SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 10
Downloaden Sie, um offline zu lesen
MOBIL RAMAH LINGKUNGAN (GREEN CAR) INDONESIA
         DILIHAT DARI PERSPEKTIF BUDAYA

                                 Oleh : Agus Sachari



                                      Ringkasan

       Mobil Nasional Ramah Lingkungan telah menjadi pembicaraan yang terus menerus
       dalam beberapa tahun terakhir. Upaya-upaya masyarakat untuk mewujudkan hal itu
       telah banyak dilakukan. Namun sebagian besar masih mengalami kendala budaya di
       dalam mewujudkan kebutuhan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya. Melalui
       pendekatan perspektif budaya, konsep mobil nasional yang ramah lingkungan tersebut
       dapat menjawab kebutuhan yang lebih proporsional dibandingkan dengan mendesain
       berbasis pada pencangkokan dari mobil-mobil yang telah ada sebelumnya. Konsep
       mobil tersebut harus bertitik tolak dari implementasi ramah budaya terlebih dahulu
       yang di dalamnya secara eksistensial juga ramah lingkungan. Dengan demikian
       perwujudannya tidak terasing dari kehidupan masyarakat Indonesia yang memiliki
       karakter dan kekhasan tersendiri dalam memilih kendaraan maupun mengendarainya.

       Kata kunci : Mobil Ramah Lingkungan, Perspektif Budaya.



A. LATAR BELAKANG


Pembicaraan mobil nasional telah tumbuh , menjadi sebuah fenomena budaya dari
sejak masa pemerintahan Orde Baru hingga sekarang. Dimasa itu upaya- upaya telah
dilakukan melalui proses alih teknologi, pabrikan total (full manufacturing) hingga
membuka berkembangnya industri karoseri di tahun 1980-an (Chalmers, 1996) dan
puncaknya berupaya untuk mendesain mobil nasional secara mandiri ‘Maleo’ yang
dikordinir oleh BPIS (Badan Pengembangan Industri Strategis) di jaman pemerintahan
Soeharto.


Permasalahan mobil nasional tersebut seolah tak pernah surut dan akhirnya menjadi
obsesi baru bagi pemerintahan sekarang. Namun setelah beberapa dekade, realisasi ke
arah terciptanya alat transportasi yang diharapkan tersebut belum dapat terlaksana.
Ketika para siswa SMK mencoba merakit sendiri mobil; kemudian menjadi primadona
pencitraan walikota Solo, semua pihak tersentak kembali bahwa obsesi beberapa
dekade yang lalu untuk memproduksi mobil nasional, semakin dekat dengan
realisasinya.


                                           1
Seiring dengan kebijakan nasional berkaitan lingkungan hidup dan           menipisnya
cadangan minyak bumi,       serta kemungkinan Indonesia turut bertanggungjawab
terhadap peristiwa pemanasan global dan perubahan iklim (DNPI,2009), konsep mobil
nasional ramah lingkungan secara berlomba-lomba dibangun kembali oleh pelbagai
pihak. Tentu saja, terdapat kebiasaan dan tradisi bangsa Indonesia yang ‘pandai’ dan
‘kreatif’ untuk segera merealisasikannya dalam waktu singkat.


Hambatan-hambatan yang terjadi seolah tersamar dengan hadirnya pelbagai model
mobil ramah lingkungan nasional tersebut dengan pelbagai konsep dan tampilan.
Hambatan aspek teknis dan juga non-teknis yang            berkaitan dengan politik
perdagangan, strategi pembangunan, gaya hidup masyarakat dan juga ketersediaan
infra struktur transportasi yang selama ini selalu menjadi masalah direduksi dalam
eforia ‘keterbisaan’ membuat desain mobil secara cepat dan instan. Demikian pula
pola pikir terhadap energi masyarakat harus secepatnya berubah (Numberi, 2011)


Dalam situasi tersebut di atas, telah banyak para akhli membahas tentang
kemungkinan-kemungkinan segera didirikan industri otomotif nasional yang mampu
memproduksi pelbagai jenis kendaraan sesuai kebutuhan dalam negeri. Demikian pula
telah banyak upaya dari masyarakat untuk mendesain mobil ramah lingkungan, baik
yang berpremis transfer teknologi, persaingan pasar, bahkan adanya obsesi kebutuhan
akan kebanggaan nasional melalui bidang otomotif melalui mobil nasional.


Wacana tentang mobil nasional listrik yang sempat aktual dalam beberapa tahun
terakhir ini telah menjadi pilihan yang penting dalam kerangka untuk membangun
industri otomotif nasional yang hingga kini masih didominasi asing. Pilihan- pilihan
cenderung kepada mobil listrik yang dinilai hemat energi dan rendah polusi.
(GAIKINDO, 2012) Tentu saja pilihan ini tidak serta merta mencuat kepermukaan
tanpa kajian yang mendalam dari pelbagai pihak, baik pemerintah maupun kalangan
perguruan tinggi.


Harapan besar, bahwa konsep mobil ramah lingkungan dan berbiaya ringan dapat
dicapai melalui perjuangan panjang melalui tahap ramah budaya terlebih dahulu.
Karena secara langsung atau tidak di dalam perwujudannya akan menjangkau pula


                                         2
konsep ramah lingkungan dan kompromi-kompromi terhadap             kebijakan politik
pembangunan pembiayaan jangka pendek maupun jangka panjang.


