1. 1 | B A B I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan sumberdaya alam dapat memberi manfaat yang besar untuk
jangka waktu yang tidak selama-lamanya. Asas ini mengandung pengertian bahwa,
pengeloaan sumberdaya alam untuk memperoleh nilai tambah pendapatan dengan
mempertimbangkan pelestarian sumberdaya alam untuk anak cucu yang akan
datang (R.Bintaro dan Surastopo Hadi Sumarno, 1978).
Sumberdaya mineral, seperti bahan galian merupakan sumberdaya alam
yang proses pembentukannya memerlukan waktu yang sangat lama dan tidak dapat
diperbaharui, sehingga persediaannya sangat terbatas. Usaha-usaha untuk
memperoleh informasi mengenai agihan dan potensi bahan galian (dalam hal ini
bahan galian golongan C) perlu dilakukan, sehingga dapat meningkatkan
efektifitas dan efisiensi dayaguna sumberdaya tersebut. (Nayoan, 1979: 9–10,
dalam Khairul Fajri, 2006) menyebutkan bahwa banyak komoditi yang kini
diekspor ke Indonesia dan menghasilkan devisa terbanyak untuk membiayai
pembangunan adalah buah penyelidikan geologi seperti minyak bumi, timah,
bauksit, nikel, tembaga, pasir besi, dll.
Bahan galian golongan C adalah bahan galian yang tidak termasuk ke
dalam bahan galian strategis dan bahan galian vital, artinya golongan ini dianggap
tidak langsung mempengaruhi hajat hidup orang banyak, baik sifat atau karena
kecilnya jumlah deposit bahan galian tersebut (PP No 27 Tahun 1980). Bahan
galian golongan C ini pada umumnya diusahakan secara tambang rakyat, yaitu
dengan tingkat teknologi, permodalan dan tingkat produksi yang relatif sangat
rendah. Kebutuhan akan bahan baku untuk pembangunan sarana dan prasarana di
bidang industri terus meningkat, oleh karena itu kebutuhan akan Bahan Galian
Golongan C mengalami peningkatan. Kegiatan inventarisasi perlu dilakukan untuk
menunjang informasi tentang potensi Bahan Galian Golongan C di Kecamatan
Bayat Kabupaten Klaten (pada khususnya). Kegiatan Inventarisasi Bahan Galian
Golongan C pada penelitian ini berbasis Sistem Informasi Geografis. Pembuatan
2. 2 | B A B I
peta-peta daerah sebaran bahan galian sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil
yang maksimal dalam mengelola sumberdaya alam maupun didalam perencanaan
kegiatan pembangunan lainnya secara umum. Informasi mengenai potensi sumber
daya alam diharapkan mudah untuk diakses. Inventarisasi dilakukan secara digital
berbasis sistem informasi geografis. Selain karena saat ini SIG berkembang dengan
pesat, juga disebabkan kesadaran instansi, lembaga dan perusahaan akan
pentingnya penggunaan sistem basisdata spasial yang bergeoreferensi atau terikat
posisi tertentu, dan dengan timbulnya kesadaran tentang pentingnya data dan
informasi spasial (geografis) semakin tinggi pula permintaan akan data dan
informasi spasial.
Perlu dilakukan upaya-upaya mendasar untuk menggali potensi Bahan
Galian Golongan C dalam rangka mengoptimalkan potensi-potensi tersebut.
Inventrisasi ini dimaksudkan mampu memberikan data atau informasi yang
berhubungan dengan keberadaan bahan galian tersebut. Baik dengan cara
kuantitas, kualitas, jumlah cadangan, maupun pemanfaatan bahan galian di
Kecamatan Bayat. Sehingga potensi bahan galian yang ada mampu dikelola
masyarakat ataupun memberikan gambaran mengenai potensi Bahan Galian
Golongan C di Kecamatan Bayat.
Terdapatnya bahan galian di suatu daerah erat hubungannya dengan kondisi
geologi daerah tersebut. Kondisi geologi yang biasanya mengontrol terhadap
pembentukan endapan bahan galian tersebut adalah geologi, litologi, dan
morfologi. Kondisi geologi yang mencakup struktur geologi dan litologi dapat
tercermin dari morfologi berupa relief, bentuk lembah dan igir yang dapat diamati
pada citra penginderaan jauh. (Budiadi, 1992)
Penginderaan jauh memiliki peran dalam pemetaan geologi pada daerah
yang cukup luas yang dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya yang besar karena
sebagian besar pekerjaan penelitian dilakukan secara langsung di lapangan, tetapi
dengan melalui interpretasi citra penginderaan jauh, maka proses pemetaan akan
menjadi lebih mudah karena citra penginderaan jauh dapat merekam serta
menggambarkan obyek dan gejala di permukaan bumi pada daerah yang luas
(synoptic view). Tingkat ketelitian penginderaan jauh tergantung pada kemampuan
3. 3 | B A B I
penafsir, ketersediaan alat jenis foto, skala, kualitas data, kerumitan wujud yang
ingin diinterpretasi dan tingkat kerincian hasil yang ingin dicapai. (Lillesand,
1990)
Integrasi penginderaan jauh dengan SIG bukanlah suatu pekerjaan yang
menyulitkan sehubungan dengan telah tersedianya berbagai perangkat lunak untuk
kepentingan pemrosesan citra penginderaan jauh maupun data spasial lainnya.
Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah beragamnya jenis data yang dipakai
tidak hanya data spasial dalam bentuk vektor ataupun berbentuk citra namun
termasuk pula data statistik yang berbentuk tabel, yang bersumber dari berbagai
instansi yang berbeda. Pembangunan basisdata baik data spasial maupun data
tabuler untuk penerapan SIG menjadi penting.
1.2 Perumusan Masalah
Penilaian potensi bahan galian pada suatu daerah dapat membantu
pemerintah dalam melakukan inventarisasi sumber daya mineral. Penginderaan
jauh dan sistem informasi geografi dapat membantu dalam penentuan lokasi bahan
galian. Penginderaan jauh memungkinkan perolehan data dengan lebih cepat dan
lebih murah daripada dengan cara terestrial. Interpretasi penginderaan jauh dalam
hal ini bertujuan untuk mengumpulkan data sumber daya alam. Penentuan lokasi
bahan galian golongan C ini sangat membutuhkan data yang mampu memberikan
informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, karena itu penulis
tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai fenomena bentanglahan dimana
bahan galian terdapat, melalui interpretasi penginderaan jauh dan sistem informasi
geografi dengan judul penelitian “Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan
Penginderaan Jauh untuk Pemetaan Inventarisasi Lokasi Bahan Galian
Golongan C Khususnya Batu Kapur dan Tanah Liat di Kecamatan Bayat
Kabupaten Klaten”.
Berdasarkan uraian singkat diatas maka dapat ditarik permasalahan yang
mendorong dibuatnya penelitian ini :
4. 4 | B A B I
1. Sejauh mana hasil interpretasi citra penginderaan jauh dapat dimanfaatkan
untuk mememetakan lokasi tambang bahan galian golongan C di Kecamatan
Bayat Kabupaten Klaten dan sekitarnya.
2. Sejauh mana aspek fisik medan yang terdapat dalam citra penginderaan jauh
dapat memberikan informasi mengenai bentuklahan dan geologi, sehingga
mampu memberikan informasi mengenai lokasi galian secara baik.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui sejauh mana citra penginderaan jauh dapat digunakan untuk
mendeteksi fenomena keberadaan bahan galian golongan C.
2. Memberikan informasi tentang sebaran bahan galian golongan C khususnya
batu kapur dan tanah liat di Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Menambah wawasan bagi pengembangan studi penginderaan jauh dalam hal
interpretasi citra penginderaan jauh mengenai bentuklahan dan geologi untuk
mengetahui potensi bahan galian.
2. Menambah pengetahuan untuk melakukan pengenalan karakteristik medan
daerah-daerah yang mengandung kekayaan sumberdaya alam yang berpotensi
tinggi bagi pengelolaan dan pengembangan wilayah.
3. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pembanding untuk studi
tentang potensi bahan galian berdasarkan bentuklahan dan geologinya, yang
diidentifikasi melalui interpretasi citra penginderaan jauh, terutama bagi
mereka yang memiliki minat besar dalam berburu sumberdaya alam berupa
mineral dan tambang.
4. Dalam kaitan yang lebih besar, karena bahan tambang merupakan sumber
devisa yang sangat penting didalam pembangunan Indonesia, maka segala
informasi yang berhubungan dengan sumberdaya mineral termasuk hasil
5. 5 | B A B I
penelitian ini, sedikit banyak diharapkan dapat ikut serta dalam membantu
pembangunan nasional Indonesia.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai bahan galian sudah banyak dilakukan oleh para
peneliti dari luar negeri maupun peneliti Indonesia. Pada saat ini penelitian
mengenai inventarisasi potensi bahan galian dengan memanfaatkan tehnik
penginderaan jauh dan sistem informasi geografi belum banyak dilakukan.
Umumnya yang diteliti adalah penilaian potensi yang dilakukan dengan
pendekatan geologi. Penelitian ini mengkaji mengenai inventarisasi potensi lokasi
bahan galian C dengan memanfaatkan tehnik penginderaan jauh dan SIG di
Kabupaten Klaten dan sekitarnya. Tabel 1.1 menyajikan beberapa penelitian yang
pernah dilakukan dan hasil penelitan penulis.
Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Sebelumnya
Faktor
Pembanding
Peneliti
Lilies
Suprih
Waluyo, 1994
Budi Satriya,
1995
Danan Setyo
Nugroho,
2006
Penelitian ini
Daerah Kabupaten
Purworejo dan
sekitarnya
Kabupaten
Wonosobo
Sebagian
Kabupaten
Pacitan.
Kecamatan Bayat,
Kabupaten Klaten
Topik Pemanfaatan
Citra Spot
pankromatik
untuk
menginventarisa
si potensi bahan
galian golongan
C
Pemetaan data
Pertambangan
bahan galian
golongan C
Penentuan
lokasi
penambang
bahan galian
C.
Pemetaan bahan galian
golongan C khususnya
batu kapur dan tanah liat
Metode Interpretasi citra
penginderaan
jauh untuk dapat
menginventarisa
si potensi bahan
galian golongan
C
Pengumpulan
data sekunder
dan observasi.
Memanfaatka
n Foto Udara
pankromatik
hitam putih
skala 1:50.000
untuk
menyadap
informasi dan
SIG untuk
analisis data.
Interpretasi citra
penginderaan jauh untuk
pemetaan bahan galian
golongan C khususnya
batu kapur dan tanah liat
6. 6 | B A B I
Hasil Peta satuan
batuan dan
agihan bahan
galian golongan
C di daerah
Purworejo dan
sekitarnya
Peta data
pertambangan
bahan galian
golongan C
Kabupaten
Wonosobo.
Peta prioritas
penambangan
bahan galian
golongan C
pada sebagian
Kabupaten
Pacitan.
Peta lokasi bahan galian
golongan C khususnya
batu kapur dan tanah liat
1.6 Tinjauan Pustaka
1.6.1 Penginderaan Jauh
Penginderaan Jauh merupakan suatu seni dan ilmu untuk memperoleh
informasi tentang suatu obyek, daerah dan fenomena melalui analisis data tanpa
melakukan kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji
(Lillesand dan Kiefer, 1997).
Penginderaan jauh ialah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang
objek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang telah diperoleh dengan
menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang
dikaji (Sutanto, 1986). Alat yang dimaksud ialah alat pengindera atau sensor. Pada
umumnya sensor dipasang pada wahana (platform) yang berupa pesawat terbang,
satelit, pesawat ulang-alik atau wahana lainnya. Hasil dari perekaman sensor tersebut
berupa data penginderaan jauh. Data harus diterjemahkan menjadi informasi tentang
objek, daerah atau gejala yang diindera. Proses dari penenrjemahan data menjadi
informasi tersebut disebut dengan analisis atau interpretasi data.
Gambar 1.1 Sistem Penginderaan Jauh (Purwadhi, 2001)
7. 7 | B A B I
Komponen atau parameter yang terdapat dalam penginderaan jauh meliputi beberapa
hal di bawah ini :
a. Sumber Tenaga
Terdapat dua macam sumber tenaga yang digunakan dalam penginderaan jauh.
Kedua sumber tenaga tersebut meliputi sumber tenaga aktif dan sumber tenaga pasif.
Sumber tenaga pasif diperoleh secara alami oleh sensor, sebagai contoh tenaga yang
berasal dari sinar matahari, emisi/pancaran suhu benda-benda permukaan bumi.
Sumber tenaga dari matahari mencapai bumi dipengaruhi oleh waktu (jam, musim),
lokasi dan kondisi cuaca. Kedudukan matahari terhadap tempat di bumi berubah sesuai
dengan perubahan musim. Pada musim di saat matahari berada tegak lurus di atas
suatu tempat, jumlah tenaga yang diterima lebih besar diterima dibandingkan dengan
pada musim lain di saat kedudukannya condong terhadap tempat itu. Tempat-tempat di
ekuator menerima tenaga lebih banyak di bandingkan dengan tempat-tempat di lintang
tinggi. Untuk waktu dan letak yang sama, jumlah sinar yang mencapai bumi dapat
berbeda bila kondisi cuaca berbeda. Semakin banyak penutupan oleh kabut, asap dan
awan, maka akan semakin sedikit tenaga yang dapat mencapai bumi. Sedangkan
sumber tenaga aktif ialah sensor secara aktif menyediakan energi sendiri dengan
mengeluarkan sinyal terhadap objek. Tenaga yang datang diterima oleh sensor dapat
berupa tenaga pantulan maupun tenaga pancaran yang berasal dari objek di permukaan
bumi.
b. Atmosfer
Amosfer membatasi bagian spektrum elektromagnetik yang dapat digunakan
dalam penginderaan jauh. Pengaruh tersebut merupakan fungsi panjang gelombang
yang bersifat selektif.
