Disertasi ini membahas dampak investasi air minum terhadap pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan di DKI Jakarta. Menggunakan model CGE, disertasi ini menguji tiga skenario simulasi yaitu investasi air minum, subsidi air minum, dan kombinasi keduanya. Hasilnya menunjukkan bahwa investasi air minum hanya mendorong pertumbuhan tanpa mengurangi kesenjangan, sehingga diperlukan subsidi tambahan untuk mencapai pertumbuhan pro
Dampak Investasi Air Minum terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan di DKI Jakarta. Disertasi
1. DAMPAK INVESTASI AIR MINUM TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
DI DKI JAKARTA
OLEH
OSWAR MUADZIN MUNGKASA
860 0000 067
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2006
2. DAMPAK INVESTASI AIR MINUM TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
DI DKI JAKARTA
OLEH
OSWAR MUADZIN MUNGKASA
860 0000 067
DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar
Doktor dalam bidang Ilmu Ekonomi
pada Program Studi Ilmu Ekonomi
Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
DEPOK
2006
3. PERSETUJUAN DISERTASI
Nama : OSWAR MUADZIN MUNGKASA
N.P.M. : 860 0000 067
Kekhususan : Ekonomi Publik
Judul Disertasi : DAMPAK INVESTASI AIR MINUM
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI DKI
JAKARTA
Depok, 15 Agustus 2006
Promotor, Ketua tim penguji,
Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto Prof. Dr. Moh. Arief Djanin
Kopromotor, Penguji,
Dr. Mohamad Ikhsan Dr. B. Raksaka Mahi
Dr. Montty Girianna Dr. Arindra A. Zainal
Ketua Program Studi, Dr. Luky Alfirman
Dr. Arindra A. Zainal
4. ABSTRAK DISERTASI
DAMPAK INVESTASI AIR MINUM TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
DI DKI JAKARTA
OSWAR MUNGKASA
860 0000 067
Program Studi Ilmu Ekonomi
Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia
Klasifikasi JEL : C68, D31, D58, E22, E62
Kata Kunci: 1. Investasi air minum 4. Pertumbuhan pro poor
2. Pertumbuhan ekonomi 5. DKI Jakarta
3. Distribusi pendapatan 6. Computable General Equilibrium
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan yang terkait dengan
penyediaan air minum bagi penduduk miskin di perkotaan dengan mengambil kasus
DKI Jakarta. Pemerintah belum mampu menyediakan prasarana dan sarana pelayanan
publik yang memadai, diantaranya, dalam bentuk pelayanan kebutuhan air minum.
Pemenuhan kebutuhan air minum penduduk melalui air minum perpipaan khususnya
penduduk miskin perkotaan, ditengarai dapat mengurangi beban pengeluaran air
minum, beban pengeluaran bagi biaya pengobatan akibat penggunaan air minum yang
tidak layak, dan mengurangi jumlah hari nonproduktif. Kondisi ini akan mendorong
peningkatan produktivitas dan tabungan rumah tangga miskin yang mengarah pada
meningkatnya pendapatan per kapita dan membaiknya kesenjangan pendapatan, yang
akhirnya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian secara keseluruhan.
Investasi air minum, baik secara teoritis maupun secara empiris, terbukti
mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, pemenuhan kebutuhan air
minum penduduk perkotaan, khususnya penduduk miskin, dapat meningkatkan
kesejahteraan penduduk yang berdampak pada perbaikan distribusi pendapatan.
Kombinasi dari investasi air minum dan pemenuhan kebutuhan air minum penduduk
miskin perkotaan akan menghasilkan pertumbuhan pro-poor, yaitu pertumbuhan
iii
5. ekonomi yang dapat mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan. Dikaitkan
dengan kondisi DKI Jakarta, investasi air minum yang bersifat pro poor merupakan
suatu keniscayaan, dengan berbagai pertimbangan diantaranya (i) tingkat urbanisasi
yang masih tinggi, dan (ii) proporsi penduduk yang belum mendapat akses air minum
perpipaan masih cukup tinggi.
Oleh karena itu, pertanyaan yang mengemuka adalah (i) apakah investasi air
minum perpipaan di DKI Jakarta telah memicu pertumbuhan ekonomi yang bersifat
pro-poor, (ii) apakah investasi air minum nonperpipaan di DKI Jakarta memicu
pertumbuhan ekonomi pro-poor; (iii) apakah subsidi pemerintah dalam penyediaan air
minum di DKI Jakarta memicu pertumbuhan ekonomi pro-poor.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, disertasi ini menggunakan model
komputasi keseimbangan umum (Computable General Equilibrium/CGE) atau
disingkat model CGE. Model CGE adalah suatu sistem persamaan simultan tak-linier
yang mensimulasikan perilaku optimal dari semua konsumen dan produsen yang ada di
dalam suatu perekonomian. Tiga skenario simulasi diterapkan dalam studi ini dengan
menggunakan data SNSE DKI Jakarta Tahun 2000 untuk mengetahui skenario
pembangunan air minum yang dapat mengarah pada pertumbuhan pro-poor, yaitu (i)
simulasi investasi berupa peningkatan investasi air minum perpipaan dan air minum
nonperpipaan, (ii) simulasi subsidi berupa penyediaan subsidi air minum bagi rumah
tangga miskin yang bersumber dari peningkatan pajak air minum perpipaan maupun
pemerintah pusat, (iii) simulasi investasi dan subsidi berupa peningkatan investasi air
minum perpipaan yang disertai penyediaan subsidi air minum bagi rumah tangga
miskin, baik dari peningkatan pajak air minum perpipaan maupun pemerintah pusat.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan investasi air minum di DKI
Jakarta berdampak pada pertumbuhan ekonomi tetapi tidak berpengaruh pada
pengurangan kesenjangan, yang berarti pembangunan air minum di DKI Jakarta belum
bersifat pro poor. Selain itu, agar terjadi pertumbuhan pro poor, investasi air minum
perpipaan sebaiknya disertai dengan penyediaan subsidi dari pemerintah pusat.
Semakin besar nilai investasi, semakin besar subsidi yang perlu diberikan.
iv
6. Beberapa rekomendasi penting, yaitu (i) pemerintah daerah sebaiknya
menjadikan akses air minum bagi penduduk miskin sebagai salah satu target dan
indikator keberhasilan pembangunan DKI Jakarta, (ii) penyediaan subsidi bagi rumah
tangga miskin masih diperlukan jika proporsi rumah tangga miskin yang belum
mendapat akses air minum perpipaan masih relatif besar. Sumber dana subsidi yang
potensil diantaranya adalah dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari
perusahaan (iii) mengembangkan program pembangunan air minum berbasis
masyarakat, (iv) air minum nonperpipaan masih dapat menjadi alternatif sumber air
minum jika dilakukan pembenahan aspek regulasi, penyediaan sumber dana investasi,
dan peningkatan jumlah sumber air seperti kran umum sehingga harga air minum
nonperpipaan menjadi terjangkau, dan (v) pembenahan kendala akses bagi rumah
tangga miskin seperti biaya pemasangan yang terjangkau.
Background of this study is the existence of a number of problems in relation to
provision of drinking water for poor people in urban area by taking case of the Jakarta
Special Territory Administration (DKI Jakarta). Government is not yet able to provide
proper public service facilities and infrastructures, among others are in the form
service of drinking water need. Fulfillment of drinking water need for people through
piped water especially poor people in urban area, is assumed to reduce drinking water
expenses burden, medication costs are resulted from the use of unreasonable drinking
water, and minimizing the number of non-productive days. This condition will boost
productivity and poor family saving directing to the rise of income per capita and
improving gap of income which finally produced impact on improvement of economic
condition entirely.
Investment on drinking water, either theoretically or empirically, is proven to
encourage the economic growth. Meanwhile, fulfillment of drinking water need for
people in urban area, especially poor people, can increase the people welfare that may
result on improvement of income distribution. Combination between drinking water
investment and fulfillment of drinking water need for poor people in urban area will
produce a pro-poor growth that is the economic growth that will minimize income gap
v
7. and poverty. In relation to DKI Jakarta’s conditions, investment on drinking water
which is pro-poor in nature is a certainty, with a number of considerations (i)
urbanization level that remains high, and (ii) the number of people who have not yet
obtained access of piped water remains high.
Thus, the questions revealed are (i) does investment on piped water in DKI
Jakarta trigger a pro-poor economic growth?, (ii) does investment on non-piped water
in DKI Jakarta trigger a pro-poor economic growth?, (iii) does the government subsidy
on provision of drinking water in DKI Jakarta trigger pro-poor economic growth?
To answer those questions, this dissertation uses a Computable General
Equilibrium (CGE) or shortened with CGE Model. CGE model is a non-linier
simultaneous equation that simulates optimal attitude of all consumers and producers
within economy. Three scenarios of simulation is implemented in this study using data
of SNSE (social accounting matrices/SAM) DKI Jakarta year 2000 to know scenario of
development of drinking water that directs to a pro-poor growth, that is (i) investment
simulation in the form of increasing investment on piped water and non-piped water,
(ii) subsidy simulation in the form of provision of drinking water subsidy for poor
family derived from increasing piped water tax and the central government transfer,
(iii) investment simulation and subsidy in the form of increasing investment of piped
water along with provision of drinking water subsidy for poor family either from
increasing tax on piped water or the central government transfer.
Result of simulation indicates that drinking water investment increase in DKI
Jakarta resulted on economic growth but it did not influence on income gap reduction,
meaning that the drinking water development in DKI Jakarta has not yet reached a
pro-poor nature. Besides, in order to establish a pro-poor growth, the piped water
investment should be supported with provision of subsidy from the central government.
The higher investment value, the more subsidy needed.
Some important recommendations, i.e. (i) the local government should make
access of drinking water for poor people as one of targets and indicators of
successfulness of development in DKI Jakarta, (ii) provision of subsidy for poor people
is still needed if the proportion of poor family who have not yet enjoyed piped water
vi
8. remains high. Potential subsidy fund source includes Corporate Social Responsibility
(CSR) funds from the big company (iii) increase a community-based drinking water
development program, (iv) non-piped water still become drinking water source
alternative if there is improvement on regulation, provision of investment funds source,
and adding water sources such as public service tapping so that non-piped water is
affordable, and (v) improvement of access barrier for poor family such as affordable
installment costs.
vii
9. KATA PENGANTAR
Pertama-tama puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
perkenanNya sehingga disertasi ini dapat terselesaikan untuk memenuhi salah satu
persyaratan mencapai gelar Doktor dalam bidang Ilmu Ekonomi pada Program
Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia.