B. PENDEKATAN RAMAH BUDAYA


Dalam sejarah permobilan, para perancang cenderung memecahkan permasalahan
persoalan kebutuhan alat transportasi itu dari aspek teknologi, permintaan pasar atau
kecenderungan trend visual yang telah menjadi kelaziman di dunia otomotif. Bagi
negara-ngera yang telah memiliki sejarah panjang permobilan hal itu telah menjadi
sesuatu yang niscaya dan lumrah. Namun bagi negara-negara berkembang yang belum
memiliki tradisi industri permobilan yang mapan dan lengkap, hal itu tentu menjadi
kendala yang menghambat. Di tanah air, pelbagai jurus telah di lakukan oleh para
produsen otomotif untuk mengatasi hal itu selama berpuluh tahun. Oleh pelbagai
pihak, terutama kalangan akademisi kondisi tersebut dituntut harus pula dilengkapi
dengan pengembangan keilmuan, profesi dan riset yang sinambung.


Bagi kalangan desainer otomotif dari lingkungan pendidikan desain, upaya pendekatan
dilakukan dengan pelbagai cara berpikir. Hal tersebut perlu dilakukan karena
situasinya berbeda dengan negara-negara maju yang telah mapan. Salah satu model
yang kerap dipergunakan sebagai dasar perumusan konsep desain adalah model
pendekatan ramah budaya. Pendekatan ini dirasakan penting karena hakikatnya alat
transportasi atau mobil dibuat untuk manusia dan demi manusia. Penekanannya
terletak pada bobot humanitas yang tinggi pada perwujudan artifak modern tersebut.


Beberapa kriteria yang mendasari konsep desain dilihat dari perspektif budaya antara
lain selalu mempertimbangkan aspek-aspek :


1. Ideologi Sosial
Cara pandang masyarakat negara berkembang tentu berbeda dengan cara pandang
masyarakat industri yang rasionalis dan       serba taat azas. Masyarakat industri
memandang benda hanyalah sebagai artifak profanistik yang setiap saat dapat berganti.
Padahal masyarakat negara berkembang, khususnya di tanah air memandang objek
benda lebih hanya sekadar sebagai benda fungsional. Terutama benda-benda yang
telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam mencari rezeki ataupun kegiatan
                                         3
utama lainnya. Untuk itu, dalam setiap perancangan, dirasa penting untuk
mempertimbangkan segi hubungan emosional dengan benda yang akan dibuat.


2. Berpihak pada kearifan budaya
Banyak benda-benda industrial yang dirancang tidak sejalan dengan kearifan budaya
yang tumbuh dimasyarakat. Di dalam banyak kasus hal tersebut, menyebabkan mala-
fungsi, human eror, menjadi asing, atau berperilaku tak lazim. Untuk itu, dalam
merancang kearifan lokal tetap harus menjadi bagian yang harus diperhatikan, baik
berkaitan dengan operasional, keselamatan, kesehatan maupun keamanan.


3. Selaras dengan Lingkungan
Pemahaman keselarasan dalam banyak hal selalu ingin dicapai oleh bangsa Indonesia
sejak lampau. Keselarasan bukan dalam artian hubungan berimbang, tetapi lebih
dalam lagi meliputi hubungan timbal balik yang benar-benar disadari antara manusia,
alam dan benda ciptaannya. Dengan demikian manusia sebagai subjek kunci dalam
menciptakan dunia binaanya, tetapi selalu tetap menjaga pola keharmonisan yang
langgeng itu. Juga hal itu dapat dipahami dalam merancang benda-benda
kebutuhannya selalu mempertimbangkan pola keharmonisan dan taat pada tatanan
yang ramah dengan lingkungannya. Namun sebagai catatan, lingkungan itu dapat
berubah dengan cepat karena dibangunnya infra struktur baru dan sistem transportasi
perkotaan yang lebih layak, atau lingkungan itu menjadi statis dan tidak mampu
mengimbangi daya dukung kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks.


4.Mempertimbangkan keakraban
Akrab dalam pandangan masyarakat berkembang selalu memiliki konotasi bersahabat
dan setia menjaga kesahabatan itu. Tampilan visual yang terlalu ekstrim, kerap sulit
menciptakan kesahabatan walaupun akhirnya dapat diterima memerlukan waktu yang
cukup lama. Demikian pula dengan desain baru yang betul-betul baru meniru dari
negara lain, kerap mengalami kendala untuk diterima di dalam masyarakat dalam
waktu singkat. Andaikan diterimapun, kerap usia kesahabatannya tidaklah lama.
Dalam dunia benda, sesuatu yang sangat ekstrim kerap mengalami penolakan atau
penyesuaian-penyesuaian. Untuk itu dalam merancang sebuah produk, faktor
keakraban teknis dan visual ini penting untuk selalu dipertimbangkan.


