Dokumen tersebut membahas tentang hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional, termasuk berbagai teori yang menjelaskan hubungan tersebut seperti monisme, dualisme, transformasi, delegasi, dan harmonisasi."
8. Teori/Aliran
• Ada 2 teori/aliran yang dikenal
mengenai hubungan hukum
internasional dan hukum
nasional, yaitu:
Monisme
Dualisme
9. • Satu kesatuan hukum;
• Tokoh Hans Kelsen & Georges Scelle,
HI=HN;
• Meskipun HI=HN namun mengenai
masalah pengutamaannya, ada 2
Golongan, yaitu Golongan HI diatas HN
dan HN diatas HI.
10. HI diatas HN
• Alasannya HI merupakan sumber dari HN,
sehingga HN tunduk pada HI.
• Kelompok ini menekankan terciptanya
nilai-nilai universal kemanusiaan sebagai
landasan utama dalam norma-norma
hukum internasional.
• Tercipta ketertiban dan keamanan
masyarakat internasional.
11. HN diatas HI
• Golongan ini berdasar pada sejarah
perkembangan ilmu hukum.
• HN usianya lebih tua dari HI.
• Suatu negara dengan Hukum
Nasionalnya tidak mudah untuk
mengesampingkan Hukum Nasionalnya
untuk mentaati Hukum Internasional.
• HI bersumber pada HN, dan HI
merupakan kelanjutan dari HN.
12. •
•
•
Tokoh: Triepel dan Anzilotti;
Bidang hukum yang berbeda dan berdiri
satu sama lainnya (terpisah);
Menurut aliran ini perbedaan tersebut
terdapat pada:
1. Perbedaan Sumber Hukum
2. Perbedaan Mengenai Subjek
3. Perbedaan Mengenai Kekuatan Hukum
(Vertikal-Horizontal)
13. •
Pandangan Dualisme ini dibantah oleh
golongan Monisme, dengan alasan
bahwa:
a. Walaupun kedua sistem hukum itu
mempunyai istilah yang berbeda, namun
subyek hukumnya adalah sama, yaitu pada
akhirnya subyek hukum internasional adalah
individu-individu dalam suatu negara.
b. Sama-sama mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
14. Kedua teori atau aliran ini sebenarnya
hanyalah merupakan teori yang untuk
kurun waktu sekarang ini sudah tidak lagi
memiliki nilai terapan. Sebab kedua
teori/aliran ini menampakkan sika a priori
yang jika dihubungkan keadaan yang
nyata sekarang ini ternyata teori/aliran
tersebut sudah jauh ketinggalan.
15.
16. •
•
Teori-teori ini muncul sebagai
reaksi atas kekurangan dan
kelemahan kedua teori diatas.
Teori-teori ini bertitik tolak pada
asumsi bahwa:
1. Hukum internasional dan Hukum
nasional tidak perlu
dipertentangkan satu dengan
yang lainnya;
2. Tidak perlu ditempatkan pada
kedudukan hirarki;
3. Tidak perlu dipisahkan secara
tegas satu dengan yang lainnya.
18. Teori Transformasi
• Menurut teori ini, peraturanperaturan hukum internasional
untuk dapat berlaku dan
dihormati sebagai norma
hukum nasional harus melalui
proses transformasi atau alih
bentuk, baik secara formal
maupun substansial.
19. Teori Delegasi/Inkorporasi
• Menurut teori ini, implementasi
dari hukum internasional
diserahkan kepada negaranegara atau hukum
nasionalnya itu masing-masing.
• Tidak perlu dialih bentuk,
melainkan langsung diterima.
20. Teori Harmonisasi
• Menurut teori ini, Hukum
Internasional dan Hukum
Nasional harus diartikan
sedemikian rupa bahwa antara
keduanya itu terdapat
keharmonisan.
21.
22. Dalam PRAKTEK NEGARANEGARA, contoh:
INGGRIS
• Inggris menganggap hukum
kebiasaan internasional sebagai
bagian dari hukum nasionalnnya;
• Namun tidak berarti bahwa
Inggris menerima demikian saja
Hukum Kebiasaan Internasional
tersebut.
23. • Kemudian dipertanyakan, apa
syarat yang harus dipenuhi agar
hukum kebiasaan internasional
menjadi bagian dari hukum
nasionalnya?
• Di Inggris jika hukum kebiasaan
internasional tersebut
bertentangan dengan undangundang di Inggris, baik yang
sudah ada maupun yang baru
ada, maka Inggris akan menolak
hukum kebiasaan internasional
tersebut.
24. •
Mengenai Perjanjian
Internasional, Inggris dalam
prakteknya membedakan dua
golongan supaya menjadi
bagian dari hukum
nasionalnya, yaitu:
1. Perjanjian Internasional yang
membutuhkan persetujuan
Parlemen;
2. Perjanjian Internasional yang
tidak memerlukan persetujuan
parlemen.
25. AMERIKA SERIKAT
• Di Amerika Serikat, mengenai hukum
kebiasaan internasional menyerupai
praktek di Inggris karena Sistem
Hukum Anglo-Saxon yang dianut AS
berasal dari Sistem Hukum Inggris.
• Sedangkan mengenai Perjanjian
Internasional, AS membedakan 2
golongan, yaitu:
a. Perjanjian yang tidak berlaku dengan
sendirinya (non-self executing treaty);
b. Perjanjian yang berlaku dengan
sendirinya (self-executing treaty).
