: 118-119). Qardhawi mengkategorikan hukum perempuan bekerja di luar rumah atau melakukan aktivitas adalah mubah (dibolehkan) dan dapat sebagai sunnah atau bahkan kewajiban (wajib) karena tuntutan (membutuhkannya), misalnya pada janda yang diceraikan suaminya, dan karena untuk membantu ekonomi suami atau keluarga. Demikian juga dalam literatur fikih, khususnya fikih Hambali sebagaimana yang ditulis Faqihuddin Abdul Qodir, tidak ditemukan adanya larangan perempuan bekerja selama ada jaminan keamanan dan keselamatan, karena bekerja adalah hak setiap orang.
  • 9. 9 Walaupun begitu, Islam menetapkan dua peran penting bagi perempuan, yaitu sebagai ibu (Al-umm) dan pengelola rumah ( rabbah al-bait).2 Ibu adalah pendidik utama dan pertama bagi para buah hatinya. Ibu adalah peletak dasar jiwa dan karakter pada anak. Ibu mempersiapkan anak menjadi generasi yang shaleh dan bertaqwa. Sebagai seorang pengurus rumah tangga, perempuan juga dimuliakan. Lihat bagaimana jawaban Rasulullah SAW saat Asma‟ binti Yazid menyampaikan kebimbangannya apakah peran istri dirumah akan sama dengan peran laki-laki ? Rasulullah SAW bersabda : “ Pahamilah wahai perempuan, dan ajarkanlah kepada para perempuan dibelakangmu. Sesungguhnya amal perempuan bagi suaminya, meminta keridloan suaminya dan mengikuti apa yang disetujui suaminya, setara dengan amal yang dikerjakan oleh kaum laki-laki seluruhnya”. Tatkala kaum perempuan khususnya muslimah, mengabaikan peran sentralnya sebagai seorang ibu dan pengelola rumah, maka kerusakan dan kekacauan peradaban menjadi ancaman yang nyata. Kodrat perempuan adalah menjadi ibu yang menyayangi dan selalu mendampingi anak-anaknya. Ibu bahagia dicintai dan 2 Abu Fuad,Penjelasan kitab sistem pergaulan dalam islam ( Bogor : Pustaka Thariqah Izzah, 2017) hal 36
  • 10. 10 dibutuhkan anak-anaknya. Seorang ibu mendidik dan menempa anak-anak untuk mampu menghadapi kehidupan. Mendidik anak semacam ini tidak dapat dilakukan paruh waktu atau sambilan semata. Ia membutuhkan curahan waktu, pikiran, tenaga dan usaha keras. Upaya menyempurnakan fungsi keibuan ini, Islam telah menetapkan serangkaian hukum-hukum praktis, seperti hukum seputar kehamilan, penyusuan, pengasuhan, perwalian, nafkah sampai pada batasan hukum perempuan ketika harus bekerja keluar rumah. Islam membolehkan perempuan hamil dan tidak berpuasa di bulan Ramadhan, untuk menjamin bayinya tumbuh sempurna. Ibu yang sedang menyusui untuk menyempurnakan penyusuan dua tahun juga boleh tidak berpuasa. Namun mereka wajib meng- qadla-nya nanti saat telah lapang dari kehamilan dan penyusuan. Pengasuhan anak merupakan hak sekaligus kewajiban ibu sampai anak menginjak usia tamyiz. Dengan demikian anak mendapatkan kasih sayang dan pendidikan dari ibu sehingga ia bisa tumbuh berkembang secara sempurna. Dalam hal perekonomian perempuanpun dibolehkan berperan asalkan masih dalam koridor hukum-hukm Islam. “ Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan; dan bagi
  • 11. 11 perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. ( An-Nisa : 32 ) Dengan Islam perempuan mendapatkan kebebasan dalam melakukan berbagai kegiatan ekonomi dan kemandirian dalam mengelola harta miik pribadinya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah peradaban umat manusia, Islam menganugerai kaum perempuan hak-hak sebagai sebuah entitas ekonomi. Sejak saat itulah, kaum perempuan berhak sepenuhnya menguasai, mengelola, mewarisi, mendistribusikan, serta menjual harta benda miliknya sebagaimana yang ia kehendaki.3 Harta benda akan selalu berada di bawah kekuasannya; perkawinan maupun perceraian tidak akan mengubah realitas tersebut. Hukum-hukum Islam berikut prakteknya yang berkaitan dengan hak-hak ekonomi kaum perempuan, jauh lebih maju daripada tuntutan kesetaraan hukum-hukum perempuan yang muncul di tengah-tengah masyarakat Kontemporer saat ini. Islam menetapkan hak-hak tersebut bagi kaum perempuan sejak 14 abad yang lalu, jauh sebelum konsep kesejahteraan hak di rumuskan oleh para pemikir atau dikampanyekan di negeri-negeri Islam saat ini. Di Barat, kemunculan kaum perempuan dalam era perekonomian, baru terjadi pada masa dua perang dunia yang 3 Ibid hal 50
  • 12. 12 lalu, dimana sebagian besar kaum laki-laki terkena wajib militer untuk menghadapi peperangan, sehingga kebutuhan tenaga kerja di sektor perekonomian dalam keadaan yang sangat genting, sehingga tidak ada pilihan lain kecuali mengajak kaum perempuan untuk pergi meninggalkan rumah. Namun demikian, tetap saja dibutuhkan perjuangan yang sangat berat dan upaya yang luar biasa- yang acapkali diwarnai dengan berbagai kekecewaan dan rasa sakit hati-untuk membuat kaum perempuan memiliki kedudukan dan status ekonomi yang setara. Bahkan sampai sekarang, kaum perempuan Barat secara ekonomi masih terikat denggan suaminya, yang dapat menuntut sebagian pendapatan istrinya untuk mencukupi berbagai kebutuhan rumah tangga; dan manakala terjadi perceraian, suami dapat menuntut sebagian dari harta simpanan istrinya. Sebaliknya, seorang muslimah berhak atas nafkah dari suaminya, terlepas dari sebesar apapun harta yang ia miliki. Sementara itu, ketika ia masih anak-anak, perempuan berhak atas nafkah dari ayahnya dan saat perempuan tua renta, maka juga berhak mendapatkan nafkah dari anak-anaknya. Kaum muslimah tidak harus menanggung beban menafkahi diri mereka sendiri, mereka pun berhak membelanjakan harta yang menjadi miliknya sesuai keinginannya.
  • 13. 13 Dalam perkara pewarisan, kaum muslimah memang hanya mendapatkan setengah bagian dari harta warisan yang diberikan kepada laki-laki. Aturan ini - oleh para feminis - kerapkali dikutip sebagai salah satu contoh ketidakadilan Islam terhadap kaum perempuan. Faktanya, ketentuan ini lebih berfungsi sebagai jaminan akan adanya harta warisan bagi kaum perempuan. Pada kondisi beberapa masyarakat, termasuk masyarakat jahiliyah Arab sebelum Islam, harta kekayaan yang semestinya diberikan kepada para ahli waris, justru didistribusikan berdasarkan wasiat tertulis, yang dalam banyak kasus sangat merugikan kaum perempuan dan orang-orang yang berada pada posisi yang lemah. Demikian pula yang terjadi di berbagai belahan dunia hingga saat ini. Maka Islam menetapkan sebuah aturan, yang bisa dikatakan seperti suatu “ wasiat yang baku”. Al-quran menyebutkan hukum- hukum Islam seputar pewarisan dan menetapkan bahwa kaum perempuan mempunyai hak waris atas milik suami, ayah, maupun saudara laki-lakinya. “ Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula )dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit ataupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” ( An-Nisa : 7 ) Alasan kenapa kaum laki-laki mendapatkan porsi dua kali lebih banyak dari harta warisan yang diberikan kepada kaum
  • 14. 14 perempuuan tidak lain disebabkan karena laki-laki bertanggungjawab untuk menafkahi perempuan yang menjadi tanggungjawabnya. Seorang laki-laki bisa jadi bertanggungjawab untuk menafkahi ibunya, saudara perempuannya maupun kerabat perempuan lainnya. Sementara itu, perempuan berhak mengelola harta warisan yang menjadi bagiannya sesuai kehendaknya; namun mereka sama sekali tidak berkewajiban menafkahi siapapun termasuk diri sendiri. Kalau konsep ini dipahami dengan benar, niscaya keadilan Islam akan tampak jelas tergambar di benak seluruh umat manusia. Begitulah, Islam telah memberikan hak hak kepada kaum perempuan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk diantaranya beberapa hak yang sampai saat ini belum dinikmati oleh kaum perempuan di masyarakat lainnya. Berbagai contoh hukum Islam yang sering menjadi hujatan banyak orang karena dianggap tidak adil, bila diamati dan dikaji lebih cermat ternyata terbukti lebih menguntungkan kaum perempuan. Bahkan bisa di bilang bahwa hukum-hukum Islam tersebut memberikan kedudukan yang istimewa bagi kaum perempuan.
  • 15. 15 2.2. Peran Perempuan Dalam Ekonomi Kapitalis4 Peran ibu mempunyai kedudukan yang berbeda di masyarakat Barat. Kapitalisme telah mengubah begitu banyak aspek struktur alamiyah keluarga. Kapitalisme telah mempengaruhi pola pengasuhan anak, tanggungjawab orang tua, dan pemeliharaan orang-orang lanjut usia. Perekonomian Inggris sebelum masa revolusi industri bersandar pada hasil-hasil pertanian, produksi barang-barang kerajinan, dan sebagainya. Kegiatan perekonomian pada masa itu di kelola oleh rumah tangga. Seluruh anggota keluarga, laki-laki dan perempuan, tua maupun muda, semua memberikan kontribusinya pada kegiatan produksi. Akan tetapi, industrialisai telah mengubah pola produksi dari kegiatan rumah tangga menjadi kegiatan di pabrik-pabrik, took-toko, dan kantor-kantor. Maka, pengertian “ rumah” pun mengalami perubahan, menjadi sekedar tempat tinggal dan bukan tempat untuk “bekerja”. Kaum perempuan pun di turunkan statusnya hanya menjadi sekedar penjaga rumah. Para borjuis di zaman Victoria menganggap kaum perempuan layaknya seperti hidangan yang lezat, dan dibebaskan dari pekerjaan-pekerjaan yang mendapatkan upah. 4 Salim Fredericks ,Invasi Politik dan Budaya ( Bogor : Pustaka Thariqah Izzah. 2004 ) hal 272
  • 16. 16 Namun demikian, kehidupan “hidangan lezat nan cantik” ini di topang oleh para budak perempuan yang melakukan pekerjaan kasar. Kaum perempuan kelas pekerja ini membanting tulang untuk melayani kebutuhan para bangsawan. Bagian kelas perempuan pada zaman Victoria ini menjadi sebuah warisan yang membingungkan bagi generasi-generasi berikutnya. Pada abad ke 20 lalu, situasi seperti ini berubah sama sekali. Namun demikian, paradigma berfikir masyarakat masih tetap tidak jelas. Kebingungan masyarakat ini semakin diperparah dengan dengan munculnya ide-ide feminisme, eksploitasi perempuan sebagai modal untuk menjajakan produk, serta kurangnya tantangan pemikiran yang dapat memperkokoh ideologi. Pujian terhadap stereotip “ wanita bekerja” sesungguhnya hanya untuk merendahkan peran ibu dan pekerjaan rumah tangga. Pada tahun 960 an terjadi perubahan dramatis di seluruh AS. Dalam hal ini, bangsa Amerika menjadi contoh bagi bangsa- bangsa Barat lainnya. Orang-orang muda, para mahasiswa khususnya, melakukan pemberontakan melawan pihak-pihak yang dianggap selalu menekan mereka, yakni masyarakat yang mendukung sikap orang tua mereka. Mereka kemudian mulai menganjurkan gerakan revolusi seksual, yang dibantu pemerintah dengan kebijakan