                                          4
5.Kewajaran Visual
Hakikatnya bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa santun dan menghargai
kesantunan dalam banyak hal. Meskipun dalam dekade terakhir kondisi ini mengalami
pergeseran-pergeseran ke arah budaya yang agresif. Fenomena tersebut tumbuh seiring
dengan era kebebasan dan terjadinya pelapukan tata nilai di masyarakat. Namun
demikian, jiwa dari kesantunan ini masih ada dan seharusnya tetap lestari mengingat
kondisi visual yang semakin hari semakin tiada beraturan dan ‘liar’. Salah satu bentuk
kesantunan itu adalah kewajaran visual. Dalam merancang objek-objek kebendaan
maupun objek visual lainnya, unsur kewajaran visual ini tetap harus terjadi, baik yang
ditampilkan dalam gaya modern, gaya tradisional maupun pencampurannya.


6. Memberdayakan masyarakat
Alangkah bermaknanya jika semua objek visual juga memancing masyarakat untuk
belajar, seluas mungkin melibatkan masyarakat dan mampu mendudukkannya sebagai
bagian dari sejarah peradaban bangsa. Keberdayaan masyarakat ini akan tumbuh
seiring dengan luasnya kesempatan dan proses belajar secara terus menerus dalam
banyak hal. Masyarakat tidak lagi harus terjebak ke dalam proses pembodohan dan
jargon-jargon hiperbolis. Tetapi sudah saatnya masayarakat menjadi potensi cerdas
yang dapat menyelesaikan permasalahannya. Dalam dunia desain, hal itu perlu
ditunjukkan melalui pelbagai bentuk kemandirian yang berkualitas, sehingga dapat
berkompetisi di arena perekonomian nasional.


7. Memiliki Daya Keterjangkauan
Apapun upaya yang dilakukan oleh masyarakat tidak akan memiliki makna jika
kesemuanya jauh terjangkau oleh keterbatasan ekonomi industri di dalam negeri. .
Mimpi-mimpi yang menciptakan ‘keseolahan’ dapat membuat mobil berkualitas bagus
dalam semalam seharusnya segera diganti dengan fenomena kewajaran, bahwa mobil
harus   melalui    proses    perancangan       tahap   demi    tahap    yang    dapat
dipertanggungjawabkan.


Hal ini tentu berbeda jika dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang lampau,
ketika aspek regulasi dan kualitas cita rasa masyarakat yang jauh lebih baik. Dengan
demikian, daya keterjangkauan tetap harus sejalan dengan kondisi-kondisi tersebut.


                                           5
C. IMPLEMENTASI DESAIN
Ketujuh parameter yang menjadi landasan konsep pemikiran desain ramah budaya di
atas, tidaklah mudah dan serta merta dapat menjadi inspirasi para desainer otomotif
nasional. Namun paling tidak di lingkungan akademisi dapat diimplementasi dalam
bentuk riset dan konsep-konsep desain mobil masa depan yang dapat menjangkau
hajat hidup masyarakat banyak.


Dalam merancang mobil yang ramah budaya diibaratkan sebagai penciptaan karya
seni yang mengandung nilai-nilai humanitas tinggi. Garis demi garis tertuang dalam
membentuk sosok yang mempertimbangkan banyak hal, dari aspek teknis, falsafah
kecepatan hingga rautan ekonomi yang menjadi bagian dari budaya masyarakat di
negara berkembang. Jika pilihan itu lebih menekankan pada keramahan lingkungan
(Mitchell, 2010) dan pembiayaan, maka pilihannya cenderung menciptakan mobil
hibrida yang dapat dikembangkan secara modular.




      Gambar 1. : Konsep mobil hibrida modular-1 dengan motor penggerak bbm
      dan gas (sumber : Martinus P, 2012)
                                        6
Mobil hibrida modular-1 merupakan wujud pilihan alat transportasi perkotaan masa
depan dengan biaya ringan dan ramah lingkungan. Pilihan dua penggerak dipilih
sebagai alternatif dengan sistem pemindahan penngerak secara otomatis dari
penggerak motor bbm konvensional dikarenakan dimasa transisi peralihan ke gas
sepenuhnya masih membutuhkan proses adaptasi ’menunggu’ sistem               teknologi
terbaru yang mampu mengefesienasikan kinerja motor penggerak gas secara lebih
sempurna.




   Gambar 2 : Konsep mobil Hibrida Modular-2 dengan platform yang dapat
   dikembangkan untuk penerapan yang lebih luas dengan penggerak gas/bbm/biofuel
   dan motor listrik. (sumber : Martinus P, 2012)



Mobil hibrida modular-2 merupakan wujud pilihan alat transportasi perkotaan masa
depan dengan biaya produksi yang lebih ringan dan ramah lingkungan. Pilihan
kombinasi dua penggerak dipilih sebagai alternatif dengan sistem pengisian listrik dari
penggerak motor bakar atau gas sebagai alternatif tercepat untuk menjawab masa
transisi peralihan ke motor listrik sepenuhnya masih membutuhkan proses adaptasi


                                          7
menunggu penyempurnaan teknologi accu berdaya tahan lama dan dimensi yang lebih
ringkas.


Tentu saja diharapkan teknologi penggerak dan mesin bakar untuk kendaraan dalam
waktu satu dekade ke depan telah ditemukan dan menjadi sebuah paradigma baru
dalam industri otomotif nasional. Untuk itu persiapan-persiapan R & D nasional harus
segera dijalankan dalam rangkaian menunjang pemecahan alternatif yang mendesak.


