2. A. Jenis dan Karakteristik Bencana Alam
• Upaya mitigasi mengidentifikasi karakteristik
setiap bencana.
• Dengan mitigasi, kita dapat menyusun langkah –
langkah yang diperlukan ketika bencana terjadi dan
meminimalisasi kerugian yang diakibatkan dari
bencana tersebut. Ini juga merupakan tahap
memahami karakteristik bencana alam.
3. • Menurut Badan Koordinasi Nasional Penanganan
Bencana ( BAKORNAS PB ), pemahaman tentang
ancaman bencana meliputi pengetahuan secara
menyeluruh tentang hal – hal sebagai berikut.
4. • 1.) bagaimana ancaman bahaya timbul
• 2.) tingkat kemungkinan terjadinya bencana serta
seberapa besar skalanya
• 3.) mekanisme perusakan secara fisik
• 4.) sektor dan kegiatan – kegiatan apa saja yang
akan sangat terpengaruh atas kejadian bencana
• 5.) dampak dari kerusakan
• Setelah mengetahui hal – hal apa saja yang harus
kita kuasai, sekarang coba kita identifikasi bencana
yang sering terjadi di Indonesia. Bencana – bencana
yang sering terjadi di Indonesia :
16. • Upaya mitigasi yang dapat kita lakukan untuk
menghadapi berbagai jenis bencana tersebut, dilakukan
dengan prinsip – prinsip sebagai berikut.
• 1.) bencana yang terjadi harus kita jadikan pelajaran
bagi upaya mitigasi terhadap bencana berikutnya
• 2.) upaya mitigasi membutuhkan kerja sama banyak
pihak
• 3.) upaya mitigasi dijalankan dengan aktif
• 4.) upaya mitigasi harus mendahulukan kelompok
rentan untuk menghindari korban jatuh lebih banyak
• 5.) setiap upaya mitigasi harus selalu dipantau dan
terus – menerus dievaluasi agar didapat hasil yang
efektif
17. • Berikut ini adalah beberapa strategi dalam mitigasi
bencana alam yang dikemukakan oleh BAKORNAS
PB :
mengintegrasikan mitigasi bencana dalam program
pembangunan yang lebih besar
pemilihan upaya mitigasi harus didasarkan atas
biaya dan manfaat
agar dapat diterima masyarakat, mitigasi harus
menunjukkan hasil yang segera tampak
upaya mitigasi harus dimulai dari yang mudah
dilaksanakan segera setelah bencana
mitigasi dilakukan dengan cara meningkatkan
kemampuan lokal dalam manajemen dan
perencanaan
18. • 1. Banjir
• a. Pengertian
• Aliran air yang tingginya melebihi muka air normal.
• Hal itu menyebabkan genangan pada lahan rendah di
sisinya.
19. • Jenis banjir :
Banjir akibat hujan lebat. Hal ini menyebabkan kapasitas
penyaluran sistem pengaliran air tidak mampu bekerja
dengan baik. Sistem penyaluran air dapat dibagi menjadi
sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia.
Banjir akibat pasang laut. Pasang laut menyebabkan
meningkatnya muka air di sungai.
Banjir akibat kegagalan bangunan air buatan manusia. Setiap
buatan manusia pasti mengalami kerusakan. Bangunan air
buatan manusia di antaranya adalah bendungan, tanggul, dan
bangunan pengendalian banjir.
Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan
aliran sungai akibat longsornya tebing sungai. Hal ini
menyebabkan bendungan tidak dapat menahan tekanan air.
25. • c. Mekanisme Perusakan
• Banjir umumnya mempunyai sifat merusak, baik
yang menggenang maupun banjir bandang. Sifat ini
didapatkan karena arus air yang cepat dan bergolak
dapat menghanyutkan berbagai benda di
sekitarnya. Kerusakan akan semakin tinggi ketika
aliran air membawa material tanah. Air banjir dapat
merusak pondasi bangunan, baik rumah maupun
jembatan. Material yang hanyut bersama banjir
akan diendapkan setelah surut. Endapan tersebut
dapat merusak tanaman, perumahan, dan
menimbulkan penyakit.
26. • d. Kajian Bahaya
• Kajian mengenai bahaya banjir dapat didapatkan
melalui data – data yang tepat. Hal ini dibutuhkan
untuk menentukan tingkat kerawanan serta upaya
antisipasi banjir.
• Data yang dibutuhkan berasal dari hal – hal berikut.
Rekaman kejadian bencana yang terjadi. Data ini
berfungsi sebagai indikasi awal akan datangnya
banjir di masa yang akan datang. Melalui data ini
dapat ditentukan pola terjadnya banjir periodik (
tahunan, lima tahunan, sepuluh tahunan, lima
puluh tahunan, atau seratus tahunan ).
27. Pemetaan topografi. Peta topografi dapat
menunjukkan kontur ketinggian sekitar daerah
aliran sungai. Melalui data ini dapat ditentukan
kemampuan kapasitas sistem hidrologi dan luas
daerah tangkapan hujan.
Data curah hujan. Data ini dipergunakan untuk
menghitung kapasitas penyaluran sistem
pengaliran.