  • 17. 17 pengurangan sensor, penggunaan pil KB yang lebih longgar, dan legalisasi aborsi. Individualisme yang tanpa kendali itu merusak nilai-nilai keluarga. Masyarakat mulai mengabaikan ikatan pernikahan dan mengurangi jumlah anak yang dimiliki. Tingkat perceraian meroket hingga mencapai setengah dari angka pernikahan setiap tahunnya. Angka aborsi juga meningkat, demikian pula angka kelahiran bayi di luar ikatan pernikahan. Sementara itu, keadaan ekonomi yang disebut sebut sebagai ukuran tinggi rendahnya derajat perempuan juga mengalami perubahan. Perempuan memiliki tanggungan anak yang lebih sedikit dan mulai membebaskan diri dari tugas-tugas rumah tangga. Pertumbuhan sektor jasa yang terjadi pasca perang dunia dua membantu tercapainya bentuk-bentuk pekerjaan baru yang dapat dilakukan baik oleh laki-laki atau perempuan. Di Inggris, hampir 90 % lapangan kerja baru yang di buka sejak tahun 1970 dikuasai oleh kaum perempuan ( Johan dan Borrill, 1993). Apabila kaum perempuan belum meraih kekuasaan ekonomi, dengan cara menerjunkan diri ke dunia kerja, maka gerakan feminis tidak akan benar-benar berhenti. Padahal , sistem yang berlaku baru bisa memberikan berbagai hak setelah kaum perempuan menjadikan diri mereka sebagai kontributor
  • 18. 18 utama dalam perekonomian. Hak hak tersebut, bukan sesuatu yang bisa diperjuangkan atau diminta. Sebagaimana hak-hak tersebut kini diberikan masyarakat Barat yang misoginistik ( membenci perempuan ) semata mata hanya untuk menenangkan dan meredam tuntutan kaum perempuan. Padahal, ini sama sekali tidak sesuai dengan sifat dasar manusia. Anak-anak diasuh oleh orang asing. Seorang ibu bekerja seharian penuh ( full time, sambil berperan menjadi orang tua). Untuk itu, ia harus menghabiskan ¾ penghasilannya untuk membayar biaya perawatan anak, yaitu membayar orang asing yang mengasuh anak-anaknya. Inilah perempuan-perempuan yang sering disebut masyarakat sebagai “supermom”. Padahal mereka ini sama sekali tidak “super” dan tidak berhak mengaku sebagai “mom” (ibu) dalam pengertian psikologi. Mereka sering membela diri dengan istilah “waktu yang berkualitas”. “waktu yang berkualitas” itu digunakan untuk menyebut waktu interaksi orang tua dan anak yang amat singkat diujung hari, tatkala orang tua kembali dari tempat kerjanya. Sebagai alternatif, peran wanita sebagai ibu itu bisa ditunda sampai diperoleh suatu kenaikan pangkat atau keberhasilan bisnis. Hal ini bisa diraih dengan cara sterilisasi
  • 19. 19 sementara melalui obat-obatan kimia, atau cara-cara lain yang dihasilkan sains modern. “Pembekuan telur adalah suatu cara dimana seorang perempuan bisa mengejar karirnya tanpa harus mengorbankan keinginannya untuk memperoleh anak. Koran The Independet mengutip kata-kata Luci seorang penulis perempuan berusia 33 tahun,” saya tidak tahu apakah saya mengingkan anak atau tidak… saya benar-benar kesal dengan potensi ini…saya juga berfikir bahwa banyak perempuan yang menginginkan anak mulai merasa panik dan berkompromi dengan pasangannya…jadi, bila saya mempunyai peluang untuk membekukan telur saya, jelas saya mau melakukannya, saya hanya mau merasakan apa yang dirasakan kaum laki-laki…” 2.3. Peran Negara, Masyarakat dan Keluarga dalam Ekonomi Kapitalis Pilar-pilar utama yang membangun ekonomi negara-negara yang ada di dunia saat ini adalah5 : 2.3.1. Problem kelangkaan relatif ( an-nadrah an-nisbiyah ) atau scarcity problem yang terjadi pada barang dan jasa (good and service) yang terkait dengan kebutuhan manusia. Dengan kata lain, barang-barang dan jasa-jasa 5 Hafidz Abdurrahman, Muqoddimah sistem ekonomi Islam-kritik atas sistem ekonomi kapitalisme hingga sosialisme marxisme ( Bogor : Al-Azhar Press. 2014 ) hal 25
  • 20. 20 yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia yang terus bermunculan dan beraneka ragam. Menurut mereka, kaum kapitalis, inilah problem ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat. 2.3.2. Nilai ( value ) suatu barang yang diproduksi. Inilah yang menjadi dasar penelitian ekonomi, bahkan yang paling banyak dikaji dalam sistem ekonomi kapitalis ini. 2.3.3. Harga ( Price ) serta fungsi yang dimainkannya dalam produksi, konsumsi dan distribusi. Bagi mereka, harga adalah alat pengendali dalam sistem ekonomi kapitalis. Ciri khas sistem negara yang ada saat ini adalah menjadikan parlemen sebagai perwakilan rakyat untuk mengambil keputusan dalam setiap persoalan. Dari sini cara pandang terhadap suatu persoalan akan tampak khas yaitu sangat bergantung kepada siapa yang menduduki kursi parlemen. Bagaimana corak kebijakan yang dihasilkan pun tidak terlepas dari beberapa hal yang mendasarinya yaitu pemisahan agama dari kehidupan dan menjadikan orang-orang di parlemen sebagai pembuat hukum. Akan tetapi jika negaranya bukan negara adidaya, maka sebetulnya kebijakan yang dihasilkan adalah hasil ratifikasi dari kesepakatan Internasional yang di gawangi oleh PBB. Di antara
  • 21. 21 keterikatan negara-negara berkembang kepada PBB- dalam hal ini IMF adalah 6 : - Negara didorong mencari utang untuk menurunkan nilai tukar mata uangnya (meskipun peran utama IMF adalah untuk menstabilkan nilai tukar mata uang) - Menghapus berbagai ongkos kepabeanan dan tarif impor yang dipungut negara untuk melindungi produk-produk lokal, karena menurut ideologi IMF pungutan-pungutan ini mengurangi kompetensi Internasional, dan dengan demikian mengurangi produktivitas negara-negara miskin. - Memberikan kebebasan mutlak bagi masuknya dana asing ke negara-negara miskin, yang diklaim dapat digunakan untuk menggiatkan investasi asing dan ahli teknologi. - Menghapuskan subsidi harga pada bahan-bahan makanan dan berbagai kebutuhan pokok, karena IMF mengklaim bahwa kebijakan pemberian subsidi tidak akan dapat meningkatkan angka pertumbuhan produk domestik komoditas-komoditas tersebut. - Berikutnya adalah kebijakan belanja negara yang meminimal untuk keperluan pendidikan, kesehatan, dan infranstruktur - Menahan kenaikan upah dan pembatasan jumlah pegawai negeri. 6 Anonim, Menyongsong sistem ekonomi anti krisis (Bogor : Pustaka Thariqah Izzah, 2009 ) hal 42
  • 22. 22 - Menghapuskan batasan-batasan harga. 2.4. Peran Negara, Masyarakat, dan Keluarga dalam Ekonomi Islam Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin. Segenap aturan yang berasal dari Islam bukan hanya diperuntukkan untuk umat Islam tapi untuk seluruh manusia di muka bumi ini. Islam memiliki pengaturan terhadap tatanan sosial kenegaraan untuk seluruh masyarakat yang bernaung dibawahnya. Termasuk dalam hal ekonomi, Islam memiliki cara pandang mendasar yang dijadikan sebagai asas sebuah politik ekonomi yang dijalankan : - Pandangan bahwa setiap orang secara individual perlu dipenuhi berbagai kebutuhannya - Pandangan bahwa kebutuhan-kebutuhan primer setiap manusia harus dipenuhi secara menyeluruh, setiap orang-baik Muhammad, Hana, Fatimah, atau Virginia-harus dijamin kehidupannya. - Pandangan bahwa usaha mencari rezeki hukumnya mubah/halal. Hukum ini berlaku sama bagi setiap orang-baik Muhammad, Petrus, Fatimah maupun Juliet-sehingga terbuka lebar jalan di hadapan setiap orang untuk memperoleh
  • 23. 23 kekayaan yang dikehendakinya, ia akan serius bekerja demi meraih kemakmuran hidup. - Pandangan bahwa nilai-nilai luhur harus mendominasi semua interaksi yang terjadi antar individu di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, maka masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat dengan corak seperti prinsip-prinsip di atas, ekonomi berjalan di tengah-tengah masyarakat sesuai prinsip di atas. Ketika terjadi pelanggaran atau ketidaksesuaian dengan prinsip- prinsip diatas maka kontrol sosial dan peraturan perundang- undangan dalam Islam yang akan menjadi hukum dan penyelesai persoalan yang muncul. Peran negara, masyarakat dan keluarga di bidang ekonomi perspektif islam adalah menjadikan nilai-nilai Islam terterapkan dalam kehidupan sosial kenegaraan. Ketika negara yang menerapkan prinsip-prinsip di atas tegak di muka bumi ini maka hak-hak perempuanpun akan dijaga, diantaranya : 1. Hak untuk mendapatkan warisan 2. Hak untuk memakai nama keluarganya (tidak menggunakan nama keluarga suaminya ) 3. Hak untuk mendapatkan nafkah 4. Hak untuk menentukan sendiri pasanggan hidup (suaminya)
  • 24. 24 5. Hak mendapatkan mahar 6. Hak terlibat dapat urusan politik 7. Hak menduduki sejumlah jabatan politik di pemerintahan 8. Hak mendapatkan pendidikan 9. Hak untuk bekerja 10. Hak untuk menjalankan sebuah perusahaan 11. Hak untuk menginvestasikan hartanya Semua hak tersebut wajib dilindungi oleh negara yang memakai prin- prinsip Islam.
  • 25. 25 TABEL 2.5 Penelitian Terdahulu No Judul Penelitian Nama Peneliti Metodelo gi Penelitian Hasil Penelitian 1. Peran Perempuan Dalam Peningkatan Kesejahteraan Keluarga Petani di Desa Padangloang Kecamatan Patampanua Kabupaten Pinrang Nurulmi( 2017) Kualitatif Deskriptif Tantangan-tantangan yang dialami perempuan di Desa Padangloang untuk mengembangkan perannya bagi peningkatan kesejahteraan keluarga petani. yaitu; kecilnya lapangan dan peluang kerja, persoalan kepemilikan lahan yang semakin terbatas, sumber daya perempuan, dan kemajuan fungsi teknologi. 2. Peran Perempuan Terhadap Perekonomian Keluarga (Studi Kasus : Pekerja Perempuan di Industri Plastik Rumahan Primajaya Keluruhan Kerukut Kecamatan Limo Kota Depok) Viqih Akbar (2017) Kualitatif Deskriptif Peran Perempuan dalam meningkatkan perekonomian keluarga bukan berarti menjadi satu-satunya ujung tombak perekonomian keluarga melainkan hanya membantu kekurangan perekonomian keluarga walaupun hasilnya tidak sebanding dengan resiko, usaha, maupun tenaganya dengan berperan di dalam maupun di luar rumah. 3. Peran Perempuan Dalam Membantu Ekonomi Keluarga di Desa Tanjung Setia Kecamatan Pesisir Selatan Beti Aryani (2017) Kualitatif Deskriptif Dalam menjalankan peran sebagai istri, ibu rumah tangga dan juga perannya sebagai perempuan bekerja, para pedagang ikan tidak melepaskan tanggung jawabnya terhadap perannya dalam keluarga. Sebelum melaksanakan aktifitas bekerja, mereka
  • 26. 26 Kabupaten Pesisir Barat mendahulukan menyelesaikan kegiatan rumah, seperti bersih-bersih rumah, menyiapkan sarapan, mencuci pakaian dan sebagainya. Upaya yang dilakukan para pedagang ikan dalam menghindari konflik keluarga yaitu dengan membangun komunikasi kepada internal keluarganya, Oleh karenanya para pedagang ikan perlu memintak izin terlebih dahulu, suami dan anak dalam menjalankan kegiatan tersebut, sehingga dalam menjalankan aktifitas bekerja sebagai pedagang ikan mendapatkan dukungan dengan baik materi maupun moril. 4. Peran Perempuan Dalam Perekonomian Rumah Tangga di Dusun Pathog Kulon, Banjaroya, Kalibawang, Kulon Progo Anisa Sujarwa ti ( 2013) Kualitatif Deskriptif Masyarakat pedesaan seperti di dusun Pathog Kulon, terdiri dari keluarga menengah ke bawah, sering kali perempuan berperan bukan hanya sebagai istri ataupun seorang ibu, tetapi mereka juga berperan sebagai pekerja sebagai tulang punggung keluarga yang membantu suami mereka dalam memakmurkan dan menjaga kestabilan ekonomi keluarganya.