Tabel 1 : Kriteria Konsep dan Implementasinya


No    KRITERIA KONSEP                  IMPLEMENTASI DESAIN

1     Ideologi Sosial                  Desain harus didasarkan akan kebutuhan
                                       masyarakat banyak
2     Kearifan Budaya                  Desain harus mempertimbangkan kebiasaan
                                       dan keselamatan masyarakat
3     Keselarasan dg Lingkungan        Desain harus hemat bahan bakar dan juga
                                       mempertimbangkan utk menjaga kelestarian
                                       lingkungan
4     Keakraban                        Desain      harus      mudah      digunakan,
                                       dikenali,dikendalikan dan praktis
5     Kewajaran Visual                 Desain harus proporsional secara semantik,
                                       tampilan maupun gaya visual
6     Memberdayakan Masyarakat         Desain harus menjadi proses pembelajaran
                                       masyarakat dan meningkatkan perekonomian
7     Memiliki Keterjangkauan          Desain harus dapat dibuat di dalam negeri
                                       sendiri dengan biaya ringan secara
                                       berkualitas



Penerapan kriteria konsep dan implementasinya ke dalam desain merupakan sebuah
metoda dalam merancang kendaraan ramah budaya agar dapat lebih membumi dengan
masyarakat negara berkembang penggunanya. Terutama masyarakat yang masih
mencoba membentuk dan membangun industri otomotif dan juga bagi para profesional
desain yang berminat mengembangkan desain mobil di negara berkembang.


D. MEREKONSTRUKSI FENOMENA


Maraknya masayarakat Indonesia untuk mendesain mobil ramah lingkungan,
tampaknya telah menjadi wacana publik yang telah lama ditunggu. Sejumlah lembaga

                                         8
penelitian, perguruan tinggi, industri karosari dan bahkan individu-individu di dalam
tubuh masyarakat seakan berlomba untuk mendesain mobil nasional dan segera
menggelindingkannya di jalan raya. Kebanggaan bercampur dengan rasa pesimistis
tumbuh hilang berganti.


Eforia semacam itu sebenarnya wajar terjadi di negara berkembang sebagai bentuk
perlawanan. Namun kegelisahan masyarakat          dipandang berbeda oleh prinsipal
industri mobil dengan melihatnya sebagai peluang untuk membentuk segmen pasar
baru : mobil ramah lingkungan. Tentu saja para pengusaha mobil tersebut dengan
cepat tanggap untuk menghadirkan mobil-mobil dengan keramahan visual baru yang
lebih modern.


Pada akhirnya, para pengusaha berkapital besar dengan mudah membaca keinginan
pemerintah dan masyarakat akan mobil baru .Kepedulian terhadap lingkungan dan
biaya ringan akhirnya terjebak kembali menjadi jargon politik perdagangan. Kondisi-
kondisi tersebut menunjukkan ketakberdayaan menghadapi perkembangan bisnis
global yang telah menghegemoni negara ini selama beberapa puluh tahun.


C. KESIMPULAN


Berdasar paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam mendesain mobil ramah
lingkungan dan berbiaya ringan, hakikatnya merupakan proses mendesain mobil
ramah budaya yang lebih membumi untuk memecahkan alat transportasi di negara
berkembang.


Implementasi teknis dapat dilakukan sejalan dengan pertimbangan laik darat, regulasi
dan juga standarisasi komponen, serta proses mendesain tahap-demi tahap seperti
layaknya tradisi mendesain mobil dengan komputer grafik dan kematangan industri
pendukungnya.


Itikad positif yang kreatif senantiasa harus terus terjaga melalui program pendidikan,
pemagangan, pencangkokkan dan transfer teknologi. Dengan demikian kompetensi
dalam bidang otomotif akan senantiasa terjaga dan menjadi bagian tradisi panjang
perjuangan untuk membangun industri otomotif yang handal di masa depan.
                                          9
REFERENSI


  1. Numberi, Freddy, 2011, Transportasi dan Perubahan Iklim, Gramedia,
     Jakarta.
  2. Chalmers, Ian, 1996, Konglomerasi : Negara dan Modal dalam Industri
     Otomotif Indonesia, Gramedia, Jakarta.
  3. GAIKINDO, 2012, The Readness of GAIKINDO to cope with National fofil
     fuel Conversion to CNG Program, Seminar CNG for Conversion Motor
     Vehicle, ITB.
  4. Martinus, 2011, Car Design and the Urban Lifestyles, ITB.
  5. Mitchell, William J, 2010, Reinventing the Autonobile, Personal Urban
     Mobility for the 21 st Century, Massachusetts of Technology.