c. Interaksi antara Tenaga dan Objek
Tiap obyek memiliki karakteristik tertentu dalam memantulkan atau memancarkan
tenaga ke sensor. Pengenalan objek dilakukan dengan mengamati karakteristik
spektral objek terhadap masing-masing panjang gelombang yang digunakan yang
tergambar pada citra.
d. Sensor
Tenaga yang datang dari objek di permukaan bumi diterima dan direkam oleh
sensor. Tiap sensor mempunyai kepekaan tersendiri terhadap bagian spektrum
8. 8 | B A B I
elektromagnetik. Kemampuan sensor untuk menyajikan gambaran objek terkecil
disebut resolusi spasial yang menunjukkan kualitas sensor.
e. Perolehan Data
Perolehan data dapat dilakukan dengan cara manual yaitu dengan interpretasi
visual, dan dapat pula secara digital yaitu dengan menggunakan komputer.
f. Pengguna Data
Pengguna data merupakan komponen penting dalam penginderaan jauh. Kerincian
dan kesesuaiannya terhadap kebutuhan pengguna sangat menentukan diterima
tidaknya data penginderaan jauh oleh para penggunanya.
1.6.2 Citra ALOS
ALOS adalah satelit yang dikembangkan dan diluncurkan oleh JAXA’s
Tanegashima Space Center Jepang yang diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2006
dengan menggunakan roket H-IIA. Satelit ini didesain untuk dapat beroperasi selama
3 – 5 tahun, dengan membawa 3 sensor, yaitu Panchromatic Remote Sensing
Instrument for Stereo Mapping (PRISM) dengan resolusi 2,5 meter, Advanced
Visible and Near Infrared Radiometer type-2 (AVNIR-2) resolusi 10 meter dan
Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) resolusi 10 meter
dan 100 meter. Periode kunjungan ulang (re-visiting period) dari sateli ALOS adalah
46 hari, akan tetapi untuk kepentingan pemantauan bencana alam atau kondisi
darurat satelit ALOS ini mampu melakukan observasi dalam waktu 2 hari.
Satelit ALOS ini membawa 3 jenis sensor, yaitu PALSAR, Prism dan
AVNIR-2. Khususnya sensor Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar
(PALSAR) mempunyai keistimewaan dapat menembus awan, sehingga informasi
permukaan bumi dapat diperoleh setiap saat, baik malam maupun siang hari.
Resolusi untuk high resolusion mode dan ScanSAR masing-masing 10 meter dan
100 meter. Data PALSAR ini dapat digunakan untuk pembuatan DEM,
Interferometry untuk mendapatkan informasi pergeseran tanah, kandungan biomass,
monitoring kehutanan, pertanian, tumpahan minyak (oil spill), soil moisture, mineral,
pencarian pesawat dan kapal yang hilang dll.
9. 9 | B A B I
1.6.2.1 Keunggulan ALOS
ALOS dapat memberikan data optik dan data radar sekaligus. Data optik
sangat sensitif dan punya kemampuan tinggi dalam menggambarkan suatu obyek
(visualization) tetapi sangat rentan jika pada saat perekaman terdapat cakupan awan
(cloud cover). Akan tetapi dengan data radar keberadaan awan dapat diatasi, selain
itu dengan data radar karakteristik fisik lebih mudah diamati dibanding dengan data
optik. Kombinasi penggunaan data optik dan radar akan memberikan hasil analisis
yang lebih baik dibandingkan hanya menggunakan salah satu diantara kedua jenis
data tersebut.
Pada umumnya satelit penginderaan jauh hanya didesain untuk dapat
memberikan data optik saja atau data radar saja. Seperti data optik dari satelit
penginderaan jauh SPOT milik Perancis yang berkonsorsium dengan beberapa
negara Eropa lainnya atau satelit RADARSAT milik Kanada yang hanya dapat
memberikan data radar saja. Selain itu ALOS dapat juga memberikan data stereo
(stereo mapping) dan dapat mencakup wilayah dengan luas sampai ratusan
kilometer.
1.6.2.2 Aplikasi ALOS
Khusus untuk pengamatan kondisi hutan, ALOS sudah merekam sebagian
kondisi hutan Indonesia tahun 2008 di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, sebagian
Maluku dan Irian termasuk New Guinea. Peta hutan ini dibuat dari data PALSAR
yang dibentuk menjadi citra ortho dengan resolusi spasial 50 meter.