26. JERMAN
• Dalam konstitusinya (The Federal
Republic of Germany) dalam Pasal
25-nya menyatakan bahwa “aturan
umum dalam hukum internasional
(general rule of international law)
merupakan bagian integral dari hukum
federal. Oleh karena itu bersifat
supreme dan dapat menciptakan
secara langsung hak-hak dan
kewajiban bagi para warganya”.
27. INDONESIA
Hukum Kebiasaan Internasional
• Indonesia untuk beberapa hal menerima
hukum kebiasaan internasional sebagai
bagian dari hukum nasional Indonesia.
Misal dalam Hukum kebiasaan dilaut (hak
lintas damai), Perlakuan terhadap orang
asing sesuai dengan standar minimum
menurut HI.
• Namun, pernah terjadi bahwa Indonesia
bertindak sebaliknya yaitu
mengesampingkan Hukum Kebiasaan
Internasional dan mengutamakan hukum
atau undang-undang nasionalnya.
28. • Kasus nasionalisasi perusahaanperusahaan asing milik Belanda yang
beropersi di Indonesia dengan
dikelurakannya Undang-Undang No. 86
tahun 1957.
• Yang mana UU tersebut
mengesampingkan hukum kebiasaan
internasional yang berlaku untuk kasus
tersebut, yaitu masalah ganti rugi.
• Menurut HKI, ganti rugi harus “prompt,
effective and adequate” .
• Indonesia tidak menganut prinsip itu,
namun memperkenalkan prinsip baru,
yaitu pembayaran ganti rugi harus
disesuaikan dengan kemampuan negara
yang menasionalisasi.
29. Perjanjian Internasional
• Dasar hukum Pasal 11 UUD NRI 1945,
yang menyatakan:
1. Presiden dengan persetujuan DPR
menyatakan perang, membuat perdamaian
dan perjanjian dengan negara lain;
2. Presiden dalam membuat perjanjian
internasional lainnya yang menimbulkan
akibat luas dan mendasar bagi kehidupan
rakyat yang terkai dengan beban keuangan
negara, dan/atau mengharuskan perubahan
atau pembentukan undang-undang harus
dengan persetujuan DPRl;
3. Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian
internasional diatur oleh Undang-Undang.
30. • Dasar Hukum Undang-Undang No.
24 tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional, yang menyatakan
Perjanjian Internasional adalah
Setiap Perjanjian dibidang hukum
publik, yang diatur oleh hukum
internasional, dan dibuat oleh
Pemerintah dengan negara,
organisasi internasional, atau
subjek hukum internasional.
31. Contoh HI memberi kontribusi
pada HN Indonesia, yaitu:
• Civil Liability Convention (1969),
Hukum ini diterima oleh Indonesia
dalam Keputusan Presiden No. 18
tahun 1978, yang hasilnya
langsung mengikat rakyat
(sebagai subyek HN).
32. • Contoh lain, Liability Convention
(1972), yang mana dalam
konvensi tersebut diatur bendabenda angkasa yang diatur di
bumi, oleh Indonesia dipakai
dalam Hukum Nasionalnya yaitu
dengan adanya Keputusan
Presiden No. 20 tahun 1996.
33. •
•
Melalui cara bagaimana kaidah
hukum nasional suatu negara dapat
berkembang menjadi hukum
internasional?
Ketiga cara tersebut adalah:
1. Melalui hukum kebiasaan internasional;
2. Melalui yurisprudensi;
3. Melalui perjanjian dan konvensi
internasional.
34. Hubungan saling membutuhkan antara
Hukum Internasional dan Hukum Nasional
•
Beberapa peranan dan fungsi HI
dalam menunjang penerapan HN:
1. Hukum Internasional berfungsi
menjembatani penerapan hukum
nasional negara-negara;
2. Hukum Internasional dibutuhkan oleh
hukum nasional supaya para subyek
hukum nasional dari dua negara atau
lebih dapat mengadakan hubungan
hukum (perdata) internasional.
35. 3. Hukum Internasional dibutuhkan oleh
hukum nasional sebab dapat berfungsi
sebagai sarana untuk
mengharmonisasikan hukum nasional
negara-negara mengenai suatu masalah
tertentu.
4. Hukum Internasional dibutuhkan oleh
hukum nasional, sebab hukum
internasional dapat menjadi masukan
bagi hukum nasional berkenaan dengan
suatu masalah yang pengaturannya
terlebih dahulu muncul di dalam hukum
(konvensi) internasional.
36.
37. Justiciability
• Keadaan dimana suatu masalah dapat
dipermasalahkan oleh suatu badan
peradilan.
• Suatu masalah dapat dikatakan dapat
diadili bilamana masalah tersebut dapat
dijadikan objek bagi analisis hukum dan
adjudikasi.
38. Act of State
• Alasan yang dapat dijadikan dasar
penolakan atas penanganan suatu
perkara dengan mendasarkan bahwa
perbuatan tersebut disandarkan pada
kedaulatan negara.
• Terkait dengan kekebalan yang dimiliki
oleh suatu negara sebagai konsekuensi
kedaulatan.
39. Konsep Opposability
• Dalam Pasal 27 KW 1969 dinyatakan
“sebuah negara peserta tidak boleh
menggunakan ketentuan yang terdapat
dalam hukum internalnya sebagai
justifikasi atas kegagalannya untuk
menunaikan kewajiban internasionalnya”