SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 26
i
MAKALAH
PENYAKIT MENULAR MORBUS HANSEN
(Memenuhi Tugas Komunitas IV)
Dosen Pembimbing:
Ns. Mirnawati S.Kep
Disusun Oleh Kelompok 5 :
1. Noveldi Pitna 143010036
2. Nelma Jayanty 143010012
3. Beatrex N. Soumokil 143010039
4. Winda Sari 201231000025
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS PATRIA ARTHA
MAKASSSAR
2015/2016
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa karena atas
Rahmat dan Karunia-Nyalah kami selaku penulis makalah yang berjudul “ Penyakit
Menular Morbus Hansen “ yang mana makalah ini sebagai salah satu tugas
Matakuliah Keperawatan Komunitas IV, Alhamdullilah dapat terselesaikan tepat
pada waktunya.
Maka dengan terselesaikannya makalah ini, maka kami selaku penulis tidak
lupa mengucapkan terima kasih yang sebanyak – banyaknya kepada :
1. Ns. Mirnawati S.Kep selaku dosen Matakuliah Keperawatan Komunitas IV
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun sehingga dapat dipergunakan untuk membantu perbaikan mendatang
dan atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum . Wr. Wb
Makassar , 17 Januari 2016
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................................2
BAB II T2INJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi kusta.........................................................................................................3
2.2 Etiologi .................................................................................................................3
2.3 Klasifikasi dan Kriteria Kusta……..........................................................................4
2.4 Manifestasi Klinik...................................................................................................5
2.5 Cara Penularan Kusta...........................................................................................6
2.6 Pemeriksaan Klinis Kusta.....................................................................................7
2.7 Penatalaksanaan Kusta………………………………………………………………..9
2.8 Masalah-masalah dalam masyarakat akibat penyakit kusta ……………………..12
2.9 Program-program kesehatan untuk penderita kusta………………………………12
2.10 Konsep pencegahan penyakit kusta……………………………………………….17
2.11. Kelompok Berisiko…………………………………………………………………..19
2.11 Peran perawat komunitas dalam menangani kusta………………………………20
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................21
iv
3.2 Saran...................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………22
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kusta merupakan penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium Leprae, penyakit ini menyerang kulit, saraf tepi dan dapat
pula menyerang jaringan tubuh lainnya kecuali otak. Penyakit kusta adalah salah
satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah
yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial,
ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. (Depkes RI, 2007). Penyakit
kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian
petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan dan
kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkan oleh kusta.
Jumlah penderita lepra (kusta) di Indonesia masih tinggi. Selama kurun waktu
10 terakhir data jumlah penderita lepra di Indonesia tidak mengalami penurunan.
Sekitar 17 ribu penderita lepra baru ditemukan di seluruh Indonesia. Jumlah
penderita lepra di Indonesia nomor tiga di dunia setelah India dan Brazil. Jumlah
penderita lepra yang masih tinggi diantaranya Jawa Timur, Papua, Sulawesi
Selatan, dan Maluku. Khusus Jawa Timur merupakan wilayah dengan jumlah
penyandang kusta terbanyak di Indonesia, Jawa Timur menjadi daerah endemis
penyakit kusta. Penyebaran penderita dan penyakit ini berada di 12 wilayah yakni
Jember, Situbondo, Bondowoso, Probolinggo, Pasuruan, Sampang, Sumenep,
Bojonegoro, Bangkalan, Pamekasan, Tuban dan Lamongan.
Suatu kenyataan bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan
ekonomi lemah. Perkembangan penyakit pada diri penderita bila tidak ditangani
secara cermat dapat menimbulkan cacat dan keadaan ini menjadi halangan bagi
penderita kusta dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial
ekonomi mereka, juga tidak dapat berperan dalam pembangunan bangsa dan
negara. Disamping cacat yang timbul, pendapat yang keliru dari masyarakat
terhadap kusta, rasa takut yang berlebihan atau leprophobia akan memperkuat
persoalan sosial ekonomi penderita kusta.
Mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, maka di perlukan program
penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam hal pemberantasan,
2
rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial ekonomi dan permasyarakatan dari bekas
penderita kusta. Dengan kemajuan teknologi di bidang promotif, pencegahan,
pengobatan serta pemulihan kesehatan di bidang penyakit kusta, maka penyakit
kusta sudah dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan
masyarakat.
.
1.2.Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dan penanggulangan dari penyakit tropis kusta?
1.3.Tujuan
Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dan penanggulangan penyakit kusta.
Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi kusta.
2. Menjelaskan penyebab kusta.
3. Menjelaskan klasifikasi kusta.
4. Menjelaskan tanda gejala penyakit kusta.
5. Menjelaskan cara penularan kusta.
6. Menjelaskan pemeriksaan klinis kusta.
7. Menjelaskan penatalaksanaan kusta.
8. Menjelaskan masalah-masalah dalam masyarakat akibat penyakit kusta.
9. Menjelaskan program-program kesehatan untuk penderita kusta.
10.Menjelaskan konsep pencegahan penyakit kusta
11.Menjelaskan peran perawat komunitas dalam menangani kusta.
1.4.Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan mahasiswa tentang definisi, etiologi, masalah
kesehatan, serta program dan kebijakan pemerintah dalam upaya
pemberantasan penyakit kusta.
2. Bagi Masyarakat
Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dan turut serta dalam
pemberantasan penyakit kusta.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Kusta
Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai
Penyakit Kusta atau Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae dan biasanya mempengaruhi kulit serta saraf tepi, namun
memiliki berbagai macam manifestasi klinis. (WHO, 2010). Penyakit ini ditandai
dengan borok dari tulang dan kulit yang menyebabkan hilangnya sensasi, lumpuh,
gangrene, dan deformasi. (The American Heritage-Dictionary of the English
language).
Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum.. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa
pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah
tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif
menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak
seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan
anggota tubuh sebegitu mudah seperti pada penyakit tzaraath yang digambarkan
dan sering disamakan dengan kusta.(Pusdatin,2015)
2.2. Penyebab Kusta
Penyebab penyakit kusta adalah kuman kusta ( mycobacterium
leprae), yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1–8 mic, lebar 0,2–0,5
mic biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel
dan bersifat tahan asam (BTA).
Gambar .Mycobacterium Leprae
Masa belah diri kuman kusta adalah memerlukan waktu yang sangat
lama dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12-21 hari. Hal ini merupakan
4
salah satu penyebab masa tunas lama yaitu rata-rata 2–5 tahun.
Pertumbuhan optimal dari kuman kusta adalah pada suhu 27°-30°C.
2.3. Klasifikasi dan Kriteria Kusta
Untuk keperluan pengobatan kombinasi atau Multidrug Therapy (MDT)
yaitu menggunakan gabungan Rifampicin, Lamprene dan DDS, maka penyakit
kusta di Indonesia diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu :
a. Tipe PB (Pausi basiler).
b. Tipe MB (Multi basiler).
Dalam menentukan klasifikasi tipe PB dan MB didasarkan pada criteria
seperti tabel dibawah ini. Penentuan tipe tidak boleh berpegang pada hanya
salah satu dari kriteria, akan tetapi harus dipertimbangkan dari seluruh criteria.
Tabel 1.1 Kriteria untuk tipe PB dan MB (Depkes RI-Buku pedoman
pemberantasan kusta, 2007)
Kelainan kulit dan hasil
pemeriksaan bakteriologis
PB MB
1. Bercak (makula)
a. Jumlah
1-5 Banyak
b. Ukuran Kecil dan besar Kecil-kecil
c. Distribusi Unilateral atau
bilateral asimetris
Bilateral, simetris
d. Konsistensi Kering dan kasar Halus, berkilat
e. Batas Tegas Kurang tegas
f. Kehilangan rasa
pada bercak Selalu ada dan jelas
Biasanya tidak jelas, jika
ada, terjadi pada yang
sudah usia lanjut.
g. Kehilangan
kemampuan
berkeringat, bulu
rontok pada
bercak
Bercak tidak
berkeringat, ada
bulu rontok pada
bercak.
Bercak masih berkeringat,
bulu tidak rontok.
5
2. Infiltrat :
a. Kulit
Tidak ada
Ada, kadang-kadang tidak
ada
b. Membran mukosa
(hidung tersumbat
perdarahan di
hidung)
Tidak pernah ada
Ada, kadang-kadang tidak
ada.
3. Ciri-ciri khusus
“central healing”
penyembuhan di
tengah
1. Punched out lession
**
2. Madarosis
3. Ginekomastia
4. Hidung pelana
5. Suara sengau
4. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada
5. Penebalan syaraf
Lebih sering terjadi
dini, asimetris
Terjadi pada yang
lanjut, biasanya lebih
dari satu dan
simetris.
6. Deformitas (cacat) Biasanya asimetris
terjadi dini
Terjadi pada stadium
lanjut
7. Apusan BTA negatif BTA positif
2.4. Tanda dan Gejala
Untuk menetapkan diagnosa penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda
pokok atau “cardinal signs” pada badan yaitu :
1. Kelainan kulit/lesi yang hypopigmentasi atau kemerahan dengan
hilang/mati rasa yang jelas.
2. Kerusakan dari syaraf tepi, yang berupa hilang/mati rasa dan kelemahan
otot tangan, kaki, atau muka.
3. Adanya kuman tahan asam di dalam kultur jaringan kulit (BTA positif).
6
Gambar . Lesi kulit pada paha
Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu
dari tanda-tanda pokok diatas. Bila ragu-ragu orang tersebut dianggap sebagai
kasus dicurigai (suspek) dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai diagnose
dapat ditegakkan kusta atau penyakit lain.
2.5. Cara Penularan
Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiler
(MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan
yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpandapat
bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit
(Depkes RI, 2007). Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah,
dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain :
1. Faktor Sumber Penularan.
Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB ini pun
tidak akan menularkan kusta, apabila berobat teratur.
2. Faktor Kuman Kusta.
Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung
pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid)
saja yang dapat menimbulkan penularan.
3. Faktor Daya Tahan Tubuh.
Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95 %). Dari hasil
penelitian menunjukkan gambaran sebagai berikut :
Dari 100 orang yang terpapar : 95 orang tidak menjadi sakit, 2 orang
sembuh sendiri tanpa obat, 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi
memperhitungkan pengaruh pengobatan.
7
2.6 Pemeriksaan Klinis
A. Pemeriksaan kulit
1. Persiapan
a. Tempat.
Tempat pemeriksaan harus cukup terang, sebaiknya diluar rumah tidak
boleh langsung dibawah sinar matahari.
b. Waktu pemeriksaan.
Pemeriksaan diadakan pada siang hari (menggunakan penerangan
sinar matahari).
c. Yang diperiksa :
Diberikan penjelasan kepada yang akan diperiksa dan keluarganya
tentang cara pemeriksaan. Anak-anak cukup memakai celana pendek,
sedangkan orang dewasa (laki-laki dan wanita) memakai kain sarung
tanpa baju.
2. Pelaksanaan pemeriksaan :
Pelaksanaan pemeriksaan terdiri dari :
a. Pemeriksaan pandang,
b. Pemeriksaan rasa raba pada kelainan kulit, dan
c. Pemeriksaan syaraf tepi dan fungsinya.
a. Pemeriksaan Pandang.
Tahap pemeriksaan.
1) Pemeriksaan dimulai dengan orang yang diperiksa behadapan dengan
petugas dan dimulai kepala (muka, cuping telinga kiri, pipi-kiri, cuping