28. • e. Gejala dan Peringatan Dini
curah hujan yang tinggi
tingginya pasang laut dan terjadinya badai
dilampauinya ketinggian muka banjir
f. Parameter
luas genangan
kedalaman atau ketinggian air banjir
kecepatan aliran
material yang dihanyutkan aliran banjir
lamanya waktu genangan
29. • g. Komponen yang Terancam
• 1.) Manusia
• a.) meninggal dunia
• b.) hilang
• c.) luka – luka
• d.) mengungsi
• 2.) Prasarana Umum
• a.) prasarana transportasi tergenang
• b.) fasilitas sosial tergenang, rusak, dan hanyut
• c.) rusaknya fasilitas pemerintahan, industri, jasa, dan lainnya
• d.) harta benda perorangan
• e.) kegiatan pertanian dan perikanan terganggu, akibatnya
terjadi penurunan atau kehilangan produksi
30. • h. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana
• 1.) Upaya Mitigasi Non Struktural
– a.) Pembentukan “ Kelompok Kerja “ ( POKJA ) yang
beranggotakan dinas / instansi terkait. Kelompok ini
diketuai oleh Dinas Pengairan / Sumber Daya Air. Tugas
kelompok ini melaksanakan dan menetapkan pembagian
peran dan kerja atas upaya – upaya nonfisik
penanggulangan mitigsi bencana banjir.
– b.) Merekomendasikan upaya perbaikan atas prasarana
dan sarana pengendalian banjir.
– c.) Memonitor dan mengevaluasi data curah hujan,
banjir, daerah genangan dan informasi lain. Hal ini untuk
meramalkan kejadian banjir, daerah yang diidentifikasi
terkena banjir serta daerah yang rawan banjir.
31. -d.) Menyiapkanpeta daerah rawan banjir dilengkapi dengan
“plotting” rute pengungsian, lokasi pengungsian
sementara, lokasi POSKO, dan lokasi pos pengamat debit
banjir / ketinggian muka air banjir di sungai penyebab
banjir.
-e.) Mengecek dan menguji sarana sistem peringatan dini.
-f.) Melaksanakan perencanaanlogistik dan penyediaan dana,
peralatan dan material yang diperlukan untuk kegiatan /
upaya tanggap darurat.
-g.) Perencanaan dan penyiapan SOP ( Standard Operation
Procedure ) / Prosedur Operasi Standar untuk kegiatan /
upaya tanggap darurat.
-h.) Pelaksanaan Sistem Informasi Banjir, dengan diseminasi
langsung kepada masyarakat dan penerbitan press release.
32. • -i.) Melaksanakan pelatihan evakuasi untuk
mengecek kesiapan masyarakat, SATLAK dan
peralatan evakuasi, dan kesiapan tempat
pengungsian sementara beserta perlengkapannya.
• -j.) Mengadakan rapat – rapat koordinasi di tingkat
BAKORNAS, SATKORLAK, SATLAK, dan POKJA Antar
Dinas / instansi untuk menentukan beberapa
tingkat dari resiko bencana bajir berikut
konsekuensinya dan pembagian peran di antara
instansi yang terkait, serta pengenalan peran di
antara instansi yang terkait, serta pengenalan /
dismeinasi kepada seluruh anggota SATKORLAK,
SATLAK, dan POSKO atas SOP dalam kondisi darurat
dan untuk menyepakati format dan prosedur arus
informasi / laporan.
33. • -k.) Membentuk jaringan lintas instansi / sektor dan
LSM yang bergerak di bidang kepedulian terhadap
bencana di bidangkepedulian terhadap bencana
serta dengan media massa baik cetak maupun
elektronik untuk mengadakan kampanye peduli
bencana kepada masyarakat termasuk penyaluran
informasi tentang bencana banjir.
• -l.) Melaksanakan pendidikan masyarakat atas
pemetaan ancaman banjir dan resiko yang terkait
serta penggunaan material bangunan yang tahan
air /banjir.
34. • 2.) Upaya Mitigasi Struktural
– a.) Pembangunan tembok penahan dan tanggul di
sepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai yang
rawan badai atau tsunami untuk mengurangi tingkat
debit banjir.
– b.) Pengaturankecepatan aliran dan debit air permukaan
dari daerah hulu sangat membantu mengurangi
terjadinya bencana banjir. Upaya yang dapat dilakukan di
antaranya reboisasi dan pembangunan sistem peresapan
serta pembangunan bendungan / waduk.
– c.) Pengerukan sungai, pembuatan sodetan sungai baik
secara saluran terbuka maupun tertutup atau
terowongan dapat membantu mengurangi terjadinya
banjir.
35. • 3.) Peran serta Masyarakat
• a.) Aspek Penyebab
– 1.) Tidak membuang sampah / limbah padat ke sungai,
saluran dan sistem drainase.
– 2.) Tidak membangun jembatan dan atau bangunan
yang menghalangi atau mempersempit palung aliran
sungai.
– 3.) Tidak tinggal dalam bantaran sungai.