                                       10

Weitere ähnliche Inhalte

Mehr von Prasetiya Mulya Business School

Mehr von Prasetiya Mulya Business School (7)

Goris Mustaqim on Introduction on #Socent
Goris Mustaqim on Introduction on #SocentGoris Mustaqim on Introduction on #Socent
Goris Mustaqim on Introduction on #Socent
 
The Power of Community
The Power of CommunityThe Power of Community
The Power of Community
 
Developing Brand Community: A Social Movement Perspective
Developing Brand Community: A Social Movement PerspectiveDeveloping Brand Community: A Social Movement Perspective
Developing Brand Community: A Social Movement Perspective
 
Komunitas Historia Indonesia
Komunitas Historia IndonesiaKomunitas Historia Indonesia
Komunitas Historia Indonesia
 
Connectivity Marketing: Consumer Participation in Value Creation
Connectivity Marketing: Consumer Participation in Value CreationConnectivity Marketing: Consumer Participation in Value Creation
Connectivity Marketing: Consumer Participation in Value Creation
 
Kondisi Perekonomian Jakarta Tahun 2012
Kondisi Perekonomian Jakarta Tahun 2012Kondisi Perekonomian Jakarta Tahun 2012
Kondisi Perekonomian Jakarta Tahun 2012
 
Brochure Prasetiya Mulya Graduate School of Business
Brochure Prasetiya Mulya Graduate School of BusinessBrochure Prasetiya Mulya Graduate School of Business
Brochure Prasetiya Mulya Graduate School of Business
 

Kürzlich hochgeladen

Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
novibernadina
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
AlfandoWibowo2
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
pipinafindraputri1
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
 
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptStoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptxRegresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
Regresi Linear Kelompok 1 XI-10 revisi (1).pptx
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 