telinga kakan, pipi kanan, hidung, mulut, dagu, leher bagian depan).
Penderita diminta untuk memejamkan mata, mengetahui fungsi syaraf
dibuka. Semua kelainan kulit diperhatikan.
2) Pundak kanan, lengan bagian belakang, tangan, jari-jari tangan
(penderita diminta meluruskan tangan kedepan dengan telapak tangan
menghadap kebawah, kemudian tangan diputar dengan telapak tangan
menghadap keatas), telapak tangan, lengan bagian dalam, ketiak,
dada dan perut ke pundak kiri, lengan kiri dan seterusnya (putarlah
penderita pelan-pelan dari sisi yang satu ke sisi yang lainnya untuk
melihat sampingnya pada waktu memeriksa dada dan perut).
8
3) Tungkai kanan bagian luar dari atas ke bawah, bagian dalam dari
bawah ke atas, tungkai kiri dengan cara yang dalam dari bawah ke
atas, tungkai kiri dengan cara yang sama.
4) Yang diperiksa kini diputar sehingga membelakangi petugas dan
pemeriksaan dimulai lagi dari :
5) Bagian belakang telinga, bagian belakang leher,punggung, pantat
tungkai bagian belakang dan telapak kaki. Perhatikan setiap bercak
(makula), bintil-bintil (nodulus) jaringan parut, kulit yang keriput, dan
setiap penebalan kulit. Bilamana meragukan, putarlah penderita pelan
pelan dan periksa pada jarak kira-kira ½ meter.
b. Pemeriksaan Rasa Raba pada Kelainan Kulit.
Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa raba.
Periksalah dengan ujung dari kapas yang dilancipi secara tegak lurus
pada kelainan kulit yang dicurigai. Yang diperiksa sebaiknya duduk
pada waktu pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan
bahwa bilamana merasa tersentuh bagian tubuhnya dengan kapas, ia
harus menunjukkan kulit yang disentuh dengan jari telunjuknya atau
dengan menghitung sentuhan untuk bagian yang sulit dijangkau, ini
dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal ini telah jelas, maka ia
diminta menutup matanya, kalau perlu matanya ditutup dengan
sepotong kain/karton. Kelainan-kelainan di kulit diperiksa secara
bergantian dengan kulit yang normal disekitarnya untuk mengetahui ada
tidaknya anaesthesi.
c. Pemerksaan rasa raba syaraf tepi.
Pemeriksaan syaraf : Raba dengan teliti urut syaraf tepi berikut
n.auricularis magnus, n.ularis, n.radialis, n.medianus,n.peroneus, dan
n.tibialis posterior. Petugas harus mencatat apakah syaraf tersebut
nyeri tekan atau tidak dan menebal atau tidak. Ia harus memperhatikan
raut muka penderita apakah ia kesakitan atau tidak pada waktu syaraf
diraba.
d. Bila hasil pemeriksaan memenuhi kriteria penyakit kusta maka catatlah
kelainan-kelainan yang ditemukan pada kartu penderita, sesuai
tandatanda, jumlahnya, besarnya, dan letaknya.
9
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan
pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai
penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain
untuk menurunkan insidens penyakit.
Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin,
klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk
mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi
ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi
persistensi kuman kusta dalamjaringan.
Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO (
1995) sebagai berikut:
1. Tipe PB
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas.
b. DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah.
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan. dan setelah selesai minum
6 dosis dinyatakan RFT (Release From Treatment = berhenti minum obat
kusta) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak
lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion of Treatment
Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.
Tabel 1. Obat dan dosis regimen MDT-PB
Obat & Dosis MDT
– Kusta PB
Dewasa Anak
BB < 35 kg BB >
35 kg
10-14 thn
Rifampisin(diawasi
petugas)
450 mg/bln 600
mg/bln
450
mg/bln(12-15
mg/kgBB/bln)
Dapson(Swakelola) 50 mg/hr(1-
2
mg/kgBB/hr)
100
mg/hr
50 mg/hr(1-2
mg/kgBB/hr)
10
2. Tipe MB
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas.
b. Klofazimin 300 mg/bulan diminum di depan petugas dilanjutkan
dengan klofazimin 50 mg/hari diminum di rumah.
c. DDS 100 mg/hari diminum di rumah.
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan.
Sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis
lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif Menurut WHO ( 1998)
pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18
bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
Dosis untuk anak :
Klofazimin: Umur di bawah 10 tahun : bulanan 100 mg/bulan harian 50 mg/2
kali/minggu
Umur 11-14 tahun : bulanan 100 mg/bulan harian 50 mg/3 kali/minggu
DDS : 1 - 2 mg/kg berat badan
Rifampisin : 10-15 mg/kg berat badan
Tabel 2. Obat dan dosis regimen MDT-MB
Obat & Dosis MDT
– Kusta MB
Dewasa Anak
BB < 35 kg BB >
35 kg
10-14 thn
Rifampisin(diawasi
petugas)
450 mg/bln 600
mg/bln
450
mg/bln(12-15
mg/kgBB/bln)
Klofazimin 300 mg/bln (diawasi
petugas)dan dilanjutkan
esok
50 mg/hr (swakelola)
200 mg/bln
(diawasi)dan
dilanjutkan
esok
50 mg/hr
(swakelola)
Dapson(Swakelola) 50 mg/hr(1-
2
mg/kgBB/hr)
100
mg/hr
50 mg/hr(1-2
mg/kgBB/hr)
11
3. Pengobatan MDT terbaru
Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO ( 1998),
pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 (satuj cukup diberikan dosis tunggal
rifampisin 600 mg, olloksasin 400 mg, dan minosiklin I 00 mg dan pasien
langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan
6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan
dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 bulan.
3.8 Putus Obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari
yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB
dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.
3.9 Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pengobatan menurut Buku Panduan Pemberantasan Penyakit
Kusta Depkes ( 1999) adalah sebagai berikut:
a. Pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT 6 dosis dalam waktu
6 sampai 9 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani
pemeriksaan laboratorium.
b. Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 24 dosis dalam
waktu 24-36 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani
pemeriksaan laboratorium.
c. RFT dapat dilaksanakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan
pemeriksaan laboratorium. Dikeluarkan dari register pasien dan
dimasukkan dalam register pengamatan (surveillance) dan dapat
dilakukan oleh petugas kusta.
3.10 Masa Pengamatan.
Pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif :
a) Tipe PB selama 2 tahun.
b) Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium.
7. Hilang/Out of Control (OOC)
Pasien PB maupun MB dinyatakan hilang bilamana dalam 1 tahun
tidak mengambil obat dan dikeluarkan dari register pasien.
12
a. Relaps (kambuh)
Terjadi bila lesi aktif kembali setelah pernah dinyatakan sembuh atau
RFT.
8. Komplikasi
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat
kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi
kusta.
3.11 Masalah Kesehatan
Stigma masyarakat
Karena pengertian masyarakat yang keliru tentang penyakit kusta,
berkembang pendapat yang keliru tanpa pembuktian. Untuk itu kekeliruan
tersebut harus diluruskan. Tidak benar bahwa kusta adalah penyakit keturunan
atau karena guna-guna. Tidak benar juga disebutkan kusta terjadi karena
berhubungan seks saat menstruasi atau salah makan. Harus ditegaskan pada
masyarakat bahwa kusta tidak menular dan dapat disembuhkan.
Kesulitan dalam pemberantasan kusta, baik dalam pengobatan,
pencegahan dan penanganan kecacatan disebabkan masih besarnya stigma
masyarakat terhadap penderita kusta sehingga mereka menyembunyikan diri
atau dikucilkan. Sebagian besar penderita adalah dari golongan ekonomi lemah.
Dengan adanya kecacatan itu, akan memperburuk kondisi ekonominya,
kehilangan lapangan pekerjaan, kehilangan kesempatan kerja, kehilangan
kesempatan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.
3.12 Program Kesehatan
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan strategi global
untuk terus berupaya menurunkan beban penyakit kusta dalam: ”Enhanced
global strategy for futher reducing the disease burden due to leprosy 2011 –
2015”; dimana target yang ditentukan adalah penurunan sebesar 35% angka
cacat kusta pada akhir tahun 2015 berdasarkan data tahun 2010. Dengan
demikian, tahun 2010 merupakan tonggak penentuan pencapaian target
tersebut. Menkes menekankan bahwa penyakit kusta masih merupakan
masalah kesehatan sehingga pelu penanganan dari berbagai lintas program
13
dan lintas sektor terkait. Sektor tersebut antara lain Kementerian Sosial,
Kementerian Dalam Negeri, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM), Rumah Zakat, Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
(Perdoski), Netherland Leprosy Relief (NLR), tim penggerak PKK Pusat,
Perhimpunan Mandiri Kusta (Permata).
Program pemerintah :
a. Tujuan :
1. Tujuan Jangka Panjang : Eradikasi Kusta di Indonesia
2. Tujuan Jangka Menengah : Menurunkan angka kesakitan kusta.
3. Tujuan Jangka Pendek :
a. Penemuan Penderita (Case Finding)
Penemuan penderita sedini mungkin sehingga propinsi cacat tingkat
dua diantara penderita baru dapat ditekan serendah mungkin.
b. Implementasi MDT.
Meningkatkan pengobatan MDT sebagai obat standar di daerah
pengembangan sehingga mancakup 100% penderita terdaftar dan
penderita baru.
c. Pembinaan pengobatan (“Case Holding”).
Agar semua penderita PB yang di MDT akan selesai pengobatannya
dalam batas waktu 9 bulan, dan semua penderita MB yang di MDT
akan selesai pengobatannya dalam batas waktu 18 bulan.
d. Mencegah cacat pada penderita yang telah terdaftaf sehingga tidak
akan terjadi cacat baru.
e. Penyuluhan kesehatan di bidang kusta.
Melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang penyakit kusta,
agar masyarakat memahami kusta yang sebenarnya dan mengurangi
leprophobia.
f. Pengawasan sesudah RFT.
Memberikan motifasi kepada semua penderita agar dating
memeriksakan dirinya setiap 3 bulan setelah selesai masa
pengobatan selama 2 tahun untuk tipe PB dan 5 tahun untuk tipe MB.
14
h. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan dalam memenuhi kebutuhan program.
b. Kebijaksanaan
1. Penderita kusta tidak boleh diisolasi.
2. Obat kusta diberikan secara cuma-cuma.
3. Regimen MDT mengikuti rekomendasi WHO.
4. Program P2 Kusta diintegrasikan kedalam sistem pelayanan
kesehatan dan rujukan.
c. Strategi
1. MDT dilaksanakan secara intensif dan extensif.
2. Meningkatkan peran serta organisasi swasta.
3. Meningkatkan peran serta lintassektor dan kerjasama program.
4.Meningkatkan kemampuan serta ketrampilan petugas yang bertanggung
jawab.
d. Kegiatan Pemberantasan Kusta
1. Penemuan penderita.
a. Penemuan penderita secara pasif (sukarela)
Penemuan penderita yang dilakukan terhadap orang yang belum
pernah berobat kusta yang datang sendiri atau atas saran orang lain
ke Puskesmas/ sarana kesehatan lainnya. Penderita ini biasanya
sudah dalam stadium lanjut.
Faktor-faktor yang menyebabkan penderita terlambat datang berobat
ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya :
1. Tidak mengerti tanda dini kusta.
2. Malu datang ke Puskesmas.
3. Adanya Puskesmas yang belum siap.
4. Tidak tahu bahwa ada obat tersedian cuma-cuma di Puskesmas.
5. Jarak penderita ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya terlalu
jauh.
b. Penemuan penderita secara aktif
Penemuan penderita secara aktif dapat dilaksanakan dalam beberapa
kegiatan:
15
1. Pemeriksaan kontak serumah (survai kontak).
a. Tujuan :
1). Mencari penderita baru yang mungkin sudah lama ada dan
belum berobat (index case).
2). Mencari penderita baru yang mungkin ada.
b. Sasaran :
Pemeriksaan ditujukan pada semua anggota keluarga yang
tinggal serumah dengan penderita.
c. Frekwensi pemeriksaan :
Pemeriksaan dilaksanakan minimal 1 tahun sekali dimulai pada
saat anggota keluarga dinyatakan sakit Kusta pertama kali dan
perhatian khusus ditujukan pada kontak tipe MB.
d. Pelaksanaan :
1). Membawa kartu kuning (kartu penderita), dari penderita yang