– 4.) Tidak menggunakan dataran retensi banjir untuk
permukiman atau untuk hal – hal lain di luar rencana
peruntukannya.
36. – 5.) Menghentikan penggundulan hutan di daerah
tangkapan air.
– 6.) Menghentikan praktik pertanian dan penggunaan
lahan yang bertentangan dengan kaidah – kaidah
konservasi air dan tanah
– 7.) Ikut mengendalikan laju urbanisasi dan pertumbuhan
penduduk.
37. • b.) Aspek Partisipatif
– 1.) Ikut serta dan aktif dalam latihan – latihan ( gladi )
upaya mtiigasi bencana banjir misalnya kampanye peduli
bencana, latihan kesiapan penanggulangan banjir dan
evakuasi, latihan peringatan dini banjir dsb.
– 2.) Ikut serta dan aktif dalam program desain dan
pembangunan rumah tahan banjir antara lain rumah
tingkat, penggunaan material yang tahan air, dan
gerusan air.
– 3.) Ikut serta dalam pendidikan publik yang terkait
dengan upaya mtiigasi bencana banjir.
38. – 4.) Ikut serta dalam setiap tahapan konsultasi publik
yang terkait dengan pembangunan prasarana
pengendalian banjir dan upaya mitigasi bencana banjir.
– 5.) Melaksanakan pola dan waktu tanam yang
mengadaptasi pola dan kondisi banjir setempat untuk
mengurangi kerugian usaha dan lahan pertanian dari
banjir.
– 6.) Mengadakan gotong – royong pembersihan saluran
drainase yang ada di lingkungannya masing – masing.
40. a. Pengertian
• Gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
percampuran keduanya, menuruni atau ke luar
lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah
atau batuan penyusun lereng tersebut.
• Longsor dapat dibedakan menjadi 6 jenis :
41. • Longsoran translasi, yaitu bergeraknya massa tanah
dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata
atau menggelombang landai.
42. • Longsoran rotasi, yaitu bergeraknya massa tanah
dan batuan padabidang gelincir berbentuk cekung.
43. • Pergerakan blok, yaitu perpindahan batuan yang
bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata.
44. • Runtuhan batu, yaitu terjadi ketika sejumlah besar
batuan atau materiallain bergerak ke bawah dengan
cara jatuh bebas.
45. • Rayapan tanah, yaitu jenis tanah longsor yang
bergerak lambat.
46. • Rombakan, yaitu terjadi ketika massa tanah
bergerak didorong oleh air.
47. • b. Penyebab
• 1.) Faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng
• penggundulan hutan menyebabkan pengikatan
air tanah sangat kurang
48. • batuan endapan gunung api dan batuan sedimen
yang mengalami pelapukan.
49. • jenis tanah yang kurang padat dengan kemiringan
lereng yang curam berpotensi mengalami longsor
ditambah dengan intensitas curah hujan yang cukup
tinggi.
58. • c. Gejala dan Peringatan Ddini
• muncul retakan memanjang atau lengkung pada
tanah atau pada konstruksi bangunan, yang biasa
terjadi setelah hujan.
65. • terjadi runtuhan atau aliran butir tanah / kerikil
secara mendadak dari atas lereng.
66. • d. Parameter
• volume material yang bergerak / longsor ( m3 )
• luas daerah yang terkubur ( m2 )
• kecepatan gerakan ( cm/hari , m/jam )
• ukuran bongkah batuan (diameter, berat,
volume)
• jenis dan intensitas kerusakan ( rumah )
• jumlah korban jiwa ( jiwa )
67. • e. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana
• hindari daerah rawan bencana untuk
pembangunan permukiman dan fasilitas utama
lainnya
• mengurangi tingkat keterjalan lereng
• meningkatkan / memperbaiki dan memelihara
drainase baik air permukaan maupun air tanah
• pembuatan bangunan penahan, jangkar ( anchor
), dan pilling
• terasering dengan sistem drainase yang tepat
68. • penghijauan dengan tanaman yang sistem
perakarannya dalam dan jarak tanam yang tepat
• pembuatan tanggul penahan baik berupa
bangunan konstruksi, tanaman maupun parit
• identifikasi daerah yang aktif bergerak
• stabilisasi lereng dengan pembuatan teras dan
penghijauan
69. • 3. Kekeringan
• a. Pengertian
• Yaitu ketidakseimbangan ketersediaan air dengan
kebutuhan air manusia dan lingkungan.
70. • Menurut BNPB, kekeringan dapat diklasifikasikan
menjadi 2 :
• 1.) Kekeringan Alamiah
• kekeringan meteorologis, akibat tingkat curah
hujan di bawah normal dalam satu musim.
72. • kekeringan pertanian, akibat kekurangan
cadangan air dalam tanah sehingga tidak
mampumemenuhi kebutuhan tanaman.
73. • kekeringan sosial ekonomi, akibat kekurangan
pasokan komoditi ekonomi akibat terjadinya
kekeringan meteorologi, hidrologi, dan pertanian.