  • 27. 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan merupakan jenis penelitian kualitatif. Menurut Prof Dr. Suharsimi Ari Kunto, penelitian kualitatif adalah kegiatan penelitian yang tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya. Namun demikian tidak berarti bahwa dalam penelitian ini tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan datanya. Yang tidak tepat bila dalam mengumpulkan data penafsirannya peneliti menggunakan rumus rumus statistik.7 3.2. Metode Penelitian8 Dan dilihat dari jenis teori yang digunakan, penelitian ini menggunakan Grounded Theory. Istilah Grounded Theory pertama kali diperkenalkan oleh Glaser & Strauss pada tahun 1967. Glaser adalah seorang sosiolog sekaligus dosen di Colombia University dan University of California School of Nursing. Sedangkan Strauss juga seorang sosiolog yang bekerja sebagai Direktur Social Science Research, Institute for Psychiatric and Psychosomatic Research and Training. 7 http://repo.iain-tulungagung.ac.id/52/4/BAB%20III.pdf ( diakses 25 Agustus 02.07 WIB ) 8 https://www.perpusku.com/2016/06/pengertian-grounded-research-theory.html ( diakses 25 Agustus 01 : 55 WIB )
  • 28. 28 Tujuan umum dari penelitian Grounded Theory adalah: (1) Secara induktif memperoleh dari data, (2) yang diperlukan pengembangan teoritis, dan (3) yang diputuskan secara memadai untuk domainnya dengan memperhatikan sejumlah kriteria evaluatif. Walaupun penelitian Grounded Theory dikembangkan dan digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan sosial, penelitian Grounded Theory dapat secara sukses diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu. Ini termasuk ilmu pendidikan, studi kesehatan, ilmu politik dan psikologi. Glaser dan Strauss tidak memandang prosedur Grounded Theory sebagai disiplin khusus, dan mereka mendorong para peneliti untuk menggunakan prosedur ini untuk tujuan disiplin ilmu mereka. Sehingga dapat di tarik kesimpulan bahwa jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dari jenis teorinya adalah Grounded Theori, dan dari jenis kajiannya menggunakan Library Research.
  • 29. 29 3.3. Jenis dan Sumber Data 3.3.1 Data Primer Data primer skripsi didapatkan dari wawancara dengan akademisi di bidang ekonomi, dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan Dr. Arif Firmansyah, SE - Dr. Fahrul Ulum, S.pd - Ibu Vidya Gati, SE, ME dan Ibu Nurul Hidayah, Lc, MEI. 3.3.2. Data Sekunder Data Sekunder skripsi didapat dari : a. Buku b. Situs Internet 3.4. Uji Validitas Data Dalam sebuah penelitian, validitas data adalah suatu hal yang sangat penting. Sehingga perlu dilakukan uji validitas data dalam setiap penelitian yang dilakukan. Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan peran perempuan di bidang ekonomi dalam keluarga, masyarakat, dan negara perspektif kontemporer dan Islam ini menggunakan uji validitas data tri Angulasi. 3.5. Teknis Analisis Data9 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode yang representatif dalam menyelesaikan pembahasan penelitian ini. 9 http://www.menulisproposalpenelitian.com/2011/01/analisis-isi-content-analysis-dalam.html (diakses 25 Agustus 2018 pukul 02.12 WIB )
  • 30. 30 Metode- metode tersebut adalah Metode Content Analisys, yaitu penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Analisis ini biasanya digunakan pada penelitian kualitatif. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang mem-pelopori teknik simbol koding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi 3.6. Fokus Penelitian Penelitian skripsi ini fokus kepada studi komparatif peran perempuan di bidang ekonomi dalam keluarga, masyarakat dan negara perspektif kontemporer dengan perspektif Islam.
  • 31. 31 BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Peran Perempuan di Bidang Ekonomi Dalam Keluarga, Masyarakat dan Negara Perspektif Kontemporer 4.1.1 Sekilas Tentang Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Di Era Modern seperti sekarang ini, ketika perempuan tidak menghasilkan sesuatu dalam bentuk materi akan dianggap tidak berdaya. Bahkan pemberdayaan perempuan menjadi arus utama program pemerintah dalam rangka menjadikan perempuan berdaya secara ekonomi. Pemberdayaan sendiri berkaitan erat dengan kekuasaan, kontrol dan pilihan seseorang. Tiga ahli ini mengungkapkan definisi pemberdayaan perempuan sebagai berikut10 : 4.1.1.1. Linda Mayoux Pemberdayaan merupakan perubahan , pilihan dan kekuasaan. Ini merupakan sebuah proses perubahan dimana individu atau kelompok dengan sedikit atau tanpa kekuasaan memperoleh kekuasaan dan kemampuan untuk membuat pilihan yang dapat 10 http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123845-SK%20006%2009%20Agu%20u%20- %20Upaya%20pemberdayaan-Literatur.pdf ( di akses pada 18 Agustus 2018 jam 9 : 57 AM )
  • 32. 32 mempengaruhi kehidupan mereka. Struktur kekuasaan-yang memilikinya, sumber daya apa dan bagaimana memanfaatkannya secara langsung mempengaruhi pilihan perempuan untuk dapat memanfaatkannya dalam kehidupan mereka 4.1.1.2. Gita Sen (1993) dalam Malholtra (2002:6) Pemberdayaan perempuan adalah upaya untuk mengubah hubungan kekuasaan..yang memaksa pilihan perempuan dan serta mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan 4.1.1.3. Novian (2010) Pemberdayaan perempuan adalah upaya pemampuan perempuan untuk memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial, budaya, agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri. Pemberdayaan perempuan merupakan sebuah proses sekaligus tujuan.
  • 33. 33 Sebagai proses, pemberdayaan adalah kegiatan memperkuat kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh perubahan sosial, yaitu masyarakat menjadi berdaya. Pemberdayaan perempuan merupakan upaya untuk mengatasi hambatan guna mencapai pemerataan atau persamaan bagi laki-laki dan perempuan pada setiap tingkat proses pembangunan. Teknik analisis pemberdayaan atau teknik analisis Longwe sering dipakai untuk peningkatan pemberdayaan perempuan khususnya dalam pembangunan. (Muttalib, 1993)11 . Pengertian yang disampaikan oleh beberapa ahli di atas bisa di tarik benang merah, bahwa setiap orang berhak mengambil pilihan, memiliki kekuasaan, dan kontrol atas apa yang akan di jalani dalam rangka mencari yang terbaik untuk dirinya, keluarganya dan orang-orang di sekitarnya, dalam hal ini juga perempuan. Akan tetapi jika pemberdayaan ini tidak 11 http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123845-SK%20006%2009%20Agu%20u%20- %20Upaya%20pemberdayaan-Literatur.pdf ( di akses pada 18 Agustus 2018 jam 9 : 57 AM )
  • 34. 34 disesuaikan dengan kemampuan diri objek pemberdayaan maka pemberdayaan yang dilakukan ibarat pemberdayaan semu yang tidak ada hasilnya. 4.1.2. Diskriminasi Perempuan di Bidang Ekonomi Menjadi Dasar Pemberdayaan Perempuan Anggapan adanya diskriminasi di bidang ekonomi terhadap perempuan menjadi dasar upaya pemberdayaan ekonomi perempuan. Tidak bisa dipungkiri kemiskinan yang dialami perempuan saat ini, menunjukkan bahwa perempuan adalah anggota masyarakat yang sering tidak beruntung dan menerima ketidakadilan di bidang ekonomi. Baik perempuan sebagai istri yang menjalankan tugas domestik maupun sebagai kepala rumah tangga. Jika perempuan sebagai seorang istri dengan kondisi ekonomi suami yang sulit, maka perempuan tentu akan terkena imbasnya. Dari situlah muncul upaya para perempuan pada perjuangan gender yang lebih strategis, masif sampai masuk ke dalam ranah politik. Berdasarkan hal tersebut, maka ide utama pemberdayaan perempuan bermuara dari konsep arus
  • 35. 35 pengutamaan gender, kesetaraan gender dan keadilan. ( Mayoux 2005a :3)12 . Dari sini muncul pengarusutamaan gender yang merupakan upaya integral agar perempuan memahami dan turut serta dalam proses desain, implementasi, monitoring, dan evaluasi di setiap kebijakan yang di buat dalam berbagai bidang , baik politik, ekonomi maupun sosial budaya. Ide dasarnya adalah agar perempuan bisa menyuarakan hak- haknya dan aspirasi dalam setiap lini kehidupan termasuk dalam bidang ekonomi. Perempuan disini bukan hanya sebagai obyek, pengamat semata, akan tetapi menjadi subjek di setiap aktivitas pembangunan. Ini sejalan dengan pendapat Sen yang mengungkapkan bahwa perempuan sebagai agent of change memiliki peranan penting dalam upaya mengurangi kemiskinan. Lebih lanjut Mayoux mengutarakan bahwa kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana perempuan memperoleh keadilan dan kesempatan yang sama, dimana gender tidak lagi dijadikan sebagai alasan untuk mendiskriminasi 12 http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123845-SK%20006%2009%20Agu%20u%20- %20Upaya%20pemberdayaan-Literatur.pdf ( di akses pada 18 Agustus 2018 pukul 9 : 57 AM )
  • 36. 36 perempuan dan menjadikan perempuan tidak mendapatkan keadilan dan kesempatan sebagaimana laki-laki. Word Bank ( 2001) mendefinisikan kesetaraan gender sebagai istilah kesetaraan untuk mendapatkan perlindungan hukum, kesetaraan kesempatan ( termasuk mendapatkan bonus kerja, dan kesetaraan atas akses mendapatkan sumber daya manusia dan sumber daya produktif lainnya yang menyediakan kesempatan ), dan kesetaraan untuk bersuara ( kemampuan untuk mempengaruhi dan berkontribusi dalam proses pembangunan ). Kesetaraan gender menunjukkan “kesetaraan dalam tujuan hidup bagi perempuan dan laki-laki, mengenai kebutuhan dan minat yang berbeda, dan memperlukan redistribusi kekuasaan dan sumber daya.”13 Sementara keadilan gender adalah “ mengetahui bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebutuhan, preferensi, dan minat yang berbeda dan bahwa kesetaraan atas hasil mengharuskan perlakuan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. ( Reeves dan Baden, 2000 : 10)14 Dalam masyarakat yang setara gender, baik laki-laki atau perempuan memiliki dan menikmati hak, status, 13 http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123845-SK%20006%2009%20Agu%20u%20- %20Upaya%20pemberdayaan-Literatur.pdf ( di akses pada 18 Agustus 2018 jam 9 : 57 AM ) 14 ibid
  • 37. 37 tanggungjawab serta akses terhadap kekuasaan dan sumber daya yang setara. Ini memungkinkan mereka memiliki akses terhadap informasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan. Ini adalah intisari dari adanya pemberdayaan. Hingga hari ini belum ditemukan inti dari persoalan perempuan. Memang , begitu banyak dan komplek masalah yang dihadapi kaum perempuan. Semua itu sudah menjadi realitas objektif yang tak terbantahkan. Kemiskinan, kekerasan (violent), dan ketidakadilan atau diskriminasi sering disebut- sebut sebagai persoalan krusial yang dialami kaum perempuan dari masa ke masa. Wajar, jika muncul semacam praduga di sebagian kalangan perempuan, bahwa perempuan pada zaman apapun memang tak pernah diuntungkan. Sinyalemen ini tentu bukan tanpa bukti. Berbagai fakta sering dipakai sebagai alat analisis untuk melihat seberapa parah persoalan yang mengungkung kehidupan kaum perempuan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan, sebanyak 27,77 juta penduduk Indonesia tergolong miskin pada Maret 2017. Jumlah ini mencakup 10,64 persen dari total jumlah penduduk15 . 15 https://indonesiana.tempo.co/read/120808/2017/12/21/kadirsst/refleksi-hari-ibu-perempuan- dan-kemiskinan (di akses 18 Agustus 2018 pukul 10:07)
  • 38. 38 Mudah diduga, fraksi terbesar dari kelompok miskin tersebut adalah perempuan dan anak-anak. Data terbaru menunjukkan, sekitar 40 persen atau 11 juta penduduk miskin adalah anak-anak (usia 0-17)16 . Ketika perempuan menjadi seorang kepala keluarga pun kemiskinan perempuan tidak berkurang. Bahkan keluarga yang dipimpin oleh perempuan justru sangat rentan terhadap kemiskinan. Sebesar 16,12 persen atau sekitar satu juta rumah tangga miskin pada Maret 2016 dipimpin oleh perempuan. Selain itu, sebesar 11,03 persen atau sebanyak 1,2 juta anak miskin berasal dari rumah tagga yang dikepalai perempuan17 . Bayangkan, para perempuan ini harus berjuang menghidupi rumah tangga yang rata-rata terdiri dari lima orang. Kisah Nur Fatmawati, seorang janda asal Jember, yang terpaksa menjadi supir truk sayuran untuk menghidupi dua orang anaknya18 , sejatinya hanyalah potongan kecil dari sebuah narasi besar tentang belasan juta perempuan negeri ini yang terpaksa menjadi kepala rumah tangga. 16 Ibid 17 ibid 18 http://wow.tribunnews.com/2017/12/20/janda-ini-rela-jadi-sopir-truk-demi-hidupi-2-anaknya- terkadang-tak-dibayar-dan-dicaci-maki (diakses 18 Agustus 2018 pukul 10.23)
  • 39. 39 Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) mengungkapkan, pada 2015 sekitar 14,63 persen perempuan berumur 15 tahun ke atas merupakan kepala rumah tangga. Di pertanian yang mengandalkan kekuatan fisik dan merupakan pusat kemiskinan negeri ini, Sensus Pertanian 2013 mencatat bahwa 2,8 juta rumah tangga tani dipimpin perempuan. Secara faktual, kejadian kemiskinan (head count ratio) pada rumah tangga yang dipimpin perempuan mencapai 9,82 persen, lebih tinggi dari rumah tangga yang dipimpin laki-laki (9,03 persen). Masalah kemiskinan perempuan ini, tidak bisa dipungkiri jumlahnya memang besar, bahkan persoalan tentang perempuan dan kemiskinan ini beberapa kali diangkat sebagai topik utama dalam konferensi wanita dunia, diantaranya pada konferensi wanita dunia ke empat di Beijing Cina ( 1995) , yang implementasi platform aksinya di bicarakan dalam konferensi berikutnya pada bulan Juni 2000 di New York Amerika.19 Pemilihan topik ini tidak lain dilatarbelakangi adanya pra anggapan bahwa perempuanlah yang paling berat memikul 19 Najmah Sa’idah dan Husnul khatimah, Revisi politik perempuan (Bogor : IDeA Pustaka Utama ,2003 ) hlm. 26.