Mobil Ramah Lingkungan (Green Car) Indonesia

  • 1. MOBIL RAMAH LINGKUNGAN (GREEN CAR) INDONESIA DILIHAT DARI PERSPEKTIF BUDAYA Oleh : Agus Sachari Ringkasan Mobil Nasional Ramah Lingkungan telah menjadi pembicaraan yang terus menerus dalam beberapa tahun terakhir. Upaya-upaya masyarakat untuk mewujudkan hal itu telah banyak dilakukan. Namun sebagian besar masih mengalami kendala budaya di dalam mewujudkan kebutuhan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya. Melalui pendekatan perspektif budaya, konsep mobil nasional yang ramah lingkungan tersebut dapat menjawab kebutuhan yang lebih proporsional dibandingkan dengan mendesain berbasis pada pencangkokan dari mobil-mobil yang telah ada sebelumnya. Konsep mobil tersebut harus bertitik tolak dari implementasi ramah budaya terlebih dahulu yang di dalamnya secara eksistensial juga ramah lingkungan. Dengan demikian perwujudannya tidak terasing dari kehidupan masyarakat Indonesia yang memiliki karakter dan kekhasan tersendiri dalam memilih kendaraan maupun mengendarainya. Kata kunci : Mobil Ramah Lingkungan, Perspektif Budaya. A. LATAR BELAKANG Pembicaraan mobil nasional telah tumbuh , menjadi sebuah fenomena budaya dari sejak masa pemerintahan Orde Baru hingga sekarang. Dimasa itu upaya- upaya telah dilakukan melalui proses alih teknologi, pabrikan total (full manufacturing) hingga membuka berkembangnya industri karoseri di tahun 1980-an (Chalmers, 1996) dan puncaknya berupaya untuk mendesain mobil nasional secara mandiri ‘Maleo’ yang dikordinir oleh BPIS (Badan Pengembangan Industri Strategis) di jaman pemerintahan Soeharto. Permasalahan mobil nasional tersebut seolah tak pernah surut dan akhirnya menjadi obsesi baru bagi pemerintahan sekarang. Namun setelah beberapa dekade, realisasi ke arah terciptanya alat transportasi yang diharapkan tersebut belum dapat terlaksana. Ketika para siswa SMK mencoba merakit sendiri mobil; kemudian menjadi primadona pencitraan walikota Solo, semua pihak tersentak kembali bahwa obsesi beberapa dekade yang lalu untuk memproduksi mobil nasional, semakin dekat dengan realisasinya. 1
  • 2. Seiring dengan kebijakan nasional berkaitan lingkungan hidup dan menipisnya cadangan minyak bumi, serta kemungkinan Indonesia turut bertanggungjawab terhadap peristiwa pemanasan global dan perubahan iklim (DNPI,2009), konsep mobil nasional ramah lingkungan secara berlomba-lomba dibangun kembali oleh pelbagai pihak. Tentu saja, terdapat kebiasaan dan tradisi bangsa Indonesia yang ‘pandai’ dan ‘kreatif’ untuk segera merealisasikannya dalam waktu singkat. Hambatan-hambatan yang terjadi seolah tersamar dengan hadirnya pelbagai model mobil ramah lingkungan nasional tersebut dengan pelbagai konsep dan tampilan. Hambatan aspek teknis dan juga non-teknis yang berkaitan dengan politik perdagangan, strategi pembangunan, gaya hidup masyarakat dan juga ketersediaan infra struktur transportasi yang selama ini selalu menjadi masalah direduksi dalam eforia ‘keterbisaan’ membuat desain mobil secara cepat dan instan. Demikian pula pola pikir terhadap energi masyarakat harus secepatnya berubah (Numberi, 2011) Dalam situasi tersebut di atas, telah banyak para akhli membahas tentang kemungkinan-kemungkinan segera didirikan industri otomotif nasional yang mampu memproduksi pelbagai jenis kendaraan sesuai kebutuhan dalam negeri. Demikian pula telah banyak upaya dari masyarakat untuk mendesain mobil ramah lingkungan, baik yang berpremis transfer teknologi, persaingan pasar, bahkan adanya obsesi kebutuhan akan kebanggaan nasional melalui bidang otomotif melalui mobil nasional. Wacana tentang mobil nasional listrik yang sempat aktual dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi pilihan yang penting dalam kerangka untuk membangun industri otomotif nasional yang hingga kini masih didominasi asing. Pilihan- pilihan cenderung kepada mobil listrik yang dinilai hemat energi dan rendah polusi. (GAIKINDO, 2012) Tentu saja pilihan ini tidak serta merta mencuat kepermukaan tanpa kajian yang mendalam dari pelbagai pihak, baik pemerintah maupun kalangan perguruan tinggi. Harapan besar, bahwa konsep mobil ramah lingkungan dan berbiaya ringan dapat dicapai melalui perjuangan panjang melalui tahap ramah budaya terlebih dahulu. Karena secara langsung atau tidak di dalam perwujudannya akan menjangkau pula 2
  • 3. konsep ramah lingkungan dan kompromi-kompromi terhadap kebijakan politik pembangunan pembiayaan jangka pendek maupun jangka panjang. B. PENDEKATAN RAMAH BUDAYA Dalam sejarah permobilan, para perancang cenderung memecahkan permasalahan persoalan kebutuhan alat transportasi itu dari aspek teknologi, permintaan pasar atau kecenderungan trend visual yang telah menjadi kelaziman di dunia otomotif. Bagi negara-ngera yang telah memiliki sejarah panjang permobilan hal itu telah menjadi sesuatu yang niscaya dan lumrah. Namun bagi negara-negara berkembang yang belum memiliki tradisi industri permobilan yang mapan dan lengkap, hal itu tentu menjadi kendala yang menghambat. Di tanah air, pelbagai jurus telah di lakukan oleh para produsen otomotif untuk mengatasi hal itu selama berpuluh tahun. Oleh pelbagai pihak, terutama kalangan akademisi kondisi tersebut dituntut harus pula dilengkapi dengan pengembangan keilmuan, profesi dan riset yang sinambung. Bagi kalangan desainer otomotif dari lingkungan pendidikan desain, upaya pendekatan dilakukan dengan pelbagai cara berpikir. Hal tersebut perlu dilakukan karena situasinya berbeda dengan negara-negara maju yang telah mapan. Salah satu model yang kerap dipergunakan sebagai dasar perumusan konsep desain adalah model pendekatan ramah budaya. Pendekatan ini dirasakan penting karena hakikatnya alat transportasi atau mobil dibuat untuk manusia dan demi manusia. Penekanannya terletak pada bobot humanitas yang tinggi pada perwujudan artifak modern tersebut. Beberapa kriteria yang mendasari konsep desain dilihat dari perspektif budaya antara lain selalu mempertimbangkan aspek-aspek : 1. Ideologi Sosial Cara pandang masyarakat negara berkembang tentu berbeda dengan cara pandang masyarakat industri yang rasionalis dan serba taat azas. Masyarakat industri memandang benda hanyalah sebagai artifak profanistik yang setiap saat dapat berganti. Padahal masyarakat negara berkembang, khususnya di tanah air memandang objek benda lebih hanya sekadar sebagai benda fungsional. Terutama benda-benda yang telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam mencari rezeki ataupun kegiatan 3