Selain untuk pemetaan kondisi hutan Indonesia, aplikasi lain yang juga
sangat penting yang terkait dengan kerusakan lingkungan di wilayah pesisir adalah
kondisi terumbu karang. Dengan AVNIR-2, distribusi terumbu karang dapat
divisualisasikan dengan kombinasi band cahaya tampak (visible band) melalui
algoritma tertentu. Fusi citra AVNIR-2 dengan data PALSAR akan memberikan
kajian yang lebih baik terkait sebaran terumbu karang yang ada. Jika dilengkapi hasil
pengamatan lapangan dan data penginderaan jauh lainnya seperti data hiperspektral
(hyperspectral) maka tidak hanya distribusi terumbu karang saja yang bisa dianalisa
tetapi juga sehat tidaknya terumbu karang tersebut. Data hiperspektral dapat
10. 10 | B A B I
memberikan informasi atau kerincian spektral lebih detil dibandingkan menggunakan
data multispektral (seperti AVNIR-2).
1.6.3 Pengolahan Citra Digital
Pembuatan Citra Komposit Warna
Sebelum dilakukan interpretasi, baik secara manual maupun digital perlu
dibuat kompositnya, yaitu untuk menguji apakah posisi suatu citra sudah sama
karena proses koreksi geometrik dilakukan setiap citra sendiri-sendiri.
1.6.4. Bahan Galian Golongan C
Bahan galian golongan C adalah bahan galian yang tidak termasuk dalam
bahan galian vital dan bahan galian strategis. Adapun jenis bahan galian golongan
C yang termasuk dalam penelitian ini adalah :
1) Batugamping
Batugamping adalah bahan galian industri dan bangunan yang terbentuk
oleh proses sedimentasi, kimia organik atau klastik. Komposisi kimia utama
batugamping adalah kalsium karbonat (Ca CO3) dan mengandung sejumlah
magnesium besi dan lempung sebagai pengotor. Batugamping umumnya berwarna
putih sampai putih kekuningan atau keabu-abuan, kompak dan adakalanya
memperlihatkan struktur kerangka binatang atau tumbuhan. Batugamping dapat
digunakan untuk bahan baku berbagai komoditi seperti bahan baku semen, kapur
tohor, kapur pertanian, bahan karbit bahan pengisi (filter), bahan penetrasi limbah
(hidrated lime), bahan pengeras jalan dan lain-lain.
2) Andesit
Andesit adalah batuan beku yang mempunyai kadar SiO2 antara 55-66%,
berbutir halus sampai sedang, mengandung hornblende, angit, biotit, dan
adakalanya mengandung kuarsa.
Andesit merupakan material yang memiliki sifat fisik yang keras dan tahan
terhadap tekanan sehingga dapat digunakan untuk bahan bangunan seperti untuk
pembuatan pondasi bangunan, jalan raya, jembatan beton, bendungan urugan, batu
temple dan lain-lain.
11. 11 | B A B I
3) Batu Hias
Batu hias yang dimaksud di sini adalah batuan yang termasuk jenis andesit
yang memiliki sifat belahan relatif seragam atau menyerupai lembar buku.
Mengingat bentuk batu ini yang melembar-lembar dan memiliki sifat keras dan
kompak, maka batuan ini dapat digunakan untuk ornamen dinding bangunan.
4) Batukali
Sebagai mana batu hias, batukali juga merupakan batuan yang termasuk
jenis andesit yang berbentuk bongkah-bongkah batuan yang terdapat di sekitar
aliran sungai. Batukali dapat digunakan untuk bahan bangunan, pondasi, pengeras
jalan dan lain-lain.
5) Sirtu (Pasir Batu)
Endapan bahan yang terdiri dari pasir bercampur batu banyak dijumpai di
sungai, dikenal sebagai endapan aluvial, berukuran fragmen mulai dari pasir
hingga kerakal. Bahan ini umumnya berasal dari produk gunungapi atau hasil erosi
batuan yang telah terbentuk pada waktu sebelumnya, yang kemudian diangkut dan
diendapkan di sungai-sungai, terutama di kelokan-kelokan sungai.
6) Pasir
Pasir adalah batuan yang terdiri dari partikel-pertikel lepas yang berukuran
0,14 sampai 5 milimeter yang terjadi akibat desintegrasi batuan alam (natural sand)
atau dapat pula diperoleh dengan menggiling batuan alam (artificial sand). Dilihat
dari kondisi pembentukannya, pasir alam dapat dibedakan atas pasir galian, pasir
sungai, pasir laut dan pasir dome.
7) Lempung
Lempung adalah sejenis material berbutir sangat halus (1/256 mm), bersifat
plastis dalam keadaan basah, keras dan pecah-pecah dalam keadaan kering,
berwarna coklat muda hingga coklat kehitaman dan bila dibakar pada suhu tinggi
akan mengkilap. Pengotoran pada lempung dapat berupa material batu berukuran
pasir-kerikil atau bahan organik. Berdasarkan sifatnya yang plastis dan mudah
dibentuk dalam keadaan basah, maka lempung dapat digunakan untuk bahan baku
sebagai komoditi seperti bata, genteng, tungku, barang pecah belah, pipa saluran
air dan lain-lain.