sudah dicatat dan membawa kartu penderita kosong,alat-alat
untuk pemeriksaan serta obat MDT.
2). Mendatangi rumah penderita dan memeriksa semua anggota
keluarga penderita yang tercatat dalam kolom yang tersedia
pada kartu kuning.
3). Bila ditemukan penderita baru dari pemeriksaan itu maka
dibutlah kartu baru dan dicatat sebagai penderita baru, kemudian
diberikan obat MDT dosis pertama.
4). Memberikan penyuluhan kepada penderita dan semua
anggota keluarga.
5). Hasil pemeriksaan kontak dicatat pada “ Pencatatan Hasil
Penemuan Penderita ”
2. Pemeriksaan anak sekolah SD/Taman Kanak-kanak atau sederajat
disebut survei sekolah.
a. Tujuan :
1). Mendapatkan kasus baru secara dini.
2). Memberikan penyuluhan kepada murid dan guru.
b. Sasaran :
1). Semua anak SD dan sederajat.
16
2). Taman Kanak-kanak.
c. Frekuensi pemeriksaan
Pemeriksaan anak sekolah dilaksanakan 2 tahun 1 kali.
d. Pelaksanaan Pemeriksaan
Untuk melakukan survei sekolah ini perlu dibina kerjasama
dengan UKS dan guru-guru sekolah. Perlu diberikan
penyuluhan kesehatan terlebih dahulu kepada murid-murid
bertempat di lapangan upacara atau didalam suatu ruangan
yang cukup besar bila mungkin.Sesudah pemeriksaan murid-
murud kelas demi kelas, mulai dari kelas 1 danakhirnya kelas 6,
maka diadakan penyuluhan kesehatan kepada guru-guru
bertempat di Kantor guru atau ruangan lainnya. Pada
pemeriksaan murid tersebut, bila ada yang dicurigai kusta,
dirujuk ke Puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jumlah
anak yang diperiksa dan penderita baru
diketemukan dicatat pada buku “Pencatatan Harian Penemuan
Penderita”
3. “Chase Survey”
Maksud dari survei ini adalah mencari penderta baru dalam suatu
lingkup kecil misalnya Desa atau kelurahan sambil membina
partisipasi masyarakat.
a. Tujuan :
1). Mencari penderita baru dalam lingkup kecil.
2). Membina partisipasi masyarakat.
b. Sasaran : Desa/Kelurahan, atau unit yang lebih kecil seperti
dusun.
c. Frekwensi : 1 x setahun.
d. Pelaksanaan :
1). Persiapan.
Pimpinan Puskesmas “chusus survey” dengan Kepala Desa
atau memberitahukan dengan mengirim surat melalui Camat
untuk menentukan tanggal pelaksanaannya, sebaiknya
diadakan bersama dengan pertemuan bulanan desa, atau
kegiatan lain.
17
2). Pelaksanaan.
Pertemuan (Penyuluhan Kesehatan) diadakan sesuai dengan
tanggal yang telah ditetapkan dan dipimpin oleh Kepala Desa.
Sesudah beberapa hari kemudian, sesuai dengan waktu yang
ditetapkan maka diadakan pemeriksaan terhadap suspek.
Bila ditemukan penderita baru dibuatkan kartu dan diberi
pengobatan serta penyuluhan kesehatan yang lebih dalam
terhadap penyakitnya. Kartu penderita diisi dengan lengkap.
Bilamana dari suspek yang tercatat belum dapat diperiksa,
maka nama suspek tersebut dicatat oleh petugas kesehatan
dan direncanakan akan diperiksa Puskesmas.
4. Survai Khusus.
a. Survai Fokus :
Dilakukan pada suatu lingkup kecil misalnya suatu RT, dimana
proporsi penderita baru MB minimal 60% dan dijumpai penderita
usia muda cukup tinggi.
Caranya :
Terlebih dahulu didaftarkan nama penduduk RT menurut
keluarga mulai dari kepala keluarga dan kemudian diperiksa
rumah demi rumah yang alpa dicari untuk diperiksa. Survai
Fokus ini dilakukan satu kali saja kalau perlu diulang di tahun-
tahun kemudian.
b. Random Sample Survay (Survay Prevalensi).
Survai ini dilakukan sesuai perancanaan danpetunjuk dari Pusat
sesudah diadakan “set-up” secara statistik oleh ahli statistik
WHO atau yang ditunjuk Depkes. Survei ini dilaksanakan dengan
timyang tetap dan dipimpin oleh seorang yang telah
berpengalaman di bidang kusta.
2.10 Konsep Pencegahan Penyakit Kusta
 Pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :
a.Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum
18
terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar
atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga
penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan
yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses
peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang
belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit
kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat
(Depkes RI, 2006).
b.Pemberian imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta
seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi
tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat
memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan
pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta
sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan
program di Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil
berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI, 2006).
 Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a) Pengobatan pada penderita kusta
Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan,
menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau
mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan.
Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta terutama pada tipe
Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan
kepada orang lain (Depkes RI, 2006).
 Pencegahan tertier
a. Pencegahan cacat kusta
Pencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita.
Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006) :
19
 Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita
sebelum cacat, pengobatan secara teratur dan penangan reaksi untuk
mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.
 Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk
mencegah luka dan perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah
mengalami gangguan fungsi saraf.
b. Rehabilitasi kusta
Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi
penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan
penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu
kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya.
Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara umum dapat
dikondisikan sehingga memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi
sosial dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang lebih
baik (Depkes RI, 2006). Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi :
 Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk
mencegah terjadinya kontraktur.
 Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan
agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan.
 Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi.
 Terapi okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan bila gerakan
normal terbatas pada tangan.
 Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada penderita cacat.
2.11 Kelompok berisiko
Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah
endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air
yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain
seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Pria memiliki tingkat terkena kusta
dua kali lebih tinggi dari wanita.
20
2.12 Peran Perawat
1. Care Giver
Peran perawat sebagai care giver dilakukan dengan memberikan
pelayanan kepada penderita kusta dan keluarga dalam bentuk promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Salah satu bentuk kegiatannya adalah
dengan mencegah terjadinya kecacatan akibat penyakit kusta dan
mengadakan penyuluhan-penyuluhan untuk menekan endemis penyakit
kusta.
2. Advokat
Peran perawat sebagai advokat adalah dengan memberikan
perlindungan kepada penderita kusta dan keluarga. Contoh pelaksanaan
peran advokat adalah memastikan bahwa penderita kusta mendapatkan obat
sesuai dengan jadwal dan jenis pengobatannya.
3. Edukator
Perawat memainkan peran sebagai pemberi health education dalam
bentuk penyuluhan yang berisi tentang pemahaman instruksi pengobatan
pada penderita kusta. Karena selama ini fenomena yang ditemukan di
masyarakat adalah banyaknya penderita kusta yang putus pengobatan atau
drop out dengan alasan bahwa obat-obatan yang dikonsumsi terlalu banyak
dan lamanya pengobatan. Para penderita kusta harus mengkonsumsi 6 dosis
obat untuk penderita tipe Pausi Basiller (PB) dan12 dosis multi basiller (MB),
dalam kurun waktu untuk PB 6-9 bulan dan untuk MB 12-18 bulan (Dit Jen
PPM & PL, 2002). Kebanyakan dari mereka berpendidikan rendah, selain itu
kualitas interaksi dengan perawat juga belum terjalin dengan baik, mereka
cenderung takut untuk bertanya. Dari kurangnya pengetahuan, kualitas
interaksi yang belum terjalin dengan baik maka motivasi penderita kusta untuk
melakukan pengobatan kurang bahkan memilih untuk drop out dari
pengobatan. Sehingga diharapkan peran perawat lebih dimaksimalkan, salah
satunya adalah dengan memotivasi penderita untuk terus melakukan
pengobatan sampai tuntas serta mengarahkan keluarga pasien untuk selalu
memantau dalam hal peraturan mengkonsumsi obat.
21
BAB 4
PENUTUP
4.1Kesimpulan
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh
kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan
jaringan tumbuh lainnya.Penyebab penyakit kusta adalah kuman kusta, yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1–8 mic, lebar 0,2–0,5 mic biasanya
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan
asam (BTA). Penyakit kusta diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tipe pausi basiler
(PB), dan multi basiler (MB).
Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah tergantung dari
beberapa faktor antara lain faktor sumber penularan, faktor kuman kusta, dan
faktor daya tahan tubuh.
Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat kelainan
kulit/lesi yang hypopigmentasi atau kemerahan dengan hilang/mati rasa yang
jelas, kerusakan dari syaraf tepi, yang berupa hilang/mati rasa dan kelemahan
otot tangan, kaki, atau muka, dan adanya kuman tahan asam di dalam kultur
jaringan kulit (BTA positif).
Pemerintah Indonesia telah membuat program dan kebijakan untuk
mengatasi penyebaran kusta dimasyarakat. Program-program tersebut terdiri dari
berbagai kegiatan, kegiatan tersebut diantaranya adalah penemuan penderita,
pemberian obat, pembinaan pengobatan, penyuluhan kesehatan serta pencatatan
dan pelaporan
4.2Saran
1. Makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu masukan dalam rangka
meningkatkan program pemerintah dalam usaha pemberantasan penderita
kusta sehingga penyakit kusta dapat dibasmi secara tuntas.
2. Makalah ini dapat digunakan sebagai masukan untuk mengetahui apa saja
faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya pemberantasan penyakit kusta.
3. Perawat semakin memaksimalkan perannya untuk membantu upaya
pemberantasan penyakit kusta.
22
Daftar Pustaka
Anonim.2009. Penatalaksanaan kusta di Indonesia. Disitasi dari
https://pramareola14.wordpress.com/2009/12/09/penatalaksanaan-kusta-di
indonesia/. Diakses pada 17 Januari 20167 jam 13.40 wita.
Depkes, 1998, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII,
Depkes Jakarta.
Departemen Kesehatan RI Dirjen P2M dan PLP, 1996, Buku Pedoman
Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta.
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius,
Jakarta.
Yayan, M. 2011. Askep Klien dengan Penyakit Kusta. Disitasi dari
http://yayannerz.blogspot.com/2011/03/askep-klien-dengan-penyakit-
kusta.html. Diakses pada 17 Januari 2016 jam 14.05 wita.
_____, http://www.kabarmadura.com/jumlah-penderita-kusta-di-jatim-tertinggi.html.
diakses tanggal 17 Januari 2016 pukul 19.42 wita.
_____, http://us.surabaya.detik.com/read/2011/02/02/102259/1558723/466/30-
persen-penderita-kusta-didominasi-warga-jatim?881104465. diakses tanggal
17 januari 2016 pukul 19.25 wita
_____,http://hanyaberita.com/penderita-lepra-di-indonesia-terbesar-ke-3-di-
dunia/1936/. diakses tanggal 17 oktober 2016 pukul 20.02 wita.
_____,http://koran.republika.co.id/berita/35129/Jumlah_Penderita_Kusta_di_Indones
ia_Cenderung_Naik. Diakses tanggal 17 Januari 2016 pukul 19.00 wita.
_____,http://us.health.detik.com/read/2011/04/07/171659/1611158/763/penderita-
lepra-di-indonesia-nomer-tiga-di-dunia?ld991103763. Diakses tanggal 17
Januari 2016 pukul 19.00 wita.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Was ist angesagt? (20)