Bagi penulis, disertasi ini merupakan kulminasi dari kerja keras dan dukungan
dari banyak pihak. Perjalanan penyusunannya melewati rentang waktu yang cukup
lama, hampir 1,5 tahun sejak masih berbentuk pemikiran awal. Dikerjakan pada
berbagai tempat dan kesempatan, mulai dari sepanjang malam setelah jam kantor di
kantor Kelompok Kerja Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL), di tengah
rapat yang membosankan, di bandara ketika menunggu pesawat yang sering terlambat,
di mall sambil menunggu anak main game, di sela-sela kunjungan lapangan, di kampus
pada akhir pekan, dan tentu saja di rumah ketika memungkinkan khususnya di akhir
pekan.
Disertasi ini merupakan buah dari bantuan berbagai pihak. Pertama-tama saya
ucapkan penghargaan dan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto,
selaku promotor, yang dengan sabar dan penuh perhatian memberi saran dan masukan
bagi perbaikan disertasi ini, baik secara langsung maupun melalui email. Penghargaan
dan rasa terima kasih yang sama juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Mohamad
Ikhsan, selaku kopromotor I, yang dengan tekun memberi kritik dan saran bagi
perbaikan disertasi saya, selain menyangkut model dan teori ekonomi, juga
menyangkut tata cara penulisan, bahkan berkenan secara khusus membaca keseluruhan
rancangan final disertasi ini sebelum menjadi naskah disertasi seperti saat ini. Selain
itu, Bapak Dr. Montty Girianna, selaku kopromotor II, yang banyak memberi saran dan
masukan terutama ketika penulis dalam kondisi mulai ‘putus asa’ dengan penyelesaian
model yang tidak kunjung mendapatkan solusi serta penyempurnaan materi narasi.
Proses penyusunan disertasi ini melalui empat tahapan penting yaitu ujian
proposal, ujian seminar hasil, sidang tertutup, dan sidang promosi. Pada setiap tahapan
viii
10. tersebut, terdapat Tim Penguji yang melakukan evaluasi terhadap materi yang
disampaikan oleh penulis. Tim penguji terdiri dari promotor, Kopromotor ditambah
dengan empat penguji lain. Untuk itu, terima kasih dan penghargaan saya sampaikan
kepada Bapak Prof. Dr. Moh. Arief Djanin, selaku ketua Penguji, yang dengan sabar
memimpin sesi sidang dan memberi masukan penyempurnaan khususnya kesimpulan
disertasi, Bapak Dr. Luky Alfirman, selaku anggota Penguji, yang banyak memberi
masukan dari aspek ekonomi publik, Bapak Dr. B. Raksaka Mahi, selaku anggota
Penguji, yang banyak memberi saran dan masukan bagi perbaikan model, Bapak Dr.
Arindra A. Zainal, selaku anggota Penguji, yang memberi masukan perbaikan terutama
pada materi kesimpulan dan juga selaku Ketua Program yang banyak memberi
kemudahan bagi penyelesaian studi penulis. Selain itu, juga kepada Bapak Dr. Suahasil
Nazara dan Bapak Dr. Sugiharso Safuan yang memberi masukan penyempurnaan
proposal penulis pada saat ujian proposal.
Bersekolah di UI pada awalnya tidak secara sengaja menjadi pilihan penulis.
Ketika pada tahun 2000, setelah menyelesaikan tugas mengembangkan proyek
Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE) sebagai
bagian dari program Jaring Pengaman Sosial (JPS), penulis terdorong mengambil
kuliah setelah melihat sahabat penulis Hanggono T. Nugroho yang telah terlebih dahulu
menjadi mahasiswa program S-3 Ekonomi UI. Proses kuliah kemudian tidak seperti
yang saya bayangkan sebelumnya, ternyata terasa sangat menyenangkan ditengah tugas
dan beban kuliah yang berat terutama karena fakultas ekonomi UI terkenal dengan
pameo ‘sulit masuk apalagi keluarnya’. Kesenangan ini terutama disumbangkan oleh
keberadaan rekan-rekan program pascasarjana ekonomi angkatan 2000, yang sangat
kompak dan saling mendukung. Beberapa diantara teman-teman tersebut adalah Edy
Suratman, Djoni Hartono, ‘Mas Iwan’, Wildan, Tauhid, Pak Bambang, Esa, Ratna,
Syarkawi, Mawardi, Bintoro dan banyak lagi yang lain. Masa bersama mereka semua
menjadi bagian yang indah untuk dikenang.
Bantuan rekan-rekan Angkatan 2000 yang mengingatkan penulis tentang tugas
dan ujian yang kadangkala terlupakan karena kesibukan penulis, termasuk juga
meminjamkan catatan dan memberi penjelasan, sangat membantu melancarkan proses
ix
11. perkuliahan penulis. Tanpa bantuan dan dorongan mereka, masa-masa kuliah S-3 akan
terasa sangat kering dan bahkan mungkin disertasi ini tidak terwujud. Terima kasih atas
tahun-tahun yang penuh warna tersebut.
Keeratan hubungan diantara rekan-rekan mahasiswa S-3 juga tentunya sangat
membantu proses penyelesaian perkuliahan. Masa-masa belajar bersama menghadapi
ujian preliminary sangat menyenangkan, bersama-sama kita saling mengisi kekurangan
masing-masing. Penulis yang sangat tertolong dalam proses ini, karena latar belakang
penulis yang bukan ekonomi menjadikan penulis sebagai ‘anak bawang’ dalam proses
persiapan tersebut. Beberapa diantara rekan S-3 tersebut diantaranya Edy Suratman,
Hanggono T. Nugroho, Sony, Pak Hasman, Willem, Andi Alfian, Beta, Jenny,
Widyono, Wanto, dan banyak lagi yang lain. Terselesaikannya disertasi ini melengkapi
kebersamaan kita yang menyenangkan tersebut.
Proses awal penulisan disertasi ini merupakan langkah yang cukup berat,
terutama setelah penulis mengambil cuti selama 2 tahun berturut-turut, yang kemudian
disertai kesibukan penulis yang menyita waktu. Akan tetapi, rekan dan sahabat penulis
Djoni Hartono banyak mendorong penulis melalui sms, email bahkan kunjungan
langsung ke kantor, yang kemudian membangkitkan semangat penulis. Ide awal
disertasi ini banyak didukung oleh hasil diskusi penulis dengan Djoni. Termasuk dalam
proses ini juga penulis berhutang budi kepada Bapak Donny Azdan yang
memperkenankan untuk mengadopsi model CGE-nya. Proses selanjutnya juga tidak
kurang menariknya karena ternyata penyusunan model CGE sangat menyita waktu dan
pikiran, apalagi penyusun bertekad untuk melakukannya sendiri. Walaupun demikian
dalam proses ini, Djoni yang sedang menyelesaikan disertasi dan Dewi yang pada saat
yang bersamaan dalam tahap akhir penyelesaiaan tesisnya, banyak membantu penulis
untuk memahami model CGE sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
model CGE air minum ini. Terima kasih penulis pada keduanya atas pengorbanan
waktunya. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih pada Pak Pipit dari BPS,
yang membantu penulis menyiapkan data SNSE Air Minum DKI Jakarta Tahun 2000.
Tanpa data tersebut, model CGE air minum DKI Jakarta tak mungkin terselesaikan.
x
12. Bekerja dan bersekolah ternyata bukan sesuatu yang mudah. Namun, dorongan
dan dukungan dari atasan, rekan sejawat, mitra kerja, dan sesama staf menjadikan
hidup lebih mudah. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Herman Haeruman, yang pada saat itu selaku Deputi Regional Bappenas, dan Bapak
Max Pohan yang pada saat itu selaku Kepala Biro Peningkatan Kapasitas Daerah
Bappenas, yang memberi kesempatan penulis untuk mengikuti pendidikan S-3
Pascasarjana Ekonomi UI. Walaupun secara resmi sebenarnya penulis tidak mendapat
tugas belajar dari Bappenas, tetapi hal tersebut tidak mengurangi semangat
menyelesaikan perkuliahan. Kemudian di tengah proses perkuliahan, penulis berpindah
tugas ke Direktorat Permukiman dan Perumahan Bappenas, yang menjadikan penulis
lebih sibuk lagi terutama dengan tugas baru untuk juga menjadi anggota Pokja AMPL.
Kerelaan dan dorongan Bapak Basah Hernowo selaku atasan penulis memberi
kesempatan menyelesaikan sekolah sangat membantu mempercepat terselesaikannya
disertasi ini. Tentunya termasuk juga kerelaan dan dorongan semangat kadang disertai
‘sindiran kapan selesainya’ dari rekan-rekan kantor Nugroho Tri Utomo, Pungki
Sumadi, Bastary Pandji Indra, Salusra ‘Ilus’ Widya, Anti, Ita, Nurul, Andre, Mbak Mia,
Sali yang ternyata memicu semangat penulis. Sindiran membawa berkah.
Sebagian besar waktu penulisan disertasi ini dilakukan di kantor sekretariat
Pokja AMPL. Pada beberapa kesempatan ketika sedang sibuk sekali, terpaksa penulis
meminta bantuan rekan-rekan staf sekretariat Pokja. Untuk itu, terima kasih buat Rudi
yang membantu merapikan grafik, Meddy, Adi, Puput yang merapikan tampilan narasi,
Agus Suhada yang ketambahan tugas mengantar rancangan disertasi dan undangan ke
pembimbing dan penguji, Andri yang selalu setia menemani ketika penulis begadang di
kantor, Aini yang sibuk menghubungi pusat bahasa Depdiknas dalam rangka perbaikan
tata bahasa disertasi ini, dan Reski yang membaca seluruh naskah disertasi sebelum
dijilid. Terima kasih juga atas kesabaran semua staf sekretariat Pokja AMPL dan
WASPOLA yang sedikit terganggu ritme kerjanya oleh kesibukan penulis
menyelesaikan disertasi.
Keterlibatan dalam Pokja AMPL yang intensif dalam 3 tahun terakhir memberi
inspirasi penulis untuk mengambil topik disertasi ini. Air minum belum menjadi
xi
13. perhatian pengambil keputusan. Menjadikan air minum sebagai topik disertasi
merupakan upaya penulis untuk meningkatkan profil air minum di Indonesia.