12. 12 | B A B I
1.6.5. Interpretasi Citra
Interpretasi citra adalah suatu kegiatan untuk mengkaji citra penginderaan
jauh (citra fotografis dan citra non fotografis) dengan maksud untuk
mengidentifikasi objek dan memberikan deskripsi tentang objek tersebut.
Teknik interpretasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interpretasi secara
manual/visual dan interpretasi secara digital.
1. Interpretasi Secara Visual
Interpretasi citra secara visual adalah interpretasi data penginderaan jauh
yang mendasarkan pada pengenalan ciri (karakteristik) objek secara keruangan
(spasial). Karakteristik objek yang tergambar pada citra dapat dikenali berdasarkan
unsur-unsur interpretasi. Interpretasi secara visual secara umum merupakan
pengenalan obyek permukaan bumi berdasarkan karakteristik visual objek secara
keruangan. Karakteristik obyek tersebut dapat dikenali dengan menggunakan
unsur-unsur interpretasi citra.
2. Interpretasi Secara Digital.
Interpretasi secara digital merupakan evaluasi kuantitatif tentang informasi
spektral yang disajikan pada citra. Analisis digital dapat dilakukan melalui
pengenalan pola spektral dengan bantuan computer (Lillesand dan Kiefer dalam
Purwadhi, 2001). Dasar interpretasi ini berupa klasifikasi pixel berdasarkan nilai
spectral dan dapat dilakukan dengan cara statistik.
Dalam penelitian ini teknik interpretasi yang digunakan adalah interpretasi
secara manual atau visual. Dengan interpretasi manual mampu didapatkan
penafsiran objek yang sesuai dengan yang diharapkan baik itu jenis maupun letak
objek secara relatif. Pada interpretasi secara manual sangat kecil kemungkinan
terjadi kesalahan penafsiran yang perbedaannya terlalu jauh. Meskipun demikian
interpretasi secara manual memakan waktu yang lama jika dibandingkan dengan
interpretasi secara digital yang secara otomatis dilakukan oleh komputer.
Interpretasi citra merupakan kegiatan mengkaji citra dengan tujuan untuk
mengidentifikasi obyek serta menilai arti penting obyek tersbut (Estes dan
Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986). Pada tahap interpretasi citra diperlukan
unsur–unsur interpretasi yang meliputi rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur,
13. 13 | B A B I
pola, bayangan, situs serta asosiasi (Projo Danoedoro, 2000). Lebih jelasnya dapat
dijelaskan sebagai berikut :
- Rona atau warna
Rona yaitu tingkat kegelapan dan kecerahan obyek pada citra. Obyek yang
mempunyai permukaan kasar, lembab atau basah akan nampak dengan warna
gelap, demikian pula dengan obyek yang berwarna gelap cenderung mempunyai
daya pantul rendah sehinggah ronanya akan terlihat gelap.
- Bentuk
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi kenampakan
suatu obyek. Bentuk ini merupakan atribut yang jelas sehingga kenampakan suatu
obyek dapat dikenali dari bentuknya saja.
- Ukuran
Ukuran merupakan atribut obyek yang berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan
volume. Ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala sehingga pada saat
melakukan interpretasi perlu juga memperhatikan skala citra yang digunaka.
- Tekstur
Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona pada citra atau suatu agregat
kenampakan seragam yang terlalu kecil untuk dibedakan dengan tegas secara
individual. Tekstur akan tampak pada citra sebagai perbedaan rona pada obyek yng
sama atau hampir sama. Sebagai contoh tanah kosong beromput akan tampak halus
dan padang belukar akan tampak kasar.
- Pola
Pola adalah susunan keruangan suatu obyek dan biasanya sebagai perulangan
adalah hal bentuk dan ukuran, yang dibedakan pada keteraturannya. Pola
merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali
berdasarkan polanya seperti gedung sekolah yang berpola huruf L, I, atau U.
- Bayangan
Bayangan merupakan rona gelap yang disebabkan oleh terhalangnya cahaya oleh
obyek dengan bentuk siluet yang sama dengan obyek yang menghalanginya.
- Situs
14. 14 | B A B I
Situs ini bukan merupakan ciri obyek secara langsung melainkan dalam kaitannya
dengan lingkungan sekitarnya. Situs diartikan sebagai letak atau obyek terhadap
obyek lainnya.
- Asosiasi
Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan yang
lainnya. Karena adanya keterkaitan ini maka suatu obyek pada citra sering
merupakan petunjuk bagi lainnya seperti gedung sekolah di samping bentuknya
menyerupai huruf L, I, atau U juga di asosiasikan dengan adanya lapangan
olahraga.