74. • 2. Kekeringan Antropogenik
• Disebabkan oleh ketidakpatuhan manusia pada
peraturan, yang dapat dilihat dari kebutuhan air
lebih besar dari cadangan yang direncanakan. Juga
disebabkanoleh kerusakan kawasan tangkapan air
dan sumber – sumber air akibat perbuatan
manusia.
75. • b. Penyebab
• Kekeringan di Indonesia berkaitan erat dengan
ENSO ( El Nino Southern Oscillation ) . Dampaknya
berpengaruh kuat terhadap wilayah yang
dipengaruhioleh sistem muson. Pengaruhnya dapat
dilihat dari pola – pola pada keragaman hujan
sebagai berikut :
• akhir musim kemarau mundur dari normal
• awal masuk musim hujan mundur dari normal
• curah hujan musim kemarau turun tajam
dibanding normal
• deret hari kering semakin panjang
76. • c. Mekanisme Perusakan
• menurunnya kesehatan manusia
81. • d. Kajian Indikator Kekeringan
• 1.) Alamiah
• a.) Kekeringan meteorologis / klimatologis
• Curah hujan 70% - 85% dari normal disebut kering
• Curah hujan 50% - 70% dari normal disebut sangat
kering
• Curah hujan <50% dari normal disebut amat sangat
kering
82. • b.) Kekeringan Hidrologis
• Debit air sungai mencapai periode ulang aliran
periode 5 tahunan disebut kering.
• Debit air sungai mencapai periode ulang aliran
jauh di bawah periode 25 tahunan disebut sangat
kering.
• Debit air sungai mencapai periode ulang aliran
amat jauh di bawah periode 50 tahunan disebut
amat sangat kering.
83. • c.) Kekeringan Pertanian
• Persentase daun kering : M daun kering dimulai
pada bagian ujung daun disebut kering ( terkena
ringan s/d sedang ).
• Persentase daun kering : M - % daun kering
dimulai pada bagian ujung daun disebut sangat
kering ( terkena berat ).
• Persentase daun kering : semua bagian daun
kering disebut amat sangat kering ( Puso ).
84. • Bila dinilai dari segi penurunan produksi, terkena
ringan s/d berat diperkirakan kehilangan hasil bisa
mencapai 75% dengan rata – rata sekitar 50% - dan
puso bila kehilangan hasil di atas 95%.
• Untuk kekeringan ditinjau dari kehutanan dinilai
dari Keetch Byram Drough Index ( KBDI ) :
• kering ( kekeringan rendah ) : 0 – 999
• sangat kering : 1.000 – 1.499
• amat sangat kering > 1.500
85. • d.) Kekeringan Sosial Ekonomi
• Kategori : kering ( langka terbatas )
• Ketersediaan air ( L / orang / hari ) : >30 ; <60
• Pemenuhan kebutuhan untuk : minum, masak, cuci
alat makan / masak, mandi terbatas
• Jarak ke sumber air ( km ) : 0,1 – 0,5
• Kategori : sangat kering ( langka )
• Ketersediaan air ( L / orang / hari ) : >10 ; <30
• Pemenuhan kebutuhan untuk : minum, masak, cuci
alat makan /masak
• Jarak ke sumber air ( km ) : 0,5 – 3
86. • Kategori : amat sangat kering ( kritis )
• Ketersediaan air ( L / orang / hari ) : <30
• Pemenuhan kebutuhan untuk minum dan masak
• Jarak ke sumber air ( km ) : >3
• e.) Antropogenik
• Intensitas kekeringan akibat ulah manusia terjadi bila :
• Rawan : bila tingkat penutupan tajuk ( crown cover )
40% - 50%
• Sangat rawan : bila tingkat penutupan tajuk 20% -
40%
• Amat sangat rawan : bila tingkat penutupan tajuk di
DAS <20%
87. • f.) Gejala Terjadinya Kekeringan
• menurunnya tingkat curah hujan dalam satu
musim
• terjadinya kekurangan cadangan air permukaan
air tanah
• kekurangan lengas tanah ( kandungan air dalam
tanah ) sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan tanaman
88. • e. Komponen yang Terancam Bencana
• 1.) Komponen Sosial
• kekurangan pangan
95. • f. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana
• pengaturan sistem pengiriman data iklim
• penetapan skala prioritas penggunaan air menurut
historical right dan azas keadilan
• pembentukan POKJA dan posko kekeringan
• pengembangan / perbaikan jaringan pengamatan iklim
pada daerah – daerah rawan kekeringan
• penyiapan dana, sarana, dan prasarana untuk pelaksanaan
program antisipatif dan mitigasi dampak kekeringan
• penyusunan peta rawan kekeringan di Indonesia
• penentuan teknologi antisipatif dan sistem pengaliran air
irigasi
• pengembangan sistem reward dan punishment bagi
masyarakat yang melakukan upaya konservasi dan rehabilitasi
sumber daya air dan lahan
96. • 4. Kebakaran Hutan dan Lahan
• a. Pengertian
• perubahan pada fungsi hutan atau lahan dalam
menunjang kehidupan akibat penggunaan apiyang
tidak terkendali maupun faktor alam yang
mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan.