Disamping itu, kekompakan dan kegembiraan yang selalu penulis rasakan selama
bergabung dengan Pokja AMPL secara tidak langsung juga mendorong penulis
menyumbang pemikiran bagi sektor air minum dan penyehatan lingkungan. Dorongan
dan pengertian dari rekan-rekan anggota Pokja AMPL untuk menyelesaikan disertasi
ini sangat terasa terutama kerelaan rekan pokja untuk sedikit terbebani tugas rutin pokja
yang seharusnya menjadi porsi saya, sangat saya hargai.
Dalam proses penetapan hari sidang, maupun proses administrasi lainnya,
penulis sangat merasakan dukungan dari sekretariat program pascasarjana ekonomi UI
khususnya bantuan dari Mirna. Tak lupa Ibu Niken, Sekretaris Pak Prijono di
Jamsostek, juga sangat berperan membantu dalam proses penentuan waktu sidang
tertutup, yang dapat terlaksana ditengah-tengah kepulangan Pak Pri dari Jepang untuk
keperluan RUPS Jamsostek. Terima kasih atas bantuan yang diberikan.
Salah satu hal yang menjadi prioritas dalam hidup penulis adalah dapat
membahagiakan orang tua. Penulis berharap, terselesaikannya disertasi ini dapat
melengkapi kebahagian bagi Ibu Mungkasa, nenek penulis, yang selalu berpuasa setiap
kali penulis dapat melewati ujian, Bapak dan Mama yang selalu berdoa bagi
keberhasilan penulis, adik-adik penulis yang selalu mendorong dan membantu dikala
penulis sedang butuh bantuan, serta Mertua penulis yang selalu menemani cucunya di
rumah ketika penulis harus berkutat dengan tugas sekolah. Semuanya pengorbanan
tersebut sangat penulis hargai.
Terakhir, yang paling utama bagi penulis adalah adanya dorongan dan
dukungan dari istriku Verosya ‘Ade’ Zaina dan anakku Fakhrie Fadhlullah Mungkasa
yang dengan sabar menunggu penulis dapat menyelesaikan sekolah S-3 ini. Setelah ini,
Insya Allah tidak ada lagi hari-hari sibuk di akhir pekan.
Depok, Agustus 2006.
Oswar Mungkasa
xii
14. DAFTAR ISI
Hal
RINGKASAN ...................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xxi
DAFTAR KOTAK …………………………………………………………........ xxvi
DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………........... xxvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………….......... 1
1.2 Masalah Penelitian …………………………………………… 5
1.3 Tujuan dan Hipotesis Penelitian ……………………………… 6
1.4 Manfaat dan Kontribusi Penelitian …………………………… 9
1.5 Pendekatan dan Ruang Lingkup Penelitian ………………….. 10
1.6 Sistematika Penulisan ………………………………………… 12
BAB II KONDISI SEKTOR AIR MINUM DKI JAKARTA
2.1 Gambaran Umum DKI Jakarta ………………………………. 14
2.1.1 Administrasi …………………………………………. 14
2.1.2 Kependudukan ………………………………………. 14
2.2 Kondisi Perekonomian DKI Jakarta ………………………… 15
2.2.1 Pangsa dan Pertumbuhan Sektor Ekonomi ………….. 15
2.2.2 Pendapatan per Kapita ………………………………. 17
2.2.3 Tingkat Kemiskinan …………………………………. 17
2.2.4 Distribusi Pendapatan ……………………………….. 19
2.2.5 Kebijakan Sektor Air Minum DKI Jakarta ………….. 21
2.2.6 Pola Penyediaan Air Minum di DKI Jakarta ………… 21
2.3 Perkembangan dan Rencana Pengembangan Penyediaan Air
Minum DKI Jakarta …………………………………………. 22
2.3.1 Praprivatisasi Pengeloalaan Air Minum DKI Jakarta . 22
2.3.2 Privatisasi Pengelolaan Air Minum DKI Jakarta ……. 26
xiii
15. Hal
2.3.3 Kinerja Pengelolaan Air Minum DKI Jakarta Setelah
Privatisasi ……………………………………………... 28
2.3.4 Sistem Distribusi Pelayanan Air Minum Nonperpipaan 33
2.3.5 Program Penanggulangan Dampak Pengurangan Subsidi
Energi untuk Penyediaan Prasarana Air Bersih ……….. 34
BAB III PENYEDIAAN AIR MINUM, PERTUMBUHAN EKONOMI,
DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN: SUATU TINJAUAN
PUSTAKA
3.1 Karakteristik Air Minum ……………………………………….. 36
3.2 Penyediaan Air Minum (Publik, Swasta, Penyedia Skala Kecil)
dan Penanggulangan Kemiskinan ……………………………… 38
3.2.1 Penyediaan Air Minum oleh Pemerintah dan Privatisasi 38
3.2.2 Privatisasi Air Minum dan Penanggulangan Kemiskinan 42
3.3 Penyedia Air Minum Skala Kecil: Salah Satu Alternatif ……… 48
3.3.1 Keterbatasan Penyediaan Air Minum Skala Besar …….. 48
3.3.2 Kategori Penyedia Air Minum Skala Kecil ……………. 49
3.3.3 Peran Penyedia Air Minum Skala Kecil ………………. 50
3.3.4 Beberapa Pengalaman Pengelolaan ……………………. 51
3.3.5 Masa Depan Pelayanan Air Minum Skala Kecil …….... 53
3.4 Kaitan Pembangunan Air Minum terhadap Kemiskinan,
Distribusi Pendapatan, dan Pertumbuhan Eonomi ……………. 54
3.4.1 Pembangunan Air Minum dan Kemiskinan …………… 54
3.4.2 Pembangunan Air Minum dan Pertumbuhan Ekonomi .. 60
3.4.3 Pembangunan Air Minum dan Kesenjangan …………... 61
3.5 Pertumbuhan Pro Poor ………………………………………… 61
3.6 Rangkuman ……………………………………………………. 63
BAB IV PEMODELAN DAMPAK INVESTASI AIR MINUM
67
4.1 Teori Keseimbangan Umum …………………………………...
68
4.2 Model Komputasi Keseimbangan Umum (CGE) ……………...
68
4.2.1 Prinsip dan Kerangka Dasar ……………………………
xiv
16. Hal
4.2.2 Model Standar Komputasi Keseimbangan Umum ……. 69
4.3 Model CGE Air Minum DKI Jakarta …………………………. 82
4.3.1 Kebutuhan Data ………………………………….......... 82
4.3.2 Penyesuaian SNSE dalam Model CGE ……………….. 82
4.3.3 Beberapa Prinsip Dasar ……………………………….. 84
4.3.4 Aktor dan Perilakunya ……………………………….... 84
4.3.5 Variabel dan Skalar ……………………………………. 89
4.3.6 Persamaan Model ……………………………………... 89
4.4 Perubahan Kesejahteraan ……………………………………... 98
BAB V SKENARIO KEBIJAKAN DAN HASIL SIMULASI
5.1 Validasi Model CGE .................................................................. 100
5.2 Skenario Simulasi ....................................................................... 100
5.3 Hasil Simulasi …………………………………………………. 109
5.3.1 Simulasi I: Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 109
5.3.2 Simulasi II: Peningkatan Investasi Air Minum Non
Perpipaan ……………………………………………… 111
5.3.3 Simulasi III: Penyediaan Subsidi dari Peningkatan
Pajak Air Minum ………………..……………………..