Infeksi Saluran Kemih - Ilmu Penyakit
Infeksi Saluran Kemih - Ilmu PenyakitInfeksi Saluran Kemih - Ilmu Penyakit
Infeksi Saluran Kemih - Ilmu Penyakit
 
Malaria
MalariaMalaria
Malaria
 
Faringitis
FaringitisFaringitis
Faringitis
 
Tata laksana kejang demam pada anak
Tata laksana kejang demam pada anakTata laksana kejang demam pada anak
Tata laksana kejang demam pada anak
 
Edema paru
Edema paruEdema paru
Edema paru
 
262578620 laporan-pendahuluan-stroke-non-hemoragik
262578620 laporan-pendahuluan-stroke-non-hemoragik262578620 laporan-pendahuluan-stroke-non-hemoragik
262578620 laporan-pendahuluan-stroke-non-hemoragik
 
Epidemiologi Penyakit Menular
Epidemiologi Penyakit MenularEpidemiologi Penyakit Menular
Epidemiologi Penyakit Menular
 
Angina ludwig referat THT
Angina ludwig referat THTAngina ludwig referat THT
Angina ludwig referat THT
 
1. definisi dan klasifikasi batuk (lidya mar'athus sholihah)
1. definisi dan klasifikasi batuk (lidya mar'athus sholihah)1. definisi dan klasifikasi batuk (lidya mar'athus sholihah)
1. definisi dan klasifikasi batuk (lidya mar'athus sholihah)
 
Patofisiologi isk
Patofisiologi iskPatofisiologi isk
Patofisiologi isk
 
Ppt campak
Ppt campakPpt campak
Ppt campak
 
PEDOMAN_PE_KLB_FINAL.pdf
PEDOMAN_PE_KLB_FINAL.pdfPEDOMAN_PE_KLB_FINAL.pdf
PEDOMAN_PE_KLB_FINAL.pdf
 
Bengkak wajah dan perut uronefrologi
Bengkak wajah dan perut uronefrologiBengkak wajah dan perut uronefrologi
Bengkak wajah dan perut uronefrologi
 
Filariasis
FilariasisFilariasis
Filariasis
 
Penyakit cholera
Penyakit choleraPenyakit cholera
Penyakit cholera
 
Ppt leptospirosis
Ppt leptospirosisPpt leptospirosis
Ppt leptospirosis
 
Konsep penularan penyakit
Konsep penularan penyakitKonsep penularan penyakit
Konsep penularan penyakit
 
Dermatitis
Dermatitis Dermatitis
Dermatitis
 
Luka bakar
Luka bakarLuka bakar
Luka bakar
 
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
 

Andere mochten auch

Makalah Penyakit Tifus
Makalah Penyakit TifusMakalah Penyakit Tifus
Makalah Penyakit TifusDwi Aprilianto
 
Kel 7 kusta
Kel 7   kustaKel 7   kusta
Kel 7 kustagustians
 
Makalah penyakit
Makalah penyakitMakalah penyakit
Makalah penyakitWarnet Raha
 
makalah-preeklamsia-dan-eklamsia
makalah-preeklamsia-dan-eklamsiamakalah-preeklamsia-dan-eklamsia
makalah-preeklamsia-dan-eklamsiaaswari_putra
 
C8 Fisiologi Sistem Saraf Tepi
C8 Fisiologi Sistem Saraf TepiC8 Fisiologi Sistem Saraf Tepi
C8 Fisiologi Sistem Saraf TepiCatatan Medis
 
Sistem Saraf (pptx version)
Sistem Saraf (pptx version)Sistem Saraf (pptx version)
Sistem Saraf (pptx version)Agung Anggoro
 
SISTEM SARAF PUSAT DAN SARAF TEPI LENGKAP
SISTEM SARAF PUSAT DAN SARAF TEPI LENGKAPSISTEM SARAF PUSAT DAN SARAF TEPI LENGKAP
SISTEM SARAF PUSAT DAN SARAF TEPI LENGKAP01012015
 
Sistem koordinasi dan indra
Sistem koordinasi dan indraSistem koordinasi dan indra
Sistem koordinasi dan indrakalisa nur
 

Andere mochten auch (15)

Makalah Penyakit Tifus
Makalah Penyakit TifusMakalah Penyakit Tifus
Makalah Penyakit Tifus
 
Kel 7 kusta
Kel 7   kustaKel 7   kusta
Kel 7 kusta
 
Makalah penyakit
Makalah penyakitMakalah penyakit
Makalah penyakit
 
Makalah kusta
Makalah kustaMakalah kusta
Makalah kusta
 
Makalah Rabies
Makalah RabiesMakalah Rabies
Makalah Rabies
 
Makalah malaria fatin
Makalah malaria fatinMakalah malaria fatin
Makalah malaria fatin
 
makalah-preeklamsia-dan-eklamsia
makalah-preeklamsia-dan-eklamsiamakalah-preeklamsia-dan-eklamsia
makalah-preeklamsia-dan-eklamsia
 
Fisiologi sistem saraf
Fisiologi sistem sarafFisiologi sistem saraf
Fisiologi sistem saraf
 
C8 Fisiologi Sistem Saraf Tepi
C8 Fisiologi Sistem Saraf TepiC8 Fisiologi Sistem Saraf Tepi
C8 Fisiologi Sistem Saraf Tepi
 
Makalah penyakit menular
Makalah penyakit menularMakalah penyakit menular
Makalah penyakit menular
 
Koordinasi
KoordinasiKoordinasi
Koordinasi
 
Sistem Saraf (pptx version)
Sistem Saraf (pptx version)Sistem Saraf (pptx version)
Sistem Saraf (pptx version)
 
SISTEM SARAF PUSAT DAN SARAF TEPI LENGKAP
SISTEM SARAF PUSAT DAN SARAF TEPI LENGKAPSISTEM SARAF PUSAT DAN SARAF TEPI LENGKAP
SISTEM SARAF PUSAT DAN SARAF TEPI LENGKAP
 
Sistem koordinasi dan indra
Sistem koordinasi dan indraSistem koordinasi dan indra
Sistem koordinasi dan indra
 
PPT Sistem Koordinasi
PPT Sistem KoordinasiPPT Sistem Koordinasi
PPT Sistem Koordinasi
 

Ähnlich wie Makalah Penyakit Menular Morbus Hansen

makalah komunitas REGINA.docx
makalah komunitas REGINA.docxmakalah komunitas REGINA.docx
makalah komunitas REGINA.docxAyuAndira59
 
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdfBUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdfhermanto dr
 
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdfBUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdfImPutri
 
Tugas epidemiologi (laksmi nurul suci)
Tugas epidemiologi (laksmi nurul   suci)Tugas epidemiologi (laksmi nurul   suci)
Tugas epidemiologi (laksmi nurul suci)NorniStg
 
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docxMAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docxJessicaConstantia
 
Presentasi morbus hansen
Presentasi morbus hansenPresentasi morbus hansen
Presentasi morbus hansenNoveldy Pitna
 
86646107 case-control
86646107 case-control86646107 case-control
86646107 case-controlhomeworkping3
 
Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Agregat Wanita Dewasa.pdf
Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Agregat Wanita Dewasa.pdfJurnal Asuhan Keperawatan Pada Agregat Wanita Dewasa.pdf
Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Agregat Wanita Dewasa.pdfmaung8
 