97. • b. Penyebab
• aktivitas manusia
• jenis tanaman yang sejenis dan memiliki titik
bakar yang rendah serta hutan yang terdegradasi
• angin dapat memicu dan mempercepat
menjalarnya api
• topografi terjal
98. • c. Mekanisme Perusakan
• Sebagian besar akibat kesengajaan faktor manusia.
Mereka banyak menggunakan cara praktis untuk
membuka lahan. Kebakaran disebabkan adanya bahan
bakar, oksigen, dan panas.
• d. Kajian Bahaya
• prediksi cuaca untuk mengetahui datangnya musim
kering / kemarau
• monitoring titik api
• menetapkan daerah rawan kebakaran hutan dan
lahan
• pemetaan daerah rawan bencana kebakaran
• pemetaan daerah tutupan lahan serta jenis tanaman
sebagai bahan bakaran
99. • e. Gejala dan Peringatan Dini
• aktivitas manusia menggunakan api di kawasan
hutan dan lahan
• tumbuhan yang meranggas
• kelembapan udara rendah
• kekeringan akibat musim kemarau
• peralihan musim menuju kemarau
• meningkatnya migrasi satwa ke luar habitatnya
100. • f. Parameter Menurut BNPB
• luas areal yang terbakar ( hektar )
• luas areal yang terpengaruh oleh kabut asap (
hektar )
• fungsi kawasan yang terbakar ( taman nasional,
cagar alam, hutan lindung, dll )
• jumlah penderita penyakit saluran pernapasan
atas ( ISPA )
• menurunnya keanekaragaman jenis tumbuhan
dan satwa liar
• menurunnya fungsi ekologis
• tingkat kerugian ekonomi yang ditimbulkan
104. • h. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana
• sosialisasi kebijakan pengendalian kebakaran
lahan dan hutan
• peningkatan masyarakat peduli api ( MPA)
• peningkatan penegakan hukum
• pembuatan waduk ( embung ) di daerahnya
untuk pemadaman api
• pembuatan sekat bakar, terutama antara lahan,
perkebunan, pertanian dengan hutan
• melakukan penanaman dengan tanaman yang
heterogen
105. • 5. Angin Badai
• a. Pengertian
• Adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan 120
km/jam atau lebih.
• Terjadi di wilayah tropis.
106. • b. Penyebab
• perbedaan tekanan udara yang ekstrim
• c. Mekanisme Perusakan
• Tenaga angin yang kuat dapat merobohkan
bangunan atau menyebabkan kapal tenggelam.
Kebanyakan angin badai disertai dengan hujan
deras. Paduan keduanya dapat menimbulkan
bencana tanah longsor dan banjir.
107.
108.
109. • d. Kajian Bahaya
• Bahaya angin dapat dipantau dari data kecepatan
dan arah angin.
• Lembaga yang mengawasinya adalah stasiun dan
satelit meteorologi.
• Angin badai dipengaruhi oleh faktor topografi,
vegetasi, dan pemukiman.
116. • h. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana
• struktur bangunan dirancang mampu bertahan
terhadap gaya angin
• pembangunan fasilitas perlindungan dari
serangan angin badai
• penghijauan untuk meredam gaya angin
• kesiapsiagaan dalam menghadapi angin badai
• untuk para nelayan, supaya menambatkan atau
mengikat kuat kapal – kapalnya
117. • 6. Gelombang Pasang / Badai
• a. Pengertian
• Pergerakan naik turunnya muka air laut. Gerakan ini
akan membentuk lembah dan bukit mengikuti gerak
sinusoidal.
118. • Gelombang periode singkat ( wave of short period )
dibangkitkan oleh tiupan angin di permukaan laut.
• Gelombang periode panjang ( wave of long period )
disebabkan oleh beberapa proses alam yang terjadi
dalam waktu yang bersamaan. Contoh : gelombang
pasang surut ( astronomical tide / tidal wave ) ,
gelombang tsunami, dan gelombang badai ( storm
wave ).
119. • Gelombang pasang surut ( pasut ) merupakan
gelombang yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik
antara bumi dengan planet – planet lain terutama
dengan bulan dan matahari.
• Menurut faktor pembangkitnya, pasang surut dibagi
menjadi pasang purnama ( pasang besar, spring tide )
dan pasang perbani ( pasang kecil, neap tide ).
• Setiap tanggal 1 dan 15 ( saat bulan mati dan bulan
purnama ), posisi bulan – bumi – matahari berada pada
satu garis lurus. Hal ini menyebabkan gaya tarik bulan
dan matahari terhadap bumi saling memperkuat.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya pasang purnama.
Tinggi pasang sangat besar dibanding pasang pada hari
– hari lain.
120. • Setiap tanggal 7 dan 21, bulan dan matahari membentuk
sudut siku – siku terhadap bumi. Kondisi ini menyebabkan
gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling
mengurangi.
• Gelombang badai ( storm wave ) merupakan gelombang
tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis.
• Kondisi ini berpotensi kuat menimbulkan bencana alam.
Meski Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis, namun
siklon tropis memengaruhi terjadinya angin kencang,
gelombang tinggi disertai hujan deras.