112
5.3.4 Simulasi IV: Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat ……..
118
5.3.5 Simulasi V: Peningkatan Investasi Air Minum
Perpipaan dan Penyediaan Subsidi dari Pajak Air
Minum Perpipaan ……………………………………… 120
5.3.6 Simulasi VI: Peningkatan Investasi Air Minum
Perpipaan dan Penyediaan Subsidi dari Dana
Pemerintah Pusat …......................................………….. 126
5.4 Rangkuman ……………………………………………………. 132
5.4.1 Pertumbuhan Ekonomi ………………………………… 132
5.4.2 Distribusi Pendapatan …………………………………. 146
5.4.3 Kelompok Penerima Manfaat …………………………. 154
5.4.4 Pertumbuhan Pro Poor ………………………………... 154
xv
17. Hal
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1 Kesimpulan ………………………………………………….. 157
6.2 Rekomendasi ……………..………………………………….. 160
6.3 Beberapa Catatan ……………………………………………. 164
6.3.1 Kelebihan dan Kekurangan Model CGE ……………. 164
6.3.2 Kelemahan Model CGE Air Minum DKI Jakarta …... 166
6.4 Studi Lanjutan ……………………………………………….. 168
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 169
Lampiran 1 Konsep dan Definisi ………………………………………….. 181
Lampiran 2 Fungsi Penting dalam Model CGE ………………………….. 185
Lampiran 3 Sistem Neraca Sosial Ekonomi ………………………………. 187
Lampiran 4 Sistem Neraca Sosial Ekonomi DKI Jakarta 2000 (45x45,
Jutaan Rupiah) ........................................................................... 193
Lampiran 5 Penyesuaian Sistem Neraca Sosial Ekonomi DKI Jakarta 2000 196
Lampiran 6 Deklarasi Indeks ........................................................................ 203
Lampiran 7 Ukuran Distribusi Pendapatan .................................................. 206
BIOGRAFI SINGKAT ........................................................................................ 208
xvi
18. DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1.1 Cakupan Layanan Air Minum di Jakarta Tahun 2002 (dalam
persen) …………………………………………………………….. 4
Tabel 2.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta Tahun
1980-2004 ………………………………………………………… 15
Tabel 2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta Tahun
2000 dan 2003 (Berdasar Harga Konstan 1993) dalam Rp. Juta …. 16
Tabel 2.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita DKI Jakarta
Periode 1996-2003 ………………………………………………... 17
Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Miskin DKI Jakarta Tahun 1996, 2000 dan 2003 18
Tabel 2.5 Distribusi Pendapatan per Kapita DKI Jakarta Menurut Golongan
Rumah Tangga, Tahun 2000 …………………………………….... 19
Tabel 2.6 Distribusi Pendapatan per Kapita DKI Jakarta Menurut Golongan
Rumah Tangga Tahun 2000 …………………………………….... 20
Tabel 2.7 Target Teknis Tahun 1998-2002 ………………………………….. 27
Tabel 2.8 Rencana Investasi PT. Thames PAM Jaya dan PT. PAM
Lyonnaise Jaya, 1998-2002………………………………………... 28
Tabel 2.9 Kinerja Privatisasi Pengelolaan Air Minum DKI Jakarta Tahun
2004 ………………………………………………………………… 29
Tabel 2.10 Cakupan Layanan Air Minum di Jakarta Tahun 2002 …………...... 29
Tabel 2.11 Klasifikasi Rumah Tangga Berdasar Sumber Air Minum Tahun
2003 ………………………………………………………………… 30
Tabel 2.12 Peningkatan Layanan Air Minum bagi Penduduk Miskin di Jakarta
(1998-2002) ……………………………………………………….. 31
Tabel 2.13 Sistem Tarif Air Minum DKI Jakarta, Tahun 2005 ……………….. 32
Tabel 2.14 Realisasi Dana Program Subsidi Energi Air Bersih (SE-AB) Tahun
2001-2004 …………………………………………………………. 35
Tabel 3.1 Rangkuman Kaitan Ekonomi Makro antara Peningkatan Partisipasi
Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur dan Kesejahteraan
Penduduk Miskin .........……………………………………………. 43
Tabel 3.2 Rangkuman Kaitan Ekonomi Mikro antara Peningkatan Partisipasi
Swasta dalam Pembangunan Infrastuktur dan Kesejahteraan
Penduduk Miskin …………………….……………………………. 45
xvii
19. DAFTAR TABEL
hal
Tabel 3.3 Model Kemitraan Pemerintah Swasta yang Potensial Melayani
Penduduk Miskin …..…………………………………………….... 47
Tabel 3.4 Tipe dan Karakteristik Penyedia Air Minum Skala Kecil . .............. 50
Tabel 3.5 Perbandingan Harga Air Minum Penjaja Keliling dan Perpipaan di
Kota Besar Dunia .……………………………………………….... 56
Tabel 3.6 Proporsi Pengeluaran Air Minum Rumah Tangga Miskin Perkotaan 57
Tabel 4.1 Struktur Dasar SAM pada Model CGE …………………………..... 69
Tabel 4.2 Penyesuaian Klasifikasi SNSE DKI Jakarta Tahun 2000 Ukuran
103x103 ..…………………………………………………………… 83
Tabel 4.3 Persamaan Produksi …………………….………………………….. 91
Tabel 4.4 Persamaan Ekspor dan Impor ………….………………………….. 92
Tabel 4.5 Persamaan Modal ………………………………………………….. 93
Tabel 4.6 Persamaan Pendapatan …………………….………………………. 94
Tabel 4.7 Persamaan Pengeluaran ……………………………………………. 96
Tabel 4.8 Persamaan Kliring Pasar …………………………………………… 97
Tabel 5.1 Skenario Simulasi I dan II …………………………………………. 106
Tabel 5.2 Skenario Simulasi III ..……………………………………………... 106
Tabel 5.3 Skenario Simulasi IV ………………………….…………………... 106
Tabel 5.4 Skenario Simulasi V ......................................................................... 106
Tabel 5.5 Skenario Simulasi VI ....................................................................... 107
Tabel 5.6 Perubahan PDRB dan Pendapatan Rumah Tangga berdasar
Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan …………………….... 110
Tabel 5.7 Perubahan PDRB dan Pendapatan Rumah Tangga berdasar
Peningkatan Investasi Air Minum Non Perpipaan …..…………….. 111
Tabel 5.8 Pengaruh Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan terhadap
Indikator Ekonomi .............…….…………………………………..
114
Tabel 5.9 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar
Skenario Penyediaan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum
Perpipaan ………………................................................................... 117
xviii
20. DAFTAR TABEL
hal
Tabel 5.10 Perubahan PDRB dan Pendapatan Rumah Tangga berdasar
Penyediaan Subsidi dari Pemerintah Pusat ...............……………… 119
Tabel 5.11 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar
Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 10 Persen
dan Penyediaan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum
Perpipaan........................................................................................... 121
Tabel 5.12 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar
Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 25 Persen
dan Penyediaan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum
Perpipaan …………………………………………………………. 123
Tabel 5.13 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar
Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 50 Persen
dan Penyediaan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum
Perpipaan ………………………………………………………….. 125
Tabel 5.14 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar
Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 10 Persen
dan Penyediaan Subsidi dari Pusat ..………………………………. 127
Tabel 5.15 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar
Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 25 Persen
dan Penyediaan Subsidi dari Pusat ..………………………………. 129
Tabel 5.16 Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan berdasar
Skenario Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan 50 Persen
dan Penyediaan Subsidi dari Pusat ..………………………………. 131
Tabel 5.17 Rekapitulasi Pertumbuhan Ekonomi Simulasi Peningkatan
Investasi Air Minum …….…………………………….................... 133
Tabel 5.18 Rekapitulasi Pertumbuhan Ekonomi Simulasi Subsidi ………….. 138
Tabel 5.19 Rekapitulasi Pertumbuhan Ekonomi Simulasi Investasi Air Minum
Perpipaan dan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum ………. 144
Tabel 5.20 Rekapitulasi Pertumbuhan Ekonomi Simulasi Investasi Air Minum
Perpipaan dan Subsidi dari Pemerintah Pusat …………………….. 145
Tabel 5.21 Rekapitulasi Distribusi Pendapatan Simulasi Peningkatan Investasi
Air Minum …………………………………………………………. 146
xix
21. DAFTAR TABEL
hal
Tabel 5.22 Rekapitulasi Dampak Subsidi terhadap Distribusi Pendapatan ....... 149
Tabel 5.23 Rekapitulasi Distribusi Pendapatan Simulasi Investasi Air Minum
Perpipaan dan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum ............. 152
Tabel 5.24 Rekapitulasi Distribusi Pendapatan Simulasi Investasi Air Minum
Perpipaan dan Subsidi dari Pemerintah Pusat .................................. 153
Tabel 5.25 Rekapitulasi Pertumbuhan Pro Poor ............................................... 156
xx
22. DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 2.1 PDRB DKI Jakarta 2000-2003 Harga Konstan 1993 …………... 15
Gambar 2.2 Pertumbuhan PDRB/Kapita DKI Jakarta Harga Konstan 1993
Tahun 1996-2002 ……………………………………………….. 16
Gambar 2.3 Penyebaran Penduduk Miskin DKI Jakarta Tahun 1996, 2000,
2003 …........................................................................................... 18
Gambar 2.4 Distribusi Pendapatan DKI Jakarta 2000 ……………………...... 20
Gambar 2.5 Produksi dan Air Terjual PAM Jaya 1993-1997 ……………….. 24
Gambar 2.6 Penerimaan dan Biaya Operasional PAM Jaya 1993-1997 …….. 24
Gambar 2.7 Jumlah Sambungan PAM Jaya 1993-1997 …………………….. 25
Gambar 2.8 Sistem Jaringan Pipa Distribusi Air Minum DKI Jakarta ………. 25
Gambar 2.9 Distribusi Air Minum Nonperpipaan dari Sumber Air Minum
Perpipaan Tahun 2005 ………………………………………….. 33
Gambar 3.1 Pengaruh Ketersediaan Air Minum terhadap Beragam Dimensi
Kemiskinan ……………………………………………………... 55
Gambar 3.2 Jalur Utama Penularan Penyakit melalui Air ………………….... 58
Gambar 3.3 Kebijakan, Pertumbuhan, Perubahan Distribusi dan Penurunan
Kemiskinan …………………………………................................ 63
Gambar 4.1 Struktur Dasar Model CGE ............................................................ 70
Gambar 4.2 Teknologi Produksi …..…………………………………………. 71
Gambar 4.3 Aliran Komoditas yang Dipasarkan …………………………….. 75
Gambar 4.4 Struktur Fungsi Sektor Produksi ………………………………... 77
Gambar 4.5 Struktur Fungsi Konsumsi …………………………………….... 81
Gambar 4.6 Keterkaitan Antarsektor dalam Wilayah ………………………... 88
Gambar 4.7 Struktur Fungsi Sektor Produksi ………………………………... 90
Gambar 5.1 Bagan Alir Skenario Simulasi ..........................………………….. 105
Gambar 5.2 Bagan Alir Simulasi ....................................................................... 108
xxi
23. DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 5.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Rasio Gini Skenario Peningkatan
Investasi Air Minum Perpipaan ..……………………………….. 110
Gambar 5.4 Peningkatan Pendapatan per Kapita Skenario Peningkatan
Investasi Air Minum Perpipaan .........................………….......... 110
Gambar 5.5 Pangsa Pendapatan per Kelompok RT Miskin Skenario
Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan ................................ 110
Gambar 5.6 Pertumbuhan Ekonomi dan Rasio Gini Skenario Peningkatan
Pajak Air Minum Perpipaan Bersumber dari Pajak …………....... 112
Gambar 5.7 Perubahan Pendapatan RT berdasar Skenario Peningkatan Pajak
Air Minum Perpipaan.................................…………..………….. 112
Gambar 5.8 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Subsidi dari Peningkatan Pajak
Air Minum Perpipaan .................................................................. 117
Gambar 5.9 Rasio Gini Skenario Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum
Perpipaan ……………..…………………………………………. 117
Gambar 5.10 Perubahan Pendapatan RT berdasar Penyediaan Subsidi dari
Peningkatan Pajak Air Minum ...................................................... 117
Gambar 5.11 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Subsidi dari Pemerintah Pusat . 119
Gambar 5.12 Rasio Gini Skenario Subsidi dari Pemerintah Pusat .................…. 119
Gambar 5.13 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Subsidi
dari Pemerintah Pusat .................................................................... 119
Gambar 5.14 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (10%) dan Subsidi
dari Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………….............. 121
Gambar 5.15 Rasio Gini Skenario Investasi (10%) dan Subsidi dari
Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………..……………... 121
Gambar 5.16 Perubahan Pendapatan RT/Kapita Skenario Investasi (10%) dan
Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum .....................……... 121
Gambar 5.17 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (25%) dan Subsidi
dari Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan …………….......... 123
Gambar 5.18 Rasio Gini Skenario Investasi (25%) dan Subsidi dari
Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………..………......…. 123
Gambar 5.19 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita Skenario Investasi (25%)
dan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum .………….......... 123
xxii
24. DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 5.20 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (50%) dan Subsidi
dari Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan .............................. 125
Gambar 5.21 Rasio Gini Skenario Investasi (50%) dan Subsidi dari
Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan ………..………..……. 125
Gambar 5.22 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Investasi
(50%) dan Subsidi dari Peningkatan Pajak Air Minum .………… 125
Gambar 5.23 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (10%) dan Subsidi
dari Dana Pemerintah Pusat ........................................................... 127
Gambar 5.24 Rasio Gini Skenario Investasi (10%) dan Subsidi dari Dana
Pemerintah Pusat ………..……………………………………... 127
Gambar 5.25 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Investasi
(10%) dan Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat .……………… 127
Gambar 5.26 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (25%) dan Subsidi
dari Dana Pemerintah Pusat ………………………………........... 129
Gambar 5.27 Rasio Gini Skenario Investasi (25%) dan Subsidi dari Dana
Pemerintah Pusat ………..……………………………………... 129
Gambar 5.28 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Investasi
(25%) dan Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat ………………... 129
Gambar 5.29 Pertumbuhan Ekonomi Skenario Investasi (50%) dan Subsidi
dari Dana Pemerintah Pusat ………………………………........... 131
Gambar 5.30 Rasio Gini Skenario Investasi (50%) dan Subsidi dari Dana
Pemerintah Pusat ………..……………………………………... 131
Gambar 5.31 Pertumbuhan Pendapatan RT/Kapita berdasar Skenario Investasi
(50%) dan Subsidi dari Dana Pemerintah Pusat ………………... 131
Gambar 5.32 Dampak Investasi Air Minum terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 133
Gambar 5.33 Keterkaitan Investasi Air Minum dengan Pertumbuhan Ekonomi
dan Distribusi Pendapatan (Simulasi I dan II) ............................... 137
Gambar 5.34 Dampak Subsidi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ....................... 138
Gambar 5.35 Keterkaitan Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan dengan
Distribsui Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi ...................... 139
xxiii
25. DAFTAR GAMBAR hal
Gambar 5.36 Keterkaitan Peningkatan Pajak Air Minum Perpipaan yang
Dialokasikan untuk Subsidi dengan Distribusi Pendapatan dan
Pertumbuhan Ekonomi (Simulasi III) ............................................ 141
Gambar 5.37 Keterkaitan Peningkatan Transfer Dana Pusat yang Dialokasikan
untuk Subsidi terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Distribusi
Pendapatan (Simulasi IV) ..............................................................
