1. Mainstreaming Resilience in
Development Plans and
Projects
8 MARET 2023
RABU
Dr. Ir. Medrilzam, MPE
Direktur Lingkungan Hidup,
Kementerian PPN/Bappenas
Disampaikan pada
Pelatihan Foresight untuk Penyusunan
RPJMN 2025-2029 dan RPJPN 2025-2045
2. Triple Planetary Crisis: Krisis yang
mengancam masa depan bumi dan manusia
Triple Planetary Crisis
Triple planetary crisis mengacu pada tiga masalah utama yang saling terkait yang dihadapi umat manusia saat ini:
perubahan iklim, polusi dan kerusakan lingkungan, serta hilangnya keanekaragaman hayati.
Polusi dan
Kerusakan
Lingkungan
Hilangnya
Keaneka-
ragaman
hayati
Perubahan
Iklim
Uninhabitable
Earth
Unsustained
Development
Reduced Human
Well-being
Interaksi Pada Triple Planetary Crisis
Perubahan
Iklim
Sekitar 50-75% dari populasi global
berpotensi terdampak kondisi iklim yang
mengancam jiwa di tahun 2100. (IPCC, 2022)
Polusi
Polusi udara dinobatkan sebagai penyebab
penyakit dan kematian dini terbesar di dunia,
menyebabkan hingga 4,2 juta kematian setiap
tahun. (UNFCCC, 2022)
Hilangnya
Keaneka-
ragaman
hayati
Hilangnya keanekaragaman hayati dapat
mengancam kesehatan manusia dan jasa
ekosistem.Saat ini, sekitar 1 juta spesies
tumbuhan dan hewan menghadapi ancaman
kepunahan. (IPBES, 2019)
3. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
memperingatkan kemungkinan pemanasan bumi hingga 1,5
derajat dalam satu atau dua dekade mendatang:
Code red for humanity
Tren suhu rata-
rata global terus
meningkat
dibandingkan
masa pra-
industri 1950
Diproyeksikan
suhu permukaan
bumi akan terus
meningkat jika
tidak ada
langkah
antisipasi yang
dilakukan saat
ini
Suhu permukaan global 1,09oC lebih tinggi dalam
sepuluh tahun antara 2011–2020 dibandingkan 1850–
1900.
Pada tahun 2019 konsentrasi CO2 di atmosfer
merupakan yang tertinggi sejak 2 juta tahun terakhir.
Tingkat kenaikan permukaan laut baru-baru ini nyaris
tiga kali lipat bila dibandingkan dengan tahun 1901–
1971.
Aktivitas manusia menjadi alasan utama mencairnya
gletser secara global sejak 1990-an dan penurunan
jumlah es di Laut Arktik.
Dalam satu dekade kedepan, perubahan iklim akan
menyebabkan sekitar 32-132 juta penduduk dunia
jatuh miskin
Jumlah penduduk yang mengalami kekurangan air akan
meningkat hingga 4,8-5,7 miliar penduduk di tahun
2050
Dampak tak terhindarkan dari Krisis Perubahan Iklim:
Kenaikan suhu bumi dan dampak sosio-ekologi
4. Peningkatan Kejadian Bencana Hidrometeorologi
Sumber: BNPB, 2022
Kerugian ekonomi akibat bencana
diperkirakan mencapai rata-rata
Rp22,8 triliun per tahun
Jumlah kematian akibat bencana
hidrometeorologi selama 10 tahun terakhir
mencapai 1.183 orang
Hingga tahun 2040,
tinggi gelombang
ekstrem diprediksi
mengalami
peningkatan 1-1,5 m
Rerata kenaikan tinggi
muka laut periode
2006-2040 adalah 0,9
cm/tahun
Peningkatan cuaca
ekstrim & beberapa
wilayah mengalami
penurunan intensitas
curah hujan
Peningkatan musim
kemarau dan
perubahan fisiologis
tanaman padi
● Keselamatan pelayaran
● Penurunan Produktivitas
perikanan tangkap
● Ekonomi dan
pendapatan masyarakat
menurun
● People displacement dari
kawasan pesisir menuju
daerah yang lebih tinggi
● Hilangnya lahan
● Perekonomian masyarakat
pesisir terancam
• Meningkatkan Potensi
kekeringan
• Krisis air di beberapa
wilayah Indonesia
• Penurunan produktivitas
pertanian
● Penurunan produksi
padi
● Potensi kerawanan
pangan
3.545 kejadian
bencana hidrometeorologi
tahun 2021.
98%–99%
dari total jumlah kejadian bencana alam
adalah bencana hidrometeorologi.