  • 4. utama lainnya. Untuk itu, dalam setiap perancangan, dirasa penting untuk mempertimbangkan segi hubungan emosional dengan benda yang akan dibuat. 2. Berpihak pada kearifan budaya Banyak benda-benda industrial yang dirancang tidak sejalan dengan kearifan budaya yang tumbuh dimasyarakat. Di dalam banyak kasus hal tersebut, menyebabkan mala- fungsi, human eror, menjadi asing, atau berperilaku tak lazim. Untuk itu, dalam merancang kearifan lokal tetap harus menjadi bagian yang harus diperhatikan, baik berkaitan dengan operasional, keselamatan, kesehatan maupun keamanan. 3. Selaras dengan Lingkungan Pemahaman keselarasan dalam banyak hal selalu ingin dicapai oleh bangsa Indonesia sejak lampau. Keselarasan bukan dalam artian hubungan berimbang, tetapi lebih dalam lagi meliputi hubungan timbal balik yang benar-benar disadari antara manusia, alam dan benda ciptaannya. Dengan demikian manusia sebagai subjek kunci dalam menciptakan dunia binaanya, tetapi selalu tetap menjaga pola keharmonisan yang langgeng itu. Juga hal itu dapat dipahami dalam merancang benda-benda kebutuhannya selalu mempertimbangkan pola keharmonisan dan taat pada tatanan yang ramah dengan lingkungannya. Namun sebagai catatan, lingkungan itu dapat berubah dengan cepat karena dibangunnya infra struktur baru dan sistem transportasi perkotaan yang lebih layak, atau lingkungan itu menjadi statis dan tidak mampu mengimbangi daya dukung kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks. 4.Mempertimbangkan keakraban Akrab dalam pandangan masyarakat berkembang selalu memiliki konotasi bersahabat dan setia menjaga kesahabatan itu. Tampilan visual yang terlalu ekstrim, kerap sulit menciptakan kesahabatan walaupun akhirnya dapat diterima memerlukan waktu yang cukup lama. Demikian pula dengan desain baru yang betul-betul baru meniru dari negara lain, kerap mengalami kendala untuk diterima di dalam masyarakat dalam waktu singkat. Andaikan diterimapun, kerap usia kesahabatannya tidaklah lama. Dalam dunia benda, sesuatu yang sangat ekstrim kerap mengalami penolakan atau penyesuaian-penyesuaian. Untuk itu dalam merancang sebuah produk, faktor keakraban teknis dan visual ini penting untuk selalu dipertimbangkan. 4
  • 5. 5.Kewajaran Visual Hakikatnya bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa santun dan menghargai kesantunan dalam banyak hal. Meskipun dalam dekade terakhir kondisi ini mengalami pergeseran-pergeseran ke arah budaya yang agresif. Fenomena tersebut tumbuh seiring dengan era kebebasan dan terjadinya pelapukan tata nilai di masyarakat. Namun demikian, jiwa dari kesantunan ini masih ada dan seharusnya tetap lestari mengingat kondisi visual yang semakin hari semakin tiada beraturan dan ‘liar’. Salah satu bentuk kesantunan itu adalah kewajaran visual. Dalam merancang objek-objek kebendaan maupun objek visual lainnya, unsur kewajaran visual ini tetap harus terjadi, baik yang ditampilkan dalam gaya modern, gaya tradisional maupun pencampurannya. 6. Memberdayakan masyarakat Alangkah bermaknanya jika semua objek visual juga memancing masyarakat untuk belajar, seluas mungkin melibatkan masyarakat dan mampu mendudukkannya sebagai bagian dari sejarah peradaban bangsa. Keberdayaan masyarakat ini akan tumbuh seiring dengan luasnya kesempatan dan proses belajar secara terus menerus dalam banyak hal. Masyarakat tidak lagi harus terjebak ke dalam proses pembodohan dan jargon-jargon hiperbolis. Tetapi sudah saatnya masayarakat menjadi potensi cerdas yang dapat menyelesaikan permasalahannya. Dalam dunia desain, hal itu perlu ditunjukkan melalui pelbagai bentuk kemandirian yang berkualitas, sehingga dapat berkompetisi di arena perekonomian nasional. 7. Memiliki Daya Keterjangkauan Apapun upaya yang dilakukan oleh masyarakat tidak akan memiliki makna jika kesemuanya jauh terjangkau oleh keterbatasan ekonomi industri di dalam negeri. . Mimpi-mimpi yang menciptakan ‘keseolahan’ dapat membuat mobil berkualitas bagus dalam semalam seharusnya segera diganti dengan fenomena kewajaran, bahwa mobil harus melalui proses perancangan tahap demi tahap yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini tentu berbeda jika dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang lampau, ketika aspek regulasi dan kualitas cita rasa masyarakat yang jauh lebih baik. Dengan demikian, daya keterjangkauan tetap harus sejalan dengan kondisi-kondisi tersebut. 5
  • 6. C. IMPLEMENTASI DESAIN Ketujuh parameter yang menjadi landasan konsep pemikiran desain ramah budaya di atas, tidaklah mudah dan serta merta dapat menjadi inspirasi para desainer otomotif nasional. Namun paling tidak di lingkungan akademisi dapat diimplementasi dalam bentuk riset dan konsep-konsep desain mobil masa depan yang dapat menjangkau hajat hidup masyarakat banyak. Dalam merancang mobil yang ramah budaya diibaratkan sebagai penciptaan karya seni yang mengandung nilai-nilai humanitas tinggi. Garis demi garis tertuang dalam membentuk sosok yang mempertimbangkan banyak hal, dari aspek teknis, falsafah kecepatan hingga rautan ekonomi yang menjadi bagian dari budaya masyarakat di negara berkembang. Jika pilihan itu lebih menekankan pada keramahan lingkungan (Mitchell, 2010) dan pembiayaan, maka pilihannya cenderung menciptakan mobil hibrida yang dapat dikembangkan secara modular. Gambar 1. : Konsep mobil hibrida modular-1 dengan motor penggerak bbm dan gas (sumber : Martinus P, 2012) 6