141
Gambar 5.38 Keterkaitan Peningkatan Investasi Air Minum Perpipaan dan
Subsidi terhadap Pertumbuhan Ekonomi serta Distribusi
Pendapatan (Simulasi V - VI) ........................................................ 141
Gambar 5.39 Dampak Investasi 10% dan Subsidi dari Pajak Air Minum
terhadap Pertumbuhan Ekonomi …………………………...……. 144
Gambar 5.40 Dampak Investasi 25% dan Subsidi dari Pajak Air Minum
terhadap Pertumbuhan Ekonomi …………………………..……. 144
Gambar 5.41 Dampak Investasi 50% dan Subsidi dari Pajak Air Minum
terhadap Pertumbuhan Ekonomi ……………………………..…. 144
Gambar 5.42 Dampak Investasi 10% dan Subsidi dari Pusat terhadap
Pertumbuhan Ekonomi ……………………….............................. 145
Gambar 5.43 Dampak Investasi 25% dan Subsidi dari Pusat terhadap
Pertumbuhan Ekonomi ………………………………….............. 145
Gambar 5.44 Dampak Investasi 50% dan Subsidi dari Pusat terhadap
Pertumbuhan Ekonomi ………………………………….............. 145
Gambar 5.45 Dampak Investasi Air Minum terhadap Distribusi Pendapatan ..... 146
Gambar 5.46 Dampak Subsidi dari Pajak Air Minum Perpipaan terhadap
Distribusi Pendapatan .................................................................... 150
Gambar 5.47 Dampak Subsidi dari Pemerintah Pusat terhadap Distribusi
Pendapatan ..................................................................................... 150
Gambar 5.48 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (10%) dan Subsidi dari
Pajak Air Minum Perpipaan terhadap Distribusi Pendapatan ....... 152
Gambar 5.49 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (25%) dan Subsidi dari
Pajak Air Minum Perpipaan terhadap Distribusi Pendapatan ....... 152
Gambar 5.50 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (50%) dan Subsidi dari
Pajak Air Minum Perpipaan terhadap Distribusi Pendapatan ....... 152
xxiv
26. DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 5.51 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (10%) dan Subsidi dari
Pemerintah Pusat terhadap Distribusi Pendapatan ........................ 153
Gambar 5.52 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (25%) dan Subsidi dari
Pemerintah Pusat terhadap Distribusi Pendapatan ........................ 153
Gambar 5.53 Dampak Investasi Air Minum Perpipaan (50%) dan Subsidi dari
Pemerintah Pusat terhadap Distribusi Pendapatan ....................... 153
Gambar 5.54 Pertumbuhan Pro Poor Simulasi Investasi Air Minum Perpipaan
dan Subsidi ..................................................................................... 154
xxv
27. DAFTAR KOTAK
hal
Kotak 4.1 Hukum Walras …………………………………………………….. 67
xxvi
28. DAFTAR SINGKATAN
ADB = Asian Development Bank
APF = Aggregate Production Function
Bappenas = Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BBM = Bahan Bakar Minyak
BOT = Build Operate Transfer
Bodetabek = Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi
BPS = Badan Pusat Statistik
CES = Constant Elasticity of Substitution
CET = Constant Elasticity of Transformation
CGE = Computable General Equilibrium
CPI = Costumer Price Index
DKI = Daerah Khusus Ibukota
FOC = First Order Condition
FGT = Foster-Greer-Thorbecke
HU = Hidran Umum
KK = Kepala Keluarga
LES = Linear Expenditure System
LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat
MCK = Mandi, Cuci, Kakus
MDG = Millenium Development Goals
MPS = Marginal Propensity to Save
PAM Jaya = Perusahaan Air Minum Jakarta Raya
PDAM = Perusahaan Daerah Air Minum
PDB = Produk Domestik Bruto
PDRB = Produk Domestik Regional Bruto
PP = Peraturan Pemerintah
PPD-PSE = Program Penanggulangan Dampak Pengurangan
Subsidi Energi
PT = Perusahaan Terbatas
xxvii
29. PTO = Penyesuaian Tarif Otomatis
ROW = Rest of the World
RT = Rumah Tangga
SAM = Social Accounting Matrix
SE-AB = Subsidi Energi-Air Bersih
SIPAS = Sistem Penyediaan Air Bersih Sederhana
SNSE = Sistem Neraca Sosial Ekonomi
TA = Terminal Air
TFP = Total Factor Production
TK = Tenaga Kerja
TPJ = Thames Pam Jaya
UGM = Universitas Gajah Mada
USD = United State Dollar
VA = Value Added
WHO = World Health Organization
WTP = Water Treatment Plant
xxviii
30. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memasuki Milenium baru, hampir setengah dari total penduduk dunia
bertempat tinggal di daerah perkotaan1. Percepatan pertambahan penduduk perkotaan
melampaui kemampuan pemerintah dalam menyediakan kebutuhan dasar penduduk.
Akibatnya, sejumlah penduduk mengalami kesulitan mendapatkan kebutuhan dasar
untuk perumahan, air minum2, sanitasi, kesehatan, pekerjaan dan pendidikan.
Mendekati 1,3 miliar penduduk dunia di negara berkembang, mayoritas penduduk
miskin, kekurangan akses terhadap kecukupan air.
Dampak ketidakcukupan air dan sanitasi terutama dirasakan oleh penduduk
miskin. Akibat kualitas air minum yang tidak memadai, penduduk miskin kota
menanggung dampak berupa berjangkitnya penyakit diare dan kolera3 yang
mengharuskan mereka mengeluarkan dana untuk obat dan perawatan medis. Lebih
lanjut, hal itu mengakibatkan anak-anak tidak sekolah, dan orang dewasa kehilangan
waktu kerja. Akibatnya, selain berdampak pada besarnya pengeluaran untuk membeli
air, kurangnya akses ke air minum yang memadai, aman, terjangkau juga berdampak
langsung pada penghidupan dan pendapatan penduduk miskin kota4.
1
Pada tahun 2015, penduduk perkotaan akan bertambah dua kali lipat sehingga mencapai 3,5 miliar
penduduk. Selain itu, 1 dari 5 penduduk akan berlokasi di kota besar berpenduduk lebih dari 10 juta
dibanding 1 dari 9 saat ini (Dasgupta, 2002) Sementara sekitar 95 persen dari pertambahan penduduk
perkotaan tersebut akan berlokasi di negara berkembang dan separuhnya merupakan penduduk miskin,
serta bertempat tinggal di daerah kumuh (Annez, 1996).
2
Definisi air minum yang dipergunakan adalah air minum rumah tangga baik yang langsung dapat
diminum maupun yang masih perlu diolah, yang berasal dari sumber yang aman dari
pencemaran.Pengertian air minum disini sama dengan istilah air bersih yang sering dipergunakan
ditambah dengan air yang langsung bias diminum tetapi tidak termasuk air kemasan maupun air isi
ulang.
3
Diperkirakan 10 ribu penduduk meninggal setiap hari disebabkan penyakit terkait air dan sanitasi dan
ribuan lainnya menderita.
4
Penghidupan dan pendapatan penduduk diartikan sebagai kemampuan terlibat dalam kegiatan
menghasilkan uang, pendapatan dari kegiatan tersebut, dan pengeluaran yang ditimbulkannya.
1
31. Ketika penduduk termiskin tidak mendapat akses ke air sistem perpipaan, air
dari penyedia air minum skala kecil (small scale water provider) atau air
nonperpipaan5 menjadi alternatifnya. Besarnya tarif air minum nonperpipaan
mengakibatkan biaya yang dikeluarkan menjadi jauh lebih mahal, sehingga
ketidaktersediaan air minum menjadi salah satu penentu utama tingkat kemiskinan bagi
sebagian besar rumah tangga. Sebagai contoh, Okun (1988) memperkirakan bahwa
rumah tangga miskin yang tidak terlayani oleh sistem perpipaan menghabiskan sekitar
10-30 persen dari pendapatannya untuk kebutuhan air, sementara rumah tangga kaya
umumnya hanya mengeluarkan kurang dari dua persen (Satterwaithe, 1998)6.
Akibatnya, air diperoleh dengan biaya mahal dalam jumlah jauh dari kebutuhan
normal. Jadi, ketika kebutuhan air minum penduduk miskin terpenuhi, mereka terpaksa
membayar dengan harga yang jauh lebih mahal7.
Hal ini kemudian berujung pada penurunan kualitas hidup, pengurangan
produktivitas, penambahan beban biaya kesehatan, dan polusi lingkungan yang tak
terhindarkan. Keseluruhannya mengarah pada peningkatan kemiskinan di perkotaan.