Faktor resiko dan upaya pencegahan
Faktor resiko dan upaya pencegahan Faktor resiko dan upaya pencegahan
Faktor resiko dan upaya pencegahan iradatul aini
 
Konsep dan teori penyebab terjadinya penyakit typus di desa pesayangan martap...
Konsep dan teori penyebab terjadinya penyakit typus di desa pesayangan martap...Konsep dan teori penyebab terjadinya penyakit typus di desa pesayangan martap...
Konsep dan teori penyebab terjadinya penyakit typus di desa pesayangan martap...winaldy21
 
Makalah tb paru
Makalah tb paruMakalah tb paru
Makalah tb paruKANDA IZUL
 
PERTEMUAN 1-2.pptx
PERTEMUAN 1-2.pptxPERTEMUAN 1-2.pptx
PERTEMUAN 1-2.pptxlenciente
 
makalah analisis di puskesmas baros
makalah analisis di puskesmas baros makalah analisis di puskesmas baros
makalah analisis di puskesmas baros Sonia Aleadinata
 
makalah analisa data di puskesmas baros sukabumi
makalah analisa data di puskesmas baros sukabumimakalah analisa data di puskesmas baros sukabumi
makalah analisa data di puskesmas baros sukabumiwulansrilestari
 
analisa data puskesmas baros sukabumi
analisa data puskesmas baros sukabumianalisa data puskesmas baros sukabumi
analisa data puskesmas baros sukabumiMelaniPutrikhoirunis
 

Ähnlich wie Makalah Penyakit Menular Morbus Hansen (20)

makalah komunitas REGINA.docx
makalah komunitas REGINA.docxmakalah komunitas REGINA.docx
makalah komunitas REGINA.docx
 
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdfBUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdf
 
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdfBUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA -  PKK.pdf
BUKU PANDUAN KUSTA FRAMBUSIA - PKK.pdf
 
Tugas epidemiologi (laksmi nurul suci)
Tugas epidemiologi (laksmi nurul   suci)Tugas epidemiologi (laksmi nurul   suci)
Tugas epidemiologi (laksmi nurul suci)
 
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docxMAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
 
Laporan pkm fogging
Laporan pkm foggingLaporan pkm fogging
Laporan pkm fogging
 
Kmb ( pakudin )
Kmb ( pakudin )Kmb ( pakudin )
Kmb ( pakudin )
 
Presentasi morbus hansen
Presentasi morbus hansenPresentasi morbus hansen
Presentasi morbus hansen
 
86646107 case-control
86646107 case-control86646107 case-control
86646107 case-control
 
Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Agregat Wanita Dewasa.pdf
Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Agregat Wanita Dewasa.pdfJurnal Asuhan Keperawatan Pada Agregat Wanita Dewasa.pdf
Jurnal Asuhan Keperawatan Pada Agregat Wanita Dewasa.pdf
 
Faktor resiko dan upaya pencegahan
Faktor resiko dan upaya pencegahan Faktor resiko dan upaya pencegahan
Faktor resiko dan upaya pencegahan
 
demam berdarah dengue
demam berdarah denguedemam berdarah dengue
demam berdarah dengue
 
Epidemiologi klp1
Epidemiologi klp1Epidemiologi klp1
Epidemiologi klp1
 
Konsep dan teori penyebab terjadinya penyakit typus di desa pesayangan martap...
Konsep dan teori penyebab terjadinya penyakit typus di desa pesayangan martap...Konsep dan teori penyebab terjadinya penyakit typus di desa pesayangan martap...
Konsep dan teori penyebab terjadinya penyakit typus di desa pesayangan martap...
 
KAK NEWDBD.docx
KAK NEWDBD.docxKAK NEWDBD.docx
KAK NEWDBD.docx
 
Makalah tb paru
Makalah tb paruMakalah tb paru
Makalah tb paru
 
PERTEMUAN 1-2.pptx
PERTEMUAN 1-2.pptxPERTEMUAN 1-2.pptx
PERTEMUAN 1-2.pptx
 
makalah analisis di puskesmas baros
makalah analisis di puskesmas baros makalah analisis di puskesmas baros
makalah analisis di puskesmas baros
 
makalah analisa data di puskesmas baros sukabumi
makalah analisa data di puskesmas baros sukabumimakalah analisa data di puskesmas baros sukabumi
makalah analisa data di puskesmas baros sukabumi
 
analisa data puskesmas baros sukabumi
analisa data puskesmas baros sukabumianalisa data puskesmas baros sukabumi
analisa data puskesmas baros sukabumi
 

Mehr von Noveldy Pitna

Makalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomenMakalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomenNoveldy Pitna
 
Makalah turp sindrome
Makalah turp sindromeMakalah turp sindrome
Makalah turp sindromeNoveldy Pitna
 
Makalah Demam Berdarah Dengue
Makalah Demam Berdarah DengueMakalah Demam Berdarah Dengue
Makalah Demam Berdarah DengueNoveldy Pitna
 
Makalah Pnemukoniosis
Makalah PnemukoniosisMakalah Pnemukoniosis
Makalah PnemukoniosisNoveldy Pitna
 
Makalah Pnemukoniosis
Makalah Pnemukoniosis Makalah Pnemukoniosis
Makalah Pnemukoniosis Noveldy Pitna
 
Makalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan Komunitas
Makalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan KomunitasMakalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan Komunitas
Makalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan KomunitasNoveldy Pitna
 
Penyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawati
Penyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawatiPenyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawati
Penyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawatiNoveldy Pitna
 
Aplikasi teori orem terhadap kep.komunitas
Aplikasi teori orem terhadap kep.komunitasAplikasi teori orem terhadap kep.komunitas
Aplikasi teori orem terhadap kep.komunitasNoveldy Pitna
 
Asuhan keperawatan klien dengan waham
Asuhan keperawatan klien dengan wahamAsuhan keperawatan klien dengan waham
Asuhan keperawatan klien dengan wahamNoveldy Pitna
 

Mehr von Noveldy Pitna (10)

Makalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomenMakalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomen
 
Makalah turp sindrome
Makalah turp sindromeMakalah turp sindrome
Makalah turp sindrome
 
Makalah Demam Berdarah Dengue
Makalah Demam Berdarah DengueMakalah Demam Berdarah Dengue
Makalah Demam Berdarah Dengue
 
Makalah Pnemukoniosis
Makalah PnemukoniosisMakalah Pnemukoniosis
Makalah Pnemukoniosis
 
Makalah Pnemukoniosis
Makalah Pnemukoniosis Makalah Pnemukoniosis
Makalah Pnemukoniosis
 
Makalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan Komunitas
Makalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan KomunitasMakalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan Komunitas
Makalah Teori Self Care Dorthea Orem Dalam Keperawatan Komunitas
 
Penyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawati
Penyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawatiPenyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawati
Penyakit – penyakit menular pada zaman pemerintahan megawati
 
Aplikasi teori orem terhadap kep.komunitas
Aplikasi teori orem terhadap kep.komunitasAplikasi teori orem terhadap kep.komunitas
Aplikasi teori orem terhadap kep.komunitas
 
Skoliosis
Skoliosis Skoliosis
Skoliosis
 
Asuhan keperawatan klien dengan waham
Asuhan keperawatan klien dengan wahamAsuhan keperawatan klien dengan waham
Asuhan keperawatan klien dengan waham
 

Kürzlich hochgeladen

epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.pptepidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.pptAnisyahHariadi
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptUserTank2
 
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptxPenyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptxTULUSHADI
 
FARMAKOLOGI TBC. tugas kelompok farmasi klinis dan komunitas smk kesehatan ka...
FARMAKOLOGI TBC. tugas kelompok farmasi klinis dan komunitas smk kesehatan ka...FARMAKOLOGI TBC. tugas kelompok farmasi klinis dan komunitas smk kesehatan ka...
FARMAKOLOGI TBC. tugas kelompok farmasi klinis dan komunitas smk kesehatan ka...nadyahermawan
 
Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptx
Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptxPengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptx
Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptxcholiftiara1
 
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTHEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTRiskaViandini1
 
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...nadyahermawan
 
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitapower point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitaBintangBaskoro1
 
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacyChapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacyIkanurzijah2
 
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdfbendaharadakpkmbajay
 
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptkhalid1276
 
Movi Tri Wulandari - Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari -  Portofolio PerawatMovi Tri Wulandari -  Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari - Portofolio PerawatMovieWulandari
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptssuserbb0b09
 
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxTren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxcheatingw995
 
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptxpemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptxFerawatiPhea1
 
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanB117IsnurJannah
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial RemajaAsuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial RemajaFeraAyuFitriyani
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptAcephasan2
 
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiHigh Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiAikawaMita
 

Kürzlich hochgeladen (20)

epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.pptepidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
epidemiologi-penyakit-tidak-menular.ppt-1 2.ppt
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
 
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptxPenyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
 
FARMAKOLOGI TBC. tugas kelompok farmasi klinis dan komunitas smk kesehatan ka...
FARMAKOLOGI TBC. tugas kelompok farmasi klinis dan komunitas smk kesehatan ka...FARMAKOLOGI TBC. tugas kelompok farmasi klinis dan komunitas smk kesehatan ka...
FARMAKOLOGI TBC. tugas kelompok farmasi klinis dan komunitas smk kesehatan ka...
 
Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptx
Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptxPengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptx
Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan.pptx
 
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTHEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
 
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
 
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitapower point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
 
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacyChapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
Chapter 1 Introduction to veterinary pharmacy
 
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdfJenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
 
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
#3Sosialisasi Penggunaan e-renggar Monev DAKNF 2024.pdf
 
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.pptPPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Kesehatan-Jiwa-I-Pertemuan-13.ppt
 
Movi Tri Wulandari - Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari -  Portofolio PerawatMovi Tri Wulandari -  Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari - Portofolio Perawat
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
 
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxTren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
 
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptxpemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
 
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial RemajaAsuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
 
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiHigh Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
 

Makalah Penyakit Menular Morbus Hansen

  • 1. i MAKALAH PENYAKIT MENULAR MORBUS HANSEN (Memenuhi Tugas Komunitas IV) Dosen Pembimbing: Ns. Mirnawati S.Kep Disusun Oleh Kelompok 5 : 1. Noveldi Pitna 143010036 2. Nelma Jayanty 143010012 3. Beatrex N. Soumokil 143010039 4. Winda Sari 201231000025 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS PATRIA ARTHA MAKASSSAR 2015/2016
  • 2. ii KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum. Wr. Wb Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-Nyalah kami selaku penulis makalah yang berjudul “ Penyakit Menular Morbus Hansen “ yang mana makalah ini sebagai salah satu tugas Matakuliah Keperawatan Komunitas IV, Alhamdullilah dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Maka dengan terselesaikannya makalah ini, maka kami selaku penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebanyak – banyaknya kepada : 1. Ns. Mirnawati S.Kep selaku dosen Matakuliah Keperawatan Komunitas IV 2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun sehingga dapat dipergunakan untuk membantu perbaikan mendatang dan atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum . Wr. Wb Makassar , 17 Januari 2016 Penyusun
  • 3. iii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR....................................................................................................i DAFTAR ISI.................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................2 1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................2 1.4 Manfaat Penulisan.................................................................................................2 BAB II T2INJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi kusta.........................................................................................................3 2.2 Etiologi .................................................................................................................3 2.3 Klasifikasi dan Kriteria Kusta……..........................................................................4 2.4 Manifestasi Klinik...................................................................................................5 2.5 Cara Penularan Kusta...........................................................................................6 2.6 Pemeriksaan Klinis Kusta.....................................................................................7 2.7 Penatalaksanaan Kusta………………………………………………………………..9 2.8 Masalah-masalah dalam masyarakat akibat penyakit kusta ……………………..12 2.9 Program-program kesehatan untuk penderita kusta………………………………12 2.10 Konsep pencegahan penyakit kusta……………………………………………….17 2.11. Kelompok Berisiko…………………………………………………………………..19 2.11 Peran perawat komunitas dalam menangani kusta………………………………20 BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan..........................................................................................................21
  • 5. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kusta merupakan penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Leprae, penyakit ini menyerang kulit, saraf tepi dan dapat pula menyerang jaringan tubuh lainnya kecuali otak. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. (Depkes RI, 2007). Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan dan kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkan oleh kusta. Jumlah penderita lepra (kusta) di Indonesia masih tinggi. Selama kurun waktu 10 terakhir data jumlah penderita lepra di Indonesia tidak mengalami penurunan. Sekitar 17 ribu penderita lepra baru ditemukan di seluruh Indonesia. Jumlah penderita lepra di Indonesia nomor tiga di dunia setelah India dan Brazil. Jumlah penderita lepra yang masih tinggi diantaranya Jawa Timur, Papua, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus Jawa Timur merupakan wilayah dengan jumlah penyandang kusta terbanyak di Indonesia, Jawa Timur menjadi daerah endemis penyakit kusta. Penyebaran penderita dan penyakit ini berada di 12 wilayah yakni Jember, Situbondo, Bondowoso, Probolinggo, Pasuruan, Sampang, Sumenep, Bojonegoro, Bangkalan, Pamekasan, Tuban dan Lamongan. Suatu kenyataan bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah. Perkembangan penyakit pada diri penderita bila tidak ditangani secara cermat dapat menimbulkan cacat dan keadaan ini menjadi halangan bagi penderita kusta dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka, juga tidak dapat berperan dalam pembangunan bangsa dan negara. Disamping cacat yang timbul, pendapat yang keliru dari masyarakat terhadap kusta, rasa takut yang berlebihan atau leprophobia akan memperkuat persoalan sosial ekonomi penderita kusta. Mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, maka di perlukan program penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam hal pemberantasan,
  • 6. 2 rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial ekonomi dan permasyarakatan dari bekas penderita kusta. Dengan kemajuan teknologi di bidang promotif, pencegahan, pengobatan serta pemulihan kesehatan di bidang penyakit kusta, maka penyakit kusta sudah dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. . 1.2.Rumusan Masalah Bagaimana konsep dan penanggulangan dari penyakit tropis kusta? 1.3.Tujuan Tujuan Umum Menjelaskan konsep dan penanggulangan penyakit kusta. Tujuan Khusus 1. Menjelaskan definisi kusta. 2. Menjelaskan penyebab kusta. 3. Menjelaskan klasifikasi kusta. 4. Menjelaskan tanda gejala penyakit kusta. 5. Menjelaskan cara penularan kusta. 6. Menjelaskan pemeriksaan klinis kusta. 7. Menjelaskan penatalaksanaan kusta. 8. Menjelaskan masalah-masalah dalam masyarakat akibat penyakit kusta. 9. Menjelaskan program-program kesehatan untuk penderita kusta. 10.Menjelaskan konsep pencegahan penyakit kusta 11.Menjelaskan peran perawat komunitas dalam menangani kusta. 1.4.Manfaat 1. Bagi Mahasiswa Menambah pengetahuan mahasiswa tentang definisi, etiologi, masalah kesehatan, serta program dan kebijakan pemerintah dalam upaya pemberantasan penyakit kusta. 2. Bagi Masyarakat Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dan turut serta dalam pemberantasan penyakit kusta.
  • 7. 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kusta Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai Penyakit Kusta atau Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan biasanya mempengaruhi kulit serta saraf tepi, namun memiliki berbagai macam manifestasi klinis. (WHO, 2010). Penyakit ini ditandai dengan borok dari tulang dan kulit yang menyebabkan hilangnya sensasi, lumpuh, gangrene, dan deformasi. (The American Heritage-Dictionary of the English language). Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kustha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum.. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh sebegitu mudah seperti pada penyakit tzaraath yang digambarkan dan sering disamakan dengan kusta.(Pusdatin,2015) 2.2. Penyebab Kusta Penyebab penyakit kusta adalah kuman kusta ( mycobacterium leprae), yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1–8 mic, lebar 0,2–0,5 mic biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA). Gambar .Mycobacterium Leprae Masa belah diri kuman kusta adalah memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12-21 hari. Hal ini merupakan
  • 8. 4 salah satu penyebab masa tunas lama yaitu rata-rata 2–5 tahun. Pertumbuhan optimal dari kuman kusta adalah pada suhu 27°-30°C. 2.3. Klasifikasi dan Kriteria Kusta Untuk keperluan pengobatan kombinasi atau Multidrug Therapy (MDT) yaitu menggunakan gabungan Rifampicin, Lamprene dan DDS, maka penyakit kusta di Indonesia diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu : a. Tipe PB (Pausi basiler). b. Tipe MB (Multi basiler). Dalam menentukan klasifikasi tipe PB dan MB didasarkan pada criteria seperti tabel dibawah ini. Penentuan tipe tidak boleh berpegang pada hanya salah satu dari kriteria, akan tetapi harus dipertimbangkan dari seluruh criteria. Tabel 1.1 Kriteria untuk tipe PB dan MB (Depkes RI-Buku pedoman pemberantasan kusta, 2007) Kelainan kulit dan hasil pemeriksaan bakteriologis PB MB 1. Bercak (makula) a. Jumlah 1-5 Banyak b. Ukuran Kecil dan besar Kecil-kecil c. Distribusi Unilateral atau bilateral asimetris Bilateral, simetris d. Konsistensi Kering dan kasar Halus, berkilat e. Batas Tegas Kurang tegas f. Kehilangan rasa pada bercak Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas, jika ada, terjadi pada yang sudah usia lanjut. g. Kehilangan kemampuan berkeringat, bulu rontok pada bercak Bercak tidak berkeringat, ada bulu rontok pada bercak. Bercak masih berkeringat, bulu tidak rontok.
  • 9. 5 2. Infiltrat : a. Kulit Tidak ada Ada, kadang-kadang tidak ada b. Membran mukosa (hidung tersumbat perdarahan di hidung) Tidak pernah ada Ada, kadang-kadang tidak ada. 3. Ciri-ciri khusus “central healing” penyembuhan di tengah 1. Punched out lession ** 2. Madarosis 3. Ginekomastia 4. Hidung pelana 5. Suara sengau 4. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada 5. Penebalan syaraf Lebih sering terjadi dini, asimetris Terjadi pada yang lanjut, biasanya lebih dari satu dan simetris. 6. Deformitas (cacat) Biasanya asimetris terjadi dini Terjadi pada stadium lanjut 7. Apusan BTA negatif BTA positif 2.4. Tanda dan Gejala Untuk menetapkan diagnosa penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda pokok atau “cardinal signs” pada badan yaitu : 1. Kelainan kulit/lesi yang hypopigmentasi atau kemerahan dengan hilang/mati rasa yang jelas. 2. Kerusakan dari syaraf tepi, yang berupa hilang/mati rasa dan kelemahan otot tangan, kaki, atau muka. 3. Adanya kuman tahan asam di dalam kultur jaringan kulit (BTA positif).