  • 40. 40 beban kemiskinan, sementara pada saat yang sama, mereka tidak dapat mengakses kesempatan ekonomi, pemilikan lahan, dan hak yang lainnya. Kemiskinan perempuan ini menjadikan persoalan diskriminasi perempuan sebagai isu pokok dalam perbincangan seputar persoalan perempuan. Diskriminasi ini juga ditengarai terjadi di hampir semua aspek kehidupan, baik budaya, sosial, ekonomi, maupun politik. Dalam aspek budaya keberadaan kultur yang membatasi peran perempuan di sektor publik dan sekaligus memaksa perempuan untuk merasa puas berkutat di lingkungan domestik dianggap sebagai bentuk diskriminasi terselubung terhadap perempuan. Bahkan kalangan feminis sampai menganggap bahwa lembaga perkawinan sesungguhnya merupakan alat penindasan atas perempuan. Sehingga jelas di sektor ekonomi pespektif kapitalis ini , dianggap terjadi diskriminasi ketika perempuan dibatasi pada pekerjaan stereotip yang biasanya memberikan imbalan jasa yang rendah atau adanya konsentrasi tenaga kerja perempuan di sektor informal sebagai pekerja keluarga yang tidak diupah. Ketika kaum perempuan bisa terlibat dalam pekerjaan pekerjaan formal, isu diskriminasi tingkat upah dan peluang karir pun menjadi terkemuka. Untuk masalah upah misalnya,
  • 41. 41 tanpa alasan yang jelas pekerja perempuan harus dipaksa merasa puas menerima upah yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan upah yang diterima oleh laki-laki ( untuk kasus Indonesia yakni hanya 65-70 % dari upah laki-laki), padahal tingkat produktivitas dan jam kerja keduanya nya sama. Adapun secara makro ketimpangan ekonomi ini tampak pengaruhnya pada tingkat perolehan penghasilan perempuan yang hanya mencapai 25,3 % dari total penghasilan yang diterima oleh tenaga kerja. Sementara diskriminasi peluang karir terwakili oleh gambaran penempatan posisi administrator dan manager perempuan yang hanya sebesar 6,6 % dari total tenaga kerja yang menempati posisi-posisi yang dimaksut20 . Dalam aspek politik persoalan diskriminasi sering diarahkan pada masalah minimnya kesempatan bagi perempuan untuk duduk dalam posisi strategis di pemerintahan, parlemen , parpol, ormas maupun organisasi publik lain. Sebagai contoh persentase perempuan yang duduk di parlemen di Jepang hanya sebesar 6,7 % dan di Singapura hanya 3,7 %, di Amerika yang liberal juga hanya 10,3 %. 20 Ibid hlm 27
  • 42. 42 Di Indonesia sendiri kondisinya dianggap masih lebih baik daripada negara-negara tersebut, yaitu 12,2%. Pada tataran selanjutnya, persoalan diskriminasi peran politik perempuan inilah yang sering muncul ke permukaan dan menjadi topik yang paling hangat dibicarakan. Bahkan, bisa dikatakan, isu ini menjadi isu strategis yang saat ini menjadi agenda pokok perjuangan para pembela hak–hak perempuan dimanapun adanya. Inilah gambaran “suram” potret nasib perempuan yang kian didramatisasi oleh penisbatan berbagai istilah “persoalan perempuan”. Kemiskinan, kekerasan, diskriminasi, seolah menjadi lekat dalam setiap perbincangan mengenai perempuan. Bahkan sampai muncul kesan bahwa persoalan- persoalan di atas seolah memang hanya mutlak menjadi “milik” kaum perempuan. Padahal, sedramatis itukah , sehingga layak disimpulkan bahwa dunia benar-benar tidak pernah memihak kaum perempuan. 4.1.3. Gerakan Feminisme Sebagai Solusi Diakui bahwa banyaknya persoalan perempuan memang telah memunculkan simpati yang sangat besar bagi sebagian kalangan. Simpati ini kemudian terkristal menjadi sebuah „kesadaran” untuk memperjuangkan nasib mereka dengan
  • 43. 43 cara atau metode tertentu. Gerakan dalam “kesadaran” inilah yang kemudian dikenal dengan istilah feminisme21 . Gerakan feminisme sesungguhnya berangkat dari asumsi kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi. Oleh karena itu, harus ada upaya menolak penindasan dan pengeksploitasian tersebut. Oleh karena itu pula, feminisme juga sering didefinisikan sebagai suatu “kesadaran” akan penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan yang terjadi baik dalam keluarga, di tempat kerja maupun di masyarakat serta adanya tindakan sadar oleh laki-laki maupun perempuan untuk mengubah keadaan tersebut. Menurut definisi ini, seseorang yang mengenali adanya diskriminasi atas dasar jenis kelamin dan dominiasi laki-laki dan sistem patriaki, lalu dia sekaligus melakukan suatu tindakan untuk menentangnya, maka dia dikatakan sebagai seorang feminis. Hanya saja, sebagaimana ide maupun gerakan yang lain , feminisme sesungguhnya bukan pemikiran atau aliran yang tunggal melainkan berdiri dari berbagai ideologi, 21 Najmah Sa’idah dan Husnul, Khatimah Revisi politik perempuan ( Bogor : IDeA Pustaka. 2003 ) hlm. 31.
  • 44. 44 paradigma serta teori yang dipakai oleh mereka masing- masing. Inilah yang menyebabkan antara kelompok feminism yang satu dan yang lain memiiki kesimpulan analisis yang berbeda yang sebenarnya yang menjadi akar dari persoalan perempuan. Perbedaan analisis ini berimplikasi pada munculnya perbedaan” orientasi gerak” dalam menyelesaikan persoalan perempuan. Hanya saja sekalipun gerakan feminis datang dengan analisis dan dari ideologi yang berbeda beda, umumnya mereka mempunyai kesamaan kepedulian yakni nasib perempuan. Dari sisi sejarah, bisa dikatakan bahwa ide feminism di awalnya lahir akibat rasa frustasi dan dendam terhadap sejarah Barat yang dianggap tidak memihak kaum perempuan. Sebagaimana diketahui, dalam masyarakat feodalis ( Eropa hingga abad 18 ) , dominasi mitologi filsafat dan teologi gereja yang cenderung sadar dengan pelecehan feminitas, secara struktur dan kultur telah menempatkan perempuan pada posisi yang sangat rendah, tak lebih dari sekedar sumber godaan dan kejahatan, tak memiliki hak dan terpinggirkan.
  • 45. 45 Ketika revolusi ilmu pengetahuan yang berintikan sebagai pemberontakan terhadap dominasi gereja terjadi , sejalan dengan kontak intelektual mereka dengan peradaban Islam, lahirkan paham liberalism sekuler, yang kemudian memunculkan berbagai turunan semisal ide tentang HAM (natural right). Ide yang diklaim sebagai pemikiran John Lock ini menyatakan, bahwa manusia pada dasarnya dengan membawa hak asasi masing-masing, untuk hidup mendapatkan kebebasan, dan mencari kebahagiaan. Berkembangnya ide-ide seperti inilah yang memicu terjadinya revolusi Perancis, akhir abad ke 18 yang hakikatnya merupakan respon klimak terhadap dominasi sistem feodal yang cenderung korup dan menindas rakyat di bawah legitimasi gereja. Revolusi yang intinya merupakan proses liberalisasi dan demokratisasi sistem kehidupan ini ternyata tidak hanya berpengaruh pada aspek sosial politik saja. Yakni perubahan sistem feodalisme menjadi sistem kapitalisme sekuler, tetapi juga ikut menginspirasi bangkitnya “kesadaran eksistensial” kaum perempuan untuk memperjuangkan hak haknya termasuk hak ekonomi.
  • 46. 46 Pada tahap awal, isu perjuangan yang mereka angkat adalah persamaan hak untuk memilih, karena pada saat itu kaum perempuan disamakan kedudukannya dengan anak- anak dibawah umur yang tidak boleh mengikuti pemilu. Kemudian pada tahun 1848 , sekitar 100 orang, yang sebagian besarnya kaum perempuan berkumpul di Seneca falls, New York, seraya mengucapkan sebuah deklarasi (yakni Declaration of Sentiment) yang berisikan 15 protes mengenai nasib perempuan, mulai dari masalah perkawinan yang menetapkan suami sebagai kepala keluarga, masalah hak perempuan terhadap kepemilikan properti, hingga masalah sosial dan politik seperti partisipasi perempuan dalam bidang kedokteran, teologi, dan hukum22 . Inilah awal gerakan feminisme liberalis –individualis yang percaya, bahwa akar persoalan perempuan adalah keterbelakangan dan ketidakmampuan kaum perempuan bersaing dengan laki-laki akibat kebodohan dan sikap irasional mereka sendiri yang berpegang teguh pada nilai- nilai tradisional mereka ( domain privat). Mereka yakin bahwa partisipasi perempuan dalam proses produksi berkorelasi positif dengan status 22 Najma Sa’idah dan Husnul Khatimah, Revisi politik perempuan ( Bogor : IDeA Pustaka. 2003 ) Hlm. 93.