Diperkirakan pada tahun 2010 penduduk miskin perkotaan mencapai sekitar 47 persen
dari total penduduk miskin Indonesia, meningkat dari sekitar 38 persen pada tahun
2000 (Dasgupta, 2002).
Segala keuntungan dari keberadaan kota menjadi terhalangi oleh merebaknya
kemiskinan di perkotaan. Mexico City, Beijing, dan Jakarta merupakan contoh nyata
dengan permasalahan tidak memadainya akses air minum, khususnya bagi penduduk
miskin (Black, 1996). Kondisi ini mempengaruhi langsung sebagian penduduk, tetapi
pada akhirnya secara tidak langsung dapat berdampak pada keseluruhan kota.
5
Secara umum disepakati bahwa kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai penyedia air minum skala
kecil ketika (i) melaksanakan kegiatan dengan menggunakan pegawai dalam jumlah kecil; (ii)
melaksanakan kegiatan berdasar prinsip pemulihan biaya dan orientasi keuntungan; (iii) menggunakan
modal sendiri tanpa bantuan dari pemerintah dan LSM; (iv) menyediakan air minum merupakan
kegiatan utamanya (Conan, 2002).
6
Pada negara industri, pengeluaran air berkisar 0,5 sampai dua persen dari pendapatan rata-rata (1,3
persen di Jerman dan Belanda, 1,2 persen di Perancis) dan air minum dianggap mahal ketika
pengeluaran melampaui tiga persen dari pendapatan rata-rata penduduk (Water Academy, 2004).
7
Sebagai gambaran, berdasar data Water Supply and Sanitation Collaborative Council (1999), tarif
penjaja air keliling pada beberapa kota besar di negara berkembang mencapai sekitar 5 sampai 20 kali
dari tarif air minum perpipaan.
2
32. Kemampuan mengatasi kondisi ini akan menentukan kelangsungan kota dan
perekonomian. Hal ini didasari pada pertimbangan dampak utama pengurangan
kemiskinan di perkotaan tidak hanya pada penduduk miskin, tetapi terjadi juga pada
keseluruhan penduduk kota, dalam hal (i) mengurangi ketimpangan sosial, (ii)
menghindari masalah lingkungan dan kesehatan skala besar, (iii) mendorong
pembangunan ekonomi lokal, (iv) membantu pertumbuhan ekonomi nasional.
Ketimpangan sosial dapat mengarah pada ketegangan sosial yang bermuara pada
benturan antarkelompok. Masalah kesehatan dan lingkungan pada daerah kumuh dapat
berdampak pada keseluruhan kota seperti merebaknya diare, kolera, demam berdarah.
Ketidakcukupan air dan sanitasi dapat berdampak pada penurunan kualitas air
permukaan dan air tanah dangkal. Perkembangan ekonomi lokal dapat membantu
meningkatkan kondisi kehidupan penduduk miskin sehingga mendukung produktifitas
dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan kota yang baik akan mendorong terjadinya
pertumbuhan ekonomi nasional, karena kota berfungsi sebagai pusat pertumbuhan
(Baharoglu, 2000)
Jakarta sebagai salah satu kota yang dalam waktu dekat akan menjadi
megacity8, juga mengalami masalah dengan akses air minum, khususnya bagi penduduk
miskin. Meningkatnya urbanisasi menyebabkan peningkatan kebutuhan layanan
infrastruktur termasuk air minum. Pada tahun 1996, sebelum privatisasi penyediaan air
minum9, cakupan pelayanan air minum di Jakarta mencapai 41 persen dengan tingkat
kebocoran 57 persen dan penggunaan air tanah berlebihan. Setelah empat tahun
privatisasi (2002), mengabaikan banyaknya keluhan terhadap kualitas dan kuantitas
pelayanan, kedua operator telah mencapai perkembangan yang nyata. Pelayanan telah
bertambah menjadi 44 persen di bagian barat, dan 62 persen di bagian timur, yang
secara keseluruhan mencapai 52,4 persen untuk seluruh Jakarta.
8
Megacity didefinisikan sebagai metropolitan dengan penduduk lebih dari 10 juta.
9
Pada tahun 1998, PT. Palyja (Ondeo) dan PT. TPJ (Thames International, RWE) mendapatkan
kontrak konsesi penyediaan air minum di Jakarta. Jakarta dibagi dalam 2 (dua) wilayah yaitu PT Palyja
bertanggungjawab untuk pengembangan dan pengelolaan air minum di bagian Barat, dan PT. TPJ di
bagian timur.
3
33. Tabel 1.1
Cakupan Layanan Air Minum di Jakarta Tahun 2002 (dalam persen)
Terlayani Tak Terlayani Air
Total
Air Perpipaan Perpipaan
Tidak Miskin 39,7 36,9 76,6
Miskin 12,7 10,7 23,4
Total 52,4 47,6 100,0
Sumber: Anwar (2003)
Keberhasilan peningkatan cakupan tersebut masih menyisakan proporsi sekitar
10,7 persen penduduk miskin yang belum terlayani oleh air perpipaan. Penduduk
miskin yang tidak terlayani oleh air perpipaan menggunakan beragam bentuk pelayanan
air minum untuk memenuhi kebutuhannya, diantaranya berupa sumur dangkal, air
tanah dalam, kran umum, penjaja keliling, sebagian penduduk menjual air ke
tetangganya, truk air, dan air kemasan isi ulang.
Kondisi ini perlu mendapat perhatian karena ternyata sebagian besar penduduk
miskin menggunakan sumur tidak terlindungi dan fasilitas umum yang merupakan
sumber pencemaran dan terjangkitnya wabah diare dan kolera. Selain itu, penduduk
miskin yang tidak terlayani membeli air dengan harga jauh lebih mahal sampai 15 kali
tarif air perpipaan (Anwar, 2003).
Ketika tidak segera ditanggulangi, kondisi ini akan berdampak pada semakin
terperangkapnya penduduk dalam kemiskinan, yang selanjutnya dapat berdampak tidak
hanya pada penduduk miskin, tetapi berdampak juga pada seluruh penduduk kota
dalam berbagai bentuk.
Teori sederhana dan bukti empiris menunjukkan bahwa pengurangan
kemiskinan dapat dicapai melalui percepatan pertumbuhan ekonomi dan/atau
perubahan distribusi pendapatan. Ravallion (2001), melalui studi antarnegara,
menunjukkan bahwa peningkatan satu persen pendapatan rata-rata rumah tangga atau
konsumsi menghasilkan penurunan kemiskinan yang bervariasi antara 0,6 persen
4
34. sampai 3,5 persen. Ketika pertumbuhan ekonomi menghasilkan penurunan kemiskinan,
pertumbuhan tersebut disebut pro-poor.10
Berkaitan dengan permasalahan kemiskinan perkotaan yang terkait dengan
masih rendahnya ketersediaan air minum bagi penduduk miskin DKI Jakarta, dan
investasi air minum yang secara teori dan empiris dapat berdampak pada
penanggulangan kemiskinan, disertasi ini berusaha menjawab pertanyaan apakah
investasi air minum di DKI Jakarta menghasilkan pertumbuhan pro-poor sehingga
dapat dijadikan salah satu bagian dari kebijakan penanggulangan kemiskinan
khususnya di perkotaan.
1.2 Masalah Penelitian
Perkembangan perkotaan dunia dan Indonesia menunjukkan perubahan yang
pesat. Dalam waktu singkat jumlah penduduk perkotaan meningkat tajam, bahkan
dalam waktu tidak lama lagi proporsi penduduk perkotaan akan melampaui penduduk
perdesaan. Diperkirakan pada tahun 2010, proporsi penduduk perkotaan Indonesia akan
mencapai 54,2 persen, meningkat dari sekitar 35 persen (1990) dan 42 persen (2000)
(Bappenas, 2005). Kondisi itu berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan
perkotaan, diantaranya berupa tidak terpenuhinya kebutuhan air minum. Sebagian
terbesar penduduk yang tidak terlayani adalah penduduk miskin.
Telah menjadi kesepakatan bahwa peningkatan akses air minum dapat menjadi
jalan menuju penanggulangan kemiskinan. Investasi yang ditanamkan di sektor air
minum dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang bersifat pro-poor. Pertumbuhan
ekonomi yang terjadi mengurangi kesenjangan pendapatan dan kemiskinan.
Dikaitkan dengan kondisi Jakarta, investasi air minum yang bersifat pro-poor
merupakan suatu keniscayaan, dengan berbagai pertimbangan di antaranya (i) tingkat
10
Terdapat dua definisi pertumbuhan pro-poor. Pada konsep pertama, pertumbuhan pro-poor terjadi
ketika pendapatan penduduk miskin meningkat lebih cepat dari penduduk tidak miskin. Sementara
konsep kedua menyatakan bahwa pertumbuhan pro-poor terjadi ketika jumlah absolut penduduk miskin
berkurang (Vos, 2005). Dapat disimpulkan bahwa perbedaan mendasar hanya pada fokusnya yaitu (i)
konsep pertama pada kesenjangan (White dan Anderson, 2000), (Kakwani dan Pernia, 2000) dan (ii)
konsep kedua pada kemiskinan (Ravallion dan Chen, 2003).Studi ini menggunakan definisi pertama.
5
35. urbanisasi yang mengarah pada peningkatan jumlah penduduk miskin masih relatif
tinggi, (ii) proporsi penduduk miskin yang belum terlayani oleh air minum masih cukup
besar. Oleh karena itu, pertanyaan yang mengemuka adalah (i) apakah investasi air
minum perpipaan di DKI Jakarta telah memicu pertumbuhan ekonomi yang bersifat
pro-poor, (ii) apakah investasi air minum nonperpipaan di DKI Jakarta memicu
pertumbuhan ekonomi pro-poor, (iii) apakah subsidi pemerintah dalam penyediaan air
minum di DKI Jakarta memicu pertumbuhan ekonomi pro-poor.
1.3 Tujuan dan Hipotesis Penelitian
Tujuan umum dari studi ini adalah menjawab pertanyaan apakah investasi air
minum di DKI Jakarta sudah bersifat pro-poor yang ditunjukkan oleh terjadinya
pertumbuhan yang mengurangi kesenjangan.