  • 10. 6 Gambar . Lesi kulit pada paha Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari tanda-tanda pokok diatas. Bila ragu-ragu orang tersebut dianggap sebagai kasus dicurigai (suspek) dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai diagnose dapat ditegakkan kusta atau penyakit lain. 2.5. Cara Penularan Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiler (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpandapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit (Depkes RI, 2007). Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain : 1. Faktor Sumber Penularan. Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB ini pun tidak akan menularkan kusta, apabila berobat teratur. 2. Faktor Kuman Kusta. Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan. 3. Faktor Daya Tahan Tubuh. Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95 %). Dari hasil penelitian menunjukkan gambaran sebagai berikut : Dari 100 orang yang terpapar : 95 orang tidak menjadi sakit, 2 orang sembuh sendiri tanpa obat, 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh pengobatan.
  • 11. 7 2.6 Pemeriksaan Klinis A. Pemeriksaan kulit 1. Persiapan a. Tempat. Tempat pemeriksaan harus cukup terang, sebaiknya diluar rumah tidak boleh langsung dibawah sinar matahari. b. Waktu pemeriksaan. Pemeriksaan diadakan pada siang hari (menggunakan penerangan sinar matahari). c. Yang diperiksa : Diberikan penjelasan kepada yang akan diperiksa dan keluarganya tentang cara pemeriksaan. Anak-anak cukup memakai celana pendek, sedangkan orang dewasa (laki-laki dan wanita) memakai kain sarung tanpa baju. 2. Pelaksanaan pemeriksaan : Pelaksanaan pemeriksaan terdiri dari : a. Pemeriksaan pandang, b. Pemeriksaan rasa raba pada kelainan kulit, dan c. Pemeriksaan syaraf tepi dan fungsinya. a. Pemeriksaan Pandang. Tahap pemeriksaan. 1) Pemeriksaan dimulai dengan orang yang diperiksa behadapan dengan petugas dan dimulai kepala (muka, cuping telinga kiri, pipi-kiri, cuping telinga kakan, pipi kanan, hidung, mulut, dagu, leher bagian depan). Penderita diminta untuk memejamkan mata, mengetahui fungsi syaraf dibuka. Semua kelainan kulit diperhatikan. 2) Pundak kanan, lengan bagian belakang, tangan, jari-jari tangan (penderita diminta meluruskan tangan kedepan dengan telapak tangan menghadap kebawah, kemudian tangan diputar dengan telapak tangan menghadap keatas), telapak tangan, lengan bagian dalam, ketiak, dada dan perut ke pundak kiri, lengan kiri dan seterusnya (putarlah penderita pelan-pelan dari sisi yang satu ke sisi yang lainnya untuk melihat sampingnya pada waktu memeriksa dada dan perut).
  • 12. 8 3) Tungkai kanan bagian luar dari atas ke bawah, bagian dalam dari bawah ke atas, tungkai kiri dengan cara yang dalam dari bawah ke atas, tungkai kiri dengan cara yang sama. 4) Yang diperiksa kini diputar sehingga membelakangi petugas dan pemeriksaan dimulai lagi dari : 5) Bagian belakang telinga, bagian belakang leher,punggung, pantat tungkai bagian belakang dan telapak kaki. Perhatikan setiap bercak (makula), bintil-bintil (nodulus) jaringan parut, kulit yang keriput, dan setiap penebalan kulit. Bilamana meragukan, putarlah penderita pelan pelan dan periksa pada jarak kira-kira ½ meter. b. Pemeriksaan Rasa Raba pada Kelainan Kulit. Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa raba. Periksalah dengan ujung dari kapas yang dilancipi secara tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai. Yang diperiksa sebaiknya duduk pada waktu pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa tersentuh bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang disentuh dengan jari telunjuknya atau dengan menghitung sentuhan untuk bagian yang sulit dijangkau, ini dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal ini telah jelas, maka ia diminta menutup matanya, kalau perlu matanya ditutup dengan sepotong kain/karton. Kelainan-kelainan di kulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang normal disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anaesthesi. c. Pemerksaan rasa raba syaraf tepi. Pemeriksaan syaraf : Raba dengan teliti urut syaraf tepi berikut n.auricularis magnus, n.ularis, n.radialis, n.medianus,n.peroneus, dan n.tibialis posterior. Petugas harus mencatat apakah syaraf tersebut nyeri tekan atau tidak dan menebal atau tidak. Ia harus memperhatikan raut muka penderita apakah ia kesakitan atau tidak pada waktu syaraf diraba. d. Bila hasil pemeriksaan memenuhi kriteria penyakit kusta maka catatlah kelainan-kelainan yang ditemukan pada kartu penderita, sesuai tandatanda, jumlahnya, besarnya, dan letaknya.
  • 13. 9 2.7 Penatalaksanaan Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insidens penyakit. Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalamjaringan. Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO ( 1995) sebagai berikut: 1. Tipe PB Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa: a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas. b. DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah. Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan. dan setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (Release From Treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan. Tabel 1. Obat dan dosis regimen MDT-PB Obat & Dosis MDT – Kusta PB Dewasa Anak BB < 35 kg BB > 35 kg 10-14 thn Rifampisin(diawasi petugas) 450 mg/bln 600 mg/bln 450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln) Dapson(Swakelola) 50 mg/hr(1- 2 mg/kgBB/hr) 100 mg/hr 50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)
  • 14. 10 2. Tipe MB Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa: a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas. b. Klofazimin 300 mg/bulan diminum di depan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg/hari diminum di rumah. c. DDS 100 mg/hari diminum di rumah. Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif Menurut WHO ( 1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT. Dosis untuk anak : Klofazimin: Umur di bawah 10 tahun : bulanan 100 mg/bulan harian 50 mg/2 kali/minggu Umur 11-14 tahun : bulanan 100 mg/bulan harian 50 mg/3 kali/minggu DDS : 1 - 2 mg/kg berat badan Rifampisin : 10-15 mg/kg berat badan Tabel 2. Obat dan dosis regimen MDT-MB Obat & Dosis MDT – Kusta MB Dewasa Anak BB < 35 kg BB > 35 kg 10-14 thn Rifampisin(diawasi petugas) 450 mg/bln 600 mg/bln 450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln) Klofazimin 300 mg/bln (diawasi petugas)dan dilanjutkan esok 50 mg/hr (swakelola) 200 mg/bln (diawasi)dan dilanjutkan esok 50 mg/hr (swakelola) Dapson(Swakelola) 50 mg/hr(1- 2 mg/kgBB/hr) 100 mg/hr 50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)
  • 15. 11 3. Pengobatan MDT terbaru Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO ( 1998), pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 (satuj cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, olloksasin 400 mg, dan minosiklin I 00 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 bulan. 3.8 Putus Obat Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya. 3.9 Evaluasi Pengobatan Evaluasi pengobatan menurut Buku Panduan Pemberantasan Penyakit Kusta Depkes ( 1999) adalah sebagai berikut: a. Pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT 6 dosis dalam waktu 6 sampai 9 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium. b. Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 24 dosis dalam waktu 24-36 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium. c. RFT dapat dilaksanakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium. Dikeluarkan dari register pasien dan dimasukkan dalam register pengamatan (surveillance) dan dapat dilakukan oleh petugas kusta. 3.10 Masa Pengamatan. Pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif : a) Tipe PB selama 2 tahun. b) Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium. 7. Hilang/Out of Control (OOC) Pasien PB maupun MB dinyatakan hilang bilamana dalam 1 tahun tidak mengambil obat dan dikeluarkan dari register pasien.
  • 16. 12 a. Relaps (kambuh) Terjadi bila lesi aktif kembali setelah pernah dinyatakan sembuh atau RFT. 8. Komplikasi Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta. 3.11 Masalah Kesehatan Stigma masyarakat Karena pengertian masyarakat yang keliru tentang penyakit kusta, berkembang pendapat yang keliru tanpa pembuktian. Untuk itu kekeliruan tersebut harus diluruskan. Tidak benar bahwa kusta adalah penyakit keturunan atau karena guna-guna. Tidak benar juga disebutkan kusta terjadi karena berhubungan seks saat menstruasi atau salah makan. Harus ditegaskan pada masyarakat bahwa kusta tidak menular dan dapat disembuhkan. Kesulitan dalam pemberantasan kusta, baik dalam pengobatan, pencegahan dan penanganan kecacatan disebabkan masih besarnya stigma masyarakat terhadap penderita kusta sehingga mereka menyembunyikan diri atau dikucilkan. Sebagian besar penderita adalah dari golongan ekonomi lemah. Dengan adanya kecacatan itu, akan memperburuk kondisi ekonominya, kehilangan lapangan pekerjaan, kehilangan kesempatan kerja, kehilangan kesempatan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. 3.12 Program Kesehatan Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan strategi global untuk terus berupaya menurunkan beban penyakit kusta dalam: ”Enhanced global strategy for futher reducing the disease burden due to leprosy 2011 – 2015”; dimana target yang ditentukan adalah penurunan sebesar 35% angka cacat kusta pada akhir tahun 2015 berdasarkan data tahun 2010. Dengan demikian, tahun 2010 merupakan tonggak penentuan pencapaian target tersebut. Menkes menekankan bahwa penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan sehingga pelu penanganan dari berbagai lintas program
  • 17. 13 dan lintas sektor terkait. Sektor tersebut antara lain Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Rumah Zakat, Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (Perdoski), Netherland Leprosy Relief (NLR), tim penggerak PKK Pusat, Perhimpunan Mandiri Kusta (Permata). Program pemerintah : a. Tujuan : 1. Tujuan Jangka Panjang : Eradikasi Kusta di Indonesia 2. Tujuan Jangka Menengah : Menurunkan angka kesakitan kusta. 3. Tujuan Jangka Pendek : a. Penemuan Penderita (Case Finding) Penemuan penderita sedini mungkin sehingga propinsi cacat tingkat dua diantara penderita baru dapat ditekan serendah mungkin. b. Implementasi MDT. Meningkatkan pengobatan MDT sebagai obat standar di daerah pengembangan sehingga mancakup 100% penderita terdaftar dan penderita baru. c. Pembinaan pengobatan (“Case Holding”). Agar semua penderita PB yang di MDT akan selesai pengobatannya dalam batas waktu 9 bulan, dan semua penderita MB yang di MDT akan selesai pengobatannya dalam batas waktu 18 bulan. d. Mencegah cacat pada penderita yang telah terdaftaf sehingga tidak akan terjadi cacat baru. e. Penyuluhan kesehatan di bidang kusta. Melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang penyakit kusta, agar masyarakat memahami kusta yang sebenarnya dan mengurangi leprophobia. f. Pengawasan sesudah RFT. Memberikan motifasi kepada semua penderita agar dating memeriksakan dirinya setiap 3 bulan setelah selesai masa pengobatan selama 2 tahun untuk tipe PB dan 5 tahun untuk tipe MB.