  • 47. 47 perempuan. Artinya , bagi mereka industrialisasi dan pembangunlah adalah jalan terbaik untuk mengangkat status perempuan sekaligus memperkecil akibat ketidaksamaan kekuatan biologis antara laki-laki dan perempuan. Mereka pun percaya bahwa agar persamaan hak laki- laki dan perempuan dapat terjamin pelaksanaannya, perlu tunjangan hukum yang kuat. Akhirnya mereka juga memfokuskan perjuangannya pada perubahan undang- undang dan hukum yang ada. Salah satu pelopor gerakan ini adalah May Wollstonecraft (Inggirs) yang menulis A- Vindication of the Right of Women pada tahun 179223 . Pada perkembangan berikutnya, perubahan sosial yang terjadi di Eropa pada abad 18 ini , yakni ketika sistem feodalisme yang diperkukuh oleh teologi gereja diganti oleh sistem kapitalisme, ternyata tidak serta merta merubah kondisi perempuan, yang sejak semula memang tertindas dan tidak lebih dari warga kelas dua, bahkan ketika kapitalisme mampu menancapkan kuku-nya, dan menjadikan industrialisasi sebagai penyangga utama eksistensinya, nasib kaum perempuan justru makin terpuruk. 23 Najma Sa’idah, dan Husnul Khatimah, Revisi politik perempuan ( Bogor : IDeA Pustaka, 2003). hlm 33
  • 48. 48 Pasalnya, kebijakan pembangunan kapitalistik yang menekankan pada proses industrialisasi ini justru telah memberikan pemgabsahan kepada kelompok minoritas borjuis atau kapitalis yang menguasai asset asset ekonomi untuk menindas dan memeras kaum buruh dan masyarakat kaum bawah yang sebenarnya adalah kelompok mayoritas. Sistem ini juga telah memberikan peluang yang besar kepada kaum borjuis untuk menyetir berbagai kebijakan yang dihasilkan oleh struktur kekuasan demi kepentingan bisnis mereka. Akibatnya, fenomena kemiskinan menjadi pemandangan merata yang menimpa mayoritas masyarakat. Barat yang kemudian melahirkan ideologi dan gerakan perlawanan terhadap sistem kapitalisme, yang selanjutnya kita kenal dengan ideologi dan gerakan Sosisalisme atau Marxisme. Gerakan ini selanjutnya dikenal pula sebagai gerakan pembebasan kelompok tertindas yang sekaligus menginspirasi lahirnya feminism jenis baru yakni feminisme Sosialis24 . Bahkan dalam banyak hal, kaum perempuan lebih banyak menderita daripada kaum laki laki akibat kemiskinan 24 Ibid hlm 35
  • 49. 49 struktural yang mengharuskan mereka terpaksa ikut berperan dalam menopang kehidupan ekonomi keluarga. Dalam hal ini gerakan feminisme inipun menggunakan paradigma ideologi pembebasan yang pada intinya merupakan teori penyandaran bagi kelompok tertindas termasuk kaum perempuan. Kedudukan kaum perempuan identik dengan kaum proletar pada masyarakat kapitalis Barat, disana adanya lembaga perkawinan adalah sebagai alat legitimasi bagi kaum laki-laki untuk menjadikan sang istri sebagai milik pribadi. Di sisi lain karena secara kultural perempuan sudah terplot untuk menempati ranah domestik yang tidak menghasilkan sesuatu yang menghasilkan materi maka inipin memperkuat anggapan posisi perempuan sebagai milik pribadi suaminya. Dia terlibat hubungan kerja seksual dengan suaminya yang cenderung akan memunculkan berbagai bentuk penindasan atas perempuan. Untuk mencapai masyarakat sosiali ini, harus dimulai dari lingkup keluarga, para istri agar dibebaskan dulu agar dirinya menjadi dirinya sendiri bukan milik suaminya. Kalau
  • 50. 50 sistem egaliter dalam keluarga dapat tercipta, maka inipun akan tercermin juga dalam kehidupan sosial. Paradigma inilah yang kemudian diterjemahkan oleh gerakan feminisme sosiali sebagai visi perjuangannya yakni melakukan proses penyadaran kepada kaum perempuan bahwa mereka adalah kelompok tertindas oleh sistem kapitalis yang partriarkal, dan karenanya mereka harus membebaskan diri dari sistem ini. Caranya adalah dengan mendorong kaum perempuan untuk berkiprah seluas luasnya di sektor publik yang akan membuat mereka produktif menghasilkan materi atau uang dan pada akhirnya memiliki posisi tawar yang tinggi atau minimal sepadan dengan laki-laki. Pada tataran selanjutnya, seiring dengan berkembangan filsafat materialisme yang melahirkan gaya hidup konsumtif, serta makin terbukanya kesempatan bagi kaum perempuan dalam bidang ekonomi, tidak lagi hanya didorong oleh faktor keterpaksaan. Bahkan kaum perempuan ini menikmati kondisi yang ada dan menjadikan keharusan mereka beralasan. Ketergantungan mereka selama ini kepada para suami merupakan salah satu faktor penyebab munculnya
  • 51. 51 penindasan dan ketidakadilan sistemik yang dialami oleh perempuan. Hanya saja pada tataran praktis, kaum perempuan dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka masih terikat dengan tanggungjawab mengurus keluarga. Oleh karena itu, mereka mulai memandang kondisi sebagai sebuah ketimpangan yang harus diluruskan. Dalam hal ini perspektif yang digunakan adalah perspektif gender yang dihubungkan dengan perbedaan dengan jenis kelamin biologis. Mereka berpendapat, bahwa ketidakadilan gender sesungguhnya dari perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang termanifestasi dalam institusi keluarga, istri terplot dengan peran kehamilan dan keibuan “ hanya karena”dia punya Rahim. Sementara laki- laki sebaliknya. Oleh karena itu, bagi kelompok ini, keberadaan kaum laki-laki secara biologis dan politis pada dasarnya merupakan bagian dari permasalahan. Artinya, perjuangan feminispun tidak boleh berhenti pada penghapusan keistimewaan hak berdasarkan jenis kelamin laki-laki saja, tetapi justru harus memperjuangkan perubahan dalam perbedaan jenis kelamin biologis itu sendiri. Caranya tidak lain dengan mengajak kaum
  • 52. 52 perempuan untuk bisa hidup mandiri dan “mengenyahkan” keberadaan laki-laki dalam kehidupan mereka, termasuk menyerang dan menolak keberadaan institusi keluarga dan sistem patriarkal yang dalam pandangan mereka merupakan simbol dominasi kaum laki-laki atas perempuan. Inilah cikal bakal munculnya ide dan gerakan feminism radikal yang dikenal dengan gerakan women‟s lib. Gerakan ini berkembang di Amerika Serikat pada awal akhir abad 20 an. Pada tahun 1970, gerakan ini pernah menerbitkan sebuah notes from the second sex25 . Di dalamnya berisi manifesto feminism radikal yang antara lain menyatakan, bahwa lembaga perkawinan adalah lembaga formalisasi untuk meniadakan perempuan sehinga tugas utama para feminis radikal adalah menolak institusi keluarga,baik dalam tataran teori maupun praktis. Sebagai alternatifnya, mereka kemudian dengan gigih mempropagandakan kehidupan lesbian, un-wed (melajang), free sex, teknologi cloning, serta inseminasi buatan ke tengah-tengah masyarakat. Gerakan ini awalnya diilhami oleh pemikiran Betty Friedan yang tertuang dalam buku berjudul The Feminine Mystique yang menguraikan kehidupan “ menyedihkan” kaum wanita 25 Najma Sa’idah dan Husnul Khatimah, Revisi Politk Perempuan ( Bogor : IDeA Pustaka, .2003) hlm. 37.
  • 53. 53 mereka yang dituntut untuk memenuhi perannya hanya melalui pemenuhan kebutuhan suami dan anak-anaknya26 . Dalam bukunya dia juga mengatakan bahwa peran tradisional perempuan sebagai ibu rumah tangga tersebut merupakan faktor utama yang membuat perempuan tidak berkembang kepribadiannya , oleh karena itu, menurutnya kaum perempuan tidak harus kawin dan memiliki anak, dan mereka dapat mengembangkan diri sebagai apa saja seperti apa yang dilakukan laki-laki. Setelah itu, muncul buku-buku lain yang ditulis para tokoh feminis yang memberikan dorongan kepada kaum perempuan untuk membebaskan diri dari kewajiban rumah yang dianggap beban dan mensubordinasikan perempuan. Diantaranya adalah buku The Second Sex karya Simone De Beauvoir ( 1953/1973). Buku memuat anjuran penulis agar kaum perempuan tidak menikah jika mau maju dalam karirnya. Selain itu ada juga buku Women‟s Estate karya Juliet Mitcher (1971) yang didalamnya membahas bahwa perempuan yang tinggal dirumah adalah the most oppressed off all people ( orang yang paling tertindas). 26 Ibid hlm 38
  • 54. 54 Serta buku seksual politis karya Millett yang di dalamnya digambarkaan bahwa ibu rumah tangga sama saja budak (Motherhood is slavery) dan bahkan institusi keluarga adalah lembaga syetan tua ( all age evill). Inilah beberapa gerakan feminism di Eropa dan Amerika , sekalipun banyak mengundang kontroversi, hingga saat ini terus berkembang dalam berbagai aliran dan bentuk. Apalagi sejak PBB mengangkat isu perempuan menjadi isu global, yakni dengan mencanangkan dasawarsa satu untuk perempuan pada tahun 1975-1985, isu isu keperempuanan semakin mewabah dalam berbagai forum baik di tingkat Intenasional, Nasional, Regional maupun lokal. Dalam hal ini, PBB , dibawah kendali Amerika, jelas berperan besar dalam menularkan isu-isu tersebut tak terkecuali di dunia Islam, baik melalui forum dunia yang khusus membahas masalah perempuan seperti pada konferensi wanita dunia di Mexico (1975), Kopenhagen (1980), Nairobi (1985), dan Beijing ( 1995) maupun melalui
  • 55. 55 forum tingkat dunia seperti konferensi hak asasi manusia atau HAM , KTT Bumi , ataupun konferensi kependudukan27 . Bagaimanapun kaum feminis percaya bahwa mewujudkan ide ini merupakan hal yang niscaya, bahkan merupakan sebuah keharusan jika keterpurukan perempuan ingin disembuhkan. Hanya saja, mereka mengakui bahwa memperjuangkan kesetaraan gender ini tidak mudah, karena spektrum ketidakadilan gender demikian luas, melibatkan pemahaman individu dan masyarakat yang dikukuhkan dengan pandangan ideologis masing-masing, termasuk keyakinan agama serta oleh negara. Oleh karena itu, pendekatan yang mereka gunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan perempuan yang di klaim oleh mereka sebagai akibat ketidakadilan gender adalah dengan melibatkan perempuan agar secara aktif mengatasi persoalan sendiri. Misalkan saja melalui keterlibatannya dalam program masyarakat atau organisasi organisasi kemasyarakatan, peningkatan pendidikan, maupun melalui upaya melibatkan diri dalam fungsi kekuasan di sektor publik. Slogan “ hanya perempuan yang tahu dan bisa mengatasi persoalan perempuan”. Seolah 27 Najmah Sa’idah dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan ( Bogor : IDeA Pustaka 2003 ). hlm 39
  • 56. 56 menjadi keyword (kata kunci) dalam menyusun agenda- agenda serta langkah-langkah pembebasan perempuan. Inilah yang kemudian kita kenal dengan pemberdayaan (empowerment) : suatu proses yang bertujuan untuk merubah arah dan sifat dari kekuatan-kekutan sistemik yang memarjinalkan perempuan dan kelompok-kelompok rentan lainnya. Kekuatan sistemik yang dimaksut adalah mencakup seluruh struktur kekuasaan di berbagai level dan bidang. Baik level pemerintahan atau negara , masyarakat, maupun keluarga, serta dibidang politik, ekonomi, sosial-budaya, agama, dan sebagainya. Dengan demikian, arah pemberdayaan ekonomi perempuan pun, mau tidak mau, harus dilakukan dengan cara melibatkan kaum perempuan dalam berbagai aspek dan mencakup semua level termasuk di bidang ekonomi. Oleh karena itu, wajar jika wacana mengenai pemberdayaan ekonomi perempuan inilah yang akhirnya menjadi salah satu isu terpenting yang mencuat di tengah euphoria demokratisasi, yang secara lebih jauh memunculkan tuntutan untuk melakukan reinterpretasi atas
  • 57. 57 logika dasar penataan interaksi dan intrrelasi antara perempuan laki-laki dan dunia politik. 4.1.4. Demokrasi - Kapitalisme Akar Persoalan Perempuan Doctor Mansour Faqih menyebut bahwa gerakan perempuan hakikatnya merupakan proses transformasi sosial yang identik dengan proses demokratisasi. Pasalnya, yang menjadi tujuan gerakan perempuan adalah menciptakan hubungan antara sesama manusia secara fundamental baru, lebih baik dan adil, dimana hal tersebut hanya mungkin dicapai melalui cara demokratisasi28 . Hal ini karena, menurutnya , demokrasilah yang memungkinkan terciptanya ruang kesempatan dan wewenang serta memungkinkan rakyat mengelola dirinya sendiri melalui diskusi dan aksi bersama, dengan prinsip kesamaan dan keadilan. Dari sini, dapat dipahami mengapa para pejuang perempuan senantiasa intens terlibat dalam barisan pejuang dmokrasi, bahkan mereka memasukkan agenda demokratisasi sebagai salah satu agenda perjuangan mereka. 28 http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/jtptiain-gdl-s1-2006-akhmadefen-980- BAB3_310-3.pdf ( diakses 18 Agustus 2018 pukul 12.35 WIB )
  • 58. 58 Sebagaimana diketahui, dalam fraksi kehidupan masyarakat demokratis ( sementara konsep demokrasi sendiri berasal dari istilah politik yang berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat), masalah kebebasan individu menjadi hal yang sangat ditekankan , termasuk kebebasan mengekspresikan aspirasi politik melalui pemberian ruang yang lebar bagi setiap individu ( termasuk perempuan) untuk berpartisipasi dalam proses politik yang menentukan kebijakan. Artinya, secara konseptual, demokrasi memberikan hak partisipasi tersebut secara mutlak kepada seluruh rakyat tanpa terkecuali. Hanya saja karena pada faktanya konsep masyarakat yang demokratis ini sesungguhnya tidak akan pernah terwujud kecuali pada masyarakat Yunani kuno yang merupakan Yunani kota dengan jumlah penduduk sangat sedikit, maka untuk menjembatani kemustahilan ini, demokrasi mengharuskan adanya sistem perwakilan, yang dengan itu aspirasi individ-individu rakyat dalam masyarakat ditampung dan di representasikan oleh wakil wakil mereka di parlemen. Adanya konsep perwakilan pada tataran praktisnya, ternyata tidak mudah pula untuk diterapkan, karena secara faktual memang tidak mungkin mempersatukan aspirasi
  • 59. 59 masyarakat yang multi agama, oleh karena itu dalam teori demokrasi kitapun mengenal istilah mekanisme mayoritas dalam proses pengambilan keputusannya, dengan asumsi bahwa keberadaan para wakil rakyat benar benar merepresentasikan aspirasi masyarakat secara keseluruhan. Masalahnya seperti disinyalir oleh Alesis The Talkwin Villey yang mencermati fakta penerapan demokrasi di Amerika, prinsip mayoritas ini sering berubah menjadi tirani minoritas. Akibatnya, kekuasaan mayoritas ini, mau tidak mau, harus digandengkan dengan jaminan atas perlindungan HAM, kebebasan , keterbukaan, dan keadilan dalam kesetaraan29 . Itulah mengapa saat ini kita melihat bahwa ide kesetaraan serta kebebasan berfikir , bertindak, berpendapat dan beragama menjadi sangat inhern dan bahkan menjadi tolak ukur untuk menilai demokrasi tidaknya suatu masyarakat. Cara pandang dalam perspektif demokrasi seperti inilah yang mendasari langka perjuangan aktivis perempuan untuk menyelesaikan persoalan persoalan yang mereka hadapi. Setidaknya mereka melihat bahwa demokrasi telah 29 https://blog.ub.ac.id/girsang/2013/05/28/analisa-penerapan-demokrasi-di-indonesia-dengan- amerika-serikat/ ( diakses 18 Agustus 12.44 WIB)
  • 60. 60 memberikan harapan bagi kaum perempuan untuk menentukan nasibnya sendiri. Persoalannya, kultur yang ada selama ini mereka anggap masih kurang demokratis sehingga tidak memberikan ruang gerak yang besar bagi kaum perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya berkiprah di kancah publik. Oleh karena itu, para aktivis perempuan menjadikan tujuan terpenting dari perjuangannya adalah membongkar penghalang budaya yang selama ini kokoh mengurung kaum perempuan dalam apa yang disebut sebagai wilayah domestik sekaligus membebaskan mereka berkiprah seluas luasnya di sektor publik. Pasalnya, bagi mereka, keberadaan perempuanpun dalam wilayah domestik dianggap tidak produktif secara materi yang mengakibatkan perempuan lemah secara ekonomi, tergantung pada suami, dan ujung ujungnya tidak memiliki bargaining position dalam proses pengambilan keputusan, baik dalam skala mikro (rumah tangga) maupun skala makro (masyarakat dan negara). Cara nya tidak lain dengan melakukan berbagai upaya strategis yang mereka anggap bisa mengubah kultur yang tidak adil tersebut , yakni dengan masuk ke tataran kekuasaan dan legislasi atau dengan memperkuat kontrol dan akses aspirasi perempuan ke dalam wilayah tersebut,
  • 61. 61 baik dengan secara langsung menjadi anggota parlemen atau kabinet, menjadi penguasa atau elit kekuasaan, menjadi anggota partai politik, menjadi anggota ormas atau LSM , atau pun melakukan penggalangan massa dalam bentuk demonstrasi. Alasannya , dalam sistem demokrasi legislasi dan kekuasan, yang secara sederhana didefinisikan sebagai kontrol sumber daya masyarakat, merupakan aspek yang sangat menonjol dan menentukan corak masyarakat, sehingga terlibatnya perempuan secara politik dalam budaya tersebut diharapkan dapat memberikan pengaruh signifikan dalam menentukan corak masyarakat tersebut. Hal ini terkait juga dengan logika feministik yang diilhami oleh konsep mengenai mekanisme mayoritas yang inhern pada sistem ini, yang menyebut bahwa jika mayoritas kekuasaan dan legislasi dominasi oleh kaum perempuan atau setidaknya imbang, maka dipastikan perspektif keperempuanan akan mempengaruhi secara signifikan dalam produk produk keputusan dan kebijakan yang dikeluarkan. Dengan begitu , perempuan yang selama ini menjadi objek dan bahkan menjadi korban kebijakan akan bisa terlindungi.