Tujuan khusus dari studi adalah (i) mengembangkan model komputasi
keseimbangan umum air minum, (ii) menganalisis dampak investasi air minum
perpipaan terhadap pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan, (iii) menganalisis
dampak penyediaan air minum nonperpipaan terhadap pertumbuhan ekonomi dan
distribusi pendapatan, (iv) menganalisis dampak penyediaan subsidi air minum bagi
rumah tangga berpendapatan rendah, dan (v) memberikan rekomendasi kebijakan
pembangunan air minum di DKI Jakarta.
Secara teoritis, terdapat empat faktor pertumbuhan, yaitu sumber daya manusia,
sumber daya alam, pembentukan modal, dan teknologi (Nordhaus, 2004). Oleh karena
itu, investasi infrastruktur, termasuk air minum yang berupa penambahan modal,
merupakan salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi.
Secara empiris, terdapat banyak studi yang membuktikan kebenaran pengaruh
positif investasi infrastruktur, termasuk air minum, terhadap pertumbuhan ekonomi. (i)
Barro (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang tergantung
pada langkah pemerintah dalam penyediaan infrastruktur. (ii) studi Bank Dunia pada 63
negara berkembang menunjukkan bahwa penambahan satu persen stok infrastruktur
berkorelasi dengan pertumbuhan satu persen PDB. (iii) Canning (1999), dan
Demetriades dan Mamuneas (2000) melaporkan kontribusi output yang signifikan dari
infrastruktur. (iv) Stephen Yeaple dan Stephen S. Golub (2002) menyimpulkan bahwa
6
36. penambahan kapasitas pelayanan infrastruktur sebesar satu persen akan meningkatkan
nilai produktivitas faktor total (TFP) sebesar 0,12. (v) Estache dkk (2002) menunjukkan
bahwa penambahan stok infrastruktur sebesar 10 persen menghasilkan peningkatan
Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 1,5 persen. (vi) Kajian Pusat Studi Transportasi
dan Logistik UGM (2003) menunjukkan bahwa investasi infrastruktur meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pemerataan. (vii) Kajian Bappenas (2004)
menunjukkan bahwa penambahan kapasitas pelayanan infrastruktur memberikan
dampak positif pada perekonomian nasional.
Sementara kajian WHO (2004) melalui the Swiss Tropical Institute
menyimpulkan bahwa investasi air minum dan sanitasi sebesar USD.1 akan
memberikan pengembalian sebesar antara USD.3 sampai USD.34, bergantung pada
lokasinya. Selain itu, beberapa analisis terbaru menunjukkan bahwa pengelolaan air
berada pada peringkat kedua terbesar dalam investasi infrastruktur bagi kebangkitan
ekonomi (Tan, 2000).
Debat kaitan antara pertumbuhan pendapatan per kapita dan kesenjangan
diprakarsai oleh Kutznets (1955) yang menemukan bahwa terdapat hubungan U
terbalik antara pendapatan dan kesenjangan berdasar penelitian antarnegara.
Pertumbuhan terjadi dahulu, kesenjangan melebar, lalu kemudian kesenjangan menurun
(Anand dan Kanbur, 1993).
Di pihak lain, literatur empiris terkini, seperti oleh Deininger dan Squire
(1996), Chen dan Ravallion (1997), Easterly (1999), dan Dollar dan Kraay (2002),
seluruhnya menyatakan bahwa pertumbuhan tidak mempunyai dampak pada
kesenjangan (World Bank Poverty Net).
Pada kenyataannya, perbedaan pendapat tentang kaitan pertumbuhan dan
kesenjangan lebih terlihat pada literatur teoritis, sementara literatur empiris secara
seragam menyatakan bahwa pertumbuhan tidak mempunyai dampak sistematik pada
kesenjangan.
Perdebatan ini juga kemudian makin kontroversial ketika penyediaan air
minum diserahkan pada swasta. Meskipun pengamatan secara internasional
menunjukkan secara umum dampak privatisasi menguntungkan (Kikeri dan Nellis,
7
37. 2001; Megginson dan Netter, 2001; Shirley dan Walsh, 2001), dampaknya di negara
berkembang tetap kontroversial (Parker, 2003).
Debat tentang peran swasta dalam penyediaan air minum telah berlangsung
lama, sebagian mendukung dan selebihnya menentang. Pihak pendukung menyatakan
privatisasi meningkatkan efisiensi (misalnya tingkat kebocoran air menurun dan
tagihan macet berkurang), dan mendorong bertambahnya investasi. Pihak penentang
menyatakan bahwa swasta hanya mementingkan keuntungan dengan mengabaikan
kesejahteraan dan meningkatkan tarif tanpa mempedulikan kualitas layanan.
Jika dikaitkan dengan pembangunan air minum di DKI Jakarta yang sejak tahun
1997 dilaksanakan oleh swasta melalui skema konsesi, hasilnya telah cukup memadai,
seperti menurunnya tingkat kebocoran dan meningkatnya investasi yang tentunya
mendorong pertumbuhan ekonomi. Di pihak lain, masih banyak penduduk miskin
yang belum terlayani. Hal ini ditengarai oleh tidak tersedianya insentif yang memadai
bagi perusahaan ketika penyediaan air minum diarahkan pada penduduk miskin.
Bahkan, dalam tujuan kerja sama pemerintah dan swasta tersebut tidak secara eksplisit
dicantumkan keberpihakan pada penduduk miskin.
Kondisi ini kemudian mendasari hipotesis pertama dari studi ini yang
menyatakan bahwa peningkatan investasi air minum perpipaan akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, tetapi sebaliknya akan memperburuk distribusi pendapatan.
Ketidaktersediaan akses air minum yang memadai bagi penduduk khususnya
penduduk miskin, mendorong penduduk mencari alternatif sumber air minum. Salah
satu sumber air minum yang menjadi pilihan bagi penduduk adalah penyedia air
minum skala kecil (small scale water provider). Kebutuhan air minum perpipaan yang
baru menjangkau sekitar 52,4 persen penduduk menjadikan investasi penyedia air
minum skala kecil ini relatif siginifikan walaupun dalam bentuk investasi yang kecil
dan tersebar dalam jumlah yang cukup banyak. Kondisi itu menjadikan investasi air
minum nonperpipaan mendorong pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, karena harga air
minum nonperpipaan relatif besar, bahkan mencapai sekitar 10 sampai 20 kali harga
air minum perpipaan, secara umum porsi pengeluaran penduduk menjadi signifikan.
Pendapatan yang dapat ditabung untuk keperluan lain menjadi jauh berkurang
8
38. sehingga kesejahteraan penduduk menjadi relatif berkurang. Tentunya pengurangan
kesejahteraan itu menjadi suatu pilihan yang relatif lebih baik ketika pilihan lainnya,
seperti sumur, dan air sungai, berpotensi menyebabkan meningkatnya biaya kesehatan
akibat serangan penyakit yang diakibatkan oleh air (water-borne disease) yang jauh
lebih besar dampaknya.
Dalam memperhatikan kondisi itu, hipotesis kedua dari studi ini menjadi
peningkatan penyediaan air minum nonperpipaan akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan memperburuk distribusi pendapatan
Sebagaimana diketahui bahwa dari sisi pengeluaran, penanggulangan
kemiskinan dan redistribusi pendapatan oleh pemerintah dapat dilaksanakan secara
langsung melalui tiga instrumen, yaitu (i) subsidi langsung atau individual yang
ditargetkan pada rumah tangga miskin, (ii) subsidi harga yang berupa pemberian
subsidi harga pada kebutuhan dasar, dan (iii) pengeluaran pemerintah pada
infrastruktur dan layanan publik khususnya kesehatan dan pendidikan, yang
menguntungkan masyarakat miskin (Damuri, 2003).
Ketika ketiadaan akses air minum menjadi salah satu penyebab semakin besarnya
kemiskinan perkotaan, pemerintah dapat melakukan terobosan dengan memberikan
subsidi penyediaan air minum kepada penduduk miskin yang belum memperoleh akses
yang layak.
Secara teoritis, terlepas dari besarnya kemungkinan kebocoran di lapangan,
pemberian subsidi dalam jangka pendek akan sangat membantu dalam meningkatkan
kesejahteraan penduduk miskin. Pengaruh subsidi air minum terhadap pertumbuhan
ekonomi tidak akan sebesar pengaruh investasi air minum, tetapi dampaknya terhadap
kesejahteraan akan signifikan. Hal ini akan memunculkan hipotesis ketiga yaitu subsidi
pemerintah akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki distribusi
pendapatan.
1.4 Manfaat dan Kontribusi Penelitian
Manfaat studi ini adalah memberi pemahaman mendalam mengenai dampak
kebijakan investasi air minum, baik berupa investasi maupun subsidi pemerintah,
terhadap perekonomian daerah khususnya pertumbuhan ekonomi dan distribusi
9
39. pendapatan. Diharapkan pengambil kebijakan dapat memahami bahwa investasi air
minum bukan sekadar alat pemenuhan kebutuhan dasar, melainkan juga sebagai alat
penanggulangan kemiskinan melalui pembenahan distribusi pendapatan.
Kontribusi utama dari studi ini adalah sebagai berikut.
(i) Pengembangan basis data (data base) SNSE Air Minum DKI Jakarta Tahun 2000.
Basis data ini merupakan pengembangan dari SNSE DKI Jakarta 2000 skala
103x103.
(ii) Pengembangan model komputasi keseimbangan umum air minum DKI Jakarta.
Telah banyak studi yang meneliti dampak investasi infrastruktur dengan
menggunakan model komputasi keseimbangan umum di Indonesia, tetapi belum
terdapat model komputasi kesetimbangan umum yang secara khusus meneliti
dampak investasi air minum di tingkat subnasional.
(iii) Saran dan masukan bagi kebijakan pembangunan air minum DKI Jakarta. Hasil
studi dapat dijadikan sebagai masukan bagi pengembangan kebijakan terkait
dengan pembangunan air minum di DKI Jakarta.
1.5 Pendekatan dan Ruang Lingkup Penelitian
Studi ini menggunakan model komputasi keseimbangan umum (Computable
General Equilibrium). Pemilihan model ini dilakukan dengan mempertimbangkan
kemampuan model untuk menyimulasikan, baik dampak langsung maupun tidak
langsung, dari suatu kebijakan terhadap kondisi ekonomi makro dan kondisi sosial
sehingga akibat suatu kebijakan dapat dievaluasi secara lebih baik dan menyeluruh.
Penerapan model komputasi kesetimbangan umum (CGE) melalui beberapa
tahap, yaitu sebagai berikut.
a. Studi literatur.