• Siklon tropis merupakan sistem tekanan rendah yang
mempunyai angin berputar ( siklonik ) yang berasal dari
daerah tropis dengan kecepatan rata – rata ( 36 – 64 ) knots di
sekitar pusatnya. Siklon tropis tumbuh aktif di daerah lintang
bumi ( 100 – 200 ) LU / LS.
121. • -Tinggi swell ¼ m = setinggi paha ( tinggi gelombang ) || 2 – 3
‘
• -Tinggi swell ½ m = setinggi pinggang || 3 – 4 ‘
• - Tinggi swell 1 m = setinggi pinggang hingga kepala || 5 – 6 ‘
• - Tinggi swell 1 ¼ m = hingga 1K kali di atas kepala || 6 – 8 ‘
• - Tinggi swell 1 ½ m = lebih dari 1K kali tinggi kepala || 8 – 10
‘
• - Tinggi swell 2 m = lebih dari 2 kali tinggi kepala ||10 – 12 ‘
• - Tinggi swell 2 ½ m = lebih dari 2K kali tinggi kepala || 12 –
15 ‘
122. • - Tinggi swell 3 m = sekitar 3 kali tinggi kepala || 15 –
18 ‘
• - Tinggi swell 3 – 4 m = 3 – 4 kali tinggi kepala || 18 –
24 ‘
• - Tinggi swell 4 – 5 m = 4 – 5 kali tinggi kepala || 24 –
32 ‘
• - Tinggi swell 5 – 6 m = 5 – 6 kali tinggi kepala || 32 –
40 ‘
• - Tinggi swell 6 – 7 m = 6 – 7 kali tinggi kepala || 40 -48
‘
• - Tinggi swell 7 – 8 m = 7 – 8 kali tinggi kepala || 50- 60
‘
123. • b. Penyebab
• angin dengan kecepatan besar di atas permukaan
laut
• perbedaan tekanan atmosfer
• interaksi antara angin dan air
• kedalaman air
• kemiringan dasar
• panjang daerah tempat angin berembus dengan
kecepatan dan arah konstan ( fetch )
• gelombang angin di lokasi pembangkitnya ( seas )
• gelombang yang setelah menjalar menjadi lebih
landai dan berpuncak panjang ( swell )
124. • c. Mekanisme Perusakan
• gelombang pasang /badai ( high tide ) dalam
periode yang cukup lama ( dapat merusak )
kehidupan dan bangunan di daerah pantai.
125. • gelombang badai ( storm surge ) dapat memutar
air dan menimbulkan gelombang yang tinggi. Hal ini
dapat mengganggu pelayaran dan berpotensi
menenggelamkan kapal.
126. • d. Kajian Bahaya
• Siklon tropis dapat menyebabkan kondisi cuaca
yang ekstrim. Daerah lintasan siklon tropis adalah
wilayah perairan Indonesia, sebelah utara Australia
dan Pasifik barat dan sampai Laut Cina Selatan.
• e. Gejala dan Peringatan Dini
• Pemantauan gejala sistem konvergensi tekanan
rendah dapat berkembang menjadi tropical depresi
dan tumbuh menjadi tropical siklon.
127. • f. Parameter
• tinggi gelombang ( meter )
• panjang sapuan gelombang pasang ke daratan (
m atau km )
• luas daerah yang terkena sapuan gelombang (
km3 )
128. • g. Komponen yang Terancam
• struktur bangunan yang ringan atau perumahan
yang terbuat dari kayu
• material bangunan tambahan yang menempel
kurang kuat pada bangunan utama seperti papan,
seng, asbes, dll
140. • 7. Gempa Bumi
• a. Pengertian
• Berguncangnya bumi akibat tumbukan antarlempeng
bumi, patahan aktif, aktivitas gunung api, dan runtuhan
batuan.
• Kekuatan gempa yang paling besar disebabkan
tumbukan antarlempeng bumi dan patahan aktif.
141. • b. Penyebab
• proses tektonik
• aktivitas sesar di permukaan bumi
• pergerakan geomorfologi secara lokal
• aktivitas gunung api
• ledakan nuklir
142. • c. Mekanisme Perusakan
• Energi getaran gempa akan dirambatkan ke
seluruh bagian bumi. Akibatnya, struktur bangunan
pun dapat mengalami kerusakan. Getaran gempa
dapat memicu tanah longsor, runtuhan batuan, dan
kerusakan tanah lainnya. Bencana ikutan akibat
gempa di antaranya kebakaran, kecelakaan industri,
dan transportasi.
143.