  • 62. 62 Berkenaan dengan hal ini , Dr. Chusnul Mar‟iyah direktur pasca sarjana ilmu politik Universitas Indonesia menyampaikan pandangannya, bahwa perjuangan perempuan untuk mendapatkan martabat yang setara sudah waktunya bergeser dari sekedar mengharap isu praktis menuju isu yang bersifat strategis, karena hanya dengan cara ini perempuan dianggap bisa menyelesaikan masalahnya secara struktural30 . Memasuki wilayah strategis berarti memasuki wilayah pengambilan kebijakan alternatif yang bersahabat dengan perempuan. Ini cuma bisa jika perempuan ikut sebagai pengambil kebijakan itu. Karena selama ini, perempuan tidak pernah berdaya benar benar dalam politik. Maka perlu affirmatipe action ( kuota perwakilan perempuan dalam parlemen) dengan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk masuk ke posisi pengambilan keputusan. Ini cuma sementara sampai perempuan mempunyai kemampuan memadai. Hanya saja masih menurutnya, ada beberapa kendala yang di hadapi untuk bisa memperoleh affirmatipe action ini, diantaranya para pengambil kebijakan yang tidak 30 Najma Sa’idah dan Husnul Khatimah, Revisi politik perempuan ( Bogor : IDeA Pustaka, 2003 ) hlm 57
  • 63. 63 mempunyai perspektif gender, partai-partai politik yang tidak mendukung perempuan untuk masuk ke dalamnya, adanya kombinasi dalam kehidupan pribadi perempuan yang membuat mereka menanggung beban ganda secara ekonomi, secara ideologis masyarakat masih hidup dalam sistem patriarkal, dan media masa belum mempunyai perspektif gender. Untuk mengatasi hambatan kesetaraan gender tersebut , Chusnul menawarkan solusi berupa beberapa prioritas kerja , yakni meminimalkan konflik kekerasan yang cenderung menjadikan perempuan sebagai korban, perempuan harus mengambil inisiatif , membangun budaya politik yang demokratis yang mengikutsertakan perempuan dalam mengambil keputusan, serta pemulihan keadaan ekonomi yang harus mengikutsertakan perempuan dengan kesadaran tentang hak dan potensi perempuan. Demikian, Terkristalnya keyakinan bahwa persoalan persoalan perempuan akan terselesaikan manakala perempuan terjun langsung ke tataran kebijakan publik dan politis sangat dipengaruhi oleh wacana pemikiran demokrasi kapitalistik yang kini mendominasi kultur masyarakat dunia khususnya di Indonesia.
  • 64. 64 Sistem Politik yang ada lah yang menjadikan gerakan pemberdayaan perempuan termasuk di bidang ekonomi terus hidup dan melakukan tuntutan tuntutannya kepada penguasa maupun kepada masyarakat luas untuk mendukung kesetaraan gender dalam segala aspek terutama di bidang ekonomi. Seiring dengan terus bergejolaknya perjuangan perempuan untuk mendapatkan haknya, maka bisa dikatakan kemiskinan adalah persoalan terus ada dan diakibatkan oleh penerapan Demokrasi yang sampai sekarang masih berjalan, dalam hal ini kebebasan yang dimiliki demokrasi itu sendiri. Dengan kebebasan kepemilikan misalnya, siapapun ( baca : perusahaan besar) bisa melakukan privatisasi sumber daya alam dan asset negara. Pelayanan publik jadi ajang komersil dan rakyatlah yang paling di rugikan karena harus membayar mahal fasilitas umum yang dibutuhkannya. Pada hakikatnya masalah perempuan adalah bagian dari masalah warga negara , yang penyelesaiannya tidak boleh dibedakan dari sisi jenis kelamin. Bagi sebuah negara setidaknya harus memandang laki-laki dan perempuan sama dari sisi kebutuhan pokok, sama-sama memiliki hak untuk
  • 65. 65 bisa hidup layak, dengan begitu ada harapan terselesaikannya persoalan kemiskinan perempuan. Konsep Ekonomi kapitalisme berawal dari sebuah sudut pandang bahwa manusia bebas memilih dan mengambil keputusan tanpa ada batasan apapun. Ketika kebebasan memilih diserahkan kepada manusia belaka maka manfaatlah yang akan di jadikan patokan. Jika seorang perempuan menganggap bahwa dirinya bisa meningkatkan taraf ekonomi keluarga dengan bekerja, maka tidak ada orang yang bisa menghalanginya karena asas kebebasan dan karena asas manfaat. Padahal kunci terselesaikannya permasalahan kemiskinan sistemik seperti saat ini, ada pada pengaturan makro ekonomi negara bukan pada upaya individu warga dalam mendapatkan pekerjaan. Program PPPA dalam kabinet kerja merumuskan 3 prioritas kerja yang sering disebut dengan 3END (Three Ends ). Three Ends tersebut adalah End Violence Against Women and Children (akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak), End Human Trafficking (akhiri perdagangan
  • 66. 66 manusia) dan End Barriers To Economic Justice (akhiri kesenjangan ekonomi)31 . Three Ends diharapkan dapat menjadi arah bagi para pemangku kepentingan, baik di pusat maupun daerah dalam melaksanakan urusan PP dan PA. Program ini digencarkan pemerintah salah satunya karena mengingat akses perempuan terhadap sumber daya ekonomi dianggap masih terbatas. Oleh sebab itu, pemerintah, melalui Kemen PPPA berusaha memastikan kementerian dan lembaga terkait menjalankan program pelatihan bagi perempuan pelaku usaha. Selain itu, dalam program ini, pemerintah juga akan berusaha memastikan setiap perempuan berhak mendapatkan akses pemodalan melalui lembaga keuangan. Pemerintah pun menyiapkan sistem permodalan alternatif bagi perempuan pelaku usaha mikro, salah satunya adalah bank. Hasil pencapaian dari program ini sudah tentu adalah dengan adanya banyak perempuan yang dianggap berdaya secara ekonomi baik berwirausaha ataupun berkarir di perusahaan besar. 31 http://sinarharapan.net/2017/04/kpppa-perlu-sinergi-dengan-pkk-dukung-program-three- ends/ ( diakses 19 Agustus 2018 pukul 11.55 WIB )
  • 67. 67 Hal ini membuktikan kembali bahwa negara memiliki peran yang sangat besar dalam hal upaya pemberdayaan ekonomi perempuan yang ada. Corak perekonomian perempuan sangat dipengaruhi oleh nuansa kebijakan yang dihasilkan sistem politik yang diterapkan dalam hal ini demokrasi kapitalisme. Akan tetapi jika kebijakan yang diambil justru tidak solutif –tidak menyentuh akar masalah maka akan semakin memperparah kondisi perekonomian perempuan yang ada. 4.2. Peran Perempuan di Bidang Ekonomi Dalam Keluarga, Masyarakat dan Negara Perspektif Islam 4.2.1. Islam Memuliakan Perempuan Islam memelihara wanita dengan penuh perhatian yang menyeluruh dan pertolongan. Islam meninggikan kedudukannya, mengkhususkan dengan kemuliaan dan kebaikan dalam interaksi sebagai anak perempuan, istri, saudara, dan ibu. Islam adalah agama yang pertama kali menetapkan bahwa wanita dan laki-laki diciptakan dari asal yang satu. Karena itu laki-laki dan perempuan dari sisi kemanusiaan kedudukannya sejajar. Allah berfirman ,
  • 68. 68 “Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakanmu dari jiwa yang satu, dan daripada –Nya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. ( An-Nisa : 1). Terdapat ayat ayat lain yang menjelaskan ketetapan Islam tentang dasar perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam nilai-nilai kemanusiaan secara berserikat. Titik tolak dari dasar tersebut adalah pengingkaran terhadap adat jahiliyah dan pelakuan umat umat terdahulu terhadap perempuan. Islam hadir untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan serta mengangkat kedudukannya yang belum pernah didapatkan pada ajaran di masa lalu. Sejak awal Islam telah menetapkan bahwa perempuan sama dengan laki-laki dalam masalah kemampuan dan kedudukannya. Islam tidak mengurangi sedikitpun selamanya hak tersebut. Karena itulah Rasulullah meletakkan dasar kaidah penting, “ Sesungguhnya wanita itu pendamping atau belahan jiwa laki- laki”. Sebagaimana ditetapkan juga oleh beliau dalam wasiatnya kepada wanita “ Aku mewasiatkan kepada kalian
  • 69. 69 agar berbuat baik kepada wanita”. Betapa wasiat itu diulang ulang dalam haji wada‟. Ketika itu beliau berbicara di hadapan ribuan umatnya. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar Islam dalam meninggikan perempuan dan memuliakannya, terlebih dahulu harus ditelaah kedudukan perempuan pada masa jahiliyah, pada masa sekarang dan bagaimana pada masa peradaban Islam. Dari sini kita akan melihat ketidakadilan yang menimpa kehidupan perempuan, sampai sekarang terus menerus terjadi. Bangsa arab pada masa jahiliyah berbuat kejam kepada putri-putri mereka sehingga menghalangi hak kehidupan. Sedangkan Al-quran Al-Karim menetapkannya sebagai bentuk kejahatan keji dan mengharamkan perbuatan tersebut. Bahkan nabi memasukkan perbuatan membunuh bayi perempuan atau membunuh bayi karena takut miskin dalam kategori dosa besar. Ibnu Masud berkata, aku bertanya kepada Rasulullah “ Manakah dosa paling besar ?” Beliau menjawab, ”Menjadikan Allah sekutu sedangkan Dia-lah yang menciptakanmu.” Saya bertanya, “kemudian apalagi ?” beliau bersabda “Membunuh anakmu lantaran takut untuk makan bersamamu.” Saya
  • 70. 70 bertanya, ” Kemudian apa lagi ? ”beliau menjawab, “Berzina dengan istri tetanggamu.” Rasulullah juga memerintahkan untuk mengajari perempuan sebagaimana sabdanya, “ Siapa saja yang punya putri lalu mengajarinya dan baik pengajarannya, lalu mengajarkan adab adab dan baiklah adabnya.. maka baginya dua pahala..”. Beliau suatu hari memberi nasihat, mengingatkan dan memerintahkan mereka supaya taat kepada Allah. Manakala putri tersebut telah beranjak dewasa dan menjadi remaja yang mencapai usia baligh, Islam memberinya hak untuk menerima dan menolak orang yang meminang, tidak boleh memaksanya menikah dengan laki-laki yang dia tidak menyukainya. Dalam hal ini Rasulullah bersabda, “Seorang janda lebih berhak tentang dirinya dari walinya, perawan hendaklah minta persetujuan kepada dirinya. Tanda izinnya adalah diam.” Beliau juga bersabda, tidaklah dinikai seorang janda sehingga dia bersolek, dan tidak akan dinikahi seorang perawan sampai mendapatkan izin (dari dirinya sendiri).” Para sahabat bertanya,” Ya Rasulullah bagaimana izinnya ?” Beliau menjawan “Diamnya.”