  • 18. 14 h. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam memenuhi kebutuhan program. b. Kebijaksanaan 1. Penderita kusta tidak boleh diisolasi. 2. Obat kusta diberikan secara cuma-cuma. 3. Regimen MDT mengikuti rekomendasi WHO. 4. Program P2 Kusta diintegrasikan kedalam sistem pelayanan kesehatan dan rujukan. c. Strategi 1. MDT dilaksanakan secara intensif dan extensif. 2. Meningkatkan peran serta organisasi swasta. 3. Meningkatkan peran serta lintassektor dan kerjasama program. 4.Meningkatkan kemampuan serta ketrampilan petugas yang bertanggung jawab. d. Kegiatan Pemberantasan Kusta 1. Penemuan penderita. a. Penemuan penderita secara pasif (sukarela) Penemuan penderita yang dilakukan terhadap orang yang belum pernah berobat kusta yang datang sendiri atau atas saran orang lain ke Puskesmas/ sarana kesehatan lainnya. Penderita ini biasanya sudah dalam stadium lanjut. Faktor-faktor yang menyebabkan penderita terlambat datang berobat ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya : 1. Tidak mengerti tanda dini kusta. 2. Malu datang ke Puskesmas. 3. Adanya Puskesmas yang belum siap. 4. Tidak tahu bahwa ada obat tersedian cuma-cuma di Puskesmas. 5. Jarak penderita ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya terlalu jauh. b. Penemuan penderita secara aktif Penemuan penderita secara aktif dapat dilaksanakan dalam beberapa kegiatan:
  • 19. 15 1. Pemeriksaan kontak serumah (survai kontak). a. Tujuan : 1). Mencari penderita baru yang mungkin sudah lama ada dan belum berobat (index case). 2). Mencari penderita baru yang mungkin ada. b. Sasaran : Pemeriksaan ditujukan pada semua anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita. c. Frekwensi pemeriksaan : Pemeriksaan dilaksanakan minimal 1 tahun sekali dimulai pada saat anggota keluarga dinyatakan sakit Kusta pertama kali dan perhatian khusus ditujukan pada kontak tipe MB. d. Pelaksanaan : 1). Membawa kartu kuning (kartu penderita), dari penderita yang sudah dicatat dan membawa kartu penderita kosong,alat-alat untuk pemeriksaan serta obat MDT. 2). Mendatangi rumah penderita dan memeriksa semua anggota keluarga penderita yang tercatat dalam kolom yang tersedia pada kartu kuning. 3). Bila ditemukan penderita baru dari pemeriksaan itu maka dibutlah kartu baru dan dicatat sebagai penderita baru, kemudian diberikan obat MDT dosis pertama. 4). Memberikan penyuluhan kepada penderita dan semua anggota keluarga. 5). Hasil pemeriksaan kontak dicatat pada “ Pencatatan Hasil Penemuan Penderita ” 2. Pemeriksaan anak sekolah SD/Taman Kanak-kanak atau sederajat disebut survei sekolah. a. Tujuan : 1). Mendapatkan kasus baru secara dini. 2). Memberikan penyuluhan kepada murid dan guru. b. Sasaran : 1). Semua anak SD dan sederajat.
  • 20. 16 2). Taman Kanak-kanak. c. Frekuensi pemeriksaan Pemeriksaan anak sekolah dilaksanakan 2 tahun 1 kali. d. Pelaksanaan Pemeriksaan Untuk melakukan survei sekolah ini perlu dibina kerjasama dengan UKS dan guru-guru sekolah. Perlu diberikan penyuluhan kesehatan terlebih dahulu kepada murid-murid bertempat di lapangan upacara atau didalam suatu ruangan yang cukup besar bila mungkin.Sesudah pemeriksaan murid- murud kelas demi kelas, mulai dari kelas 1 danakhirnya kelas 6, maka diadakan penyuluhan kesehatan kepada guru-guru bertempat di Kantor guru atau ruangan lainnya. Pada pemeriksaan murid tersebut, bila ada yang dicurigai kusta, dirujuk ke Puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jumlah anak yang diperiksa dan penderita baru diketemukan dicatat pada buku “Pencatatan Harian Penemuan Penderita” 3. “Chase Survey” Maksud dari survei ini adalah mencari penderta baru dalam suatu lingkup kecil misalnya Desa atau kelurahan sambil membina partisipasi masyarakat. a. Tujuan : 1). Mencari penderita baru dalam lingkup kecil. 2). Membina partisipasi masyarakat. b. Sasaran : Desa/Kelurahan, atau unit yang lebih kecil seperti dusun. c. Frekwensi : 1 x setahun. d. Pelaksanaan : 1). Persiapan. Pimpinan Puskesmas “chusus survey” dengan Kepala Desa atau memberitahukan dengan mengirim surat melalui Camat untuk menentukan tanggal pelaksanaannya, sebaiknya diadakan bersama dengan pertemuan bulanan desa, atau kegiatan lain.
  • 21. 17 2). Pelaksanaan. Pertemuan (Penyuluhan Kesehatan) diadakan sesuai dengan tanggal yang telah ditetapkan dan dipimpin oleh Kepala Desa. Sesudah beberapa hari kemudian, sesuai dengan waktu yang ditetapkan maka diadakan pemeriksaan terhadap suspek. Bila ditemukan penderita baru dibuatkan kartu dan diberi pengobatan serta penyuluhan kesehatan yang lebih dalam terhadap penyakitnya. Kartu penderita diisi dengan lengkap. Bilamana dari suspek yang tercatat belum dapat diperiksa, maka nama suspek tersebut dicatat oleh petugas kesehatan dan direncanakan akan diperiksa Puskesmas. 4. Survai Khusus. a. Survai Fokus : Dilakukan pada suatu lingkup kecil misalnya suatu RT, dimana proporsi penderita baru MB minimal 60% dan dijumpai penderita usia muda cukup tinggi. Caranya : Terlebih dahulu didaftarkan nama penduduk RT menurut keluarga mulai dari kepala keluarga dan kemudian diperiksa rumah demi rumah yang alpa dicari untuk diperiksa. Survai Fokus ini dilakukan satu kali saja kalau perlu diulang di tahun- tahun kemudian. b. Random Sample Survay (Survay Prevalensi). Survai ini dilakukan sesuai perancanaan danpetunjuk dari Pusat sesudah diadakan “set-up” secara statistik oleh ahli statistik WHO atau yang ditunjuk Depkes. Survei ini dilaksanakan dengan timyang tetap dan dipimpin oleh seorang yang telah berpengalaman di bidang kusta. 2.10 Konsep Pencegahan Penyakit Kusta  Pencegahan primer Pencegahan primer dapat dilakukan dengan : a.Penyuluhan kesehatan Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum
  • 22. 18 terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat (Depkes RI, 2006). b.Pemberian imunisasi Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI, 2006).  Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan : a) Pengobatan pada penderita kusta Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).  Pencegahan tertier a. Pencegahan cacat kusta Pencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita. Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006) :
  • 23. 19  Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita sebelum cacat, pengobatan secara teratur dan penangan reaksi untuk mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.  Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk mencegah luka dan perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah mengalami gangguan fungsi saraf. b. Rehabilitasi kusta Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006). Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi :  Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya kontraktur.  Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan.  Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi.  Terapi okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan bila gerakan normal terbatas pada tangan.  Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada penderita cacat. 2.11 Kelompok berisiko Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita.
  • 24. 20 2.12 Peran Perawat 1. Care Giver Peran perawat sebagai care giver dilakukan dengan memberikan pelayanan kepada penderita kusta dan keluarga dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Salah satu bentuk kegiatannya adalah dengan mencegah terjadinya kecacatan akibat penyakit kusta dan mengadakan penyuluhan-penyuluhan untuk menekan endemis penyakit kusta. 2. Advokat Peran perawat sebagai advokat adalah dengan memberikan perlindungan kepada penderita kusta dan keluarga. Contoh pelaksanaan peran advokat adalah memastikan bahwa penderita kusta mendapatkan obat sesuai dengan jadwal dan jenis pengobatannya. 3. Edukator Perawat memainkan peran sebagai pemberi health education dalam bentuk penyuluhan yang berisi tentang pemahaman instruksi pengobatan pada penderita kusta. Karena selama ini fenomena yang ditemukan di masyarakat adalah banyaknya penderita kusta yang putus pengobatan atau drop out dengan alasan bahwa obat-obatan yang dikonsumsi terlalu banyak dan lamanya pengobatan. Para penderita kusta harus mengkonsumsi 6 dosis obat untuk penderita tipe Pausi Basiller (PB) dan12 dosis multi basiller (MB), dalam kurun waktu untuk PB 6-9 bulan dan untuk MB 12-18 bulan (Dit Jen PPM & PL, 2002). Kebanyakan dari mereka berpendidikan rendah, selain itu kualitas interaksi dengan perawat juga belum terjalin dengan baik, mereka cenderung takut untuk bertanya. Dari kurangnya pengetahuan, kualitas interaksi yang belum terjalin dengan baik maka motivasi penderita kusta untuk melakukan pengobatan kurang bahkan memilih untuk drop out dari pengobatan. Sehingga diharapkan peran perawat lebih dimaksimalkan, salah satunya adalah dengan memotivasi penderita untuk terus melakukan pengobatan sampai tuntas serta mengarahkan keluarga pasien untuk selalu memantau dalam hal peraturan mengkonsumsi obat.
  • 25. 21 BAB 4 PENUTUP 4.1Kesimpulan Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tumbuh lainnya.Penyebab penyakit kusta adalah kuman kusta, yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1–8 mic, lebar 0,2–0,5 mic biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA). Penyakit kusta diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tipe pausi basiler (PB), dan multi basiler (MB). Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah tergantung dari beberapa faktor antara lain faktor sumber penularan, faktor kuman kusta, dan faktor daya tahan tubuh. Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat kelainan kulit/lesi yang hypopigmentasi atau kemerahan dengan hilang/mati rasa yang jelas, kerusakan dari syaraf tepi, yang berupa hilang/mati rasa dan kelemahan otot tangan, kaki, atau muka, dan adanya kuman tahan asam di dalam kultur jaringan kulit (BTA positif). Pemerintah Indonesia telah membuat program dan kebijakan untuk mengatasi penyebaran kusta dimasyarakat. Program-program tersebut terdiri dari berbagai kegiatan, kegiatan tersebut diantaranya adalah penemuan penderita, pemberian obat, pembinaan pengobatan, penyuluhan kesehatan serta pencatatan dan pelaporan 4.2Saran 1. Makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu masukan dalam rangka meningkatkan program pemerintah dalam usaha pemberantasan penderita kusta sehingga penyakit kusta dapat dibasmi secara tuntas. 2. Makalah ini dapat digunakan sebagai masukan untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya pemberantasan penyakit kusta. 3. Perawat semakin memaksimalkan perannya untuk membantu upaya pemberantasan penyakit kusta.
  • 26. 22 Daftar Pustaka Anonim.2009. Penatalaksanaan kusta di Indonesia. Disitasi dari https://pramareola14.wordpress.com/2009/12/09/penatalaksanaan-kusta-di indonesia/. Diakses pada 17 Januari 20167 jam 13.40 wita. Depkes, 1998, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII, Depkes Jakarta. Departemen Kesehatan RI Dirjen P2M dan PLP, 1996, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta. Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius, Jakarta. Yayan, M. 2011. Askep Klien dengan Penyakit Kusta. Disitasi dari http://yayannerz.blogspot.com/2011/03/askep-klien-dengan-penyakit- kusta.html. Diakses pada 17 Januari 2016 jam 14.05 wita. _____, http://www.kabarmadura.com/jumlah-penderita-kusta-di-jatim-tertinggi.html. diakses tanggal 17 Januari 2016 pukul 19.42 wita. _____, http://us.surabaya.detik.com/read/2011/02/02/102259/1558723/466/30- persen-penderita-kusta-didominasi-warga-jatim?881104465. diakses tanggal 17 januari 2016 pukul 19.25 wita _____,http://hanyaberita.com/penderita-lepra-di-indonesia-terbesar-ke-3-di- dunia/1936/. diakses tanggal 17 oktober 2016 pukul 20.02 wita. _____,http://koran.republika.co.id/berita/35129/Jumlah_Penderita_Kusta_di_Indones ia_Cenderung_Naik. Diakses tanggal 17 Januari 2016 pukul 19.00 wita. _____,http://us.health.detik.com/read/2011/04/07/171659/1611158/763/penderita- lepra-di-indonesia-nomer-tiga-di-dunia?ld991103763. Diakses tanggal 17 Januari 2016 pukul 19.00 wita.