144. • d. Kajian Bahaya
• kajian mengenai kejadian – kejadian gempa bumi
di masa lalu
• identifikasi sistem patahan dan pemetaan daerah
rawan gempa bumi
• e. Gejala dan Peringatan Dini
• kejadian mendadak
• belum ada metode untuk pendugaan secara
akurat
145. • f. Parameter
• waktu kejadian gempa bumi ( jam, menit, detik )
• lokasi pusat gempa bumi di permukaan bumi /
episenter ( koordinat lintang dan bujur )
• kedalaman sumber gempa bumi ( km )
• kekuatan / magnitudo gempa bumi ( skala
richter)
• intensitas gempa bumi ( MMI )
146. • g. Komponen yang Terancam
• perkampungan padat
• bangunan dengan desain teknis yang buruk
• bangunan industri kimia dapat menimbulkan
bencana ikutan
147. • h. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana
• bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan
getaran / gempa
• perkuatan bangunan dengan mengikuti standar
kualitas bangunan
• rencanakan penempatan permukiman untuk
mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah rawan
bencana
• zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan
penggunaan lahan
• pendidikan kepada masyarakat tentang gempa bumi
• pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana
dengan pelatihan pemadaman kebakaran dan
pertolongan pertama
148. • 8. Tsunami
• a. Pengertian
• Gelombang laut dengan periode panjang yang
ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut.
Gangguan tersebut bisa berupa gempa bumi
tektonik, erupsi vulkanik, atau longsoran.
149. • b. Penyebab
• gempa bumi yang diikuti dengan dislokasi /
perpindahan massa tanah / batuan yang sangat
besar di bawah air ( laut / danau )
• tanah longsor di bawah tubuh air / laut
• letusan gunung api di bawah laut dan gunung api
pulau
150. • c. Mekanisme Perusakan
• Tsunami mempunyai kecepatan berbanding lurus
dengan kedalaman laut. Jika kedalaman laut
semakin dalam, maka kecepatan tsunami semakin
besar. Kecepatan tsunami akan semakin berkurang
karena gesekan dengan dasar laut yang semakin
dangkal. Hal tersebut menjadikan tinggi gelombang
di pantai menjadi semakin besar. Berkurangnya
kecepatan menyebabkan adanya penumpukan
massa air.
151. • Kecepatan tsunami saat mencapai pantai
berkurang menjadi sekitar 25 – 100 km / jam.
Gelombang ini bisa menghancurkan kehidupan di
daerah pantai. Tsunami akan kembalinya air ke laut
setelah mencapai puncak gelombang ( run – down
). Meski berhenti, gelombang ini akan menyeret
segala sesuatu ke laut.
152. • d. Kajian Bahaya
• kejadian – kejadian tsunami didata dan dijadikan
data base untuk mengetahui karakteristik tsunami
• identifikasi sistem tektonik, struktur geologi dan
morfologi daerah dasar laut khususnya di sekitar
zona tumbukan ( subduction zone )
• pemetaan daerah resiko bencana tsunami
153. • e. Gejala dan Peringatan Dini
• gelombang air laut datang secara mendadak
• pada umumnya didahului dengan gempa bumi besar
dan pasang susut laut
• terdapat selang waktu antara waktu terjadinya
gempa bumi dengan waktu tsunami di pantai
• f. Parameter
• ketinggian tsunami yang naik ke daratan ( run – up )
• panjang sapuan tsunami ke daratan ( m atau km )
• luas daerah yang terkena sapuan gelombang ( km2 )
154. • g. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana
• peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan
terhadap bahaya tsunami
• pembangunan Tsunami Early Warning System ( TEWS
)
• pembangunan tembok penahan tsunami pada garis
pantai
• penanaman mangrove serta tanaman lainnya untuk
meredam gaya air tsunami
• pembangunan tempat – tempat evakuasi yang aman
• pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya
tsunami
155. • 9. Letusan Gunung Api
• a. Pengertian
• Gunung api adalah bentuk timbunan yang dibangun
oleh timbunan rempah letusan, atau tempat
munculnya batuan lelehan dari bagian dalam bumi.
156. • b. Penyebab
• pancaran magma dari dalam bumi yang
berasosiasi dengan arus konveksi panas
• proses tektonik dari pergerakan dan
pembentukan lempeng / kulit bumi
• akumulasi tekanan dan temperatur dari fluida
magma menimbulkan pelepasan energi
157. • c. Mekanisme Perusakan
• Bahaya letusan gunung api dapat dibagi menurut
waktu kejadiannya, yaitu :
• 1.) Bahaya Utama ( primer )
• *Langsung terjadi ketika proses peletusan sedang
berlangsung.
• *Jenis bahayanya berupa :
162. • 2.)Bahaya Ikutan ( sekunder )
• *Terjadi setelah proses peletusan berlangsung.
• *Terjadi akibat adanya penumpukan material di
bagian atas. Ketika musim hujan, material tersebut
akan terbawa oleh air hujan sebagai banjir ( lahar ).
163. • d. Kajian Bahaya
• identifikasi gunung api aktif
• tingkat aktivitas gunung api berdasarkan catatan
sejarah
• penelitian dengan metode geologi, geofisika, dan
geokimia dapat untuk mengetahui aktivitas /
kegiatan gunung api
164. • e. Gejala dan Peringatan Dini
• 1.) Status Kegiatan Gunung Api
• a.) Aktif – Normal ( level 1 )
• ||baik secara visual, maupun dengan instrumentasi
tidak ada gejala perubahan kegiatan.
• b.) Waspada ( level 2 )
• || berdasarkan hasil pengamatan visual dan
instrumentasi mulai terdeteksi gejala perubahan
kegiatan, misalnya jumlah gempa vulkanik, suhu kawah
( solfatara / fumarola ) meningkat dari nilai normal.