1.6.6. Penggunaan Citra Penginderaan Jauh dalam Survei dan Pemetaan
Geomorfologi
Secara garis besar pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk survei dan
pemetaan geomorfologi dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. (Verstapen,
1997)
1. Kegunaan topografik
Jika daerah kajian belum memiliki peta topografinya, maka citra dapat
digunakan sebagai pengganti peta. Apabila peta topografi yang ada sudah
terlalu tua sehingga tidak cocok lagi dengan kondisi di lapangan maka untuk
penelitian tidak baik karena sudah terlalu banyak perubahan-perubahan atau
informasi kurang, cirta dalam hal ini dapat digunakan untuk melengkapi dan
memperbaharui peta yang sudah ada. Citra juga dapat digunakan untuk
persiapan lapangan, karena dengan citra dapat diketahui kondisi medannya
serta merencanakan lintasan-lintasan dan memplotkan titik observasi dengan
tepat.
2. Interpretasi dan pemetaan kenampakan bentuklahan yang langsung terlihat dari
citra
Langkah pertama dalam interpretasi geomorfologi adalah deteksi,
pengenalan, dan identifikasi bentuklahan, kemudian menganalisis dan
memetakan. Kenampakan geomorfologis yang dapat diamati dari citra dapat
diinterpretasi secara langsung, dan yang dihasilkan adalah kenampakan
15. 15 | B A B I
bentuklahan individual dan juga satuan-satuan geomorfologis. Dalam
interpretasi geomorfologi kunci-kunci untuk relief dan morfometri, sudah harus
digunakan.
3. Interpretasi geomorfologi lengkap
Interpretasi citra geomorfologi legkap tidak hanya tertuju pada
kenampakan yang langsung terlihat saja, tetapi ditunjukkan pada fenomena-
fenomena yang tidak tampak secara nyata seperti proses, kondisi hidrologi,
kondisi tanah dari bentuklahan yang terpetakan. Pengenalan dan identifikasi
bentuklahan berdasarkan pada kriteria-kriteria bentuk atau relief, kerapatan,
dan lokasi.
Terdapat tiga pendekatan yang berbeda dalam menganalisis secara sistematik
bentuk lahan yaitu (Verstapen, 1997)
1) Pendekatan pola
Pendekatan ini mendasarkan pada pola kenampakan pada citra dan
banyak digunakan dalam rangka klasifikasi lahan dan tanah. Daerah yang
dikaji dibagi menjadi beberapa satuan bentang alam yang masing-masing
bentang dibagi menjadi beberapa satuan-satuan yang lebih kecil atas dasar
unsure-unsur pola lokal. Pola demikian berfungsi geomorfologik seperti
bentuklahan, pola aliran, kenampakan-kenampakan erosi dan pola tersebut
diperkirakan merupakan satuan bentuklahan, dapat pula pola tersebut non-
geomorfologik seperti pola vegetasi dan tataguna lahan.
2) Pendekatan geomorfologi
Bentang alam dalam pedekatan ini dibagi menjadi satuan-satuan
geomorfologi atas dasar kesamaan struktur dan proses dan kesan
topografinya. Manfaat pendekatan ini banyak dirasakan dalam survei-
survei tanah. Perbedaan dengan pendekatan pola.
3) Pendekatan parametrik
Pendekatan ini menggunakan parameter bentuklahan secara
terpisah. Diantara parameter terpilih untuk tujuan analisis sistematik adalah
parameter geomorfik seperti tipe lahan, relief, dan bentuk lereng
dikelompokkan secara terpisah-pisah.
16. 16 | B A B I
Struktur geomorfologi memberikan informasi mengenai asal-usul (genesa)
dari bentuklahan. Proses geomorfologi dicerminkan oleh tingkat penorehan atau
pengikisan, sedangkan relief ditentukan oleh perbedaan titik tertinggi dengan titik
terendah dan kemiringan lereng. Relief atau kesan topografi memberikan informasi
tentang konfigurasi permukaan bentuk lahan yang ditentukan oleh keadaan
morfometri. Litologi memberikan informasi jenis dan karakteristik batuan serta
mineral penyusunnya, yang akan mempengaruhi pembentukan bentuklahan.
(Budiadi, 1992)
1.6.7. Penggunaan Citra Penginderaan Jauh Dalam Survei dan Pemetaan
Geologi
Terdapatnya bahan galian di suatu daerah erat hubungannya dengan kondisi
geologi yang terjadi pada daerah tersebut. Kondisi geologi yang mengontrol
terhadap pembentukan endapan bahan galian tersebut adalah litologi, struktur dan
morfologi. Keadaan geologi yang mencakup litologi dan struktur dapat diketahui
berdasarkan atas keadaan relief, bentuk serta pola lembah dan igir, yang dapat
diamati pada citra penginderaan jauh (Budiadi, 1992).