Fokus kegiatan awal ini adalah berupa penelusuran penerapan model CGE dalam
analisis perekonomian. Keluaran dari tahapan ini adalah berupa pilihan model
CGE yang berkesesuaian dengan tujuan studi berikut dasar-dasar spesifikasi
model CGE yang akan dikembangkan agar dapat dipergunakan sebagai alat
analisis sesuai dengan tujuan studi ini.
10
40. b. Pengembangan basis data yang diperlukan.
Data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini sebagian besar akan berasal
dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) DKI Jakarta Tahun 2000. SNSE ini
kemudian dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan studi dengan melakukan (i)
pembagian klasifikasi pada faktor produksi bukan tenaga kerja menjadi dua yaitu
investasi air minum perpipaan (PAM Jaya) dan investasi air minum nonperpipaan
dan investasi lainnya, dan (ii) pemecahan sektor produksi air bersih menjadi dua
yaitu air minum perpipaan (PT. Thames Jaya dan PT. Palyja) dan air minum
nonperpipaan (small scale provider, dan lainnya). SNSE ini kemudian disebut
SNSE Air Minum DKI Jakarta 2000, yang kemudian diverifikasi dengan
menggunakan data-data tambahan seperti data perekonomian DKI Jakarta
(PDRB), data kemiskinan, dan lainnya.
c. Pengembangan model.
Pengembangan model mengadopsi Model Donny Azdan11 dengan melakukan
beberapa perubahan yang mengacu pada perbedaan (i) sumber data yang
dipergunakan. Model Azdan menggunakan basis data SNSE DKI Jakarta Tahun
1993, sementara model pada studi ini menggunakan SNSE DKI Jakarta Tahun
2000, (ii) dampak yang akan dihitung. Model Azdan menjelaskan dampak
perubahan kebijakan harga air minum dan penggunaan air tanah sebagai sumber
air minum terhadap pendapatan rumah tangga, sementara studi ini menjelaskan
pengaruh peningkatan investasi air minum terhadap pertumbuhan ekonomi, dan
distribusi pendapatan, (iii) simulasi kebijakan yang akan dilakukan. Simulasi
model Azdan difokuskan pada aspek harga air minum dan substitusi air tanah.
Sementara model dalam studi ini difokuskan pada investasi air minum perpipaan,
air minum nonperpipaan, dan subsidi pemerintah.
d. Pelaksanaan simulasi.
Terdapat enam simulasi yang dilakukan yaitu sebagai berikut.
(i) peningkatan investasi air minum perpipaan.
11
Azdan, M. Donny. Water Policy Reform in Jakarta, Indonesia: A CGE Analysis. Unpublished
Dissertation. The Ohio State University 2001.
11
41. (ii) peningkatan investasi air minum nonperpipaan.
(iii) peningkatan penyediaan air minum melalui subsidi pemerintah. Dalam
hubungan dengan simulasi (iii), terdapat dua skenario pada simulasi ini,
yaitu (a) sumber subsidi dari peningkatan pajak air minum dan (b) sumber
subsidi dari pemerintah pusat.
(iv) peningkatan investasi air minum perpipaan disertai penyediaan subsidi.
Dalam hubungan dengan simulasi (iv), terdapat dua skenario pada simulasi
ini, yaitu (a) sumber subsidi dari peningkatan pajak air minum perpipaan
dan (b) sumber subsidi dari pemerintah pusat.
Selain itu, khusus untuk simulasi (iii) dan (iv), dilakukan pembedaan hasil
simulasi berdasarkan kelompok penerima subsidi yaitu kelompok penerima
rumah tangga termiskin (RT sangat miskin I) dan kelompok penerima seluruh RT
miskin (kelompok rumah tangga sangat miskin I, sangat miskin II, miskin I, dan
miskin II).
e. Perumusan rekomendasi.
Dalam menindaklanjuti hasil simulasi, beberapa rekomendasi kebijakan dapat
dihasilkan.
Lingkup studi adalah mengkaji dampak investasi air minum, baik perpipaan
maupun nonperpipaan, dan dampak subsidi air minum di DKI Jakarta terhadap
pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan. Sebagaimana dipercayai selama ini,
investasi merupakan pemicu terjadinya pertumbuhan ekonomi yang kemudian
diharapkan dapat menjadi alat dalam menanggulangi kemiskinan. Secara harafiah,
ketika penduduk miskin lebih banyak mendapat manfaat jika dibandingkan dengan
yang lainnya dari pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan disebut ‘pro-poor’. Selain itu,
untuk dapat disebut pertumbuhan pro-poor, pertumbuhan harus disertai pengurangan
kesenjangan. Dengan kata lain, studi ini akan menguji apakah investasi air minum
mendorong terjadinya pertumbuhan pro-poor. Untuk itu, dampak investasi difokuskan
pada pertumbuhan ekonomi, dan distribusi pendapatan.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan disertasi ini dibagi dalam enam bagian, yaitu sebagai berikut.
12
42. Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, masalah penelitian, tujuan dan
hipotesis penelitian, manfaat dan kontribusi penelitian, pendekatan dan ruang
lingkup, serta sistematika penulisan
Bab II Kondisi Sektor Air Minum DKI Jakarta, yang menjabarkan kondisi umum
dan perekonomian DKI Jakarta, kebijakan sektor air minum, sumbangan
sektor air minum terhadap perekonomian DKI Jakarta, kondisi pelayanan air
minum praprivatisasi dan pascaprivatisasi DKI Jakarta.
Bab III Penyediaan Air Minum, Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi
Pendapatan, yang memerinci, baik tinjauan teoritis maupun empiris, tentang
penyediaan air minum perpipaan dan nonperpipaan, keterkaitan kemiskinan
perkotaan dan ketersediaan air minum, dampak ketersediaan air minum
terhadap pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan kemiskinan,
keterkaitan pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan, dan
penanggulangan kemiskinan.
Bab IV Pemodelan Dampak Investasi Air Minum, yang menguraikan SNSE dan
model komputasi keseimbangan umum (termasuk riset terdahulu yang
menggunakan model dan bidang yang sama), menjabarkan proses pemodelan
dampak investasi air minum terhadap pertumbuhan ekonomi, dan distribusi
pendapatan di DKI Jakarta.
Bab V Skenario Kebijakan dan Hasil Simulasi. Pada bagian ini dijelaskan tentang
skenario kebijakan, simulasi, dan hasil simulasi.
Bab VI Kesimpulan dan Rekomendasi. Sebagai bagian akhir diuraikan kesimpulan
studi dan rekomendasi, beberapa kelemahan studi ini, dan kemungkinan studi
lanjutan.
13
43. BAB II
KONDISI SEKTOR AIR MINUM DKI JAKARTA
2.1 Gambaran Umum DKI Jakarta
2.1.1 Administrasi
Luas DKI Jakarta mencapai 662 km2 dan terbagi dalam 6 wilayah administrasi,
yaitu Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan
Kepulauan Seribu.
Peta DKI Jakarta
2.1.2 Kependudukan
Penduduk DKI Jakarta pada
tahun 2004 sebanyak 8,72 juta jiwa
dengan tingkat pertumbuhan 1,01
persen per tahun selama periode 2000 –
2004. Laju pertumbuhan penduduk DKI
Jakarta pada periode 1980-1990
mencapai 2,42 persen per tahun, kemu-
dian menurun tajam selama periode
1990-2000 yang menjadi hanya 0,16
Sumber: Situs Pemda DKI
persen per tahun. Laju pertumbuhan
periode 2000-2004 relatif lebih besar daripada periode 1990-2000 walaupun masih
lebih kecil daripada pertumbuhan periode 1980-1990.
Jumlah penduduk sangat berbeda antara siang hari dan malam hari. Siang hari
penduduk DKI Jakarta mencapai sekitar 11 juta sebagai akibat banyaknya penduduk
pendatang khususnya asal Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Bodetabek) yang bekerja
di Jakarta.
Persebaran penduduk DKI Jakarta tahun 2004 relatif tidak merata. Sekitar 28
persen bertempat tinggal di Jakarta Timur, kemudian 23 persen di Jakarta Barat, dan
14
44. 21 persen di Jakarta Selatan. Selebihnya, sekitar 10 persen bertempat tinggal di Jakarta
Pusat dan 0,27 persen di Kepulauan Seribu.
Kepadatan penduduk rata-rata DKI Jakarta tahun 2004 mencapai 13 ribu
jiwa/km2. Jakarta Pusat mempunyai tingkat kepadatan tertinggi (18 ribu jiwa/km2),
sementara daerah lainnya bervariasi antara 9 ribu sampai 15 ribu jiwa/km2.
Tabel 2.1
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta Tahun 1980 - 2004
Jumlah Penduduk (Jiwa) Laju Pertumbuhan (%)
Kota 1980- 1990- 2000-
1980 1990 2000 2004
1990 2000 2004
Jakarta Utara 981.272 1.369.630 1.444.027 1.423.845 3,39 0,55 -0,36
Jakarta Barat 1.234.885 1.822.762 1.906.385 2.020.030 3,97 0,46 1,50
Jakarta Timur 1.460.068 2.067.222 2.353.023 2.473.200 3,54 1,35 1,27
Jakarta Pusat 1.245.030 1.086.568 893.198 899.460 -1,35 -2,01 0,17
Jakarta Selatan 1.582.194 1.913.084 1.789.006 1.885.785 1,92 -0,69 1,34
Kepulauan Seribu -** -** -** 23.310 -** -** -**
DKI Jakarta 6.503.440 8.259.266 8.385.639 8.725.630 2,42 0,16 1,01
Sumber: BPS DKI Jakarta berbagai tahun Keterangan: ** belum terbentuk
2.2 Kondisi Perekonomian DKI Jakarta
2.2.1 Pangsa dan Pertumbuhan Sektor Ekonomi
Sektor PDRB yang
Gambar 2.1
PDRB DKI Jakarta 2000-2003 dominan di DKI Jakarta
Harga Konstan 1993 (Rp. Triliun)
pada tahun 2003 berdasar-
Jasa-Jasa kan sumbangannya terhadap
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
perekonomian adalah Perda-
Pengangkutan dan Komunikasi gangan, Hotel dan Restoran
Perdagangan, Hotel dan Restoran (24,3 persen); Industri Peng-
Bangunan
olahan (21,1 persen); Keu-
Listrik, Gas dan Air Bersih
angan, Persewaan, dan Jasa
Industri Pengolahan
Perusahaan (22,2 persen).
S umber: Tabel 2.2 0 5 10 15 20
2000 2003
15