165. • c.) Siaga ( level 3 )
• || kenaikan kegiatan semakin nyata. Hasil pantauan
visual dan seismik berlanjut didukung dengan data
dari instrumentasi lainnya.
• d.) Awas ( level 4 )
• || semua data menunjukkan bahwa letusan utama
segera menjelang. Letusan – letusan asap / abu
sudah mulai terjadi.
166. • 2.) Mekanisme Pelaporan
• a.) Aktif – Normal
•
• || setiap 2x sehari dilaporkan kegiatan gunung api
dari pos PGA ke Kantor DVMBG melalui radio SSB.
Laporan bulanan disampaikan oleh Pengamat
Gunung Api ke Kantor DVMBG ditembuskan kepada
Pemprov dan PemKab.
167. • b.) Waspada
• || selain laporan harian dan laporan bulanan dibuat
laporan mingguan yang disampaikan kepada Kepala
Badan Geologi
• c.) Siaga dan Awas
• || Tim Tanggap Darurat membuat laporan harian
dan evaluasi mingguan disampaikan kepada
Direktur DVMBG ditembuskan kepada Kepala Badan
Geologi, Pemprov / Pemkab, BAKORNAS PB, dan
Direktorat Keselamatan Penerbangan.
168. • f.) Parameter
• besarnya letusan
• jenis letusan
• arah aliran material
• volume material letusan yang dimuntahkan ( m3 )
• lama letusan berlangsung ( detik, menit, jam,
hari)
• radius jatuhan material ( km2 ) dan ketebalan
endapannya ( m )
169. • g. Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana
• 1.) Strategi Mitigasi
• *lokasi pemanfaatan lahan untuk aktifitas harus
jauh dari kawasan rawan bencana
• *hindari daerah aliran lava dan atau lahar
• *penerapan bangunan yang tahan terhadap
tambahan beban akibat abu gunung api dan api
• *membuat barak pengungsian yang permanen di
sekitar gunung api yang sering meletus
• *membuat fasilitas jalan evakuasi
170. • 2.) Upaya Pengurangan Bencana
– a.) Sebelum Krisis / Letusan
– *mengamati kegiatan gunung api
– *menentukan status kegiatan gunung api
– *melakukan pemetaan geologi untuk mengetahui
sejarah kegiatan suatu gunung api di masa lalu
– *melakukan pemetaan kawasan rawan bencana
– *membuat cek /sabo dan untuk mengarahkan aliran
lahar
171. – b.) Saat Krisis / Letusan
– *memberangkatkan tim tanggap darurat ke lokasi
bencana
– *meningkatkan pengamatan
– *menentukan status kegiatan gunung api dan
melaporkannya sesuai dengan protap
– *memberikan rekomendasi teknis kepada Pemprov /
Pemkab sesuai dengan protap, termasuk saran
pengungsian penduduk.
172. – c.) Setelah Krisis / Letusan
– *menurunkan status kegiatan gunung api
– *menginventarisir data letusan termasuk sebaran dan
volume material letusan
– *mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya
sekunder ( lahar )
– *memberikan rekomendasi teknis kepada Pemprov /
Pemkab / sesuai dengan protap, termasuk pengembalian
pengungsi dan potensi ancaman lahar
173. B. Sebaran Daerah Rawan Bencana Alam di
Indonesia
• 1. Peta Sebaran Gunung Api di Indonesia
182. C. Usaha Pengurangan Resiko Bencana
Alam
• Agar upaya mitigasi bencana alam yang akan
dilakukan dapat berhasil, kita harus yakin bahwa
bencana alam dapat tidak lagi bersifat ‘tak
terelakkan. Fokus ditujukan kepada bantuan dan
kedaruratan, seperti :
187. • Upaya pengurangan resiko bencana juga
harusmemerhatikan kearifan lokal ( local wisdom )
dan pengetahuan tradisional ( traditional
knowledge ).
• Kita juga harus mengarahkan masyarakat agar aktif
mengakses saluran informasi untuk pengurangan
resiko bencana.
188. • 1. Bahaya ( Hazards )
• Fenomena alam ataupun buatan yang berpotensi
menimbulkan kerugian bagi manusia maupun
kerusakan lingkungan.
• Menurut United Nations – International Strategy for
Disaster Reduction ( UN – ISDR ), bahaya dibedakan
menjadi 5 kelompok :
194. • 2. Kerentanan (Vulnerability )
• Kondisi masyarakat yang mengarah atau
menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi
ancaman bahaya. Tingkat kerentanan ditinjau dari
kerentanan fisik ( infrastruktur ), sosial
kependudukan, dan ekonomi.
195. • 3. Resiko Bencana ( Disaster Risk )
• Interaksi antara tingkat kerentanan daerah
dengan ancaman bahaya ( hazards ).
• Ancaman bahaya alam bersifat tetap sebagai
konsekuensi pembentukan roman muka bumi.
• Semakin tinggi bahaya, kerentanan dan
ketidakmampuan, maka semakin besar pula resiko
bencana yang dihadapi.