  • 71. 71 Setelah menjadi istri syariat menganjurkan agar suami berbuat baik kepada istri dan berbuat baik kepada keluarganya. Berbuat baik kepada wanita adalah tanda kebaikan jiwa seorang laki-laki dan karakternya. Rasulullah juga bersabda, “ Sesungguhnya seorang laki-laki ketika menuangkan air kepada istrinya akan diberikan ganjaran.” Beliau juga bersabda dengan mengiba, “Ya Allah, sesungguhnya aku berhak mendapatkan kesukaran dan dosa terhadap hak dua orang yang lemah, anak yatim dan wanita.” Rasulullah telah memberikan teladan nyata dalam hal itu. Beliau adalah orang yang paling cinta dan lemah lembut kepada keluarganya. Sebagaimana diriwayatkan Al-Asud bin Yazid An-Nakha‟I yang mengatakan, aku bertanya kepada Aisyah, “ Apa yang telah diperbuat nabi kepada keluarganya ?” Dia menjawab,” Beliau dalam keadaan membantu keluarganya – artinya membantu dalam pekerjaan mereka-manakala shalat telah tiba, beliau bangkit menuju sholat. Ketika suatu saat misalnya, istri membenci suaminya dan tidak akan bisa hidup bersamanya. Maka Islam menganjurkan untuk bercerai dengan cara khulu ( mengembalikan mahar).
  • 72. 72 Ibnu Abbas berkata , “Istri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi dan berkata , “Wahai Rasulullah, aku tidak menemukan cacat dari Tsabit dalam hal agama da akhlak, kecuali bahwa aku takut pada kekafiran. Rasulullah bersabda, “ Apakah kamu mau mengembalikan kebunnya ?” Dia menjawab, “ Ya, saya mau”. Kemudian kebun itu dikembalikan dan Tsabit diperintah untuk menceraikannya. Dari penjelasan tersebut, Islam telah menetapkan bahwa wanita mempunyai otoritas harta secara tersendiri dan sempurna sebagaimana laki-laki. Baginya hak untuk menjual dan membeli, menyewa dan menerima bayaran, mewakilkan dan menghibahkan, tidak ada larangan atas semua itu selagi berhubungan dengan orang yang berakal dan mengerti. Hal itu berdasarkan firman Allah, “ kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahlaknlah kepada mereka harta-harta nya.” (An-Nisa :6). Suatu ketika Ummu Hani bin Abu Tholib menyewa seorang laki-laki dari kalangan kaum musyrikin. Saudaranya , Ali bin Abi Thalib, tidak setuju karena laki-laki itu aka mencoba membunuhnya. Rasulullah dalam peristiwa ini bersabda, “ Kamu menyewa sebagaimana kami menyewa hai Ummu Hani.” Maka dia juga
  • 73. 73 diberikan hak otoritas keamanan jiwa atau keselamatan kepada selain kaum muslimin. Demikianlah seorang muslimah yang terhormat hidup mendapatkan kemuliaan yang suci dalam naungan pengajaran dan peradaban Islam. Dalam sejarah peradaban Islam , perempuan menjadi kehormatan yang wajib dijaga. Bukan hanya itu, seorang ibu adalah pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Di pundak seorang perempuanlah tanggungjawab atas nasib suatu bangsa. Jika perempuannya rusak maka generasinya pun sama. Jika perempuannya berkualitas maka generasi pada masa itu juga akan berkualitas. Sejarah telah mencatat bagaimana peran besar para shahabiyah dan perempuan-perempuan lainnya telah terbukti berhasil memajukan generasi bangsanya. Diantaranya Aisyah binti Abu Bakar ra, Khadijah ra, dll. 4.2.2. Peran Perempuan Muslimah dalam Sejarah Sejarah telah mencatat pernikahan Rasulullah Muhammad SAW dengan Aisyah yang masih belia, ternyata menyimpan sejuta hikmah bagi umat Muhammad saw. Aisyah adalah salah seorang istri Rasulullah yang banyak memperoleh pendidikan langsung dari Rasulullah. Menerima ilmu , hikmah, dan petunjuk dari beliau. Karena itu
  • 74. 74 sepeninggal Rasul, Aisyah menjadi sumber rujukan ilmu, terutama berkenaan dengan kepribadian Rasul dan keadaan rumah tangga beliau, yang tidak banyak diketahui oleh khalayak. Dalam hal ini Musa Al-Asy‟ari berkata, “Bila kami para sahabat mengalami kesulitan dalam suatu permasalahan, maka kami menanyakan jawabannya kepada Aisyah.” Diriwayatkan dari Atha‟ bin Rabah, “Adalah Aisyah yang paling faqih dan yang paling alim serta paling baik pendapatnya mengenai permasalahan hukum. Adalah Aisyah tempat berguru kaum pria, dan banyak muridnya yang kemudian terkenal menjadi guru dan panutan generasi berikutnya.” Karena itu nama Aisyah menjadi harum semerbak, dan ditulis dengan tinta emas sejarah. Beliau berperan besar dalam mentransmisikan hadits-hadits Rasulullah kepada generasi umat Islam. Aisyah-lah sebetulnya pelopor yang memiliki peran besar dalam memajukan keilmuan umat islam. Dalam hal ini beliau mengatakan, “ Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshor. Mereka tidak malu untuk belajar agama.” Aktivitas Aisyah dalam periwayatan hadits sudah di bahas dalam periode Rasul. Pada masa khulafaur rasyidin, aktivitas publik Aisyah terus berlanjut. Ia sering menyampaikan
  • 75. 75 gagasan gagasannya kepada para penguasa dalam urusan kenegaraan dan dihadirkan dalam rapat-rapat kenegaraan baik di masa Abu Bakar, Umar dan Utsman. Termasuk manufer Asiyah mengoreksi penguasa di masa kekhilafahan Ali bin Abi Thalib.32 Selain itu Aisyah juga telah menyumbangkan jasa besar bagi kaum perempuan di dunia.33 Ummul mukminin Aisyah adalah pemimpin dari para pembela hak kaum perempuan. Dia selalu mengecam orang yang berbicara dengan nada merendahkan kehormatan atau menjatuhkan derajat. Saat Aisyah mendengar seseorang mengatakan bahwa yang dapat membatalkan sholat adalah anjing, keledai, dan perempuan yang lewat didepan orang yang sholat, dia langsung angkat bicara, “ Jadi perempuan adalah binatang yang buruk ? Celakalah kalian yang telah menyamakan kami dengan keledai dan anjing ! kalian melihat aku sering lewat di depan Rasulullah, bahkan berbaring di depannya ketika beliau sholat”. Dalam satu riwayat dikatakan, “ Jika Rasulullah SAW hendak bersujud, beliau menggeser kakiku, akupun menarik kakiku. Akupun menarik kakiku lalu beliau bersujud.” 32 Prof. Dr. Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia ( Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar 2009 ) Hlm. 73. 33 Sulaiman an-Nadawi, Aisyah-Sejarah Lengkap Kehidupan Ummul Mu’minin Aisyah ( Jakarta : Qisthi Press, 2007) Hlm 279
  • 76. 76 Ini merupakan bantahan yang tegas terhadap pendapat para ulama yang mengatakan wudlu batal karena menyentuh perempuan. Diriwayatkannya dari nab,” Sesunggunghnya tanda bencana itu ada pada perempuan, binatang, dan rumah.” Menurut Abu Huraira, sebagian bencana itu bertebaran di langit dan sebagian lagi ada di bumi.” Kemudian Aisyah berkata,” Demi Zat yang menurunkan Al-quran kepada Abu Khosim ( Muhammad), Rasulullah tidak berkata demikian, melainkan, “Sesungguhnya orang-orang jahiliyah menganggap tanda malapetaka itu demikian.” Ada beberapa aspek Fiqih serta masalah-masalah furu‟ ( yang di perdebatkan oleh para ulama) . Dalam hal-hal tersebut Aisyah memilih aspek yang lebih mudah bagi para perempuan, karena dia lebih menguasai masalah ini ketimbang kaum laki-laki. Kemudian Aisyah memberitahukan kepada mereka pendapat yang dipilihnya berdasarkan Al- Kitab dan Sunnah34 . Sejarah telah membuktikan selama kurang lebih 13 abad bahwa syariat Islam mampu mengatur kehidupan manusia dengan adil sekaligus mampu menjamin ketentraman hidup manusia sehingga orang-orang non muslim pun tenteram hidup di bawah naungan Islam. Sebab risalah yang 34 Ibid 279
  • 77. 77 di bawah nabi Muhammad memang berlaku universal untuk seluruh umat manusia, kapan dan dimanapun ia berada. Hal ini diperkuat dengan perintah Allah SWT sebagai Sang Pencipta kepada makhluknya, yaitu manusia, agar mereka mentaati segala sesuatu yang diperintahkan Rasul SAW dan meninggalkan segala yang di larangnya. Allah SWT berfirman : “ Segala yang diperintahkan Rasul kepadamu, ambillah / terimalah; segala yang dilarangnya atasmu, tinggalkanlah (QS Al-Hasyr :7) Dalam hal ini harus ditekankan bahwa Islam datang bukan sekedar sebagai ilmu pengetahuan atau teori semata yang tidak dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari. Akan tetapi Islam merupakan sekumpulan pemikiran dan pemahaman yang memiliki penunjukan penunjukan nyata yang dapat dijangkau oleh akal manusia dan mencakup tatacara pelaksanaan pemikiran tersebut. Singkatnya Islam di turunkan oleh Allah agar dijadikan sebagai aturan hidup bagi manusia. Ketika Islam memberikan tatacara penyelesaian permasalahan melalui hukum syara‟, Islam tidak memandang permasalahan tersebut milik siapa. Akan tetapi Islam memberikan hukum-hukum syariat untuk menyelesaikan seluruh permasalahan manusia, siapapun orangnya, laki-laki
  • 78. 78 ataupun perempuan, berkulit merah atau hitam, orang Arab atau bukan Arab. Islam juga memandang setiap permasalahan apapun semata mata sebagai permasalahan manusia, apakah itu persoalan ekonomi, sosial, politik,keluarga, dan lain lain. Islam kemudian memberikan solusi terhadap semua persoalan manusia itu dalam posisinya sebagai manusia. Oleh karena itu apapun jenis permasalahan atau persoalan yang muncul, selama itu adalah masalah yang dihadapi manusia , hukum syariat memiliki penyelesaiannya. Sebagai sebuah aturan yang terpadu, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan yang akan menjamin terwujudnya ketenteraman umat manusia, tanpa membedakan jenis kelamin manusia. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan kewajiban yang telah diatur dengan sangat rinci dalam aturan- aturan Islam (hukum-hukum syara‟). 4.2.3. Peran Utama Perempuan Sebagai Ibu dan Pengelola Rumah Tangga Disamping kedudukannya sebagai seorang hamba Allah yang mengemban kewajiban-kewajiban individual sebagaimana halnya laki-laki, seorang perempuan secara khusus telah dibebani tanggungjawab kepemimpinan dalam rumah tangga suaminya sekaligus menjadi pemimpin bagi anak-anaknya.