  • 7. Mobil hibrida modular-1 merupakan wujud pilihan alat transportasi perkotaan masa depan dengan biaya ringan dan ramah lingkungan. Pilihan dua penggerak dipilih sebagai alternatif dengan sistem pemindahan penngerak secara otomatis dari penggerak motor bbm konvensional dikarenakan dimasa transisi peralihan ke gas sepenuhnya masih membutuhkan proses adaptasi ’menunggu’ sistem teknologi terbaru yang mampu mengefesienasikan kinerja motor penggerak gas secara lebih sempurna. Gambar 2 : Konsep mobil Hibrida Modular-2 dengan platform yang dapat dikembangkan untuk penerapan yang lebih luas dengan penggerak gas/bbm/biofuel dan motor listrik. (sumber : Martinus P, 2012) Mobil hibrida modular-2 merupakan wujud pilihan alat transportasi perkotaan masa depan dengan biaya produksi yang lebih ringan dan ramah lingkungan. Pilihan kombinasi dua penggerak dipilih sebagai alternatif dengan sistem pengisian listrik dari penggerak motor bakar atau gas sebagai alternatif tercepat untuk menjawab masa transisi peralihan ke motor listrik sepenuhnya masih membutuhkan proses adaptasi 7
  • 8. menunggu penyempurnaan teknologi accu berdaya tahan lama dan dimensi yang lebih ringkas. Tentu saja diharapkan teknologi penggerak dan mesin bakar untuk kendaraan dalam waktu satu dekade ke depan telah ditemukan dan menjadi sebuah paradigma baru dalam industri otomotif nasional. Untuk itu persiapan-persiapan R & D nasional harus segera dijalankan dalam rangkaian menunjang pemecahan alternatif yang mendesak. Tabel 1 : Kriteria Konsep dan Implementasinya No KRITERIA KONSEP IMPLEMENTASI DESAIN 1 Ideologi Sosial Desain harus didasarkan akan kebutuhan masyarakat banyak 2 Kearifan Budaya Desain harus mempertimbangkan kebiasaan dan keselamatan masyarakat 3 Keselarasan dg Lingkungan Desain harus hemat bahan bakar dan juga mempertimbangkan utk menjaga kelestarian lingkungan 4 Keakraban Desain harus mudah digunakan, dikenali,dikendalikan dan praktis 5 Kewajaran Visual Desain harus proporsional secara semantik, tampilan maupun gaya visual 6 Memberdayakan Masyarakat Desain harus menjadi proses pembelajaran masyarakat dan meningkatkan perekonomian 7 Memiliki Keterjangkauan Desain harus dapat dibuat di dalam negeri sendiri dengan biaya ringan secara berkualitas Penerapan kriteria konsep dan implementasinya ke dalam desain merupakan sebuah metoda dalam merancang kendaraan ramah budaya agar dapat lebih membumi dengan masyarakat negara berkembang penggunanya. Terutama masyarakat yang masih mencoba membentuk dan membangun industri otomotif dan juga bagi para profesional desain yang berminat mengembangkan desain mobil di negara berkembang. D. MEREKONSTRUKSI FENOMENA Maraknya masayarakat Indonesia untuk mendesain mobil ramah lingkungan, tampaknya telah menjadi wacana publik yang telah lama ditunggu. Sejumlah lembaga 8
  • 9. penelitian, perguruan tinggi, industri karosari dan bahkan individu-individu di dalam tubuh masyarakat seakan berlomba untuk mendesain mobil nasional dan segera menggelindingkannya di jalan raya. Kebanggaan bercampur dengan rasa pesimistis tumbuh hilang berganti. Eforia semacam itu sebenarnya wajar terjadi di negara berkembang sebagai bentuk perlawanan. Namun kegelisahan masyarakat dipandang berbeda oleh prinsipal industri mobil dengan melihatnya sebagai peluang untuk membentuk segmen pasar baru : mobil ramah lingkungan. Tentu saja para pengusaha mobil tersebut dengan cepat tanggap untuk menghadirkan mobil-mobil dengan keramahan visual baru yang lebih modern. Pada akhirnya, para pengusaha berkapital besar dengan mudah membaca keinginan pemerintah dan masyarakat akan mobil baru .Kepedulian terhadap lingkungan dan biaya ringan akhirnya terjebak kembali menjadi jargon politik perdagangan. Kondisi- kondisi tersebut menunjukkan ketakberdayaan menghadapi perkembangan bisnis global yang telah menghegemoni negara ini selama beberapa puluh tahun. C. KESIMPULAN Berdasar paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam mendesain mobil ramah lingkungan dan berbiaya ringan, hakikatnya merupakan proses mendesain mobil ramah budaya yang lebih membumi untuk memecahkan alat transportasi di negara berkembang. Implementasi teknis dapat dilakukan sejalan dengan pertimbangan laik darat, regulasi dan juga standarisasi komponen, serta proses mendesain tahap-demi tahap seperti layaknya tradisi mendesain mobil dengan komputer grafik dan kematangan industri pendukungnya. Itikad positif yang kreatif senantiasa harus terus terjaga melalui program pendidikan, pemagangan, pencangkokkan dan transfer teknologi. Dengan demikian kompetensi dalam bidang otomotif akan senantiasa terjaga dan menjadi bagian tradisi panjang perjuangan untuk membangun industri otomotif yang handal di masa depan. 9
  • 10. REFERENSI 1. Numberi, Freddy, 2011, Transportasi dan Perubahan Iklim, Gramedia, Jakarta. 2. Chalmers, Ian, 1996, Konglomerasi : Negara dan Modal dalam Industri Otomotif Indonesia, Gramedia, Jakarta. 3. GAIKINDO, 2012, The Readness of GAIKINDO to cope with National fofil fuel Conversion to CNG Program, Seminar CNG for Conversion Motor Vehicle, ITB. 4. Martinus, 2011, Car Design and the Urban Lifestyles, ITB. 5. Mitchell, William J, 2010, Reinventing the Autonobile, Personal Urban Mobility for the 21 st Century, Massachusetts of Technology. 10