Dampak tak terhindarkan dari Krisis Perubahan Iklim:
Kerugian Sosial dan Kerugian Ekonomi Fenomena Dampak
5. Pokja xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Perubahan Iklim Berisiko Meningkatkan Jumlah Kemiskinan di
Indonesia
(Sumber: BPS, 2019)
Sumber: Lokasi prioritas PBI dan Kemiskinan Kab/Kota BPS
Sebanyak 11,65 Juta
penduduk miskin di
Indonesia menghadapi
ancaman bahaya iklim
yang lebih tinggi
Tidak hanya kerugian fisik,
perubahan iklim juga
berpotensi menghilangkan
mata pencaharian shg
berpotensi memperbanyak
jumlah penduduk miskin di
Indonesia
Total Penduduk Miskin yang terkena dampak bencana iklim (dalam juta jiwa):
3,61
Kelautan
1,61
Pesisir
3,14
Air
9,25
Pertanian
1,43
Kesehatan
Pokja Ketahanan Sosioekologi
6. Pokja xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Pokja Ketahanan Sosioekologi
Pelaksanaan Pembangunan perlu Memperhatikan Lokasi
Prioritas Ketahanan Iklim
Dari 514 Kabupaten/Kota
di Indonesia:
42%
Kelautan
34%
Pesisir
40%
Air
71%
Pertanian
32%
Kesehatan
Super Prioritas
Top Prioritas
Prioritas
Potensi Bahaya Tinggi +
Kerentanan Tinggi + IRBI
Tinggi
Potensi Bahaya Tinggi +
Kerentanan Tinggi/IRBI
Tinggi
Potensi Bahaya Tinggi
Lokasi Prioritas
Ketahanan Iklim
7. Integrasi Pendekatan Nature/Ecosystem-based Solution
dalam Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan
Integrasi pendekatan Nature-based Solution (NbS)
Pendekatan Nature/Ecosystem-
based melibatkan alam dalam
perencanaan wilayah sehingga
menjadi solusi untuk wilayah yang
lebih berkelanjutan, layak huni
dan tangguh.
Hal ini ditandai dengan
pengelolaan wilayah sebagai
ekosistem: subsistem dinamis
yang menghubungkan komponen
sosial, alam, dan buatan/bangunan
Penyediaan vegetasi pelindung pantai
Pembangunan dan rehabilitasi struktur lunak pelindung pantai
seperti mangrove
Rehabilitasi daerah tangkapan air
Ekosistem lahan basah dan lahan kritis yang direhabilitasi
Green and Blue Spaces di kawasan perkotaan
Secara signifikan meningkatkan luas dan kualitas serta konektivitas,
akses, dan manfaat dari ruang hijau dan biru
● Meningkatkan ketahanan wilayah
● Memperbaiki pengelolaan air
● Menghemat biaya dengan peningkatan fungsi ekosistem
● Menjadi sarana rekreasi
● Mengurangi dampak urban heat island untuk wilayah perkotaan
Manfaat lain Pendekatan NbS
Perencanaan wilayah yang
mengintegrasikan Pendekatan
NbS perlu diterapkan secara
holistik dari pemerintah pusat
hingga pemerintah daerah
Contoh penerapan NbS:
8. Masukan Untuk Mainstreaming Resilience in Development
Plans and Projects
Memperhatikan proyeksi iklim dan lokasi prioritas ketahanan iklim sebagai bahan pertimbangan dalam
merumuskan kebijakan dan penetapan intervensi yang antisipatif terhadap dampak kerugian dari perubahan iklim
di masa yang akan datang
Transisi dari grey infrastructure menuju green infrastructure yang mengimplementasikan nature/ecosystem -
based solution sehingga memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan
Pelibatan stakeholder dan masyarakat serta kearifan lokal melalui upaya pengurangan kerentanan maupun
peningkatan kapasitas wilayah yang berbasis alam dalam meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan
iklim.
Perlunya penyusunan tata ruang berbasis risiko dan ketahanan iklim yang mempertimbangkan karakteristik
wilayah, proyeksi perubahan iklim di masa datang, jaminan bahwa penataan ruang yang dilakuan tidak
meningkatkan kerentanan wilayah terhadap dampak perubahan iklim, serta meningkatkan ketahanan wilayah
terhadap dampak perubahan iklim di masa depan.
9. Kolaborasi multi pihak untuk
menangani isu-isu kompleks
berdasarkan pemahaman yang
komprehensif dan kritis dengan
pemanfaatan peluang diperlukan
mengatasi pembangunan
berkelanjutan dan perubahan iklim
di masa depan
Penutup
Antar wilayah di Indonesia memiliki
tingkat risiko dampak perubahan
iklim yang berbeda-beda menurut
tingkat bahaya, kerentanan, dan
kapasitas ketahanan iklim dari
lingkungan dan masyarakat di
dalamnya sehingga perlu tindakan
yang terencana
Sudah saatnya pembangunan
infrastruktur diarahkan untuk
menurunkan tingkat kerentanan dan
meningkatkan kapasitas ketahanan
iklim, sehingga mampu bertahan
terhadap dampak dari perubahan iklim,
yang dilaksanakan pada lokasi prioritas
dengan intervensi aksi ketahanan iklim