  • 79. 79 Rasulullah saw bersabda, sebagaimana yang di tuturkan oleh Ibnu Umar : “Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir (kepala pemerintahan) adalah pemimpin bagi rakyatnya , yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang perempuan adalah pemimpin rumah tangga suaminya dan anak-anaknya yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang pelayan adalah pemimpin atas harta tuannya, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Ingatlah setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. ( HR al-Bukhari- Muslim) Peran kepemimpinan dalam hadits ini sama sekali tidak menunjukkan superior derajat yang satu atas yang lain. Pemimpin negara tidak dianggap lebih mulia dari rakyatnya. Seorang laki-laki sebagai suami tidak pula dianggap lebih tinggi derajatnya dibandingkan istri dan anak-anaknya. Kepemimpinan adalah tanggungjawab dan amanah yang dibebankan Allah untuk dilaksanakan, selanjutnya dipertanggungjawabkan sebagai amal ibadah. Justru ketaatan
  • 80. 80 masing-masing terhadap tanggunjawab kepemimpinan inilah yang akan menentukan kemuliaan derajat seseorang. Sebagaimana firman Allah : “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa”(QS Al-Hujurat :13) Perempuan sebagai pemimpin rumahtangga suami dan anak-anak mengandung pengertian, bahwa peran kepemimpinan yang utama bagi perempuan adalah merawat, mengasuh, mendidik, dan memelihara anak-anaknya agar kelak menjadi orang yang mulia di hadapan Allah SWT. Disamping itu, ia pun berperan membina, mengatur, dan menyelesaikan urusan rumah tangga agar memberikan ketenteraman dan kenyamanan bagi anggota-anggota keluarga yang lain. Dengan perannya ini berarti ia telah memberikan sumbangan besar kepada negara dan masyarakatnya. Sebab dengan begitu berarti dia telah mendidik dan memelihara generasi umat agar tumbuh menjadi individu-individu yang shalih dan muslih di tengah-tengah masyarakatnya. Dengan begitulah bisa dikatakan bahwa kepemimpinan perempuan ini berperan melahirkan pemimpin-pemimpin lainnya di tengah-tengah umat.
  • 81. 81 Hukum-hukum yang berkaitan dengan peran keibuan perempuan antara lain mencakup hukum-hukum tentang haid, kehamilan, melahirkan, penyusuan, pengasuhan, dan pendidikan pertama bagi anak. Adapun dalam kedudukannya sebagai manager rumah tangga, perempuan berfungsi sebagai mitra utama dari pemimpin rumah tangga, yaitu suami, hubungan keduanya dalam rumah tangga dibangun di atas persahabatan dan kasih sayang.35 Dengan begitu sekalipun suami berlaku sebagai pemimpin rumah tangga, bukan berarti kepemimpinannya bersifat diktator atau seperti majikan terhadap budaknya. Tentang hal ini, Islam telah mengibaratkan bentuk persahabatan yang baik sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Wanita adalah saudara kandung laki-laki (HR Abu Dawud dan An_Nasa‟i) Ini menunjukkan adanya pertalian yang dekat antara laki-laki dan perempuan dalam Islam tidak berarti sama rata dalam tanggung jawab dan hak untuk semua hal. Menyangkut potensi dan kemampuan jenis masing- 35 Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam ( Jakarta : HTI Press, 2015). Hlm 135
  • 82. 82 masing laki-laki dan perempuan, Allah telah memberikan tugas seimbang dengan kemampuan jenisnya. Misalnya saja, ketika Allah membebankan tugas kehamilan dan melahirkan atas perempuan, Allah menciptakan kesanggupan pada kaum perempuan untuk memikul tanggung jawab tersebut yang tidak dimiliki laki- laki, seperti dengan adanya rahim dan payudarah yang memproduksi ASI. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa Allah telah menciptakan adanya keseimbangan potensi yang dimiliki seseorang dengan tanggungjawab yang dibebankan kepadanya. Sebab, Allah swt tidak pernah dan tidak akan pernah menzalimi dan membebani hamba-hamba Nya di luar kesanggupan mereka. Rasulullah saw telah menyampaikan kepada kita tentang penghargaan Islam terhadap kemuliaan peran pokok perempuan ini. Contohnya dapat dilihat dari nasehat beliau kepada putrinya Fatimah, sebagaimana dituturkan oleh Hurairah r.a . Beliau bersabda (artinya) : “ Fatimah, wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti menetapkan pada setiap biji tepung itu kebaikan, menghapus kejelekannya, dan meningkatkan derajatnya. Fatimah, yang lebih utama
  • 83. 83 dari seluruh keutamaan adalah keridloan suami atas dirinya. Andaikan suamimu tidak meridloimu maka aku tidak akan mendoakannya. Ketahuilah Fatimah, kemurkaan suami adalah kemurkaan Allah Swt. Fatimah, tidaklah wanita yang melayani suaminya sehari semalam dengan rasa suka dan penuh keikhlasan serta niat yang benar melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya dan memakaikan kepadanya di Hari Kiamat dengan pakaian yang hijau gemerlap dan menetapkannya baginya setiap rambut di tubuhnya seribu kebaikan.” Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda ( yang artinya ) : “Fathimah, jika wanita mengandung anak di perutnya, malaikat pasti akan memohonkan ampunan baginya, dan Allah pasti akan menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan, menghapuskan seribu kejelekannya. Ketika wanita itu merasa sakit saat melahirkan, Allah pasti akan menetapkan baginya pahala para pejuang di jalan Allah SWT. Jika ia melahirkan bayi, keluarlah dosa-dosanya seperti ketika ia dilahirkan oleh ibunya, dan tidak akan keluar dari dunia dengan suatu dosa apapun. Di kuburnya ia akan ditempatkan di taman-taman Syurga. Allah memberikan pahala seribu ibadah haji dan umrah
  • 84. 84 dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat. Para shahabiyah pada masa lalu pernah mempertanyakan persoalan yang mungkin juga dipertanyakan oleh para muslimah masa kini. Sekiranya para muslimah kembali kepada jawaban Islam- sebagaimana yang dilakukan para shahabiyah-maka tidaklah perlu mereka bersusah payah merumuskan sendiri. Asma‟ binti Yazid , misalnya pernah melontarkan pertanyaan yang selama ini membebani kaum perempuan, “Ya Rasulullah, aku mewakili kaumku untuk bertanya kepada engkau. Bukankah Allah mengutusmu untuk seluruh umat , baik laki-laki maupun wanita. Kami beriman kepadamu dan Tuhanmu, namun kami merasa diperlakukan tidak sama dengan laki-laki. Kami adalah golongan yang serba terbatas dan terkurung. Kerja kami hanyalah menunggu rumah kalian, memelihara dan mengandung anak kalian. Kami tidak diberikan kesempatan untuk melakukan seperti yang dilakukan kaum laki-laki. Kami tidak diberikan kesempatan mendapatkan pahala sholat jumat, menengok orang sakit, merawat jenazah, berhaji ( kecuali disertai mahram ) dan amalan yang paling utama jihad fi sabilillah. Ketika
  • 85. 85 kalian pergi berjihad, kami bertugas menjaga harta dan anak kalian, serta menjahit pakaian kalian. Apakah mungkin dengan itu kami memperoleh pahala dari amalan yang kami lakukan. Rasulullah takjub mendengar pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Beliau lalu menjawab, “Asma, pahami dan sampaikan kata kata ini kepada kaummu. Pengabdianmu kepada suami dan usaha mencari kerelaannya telah meliputi dan menyamai semua yang dilakukan suami-suami kalian (laki-laki). Inilah kesetaraan hakiki yang dimaksutkan oleh Islam, laki-laki dan perempuan memiliki tanggungjawab dan peran yang seimbang sesuai dengan potensi dan kelebihannya.
  • 86. 86 4.2.4. Peran Ekonomi Perempuan Perspektif Islam Seorang perempuan, disamping kedudukannya sebagai hamba Allah dan ummun wa rabbah al-bayt ( Ibu dan Pengelola Rumah Tangga ), juga tidak bisa menafikan keberadaan mereka sebagai bagian dari masyarakat. Tentang hal ini, Allah berfriman : “Orang-orang mukmin laki-laki dan wanita, sebagian mereka menjadi penolong bagi yang lain”(At-Taubah :71) Berkaitan dengan hak, Islam telah memberikan keleluasaan bagi laki-laki dan perempuan untuk melaksanakan aktivitas perdagangan, perindustrian, pertanian, melakukan transaksi, serta memiliki setiap jenis harta dan mengembangkannya. Dalam hal muamalat Allah berfirman : “ Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi wanita juga ada bagian dari apa yang mereka usahakan.”( QS An-Nisa :32) Oleh karena itu, Islam tidak melarang perempuan bekerja (tetapi hal ini bukan berarti perempuan wajib bekerja ), asalkan tidak melalaikan kewajiban utamanya sebagai ibu dan pengelola rumah tangga serta tidak menyalahi aturan Allah dan Rasul-Nya;seperti tidak
  • 87. 87 berkhalwat, bukan pekerjaan yang mengekspoitasi sisi keperempuanan, serta memenuhi kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan aktivitas perempuan di rumah. Berkaitan dengan hal ini Dr. Fahrul Ulum S.Pd MEI menyampaikan bahwa pada prinsipnya memang tidak ada larangan bagi perempuan untuk bekerja. Ketika seorang laki-laki berhak mencari nafkah, maka perempuan pun diperbolehkan bekerja mencari nafkah. Hanya saja dari sisi hukum harus diperhatikan, tidak diperbolehkan bagi perempuan melampau batas hukum yang telah ditetapkan Islam. Misalnya dengan posisinya sebagai seorang istri dan seorang ibu, perempuan harus mendiskusikan dengan suami berkenaan dengan aktivitasnya di luar rumah, termasuk ketika hendak mencari nafkah. Sepanjang tidak melampai batas hukum dan tetap atas izin suami maka tidak ada pembedaan hak untuk bekerja baik bagi laki-laki maupun perempuan. Perbedaan yang ada adalah pada hukum syara‟ berkaitan dengan hak dan kewajiban nafkah bagi laki-laki dan perempuan. Juga dalam hal batasan –batasan hukum.
  • 88. 88 Ketika perempuan memutuskan bekerja-berperan di bidang ekonomi maka ada batasan-batasan khusus, Diantaranya :36 Pertama, Islam telah memerintahkan kepada manusia, baik pria maupun wanita, untuk menundukkan pandangan. Allah SWT berfirman : “ Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, „Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, “ hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya…” ( An-Nur ; 31) Kedua , Islam memerintahkan kepada kaum wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna, yakni pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Mereka hendaknya menjulurkan pakaian hingga menutup tubuh mereka. Allah SWT berfirma yang artinya 36 Taqiyuddin An-nabhani, Sistem Pergaulan Islam ( Jakarta : HTI Press. 2015) hal 39
  • 89. 89 “ Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali ( biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya…” (An-nur :31) “Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak- anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”( Al-Ahzab : 59 ) Ketiga, Islam melarang pria dan wanita berkhalwat (berdua-duaan), kecuali jika wanita itu disertai mahram-nya. Rasulullah bersabda : “Janganlah sekali kali pria dan wanita berkhalwat,kecuali jika wanita itu disertai mahramnya.” (HR Bukhari ) “Ibnu Abbas menuturkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW berkhutbah sebagai berikut “ janganlah sekali kali seorang pria berkhalwat dengan wanita kecuali jika wanita disertai seorang mahramnya. Tidak boleh pula seorang wanita melakukan perjalanan kecuali disertai mahramnya. Tiba-tiba salah seorang sahabat berdiri dan berkata, „Wahai Rasulullah SAW, Sesungguhnya istriku
  • 90. 90 hendak pergi menunaikan ibadah haji, sedangkan aku sudah ditugaskan ke peperangan anu dan anu.” Rasulullah SAW menjawab , „ Pergilah engkau dan tunaikan ibadah haji bersama istrimu.” (HR Muslim) Keempat, Islam melarang seorang perempuan melakukan safar ( perjalanan) dari suatu tempat ke tempat lain selama sehari semalam, kecuali dengan disertai mahramnya. Rasulullah SAW bersabda : “Tidak halal seorang wanita yang beriman kepada Allah melakukan perjalanan selama sehari semalam, kecuali jika disertai mahramnya.” (HR Muslim) Kelima, Islam melarang wanita keluar dari rumahnya kecuali seizing suaminya, karena suami memiliki hak atas istrinya. Maka tidak dibenarkan seorang istri keluar dari rumah suaminya kecuali atas izin suaminya. Jika seorang istri keluar tanpa seizin suaminya, maka perbuatannya termasuk kedalam kemaksiatan dan dia dianggap telah berbuat nusyus ( pembangkangan) sehingga tidak berhak mendapatkan nafkah dari suaminya.