Pemetaan geologi pada daerah yang cukup luas akan memerlukan waktu,
biaya dan tenaga yang sangat banyak, jika dilakukan dengan metode pemetaan
teristris (darat). Pemanfaatan sarana citra penginderaan jauh dapat membantu
mengatasi masalah tersebut, karena salah satu sifat dari citra penginderaan jauh
dapat menggambarkan obyek dan gejala di permukaan bumi pada daerah yang
luas.
Unsur dasar penafsiran obyek geologi adalah gejala alam yang terlihat pada
citra yang memberikan kemungkinan pada orang untuk mengetahui keadaan
geologi dari citra pada daerah penelitian terutama yang berupa struktur geologi dan
sebaran unit batuan, kemudian dilakukan uji lapangan untuk melengkapi informasi
sehingga dapat dibuat peta jenis batuan dan struktur geologi.
17. 17 | B A B I
1.6.8. Software ArcGis 9.3
ArcGIS merupakan suatu softaware yang diciptakan oleh ESRI yang
digunakan dalam Sistem Informasi Geografi. ArcGIS merupakan Software
pengolah data spasial yang mampu mendukung berbagai format data gabungan
dari tiga software yaitu ArcInfo, ArcView dan ArcEdit yang mempunyai
kemampuan komplet dalam geoprocessing, modelling dan scripting serta mudah
diaplikasikan dalam berbagai type data. Dekstop ArcGis terdiri dari 4 modul yaitu
Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe, dan Arc Toolbox dan model bolder.
Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses, analisis
peta, proses editing peta, dan juga dapat digunakan untuk mendesain secara
kartografis.
Arc Catalog digunakan untuk management data atau mengatur managemen
file–file, jika dalam Windows fungsinya sama dengan explor.
Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang universal,
untuk tampilan 3D, dan juga dapat digunkan untuk menampilkan geogle earth.
Model Builder digunakan untuk membuat model boolder / diagram alur.
Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan tools–tools tambahan.
1.7 Batasan Istilah
1. Bahan tambang (Mining materials): bahan dalam bentuk aslinya yang
ditambang untuk keperluan manusia. (Budiadi, 1992);
2. Bentuklahan (Landform): permukaan lahan yang memiliki relief khas
karena pengaruh kuat struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam
yang bekerja pada batuan didalam ruang dan waktu tertentu;
3. Citra (image): merupakan gambaran muka bumi beserta obyek-obyek
yang ada, yang dihasilkan oleh sensor penginderaan jauh. (Sutanto,
1986);
4. Geologi (Geology): ilmu yang mempelajari struktur, komposit, dan
sejarah bumi. Meliputi bahan-bahan yang membentuk bumi, kekuatan
yang mempengaruhi bahan tersebut serta struktur yang menjadi
akibatnya. (Tjokrodikaryo, M, dkk., 1983);
18. 18 | B A B I
5. Interpretasi (interpretation): suatu tindakan mengamati citra dengan
tujuan untuk mengidentifikasi obyek dan menilai pentingnya obyek
tersebut. (Etnes dan Simonet dalam Sutanto, 1979);
6. Karakteristik lahan : sifat-sifat lahan yang dapat diukur (land
characteristic) dan ditaksir seperti kemiringan lereng, curah hujan.
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994);
7. Lahan (Land): suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat tertentu,
yaitu dalam sifat-sifat atmosfer, geologi, geomorfologi, tanah, hidrologi,
vegetasi, dan pengguaan lahan;
8. Litologi (lithologi): istilah yang digunakan untuk batuan sehubungan
dengan karakteristik umumnya yaitu komposisi, tekstur dan struktur.
(Tjokrodikaryo, M, dkk., 1983);
9. Penginderaan jauh (remote sensing): ilmu dan seni untuk memperoleh
informasi mengenai suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis
data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan
obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. (Lillesand dan Kiefer, 1990);
10. Potensi (Potention): kemampuan sumber-sumber alam dan sumber-
sumber manusiawi yang tersimpan dan dapat digunakan untuk
kelangsungan hidup masyarakat;
11. Potensi tambang (Mining potention): kemampuan sumber-sumber bahan
alami yang berupa baha galian yang tersimpan di alam dan dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat banyak;
12. Sistem Informasi Geografi (SIG): sebagai suatu kumpulan yang
terorganisasi dari perangkat keras computer, perangkat lunak, data
geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh,
menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan
semua bentuk yang bereferensi geografi. (Esri dalam Prahasta, 2005);
13. Topografi (topography): kajian atau uraian mengenai keadaan muka bumi
pada suatu daerah. Keadaan muka bumi pada suatu wilayah. (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1994)